merupakan salah satu teori yang paling dikenal dalam ilmu ekonomi regional.
Teori ini lebih cenderung bersiafat top-down, dimana ide dan kebijakan dibuat
oleh pemerintah untuk diimplemantasikan pada suatu wilyah. Sehingga teori ini
dapat dijadikan sebagai alat yang paling ideal untuk menggabungkan kebijakan
dan program pembangunan wilayah secara terpadu.
Teori ini menyatakan bahwa pembangunan tidak terjadi secara serentak,
tetapi muncul di tempat-tempat tertentu dengan intensitas yang berbeda. Tempattempat itulah yang dinamakan pusat atau kutub pertumbuhan. Kegiatan yang
mendorong pertumbuhan ekonomi adalah kegiatan industri berskala besar sebagai
penggerak (leading industry). Keberadaan leading industry ini diharapkan dapat
menimbulkan spread effect (efek penjalaran) dan trickling down effect (efek
penetasan). Terbentuknya pusat pertumbuhan dapat terjadi secara alami atau
dengan perencanaan.
Dalam penerapannya, teori kutub pertumbuhan digunakan sebagai alat
kebijakan dalam perencanaan pembangunan daerah. Banyak negara telah
menerima konsep kutub pertumbuhan sebagai alat tranformasi ekonomi dan sosial
pada skala regional. Namun demikian konsep ini banyak mendapat kritik para
ahli, yang pada umumnya berpendapat bahwa penerapan konsep ini cenderung
semakin meningkatkan disparitas wilayah negara sedang berkembang, terutama
antara daerah pusat atau kutub dengan daerah pengaruhnya. Gejala ini disebabkan
karena pusat pertumbuhan yang umumnya adalah kota-kota besar ternyata sebagai
pusat konsentrasi penduduk dan berbagai kegiatan ekonomi dan sosial adalah
cukup kuat, sehingga terjadi tarikan urbanisasi dari desa-desa wilayah pengaruh
ke pusat pertumbuhan (kota besar), atau terjadi dampak daerah pusat atau kutub
cenderung lebih banyak menarik sumber daya dari daerah belakang daripada
spread effect yang ditimbulkannya, akibatnya daerah pusat yang lebih maju akan
bertambah maju, sedangkan daerah belakang akan semakin tertinggal.
Boudeville (1985)
Mengikuti Perroux, Boudeville mendefinisikan kutub pertumbuhan
regional sebagai seperangkat industri- industri sedang berkembang yang berlokasi
di suatu daerah perkotaan dan mendorong perkembangan lanjut dari kegiatan
ekonomi melalui daerah pengaruhnya. Faktor utama dalam ekspansi regional
adalah interaksi antara industri-industri inti yang merupakan pusat nadi dari kutub
perkembangan. industri-industri ini mempunyai ciri-ciri khusus tertentu: tingkat
konsentrasi yang tinggi, elastisitas pendapatan dari permintaan yang tinggi
terhadap produk mereka yang biasanya dijual ke pasar-pasar nasional, efek multi
player dan efek polarisasi lokal yang sangat besar.
Lebih spesifik lagi Boudeville dalam Gore (1985) mendefinisikan kutub
pertumbuhan regional sebagai sekelompok industri yang mengalami ekspansi
yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong perkembangan kegiatan
ekonomi lebih lanjut keseluruh daerah pengaruhnya. Konsep-konsep yang
dikemukakan di dalam teori pusat pertumbuhan antara lain:
Konsep polarisasi.
Konsep ini mengemukakan bahwa pertumbuhan leading industries
yang sangat cepat (propulsive growth) akan mendorong polarisasi dari
unit-unit ekonomi lainnya ke kutub pertumbuhan.
meningkat tajam, maka kebutuhan kota akan bahan baku/tenaga kerja yang
dipasok dari wilayah belakangnya akan meningkat tajam pula.
Myrdal (1976)
Gunnar Myrdal (1957), seorang ekonom Swedia, juga menyoroti
ketimpangan spasial (spatial inequalities) melekat dalam model pembangunan
ekonomi yang menekankan pasar bebas. Hal ini dapat dilacak dalam karyanya
yang berjudul Economic Theory and Underdeveloped Regions. Myrdal tidak
percaya bahwa polarisasi spasial secara otomatis akan reversed ketika
pembangunan ekonomi mencapai suatu level tertentu. Menurutnya, manakala
suatu wilayah mulai tumbuh secara ekonomi maka akan ada penarikan sumber
daya manusia, risorsis, dan dana ke daerah tersebut sehingga memberikan
adalah
melalui
intervensi
pemerintah.
Menurutnya,
apabila
perencanaan pemerintah lebih efisien maka tidak perlu ada variasi wilayah dalam
angka pertumbuhan ekonominya. Akan tetapi, ia menyadari sepenuhnya bahwa
dalam banyak situasi pemerintah dalam banyak negara tidak mampu mencapai hal
tersebut (Myrdal 1970). Menurutnya perlu adanya strong states untuk menjamin
agar mekanisme perencanaan dapat diimplementasikan. Keyakinan Myrdal
mengenai
perencanaan
sebagai
suatu
solusi
bagi
masalah-masalah
pembangunan sangat tepat dengan apa yang disebut sebagai sebuah pendekatan
teknokratik Eurocentric.
Setiap daerah mempunyai pusat pertumbuhan yang menjadi daya tarik
bagi tenaga buruh dari pinggiran. Pusat pertumbuhan tersebut juga mempunyai
daya tarik terhadap tenaga terampil, modal, dan barang-barang dagangan yang
menunjang pertumbuhan suatu lokasi. Demikian terus-menerus akan terjadi
pertumbuhan yang makin lama makin pesat atau akan terjadi polarisasi
pertumbuhan ekonomi (polarization of economic growth). Teori polarisasi
ekonomi Myrdal ini menggunakan konsep pusat-pinggiran (coreperiphery).
Konsep pusat-pinggiran merugikan daerah pinggiran, sehingga perlu diatasi
dengan membatasi migrasi (urbanisasi), mencegah keluarnya modal dari daerah
pinggiran, membangun daerah pinggiran, dan membangun wilayah pedesaan.
Albert Hirschman (1958)
Menurut teori unbalanced growth (Albert O. Hirschman, 1958), investasi
hanya ditanam dalam sektor strategis tertentu yang merupakan leading sector, dan
ini akan menciptakan peluang investasi lebih lanjut. Ini merupakan jalan terbaik
untuk pertumbuhan ekonomi.
Kekurangan utama dalam negara terbelakang (LDC) tidak terletak pada
suplai tabungan, tetapi keputusan untuk berinvestasi oleh para entrepreneurs dan
investasi.
Hirschman
percaya
bahwa
negara-negara
miskin