ENDAPAN BATUBARA
4.1 Pembahasan Umum
Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk
dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak
pengendapannya mengalami proses fisika dan kimia yang mengakibatkan
pengayaan pada kandungan karbon (Wolf, 1984 op. cit. Anggayana, 2002).
Pembentukan batubara diawali dengan proses peatification (penggambutan) dari
sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi pada lingkungan reduksi, yang berlanjut
pada proses coalification (pembatubaraan) secara biologi, fisika, maupun kimia
yang terjadi karena pengaruh beban sedimen yang menutupinya (over burden),
temperatur, tekanan, dan waktu. (Gambar 4.1)
batubara
dimulai
sejak
Periode
Karbon
(periode
pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu
dari setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut maturitas organik. Proses awalnya gambut berubah
menjadi lignit (batubara muda) atau brown coal (batubara coklat), ini adalah
batubara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandinngkan dengan batubara
jenis lainnya, batubara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari hitam
pekat sampai kecoklat-coklatan. Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus
menerus selama jutaan tahun, batubara muda mengalami perubahan yang secara
bertahap.
4.1.1 Pembentukan Batubara dan Lingkungan Pengendapannya
4.1.1.1 Proses Pembentukan Batubara
Ada dua proses utama dalam pembentukan endapan batubara, yaitu:
1. Proses pembentukan gambut dari tumbuhan (peatification)
2. Proses Pembentukan batubara dari gambut (coalification)
moor dapat
42
gambut ini berasal dari lingkungan sekitarnya (sungai dan air tanah), tidak
tergantung pada air hujan. Biasanya tumbuh rumput-rumputan dengan daun
lebar dan tumbuhan perdu dengan pH berkisar antara 4,8 sampai 6,5
2. Highmoor, lapisan gambut ini dapat mencapai ketinggian beberapa meter dari
permukaan tanah dengan bentuk cembung. Jenis moor iini tidak tergantung
pada air tanah atau sungai, karena mempunyai sistem air tersendiri yang
tergantung pada air hujan. Jumlah penguapan yang lebih kecil dari curah hujan
menyebabkan air hujan tersimpan dalam gambut. Bahan makanan untuk
tumbuhan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan lowmoor, sehingga jenis
tanaman terbatas pada lumut, rumput dengan daun yang kecil. Untuk daerah
beriklim sedang, highmoor ditumbuhi Sphagnum dan di daerah tropis
ditumbuhi hutan lokal dengan bermacam jenis tumbuhan pH pada highmoor
berkisar antara 3,3 sampai 4,6.
43
5(C6H10O5)
cellulose
gas metan
Keterangan:
44
oleh Horne (1978). Horne (1978) memberikan criteria cara untuk mengenali
lingkungan pengendapan antara lain barrier, back-barrier, lower delta plain,
transitional lower delta plain, dan upper delta plain fluvial (Gambar 4.2).
Berdasarkan karakteristik endapan batubara, ada empat lingkungan
pengendapan utama batubara di daerah coastal menurut Horne (1978), yaitu:
1. Lingkungan back barrier : lapisan batubaranya tipis, pola sebarannya
memanjang sistem penghalang atau sejajar jurus lapisan, bentuk lapisan
melembar karena dipengaruhi tidal channel setelah pengendapan atau
bersamaan dengan proses pengendapan, kandungan sulfur tinggi, sehingga
tidak dapat ditambang. Urutan stratigrafi pada lingkungan back barrier
dicirikan oleh batulempung dan batulanau berwarna abu-abu gelap yang kaya
akan material organic, kemudian ditutupi oleh lapisan tipis batubara yang
tidak menerus atau zona sideritik dengan burrowing. Semakin kea rah laut
akan ditemukan batupasir kuarsitik sedangkan kea rah daratan terdapat
batupasir greywacke dari lingkungan fluvial deltaic.
2. Lingkungan lower delta plain : lapisan batubaranya tipis, kandungan sulfur
bervariasi, pola sebarannya umumnya sepanjang channel atau jurus
pengendapan, bentuk lapisan ditandai oleh hadirnya splitting oleh endapan
crevasse splay, tersebar meluas cenderung memanjang jurus pengendapan
tetapi kemenerusan secara lateral sering terpotong channel bentuk lapisan
batubara. Endapan pada daerah ini didominasi oleh urutan butrian mengkasar
ke atas yang tebal. Pada bagian atasnya terdapat batupasir dengan struktur
sedimen ripple mark.
3. Lingkungan transitional lower delta plain
45
kandungan sulfur rendah, lapisan batubara terbentuk sebagai tubuh-tubuh podshaped pada bagian bawah dari dataran limpahan banjir yang berbatasan
dengan
channel
sungai
bermeander.
Sebarannya
meluas
cenderung
46
kehilangan berat yang terjadi setelah sampel batubara tanpa lengas bebas
dipanaskan dalam tungku pada suhu 105 o 110 oC.
Kadar abu didefiniskan sebagai residu anorganik yang terjadi setelah
batubara dibakar pada suhu 815 oC dan dialirkannya udara secara lambat ke dalam
tungku. Makin banyak mineral, makin tinggi kadar abunya. Zat terbang adalah
bagian dari batubara yang menguap pada saat batubara dipanaskan tanpa udara
(dalam tungku tertutup) pada suhu 900 oC. Karbon tertambat (fixed carbon)
diperoleh dari 100 % dikurangi dengan jumlah kadar lengas, kadar abu, dan zat
terbang.
Analisis ultimat merupakan cara sederhana untuk menunjukkan unsure
pembentuk batubara dengan mengabaikan senyawa kompleks yang ada dan hanya
dengan menentukan unsure kimia pembentuk yang penting. Ada lima unsur utama
yang membentuk batubara yaitu karbon, hydrogen, sulfur, nitrogen, oksigen, dan
fosfor.
Kandungan sulfur sangat umum dijumpai dalam endapan batubara, yaitu:
1. Pirit (FeS2), terjadi dalam bentuk makrodeposit (lensa, vein, joint).
2. Sulfur Organik, jumlahnya 20 % - 80 % dari sulfur total. Secara kimia terikat
dalam batubara.
3. Sulfur Sulfat, umumnya berupa kalsium sulfat dan besi sulfat dengan jumlah
yang kecil.
47
Tabel 4.1 Klasifikasi Rank Batubara (ASTM, 1981 op. cit. Wood et al., 1983)
48
No.
Seam
Lokasi Pengamatan
Kedudukan Lapisan
Ketebalan (m)
PRGN011
N 222 E / 20
1,05 m
PRGN037
N 260 E / 21
1,30 m
PRGN041
N 173 E / 14
0,72 m
PRGN012
N 217 E / 15
0,35 m
PRGN013
N 210 E / 19
4,20 m
PRGN014
N 200 E / 18
3,00 m
PRGN038
N 210 E / 14
2,30 m
PRGN053
N 217 E / 19
1,80 m
PRGN052
N 203 E / 14
1,70 m
10
PRGN053a
N 218 E / 18
3,50 m
11
PRGN051
N 197 E / 13
1,20 m
12
PRGN036
N 185 E / 14
0,50 m
49
No. Bor
Elevasi (m)
Kedalaman (m)
Ketebalan (m)
Seam
M-01
66,41
25
0,50
25
51,29
6,95
M-02
M-02A
48,56
25
M-02B
46,06
25
M-02C
50,48
25
M-02D
45,90
30
M-02G
45,90
M-03
0,02
3,70
0,40
0,75
7,00
1,95
1,45
6,70
25
51,30
40
1,24
M-03A
41,38
23,5
3,55
M-03A-1
42,46
10
3,95
0,55
M-03B
40,64
25
M-03C
43,08
25
M-03D
54,67
30
M-04
33,40
20
0,45
0,70
0,68
6,98
0,05
0,05
0,10
0,10
M-04A
35,45
25
0,20
M-05
34,55
30
M-06
30,46
20
M-13
51,59
16
1,10
M-13 RD
51,40
25
3,20
M-13B
61,93
15
5,90
M-13C
52,62
10
4,60
M-14
59,42
25
0,05
1,50
0,10
M-14A
47,44
42
0,32
1,80
0,55
Tabel 4.3 Data pemboran batubara daerah penelitian (PT. Geoservices (Ltd.))
50
51
52
53
54
Gambar 4.2 Posisi seam batubara di daerah penelitian pada Satuan Batupasir
(warna kuning)
Dari pola penyebaran seam batubara dengan ketebalan bervariasi pada
beberapa singkapan dan ketebalan umum relatif tebal yaitu 0,75 7 m,
lingkungan
pengendapan
dari
endapan
batubara
daerah
penelitian
55
{ 0,15 x 100}
[100 +1,08 x +0,55 x ]
{ 50 x 100}
[100 1,08 x +0,55 x ]
56
Keterangan:
FC
VM
BTU
merupakan
kekayaan
alam
yang
diharapkan
dapat
57
58
59
60
berkisar pada 5000 6000 Cal/gr (adb) yang relatif tidak terlalu tinggi dijadikan
pertimbangan lain karena nilai kalori tersebut tidak memenuhi standar batubara
kualitas ekspor, namun dapat memenuhi kebutuhan batubara domestik. Hal-hal
tersebut dapat dijadikan pertimbangan apabila selanjutnya akan dilakukan
penambangan.
61