Anda di halaman 1dari 4

BAHAYA PERBUATAN BIDAH

:

:
[ .

]
:
Terjemah hadits / :
Dari Ummul Muminin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahuanha dia berkata : Rasulullah
Shallallahualaihi wasallam bersabda : Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami
ini yang bukan (berasal) darinya), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhori dan Muslim), dalam
riwayat Muslim disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan
urusan (agama) kami, maka dia tertolak.
Secara bahasa kata bidah berarti temuan baru. Makna yang dimaksud dalam hadits
ini adalah praktik dalam menjalankan agama Islam yang tidak ditemukan sumbernya dari
Rasulullah SAW, sahabat atau Tabiin. Jadi dari definisi ini dapat kita pahami, apabila
temuan baru itu bukan termasuk masalah agama, maka tidak ada salahnya membuat hal-hal
yang baru. Seperti teknologi, administrasi, bisnis dan masalah-masalah yang terkait dengan
teknik. Dalam bidang tersebut Islam sangat mendukung dalam mengembangkan
kreatifitasnya dan memanfaatkan kemajuan teknologoi, selama tidak bertentangan dengan
ketentuan syariat.
Keadaan para generasi sahabat, tabiin dan sesudahnya. Untuk masalah ritual,
keyakinan, dan agama, mereka hanya mengikut apa yang dilakukan oleh Nabi Saw.
Sementara dalam urusan dunia, mereka inovatif, berjuang, kerja keras sehingga melahirkan
peradaban Islam yang sebenarnya. Tetapi kaum Muslimin saat ini kebanyakan mengambil
sikap terbalik. Dalam masalah dunia, mereka cenderung mengikuti produk bangsa lain, tidak
menciptakan produk sendiri. Sementara dalam masalah ibadah, ritual, pendekatan kepada
Allah swt, mereka justru berinovasi dan membuat hal-hal baru yang tidak diterima oleh
syariat.
Banyak praktik ibadah dan berbau ibadah yang mereka praktikkan seperti merayakan
hari kelahiran dan hari kematian. Apabila terjadi kematian, maka keluarga yang meninggal
membuat acara lebih dari apa yang disunnahkan oleh Nabi SAW tiga hari untuk bertaziyah.
Mereka membuat acara makan-makan pada hari ke tujuh, hari ke empat puluh, hari ke
seratus. Apalagi kalau yang meninggal itu tokoh, orang Alim, pimpinan pesantren,

keluarganya memperingati hari kematian orang tersebut tiap tahun. Jadi sekian banyak tokoh,
tiap tahun diperingati kematiannya. Hal-hal tersebut merupakan amalan yang tertolak, karena
memang praktik itu tidak dikerjakan oleh Rasul dan sahabatnya, akan tetapi dibuat-buat oleh
orang yang datang belakangan. Mereka ada-adakan cara-cara berzikir yang tidak diajarkan
oleh Rasul Saw. Mereka menari dan bergoyang. Mereka ciptakan lagu-lagu dan senandung
berbau pujian kepada Nabi. Hal-hal seperti inilah yang harus dirubah oleh umat Islam jika
mereka ingin maju dan bersaing dengan umat lain. Untuk masalah Ibadah dan pendekatan
pada Allah, mereka harus ber-ittiba (mengikut apa adanya) kepada Rasulullah Saw.
Dahulu ada sahabat Nabi yang berpuasa dan dia berdiri tepat di bawah sinar matahari,
sahabat itu berpikir apabila dia berpuasa dan berdiri di bawah sinar matahari maka pahala
puasanya akan lebih besar. Kemudian Rosulullah mengetahui hal itu dan beliau melarang
sahabat untuk berpuasa diwah sinar matahari, karena sesungguhnya Allah tidak pernah
memerintahkan hal yang seperti itu, dan apa yang telah diperintahkan oleh Allah itu sudah
merupakan kebenaran yang tidak perlu ditambahi. Ini sesuai firman Allah dalam surat ALAnam :153

()

Artinya:
Dan sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang
lain) yang akan menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia Memerintahkan
kepadamu agar kamu bertakwa.
Perbuatan Bidah sangat berbahaya karena pengaruhnya sangat buruk terhadap Islam
dan pelakunya. Bidah mengakibatkan hilangnya kemurnian dan pudarnya keaslian Islam
sebagai agama yang diturunkan oleh Allah dan diwariskan oleh Rosulullah SAW. Hal itu
karena bidah berarti menambah atau mengurangi ajaran yang asli, sementara Islam adalah
ajaran yang sempurna dari Allah Swt yang tidak memerlukan tambahan yang dibuat oleh
manusia. Dengan adanya tambahan itu, seolah-olah manusia menganggap bahwa apa yang
diwariskan oleh Nabi belum sempurna yang masih memerlukan tambahan. Tentu konsep
berfikir seperti ini keliru besar. Karena Allah Swt telah menegaskan dalam firmanNya :
Pada hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu.

Dengan adanya bidah mengakibatkan Islam menjadi tidak seragam di seluruh dunia.
Sehingga ada embel-embel lain yang ditempelkan kepada Islam, seperti Islam Indonesia,
Islam Timur Tengah, Islam Turki, Islam Pakistan, Islam mana lagi. Hal ini tak diperkenankan
dalam Islam. Islam hanya satu. Kemanapun seseorang pergi dan ingin mengetahui tentang
Islam, ia akan menemukan keseragaman.
Dengan keberadaan hadits ini, tidak seorangpun yang dapat merubah Islam dengan
memberi tambahan pada ajarannya. Bayangkan jika tidak ada ajaran tegas seperti isi hadits
ini, akan seperti apakah corak-corak Islam yang beraneka ragam, dan pasti akan
membingungkan dalam pengamalannya. Karena ia diserahkan pada inovasi dan inspirasi
manusia, ingin menambahi atau mengurangi yang sudah ada.
Islam harus dibiarkan apa adanya seperti diturunkan pertama kali oleh Allah Swt dan
dipraktikkan oleh Rasulullah dan sahabatnya. Islam tidak boleh dibumbui oleh budaya, adat
istiadat, kultur masyarakat, baik kultur masyarakat muslim sendiri apalagi yang bukan
muslim.

REFERENSI :

Putra, Budi Jaya. 2013. Fathul Qulub. Yogyakarta: PERSADA(Pesantren Mahasiswa KH.
Ahmad Dahlan )
AlIed, Ibnu Daqiq. 2001. Syarah Hadits Arbain Imam Nawawi. Yogyakarta: Media
Hidayah
http://www.hasanalbanna.com/ diakses 27 Mei 2014

Anda mungkin juga menyukai