Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH FOTOKATALISIS

Definisi, Konsep Dasar, dan Bahan Fotokatalisis

Diajukan untuk Memenuhi Tugas


Matakuliah Teknik Penelitian Analitik

Disusun Oleh :
Sugiarti Norvia
24030110130052
Aghnia Maraya P 24030110130054
Mei Viantikasari
24030110130055
Arif Sony Wibowo 24030110130056

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fenomena fotokatalisis pada permukaan semikonduktor metal-oksida
pertamakali dikemukakan oleh Renz tahun 1921. Sejak tahun 1921 dan sampai
tahun 1960-an fenomena tersebut belum mendapatkan reaksi yang yang istimewa
dari para peneliti. Popularitas semikonduktor fotokatalisis mulai meningkat
setelah publikasi oleh Akira Fujishima di majalah Nature 1972, tentang
pemecahan air menjadi oksigen dan hidrogen menggunakan kristal tunggal TiO2
dengan input sinar UV berenergi rendah. Para peneliti mendapatkan aspek lain
dari fenomena fotokatalisis lebih feastible untuk tataran aplikasi keseharian, yakni
turunan teknologinya sebagai pengolah air dan/atau udara, serta kemampuannya
membuat permukaan bahan menjadi tetap bersih (swabersih).
Fotokatalisis adalah suatu proses yang dibantu oleh adanya cahaya dan
material katalis. Dengan pencahayaan ultra violet ( l < 405 nm) permukaan salah
satu fotokatalis TiO2 mempunyai kemampuan menginisiasi reaksi kimiawi. Dalam
media air, kebanyakan senyawa organik dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida
dan air, berarti proses tersebut dapat membersihkan air dari pencemar organik.
Senyawa-senyawa anorganik seperti sianida dan nitrit yang beracun dapat diubah
menjadi senyawa lain yang relatif tidak beracun. Sementara dengan mengelola sisi
reduksi proses tersebut, karbon dioksida dapat diubah menjadi alkohol, suatu cara
produksi zat organik yang berguna, mirip dengan proses fotosintesa pada
tumbuhan (chem-is-try.org).
Prinsip fotokatalisis dapat diaplikasikan dalam berbagai macam aspek,
tetapi dalam mengaplikasikan prinsip tersebut perlu studi lanjut mengenai
definisi, konsep dasar, dan bahan yang dapat digunakan sebagai fotokatalisis.

Dengan adanya makalah ini diharapkan pemahaman tentang fotokatalisis bagi


para pembaca dapat bertambah.
B. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini yaitu
1. Menjelaskan pengertian dari fotokatalisis
2. Menjelaskan konsep dasar dari fotokatalisis
3. Menjelaskan prinsip fotokatalisis pada bahan/zat sebagai fotokatalisis
C. MANFAAT
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah
1. Dapat memahami konsep dasar fotokatalisis
2. Mampu mengaplikasikan konsep fotokatalisis pada bahan tekstil

dengan bahan/zat sebagai fotokatalisis

BAB II
PEMBAHASAN
A. KATALIS
Katalis adalah substansi yang mempercepat reaksi tetapi tidak
terkonsumsi pada reaksi tersebut [http//www.uic.com]. Senyawa antara yang
dihasilkan bersifat sangat aktif sehingga secara cepat dapat mengalami
perubahan mengikuti tahap reaksi yang berlangsung sampai akhirnya menjadi
produk dan meninggalkan katalis kembali ke bentuk semula. Hal ini
disebabkan karena katalis dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi.
Umumnya katalis bersifat spesifik, artinya katalis tertentu dapat
mempercepat reaksi tertentu. Katalis yang dibentuk dari komponen
komponen yang menunjang sifat katalis yang diharapkan. Pada dasarnya sifat
katalis yang diharapkan adalah aktif, selektif, stabil dan ekonomis [Fogler,
1999].
Berdasarkan fasanya, katalis dibagi menjadi dua jenis yaitu katalis
homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang berada
pada fasa yang sama dengan fasa reaktan, biasanya fasa cair. Sedangkan katalis
heterogen adalah katalis yang berbeda fasa dengan reaktannya.
B. PENGERTIAN FOTOKATALISIS
Fotokatalisis adalah suatu proses yang dibantu oleh adanya cahaya
dan material katalis. Dengan pencahayaan ultra violet (254 nm) permukaan
TiO2 mempunyai kemampuan mengionisasi reaksi kimiawi. Dalam media air,
kebanyakan senyawa organik dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air,
berarti proses tersebut dapat membersihkan air dari pencemar organik.
Senyawa-senyawa anorganik seperti sianida dan nitrit yang beracun dapat
diubah menjadi senyawa lain yang relatif tidak beracun. Sementara dengan
mengelola sisi reduksi proses tersebut, karbon dioksida dapat diubah menjadi

alkohol, suatu cara produksi zat organik yang berguna, mirip dengan proses
fotosintesa

pada

tumbuhan.

Penyinaran

permukaan

TiO2 (bersifat

semikonduktor) menghasilkan pasangan elektron dan hole positif pada


permukaannya juga menjadikan permukaan tersebut bersifat polar dan atau
hidrofilik (suka akan air) dan kemudian berubah lagi menjadi nonpolar dan
atau hidrofobik (tidak suka air) setelah beberapa lama tidak mendapatkan
penyinaran (Maarif.A.S, 2008).
C. PENGERTIAN FOTOKATALIS
Istilah fotokatalis merupakan gabungan dua kata yaitu foto dan
katalisis, sehingga dapat diartikan sebagai suatu proses kombinasi reaksi
fotokimia yang memerluakan unsure cahaya dan katalis untuk mempercepat
terjadinya transformasi kimia. Transformasi tersebut terjadi pada permukaan
katalis yang katalisnya disebut sebagai fotokatalis. Fotokatalis merupakan
salah satu metode AOPs (Advanced Oxidation Processes). Karakteristik AOPs
adalah pembentukan radikal bebas yang sangat aktif, terutama radikal hidroksil
(OH) [Litter, 1999; Malato,2003]. Bahan yang dapat dijadikan fotokatalis
merupakan semikonduktor yang mampu mengadsorp foton.
Proses fotokatalis banyak diaplikasikan untuk penghilangan atau
pendegradasian polutan cair menjadi senyawa yang lebih ramah lingkungan,
misalanya untuk pengolahan fenol. Suatu teknologi yang didasarkan pada
iradiasi fotokatalis semikonduktor seperti titanium dioksida (TiO 2), seng oksida
(ZnO) atau cadmium sulfide (CdS) yang tergolong sebaagai fotokatalis
heterogen [Hermann, 1999].
Fotokatalis heterogen didefinisiakan sebagai proses katalisis dimana
satu atau lebih tahapan reaksi berlangsung dengan kehadiran pasangan
electron-hole yang dihasilkan pada permukaan bahan semiokonduktor yang
diiluminasi oleh cahaya pada tingkat energi yang sesuai. Adapun prosesenya
dapat dilakukan dalam berbagai media, yaitu organik murni fase cair dan
larutan encer.

Proses keseluruhan yang terjadi pada reaksi katalisis heterogen, baik


yang diaktifasi secara termal (katalisis konvensional) maupun yang diaktivasi
dengan cahaya (fotokatalis) adalah sebagai berikut [Fogler, 1999] :
1. Transfer massa reaktan dalam fase fluida (cair atau gas) ke
permukaan katalis.
2. Adsorpsi reaktan ke permukaan katalis.
3. Reaksi dalam fase teradsorpsi.
4. Desorpsi produk dari permukaan.
5. Pemindahan produk (transfer massa) dari daerah antar permukaan
(interfasa).
Reaksi fotokatalisis terjadi pada fase teradsorpsi (langkah 3).
Perbedaanya dengan katalisis konvensional hanyalah model aktivasi katalis
dimana aktivasi termal pada proses katalisis digantikan oleh aktivasi foton.
Model aktivasi ini tidak pada tahap 1, 2, 4 dan 5, walaupun fotoadsorpsi dan
fotodesorpsi reaktan terutama oksigen ada.
Reaksi fotokatalisis mempunyai sifat yang khusus bila dibandingkan
dengan reaksi lainnya. Sifat khusus tersebut meliputi [Sofyan, 1998] :
1. Reaksi fotokatalisis menggunakan daya oksidasi yang sangat
tinggi.
2. Reaksi fotokatalisis merupakan reaksi permukaan.
3. Reaksi fotokatalisis terjadi melalui radiasi sinar UV.
D. MEKANISME FOTOKATALISIS
Fenomena fotokatalisis diawali dengan fotoeksitasi, sebagai akibat
adanya cahaya ultraviolet yang mengenai dahan semikonduktor memiliki
energi yanga lebih besar dari celah pita semikonduktornya, sehingga akan
mentransfer electron dari pita valensi ke pita konduksi sekaligus menghasilkan
hole (h+) pada pita valensi. Jadi, proses fotoeksitasi akan menghasilkan electron

pada pita konduksi dan hole pada pita valensi. Reaksi yang terjadi untuk
fenomena ini adalah [Hermann, 1999; Sopyan, 1998] :
(ecb- + hvb+)

Semikonduktor + hv
Selanjutnya

pasangan

elektron-hole

yang

(2.1)
tyerbentuk

akan

berekombinasi di dalam partikel (jalur B), dan berekombinasi di permukaan


partikel (jalur A), tetapi ada pula yang tidak berekombinasi dsan langsung ke
permukaan partikel. Reaksi rekombinasi pasangan h+/e- dituliskan sebagai
berikut [Hermann. 1999; Sopyan, 1998] :
Semikonduktor(ecb- + hvb+)

Semikonduktor + heat

(2.2)

Elektron yang sampai pada permukaan partikel (jalur C) akan


mendonasikan dirinya kepada molekul yang teradsorpsi dipermukaan dimana
molekul tersebut akan mengalami reduksi sehingga dihasilakan radikal anion,
A- (oksidator), sedangkan hole yang sampai permukaan (jalur D) akan menarik
elektron dari molekul yang ada dipermukaan sehinga molekul akan mengalami
oksidasi. Molekul yang teradsorpsi bersifat donor elektron sehingga hasil
penangkapan hole akan menghasilakan radikal kation, D+ (reduktor). Reaksi
tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut [Litter, 1999; Fogler, 1999] :
D(ads) + h+ D+(ads) (2.3)
A(ads) + e- A-(ads) (2.4)
Donor elektron yang teradsorpsi (reduktor) dapat dioksidasi melalui
transfer elektron ke hole diatas permukaan dan penangkapan hole akan
menghasilkan radikal kation, D+ (persamaan 2.3). adapaun akseptor elektron
yang teradsorpsi (oksidator) dapat tereduksi dengan menerima sebuah elektron
dari permukaan sehingga penangkapan elektron akan menghasilkan radikal
anion, A- (persamaan 2.4).

Reaksi rekombinasi antara elektron dan hole dapat ditunjukaan dengan


persamaan berikut :
e-

h+

N + E

(2.5)

dimana N adalah bahan semikonduktor yang netral dan E adalah


energi yang dilepaskan dibawah sinar UV atau panas semikonduktor [Litter,
1999].
E. PROSES FOFOKATALITIS
Ada dua hal yang saling keterikatan dari fotokatalisis yaitu foto dan
katalis. Foto diambil dari reasksi fotosintesis, dimana fotosintesis ini adalah
reaksi kimia yang terjadi dengan bantuan cahaya. Sedangkan katalis adalah
bahan/material yang bisa mempercepat suatu reaksi kimia tanpa ikut bereaksi.
Sehingga secara definisi fotokatalisis adalah suatu proses tranformasi
kimia yang dibantu oleh adanya cahaya dan material katalis. Atau menurut
IUPAC fotokatalisis adalah suatu reaksi katalitik yg melibatkan absorpsi
cahaya oleh katalis atau substrat tertentu. Dapat juga didefinisikan sebagai
suatu proses kombinasi antara fotokimia dan katalis, yaitu suatu proses
transfor-masi kimiawi dengan melibatkan cahaya sebagai pemicu dan katalis
sebagai pemercepat proses transformasi tersebut (Serpone, 2002).

Salah satu aplikasi dari proses fotokatalisis ini adalah pada pembuatan
nano perak dari perak nitrat yang kemudian bisa digunakan untuk proses
penyempurnaan tekstil anti bakteri.

Nano Perak / Nano Silver Sebagai Pembunuh Bakteri


Nano perak merupakan salah satu produk berbasis nanoteknologi yang
bersifat anti bakteri dan anti virus. Kemampuan nano perak ini menjadikannya
menjadi sangat membantu dalam hal mengatasi berbagai masalah yang
ditimbulkan oleh bakteri dan virus. Salah satu kemampuannya ini diaplikasikan
pada proses pemyempurnaan tekstil anti bakteri. Akan tetapi untuk dapat
dilakukan proses penyempurnaannya, nano perak harulahs dirubah menjadi
bentuk colloid.
Kemampuan alami dari nano perak ini berlangsung dengan merusak
dan menembus dinding sel bakteri, kemudian akan masuk kedalam gugus tol
bakteri dan berikatan dengan gugus sulfildril pada bakteri sehingga akan
mencegah produksi enzyme pada bakteri. Selanjutnya partikel perak akan
menghambat pertumbuhan DNA dan akhirnya bakteri mati.

Pembuatan Nano Perak dengan Proses Fotokatalisis


Salah satu alasan kenapa perak harus dibuat menjadi kebentuk nano
adalah karena bakteri, virus dan mikroorganisme lainnya berukuran sangat
kecil. Sehingga supaya perak bekerja lebih efektif dan efisien, maka harus
dirubah kebentuk nano.
Perak bisa dibuat kebentuk nano dengan bantuan proses fotokatalisis.
Cara membuatnya sangat sedderhana dan tidak memerlukan waktu yang begitu
lama.
Pembuatan nano perak dengan menggunakan metode ini didasari oleh
transformasi kimia perak klorida dari permukaan kain menjadi logam dengan

bantuna radiasi tinggi dari sinar UV. Adapun tahapannya adalah kain dibenamperas pada larutan yang mengandung perak nitrat, kemudian dikeringkan pada
suhu 60C. Selanjutnya benam-peras (80%) kembali pada larutan NaCl dan
dikeringkan kembali. Satu factor yang harus diperhatikan ketika melakukan
proses ini adalah konsentrasi dari NaCl yang digunakan. Karena jika tidak
sesuai dengan stoikiometrinya perak nitrat tidak bisa berubah menjadi perak
klorida yang bisa menjadi katalis.
Proses berikutnya adalah peradiasiaan kain dengan kekuatan tinggi
selam 24 detik dengan menggunakan radioator UV HF4 CENARO dengan
lampu 2850 W. Dengan radiasi tinggi (cahaya) bisa menurunkan muatan positif
ion logam dan membentuk nano partikel perak/ nano perak dengan ukuran 5
30 nm.

F. KATALIS SEMIKONDUKTOR
Semikonduktor adalah bahan yang memiliki daerah energi kosong
(void energy region) yang disebut celah pita (band gap) yang berada diantara
konduktor dan isolator. Banyak jenis bahan semikonduktor yang tersedia secara
komersial tetapi hanya sedikit yang cocok dipakai sebagai fotokatalis dalam
menguraikan ber4bagai polutan organik. Kriteria yang diperlukan bahan
semikonduktor sebagai katalis adalah [Litter, 1999] :
1. Bersifat fotoaktif
2. Mampu memanfaatkan cahaya tampak atau ultraviolet dekat
3. Bersifat inert secara biologis dan kimiawi
4. Bersifat fotostabil (stabil terhadap cahaya)
5. Murah dan mudah didapatkan
6. Tidak larut dalam reaksi
Katalis semikonduktor untuk proses fotokatalisis terdiri dari jenis
oksida dan sulfida. Katalis semikonduktor termasuk jenis oksida contohnya
TiO2, Fe2O3, ZnO, SnO2, dan WO3, sedangkan yang termasuk jenis sulfida
contohnya CdS, CuS, dan ZnS [Hermann, 1999; Toyoda, 2000].

Bahan semikonduktor ini memiliki energi celah pita, yaitu daerah


kosong yang memanjang dari puncak pita valensi terisi (Filled Valency Band)
hingga dasar pita valensi yang kosong (Vacant Conduction Band), yang cukup
untuk dieksitasi oleh sinar ultraviolet (sinar UV) atau sinar tampak, dan
potensial reduksi anatar valance band (vb) dan conduction band (cb), dapat
menghasilkan rangkaian reaksi oksidasi dan reduksi. Besarnya celah energi
antara pita valensi dan pita konduksi tersebut akan menentukan tingkat
populasi termal dari pita konduksi atau dengan kata lain tingkat konduktivitas
listrik dari semikonduktor tersebut. Celah piata tersebut mendefinisikan
sensivitas panjang gelombang dari semikonduktor yang bersangkutan terhadap
radiasi [Hermann, 1999].
G. FOTOKATALIS TiO2
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya TiO2 paling
setring digunakan sebagai fotokatalis dalam aplikasi reaksi fotokatalisis
khususnya pengolahan limbah. Ada beberapa keunggulan TiO2 dibandingkan
fotokatalisis semikonduktor lainnya [Linsebigler, 1995; Sopyan, 1998] :
1. Mempunyai celah pita (band gap) yang besar (3,2 eV anatase dan
3,0 eV untuk rutile), sehingga memungkinkan banyak terjadinya eksitasi
elektron ke pita konduksi dan pembentukan hole pada pita valensi saat
diinduksi cahaya ultraviolet.
2. TiO2 mempunyai sifat stabil terhadap cahaya (fotostabil)
3. Mampu menyerap cahaya ultraviolet dengan baik
4. Bersifat inert dalam reaksi
5. Tidak baracun dan tidak larut dalam kondisi eksperimen
6. Secara umum memiliki aktivitas fotokatalisis yang lebih tinggi
dari pada fotokatalisis lain seperti ZnO, CdS, WO2, dan SnO2.
7.

Memiliki kemampuan oksidasi yang tertinggi, termasuk zat

organik yang sulit terurai sekalipun haloaromatik, polimer, herbisida dan


pestisida

TiO2 terdiri dari dua bentuk kristalogafik utama, anatse dan rutile.
Energi band gap untuk anatase (3.23 eV , 3.84 nm) dan ritile eV , 411 nm)
[Litter, 1999]. Specific grafity anatse 3,84 dan rutile 4,26. Indeks refraktif
anatase 2,25 dan rutile 2,75 dan daya adsorpsi rutile terhadap sinar ultraviolet
lebih kuat (360 nm 400 nm) [Byrne, 1998]. Anatase merupakan bentuk
alotrofik paling aktif dibangdingkan bentuk lainnya yang ada, bentuk alami
(rutile dan brookite) atau bentuk artificial (TiO2-B, TiO2-H). TiO2 dalam
bentuk anatase secara termodinamika lebih stabil daripada rutile tetapi
pembentukannya secara kinetik lebih baik pada suhu rendah (<600 oC).
Temperatur rendah ini dapat menjelaskan luas permukaan yang lebih tinggi.
TiO2 bentuk komersila yang apaling p[opuler dan sangat aktif adalah Degussa
P-25 yang memiliki komposisi 80% anatase dan 20% rutile [Sopyan, 1998],
luas permukaan BET 55 m2/g, dan diameter partikel 30 nm [Linsebigler, 1995].
Fotokatalisis TiO2 memiliki celah pita (band gap) sebesar 3,2 volt
yang bila disinari UV pada panjang gelombangsekitar 340-390 nmdalam
larutan (air), maka akan menghasilakan pasangan elektron (e-) dan hole (h+)
yang bermuatan positif, seperti pada persamaan 2.1.
Besarnya energy band gap akan mempengaruhi daerah panjang
gelombang penyinaran yang optimal untuk mengeksitasi elektron pada pita
valensi semikonduktor. Hal ini dinyataka lewat persamaan :
E

hc/

hv=
(2.6)

Dimana h adalah konstanta planck, c adalah cepat rambat cahaya, dan


adalah panjang gelombang cahaya yang digunakan. Bagi TiO2 anatase,
dengan band energy sebesar 3,2 eV, dapat menyerap secara optimal sinar pada
panjang gelombang 388 nm [Amemiya, 2004].
Secara umum, TiO2 dalam fasa anatase mempunyai aktivitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan fasa rutile, karena pada fasa anatase TiO2
memiliki luas p[ermukaan yang lebih besar dan ukuran yang lebih kecil
dibanding rutile. Fotokatalis dapat digunakan dalam bentuk serbuk dan lapisa
tipis atau film dalam aplikasi fotokatalisis fasa cair. Keuntungan katalis serbuk

adalah effisiensi pengolahan yang tinggi karena memilki luas permukaan yang
besar untuk adsorpsi ataupun reaksi, transfer massa yang baik antara
kontaminan dalam larutan dengan fotoikatalisnya dan pressure dropnya rendah
[Djikstra, 2001; Hermann, 1999; Malato, 2002; Matthews, 1992; Sopyan,
1996].
Namun, permasalahan yang timbul akibat pemakaian TiO2 dalam
bentuk serbuk yaitu [Chan, 2003; Hermann, 1999; Malato, 1992; Matthews,
1992] :
1. Sulitnya pemisahan katalis dari suspensi setelah reaksi
2. Partikel yang tersuspensi cenderung menggumpal
3. Suspensi partikel tidak mudah diaplikasikan ke sistem aliran
kontinyu
4. Kedalam penetrasi sinar UV ke dalam suspensi TiO2 terbatas
Degradasi amonia dengan fotokatalis TiO2
1). Pembentukan pembawa muatan oleh foton (cahaya).
TiO2 + hv >Ti (IV) OH + hvb+ + ecb -

(1)

Trapping pembawa muatan.


hvb+ + >Ti IV OH (>Ti IV OH )+

(2)

ecb - + >Ti IVOH ( >Ti III OH)

(3)

ecb - + >Ti IV

(4)

>Ti III

2). Rekombinasi pembawa muatan


ecb - + (>Ti IVOH )+ >Ti IVOH

(5)

hvb+ + (>Ti III OH)

(6)

>TiIVOH

3). Transfer muatan antar muka


(>Ti IV OH) + + Red >TiIV OH + Red+

(7)

(>Ti IV OH)+ + 2NH4+ + 3e >TiIV OH + N2 + H2O

(8)

ecb - + Oks >TiIV OH + Oks


Keterangan :
TiOH

= bentuk terhidrat dari TiO2

Red (reduktant)

= pendonor elektron

(9)

Oks (oksidant)

= akseptor elektron

(>Ti IV OH)+

= permukaan dari penjebakan hvb+ (radikal OH)

(>Ti III OH)

= permukaan dari penjebakan ecb-

H. PARAMETER YANG MEMPENGARUHI PROSES FOTOKATALIS


Beberapa

parameter

yang

mempengaruhi

proses

fotokatalisis

diantaranya pH, loading katalis, panjang gelombang cahaya, konsentrasi awal


reaktan, temperatur, serta pengaruh keberadaan dan tekanan oksigen [Hermann,
1999].
a. pH
Ukuran partikel katalis TiO2 sangat dipengaruhi oleh pH. Semakin asam
atau basa suatu limbah maka ukuran katalis TiO2 akan semakin kecil, sehingga
luas permukannnya senakin besar. Dalam keadaan asam maka permukaan
katalis akan bermuaran positif, sehingga daya tolak antar partikel katalis akan
semakin besar yang menyebabkan katalis akan terdistribusi merata diseluruh
spesi cairan. Begitu pula sebaiknya dalam keadaan basa [Hermann, 1999].
Pada keadaan pH netral katalis memiliki ukuran partikel yang sangat
besar. Dalam pH netral dimana cairan tidak bermuatan menyebabkan
permukaan katalis juga menjaditidak bermuatan (zero Charge Point) sehingga
daya tarik antar partikel katalis menjadi lebih besar dan menyebabkan katalis
membentuk gumpalan-gumpalan.
Pada proses yang menggunakan sistem katalis slurry, pada tahap
pengendapan katalis dilakukan pada pH netral. Dengan ukuiranya yang besar
pada pH netral, maka separasi antar katalis dan limbah yang telah diolah lebih
mudah dilakukan sehingga dapat di recovery dan produk akhir yang telah
murni dapat dimanfaatkan untuk keperluan yang lain. Sistem ini telah
diaplikasikan di PSA, Spanyol dengan adanya satu unit khusus yang
memisahkan katalis dari produk akhir dengan sistem penetralan.
b. Berat katalis
Baik adalam keadaan statis, slurry ataupun dalam aliran dianamis pada
fotoreaktor, laju reaksi awal dipengaruhi oleh jumlah katalis. Pada Gambar 2.5

terlihat laju reaksi awal tergantung pada berat katalis. Semakin tinggi berat
katalis yang digunakan maka laju reaksi awalnya menjadi lebih besar sampai
pada berat tertentu laju reaksi awalnya menjadi konstan.
Untuk TiO2 yang memiliki EG = 3,02 eV (rutile) sebagai contoh,
membutuhkan < 400 nm yaitu pada rentang sinar UV-A (near-UV). Sebagai
tambahan, sifat reaktan juga harus diperhatikan apakah dapat menyerap cahaya
atau tidak.
d. Konsentrasi awal reaktan
Secara umum, kinetika laju reaksi mengikuti mekanisme LangmuirHinshelwood yang berlaku untuk katalisis keterogen dimana laju reaksi
berbanding lurus dengan sesuai persamaan berikut :
r=k

(2.7)

e. Temperatur
Energi aktifasi pada proses fotokatalisis dalah energi foton, maka pada
reaksi fotokatalisis tidak membutuhkan pemenasan dan dapat beroprasi pada
temperatur ruang. Pengaruh temperatur terhadaplaju reaksi dapat dilihat pada
Gambar 2.8. pada rentang tewmperatur medium (20oC 80 oC) energi
aktifasi sebenarnya (true activation energy) sangat kecil (beberapa kJ/mol).
Tetapi pada temperatur yang sangat rendah (-40 oC 0 oC),
aktivasinya berkurang sedangkan Ea meningkat seperti yang terlihat pada
gambar 2.7 diatas. Desorpsi produk menjadi tahap penentulaju reaksi dan Ea
dipengaruhi oleh panas adsorpsi produk. Sedangkan pada suhu diatas 80 oC,
proses eksotermis dari adsorpsi reaktan A menjadi tahapa penetu laju reaksi,
akibatnya aktifitas menurun.
f. Pengaruh keberadaan dan tekanan oksigen
Untuk beberapa reaksi, keberadaan oksigen sangat penting yaitu sebagai
reduktor diaman elektron yang dihasilkan oleh proses fotokatalisi akan
digunakan mereduksi molekul oksigen yang terlartut menjadi anion oksigen.
Fenomena ini terutama dibutuhkan pada proses oksidasi limbah organik.
Sc

Polutan organik + O2 CO2 + H2O + asam mineral

(2.8)

Pada reaksi fasa cair, umunya diasumsikan oksigen diadsorpsi oleh


katalis dari fasa cairnya. Jika oksigen terus menerus disupplai dapat
diasumsikan bahwa keberadaannya pada permukaan katalis konstan.
I. OZON
Ozon adalah molekul yang tersusun dari 3 (tiga) buah atom oksigen,
senyawa ini merupakan oksidator kuat (oksidasi potensial 2,07 eV), sehingga
dapat digunakan sebagai oksidator dalam penguraian zat/pencemar organik dan
penyisihan logam-logam terlarut dalam proses pengolhan limbah dan dalam
pengolahan air [http://www.sinarharapan.com].
Ozon pertama kali ditemukan oleh CF Schonbein pada tahun 1840.
penemaan ozon diambil dari bahasa yunani ozein yang berarti smell atau bau
dan dikenal sebagai gas yang tidak memiliki warna [Sugiarto, 203]. Ozon dapat
larut dalam air yang menghasilkan hidroksil radikal (OH -), diaman memiliki
potensial oksidasi sangat tiggi (2,8 V) [Beltran, 1997].
1.

Kegunaaan Ozon
Proses ozonasi pertama kali dikenalkan oleh Nies dari negara Perancis

sebagai metode intuk mensterilkan air minum pada tahun 1996. penggunaan
proses ozonasi ini kemudian berkembang dengan pesat yaitu untuk pengolahan
air minum yang menggunakan sistem ozonasi di Amerika Serikat [Sugiarto,
2003].
Di Asia, pemanfaatan ozon untuk mengolah air minum pertama kali
dilakukan dikota Amagasaki, Jepang pada tahun 1973. Menurut Kuprianoff
(1953) berbagai pemanfaatan ozon antara lain untuk pengolahan air minum
adan air limbah, ozon untuk sterilisasi bahan makanan mentah seperti daginmg
dan ikan dengan menghambat perkembangan jamur, sayur mayur dan buahbuahan, ozon sterilisasi peralatan seperti aplikasi dalam bidang kedokteran, dan
memperlancar aliran darah [Sugiarto, 2003].

Ozon dengan kemampuan oksidasinya dapat menguraikan berbagai


macam senyawa organik beracun yang terkandung dalam air limbah, seperti
benzene, atrazine, dioxine, dan berbagai ztat pewarna organik [Sugiarto, 2003].
Menurut violle (1929) melalui proses oksidasinya pula ozon mampu
membunuh berbagai macam mikroorganisme seperti bakteri Escherichia coli,
Salmonella enteriditis, serta bakteri pathogen lainnya.
2. Sifat Kimia Ozon
Ozon berbentuk gas apada suhu dan tekanan normal. Ozon merupakan
senyawa yang tidak stabil yang mudah terdekomposisi kembali menjadi
oksigen, oksidator yang sangat kuat dan reaktif, tidak menghasilkan produk
yang berbahaya (ramah lingkungan), menghilangkan bau sulfur, dan dapat
mendegradasi senyawa Fe dan Mn yang terlarut dalam air, terutama didasarkan
pada fenomene terurainya ozon dalam air seperti dapat digambarkan dalam
persamaan berikut [www.ozonapplication.com] :
O3 + H2O

HO3+ + OH-

(2.9)

HO3+ + OH-

2 H2O

(2.10)

O2 + H2O

HO + 2 O2

(2.11)

HO + 2 O2

H2O + O2

(2.12)

3. Sifat Fisik Ozon


Ozon (O3) adalah bentuk alotropik dari oksigen (O2) yang tidak berwarna
(pada suhu kamar) yang dapat mengembun membentuk suatu cairan biru pada
suhu -112oC dan akan membeku pada suhu -251 oC. Pada shu diatas 100oC akan
dengan cepat mengalami dekomposisi. Dalam larutan cair, ozon relatif tidak
stabil dan memiliki waktu apruh sekitar 20-30 menit dalam air destilasi pada
suhu 20oC. Tetapi pada udara kering, ozon lebih stabil dan memiliki waktu
paruh sekitar 12 jam [B. Lnglais., dkk, 1991].
4. Pembuatan ozon
Secara ilmiah ozon dapat terbentuk melalui radiasi sinar ultraviolet
pancaran sinar matahari. Chaperman menjelaskan pembentukan ozon secara

ilmiah (1930) bahwa sinar ultraviolet dari pancaran sinar matahari mampu
menguraikan gas oksigen di udara bebas [Sugiarto, 2003].
Molekul oksigen tersebut terurai menjadi dua buah atom oksigen, proses
ini kemudian dikenal dengan nama photolysis. Lalu atom oksigen secara ilmiah
bertumbukan dengan molekul gas oksigen yang ada disekitarnya, lalu
terbentuklah ozon. Ozon yang terdapat pada lapisan stratosphere dikenal dengan
nama ozone layer (lapisan ozon) dalah ozon yang terjadi dari hasil proses
alamiah photolysis ini [Sugiarto, 2003].
Selain proses alamiah, ozon juga dapat terbentuk dengan menggunakan
peralatan antara lain dengan metode electrical discharge dan sinar radioaktif.
Pembuatan ozon dengan electrical discharge pertama kali dilakukan oleh
Siemens pada tahun 1857 dengan mempergunakan metode dielectric barrier
discharge.
Pembentukan ozon dengan electrical discharge ini secara prinsip sangat
mudah. Prinsip ini dijelaskan oleh Devins pada. tahun 1956, yang menjelaskan
bahwa tumbukan dari elektron yang dihasilkan oleh electrical discharge dengan
molekul oksigen menghasilkan dua buah atom oksigen. Selanjutnya atom
oksigen ini secara alamiah akan bertumbukan kembali dengan molekul oksigen
disekitarnya, lalu terbentuklah ozon. Akhir-akhir ini metode electrical discharge
merupakan metode yang paling banyak dipergunakan dalam pembuatan ozon
diberbagai kegiatan industri [Sugiarto, 2003].
O2 + 2e- O2-

(2.13)

2O- + 2O2 2O3 + 2e-

(2.14)

5. Ozon dan Ultraviolet


Teknologi oksidasi (ozon dan ultraviolet) dapat mengolah limbah cair
sehingga air yang dihasilkan dari proses tersebut dapat digunakan kembali
sebagai air baku dalam proses. Kombinasi antara ozon dan ultraviolet sangat
potensial untuk mengoksidasi berbagai jenis senyawa organik beracun, bakteri
patogen, dan minyak yang terkandung di dalam limbah cair. Kombinasi antara
ozon dan ultraviolet menghasilkan sistem oksidasi pengolahan limbah cair yang

sangat

kompak

untuk

penyediaan

bahan

baku

air

bersih

[www.mediaindonesia.com].
Ozon yang merupakan spesies aktif dari oksigen memiliki oksidasi
potensial 2,07 V, lebih tinggi dari klorin yang hanya memiliki oksidasi potensial
1,36 V. Perpaduan antara ozon dan ultraviolet menghasilkan spesies aktif
hidroksil radikal yang memiliki kemampuan oksidasi lebih tinggi dari ozon
yaitu 2,8 V pada pH asam, sehingga mampu mengoksidasi hampir seluruh bahan
organic

yang

umumnya

terkandung

dalam

limbah

cair

[www.mediaindonesia.com].
Reaksi pembentukan radikal OH- akibat penyinaran UV adalah sebagai
berikut :hv
O3 +

H2O

2OH- + O2 (2.15)

Adapun manfaat hidroksil radikal meliputi mengoksidasi berbagai senyawa


organik seperti clorofenol, pestisida, dioxin, nitrat, dan sianida, mengoksidasi besi
dan mangan, menghancurkan dan menguraikan algae, dan dapat menghilangkan
senyawa-senyawa turunan yang mungkin terbentuk selama proses oksidasi
berlangsung. Keunggulan yang didapat dari kombinasi ozon dan ultraviolet tidak
membutuhkan areal instalasi pengolahan limbah yang luas, waktu pengolahan
yang cepat, penggunaan bahan kimia yang sedikit, penguraian senyawa organik
yang efektif, keluaran limbah lumpur sedikit, dan air hasil pengolahannya dapat
digunakan kembali [www.mediaindonesia.com].

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Fotokatalisis

adalah

proses

kombinasi

reaksi

fotokimia

yang

memerluakan unsur cahaya dan katalis untuk mempercepat terjadinya


transformasi kimia yang terjadi pada permukaan katalis yang katalisnya
disebut sebagai fotokatalis.
2. Proses keseluruhan yang terjadi pada reaksi katalisis heterogen yang
diaktivasi dengan cahaya (fotokatalis) adalah sebagai berikut [Fogler,
1999] :
1. Transfer massa reaktan dalam fase fluida (cair atau gas) ke permukaan
katalis.
2. Adsorpsi reaktan ke permukaan katalis.
3. Reaksi dalam fase teradsorpsi aktivasi foton.
4. Desorpsi produk dari permukaan.
5. Pemindahan produk (transfer massa) dari daerah antar permukaan
(interfasa).
3. Proses fotokatalis banyak diaplikasikan untuk penghilangan atau
pendegradasian polutan cair menjadi senyawa yang lebih ramah
lingkungan, misalnya untuk pengolahan fenol. Suatu teknologi yang
didasarkan pada radiasi fotokatalis semikonduktor seperti titanium
dioksida (TiO2), seng oksida (ZnO) atau cadmium sulfide (CdS) yang
tergolong sebagai fotokatalis heterogen [Hermann, 1999].
B. SARAN
1. Perlu adanya studi literature lebih lanjut mengenai aplikasi, bahan, dan
metode dalam penggunaa prinsip fotokatalisis

DAFTAR PUSTAKA
Aravin Prince .P & Raja .P, Nano-Finishing Of Textiles (TT-03)
Dr Deryck D. Pattron , Ph.D., Nanotechnology and public health safety
Jaya

Indra.

Aplikasi

Konvergensi

nanoteknologi-Bioengineering

Untuk

Peningkatan Perolehan Minyak. M&E, Vol. 8 No 1, Maret 2008


ME Slamet. J TEKNOLOGI, 2008 staff.ui.ac.id
Michael Berger , Nanotechnology e-textiles for bio-monitoring and wearable
electronics
Okasti Emsidelva, Firliani K, Linda, Liyana & Louise Mersenne. Penyempurnaan
Anti Bakteri Dan Tolak Darah Untuk Baju Bedah. Kumpulan Makalah
Seminar Mahasiswa Kimia Tekstil (TexChem1). Maret 2004
Roya dastjerdi, M. R. M. Mojtahedi, A. M. Shoshari and A. Khoroshahi.
Investigating the production and properties of Ag/TiO2/ PP antibacterial
nanocomposite filament yarns. Journal of The Textile Institute. Feb
2009
Sihotang Mariati, Yunita Megie, Pasaoran Napitupulu Midian, Mulyono. Pakaian
Dalam Pria Anti Bakteri Dan Tahan Kotor. Kumpulan Makalah Seminar
Mahasiswa Kimia Tekstil (TexChem1). Maret 2004
V. Parthasarathi, Nano technology adds value to textile finishing
Y. W. H. Wong , C. W. M. Yuen, M. Y. S. Leung, S. K. A. KU and H. L. I. Lam.
Selected Applications

Of Nanotechnology In Textiles. AUTEX

Research Journal, Vol. 6, No 1, March 2006


http://digilib.its.ac.id/public/ITS

mengunaka-Undergraduate-16337-Chapter1-

739605.pdf
http://152.118.80.2/opac/themes/green/detail.jsp?id=134555&lokasi=lokal
http://www.bsn.go.id/news_detail.php?news_id=3908
http://Fotokatalisis%20pada%20Permukaan%20TiO2%20%20%20Chem-IsTry.Org

http://sagaara301.blogspot.com/2011/10/zat-anti-bakteri-ramah-lingkugan.html
http://sagaara301.blogspot.com/2011/12/metoda-pembuatan-nano-partikelperak.html

Anda mungkin juga menyukai