Anda di halaman 1dari 12

Pendahuluan.

Pelaksanaan konseling yang baik mengindikasikan hubungan professional antara dokter dengan
pasiennya. Konseling didesain untuk memahami dan menjelaskan pandangan pasien terhadap
kondisi mereka, dan membantunya mencapai tujuan dan memperbaiki perilaku melalui pilihan
yang telah diinformasikan dengan baik serta bermakna bagi mereka.
Kompetensi tersebut tercantum dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia, yaitu lulusan
dokter diharapkan mampu:
Mendengarkan dengan aktif untuk menggali permasalahan kesehatan secara holistik
dan komprehensif

Menyampaikan informasi yang terkait kesehatan (termasuk berita buruk, informed


consent) dan melakukan konseling dengan cara yang santun, baik dan benar.

Melakukan Keterampilan Klinis

Konseling kontrasepsi 4A

Konseling prakonsepsi 4A

Konseling kontrasepsi/ KB pascasalin 4A

Anamnesis dan konseling kasus gangguan metabolisme dan endokrin 4A

Anamnesis dan konseling anemia defisiensi besi, thalasemia, dan HIV 4A

Konseling vaksin 4A

Karena pentingnya kemampuan konseling, pelatihan mengenai pengetahuan melakukan


konseling yang baik bagi lulusan dokter menjadi penting.

Tujuan Pembelajaran:
Mahasiswa mampu menjadi konselor yang baik sehingga pasien bisa mengambil keputusan
sendiri untuk mengubah perilaku menjadi lebih baik.

Konseling merupakan suatu tindakan membantu klien untuk melihat suatu permasalahan
secara lebih nyata dan bila memungkinkan dari sudut pandang berbeda.

Hal ini dapat

membantu klien memusatkan pada permasalahan terkait pengalaman atau perasaannya


dengan tujuan untuk membuat perubahan yang positif.
Tujuan konseling adalah membantu klien agar :
-

Mengetahui apa yang harus dan akan dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan

Merasa lebih baik, jauh dari ketegangan dan tekanan terus menerus Berfungsi maksimal
sesuai dengan potensi yang dimiliki

Mencapai sesuatu yang lebih baik karena sifat positif dan optimistis

Bisa menyesuaikan diri dengan baik terhadap tuntutan dari lingkungan

Krumboltz (Shertzer dan Stone, 1980) menegaskan bahwa tujuan konseling handaknya
memperhatikan kriteria sebagai berikut :
(1) diinginkan oleh klien,
(2) harus ada keinginan dari konselor untuk membantu klien dalam mencapai tujuan
(3) pencapaiannya dapat dinilai oleh klien.
Untuk memenuhi kriteria ini, tujuan konseling harus dinyatakan dalam tindakan yang spesifik,
termasuk tingkatan dan kondisinya.
Salah satu teknik pendekatan konseling dalam bidang kesehatan yang menjadi panduan adalah
teknik BATHE (teknik diagnosis sebagai batu loncatan ke konsultasi)

Background : menanyakan kemungkinan adanya masalah psikososial untuk membantu


mendapatkan hubungan dengan pasien.

Affect : untuk memeriksa feeling state termasuk adanya tanda-tanda anxietas.

Trouble : Menanyakan tentang bagaimana masalah yang dialami menyusahkan pasien.

Handling : Menanyakan bagaimana pasien menangani masalah tersebut.

Empathy : Menunjukkan pengertian atas kesulitan pasien dan membawa perasaannya


ke arah yang logis.

2.1.7 Tahapan Konseling


Lima langkah/tahapan dalam konseling adalah sebagai berikut (YPKP, Depkes RI & IBI, 2006).
1. Membina hubungan melalui membangun rapport-tahap awal.
Membina hubungan yang ramah, dapat dipercaya, dan menjamin kerahasiaan.
Mengucapkan salam.
Mempersilakan klien duduk.
Menciptakan situasi yang membuat klien merasa nyaman.
2. Identifikasi masalah.
Beberapa klien mungkin akan menyampaikan secara langsung permasalahannya saat
konselor menanyakan maksud dan tujuan klien mendatangi konselor. Namun tidak
jarang, konselor harus menggunakan keterampilannya untuk mampu menangkap
permasalahan yang dihadapi dari cerita/penjelasan klien. Selama identifikasi masalah
konselor harus menjadi pendengar yang baik dan mengamati tanda tanda nonverbal.
3. Penyelesaian masalah.
Berikan informasi setepat dan sejelas mungkin sesuai dengan persoalan yang diajukan,
termasuk berbagai alternatif jalan keluar. Hindari memberikan informasi yang tidak
dibutuhkan klien.
4. Pengambilan keputusan.
Mendorong dan membantu klien untuk menentukan jalan keluar atas persoalan yang
dihadapinya.
5. Menutup/menunda konseling
Bila klien terlihat puas, ucapkan salam penutup. Bila diskusi dengan klien belum selesai
dan klien belum mampu mengambil keputusan, tawarkan klien untuk mengaturr
pertemuan selanjutnya.

Brammer (1979) mengetengahkan tahap dalam layanan konseling, yaitu tahap


penciptaan hubungan dan tahap pengadaan fasilitas untuk memungkinkan dilakukan
langkah yang positif.

Tahap 1, penciptaan hubungan ini mencakup:


a. Entry atau memasuki fase konseling yaitu mempersiapkan klien dan membuka
hubungan.
b. Clarification yaitu pelajaran mengenai masalah dan yang ada kaitanya dengan
masalah itu serta sebab-sebab mencari bantuan.
c. Structure yaitu merumuskan kesepakatan mengenai apa yang akana dilakukan.
d. Relationship, yaitu membina hubungan yang bersifat bantuan.

Tahap II, pengadaan fasilitas untuk memungkinkan dilakukan langkah yang positif, yang
meliputi:
a. Exploration, yaitu mengungkapkan masalah, melalui pengumpulan fakta sampai
sampai merumuskan masalah.
b. Consolidation, yaitu menconsolidasi dalam rangka menjajaki alternatif-alternatif.
c. Planning, yaitu menyusun rencana untuk melakukan langkah-langkah dengan
menggunakan strategi untuk membantu klien.
d. Termination, yaitu memperhatikan konseling dengan melakukan penilaiaan
terhadap hasil-hasil yang telah diperoleh.

Levenberg dan Esler mengemukakan hal-hal yang dapat menunjang seorang konselor di
dalam melakukan komunikasi yang baik, yaitu:

1. Pembentukan kesan pertama yang ramah dan baik


2. Menciptakan rapport pada awal sesi konseling, menunjukkan empati, dan
meyakinkan individu yang menjadi klien
3. Menghilangkan hambatan bagi komunikasi yang baik (misalnya sikap yang kurang
sopan, kurang memperhatikan, tidak mengizinkan klien untuk menunjukkan
ketakutan atau bertanya, bersikap menghakimi dan tidak sabar)

4. Menggunakan active listening pada klien, yaitu menunjukkan bahwa apa yang
disampaikan oleh klien ditanggapi, dan dikonfirmasi ulang pada pokok informasi
yang relevan terhadap permasalahan
5. Memberikan informasi secara sederhana dan menggunakan alat bantu visual
sebanyak mungkin (misalnya miniature, pamphlet, gambar)
6. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan secara benar dan efektif, serta
menggunakan open-ended question
7. Mengizinkan klien untuk bertanya dan mencari klarifikasi
8. Menyadari momen-momen yang teachable dan memanfaatkan kesempatan
tersebut untuk membuat klien membuat solusi yang tepat

Setelah membentuk kondisi yang dapat menunjang komunikasi yang baik antara konselor dank
lien, maka selanjutnya seorang konselor harus memiliki kemampuan komunikasi dasar.

1. Hadir (attending)
Hadir dalam konteks ini mengacu pada cara seorang konselor untuk
bersama dengan pasien secara fisik dan psikologis.

Effective attending

mengisyaratkan kepada klien bahwa mereka dapat berbagi cerita mengenai


masalah yang sedang dihadapinya.

Penggunaan akronim SOLER dapat

membantu konselor menunjukkan inner attitude, rasa hormat dan kesungguhan


kepada klien.

S untuk square
Squarely face your client, tatap klien secara seksama. Posisikan diri yang
mengindikasikan bahwa klien diperhatikan.

O untuk Open Posture


Tanyakan pada diri sendiri apakah posis yang telah digunakan
menunjukkan keterbukaan terhadap komunikasi yang dilakukan.

L untuk Lean

Lean towards the client pada saat yang tepat untuk menunjukkan bahwa
masalah yang sedang dibicarakan sangat diperhatikan.

E untuk Eye contact


Penggunaan kontak mata yang tepat memberikan pesan kepada plien
bahwa ia mendapatkan perhatian penuh dan dapat menceritakan apapun
masalahnya.

R untuk relaxed
Konselor hendaknya bersikap santai, tidak tegang dan bersikap alamiah
terhadap pembicaraan atau pembahasan masalah yang sedang dilakukan.

2. Mendengar (listen)
Mengengar mengacu pada kemampuan konselor untuk menangkap dan
mengerti pean yang klien komunikasikan selama klien bercerita, baik secara
verbal maupun nonverbal. Teknik mendengar di dalam konseling adalah actibe
listening yang melibatkan empat hal, yaitu mendengarkan dan memahami pesan
verbal klien, mendengar disertai dengan interpretasi terhadap bahasa tubuh
yang ditunjukkan klien, mendengar dan memahami klien pada konteks yang
sesuai, serta mendengar dengan empati.
Egan mengemukakan

beberapa hal yang dapat menjadi hambatan

seorang konselor untuk melakukan active listening:

a. Inadequate listening, konselor mudah terdistraksi


b. Evaluative listening, mendengar sambil menghakimi
c. Filtered listening, konselor hanya mendengar pokok-pokok pembicaraan
tertentu saja
d. Labels as filters, konselor memberikan label pada klien sehingga
mempengaruhi profesionalitas konselor

e. Fact centered rather than person centered, konselor hanya berfokus pada
masalah yang nyata dan tidak memperhatikan masalah-maaslah lain yang
belum ditunjukkan oleh klien
f. Rehearsing, konselor mengulang-mengulang pertanyaan yang menunjukkan
bahwa ia tidak mendengarkan pembicaraan klien secara aktif
g. Sympathetic listening, konselor terbawa perasaan terhadap masalah yang
dihadapi klien sehingga juga mengganggu profesionalitasnya dalam
membantu klien mengatasi masalah

3. Empati
Empati adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami perasaan
dari orang lain tanpa mengalami perasaan yang serupa. Empati melibatkan
mendengar

klien,

memahami

yang

menjadi

kekhawatiran

klien,

dan

mengkomunikasikannya dengan klien dalam cara yang membuat klien lebih


memahami dirinya dan mencari sendiri solusi yang tepat bagi dirinya. Konselor
menciptakan

kebersamaan

mengikutinya,mengarahkan

dengan
dan

klien,

berjalan

membimbingnya,

bersama-

dalam

sarna,

menghadapi

masalahnya. Konselor juga bersifat hangat, terbuka, bersahabat, peduli dan


jujur, serta obyektif dalam memandang permasalahan klien, Konselor mencoba
untuk berpikir dan merasakan segala sesuatunya bersama-sama dengan klien.

4. Probing or questioning
Pada keterampilan ini, konselor mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang efektif dan efisien untuk menggali data-data yang akurat mengenai masalah
yang sedang dihadapi klien. Hal ini dapat memberikan keuntungan berupa
memacu klien menceritakan masalahnya secara lebih lengkap, membantu klien
tetap focus pada masalah utama.

5. Summarizing
Merangkum pada sesi-sesi tertentu dari konseling dapat membantu lebih
fokus pada masalah yang telah didiskusikan sebelumnya.

6. Integrating communication skills


Keterampilan komunikasi harus diintegrasikan sedemikian rupa selama
konseling. Hal ini dapat semakin memberikan kepercayaan klien pada konselor
dalam rangka mencari solusi yang tepat bagi dirinya sendiri.

7. Congruence
Konselor dalam hal ini harus bisa menjadi dirinya sendiri seutuhnya.
Konselor perlu memiliki harmoni dalam keseluruhan aspek hidupnya, menyadari
keterbatasan diri, tidak berpura-pura dalam bersikap den tidak mencoba
menutupi kenyataan tentang siapa dirinya. Bersikaplah jujur terhadap diri sendiri
den klien, den perlu adanya konsistensi antara kata dan perbuatan.

Selain hal-hal tersebut di atas seorang konselor diharapkan pula dapat:


-

Memiliki sense of humor

Memiliki self dicipline

Memiliki self responsibility

Memiliki positive self concept

Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang


karakteristik perkembangan manusia.

Berpikir dan bersikap kreatif

Bersikap aktif dalam mengemb~ngkan komunikasi baik


yang bersifat verbal maupun non verbal. Secara verbal
melalui penguasaan respon- respon konselor: probe,
reflection of feelings, reflection of content, summary dan
ability potential. Secara non verbal melalui body language,

eye contact, facial expression.

Terkait dengan kualitas diri tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu
dihindari oleh konselor yaitu :
-

Memberi nasehat

Banyak bicara

Terlalu membuka diri

Memandang rendah klien

Bersikap defensif

Memprioritaskan kebutuhan dan nilai pribadinya

Memandang rendah diri sendiri karena pengaruh usia, pengetahuan dan


pengalaman

Memiliki harapan yang berlebihan terhadap klien

Inkonsisten dan subyektif

Jangan memecahkan masalah secara langsung tetapi beri alternatif pilihan bagi
klien.

Timeline Skill Lab

23 menit briefing.
60 menit roleplay (@ 20 menit) + 30 menit feedback (@ 10 menit) + 30 menit feedback dosen
pengampuh (@5 menit).
30 menit roleplay kelompok besar; Feedback.

Yang perlu disiapkan oleh mahasiswa untuk mengikuti Skil Lab


1. Mempersiapkan bahan (soft copy bahan tinjauan pustaka dan/atau gambar, grafik dan
poster) mengenai:
a. Keluarga Berencana
b. TBC (DOTs)
c. Vaksin dasar untuk tahun pertama

Yang perlu disiapkan oleh coordinator Skill Lab


1. Mikropon
2. Kursi sesuai jumlah tiap kelompok

Pelaksanaan Konseling
1. Kelas dibagi menjadi kelompok besar berisi 15 mahasiswa.
2. Tiap kelompok besar dibagi menjadi 3 mahasiswa/kelompok.
3. Setiap mahasiswa melakukan roleplay secara bergantian, menjadi dokter, pasien dan
observer.
4. Topik akan dipilihkan oleh dosen yang mengampuh.
5. Setelah setiap sesi konseling, dilakukan feedback. Feedback dilakukan dengan feedback
sandwich.

Check-list Konseling
Background; Menanyakan masalah psikososial
dan membangun rapport -> Respect
Mengucapkan salam.
Mempersilahkan klien duduk
Melakukan kontak mata
Menggunakan bahasa yang sesuai dengan klien
Duduk dengan posisi yang sopan, nyaman dan
condong ke depan, tidak menyilangkan kaki.
Mengajak pasien untuk menceritakan masalah yang
dirasakannya
Menggunakan komunikasi verbal dan non-verbal
Menunjukkan postur terbuka dan tersenyum
Affect; Memeriksa feeling state, tanda tanda
anxietas -> Observation
Memperhatikan tanda non-verbal dari pasien
Menanyakan perasaan pasien terhadap kondisi
yang dirasakannya
Melakukan klarifikasi terhadap perasaan pasien
(refleksi perasaan)
Menggunakan pertanyaan terbuka
Tidak memotong kalimat pasien.
Trouble; Menanyakan masalah yang dianggap
menyusahkan -> Probing
Menanyakan masalah yang paling membuat pasien
cemas

Tidak
Dilakukan

Dilakukan,
tidak lengkap

Dilakukan,
lengkap

Keterangan Tambahan

(Kurang serius, tidak natural,


kasar pada pasien, dll)

Menanyakan apa arti adanya masalah ini dalam


kehidupan pasien
Handling; Menanyakan bagaimana pasien
menangani hal tersebut -> Active Listening
Menanyakan masalah yang paling membuat pasien
cemas
Menanyakan adanya dukungan dari keluarga/rekan
dalam permasalahannya.
Emphaty;
Menunjukkan
membawa perasaan ke
Understanding

pengertian
dan
arah logis ->

Merangkum permasalahan yang dijelaskan oleh


pasien dalam bahasa sendiri (refleksi isi)
Memberikan informasi yang
permasalahan yang dirasakan

sesuai

dengan

Menanykan apabila ada informasi yang perlu


dijelaskan lebih lanjut.
Tidak memberikan saran atau harapan tertentu
Mendorong partisipasi pasien dalam memberikan
pendapatnya
Minta pasien untuk menentukan pilihannya atau
menjadwalkan konsultasi berikutnya
Mengulang informasi yang dibutuhkan (refleksi isi)
Mengingatkan untuk menghubungi dan datang
apabila ada yang ingin ditanyakan
Mengucapkan salam.

Anda mungkin juga menyukai