Anda di halaman 1dari 18

Biologi tanah adalah sebuah studi mengenai aktivitas mikroba dan fauna beserta ekologinya di

dalam tanah. Fauna tanah,biota tanah, atau edafon adalah istilah yang biasanya digunakan
untuk menyebut organisme yang menghabiskan sebagian besar siklus hidupnya di dalam tanah
atau sedimen organik di atasnya. Fauna tanah mencakup cacing tanah, nematoda, fungi,bakteri,
dan berbagai arthropoda. Dekomposisi materi organik oleh organimse memiliki pengaruh yang
besar terhadap tingkat kesuburan dan struktur tanah sehingga biologi tanah berperan penting
dalam menentukan karakteristik tanah.
Sebagian besar keanekaragaman hayati yang berupa organisme mikro berada di dalam atau
dekat dengan permukaan tanah. Setidaknya dari eukaryota animalia hingga prokaryota
menghuni ekologi tanah.[1] Hubungan antara mikroorganisme tanah dan fungsi tanah cukup rumit
dan telah menjadi subjek di berbagai aktivitas pengamatan. Rantai makanan di dalamnya
berperan penting dalam siklus nutrisi, di mana sumber energi tidak selalu berupa material
organik tetapi juga mineral anorganik yang diawali oleh bakteri kemosintetik dan nitrogen oleh
bakteri nitrifikasi, dan berperan dalam siklus biogeokimia tanah.

Pupuk hayati (biofertilizer) seringkali dianggap sebagai pupuk organik. Kekeliruan ini
sepertinya sepele, namun bisa berakibat fatal jika terdapat kesalahan dalam menggunakannya.
Pada kesempatan ini alamtani akan membahas mengenai pengertian dan fungsi pupuk hayati.
Permentan No.2 tahun 2006, menggolongkan pupuk hayati kedalam pembenah tanah, bukan
pupuk organik. Pembenah tanah itu sendiri bisa organik ataupun non organik. Pupuk hayati
termasuk dalam pembenah tanah yang terdiri dari organisme hidup atau organik.
Pupuk organik didefinisikan sebagai sekumpulan material organik yang terdiri dari zat hara
(nutrisi) bagi tanaman, didalamnya bisa mengandung organisme hidup atau pun tidak.
Sedangkan pupuk hayati merupakan sekumpulan organisme hidup yang aktivitasnya bisa
memperbaiki kesuburan tanah.
Dalam prakteknya bisa saja satu pupuk organik mengandung agen hayati ataupun sebaliknya.
Meskipun begitu, tidak semua pupuk organik yang mengandung mikroorganisme hidup
dikatakan sebagai pupuk hayati. Kondisi mikroorganisme dalam pupuk hayati harus
memenuhi syarat kualitas tertentu.

Fungsi pupuk hayati


Terdapat dua peran utama pupuk hayati dalam budidaya tanaman, yakni sebagai pembangkit
kehidupan tanah (soil regenerator) dan menyuburkan tanah kemudian tanah memberi makan
tanaman (Feeding the soil that feed the plant). Mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk
bekerja dengan cara:

Penambat zat hara yang berguna bagi tanaman. Beberapa mikroorganisme berfungsi sebagai
penambat N, tanpa bantuan mikroorganisme tanaman tidak bisa menyerap nitrogen dari udara.
Beberapa berperan sebagai pelarut fosfat dan penambat kalium

Aktivitas mikroorganisme membantu memperbaiki kondisi tanah baik secara fisik, kimia
maupun biologi.

Menguraikan sisa-sisa zat organik untuk dijadikan nutrisi tanaman.

Mengeluarkan zat pengatur tumbuh yang diperlukan tanaman sperti beberapa jenis hormon
tumbuh.

Menekan pertumbuhan organisme parasit tanaman. Pertumbuhan mikroorganisme baik akan


berkompetisi dengan organisme patogen, sehingga kemungkinan tumbuh dan berkembangnya
organisme patogen semakin kecil.

Kualitas pupuk hayati


Beradasarkan penelitian Simanungkalit, dkk dalam Pupuk hayati dan pembenah tanah yang
diterbitkan Balitbang Pertanian tahun 2006, kualitas pupuk hayati bisa dilihat dari parameter
berikut:

Jumlah populasi mikroorganisme, jumlah mikroorganisme hidup yang terdapat dalam


pupuk harus terukur. Bila jumlahnya kurang maka aktivitas mikroorganisme tersebut tidak
akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman.

Efektifitas mikroorganisme, tidak semua mikroorganisme memberikan pengaruh positif


pada tanaman. Bahkan beberapa diantaranya bisa menjadi parasit. Hanya mikroorganisme
tertentu yang bisa dijadikan sebagai pupuk hayati. Sebagai contoh, jenis Rhizobium yang bisa
menambat nitrogen, atau Aspergillus niger sebagai pelarut fosfat.

Bahan pembawa, fungsinya sebagai media tempat mikroorganisme tersebut hidup. Bahan
pembawa harus memungkinkan organisme tetap hidup dan tumbuh selama proses produksi,
penyimpanan, distribusi, hingga pupuk siap digunakan.

Masa kadaluarsa, sebagai mana mahluk hidup lainnya mikroorganisme tersebut memiliki
siklus hidup. Apabila mikroorganisme dalam pupuk hayati telah mati, pupuk tersebut tidak
bisa dikatakan sebagai pupuk hayati. Untuk memperpanjang siklus hidup tersebut, produsen
pupuk biasanya mengemas mikroorganisme tersebut dalam keadaan dorman. Sehingga perlu
aktivasi kembali sebelum pupuk diaplikasikan pada tanaman. Pupuk hayati yang benar
seharusnya mencantumkan tanggal kadaluarsa dalam kemasannya.

Jenis-jenis pupuk hayati


Dewasa ini dikenal dua jenis pupuk hayati dari kandungan mikroorganismenya, yakni tunggal
danmajemuk. Pupuk hayati tunggal hanya mengandung satu jenis mikroba yang memiliki

satu fungsi, semisal mikroba dari jenis Rhizobium sebagai penambat nitrogen. Sedangkan
pupuk majemuk biasanya memiliki lebih dari tiga jenis mikroba.
Jenis pupuk hayati majemuk dikembangkan belakangan ini. Di Indonesia pupuk hayati yang
beredar dipasaran kecenderungannya dari jenis majemuk. Sedangkan di negara-negara maju
lebih banyak jenis tunggal.
Bentuk pupuk hayati yang beredar di pasaran biasanya berbentuk cair dan padat (tepung).
Merek-merek yang terkenal diantaranya EM4, Sumber Subur dan M-Bio. Sedangkan yang
berbentuk padat antara lain Evagrow dan Solagri.

Penggunaan pupuk hayati


Di pasaran, biasanya pupuk hayati dijual lebih tinggi dari pupuk organik biasa. Bahkan jenis
pupuk hayati yang berupa biang atau disebut juga agen hayati dijual dengan harga yang
sangat mahal. Karena pupuk tersebut diperuntukkan sebagai biang, sehingga petani bisa
memperbanyak sendiri.
Pupuk hayati dapat diaplikasikan pada tanah, daun, akar, batang, bunga atau benih. Pupuk ini
biasanya efektif diaplikasikan pada tanah yang memiliki kandungan organik tinggi.
Mikroorganisme yang terdapat didalamnya membutuhkan kondisi yang baik untuk tumbuh
dan berkembang.
Pada tanah yang miskin kandungan organik, mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk
hayati bisa saja mati dan tidak berkembang. Penggunaan pupuk hayati pada tanah yang
miskin kandungan organik sebaiknya dikombinasikan dengan penggunaan pupuk
kompos, pupuk hijau, pupuk kandang atau pupuk organik lainnya.

8387782, 8319605. (HP) 0852-1216-4314, 0852-2838-7136, 0813-1015-5963.

PUPUK HAYATI PENAMBAT NITROGEN

Beberapa tahun terakir ini harga pupuk kimia menongkat dengan tajam termasuk pupuk urea sebagai sumber N.
Sulosi untuk mengatasi hal itu adalah dengan menggunakan pupuk organic dan hayati. Pupuk hayati adalah mikrobia
ke dalam tanah untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dlam tanah atau uadara. Umumnya
digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan diperoleh oleh
kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia mendapatkan
bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Mikrobia yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer)
dapat diberikan langsung ke dalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan
ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat N dan mikrobia untuk meningkatkan
ketersediaan P dalam tanah.
Mikrobia penambat nitrogen
Sumber utama N berasal dari gas N2 dari atmosfir. Kadar gas nitrogen di atmosfir bumi sekitar 79% dari volumenya.
Walaupun jumlahnya sangat besar tetapi belum dapat dimanfaatkan oleh tanaman tingkat tinggi, kecuali telah
menjadi bentuk yang tersedia. Proses perubahan tersebut (1). Penambatan oleh mikrobia dan jasad renik lain Jasad
renik ada yang hidup simbiotis dengan tanaman-tanaman legum (kacang-kacangan) maupun tanaman non legum, (2).
Penambatan oleh jasad-jasad renik yang hidup bebas di dalam tanah atau yang hidup pada permukaan organ
tanaman seperti daun, dan (3). Penambatan sebagai oksida karena terjadi pelepasan muatan listrik di atmosfir.
Penambatan nitrogen oleh mikrobia
Selama berabad-abad penggunaan legum (kacang-kacangan) dalam pergiliran tanaman serta penggunaan pupuk
kandang merupakan cara-cara yang penting dalam penyediaan nitrogen tambahan pada tanaman non legum.
Meskipun masih merupakan sumber nitrogen yang besar sumbangannya bagi pertumbuhan tanaman, selama
beberapa dekade sekarang ini sumber nitrogen kacang-kacangan dan pupuk kandang makin hari makin menurun
peranannya. Jumlah nitrogen yang ditambat oleh rhizobia sangat bervariasi tergantung strain, tanaman inang serta
lingkungannya termasuk ketersediaan unsur hara yang diperlukan. Selandia Baru merupakan negara yang sangat
mementingkan penggunaan pupuk nitrogen berasal dari penambatan N dari atmosfir.
Banyak genus rhizobia yang hanya dapat hidup menumpang pada tanaman inang tertentu (spesifik). Sebagai contoh
bakteri yang bersimbiosis dengan kedelai (soybean) umumnya tidak dapat bersimbiosis dengna tanaman alfalfa
(medicago). Agar kemampuan menambat nitrogen tinggi maka tanaman inang harus dinokulasi dengan inokulan yang
sesuai.Penambatan oleh rhizobia maksimum bila ketersediaan hara nitrogen dalam keadaan minimum. Dianjurkan
untuk memberikan sedikit pupuk nitrogen sebagai starter, agar bibit muda memiliki kecukupan N sebelum rhizobia
menetap dengan baik pada akarnya. Sebaliknya pemupukan nitrogen dengan jumlah besar atau terus menerus akan
memperkecil kegiatan rhizobia sehingga kurang efektif.
Penambat N yang hidup bebas
Penambatan nitrogen dalam tanah dilakukan juga oleh jasad renik yang hidup bebas, artinya tidak bersimbiosis
dengan tanaman inang. Jasad tersebut antara lain adalah ganggang hijau-biru (Chyanophiceae) dan bakteri yang
hidup bebas. Bakteri yang hidup bebas ialah Rhodospirillum sp yang fotosintetis, Clostridium yang merupakan jasad

anaerob serta Azotobacter dan Beiyerinckia yang aerob.


Ganggang biru hijau hidup pada berbagai lingkungan, bahkan pada permukaan batu di lahan gurun pasir yang
gersang. Dia bersifat autotrof sempurna dan hanya memerlukan sinar matahari, air, nitrogen bebas, karbon dioksida
dan garam-garam yang mengandung hara mineral penting. Karena ganggang memerlukan sinar matahari maka
diduga hanya sedikit pengaruhnya terhadap penambahan unsur N dalam tanah pertanian yang diusahakan di dataran
tinggi. Manfaat lain yang diperoleh dari ganggang hijau biru ini ialah terjadinya pelapukan secara biologi sehingga
menjadi lebih terbukanya kehidupan lain pada permulaan genesa tanah.
Dipandang dari segi pertanian penambatan nitrogen oleh bakteri yang hidup bebas di dalam tanah mempunyai
peranan lebih pentingdibandingkan ganggang hijau biru. Jasad-jasad ini, kecuali Rhodospirillum, menghendaki adanya
sumber tenaga berupa sisa tanaman atau hewan. Sebagian tenaga hasil oksidasi ini digunakan untuk menambat
nitrogen dari udara bebas. Kemampuan maksimum penambatan nitrogen oleh jasad ini berkisar 20 sampai 40 kg per
hektar N per tahun.
Disamping bakteri penambat yang bersimbise ada mikroba yang hidup bebas mikrobia dan ganggang biru (blue green
algae) yang mampu menambat N udara.

BIOLOGI TANAH I. PENDAHULUAN Tanah merupakan bagian dari tubuh alam yang menutupi bumi
dengan lapisan tipis, disintesis dalam bentuk profil dari pelapukan batu dan mineral, dan
mendekomposisi bahan organik yang kemudian menyediakan air dan unsur hara yang berguna untuk
pertumbuhan tanaman. Yang membuat tanah itu subur diantaranya pelapukan lanjut, bahan
mineralogi, kapasitas pertukaran kation yang tinggi, kelembaban air dan pH netral. Tanah bersifat
sangat penting bagi kehidupan, sehingga perlindungan kualitas dan kesehatan tanah sebagaimana
perlindungan terhadap kualitas udara dan air harus sangat dijaga. Namun banyak faktor yang dapat
menurunkan kualitas dan kesehatan tanah tersebut, misalnya kadar hara yang terkandung dalam
tanah, vegetasi, iklim, sifat fisik, kimia
dan biologi tanah (Fitri, 2011). Kesehatan tanah itu sendiri dapat didefinisikan secara umum sebagai
kemampuan berkelanjutan dari
suatu tanah untuk berfungsi sebagai suatu sistem kehidupan yang penting didalam batas batas
ekosistem dan tata guna lahannya, untuk menyokong produktivitas hayati, meningkatkan kualitas
udara dan lingkungan perairan, serta memelihara kesehatan tanaman, hewan dan manusia. Kualitas
tanah itu sendiri dapat didefinisikan secara umum sebagai kemampuan tanah untuk menghasilkan
produk tanaman yang bergizi dan aman secara berkelanjutan, serta meningkatkan kesehatan
manusia dan ternak, tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya dan lingkungan
Faktor yang mempengaruhi kualitas tanah pada bagian fisiknya adalah tekstur tanah, bahan organik,
agregasi, kapasitas lapang air, drainase, topografi, dan iklim. Sedangkan yang mempengaruhi pada
bagian pengolahannya adalah Intensitas pengolahan tanah, penambahan organik tanah, pengetesan
pH tanah, aktivitas mikrobia dan garam. Tanah sebagai habitat biota tanah sebagai medium alam
untuk pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisiologinya. Tanah menyediakan nutrisi, air dan sumber
karbon yang diperlukan untuk pertumbuhan
dan aktivitasnya. Di dalam hal ini, lingkungan tanah seperti faktor abiotik (yang meliputi sifat fisik dan
kimia tanah) dan faktor biotik (adanya biota tanah dengan tanaman tingkat tinggi) ikut berperan dalam
menentukan tingkat pertumbuhan dan aktivitas biota tanah tersebut (Fitri, 2011). Terkait pada kedua
definisi tersebut dapat kita ketahui bahwa kualitas dan kesehatan tanah adalah faktor penting yang
harus dijaga agar fungsi tanah sebagai mediator tumbuh organisme, biota tanah dan vegetasi dapat
terlaksana dengan baik yang kemudian dapat diaplikasikan untuk menunjang kehidupan, karena
semua faktor yang terkait dengan keadaan tanah dan daya dukung tanah akan berpengaruh secara
langsung dan tidak langsung terhadap perkembangan populasi mikroorganisme tanah. II.
KERAGAMAN BIOTA TANAH 2.1 Jenis dan Klasifikasi
Biota tanah Di dalam tanah, berdasarkan fungsinya dalam budidaya pertanian, secara umum terdapat
dua golongan jasad hayati tanah, yaitu yang menguntungkan dan yang merugikan. Jasad hayati yang

menguntungkan ini, yaitu


yang terlibat dalam proses dekomposisi bahan organik, pengikat/penyediaan unsur hara dan atau
pembentukan serta perbaikan struktur tanah. Sedangkan jasad yang merugikan adalah yang
memanfaatkan tanaman hidup, baik sebagai sumber pangan atau sebagai inangnya, yang disebut
sebagai hama atau penyakit tanaman maupun sebagai kompetitor dalam penyerapan hara dalam
tanah. Secara umum biota (jasad hayati) tanah dikelompokkan menjadi dua.
1. Fauna, meliputi: a. Makro fauna, terdiri dari herbivora (pemakan tanaman) dan karnivora
(pemangsa hewan- hewan kecil). Herbivora meliputi cacing (Annelida), bekicot (Mollusca), Arthopoda,
yaitu Crustacea seperti kepiting, Chilopoda seperti kelabang, Diplopoda seperti kaki seribu, Arachnida
seperti kutu dan kalajengking, dan serangga (Insecta); seperti belalang, kumbang, rayap, jangkrik dan
semut; serta hewan-hewan kecil lain yang bersarang dalam tanah, seperti ular, tikus, kadal dan lainlain; kanivora meliputi serangga, rayap, dan laba-laba. b. Mikro fauna berupa pemangsa parasit,
meliputi nematoda, protozoa, dan rotifera. 2. Mikroflora meliputi: a. Ganggang, terdiri dari ganggang
hijau dan hijau-biru. b. Cendawan, meliputi jamur, ragi, dan kapang. c. Bakteri, aerobik dan anaerobik.
Bakteri aerobik meliputi Azotobakter, Beijerinkia, Rhizobium dan Azospirillum. Bakteri anaerobik
meliputi Desulfovibrio. Jasad hayati tanah ini berdasarkan ukurannya dipilih menjadi tiga
a. Makrobia : jika berukuran di atas 10 mm. b. Mesobia : berukuran 0,2-10 mm. c. Mikrobia :
berukuran < 0,2 mm (200 mm) (Hanafiah, 2005).
Berdasarkan cara memperoleh energi, mikrobia tanah dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu (1)
kelompok yang memperoleh energi dari sinar matahari, dikenal sebagai kelompok fototrof, dan (2)
kelompok yang memperoleh energi dari oksidasi senyawa anorganik, seperti senyawa N (amonia dan
nitrit), sulfur, zat besi atau senyawa karbon sederhana, dan metana. Kelompok kedua ini dikenal
sebagai kelompok kemotrof. Selain itu berdasarkan sumber karbon yang digunakannya, mikrobia
tanah dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu (1) kelompok yang menggunakan CO2, HCO3,
CO3 sebagai sumber carbon yang dikelompokkan dalam ototrof (litotrof), dan (2) kelompok yang
menggunakan C organik sebagai sumber karbon dan dikelompokkan dalam heterotrof (organotrof).
Mikroflora yang tergolong fototrof meliputi alga, sianobakter, bakteri lembayung dan hijau. Mikroflora
yang tergolong fotohetotrof adalah bakteri lembayung non sulfur, dan heliobakteri (bakteri pembentuk
endospora, Bascillus dan Closdtridium). Mikroflora yang tergolong kemotrof antara lain bakteri
pengoksidasi NH4+ (Nitrobacter), dan pengoksidasi nitrit. Kelompok mikroflora kemoototrof
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu (1) kelompok yang menggunakan CO2 antara lain bakteri
Nitrosomonas, bakteri pengoksidasi sulfur (Thiobacillus thiooxidans), bakteri pengoksidasi Fe
(Thiobacillus ferrooxidans) dan (2) kelompok yang menggunakan HCO3, contoh Pseudomonas sp.
Mikroflora yang termasuk kelompok kemoheterotrof adalah bakteri perombak selulosa. Berdasarkan
keberadaannya dalam tanah, dibagi dalam dua kelompok besar yaitu (1) mikrobia otokton
(autochtonous), yakni mikrobia setempat pada tanah-tanah tertentu dan atau bersifat endemik,
contohnya bakteri Azospirillum halopraeferen yang selalu ditemukan di tanah salin; (2) mikrobia
zymogen, yaitu mikrobia yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh adanya perlakuan khusus seperti
penambahan pupuk, bahan organik dan pengelolaan tanah. Selain itu dikenal juga mikrobia trasien,
yaitu mikrobia yang keberadaannya di dalam tanah bersifat sebagai penetap sementara. Mikrobia
trasien umumnya merupakan mikrobia yang diintrodusir ke dalam tanah baik disengaja ataupun tidak
disengaja (Mashum, 2003). Berdasarkan spesifikasi fungsinya, jasad hayati tanah digolongkan
menjadi jasad spesifik fungsional jika fungsinya dalam
tanah bersifat spesifik, misalnya bakteri nitrosomonas dan nitrobacter yang berperan dalam nitrifikasi,
bakteri rhizobium yang berperan dalam fiksasi N bebas, endomikoriza yang berperan dalam
penyediaan dan penyerapan hara P oleh tanaman. Serta jasad nonspesifik fungsional jika berperan
tidak spesifik, misalnya mikrobia dekomposer bahan organik. Apabila dikaitkan dengan pertumbuhan
tanaman, biota tanah dikelompokkan menjadi tiga.
1. Biota yang menguntungkan. 2. Biota yang merugikan. 3. Biota tanpa pengaruh. Jika kelompok (1)
yang dominan maka pertumbuhan tanaman menjadi
baik, sedangkan jika kelompok (2) yang dominan maka pertumbuhan tanaman akan jelek. Dengan
tujuan agar biota tanah yang menguntungkan ini dapat dimaksimalkan dan yang merugikan dapat

diminimalkan, yang tanpa pengaruh dapat dimanfaatkan, sehingga pertumbuhan dan produksi
tanaman dapat dioptimalkan, maka pengembangan biologis dan bioteknologi tanah menjadi penting
untuk dikembangkan sebagai dasar pertanian organik tersebut (Hanafiah, 2005). III. TANAH
SEBAGAI HABITAT MIKROBIA 3.1 Habitat Mikrobia Tanah Tanah sebagai habitat mikrobia berfungsi
sebagai medium alam untuk pertumbuhan dan untuk melakukan segala aktivitas fisiologinya. Tanah
menyediakan nutrisi, air dan sumber karbon yang diperlukan untuk pertumbuhan
dan aktifitasnya. Di dalam hal ini, lingkungan tanah seperti faktor abiotik (yang meliputi sifat fisik dan
kimia tanah) dan biotik (adanya mikrobia lain dan tanaman tingkat tinggi) ikut berperan dalam
menentukan tingkat pertumbuhan dan aktifitas mikrobia tersebut. Struktur tanah, aerasi tanah,
ketersediaan air dan suhu tanah merupakan sifat-sifat fisik yang berperan dalam menentukan
kelangsungan proses fisiologi mikrobia. Sementara diantara sifat kimia tanah yang berpengaruh
adalah pH tanah, potensial redoks serta ada tidaknya substrat yang bersifat toksik. Sebagai habitat
mikrobia, tanah dihuni oleh lebih satu jenis mikrobia dengan berbagai ragam spesiesnya. Mereka
merupakan spesies yang saling
pengaruh-mempengaruhi,
saling bergantung dan bahkan tidak jarang satu dengan yang lain melakukan persaingan dalam
rangka mempertahankan hidupnya. Di dalam tanah, mikroba tidak saja berinteraksi dengan sesama
mikrobianya, tetapi juga dengan organisme tingkat tinggi yaitu dengan tanaman yang tumbuh di
sekitarnya. Dalam hal ini akar tanaman akan membebaskan sejumlah senyawa organik yang
bermanfaat sebagai sumber karbon dan energi bagi kehidupan mikrobia, sekalipun adakalanya
terdapat pula senyawa yang bersifat toksik bagi satu jenis mikrobia tertentu. Adanya senyawa toksik
tersebut menyebabkan pertumbuhan ataupun aktivitas mikrobia dalam memperbaiki tingkat
ketersediaan unsur hara bagi tanaman sekaligus penyerapannya oleh tanaman akan terhambat atau
bahkan terhenti. 3.2 Faktor Fisika Tanah 3.2.1 Struktur Tanah Batasan mengenai struktur tanah telah
banyak dikemukakan pakar, namun dalam uraian ini struktur tanah diberi batasan sebagai
penyusunan partikel primer dan sekunder ke dalam suatu bentuk susunan tertentu dengan ruang pori
diantaranya. Ruang pori tersebut dikenal sebagai ruang pori tanah. Pergerakan air dan udara terjadi
melalui ruang pori tersebut. Demikian pula aktivitas fisiologi mikrobia di dalam tanah berlangsung di
dalam ruang pori. Dalam struktur tanah terdapat ruang pori dengan ukuran, distribusi, dan pola
keberadaan pori yang beragam. Di bawah pengamatan mikroskop elektron transmisi, tanpa bahwa
pada suatu agregat tanah di dalamnya terdapat pola ruang pori yang tertutup
dan pola ruang pori yang terbuka. Sistem aerasi dan gerakan air hanya akan berlangsung dengan
baik di dalam pola ruang pori terbuka. Pada lingkungan tanah yang secara global bersifat aerobik
dapat juga berlangsung reaksi reduksi pada tempat-tempat tertentu, dalam mana reaksi ini hanya
berlangsung pada kondisi anaerobik. Kondisi sedemikian di dalam tanah berlangsung pada bagian
ruang pori tertutup. Satu tipe mikrobia dalam agregat tanah akan mendiami atau menempati ruang
pori yang berbeda dengan tipe mikrobia yang lain. Sebagai pilihan tempat tinggal fungi yakni di ruang
yang terdapat di antara agregat tanah. Bakteri aerobik lebih menyukai dan memilih pola ruang pori
terbuka yang terdapat di dalam agregat tanah, sebagai pilihan tempat hidupnya. Di dalam ruang pori
tersebut, bakteri tidak hidup bebas tetapi melekat pada partikel padatan tanah melalui jembatan
kation multivalensi. Dalam pola ruang pori terbuka, ukuran diameter
pori memegang peran penting dalam mempengaruhi fisiologi bakteri. Hal ini berkaitan dengan peran
pori sebagai ruang sirkulasi udara, sebagai lalu lintas pergerakan air, dan sebagai jalan bakteri
menuju ruang pori tempat hidupnya. Lynch (1983) menyebutkan bahwa, agar mikrobia dapat tumbuh
dan beraktivitas dengan bebas diperlukan ukuran diameter pori lebih besar dari diameter sel bakteri.
Beberapa hasil penelitian terakhir menunjukkan pengaruh struktur tanah terhadap pertumbuhan dan
aktivitas mikrobia tidak saja melalui proses fisiologis, tetapi juga melalui proses penyediaan sumber
karbon dan nutrisi lain
bagi mikrobia. Sebagai mana diketahui bahwa tidak semua sumber karbon dan nutrisi lain
yang diperlukan mikrobia terdapat dalam bentuk yang mudah dimanfaatkan. Sebagian substrat
berbentuk senyawa kompleks yang harus didegradasi terlebih dahulu, dalam mana prosesnya adalah
reaksi oksidasi ensimatis. Oleh karena itu pertumbuhan dan aktivitas mikrobia akan berlangsung

secara optimum manakala struktur tanahnya memiliki sistem aerasi dan pergerakan air yang
memadai untuk mendukung berlangsungnya degradasi senyawa tersebut merupakan pilihan tempat
tinggal yang baik bagi mikrobia. 3.2.2 Aerasi Tanah Kehadiran oksigen di dalam tanah adalah penting
bagi kehidupan mikrobia. Oksigen tidak saja diperlukan untuk respirasi, tetapi juga penting untuk
melangsungkan reaksi oksidasi kimia dan atau biologi di dalam tanah. Reaksi- reaksi mana akan
mempengaruhi laju reaksi selular yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
mikrobia. Di dalam tanah, aerasi dan kelembaban merupakan dua faktor yang saling berkebalikan,
makin tinggi kandungan air makin kurang baik aerasi tanahnya. Tingkat aerasi yang nisbih baik
berlangsung pada kondisi lapang dengan tekanan kelembaban sekitar 0,01 megapascal (MPa).
Pengaruh negatif dari aerasi yang buruk terhadap pertumbuhan dan aktivitas mikrobia yang bersifat
aerobik telah lama diketahui. Dalam kondisi anaerob, reaksi yang berlangsung didominasi oleh reaksi
reduksi dengan hasil reaksi cenderung tidak menguntungkan bagi kehidupan mikrobia. Dalam hal ini
tidak semua senyawa organik dirombak menjadi CO2, tetapi masih dalam bentuk persenyawaan
antara. Bentuk persenyawaan tersebut adalah asam laktat, ethanol, asetaldehida, asam asetat dan
asam butirat. Sebagian dari persenyawaan tersebut meracun bagi sebagian mikrobia yang hidup di
dalam tanah. Kondisi anaerob di dalam tanah terjadi, jika konsumsi oksigen untuk respirasi mikrobia
lebih tinggi dibandingkan dengan masuknya oksigen dari udara ruang pori tanah. Sekalipun kondisi
anaerob tidak menguntungkan bagi sejumlah mikrobia aerob, di dalam tanah terdapat pula beberapa
mikrobia yang aktivitasnya berlangsung dengan baik jika berada pada kondisi tegangan oksigen yang
rendah (mikroaerofil). Contoh, bakteri penambat nitrogen non simbiotik Azospirillum sp. Proses
penambatan N udara oleh Azospirillum sp. Berlangsung dalam kondisi mikroaerofil, karena oksigen
yang berlebihan menyebabkan kompleks nitrogenase menjadi tidak aktif (Mashum, 2003). 3.2.3
Suhu Tanah Suhu tanah tidak saja mengendalikan proses reaksi fisiologis sel, tetapi juga akan
mempengaruhi karakteristik fisikokimia lingkungan, seperti volume tanah, potensial redoks, difusi gas,
viskositas air, tegangan permukaan, dan kelarutan zat. Misalnya, kelarutan CO2 dalam air pada
kondisi suhu rendah adalah dua kali lipat dibanding kelarutan CO2 dalam air panas. Kondisi
lingkungan yang berubah-ubah akan membawa pada laju pertumbuhan bakteri karena
mempengaruhi laju semua reaksi selular. Reaksi selular yang akan terganggu oleh perubahan suhu
adalah respirasi, permeabilitas membran sel dan aktivitas mikrobia dalam menghasilkan metabolit
sekunder. Dalam hal ini, suhu akan mempengaruhi kesetabilan ensim. Pada suhu optimum, sistem
ensim berfungsi baik dan tetap stabil untuk waktu lama. Pada suhu nisbi rendah, umumnya
strukturnya tetap stabil, tetapi tidak dapat berfungsi sebagai biokatalisator. Sementara pada suhu
tinggi struktur ensim akan rusak sama sekali. Suhu minimum, maksimum dan optimum untuk
pertumbuhan dan aktivitas mikrobia di dalam tanah sangat beragam tergantung pada jenis, spesies
dan strainnya. Hal ini berkaitan dengan karakteristik spesifikasi protein pada masing-masing jenis dan
atau spesies mikrobia, baik itu protein fungsional (ensim) dan atau protein struktural (protein
penyusun membran sel). Misalnya, protein penyusun flagela dan ribosom pada bakteri termofilik lebih
stabil menghadapi suhu tinggi dari pada protein pada bakteri mesofilik. Beberapa bakteri psychrofil
mampu tumbuh di bawah titik beku, karena protein penyusun sitoplasmik dari bakteri tersebut mampu
melindungi bagian dalam sel untuk tidak membeku, sehingga proses metabolisme tetap berlangsung
dengan baik. Tabel 1. Tingkat suhu yang menyebabkan
kematian
beberapa
kelompok
organisme
tanah, didasarkan
pada
pemanasan air selama 30 menit Suhu (0C) Kelompok Organisme 40 Saprophytic
Pseudomonas
sp 50 Rhizoctonia
solani Nematoda
Pythium,

Phytopthora 52 - 58 Bakteri
nitrifikasi
(Nitrobacter
dan
Nitrosomonas);
Fusarium sp. 60 Mikrobia
patogenik 60 - 70 Serangga
Tanah 70 Fungi saprofit 80 Bacillus saprofit 100 Beberapa virus tanaman yang resisten pada suhu
tinggi Sumber : Lynch, 1983. 3.3 Faktor Kimia Tanah
3.3.1 Reaksi Tanah Reaksi tanah merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menyatakan reaksi
asam-asam dalam tanah, yang dalam hal mana dinyatakan sebagai pH tanah. pH merupakan ukuran
aktivitas ion hidrogen. Secara umum mikrobia tanah tumbuh pada pH 1 sampai dengan pada pH 11.
Kelangsungan aktivitas ensim mikrobia (satu sel bakteri mengandung kira- kira 1000 ensim)
bergantung pada ion H+, yang berarti pH tanah sangat berperan dalam mempengaruhi kerja ensim.
Reaksi tanah (pH) tertentu diperlukan oleh setiap macam ensim untuk tetap terjadi protonisasi pada
rantai samping asam amino yang terdapat dalam setiap ensim, sehingga ensim dapat berfungsi
sebagai biokatalisator.Adanya variasi tingkat kemasaman tanah memberikan keuntungan tersendiri
bagi kehidupan di alam ini. Keragaman pH tanah telah menghadirkan keragaman spesies dari satu
tipe mikrobia. Misalnya, Streptomyces sebagai salah satu aktinomisetes yang menghasilkan antibiotik,
umumnya tidak dapat tumbuh di bawah pH 7,5. Namun demikian, di tanah hutan yang bereaksi
masam tidak jarang ditemukan pula senyawa antibiotik bentukan Styreptomyces. Peristiwa ini dapat
berlangsung karena ada keragaman spesies yang toleran terhadap kemasaman tanah. Beberapa
hasil penelitian melaporkan bahwa terdapat beberapa spesies Streptomyces asidofilik yang terlibat
dalam proses dekomposisi bahan organik dan NH4+ (salah satu hasil dekomposisi BO) akan
mengubah suasana tanah dari reaksi masam menjadi alkalin, sehingga Streptomyces neutrifilik dapat
mensintesis antibiotik tersebut. Perlu diketahui bahwa kebanyakan bakteri tidak toleran terhadap pH
yang ekstrim, tidak seperti halnya dengan fungi, walaupun
terdapat beberapa bakteri yang tumbuh baik pada lingkungan dengan pH yang rendah (misalnya,
Lactobacillus, Acetobacter, Thiobacillus). 3.4 Faktor Biologi 3.4.1 Interaksi Antara Mikrobia dengan
Mikrobia Populasi mikrobia yang mendiami tanah terdiri atas lebih dari satu tipe mikrobia. Kita
memandang mereka sebagai masyarakat pergaulan berbagai macam mikrobia dalam tanah.
Tentunya dalam pergaulan itu akan terjalin hubungan kehidupan bersama antara yang satu dengan
yang lain, yang dikenal dengan asosiasi. Asosiasi yang dibangun diantara mereka memiliki bentuk
beragam, mulai dari bentuk interaksi netral sampai
dengan interaksi yang saling mempengaruhi diantara mereka, dapat bersifat positif dan dapat pula
bersifat negatif. Bentuk interaksi netral selalu terjadi secara teratur, dan bersifat sangat alami.
Kehadiran satu populasi dalam interaksi netral tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap
kehidupan dan perkembangan populasi yang lain. Interaksi yang saling memberikan pengaruh positif
pada masing-masing populasi dikenal sebagai bentuk simbiosis apakah dalam bentuk mutualistik
ataupun protokooperatif. Bentuk interaksi kebalikannya, dikenal dengan pola kehidupan antagonistik
yaitu yang satu merugikan yang lain, apakah dalam bentuk parasitisme atau amensalisme. Di dalam
tanah, gradasi dari bentuk asosiasi yang satu ke bentuk yang lain dapat terjadi karena perjalanan
waktu ataupun karena perubahan lingkungan. Contoh. Laju pertumbuhan perindividu pemangsa
(predator) yang paling tinggi terjadi pada saat puncak densitas mangsa (prey) dan pada saat itu laju
pertumbuhan populasi mangsa (prey) menjadi negatif. Namun demikian, pada saat populasi prey
turun di bawah ambang batas, populasi predator juga turun dan pada saat itu kompleksitas habitat
memberikan kesempatan mereka hidup secara bersama.
Pengaruh asosiatif dan
atau antagonistik di antara berbagai mikrobia dalam kehidupan dan perkembangannya di dalam
tanah berlangsung sebagai akibat dari : Perubahan ketersediaan nutrisi Perubahan faktor lingkungan
Ketergantungan hidup mikrobia tertentu atas yang lain Kehidupan bersama antara bakteri perombak
sellulosa dengan bakteri autotrof dan atau heterotrof yang lain merupakan bentuk asosiasi

komensalisme yang berdasarkan pada ketersediaan nutrisi. Bakteri perombak sellulosa akan
menghasilkan produk senyawa anorganik, asam organik serta
produk senyawa antara yang esensial bagi kegiatan ragam mikrobia non perombak sellulosa.
Kehidupan bersama antara bakteri anaerobik dengan bakteri aerobik merupakan contoh baik untuk
melihat pola komensalisme yang mendasarkan pada perubahan lingkungan. Bakteri aerobik akan
mengkonsumsi oksigen bebas alam tanah, sehingga tercipta kondisi yang baik bagi pertumbuhan
mikrobia anerobik. Kehidupan bersama antara bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter merupakan
contoh ketergantungan hidup mikrobia tertentu atas yang lain. Bakteri Nitrosomonas mengoksidasi
ammonia ke bentuk nitrit. Senyawa yang terakhir ini merupakan satu- satunya senyawa N yang
diperlukan bagi kegiatan bakteri Nitrobacter untuk membentuk nitrat. Bakteri ini tidak mampu
menggunakan sumber energi yang lain. Persaingan dalam memperoleh nutrisi, sebagaimana yang
terjadi antara bakteri dan fungi merupakan contoh umum dari pengaruh antagonistik dalam pola
kompetisi. Hal demikian terjadi pula dalam golongan mikrobia yang sama, misal antara inokulum yang
diintroduksi ke dalam tanah (Azospirillum) dengan strain- strain Azospirillum yang terdapat di dalam
tanah. 3.4.2 Interaksi Antara Mikrobia dengan Tanaman Kehidupan bersama antara mikrobia dan
tanaman berlangsung di rhizosfer tanaman, karena di daerah inilah tersedia sejumlah senyawa yang
diperlukan oleh mikrobia untuk kehidupan dan aktivitasnya. Senyawa tersebut berupa eksudat akar
yang bermanfaat sebagai sumber C, N dan energi bagi mikrobia, mulai dari bentuk senyawa organik
sederhana sampai dengan senyawa organik kompleks. Perbaikan kehidupan dan perkembangan
mikrobia sebagai akibat adanya eksudat akar dikenal dengan rhizosfer effect. Umumnya macam
mikrobia yang mendiami rhizosfer tidak berbeda dengan mikrobia yang tinggal di tanah (bulk soil),
hanya saja populasi di rhizosfer jauh lebih tinggi. Akar tanaman sangat mempengaruhi kehidupan
bakteri dari pada pengaruhnya terhadap fungi, khususnya bakteri gram negatif. Bakteri-bakteri gram
positif menunjukkan penurunan jumlah di rhizosfer. Pengaruh perakaran terhadap fungi bersifat
selektif, artinya akar tanaman hanya menstimulasi kehidupan fungi- fungi tersebut. Di rhizosfer,
tingkat kerapatan bakteri ini dapat berubah-ubah sejalan dengan perubahan kondisi lingkungan di
sekitarnya. Perubahan itu dapat terjadi karena pemberian bahan pembenah tanah (misalkan bahan
organik), aplikasi pupuk daun, pemberian pestisida dan inokulasi bakteri pada benih ataupun
langsung dalam tanah Mikrobia yang berkembang di rhizosfer memiliki sifat hidup yang beragam
yakni bersifat non simbiotik dan simbiotik. Pola hidup bagi mikrobia yang non simbiotik dapat bersifat
bebas (yang dikenal dengan free living microorganiam), dan atau berasosiasi dengan tanaman.
Contoh, beberapa bakteri yang tergolong hidup bebas antara lain Azotobacter, Beijirinckia,
Mycobacterium, Arthrobacter, Bacillus (empat bakteri tersebut bersifat aerobik); Pseudomonas,
Klebsiella (dua bakteri tersebut termasuk anaerob fakultatif); dan Clostridium, Rhodospirillum. Untuk
kelompok mikroba ini, akan memanfaatkan berbagai macam senyawa organik (mulai
dari senyawa organik sederhana hingga yang komplek) sebagai sumber karbon dan energi. Senyawa
organik dimaksud antara lain mono, di dan poli sakarida; asam-asam organik dari asam lemak, asam
organik aromatik, ethyl alkohol, gliserol, mannitol serta asam-asam organik yang mudah menguap
(Rao, 1982 dalam Mashum 2003). Berbeda halnya dengan mikrobia yang hidup berasosiasi dengan
tanaman. Asosiasi mikrobia pada tanaman berlangsung di endorhizosfer dan atau di ektorhizosfer
(Lynch, 1983). Perkembangan dan aktifitas hidupnya sangat bergantung pada kesesuaian jenis
tanaman. Hal ini dikarenakan ada spesifikasi senyawa organik yang diperlukan oleh mikrobia sebagai
sumber C, N dan energi. Sementara senyawa dimaksud hanya terdapat dalam eksudat akar tanaman
tertentu. Suatu contoh, Azospirillum brasilensis akan terpacu perkembangan dan aktivitasnya apabila
berasosiasi dengan tanaman C4, karena dalam eksudat tanaman C4 terkandung asam malat yang
berguna sebagai sumber energi utama (Rao, 1992 dalam Mashum, 2003). IV. MAKROFAUNA DAN
MIKROBIA DALAM KESUBURAN TANAH 4.1 Makrofauna Dalam
Kesuburan Tanah Organisme tanah (mikrofauna, makrofauna dan mikroflora) telah terbukti memiliki
peranan penting dalam kesuburan tanah. Aktivitasnya sebagai pengendali kesuburan tanah
ditunjukkan dengan memperbaiki beberapa sifat fisik tanah yang meliputi (1) struktur tanah, (2)
tekstur dan kosestensi tanah, (3) retensi dan pergerakan air, serta (4) pertukaran gas. Secara kimiawi
terjadi pula perubahan sifat tanah yang meliputi (1) kandungan hara tersedia, (2) meningkatnya

kapasitas tukar kation, (3) pH dan kandungan C organik. Perubahan sifat tanah tersebut merupakan
akibat aktivitas makrofauna dalam mempengaruhi proses (1) huminifikasi dan mineralisasi bahan
organik tanah, (2) pencampuran dan pengadukan tanah, (3) pembentukan pori makro dan total pori.
Makrofauna sebagai pencampur dan pengaduk tanah, akan memacu perubahan struktur tanah yang
semula bersifat kompak dan masif menjadi tanah yang bertekstur remah.
Pengadukan tanah bagian bawahan dengan bagian atasan (bioturbasi) menyebabkan adanya
translokasi fraksi tanah berukuran halus dari bagian bawah ke permukaan tanah. Di samping itu,
bekas tempat yang dilewatinya akan membentuk liang-liang (lubang saluran), yang bermanfaat
sebagai lalu lintas pertukaran udara dan pergerakan air infiltrasi. Kesanggupan mikrobia sebagai
pembenah sifat-sifat tanah, mengisyaratkan bahwa kehadiran makrofauna dalam tanah sangat
diperlukan untuk menjamin terciptanya lingkungan hidup yang nyaman bagi tanaman dan mikrobia
yang sedang tumbuh. Keberadaan makrofauna di dalam tanah mempercepat dekomposisi masukan
bahan organik. Bahan organik segar merupakan pakan bagi makrofauna. Melalui pencernaannya
terjadi penguraian bahan organik, dan sebagian hasil pengurainya dibebaskan kembali ke tanah
dalam bentuk kotoran yang dihasilkannya. Oleh karena itu kotoran makrofauna umumnya
berkandungan C organik dan unsur tersedia yang lebih tinggi dibandingkan tanah disekitarnya.
Namun demikian komposisi kimia kotoran makrofauna sangat beragam, bergantung pada jenis
makrofaunanya, jenis dan jumlah pakannya serta jenis tanahnya. Dewasa ini kajian mengenai
manfaat makrofauna
sebagai pembenah kesuburan tanah belum seintensif pada mikrobia. Hanya terdapat beberapa
makrofauna yang telah mendapatkan perhatian yang lebih serius. Pada wilayah beriklim basah kajian
mengenai makrofauna tersebut terpusat pada cacing tanah, karena cacaing tanahlah yang
merupakan makrofauna dominan pada lingkungan tersebut. Sekalipun demikian densitas populasi,
komposisi spesies dan sifat- sifat kotoran cacing sangat dipengaruhi oleh tingkat kelembaban tanah,
tipe tanah dan macam vegetasi. Pada wilayah beriklim kering, makrofauna yang telah banyak
mendapat perhatian adalah rayap, yang merupakan makrofauna dominan pada tempat tersebut.
Aktivitas rayap dalam membenahi sifat-sifat tanah sangat bergantung pada iklim, jenis tanah, jenis
tanaman dan penggunaan lahan. Beberapa sifat fisik tanah yang terbenahi oleh aktivitas cacing tanah
adalah (1) terbentuknya pori makro akibat dari terbentuknya liang cancing, (2) terciptanya struktur
tanah yang remah, (3) menurunnya bobot isi tanah dan meningkatnya daya simpan air. Terbentuknya
liang cacing tanah mengakibatkan terciptanya pori makro yang berkesinambungan dan stabil. Liang
ini memfasilitasi pertukaran udara dan infiltrasi air. kecepatan dan akumulasi infiltrasi pada tanah
yang diberikan masukan cacing lebih besar dari pada tanpa cacing tanah. Akumulasi air tersebut
akan semakin besar apabila disertai pemberian mulsa.
Melalui pergerakan cacing tanah akan terjadi perombakan struktur tanah yang semula bersifat
kompak dan masif menjadi tanah berstruktur reamh. Hal ini dapat dilihat dengan memperbandingkan
struktur pada tanah yang tidak didiami cacing dengan tanah yang didiami cacing. Pada tanah yang
tidak didiami cacing umumnya memiliki sifat-sifat sebagai berikut : (1) tanah berstruktur masif, (2)
retensi air rendah, (3) bobot isi tanah tinggi (Lal, 1987 dalam Mashum, 2003). Selain pergerakan
cacing tanah, kotoran yang dihasilkannya juga berpengaruh positif terhadap beberapa sifat fisik tanah,
seperti meningkatnya daya simpan air dan menurunnya bobot isi tanah. Meningkatnya daya simpan
air disebabkan oleh kandungan liat yang nisbi tinggi disertai dengan total pori yang nisbi besar pada
kotoran cacing jika dibandingkan dengan tanah disekitarnya. Lal dan Oluwale, 1983 dalam Mashum
(2003) menunjukkan bahwa kotoran cacing mengandung air yang lebih tinggi dari pada tanah
disekitarnya pada tingkat tegangan air yang sama. Masukan kotoran ccing mampu menurunkan
bobot isi tanah sekitar 7 % dari tanah yang tampa masukan kotoran cacing. Cacing tanah juga
berkerja sama dengan mikrobia dalam pembentukan agregat. Hal ini terkait dengan adanya sisa-sisa
organik yang tidak dapat dicerna oleh cacing secara sempurna akan didegradasi lanjut oleh bagi
mikrobia tanah. Hasil dekomposisi oleh mikrobia dan atau senyawa organik hasil bentukan mikrobia
akan memantapkan pembentukan struktur remah yang dilakukan oleh cacing.
Masukan cacing ke dalam tanah mengakibatkan perubahan beberapa sifat kimia tanah yang meliputi
(1) meningkatnya kandungan bahan organik, (2) kandungan unsur hara tersedia, dan (3) kapasitas

tukar kation. Hal ini disebabkan kotoran cacing tanah mengandung lebih banyak unsur hara dan C
organik dari pada tanah aslinya Tabel 2. Komposisi kandungan hara dan C organik
dalam kotoran cacing tanah dan dalam tanah. at-sifat imia Kotor an cacing Tana h pH
(1:1) 5,3 5,7 KTK
(me
per
100 g) 17,7 4,5 Ca2+
(me
per
100 g) 12,2 2,7 Mg2+
(me
per
100 g) 4,3 1,3 K+ (me per
100 g) 0,7 0,2 Na+
(me
per
100 g) 0,16 0,07 Brqay
P
(ppm) 12,6 4,5 Total n (%) 0,38 0,15 C
organik
(%) 3,10 1,08 Sumber : Vleeschauwer dan lal, 1981 dalam Mashum (2003). Terhadap sifat biologi
tanah, kotoran cacing berpengaruh terhadap keragaman populasi mikrobia. Umunya tanah yang
dihuni cacing tanah, populasi bakteri (selulotik, hemisellulotik, pelarut fosfat, amonifikasi dan nitrifikasi)
lebih besar jumlahnya dari pada fungi. Sebagai akibatnya aktivitas ensim urease, fosfatase dan
dihidrogenase meningkat. Bakteri-bakteri tersebut umumnya berdomosili di sekitar liang-liang yang
dibuat oleh cacing tersebut. Selanjutnya, sebagaimana disebut di atas bahwa biomassa makrofauna
di lahan kering didominasi oleh rayap. Aktivitas rayap dalam mempengaruhi pembentukan tanah
terjadi melalui (1) perannya sebagai pencampur dan pengaduk tanah, (2) menciptakan liang-liang
yang dalam, dan (3) mendekomposisi
sisa-sisa organik. Diperkirakan tingkat perubahan tanah akibat aktivitas rayap berkisar dari 0,01
sampai 0,1 mm ha/tahun (lal, 1987 dalam Mashum, 2003). Rayap mampu mengangkut fraksi tanah
berukuran halus dari tanah bagian bawah ke permukaan tanah, fraksi halus tersebut digunakan
sebagai bahan penyusun gundukan tanah. Oleh karena itu material gundukan tanah memiliki tekstur
yang halus jika dibandingkan dengan tanah di sekitarnya. Gundukan tanah dibangun oleh rayap
dengan cara merekatkan satu partikel dengan partikel lain, dengan bahan sementara adalah air liur
dan atau senyawa ekskresi yang lain. Gundukan ini memiliki ruang pori mikro yang nisbi banyak
jumlahnya, sehingga tingkat infiltrasi air pada gundukan tanah lebih kecil jika dibandingkan dengan
pada tanah disekitarnya. Sebagai akibat dari hal tersebut, air hujan pada tempat itu akan tersimpan
lebih lama pada bagian permukaan, sedangkan bagian tanah yang lebih bawah sering kali masih
dalam kondisi kering. Infiltrasi air yang lamban berarti juga akan mengurangi tingkat pencucian unsur
hara, dan karena itu gundukan tanah umumnya berkandungan unsur hara yang lebih tinggi dari tanah
yang terdapat di dekatnya. Gundukan tanah yang dibangun oleh rayap umumnya memiliki kandungan
liat yang nisbi tinggi, sehingga dia memiliki daya simpan air yang lebih besar dari pada tanah
disekitarnya. Lal, 1987 dalam Mashum (2003) menunjukkan bahwa pada tegangan air yang sama
gundukan tanah berkandungan air lebih besar dari pada tanah yang terdapat disekitarnya. Rayap
juga membuat liang-liang tanah yang secara vertikal cukup dalam dan secara horisontal cukup
panjang, sehingga pada lokasi tersebut akan terjadi sirkulasi udara yang nisbi baik. Disamping itu
liang-liang tersebut juga dapat meningkatkan kecepatan infiltrasi air. Infiltrasi air pada gundukan
tanah nisbi lebih lamban jika dibandingkan dengan tanah di sekitarnya. Mengenai pengaruh aktifitas
rayap terhadap sifat kimia tanah adalah sulit untuk digeneralisasikan, karena pengaruhnya berubahubah bergantung pada sifat- sifat tanahnya, spesies rayap, umur gundukan, macam vegetasi dan
penggunaan lahan. Namun demikian umumnya rayap mengakumulasi bahan organik dalam

gundukan tanah, sehingga pada tempat tersebut terkandung kation- kation basa serta hara tanaman
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah di sekitarnya. Oleh karena itu gundukan tanah yang
dibangun oleh rayap ini banyak digunakan sebagai sumber kapur dan rabuk bagi tanaman, 4.2
Mikrobia Dalam Kesuburan Tanah Peranan mikrobia dalam kesuburan tanah ditunjukkan dengan
aktivitasnya dalam memperbaiki (1) struktur tanah dan (2) ketersediaan hara tanaman. Berkaitan
dengan pembentukan struktur
remah, mikrobia berperan sebagai pembangun agregat tanah yang mantap. Tentu saja dalam proses
agragasi tanah diperlukan adanya bahan-bahan perekat anorganik (seperti Fe, liat, oksidasi besi,
alumunium dan kapur) dan organik (senyawasenyawa organik bentukan mikrobia ataupun hasil dekomposisi bahan organik). Senyawa-senyawa
tersebut mengikat butiran tanah, baik dari bentuk koogulasi tanah ke dalam agregat mikro, serta
sementasi agregat mikro ke dalam agregat makro. Dalam kaitannya dengan peningkatan
ketersediaan hara, mikrobia berfungsi sebagai pemercepat dekomposisi bahan organik dan sebagai
pemacu tingkat kelarutan senyawa anorganik yang tidak tersedia menjadi bentuk tersedia. Hal ini
dapat berlangsung karena adanya metabolik skunder yang dihasilkan oleh mikrobia berupa ensimensim tanah dan beberapa senyawa organik yang berguna sebagai pelarut. Pembentukan agregat
tanah oleh mikroba, dapat terjadi (1) melalui pengikatan mekanik oleh sel bakteri, aktinomesetes dan
hifa fungi, dan (2) melalui pengikatan yang dipelantarai oleh senyawa-senyawa organik yang
dihasilkannya ataupun hasil dekomposisi bahan organik. Pengikatan secara mekanik terutama
dilakukan oleh fungi dan aktinomisetes, karena mikroba ini memiliki filamen yang berfungsi sebagai
pengikat partikel-partikel tanah untuk membentuk struktur yang remah. Hal ini tidak berarti bahwa
kedua mikoflora tersebut tidak menghasilkan bahan perekt kimiawi. Dalam Mulder (1971) disebutkan
bahwa mekanisme pembentukan agregat oleh fungi dan antinomisetes adalah 50 % berlangsung
secara mekanik dan 50 % lagi berlangsung dengan menggunakan bahan perekat dari senyawa
oeganik yang dihasilkannya. Berbeda halnya dengan fungi dan antinomisetes, bakteri lebih banyak
melakukan pengikatan partikel tanah dengan menggunakan senyawa organik yang dihasilkannya dari
pada melakukan pengikatan secara mekanik, dengan perbandingan 80 % dan 20 %.
Efektivitas mikroba
dalam pembentukan agregat tanah sangat bergantung pada (1) sifat bahan organik yang tersedia, (2)
jenis mikrobia dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitasnya. Umumnya
bahan organik yang mudah terdekomposisi kurang efektif untuk agregasi tanah. Oleh karenanya jika
memasukkan bahan organik ke dalam tanah
dengan tujuan sebagai pembenah agregat, maka diperlukan bahan organik yang bernisbah C/N tinggi
disertai nisbah lignin/selulose juga tinggi. Contah bahan organik berikut ini memiliki urutan efektivitas
dari yang tinggi ke rendah masing- masing adalah jerami, pupuk kandang dan tanaman legum. Perlu
diketahui juga bahwa apabila bahan organik yang mudah terdekomposisi dimasukkan ke dalam tanah,
agregasi segera berlangsung setelah waktu penambahan, tetapi dengan cepat, setelah mencapai
maksimum, agregasi menurun. Bahan organik yang lebih sukar terdekomposisi memerlukan waktu
yang lama untuk menunjukkan pengaruhnya, tetapi efektivitas dapat berlangsung lebih lama (Baver
et al., 1972 dalam Mashum, 2003). Persentase agregasi yang tinggi terjadi ketika bahan organik
mengandung kadar asam humat yang tinggi, tetapi keberadaan polisakarida turut pula menentukan
besarnya agregasi tanah. Contoh, pembenaman daun kacang tanah sebagai bahan pembenah
struktur tanah regosol menunjukkan sesaat setelah pembenaman agregasi berlangsung lebih tinggi
jika dibandingkan dengan perlakuan azolla dan jerami. Hal ini disebabkan daun kacang tanah
mengandung polisakarida yang lebih banyak dibandingkan azolla dan jerami. Sementara dalam
waktu yang relatif lama, jerami memberikan persentase agregasi yang lebih tinggi, karena asam
humatnya relatif lebih tinggi dari pada dua bahan yang lain. Keberadaan polisakarida lebih berfungsi
sebagai bahan pemantap agregat dari pada pembentuk agregat. Hal ini mudah difahami karena
polisakarida memiliki daya adhesi dan kohesi yang kuat. Mulder et al., (1971) menjelaskan bahwa
efek fisiko kimia dari mikrobia terhadap pemantapan agregat dan kontribusinya dalam pembentukan
struktur tanah yang remah bergantung pada (1) macam produk hasil dekomposisi sisa tanaman atau
binatang, (2) produk hasil bentukan mikrobia selama proses dekomposisi bahan organik, (3) senyawa

humus yang terbentuk selama dekomposisi bahan organik yang ditambahkan. Sesaat setelah
penambahan sisa tanaman, senyawa yang berperan dalam
pembentukan struktur tanah adalah kelompok (1) dan (2), setelah itu barulah senyawa yang banyak
berpengaruh terhadap pembentukan struktur adalah kelompok (3). Selanjutnya dijelaskan pula
struktur tanah yang remah tersusun dari suatu campuran 60-80 % pasir, 20-40 % liat, ditambah
dengan kation- kation basa dan senyawa gula sebagai sumber karbon dan energi bagi mikrobia
penghasil lendir. Mikrobia dimaksut yaitu dari kelompok bakteri antara lain Azotobacter indicum,
Beijerinckia dan kelompok fungi seperti Rhizopus nigricans dan Aspergillus niger. Berbagai mikrobia
tanah dapat mengikat butiran tunggal tanah menjadi agregat. Namun demikian tingkat agregasi tanah
tidak saja ditentukan oleh jenis mikrobia, tetapi juga oleh macam spesies dari masing- masing
kelompok mikrobia. Umumnya jamur lebih efektif jika dibandingkan dengan bakteri. Menurut Harris et
al., 1966 dalam Mashum (2003), urutan efektivitas mikrobia dalam pembentukan agregat tanah
adalah jamur, streptomisetes, dan bakteri. Jamur yang efektif untuk pembentukan agregat adalah
spesies jamur yang tumbuh dengan cepat dan mengahasilkan miselium yang banyak, antara lain dari
jenis Mucor, Rhizopus, Fusarium dan Aspergillus. Selain itu aktivitasnya juga dipengaruhi oleh jenis
bahan organik yang tersedia. Aspergillus, Fusarium dan Mucor sp akan efektif jika tersedia sukrose
sebagai sumber karbonnya, sedangkan Alternaria akan menjadi efektif jika tersedia jerami. DAFTAR
PUSTAKA Fitri. 2011. Peran Makrofauna dan Mikrofauna dalam Sifat Fisik dan Kimia Tanah. http://
fitri05.wordpress. com/2011/01/24/ peran-makrofa uan-dan- mikrofauna- dalam-sifat-fisik- dan-kimiatanah/ [Diakses Tgl 04 Januari 2012]. Hanafiah, K. A., Anas, I., Napoleon, A dan Ghoffar, N. 2005.
Biologi Tanah Ekologi dan Makrobiologi
Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Lynch, J. M. 1983. Soil Biotecnology,
Microbiologycol
Factors in Crop Production.
Blackwell
Scientific
Publication.
Oxford London. Mashum, M., Soedarsono, J., Susilowati, L. E. 2003. Biologi Tanah. CPIU Pasca
IAEUP, Bagpro Peningkatan
Kualitas
Sumberdaya
Manusia, Ditjen Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan
Nasional. Jakarta. Mulder, E. G., Lie, T. A and Woldendorp, J. W. 1971. Biology and Fertility. (in) Soil
Biology (reviews of research). UNESCO.

PENDAHULUAN
Tanah merupakan bagian dari tubuh alam yang menutupi bumi dengan lapisan tipis, disintesis dalam
bentuk profil dari pelapukan batu dan mineral, dan mendekomposisi bahan organik yang
kemudian menyediakan air dan unsur hara yang berguna untuk pertumbuhan tanaman. Yang membuat
tanah itu subur diantaranya pelapukan lanjut, bahan mineralogi, kapasitas pertukaran kation (KPK) yang
tinggi, kelembaban air, pH netral dan kelebihan garam.
Tanah bersifat sangat penting bagi kehidupan, sehingga perlindungan kualitas dan kesehatan tanah
sebagaimana perlindungan terhadap kualitas udara dan air harus sangat dijaga. Namun banyak faktor
yang dapat menurunkan kualitas dan kesehatan tanah tersebut, misalnya kadar hara yang terkandung
dalam tanah, vegetasi, iklim, sifat fisik dan kimia tanah.
Kesehatan tanah itu sendiri dapat didefinisikan secara umum sebagai kemampuan berkelanjutan dari
suatu tanah untuk berfungsi sebagai suatu sistem kehidupan yang penting didalam batas batas
ekosistem dan tata guna lahannya, untuk menyokong produktivitas hayati, meningkatkan kualitas udara
dan lingkungan perairan, serta memelihara kesehatan tanaman, hewan dan manusia.
Kualitas tanah itu sendiri dapat didefinisikan secara umum sebagai kemampuan tanah untuk
menghasilkan produk tanaman yang bergizi dan aman secara berkelanjutan, serta meningkatkan
kesehatan manusia dan ternak, tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap sumberdaya dan
lingkungan
Faktor yang mempengaruhi kualitas tanah pada bagian fisiknya adalah tekstur tanah, bahan
organik,agregasi, kapasitas lapang air, drainase, topografi, dan iklim. Sedangkan yang mempengaruhi
pada bagian pengolahannya adalah Intensitas pengolahan tanah, penambahan organik tanah,
pengetesan pH tanah, aktivitas mikrobia dan garam.
Tanah sebagai habitat biota tanah sebagai medium alam untuk pertumbuhan dan melakukan aktivitas
fisiologinya. Tanah menyediakan nutrisi, air dan sumber karbon yang diperlukan untuk pertumbuhan
dan aktivitasnya. Didalam hal ini, lingkungan tanah seperti faktor abiotik (yang meliputi sifat fisik dan
kimia tanah) dan faktor biotik (adanya biota tanah dengan tanaman tingkat tinggi) ikut berperan dalam
menentukan tingkat pertumbuhan dan aktivitas biota tanah tersebut.
Terkait pada kedua definisi tersebut dapat kita ketahui bahwa kualitas dan kesehatan tanah adalah
faktor penting yang harus dijaga agar fungsi tanah sebagai mediator tumbuh organisme; biota tanah
dan vegetasi dapat terlaksana dengan baik yang kemudian dapat diaplikasikan untuk menunjang
kehidupan di biosfer, karena semua faktor yang terkait dengan keadaan tanah dan daya dukung tanah
akan berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap perkembangan populasi
mikroorganisme tanah .
II. ISI
A. Peran Makrofauna dalam Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Tanah dengan fungsi sebagai habitat beragam jasad hidup, banyak diantara jasad hidup tersebut belum
teridentifikasi. Berbagai spesies biota tanah tersebut bersifat peka terhadap perubahan lingkungan,
praktek pengolahan tanah serta pola tanam sehingga kenekaragaman biota tanah (mikrofauma,
mesofauna, makrofauna) dapat digunakan sebagai petunjuk terjadinya proses degradasi atau
rehabilitasi tanah (Papendick et al, 1992).
Salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan kesuburan tanah
adalah fauna tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan dengan cepat bila
tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Makrofauna tanah mempunyai peranan penting dalam
dekomposisi bahan organik tanah dalam penyediaan unsur hara. Makrofauna akan meremah-remah
substansi nabati yang mati, kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran.
Keberadaan makrofauna tanah sangat berperan dalam proses yang terjadi dalam tanah diantaranya
proses dekomposisi, aliran karbon, bioturbasi, siklus unsur hara dan agregasi tanah. Diversitas
makrofauna dapat digunakan sebagai bioindikator ketersediaan unsur hara dalam tanah. Hal ini
karena makrofauna mempunyai peran penting dalam memperbaiki proses-proses dalam tanah.

Sementara itu, setiap organisme mempunyai niche ekologis yang spesifik, serta nilai baik ekologis,
ekonomis, atau estetika.
Diversitas makrofauna yang aktif dipermukaan tanah tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata
dengan parameter ketersediaan unsur hara. Sebaliknya terdapat hubungan yang nyata antara diversitas
makrofauana dalam tanah dengan beberapa sifat tanah (N total, porositas, dan air tersedia). Tidak
adanya hubungan antara diversitas makrofauna yang aktif di permukaan tanah dengan parameter
ketersediaan unsur hara tanah diduga karena makrofauna yang aktif merupakan fauna asli (natrics)
tetapi makrofauna yang keberadaannya sesaat untuk mencari sumber makanan (faunaexotics)
(Maftuah dkk, 2001). Makrofauna yang dapat mempengaruhi sifat fisika tanah diantaranya adalah:
semut, rayap, jangkrik dan cacing tanah.
Semut hewan tanah yang berperan penting dalam perombakan bahan organik. Semut memakan sisasisa organisme yang mati dan membusuk. Pada umumnya perombakan bahan-bahan organik dalam
saluran pencernaan dibantu oleh berbagai enzim pencernaan yang dihasilkan oleh mesenteron dan
organisme yang secara tetap bersimbiosis dengan pencernaannya.
Semut merupakan makrofauna yang mempunyai peran sebagai pendekomposer bahan organik, predator,
dan hama tanaman. Semut juga dapat berperan sebagai ecosystem engineers yang berperan dalam
memperbaiki struktur tanah dan aerasi tanah. Kelimpahan semut yang tertinggi biasanya terdapat pada
lapisan seresah lebih tinggi. Hal ini dikarenakan semut lebih menyukai tanah dengan bahan organik
yang tinggi dibandingkan dengan bahan organik yang rendah.
Petal (1998) menyatakan bahwa koloni semut dapat menurunkan berat isi tanah sampai 21-30 % dan
kelembaban tanah 2-17 %, serta meningkatkan mikroflora dan aktivitas enzim tanah. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa pada sarang semut mempunyai kandungan bahan organik dengan kandungan N total
lebih tinggi dibandingkan tanah disekitarnya. Akumulasi bahan organik dari sisa makanan dan
metabolisme akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme dan enzim tanah sehingga pergerakannya
akan mempengaruhi struktur dan aerasi tanah.
Kelimpahan rayap juga dapat dipengaruhi oleh kandungan N total tanah dan kelembaban tanah. Rayap
merupakan serangga yang hidupnya berkelompok dengan perkembangan kasta yang telah diketahui
dengan baik kasta reproduktif (ratu) mempunyai tugas menghasilkan telur dan makannya dilayani oleh
rayap pekerja. Rayap merupakan makrofauna tanah yang penting peranannya pada pembentukan
struktur tanah dan pendekomposisian bahan organik serta ketersediaan unsur hara.
Kelimpahan cacing tanah dipengaruhi oleh bahan organik,dengan meningkatnya bahan organik maka
meningkat pula populasi cacing tanah (Minnich, 1977). Disekitar liang cacing tanah kaya akan N total
dan C organik. Cacing tanah jenis pontoscolex corethrurus mempunyai kemampuan untuk mencerna
bahan organik kasar dan mineral tanah halus (Barois dan Ptron, 1994 dalam Lavelle et all, 1998).
Cacing tanah memakan kotoran-kotoran dari mesofauna di permukaan tanah yang hasil akhirnya akan
dikeluarkan dalam bentuk feses atau kotoran juga yang berperan paling penting dalam meningkatkan
kadar biomass dan kesuburan tanah lapisan atas. Cacing tanah merupakan makrofauana yang berperan
dalam pendekomposer bahan organik, penghasil bahan organik dari kotorannya, memperbaiki struktur
dan aerasi tanah.
Kotoran (feses) cacing tanah mengandung banyak bahan organik yang tinggi, berupa N total dan nitrat,
Ca dan Mg yang bertukar, pH, dan % kejenuhan basa dan kemampuan penukaran basa. Disini
membuktikan bahwa cacing tanah berpengaruh baik terhadap produktivitas tanah. Karena cacing tanah
dalam sifat kimia tanahnya berperan menghasilkan bahan organik, kemampuan dalam pertukaran kation,
unsur P dan K yang tersedia akan meningkat.
Aktivitas dari makrofauna dapat mempengaruhi struktur tanah sehingga dapat memperbaiki porositas
tanah. Makrofauana seperti rayap, semut dan cacing tanah dapat berperan sebagai ecosystem engineers.
Makrofauna tersebut dapat menerima makanan dari tanaman dan akan kembali mempengaruhi tanaman
melalui perubahan sifat fisik (Lavelle, 1994; Brusaard, 1994).
B. Peran Mikrofauna dalam Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Sebagai habitat mikrofauna, tanah dihuni oleh lebih dari satu jenis mikrobia dengan berbagai ragam
spesies. Mereka merupakan spesies yang saling mempengaruhi, saling menguntungkan, dan saling
bergantung bahkan tidak jarang satu dengan yang lain melakukan persaingan dalam rangka

mempertahankan hidupnya. Pola kemitraan dibangun dalam kehidupan bersama antar dua atau lebih
spesies mikrobia dapat bersifat mutualistik, asosiatik, netral atau antagonistik.
Didalam tanah, mikrobia tidak saja berinteraksi dengan sesama mikrobia tetapi juga berinteraksi dengan
makrofauna, mesofauna bahkan dengan organisme tingkat tinggi yaitu tanaman yang tumbuh
disekitarnya. Sejumlah senyawa organik yang bermanfaat sebagai sumber karbon dan energi bagi
kehidupan mikrobia, sebaliknya ada juga senyawa yang bersifat toksik bagi salah satu jenis mikrobia
tertentu. Aktivitas mikrobia dapat mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman dan juga
penyerapannya.
Komponen dari bahan organik tanah yang paling sulit dilapuk adalah asam-asam humik, yang
merupakan hasil pelapukan seresah (substansi organik yang menyerupai lignin). Jadi bisa dikatakan
bahwa subsistansi humik adalah produk akhirdekomposisi bahan organik tanah oleh mikrobia.
Ketahanan subsistansi humik terhadap proses dekomposisi disebabkan konfigurasi fisik maupun struktur
kimia yang sulit dipecahkan oleh mikrobia. Substansi ini secara fisik terikat kuat dengan liat dan koloidal
tanah lainnya, atau dapat juga karena letaknya di dalam agregat mikro dan ditambah pula dengan
adanya hyphae atau akar-akar halus. Namun mikrobia yang mendekomposisikan komponen bahan
organik tanah ini tetep memegang peranan penting dalam pembentukan agregat tanah dan pengikatan
kation dalam tanah (Hassink, 1995; Matius, 1994).
Biomassa mikroba tanah digunakan sebagai bioindikator karena biomassa mikroba tanah sangat
peka terhadap penurunan kadar bahan organik yang terkait dengan degradasi berbagai sifat- sifat fisik
dan kimia suatu jenis tanah yang akhirnya akan menunjukkan data otentik mengenai kualitas dan
kesehatan tanah tersebut. Jadi dapat kita ketahui keadaan jumlah populasi biota tanah dapat dijadikan
acuan untuk mengetahui tingkat kualitas dan kesehatan tanah.
Jumlah hara tanaman yang dilepaskan tergantung pada medium tanaman. bagian tanaman dan jumlah
volume tanaman yang digugurkan . Jumlah volume tanaman yang digugurkan oleh tanaman sangat
berpengaruh terhadap kualitas daan kesehatan tanah. Makin sedikit bagian tanaman yang digugurkan,
maka makin miskin unsur hara dalam tanah , sebaliknya makin banyak jumlah bagian tanaman sampai
batas masih dapat terdekomposisi maka akan tinggilah kualitas dan kesehatan tanah tersebut. Akan
muncul masalah baru jika jumlah bagian tanaman yang gugur melewati batas yang dapat
didekomposisi maka keadaan ini justru akan mernghambat pertumbuhan tanaman yang akan secara
tidak langsung memberikan pengaruh negatif terhadap kualitas dan kesehatan tanah. Hal ini dapat
ditemukan pada tanah hutan humid ( sphagnum ) dan lahan gambut.
. Secara umum, pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas
mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme
yang hidup di dalam tanah. Mikroorganisme tanah saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan
organik karena bahan organik menyediakan karbon sebagai sumber energi untuk tumbuh. Kegiatan
jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik meningkat. Bahan organik segar yang
ditambahkan ke dalam tanah akan dicerna oleh berbagai jasad renik yang ada dalam tanah dan
selanjutnya didekomposisisi jika faktor lingkungan mendukung terjadinya proses tersebut. Dekomposisi
berarti perombakan yang dilakukan oleh sejumlah mikroorganisme (unsur biologi dalam tanah) dari
senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana. Hasil dekomposisi berupa senyawa lebih stabil yang
disebut humus. Makin banyak bahan organik maka makin banyak pula populasi jasad mikro dalam tanah
Tanah yang sehat tentu saja harus memiliki suatu system yang ideal artinya ada keseimbangan
komposisi antara faktor- faktor pendukung yang membangun tanah menjadi satu kesatuan yang utuh,
faktor- faktor inilah yang kemudian akan sangat menentukan apakah tanah tersebut bisa dikategorikan
menjadi tanah yang sehat apa tidak. Kesehatan tanah ini tentu saja akan berpengaruh sangat nyata
terhadap kualitas tanah, karena tanah dengan keseimbangan yang dinamis antara komponennya akan
dapat menghasilkan produk yang tinggi , memiliki daya dukung yang tinggi pula dan dapat lebih resisten
terhadap gangguan dari luar misalnya erosi, banjir, tanah longsor, pengikisan dan krisis hara.
Dalam biologi tanah ini dipelajari berbagai hal yang terkait dengan keadaan tanah dengan fungsi
organismenya baik mikrofauna ataupun makrofauna tanah dalam mempengaruhi kualitas dan kesehatan
tanah, telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya bahwa salah satu fungsi positif yang dapat

dilakukan oleh mikrofauna tanah tersebut adalah sebagai indicator kesuburan tanah. Fungsi lain dapat
kita ketahui antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Dalam daur Nitrogen, penambatan oleh mikrobia dan jasad renik yang bersimbiosis dengan
tanaman kacang kacangan (legum) dan non-legume .Mikroorganisme yang dapat membantu proses
penambatan N tersebut adalahAzotobacter, Azospirillum, Actinomycetes, Blue gren algae
2.
Dalam daur fospor ( P ), P-organik dalaam tanah antara lain adalah fosfolipida, asam suksinat,
fitin dan inositol fospat. Fospat tersebut dengan mudah diubah atau didekomposisi oleh mikrobia.
Kemampuan mikrobia melakukan hidrolisis senyawa itu dengan mengeluarkan enzim sehingga P lepas
dan berada dalam larutan tanah sehingga bisa dipergunakan oleh tanaman yang secara tidak langsung
meningkatkan kualitas tanah dalam menghasilkan produk. Bakteri yang berperan dalam proses ini
adalah BPF contohnya Bacillus sp dan Pseudomonas.
Bakteri dan Fungi sebagai bioindikator diantaranya :
> Bakteri mempunyai keunikan sifat metabolik seperti respirasi anaerob, penambatan N2, pemanfaatan
metan menunjukkan tentangnya pentingnya bakteri dalam daur berbagai hara khususnya N, P, dan S.
> Fungi merupakan mikrobia yang aktif dalam alihrupa (transformation) selulosa dan perombak utama
lignin yang dihasilkan tanaman.
III. PENUTUP
Di dalam tanah, berdasarkan fungsinya ada dua golongan jasad hayati, yaitu golongan yang
menguntungkan dan yang merugikan. Jasad hayati yang menguntungkan terlibat dalam proses
dekomposisi bahan organik dan dapat menyediakan unsur hara. Sedangkan yang merugikan biasanya
sebagai hama atau penyakit tanaman.
Secara umum biota (jasad hayati) tanah dibagi menjadi empat, yaitu:
1.

Mikrofauna: meliputi fungi, bakteri, actinomycetes

2.

Mesofauna: meliputi protozoa, colembola, dan nematoda

3.

makrofauna: meliputi cacing, arthopoda, dan semut

4.

akar tanaman

Didalam tanah, baik makrofauna, mesofauna, dan mikrofauna saling berinteraksi satu sama lain dan
dapat juga berinteraksi dengan organisme tingkat tinggi yaitu tanaman yang tumbuh disekitarnya.
Sejumlah senyawa organik yang bermanfaat sebagai sumber karbon dan energi bagi kehidupan biota
tanah, sebaliknya ada juga senyawa yang bersifat toksik bagi salah satu jenis biota tanah tertentu.
Aktivitas biota dalam sifat fisik diantaranya pergerakannya dapat memperbaiki struktur, aerasi, dan
draenasi tanah. Sedangkan peran biota tanah pada sifat kimia tanah diantaranya dapat mempengaruhi
ketersediaan unsur hara bagi tanaman dan juga penyerapannya. Dengan kata lain, banyaknya biota
dalam tanah merupakan salah satu faktor dari menentukan kesuburan dan kualitas tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Buckman, H dan Brady, N. 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Maftuah, E., Arisoesilaningsih, E. dan Handayanto. E,. 2001. Potensi diversitas makrofauna tanah
sebagai indicator kualitas tanah pada beberapa penggunaan lahan.Makalah Seminar Nasional Biologi 2.
ITS. Surabaya.
Parr, J.F., R.I. Papendick, S.B.,S.B.Hornick, and R.E. Meyer.1992. Soil Quality: Attributes and
relationship to Alternative and Sustainable Agriculture.USDA- Natural Conservation Service.
Petal, J. 1998. The Influence of ants on Carbon and Nitrogen Mineralization in Drained Fen Soil. App. Soil
Ecol. 9: 271-272
Rosmarkam, A dan N.W Yuwono. 2002. Ilmu kesuburan tanah. Kanisius. Yogyakarta.

Memuat...

Anda mungkin juga menyukai