Anda di halaman 1dari 15

Abdominal Compartment Syndrome

Abdominal compartment syndrome (ACS) digambarkan sebagai adanya


peningkatan tekanan intra-abdominal. Antara gejala gejala klinis yang berkaitan
dengan sindrom ini adalah tekanan intra-abdominal yang masif atau perdarahan
retroperitoneal, edema pada usus-usus atau obstruksi usus dan asites yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan.(1)
Berbagai sistem terlibat dalam sindrom ini. Yang pertama adalah
peningkatan tekanan intra abdominal sehingga transmisi ke area cavum pleura
yang menyebabkan fungsi dari paru-paru menurun.(1) Hipoventilasi atau
perubahan ventilasi atau perfusi bisa menyebabkan terjadinya hipoksemia dan
hiperkapnia. Apabila ventilasi mekanik dilakukan, maka semakin tinggi tekanan
inspirasi yang diperlukan untuk ransangan tersebut. Yang kedua adalah kombinasi
antara peningkatan tekanan intra-abdominal dengan tekanan pleura yang akan
menyebabkan penurunan aliran balik vena, kompresi langsung pada jantung dan
menigkatnya afterload( terutama pada ventrikel kanan). Ketiga, perfusi pada pada
organ intra-abdominal semakin berkurang disebabkan efek dari penurunan
cardiac output, peningkatan tekanan interstisial dan peningkatan tekanan arus
keluar. (1)
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya oliguria dan gagal ginjal. Iskemik
splanknikus bisa terjadi akibat dari penurunan pH mukosa, penurunan
metabolisme pada hepar dan translokasi bacteria. Tambahan lagi, perfusi pada
dinding abdomen mungkin menurun, oleh itu waktu penyembuhan akan
terganggu. Terakhir, tekanan intracranial akan meningkat akibat dari penurunan
aliran balik vena cerebrum dan peningkatan tekanan vena. (1)
Dalam arti kata lain, sindrom ini ditandai dengan distensi pada abdomen,
meningkatnya tekanan intra abdominal, meningkatnya tekanan puncak jalan
napas, ventilasi yang tidak cukup ditandai dengan hipoksia dan hiperkapnia,
fungsi ginjal dan kardiovaskular terganggu, dan peningkatan ventilasi setelah
dilakukan dekompresi abdomen. Biasanya diagnosis ditegakkan apabila pasien

sakit parah yang dirawat di unit perawatan intensif, dan status hemodinamik
kembali meningkat setelah segera dilakukan dekompresi. (2)
I. Pendahuluan
Abdominal compartment syndrome (ACS) disebabkan oleh peningkatan
tekanan intra-abdominal merupakan penyebab signifikan terjadinya morbiditas
dan mortalitas.(3)
Lingkungan dan pengaturan barometrik intra-abdominal yang normal
sering diperhatikan oleh pada penyidik. Hammermilk telah menetapkan satu nilai
normal untuk tekanan intra-abdominal.(3) Pada tahun 1858, dia menyimpulkan
bahwa nilai tekanan intra-abdominal yang normal adalah vakum dan percaya
viseral permukaan isinya ditentang oleh sebuah 'horor vacui'. Pengukuran tekanan
intra-abdominal digambarkan oleh Braune pada tahun 1865, ia berusaha untuk
mengukur tekanan intra-abdominal positif dengan menggunakan bougies anal.(3)
Dia menemukan tekanan dalam abdomen bervariasi dengan posisi (terendah dan
tertinggi, horisontal dan vertikal) dan kontraksi dari otot-otot abdomen. Studinya
dikritik karena pengukuran berdasarkan pada kondisi barometrik di dalam organ
berongga.(3)
Pada tahun 1875, Odebrecht menguji tekanan di dalam kandung kemih
dan dikonfirmasi oleh temuan yang dilakukan oleh Braune. Beberapa peneliti
mengkonfirmasi bahwa tekanan abdomen dan lingkungan yang normal akan
berubah menjadi atmosfer atau subatmospherik, dan mempunyai berbagai variasi
pada tekanan intra-torasik yang normal selama berlaknya ventilasi spontan.(3)

II. Tekanan Intra-Abdominal dan Hipertensi Intra-Abdominal


Pada individu yang sehat, tekanan intra-abdominal normal yaitu 5 hingga 7
mm Hg berdasarkan definisi consensus World Society of Abdominal Compartment
2

Syndrome, dan umumnya diperiksa sebagai tekanan intravesical pasien (Gambar


1). Batas atas IAP yang diterima yaitu 12 mmHg oleh World Society,
mencerminkan peningkatan yang dapat diterima dalam tekanan normal pada
kondisi klinis yang memberikan tekanan terhadap peritoneal atau diafragma,
termasuk obesitas dan penyakit paru obstruktif kronis. (4,5,6)
Sebaliknya peningkatan konstan tekanan 12 mm Hg didefinisikan sebagai
hipertensi intra-abdominal(IAH). IAH dapat dibagi menjadi 4 kelas (Tabel 1) yang
kemudian dibagi lagi menurut kecepatan onset. Rentang nilai dari kelas 1 (12-15
mmHg) ke kelas 2 (16-20mmHg) ke kelas III (20-24 mmg) hingga kelas 4 (25
mmHg); waktu onset terbagi menjadi kronik (jarang) hingga akut, subakut dan
hiperakut. Sebagian besar hipertensi intara abdominal yang disertai dengan cedera
ginjal akut atau gagal ginjal akut melebihi kelas III dan dengan onset yang akut
atau hiperakut. (4,5,6)
Menyadari bahwa faktor penjamu mempengaruhi tekanan organ-dinamika
volume, pendekatan individualis dapat membantu dalam menetukan kontribusi
mean arterial blood pressure dan IAP terhadap aliran darah organ. Dalam cara
yang sama pada tekanan perfusi serebral, interaksi aliran masuk (mean arterial
pressure) dan tekanan keluar (IAP) berhubungan melalui tekanan perfusi
abdomen. Rumus untuk tekanan perfusi abdomen sebagai berikut : tekanan
perfusi abdomen = mean arterial pressure-IAP (normal = 60 mmHg). Tekanan
perfusi abdomenial sangat membantu dalam ketepatan pendeteksian ACS. (4,5,6)

Gambar 1. Metode Intravesikal untuk memonitori tekanan intra-abdominal (4)


III. Efek terhadap sistem organ
Abdominal compartment syndrome memberi efek terhadap organ-organ
tubuh termasuk kardiovaskular, ginjal, dan sistem saraf pusat. (7)
a. Sistem kardiovaskular
Peningkatan tekanan intra-abdominal dapat menyebabkan kompresi pada
vena cava dimana terjadi penurunan aliran balik vena yang menyebabkan
pengisian jantung menurun mengakibatkan cardiac output menurun dan
berlangsung menjadi hipotensi dan takikardi. Cardiac output menurun walaupun
tekanan vena central meningkat. Tekanan di arteri pulmonal dan resistensi
vaskular sistemik juga turut meningkat menyebabkan kesulitan dalam mengukur
dan menginterprestasi keadaan hemodinamik pasien. (7)
b. Sistem Pulmonal
Efek pada pulmonal adalah peningkatan tekanan intra-abdominal yang
mengganggu/menekan dinding diafragma. Sebagai akibat dari itu, total kapasitas
paru, kapasitas fungsional residual dan volume residual berkurang. Tekanan intratorasik dan udara meningkat secara drastik.

(7)

Penurunan fungsi paru dan


4

peningkatan resisten pada vascular paru mengakibatkan hipoksia dan hiperkapnia.


Peningkatan tekanan udara secara tidak terkontrol mengakibatkan barotrauma
selama ventilasi mekanik dan menyebabkan terjadinya Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS). Peningkatan tekanan intra-torasik menurunkan tekanan arus
kembali vena ke jantung dan terjadi gangguan hemodinamik. (7)
c. Sistem ginjal
Penurunan drastik pada pengeluaran urin adalah tanda-tanda seseorang ada
ACS. Gangguan pada ginjal juga bias terkena pada pre-renal.

(7)

Daya filtrasi

glomerulus berkurang sehubungan dengan peningkatan tekanan intra-abdominal.


Selain itu, peningkatan tekanan intra-abdominal juga bisa menyebabkan kompresi
terhadap vena dan parenkim ginjal serta peningkatan resisten vaskuler vena ginjal.
Oleh itu, penurunan cardiac output mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal dan filtrasi glomerulus sehingga menjadi oligouria dan anuria. (7)
d. Sistem gastrointestinal
Pada gastrointestinal, efek dari peningkatan tekanan intra-abdominal
adalah iskemik usus. Penilitian telah terbukti karena terjadi peningkatan
permebilitas dinding usus dan translokasi bakteria, respons sistem inflamatori dan
sepis serta gagal sistem organ-organ. (7)
e. Sistem saraf pusat
Sistem saraf pusat juga bisa terganggu terutama pasien dengan trauma
capitis. Peningkatan tekanan intra-abdominal dan intra-torasik menyebabkan
gangguan pada drainase vena cerebral. Hal ini akan berlangsung menjadi
peningkatan tekanan intracranial dan edema intra cerebral. (7)
IV. Insiden dan faktor risiko
Insiden abdominal compartment syndrome belum jelas namun total populasi
yang didiagnosis dengan ACS semakin meningkat. Ini termasuk pasien-pasien
dengan luka tusuk dan luka tumpul terbuka, ruptur aneurysma aorta abdomen,
perdarahan retroperitoneal, pneumoperitoneum, neoplasma, pancreatitis, ascites
yang masif, dan transplantasi hepar. Resusitasi cairan yang masif, akumulasi darah
5

dan pembekuan, edema usus, dan penutupan secara paksa pada dinding abdomen
yang tidak komplians adalah faktor-faktor yang bisa menybabkan ACS. Tambahan
pula, jaringan parut luka bakar di sekeliling abdomen cenderung terjadinya
kompresi dinding abdomen menyebabkan peningkatan pada tekanan intraabdominal. (3)
Selain itu, faktor yang sering terjadinya ACS adalah pada pasien yang
dalam proses penyembuhan luka jaringan akibat laparotomi, terutama bila ada
kasa atau pack yang intra-abdominal. Dalam penelitian yang dijalankan telah
didapatkan sebanyak 14% dari 145 orang pasien berisiko tinggi terkena ACS.
Pasien yang mengalami ACS akibat dari ruptur aneurysma aorta abdomen
dilaporkan sebanyak 4%.(3)
V. Cara pengukuran tekanan intra-abdominal
Pengukuran tekanan intra-abdominal dilakukan dengan berbagai metode
terutama diluar dari laboratorium. Pengukuran ini dilakukan secara langsung
dengan menggunakan kateter intra-peritoneal yang dilakukan semasa berjalannya
laparoskopi. Selain itu, pengukuran tekanan intra-abdominal juga dilakukan
dengan cara transduksi dari tekanan vena femoral, rectal, abdomen, dan keteter
buli-buli. Metode-metode ini adalah yang sering digunakan dalam pengukuran
tekanan buli-buli dan tekanan abdomen. (7)
Pada tahun 1984, Kron et al melaporkan bahwa tekanan intra-abdominal
bisa diukur pada posisi di samping tempat tidur dengan menggukan Foley kateter
steril saline (50-100cm3) yang diinjeksi ke dalam Foley kateter yang terkeluar.
Kemudiaan, posisikan tube yang steril di bagian urin beg kateter yang di klam,
distal dari bagian tempat aspirasi. Bagian ujung dari beg drainase disambungksn
dengan Foley kateter. (7) Klem dilepaskan untuk melancarkan aliran dari buli-buli
dan dilakukan

kembali. Jarum gauge-16 digunakan untuk menyambungkan

manometer dan transducer dengan tempat untuk aspirasi. Yang terakhir adalah
bagian atas dari tulang simfisis pubis digunakan sebagai titik kosong dengan
posisi pasien supine. (7,8)

Cara pengukuran di sebelah tempat tidur juga digunakan untuk mnegukur


tekanan intra-abdominal dari sisa nasogastic tube yang ada. Metode ini berhasil
dan berbeda tekanan sebanyak 2.5 cmH2O dengan tekanan di kandung kemih.
Dengan teknik ini terbukti bahwa cara pengukuran tekanan kandung kemih telah
berkembang dalam praktek sehari-hari. (7,8)
Istilah tekanan hipertensi intra-abdominal dan ACS terkadang ada sedikit
berbeda. Adalah sangat penting untuk mengetahui cara untuk membedakan
keduanya. Nilai parameter yuang sering didapatkan adalah sekitar 20-25mmHg.
ACS didiagnosa jika tekanan intra-abdominal disertai dengan kegagalan fungsi
organ dengan perubahan kepada patofisiologi setelah dilakukan dekompresi
abdominal. (7,8)
Efek dari hipertensi intra-abdominal sangat merugikan fungsi-fungsi
fisiologi organ di dalam tubuh seperti paru, kardiovaskular, ginjal, splanknikus,
muskoloskeletal dan sistem saraf pusat.(3,7,8) Redistibusi darah dari usus
mengakibatkan hipoksia sel dalam jaringan gastrointestinal. Hipoksia ini
dipengaruhi oleh 3 gejala yang penting sebagai respon positif yang menandai
terjadinya hipertensi intra-abdominal dan progresinya menjadi abdominal
compartment syndrome :(9)
1. Pelepasan cytokin
2. Pembentukan oksigen radikal bebas
3. Penurunan produksi adenosine triphosphate oleh sel.(9)
Citokin dilepaskan akibat dari sel-sel yang mengalami hipoksia. Molekulmolekul ini menyebabkan terjainya vasodilatasi dan peningkatan permebilitas
kapiler yang berlangsung menjadi edema. Setelah dilakukan reperfusi, molekulmolekul oksigen radikal bebas akan dihasilkan. (9) Agen radikal bebas ini memberi
efek toksik terhadap sel membran yang diperburuk dengan kehadiran citokin
dimana bisa menambah produksi pelepasan radikal bebas yang lebih banyak.
Tambahan pula, transpor oksigen yang tidak cukup ke jaringan membatasi
produksi adenosine triphosphate (ATP) sehingga mengganggu aktivitas sel. Hal
ini juga memberi pengaruh terhadap pompa natrium-kalium. Fungsi pompa yang
7

bagus mempengaruhi kelancaran pengaturan elektrolit intrasel. Jika pompa tidak


bekerja dengan bagus maka natrium akan bocor dan mengalir ke dalam sel dan
menarik juga cairan masuk ke dalamnya.(9)
Semakin bertambah ukuran sel, semakin berkurang ketahanan dinding sel
dan menyebabkan cairan intrasel sel masuk ke extrasel dan berlansung menjadi
inflamasi. Inflamasi akan berkembang menjadi edema disebabkan kebocoran
kapiler dan pembengkakan sel pada usus menyebabkan peningkatan tekanan intraabdominal secara mendadak. Tekanan yang semakin meningkat menyebakan
gangguan pada perfusi intestinal dan terjadi hipoksia sehingga menyebabkan sel
mati, terjadi inflamasi dan edema bertambah luas. (9)
VI. Diagnosis
Abdominal compartment syndrome menunujukkan nilai mortalitas yang
tinggi. Oleh itu penegakan diagnosis sangat penting sebagaimana penangannya
juga. Pasien dengan beberapa trauma jika terjadi syok sangat berisiko harus diberi
resusitasi yang sebaiknya. Terdapat tanda-tanda ACS yang biasa ditandai dengan
gejala : (7)
1. Distensi abdomen
2. Penurunan output urin ( kurang dari 0.5ml/kgBB/jam)
3. Peningkatan tekanan puncak inspirasi ( lebih dari 40 cm H2O)
4. Penurunan indeks transpor O2
5. Gangguan kardiovaskular dan ditandai dengan peningkatan vena central
(CVP) (7)
VII. Gejala klinis dengan kegagalan fungsi organ-organ dan peran tekanan intraabdominal
Pengukuran

tekanan intra-abdominal yang betul bisa menegakkan

diagnosis. Nilai tekanan intra-abdominal adalah 0 mmHg atau kurang dari itu.
Nilai ini akan meningkat dengan batuk, valsalva atau dengan keadaan obesitas dan
kehamilan tanpa memberi konsekuensi fisiologis yang merugikan. (7)
Pada pasien sakit berat, tekanan intra-abdominal yang normal mungkin
menjadi

5-7 mmHg. Kenaikan tekanan intra-abdominal di Abdominal

compartment syndrome adalah bersifat akut dan berkelanjutan. Ukuran standar


8

pada pasien di tempat tidur adalah pada posisi supine. Hal ini melibatkan suntikan
25 cc saline steril melalui kateter saluran kemih. Sebuah penjepit menyumbat
drainase tabung pada bagian distal dan transduser tekanan terhubung ke port sisi
kateter. (7)
Titik nol transducer disejajarkan dengan mid-aksilaris dengan posisi
tempat tidur yang rata. Nilai tekanan kandung kemih lebih besar dari atau sama
dengan 20 mmHg pada nilai akhir pengukuran menunjukkan bahwa pasien ini
adalah abdominal compartment syndrome. (7)

Edema Organ
Edema organ umumnya menyertai ketiga bentuk ACS : primer, sekunder dan
rekuren. ACS primer biasanya terjadi pada keadaan cedera dan berawal dari
perdarahan serta edema viseral. ACS sekunder terjadi baik pada pasien bedah
maupun medis yang berhubungan dengan volume resusitasi yang besar
menyebabkan

pembentukan

meningkatkan

tekanan

akut

asites

intra-abdominal

serta
dan

edema
terjadinya

viseral,

sehingga

ACS.

Sindrom

kompartemen sekunder umumnya meningkat periode awal tujuan terapi langsung


untuk penanganan resusitasi sepsis. Terdapat beberapa kontropversi apakah
sindrom kompartemen merupakan iatrogenik atau tidak dapat dihindari pada
pasien dengan peritonitis yang membutuhkan pembedahan umum darurat. ACS
rekuren sebelumnya disebut sebagai ACS tersier, menunjukkan bahwa ACS terjadi
berulang setelah penanganan medis awal atau pembedahan pada sindrom
kompartemen sekunder. Hal yang umum terjadi pada edema organ yaitu iskemia
jaringan. (4)
Ketika organ akhir mengalami iskemia (vena atau arteri), maka akan
dilepaskan substansi vasodilator lokal seperti laktat dan adenosine yang
menunjukan adanyaa usaha lokal untuk meningkatkan aliran oksigen. Sejalan
berlangsungnya iskemia, hilangnya intergritas kapiler menyebabkan ekstrvasasi
cairan, elektrolit dan protein melalui tekanan hidrostatik dan hilangnya intergritas
membrane. Peningkatan jarak bantalan kapiler ke sel metabolik aktif pada dasar
edema jaringan cairan organ ekstravaskuler selanjutnya akan melumpuhkan
9

intergritas organ metabolik. Siklus ini akan mempengaruhi kelangsungan hidup


organ. Pada ginjal, dokter sayangnya tidak dapat melihat kelangsungan proses ini
hingga tahap berat cedera organ muncul. (4)
VIII. Metode alternatif dalam pengukuran tekanan intra-abdominal
Pengukuran ini termasuk mengukur tekanan intra-abdominal, tekanan vena
femoral, tekanan rectal dan tekanan intraperitoneal. Tekanan intra-abdominal
berhubungan dengan tekanan kandung kemih. Metode ini dilakukan dengan cara
memsukkan 50-100mL air ke dalam nasogastrik tube ke dalam lambung. Tinggi
air dari garis mid-axilary sama dengan tinggi tekanan intra-abdominal. Jika nilai
yang didapat lebih dari 27 cm H 2O , maka ini adalah abdominal compartment
syndrome. (7)
Tekanan intra-abdominal digunakan pada pasien post cystectomi atau
pasien neurogenik bladder.

Semakin tinggi tekanan kandung kemih semakin

tinggi hipertensi. Terapi pilihan yang bisa dilakukan adalah dekompresi dan
eksplorasi. (7)
IX. Manajemen Abdominal compartment syndrome
Manajemen yang bagus untuk ACS bergantung kepada waktu yang tepat
dan bergantung kepada stadium dekompresi abdomen dan diidentifikasi pada
pasien yang berisiko. (3)
a. Pencegahan
Pencegahan awal sangat efektif terutama pada yang telah diketahui
berisiko tinggi terkena ACS dan intervensi pre-emtif akan mengurangkan risiko
penigkatan tekanan intra-abdominal. Biasanya pasien yang berisiko ACS
diketahui pada pasien yang dilaparotomi dan operasi harus diberhentikan jika
didapatkan ada gangguan pada fisiologis pasien seperti hipotermi, asidosis, dan
coagulopati. Terdapat berbagai cara untuk menutuk luka terbuka pada abdomen.
Telah tebukti bahwa ACS dapat dicegah dengan penutupan luka dengan
menggunakan jaringan yang bersifat menyerap terutama pada pasien yang
menjalani laparotomi yang paling berisiko ACS. Resusitasi yang optimal harus
10

diterapkan berbanding over resusitasi untuk mencegah terjadi komplikasi dalam


penanganan intensif. Terdapat berbagai cara resusitasi yang telah dievaluasi.
Laktat, deficit basa, dan pH mukosa abdomen adalah sebagai indikator untuk
resusitasi. (3)
b. Penanganan dalam Unit Perawatan Intensif (ICU)
Pencegahan dini pada pasien di ICU yang berisiko terkena ACS sangat
bermanfaat. Langkah lanjut yang bisa dilakukan adalah manajemen tekanan intraabdominal dan gangguan organ. Terdapat 4 stadium menurut pertumbuhan, uji
kaji dan manejemen yang berhasil dalam penanganan ACS. Stadium ini
bergantung pengukuran tekanan kandung kemih. Gangguan fungsi organ
berhubung dengan peningkatan tekanan kandung kemih dan 100% pada pasien
dengan gangguan fungsi paru, kardiovaskular dan ginjal pada tekanan yang lebih
dari 35 mmHg.(3) Meldrum et al melakukan dekompresi yang sederhana pada
tekanan kandung kemih dari tekanan 26 sampai 35 mmHg di samping tempat
tidur pasien, namun merekomendasikan eksplorasi abdomen formal dengan
tekanan lebih besar dari 35 mmHg untuk mengantisipasi signifikan iskemia intraabdominal. Hal ini didasarkan pada perfusi gangguan kapiler usus pada tekanan
intra-abdominal lebih dari 35 mmHg. (3)
Terapi bedah merupakan jalan alternatif

yang dipilih berdasarkan

indicator fisiologis klinis yang merugikan,bukan pada pengukuran parameter


tunggal. Dalam pengaturan tekanan intra-abdominal, dekompresi abdomen telah
direkomendasikan pada kegagalan fungsi paru, kardiovaskular dan ginjal. Selain
itu, tekanan intra-abdominal yang tidak memberi respon terhadap intervensi
standard dan indicator usus iskemik ( asidosis dengan tonometri atau warna usus
kehitaman terlihat melalui materi cakupan transparan) dianjurkan tindakan
dekompresi. Kegagalan fungsi paru dan hiperkapnia telah diidentifikasikan
sebagai indikator penting terjadi kegagalan fungsi paru dan harus mendapat
tindakan dekompresi dengan segera. (3)
Dekompresi abdomen dan manejemen luka
Setelah keputusan dilakukan untuk melakukan dekompresi bedah dan
kebutuhan intervensi ditegakkan, lokasi dan transportasi harus disediakan.
11

Keputusan yang diambil untuk melakukan dekompresi dalam unit rawat intensif
(ICU) adalah fungsi dari persyaratn ventilasi dari pasien dan resiko yang berkaitan
dengan transportasi ke ruang operasi. Walaupun suplai pernapasan optimal
mungkin sudah optimal di ICU, namun lokasi ini biasanya kurang optimal untuk
mengendalikan perdarahan bedah. (3)
Potensi utama perdarahan intra-abdominal bervariasi, tetapi bisa menjadi
signifikan pada pasien dengan ACS. Perencanaan operasi harus mencakup
kontinjensi untuk pengelolaan perdarahan bedah ditemui ketika dekompresi
dilakukan di ICU, yang mungkin memerlukan transportasi mengemas dan segera
ke ruang operasi. Wajib bahwa ruang operasi segera disediakan dan tepat dikelola
sebelum memulai sebuah dekompresi abdomen ICU. Pasien yang memerlukan
saluran tekanan udara yang tinggi untuk pertukaran gas memerlukan transportasi
dengan menggunakan ventilator yang bertekanan tinggi didukung oleh sumber
baterai. (3)
Dekompresi abdomen memicu keadaan fisiologis dan metabolic yang
buruk harus diantisipasi. Hal ini termasuk peningkatan yang besar pada
pengaturan paru dengan elevasi dalam menit ventilasi dan alkalosis respiratorik
kecuali terdapat perubahan ventilasi yang tepat. (3)
Washout merupakan hasil dari akumulasi metabolisme anaerob dan
member kesan dan pemberian bolus asam dan Kalium secara sistemik langsung ke
jantung. Hal ini bisa menyebabkan aritmia dan asystol. Maka sangat penting
untuk mengantisipasi, mengidentifikasi dan mengobati efek dari gejala ini. (3)
Hal pertama yang harus dilakukan setelah tindakan dekompresi adalah
penutupan fasia secara segera. Cara alternatif untuk melindungi abdomen adalah
menutup kulit dengan menggunakan klip atau jahitan juga bisa dibungkus dengan
penutup silicon dan graft. (3)
Pasien yang pernah dilakukan laparatomi dekompresi masih kemungkinan
ACS untuk kambuh, dan harus pertimbangkan untuk melakukan eksplorasi
bertahap terhadpabagian yang ditutup. Penutupan fasia mengambil waktu 7-10
hari untuk perbaikan diikuti dengan penebalan kulit dan granulasi diikuti dengan
perbaikan dari hernia dari dinding abdomen sehingga beberapa bulan. Akhirnya,

12

manajemen awal pada abdomen yang terbuka harus mencakup total kehilangan
cairan dan penggantian cairan yang signifikan.(3)
Terapi Intervensi
Standar perawatan untuk hipertensi intra-abdomen mengarahkan abdominal
compartment syndrome ditangani dengan laparotomi dekompresif dengan
penutupan dinding abdominal temporer untuk memperbesar ruang peritoneal dan
mengurangi tekanan inta-abdominal sehingga mencapai tingkat yang normal.(4)
Skema penanganan ini parallel dengan standar penanganan sindrom
kompartemen ekstremitas atau sindrom kompartemen dada. Serupa dengan
sindrom kompartemen ekstremitas, setelah penyebab hipertensi intra-abdominal
dikontrol (perdarahan, asites) abdomen dapat secara primer tertutup. Jika ACS
disertai dengan edema intestinal, penutupan primer jarang terjadi dan dapat
tercapai dengan beberapa metode memperluas pembungkus peritoneal untuk
mencegah ACS rekuren. (4)
Teknik ini menggunakan teknik separasi musculo-fasial, graft prostetik, dan
graft kulit atau flap untuk rekonstruksi dinding abdomen. Ketika terapi operatif
denganmudah diterima di komunitas bedah, berbagai pengobatan non-bedah telah
dieksplorasi sebagai alternatif baik dikalangan medis maupun bedah, termasuk
drainase kateter, terapi pangganti ginjal, blokade neuromuscular dan agen
prokinetik jika terdapat gas usus. Merupakan hal yang penting untuk dicatat
bahwa tidak satupun alternatif diteliti dengan prospektif, analisis percobaan acak
terkontrol mendukung efisiensi mereka dibandingkan dengan gold-standar
laparotomi dekompresif. (4)
X. Ringkasan
Abdominal compartment syndrome adalah kondisi berpotensi tinggi
membawa kematian. Kondisi ini harus didiagnosa secara dini dan harus ditangani
secara efektif untuk mengoptimalkan hasil. Sebagian besar kematian terkait
dengan ACS disebabkan oleh sepsis atau kegagalan organ multiple. Kematian
terkait dengan kondisi ini telah dilaporkan dalam 10,6-68% pasien. Dalam satu
seri, pasien yang mati akibat sindroma ini cenderung ke arah jalan yang lebih
13

fulminan, dengan mayoritas kematian terjadi dalam 24 jam pertama dari cedera.
Ada beberapa bukti bahwa sindrom tersebut dapat dicegah dalam kelompok
pasien yang berisiko tinggi dengan penutupan menggunakan graft pada dinding
abdomen setelah dilakukan laparotomi. (3)
Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji lebih lanjut tentang insiden
ini, dalam jangka waktu pendek maupun panjang pada morbiditas dan mortalitas.
(3)

XI. Kesimpulan
Abdominal compartment syndrome didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan intra-abdominal disertai dengan kegagalan fungsi organ-organ. Telah
terbukti bahwa memberi keburukan terhadap fungsi paru, kardiovaskular,
musculoskeletal, ginjal dan sistem saraf pusat. Identifikasi awal terhadap sindrom
ini harus dilakukan untuk pencegahan dan manejemen yang efektif. (3)

Daftar Pustaka

14

1. Backer DD, editor. Abdominal compartment syndrome, Brussels Crit


Care 1999, 3:103-104
2. Tiwari A, Haq AI, Myint F, Hamilton G : Acute compartment
syndrome, British Journal of Surgery,United Kingdom 2002 ;89:397412
3. Bailey J, Shapiro MJ, Abdominal compartment syndrome, Critical
Care 2000, Missouri ; 4:23-29
4. Maerz L, Kaplan LJ, Abdominal compartment syndrome, Critical Care
Medicine Florida 2008 Vol. 36, No. 4
5. World Society of the Abdominal Comparment Syndrome (WSACS),
Florida 2007; p :15-16
6. Cheatham ML, Abdominalcompartment syndrome, Surgical intensive
care unit, Florida 2009 ; 15: 154-162
7. Zenilman ME, Timony MF, How to manage abdominal compartment
syndrome. Brooklyn : cited from : www.contemporarysurgery.com,
2008 ; vol 64 :468-473
8. Deslauries N, Dery R, Denault A, Acure abdominal compartment
syndrome,

Perioperative

Cardiovascular

Round,

Candian

Anestheologists Society, Canada 2009; 56: 678-682


9. Walker J, Criddle LM, pathophysioloy and management of abdominal
compartment syndrome, American Association of Critical-Care
Nurses, American Journal of Critical Care, America 2003; 12:367-371
10. Eddy V, Nunn C, Morris JA, Abdominal compartment syndrome, The
Nashville Experience, Damage Control Surgey, The Division of
Trauma and Surgical Critical Care, Tennessee 1997; p 801-811

15

Anda mungkin juga menyukai