Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
SKENARIO B BLOK 16
04121401001
04121401003
Rafenia Nayani
04121401024
04121401026
04121401027
Bagus Prasetyo
04121401067
04121401069
Adisti Meirizka
04121401070
Ima Desliana
04121401091
Norfaridzuan
04121401102
Muhammad Adil
04121401103
Daniela Selvam
04101401027
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
KEGIATAN TUTORIAL
SKENARIO...
KLARIFIKASI ISTILAH.
IDENTIFIKASI MASALAH..
HIPOTESIS.......................
ANALISIS MASALAH.
35
TOPIK PEMBELAJARAN.
36
SINTESIS 1 ......
37
SINTESIS 2 ..
52
SINTESIS 3 ..
56
SINTESIS 4 ..
62
KESIMPULAN
72
DAFTAR PUSTAKA
72
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul Laporan Tutorial Skenario B
Blok 16 sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada
junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutpengikutnya sampai akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih
kepada :
1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. Diah Syafriani, Sp. PD. selaku tutor kelompok 1,
3. teman-teman sejawat FK Unsri,
4. semua pihak yang telah membantu kami.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.
Amin.
Kelompok 1
KEGIATAN TUTORIAL
Tutor
Moderator
: Muhammad Adil
Sekretaris Meja 1
: Rafenia Nayani
Sekretaris Meja 2
Pelaksanaan
A. SKENARIO
Rika, 7 tahun , diantar ibunya ke klinik THT RSMH dengan keluhan sakit tenggorok dan demam
sejak satu hari yang lalu. Sejak tiga hari yang lalu Rika sudah menderita batuk pilek. Keluhan
nyeri dan keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu penderita. Keluhan serupa dialami Rika
tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di puskesmas.
Pemeriksaan fisik :
Tekanan darah normal , denyut nadi normal, frekuensi pernapasan normal, suhu 38,0oC.
Pemeriksaan satus lokalis :
Otoskopi dalam batas normal
Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri :
Mukosa hiperemis
Konka inferior edema +/+ hiperemis +/+
Sekret kental berwarna putih
Orofaring :
Tonsil T3-T3 , detritus (+) kripta melebar
Dinding faring hiperemis (+) , granula (+)
Post Nasal drip (+)
Pemeriksaan laboratorium :
Hb : 12,5 g% , WBC : 12.000/L, Trombosit 250.000/L
B. KLARIFIKASI ISTILAH
No.
Istilah
Pengertian
Sakit tenggorokan
Demam
Batuk
Pilek
Otoskopi
telinga
7
Rhinoskopi
Konka inferior
10
Sekret
Produk kelenjar
11
Orofaring
12
Tonsil T3-T3
13
Detritus
14
Kripta
15
16
Granula
C. IDENTIFIKASI MASALAH
MASALAH
KONSEN
Rika, 7 tahun , diantar ibunya ke klinik THT RSMH dengan keluhan sakit
tenggorok dan demam sejak satu hari yang lalu.
Sejak tiga hari yang lalu Rika sudah menderita batuk pilek. Keluhan nyeri
dan keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu penderita.
Keluhan serupa dialami Rika tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di
puskesmas.
Pemeriksaan fisik :
Tekanan darah normal , denyut nadi normal, frekuensi pernapasan normal,
suhu 38,0oC.
Pemeriksaan satus lokalis :
Otoskopi dalam batas normal
Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri :
Mukosa hiperemis
Konka inferior edema +/+ hiperemis +/+
Sekret kental berwarna putih
Orofaring :
Tonsil T3-T3 , detritus (+) kripta melebar
Dinding faring hiperemis (+) , granula (+)
Post Nasal drip (+)
Pemeriksaan laboratorium :
Hb : 12,5 g% , WBC : 12.000/L, Trombosit 250.000/L
D. HIPOTESIS
Rika, 7 tahun, diduga menderita rhinotonsilofaringitis kronik eksaserbasi akut.
E. ANALISIS MASALAH
1. Rika, 7 tahun , diantar ibunya ke klinik THT RSMH dengan keluhan sakit tenggorokan
dan demam sejak satu hari yang lalu.
1.1 Apa etiologi dari :
a. Sakit Tenggorokan
Jawaban:
group
A,
korinebakterium,
arkanobakterium,
Neisseria
dipengaruhi
faktor
predisposisi
seperti
rinitis
zat kimia yang dikenal pirogen endogen produksi sitokin IL-1, IL-6, TNF
(khususnya IL-1 yang berfungsi sebagai anti infeksi) merangsang sel-sel
endotel
hipotalamus
menghasilkan
asam
arakhidonat
sintesis
Rokok
Asap
SO2
Pnemokoniosis
Penyakit kolagen
Penyakit granulomatosa
Mekanik :
Laringitis akut
Postnasal drip
Bronkitis akut
Aspirasi
Pneumonia
Pleuritis
Perikarditis
Infeksi :
Bronkitis kronis
Asma
Emfisema
Tumor laring
Fibrosis kistik
Tumor paru
Bronkiektasis
Tumor :
Psikogenik
b. Pilek
Jawaban:
Berbagai virus yang berbeda menyebabkan terjadinya common cold:
-
Virus influenza
10
Umur
Influenza musiman cenderung menargetkan anak muda dan orang di atas 65.
Namun, tampaknya paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda.
Pekerjaan
Pekerja perawatan kesehatan dan personil perawatan anak lebih mungkin
untuk memiliki kontak dekat dengan seseorang yang terinfeksi influenza.
11
Kondisi hidup
Orang-orang yang tinggal di fasilitas bersama dengan warga lainnya, seperti
rumah jompo atau barak militer, lebih mungkin untuk mengembangkan flu.
Penyakit kronis
Kondisi kronis, seperti asma, diabetes atau jantung, dapat meningkatkan
risiko komplikasi influenza.
Kehamilan
Wanita hamil lebih mungkin untuk mengalami komplikasi influenza,
terutama pada trimester kedua dan ketiga.
3. Keluhan serupa dialami Rika tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di
puskesmas.
3.1 Apa faktor pencetus timbulnya keluhan yang berulang ?
Jawaban:
Ada 2 kemungkinan. Pertama, penyakit pasien yang 3 bulan lalu sudah benar-benar
sembuh dan terjadi infeksi oleh patogen baru, jadi pasien masih dalam fase infeksi akut.
Kedua, keluhan yang muncul kembali akibat exacerbasi dari keluhan yang dulu, hal ini
bisa disebabkan oleh imunitas yang sedang menurun dan pengobatan yang tidak
adekuat sehingga masih ada patogen yang tersisa dalam tubuh walaupun tidak
menimbulkan gejala yang mengganggu pasien,sehingga dianggap sembuh. Namun,
patogen aktif dan berkembang biak kembali karena faktor yang sudah disebutkan di
atas. Hal ini menandakan terjadinya fase kronik.
3.2 Mengapa keluhan sakit tenggorokan dan demam didahului dengan sakit batuk
pilek ?
Jawaban:
Karena batuk dan pilek merupakan faktor pencetus untuk terjadinya sakit tenggorokan
dan demam yang memicu terjadinya kembali keluhan yang serupa dengan yang pernah
dialami Rika 3 bulan lalu. Batuk pilek menyebabkan alergi, hasil-hasil dari alergen itu
12
dapat menyebabkan demam. Pirulen-pirulen yang dihasilkan dari pilek yang berupa
post nasal drip, dapat menyebabkan timbulnya peradangan pada tenggorokan.
4. Pemeriksaan Fisik
4.1 Interpretasi dan mekanisme yang abnormal dari:
a. Suhu 38,0o C
Jawaban:
Interpretasi suhu 38,0 oC demam subfebris
Normal: 36oC 37oC
Mekanisme abnormal suhu 38.0 oC :
Infeksi mikroogarnisme masuk ke dalam tubuh memiliki suatu zat toksin /
racun tertentu dikenal sebagai pirogen eksogen tubuh berusaha melawan dan
mecegahnya sistem imun tubuh, antara lain berupa leukosit, makrofag, dan
limfosit untuk memakanannya mengeluarkan zat kimia yang dikenal pirogen
endogen yang memproduksi sitokin IL-1, IL-6, TNF- (khususnya IL-1 yang
berfungsi sebagai anti infeksi) merangsang sel-sel endotel hipotalamus
menghasilkan asam arakhidonat sintesis prostaglandin E2 (PGE 2)
mempengaruhi kerja dari thermostat hipotalamus meningkatkan set point
pada termostat hipotalamus suhu 38,0oC
5.Pemeriksaan status lokalis
5.1 Interpretasi dan mekanisme yang abnormal dari:
- Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri:
a. Mukosa hiperemis
Jawaban:
Infeksi pada hidung inflamasi mukosa hidung aktivasi sel mast
13
14
aliran darah
tangan kiri (right handed), arah horizontal, dengan jari telunjuk ditempelkan
pada dorsum nasi. Tangan kanan untuk mengatur posisi kepala. Spekulum
15
Konka inferior, konka media dan konka superior warnanya merah muda
(normal), pucat atau hiperemis. Besarnya, eutrofi, atrofi, edema atau hipertrofi.
Septum nasi cukup lurus, deviasi, krista dan spina. 26
Jika terdapat sekret kental yang keluar dari daerah antara konka media dan
konka inferior kemungkinan sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis
etmoid anterior, sedangkan sekret yang terdapat di meatus superior berarti
sekret berasal dari sinus etmoid posterior atau sinus sphenoid. Massa dalam
rongga hidung, seperti polip atau tumor perlu diperhatikan keberadaannya. Asal
perdarahan di rongga hidung, krusta yang bau dan lain-lain perlu diperhatikan.
- Orofaring:
PEMERIKSAAN MULUT DAN FARING( OROFARING )
Dua per tiga bagian depan lidah ditekan dengan spatula lidah kemudian
diperhatikan :
1. Dinding belakang faring : warnanya, licin atau bergranula, sekret ada atau
tidak dan gerakan arkus faring.
2. Tonsil : besar, warna, muara kripta, apakah ada detritus, adakah perlengketan
dengan pilar, ditentukan dengan lidi kapas.
Besar tonsil ditentukan sebagai berikut:
T0
T1
T2
T3
T4
16
Indikasi absolut:
17
Indikasi Relatif:
a) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik
adekuat.
b) Halitosis akibat Tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis.
c) Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik
dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten (Kartika, 2008).
Kontraindikasi tonsilektomi :
Keadaan tersebut yakni: gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau
penyakit berat, anemia, dan infeksi akut yang berat (Kartika, 2008).
Jika penyebabnya adalah virus tidak dianjurkan untuk diberikan antibiotik,
cukup dengan istirahat yang cukup dan pemberian cairan yang sesuai. Juga dapat
diberikan obat kumur (gargles) dan obat hisap (lozenges) untuk meringankan
nyeri tenggorokan.
Jika penyebabnya adalah bakteri, infeksi streptokokus grup A merupakan satusatinya faringitis yang memiliki indikasi kuat dan aturan khusus dalam
pemberian antibiotik. Antibiotik yang dipakai adalah
o penisilin V oral 15-30 mg/kkBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari
o benzatin penisilin G IM tunggal dengan dosis 600.000 UI (BB<30 kg) dan
1.200.000 UI (BB>30kg)
o amoksisilim 50 mg/kgBB/hari dibagi 2 dalam 6 hari
o eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari, eritromisin estolat 20-40
mg/kgBB/hari dengan pemberian 2, 3 atau 4 kali perhari selama 10 hari
o azitromisin dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari selama 3 hari berturut-turut
6. Pemeriksaan Laboratorium
6.1 Interpretasi dan mekanisme abnormal dari:
a. Hb: 12,5 g%
Jawaban:
Interpretasi: Normal
Nilai Normal Hb menurut Dacie:
-
18
b. WBC: 12.000/L
Jawaban:
Interpretasi WBC 12.000/uL leukositosis (normal 5000-10000/mm3)
Mekanisme abnormal WBC 12.000/uL:
Peningkatan jumlah sel darah putih ini menandakan ada proses infeksi di dalam
tubuh.
c. Trombosit 250.000/L
Jawaban:
Interpretasi: Normal
6.2 Bagaimana cara pemeriksaan dari:
a. Hb: 12,5 g%
Jawaban:
Pemeriksaan Hb menurut Sahli digolongkan kepada metoda colorimetri.
Dasar
Prinsipnya, Hb darah diubah menjadi Hematin chlorida, yang warnanya menjadi
coklat tua (tengguli). warna yang terjadi diencerkan dengan aquadest sampai
dengan warna standart Hematin chlorida.
Alat
Alatnya disebut "HAEMOMETER" yang terdiri dari :
1.
Sepasang cylinder glass berisi larutan standart warna, kita sebut saja
pembanding warna.
2.
5.
19
Bahan
Reagen yang diperlukan : HCl 0,1 N dan Aquadestilata
Cara Pemeriksaan
1. Siapkan tabung dan isilah dengan HCl 0,1 N hingga garis yang terendah (pada
angka 2).
2. Dengan pipet Hb hisap darah sampai angka 20 cc jangan sampai ada
gelembung udara yang ikut dihisap
3. Tuang darah ke dalam tabung pengencer, bilas dengan HCl bila masih ada
darah dalam pipet
4. Biarkan selama 1 menit
5. Tambahkan aquadest tetes demi tetes, aduk dengan batang kaca pengaduk
6. Bandingkan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutan standart
7. Bila sudah sama warnanya penambahan aquadest dihentikan, baca kadar Hb
pada skala yang ada di tabung pengencer.
Nilai Normal Hb menurut Dacie:
-
b. WBC: 12.000/L
Jawaban:
Alat-alat:
1. alkohol 70%
6. Hemocytometer lengkap:
2. kapas
- kamar hitung
3. hemolet
- kaca penutup
4. Cairan Turk
- pipet leukosit
5. mikroskop
- pipet karet
20
Cara:
1. Isap darah kapiler dengan pipet leukosit sampai tanda 0.5, hapuslah kelebihan
darah yang melekat di ujung luar pipet.
2. Isap ke dalam pipet (1) cairan Turk sampai tanda 11, sambil memutar-mutar
pipetnya, lepaskan karetnya.
3. Kocok pipet 10-15 detik dalam posisi horizontal sambil diputar-putar.
4. Kocok lagi selama 3 menit, buanglah 4 tetesan yang pertama lalu diisikan ke
dalam kamar hitung yang bersih, biarkan 2-3 menit.
5. Hitung di bawah mikroskop dengan:
Kamar hitung Improved Neubauer:
Leukosit
6. Hemocytometer lengkap:
2. cawan petri
- kamar hitung
3. hemolet
- kaca penutup
4. cairan Rees-Ecker
- pipet eritrosit
5. mikroskop
- pipet karet
Cara:
1. Isap cairan Rees-Ecker ke dalam pipet eritosit sampai garis tanda 1 dan
buanglah lagi cairan itu
2. Isap darah kapiler dengan pipet eritrosit sampai garis tanda 0.5 dan cairan
Rees-Ecker sampai tanda 101, segera kocok selama 3 menit.
3. Teruskan tindakan-tindakan seperti untuk menghitung eritrosit dalam kamar
hitung
4. Biarkan kamar hitung yang telah diisi dengan sikap datar dalam cawan petri
yang tertutup selama 10 menit agar trombosit mengendap.
5. Hitunglah semua trombosit dalam seluruh bidang besar di tengah-tengah
memakai lensa objektif besar.
6. Jumlah itu dikali 2.000 menghasilkan jumlah trombosit per ul darah
21
COLOUR BAND
&
NEWTONS RING
E
E
22
TEMPLATE
1. How to diagnose
Jawaban:
Anamnesis :
o keluhan utama (sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll)
o riwayat penyakit sekarang (serangan, karakteristik, insiden, perkembangan,
efek terapi dll)
o riwayat kesehatan lalu
- riwayat kelahiran
- riwayat imunisasi
- penyakit yang pernah diderita ( faringitis berulang, ISPA, otitis media )
- riwayat hospitalisasi
Pemeriksaan fisik umum
o usia, tingkat kesadaran, antopometri, tanda tanda vital dll
o pernafasan (kesulitan bernafas, batuk)
Pemeriksaan fisik khusus
Pemeriksaan telinga :
Palpasi : -
Serumen (-)
Sekret (-)
Granulasi (-)
23
Membran timpani :
Tes penala :-
Refleks cahaya
Tes Rinne
Perforasi (-)
Tes Webber
Hiperemis (-)
Tes Schwabach
Tes pendengaran
Pemeriksaan hidung :
Hidung luar (keduanya)
Rhinoskopi anterior :
Bentuk
Mukosa
Oedem
Deformitas
Konka inferior
Nyeri tekan
Sekret
Krepitasi
Pasase udara
Massa
Perdarahan
Rhinoskopi posterior
Koana
Adenoid
Orificium tuba
Torus tubarius
Fossa rosenmuller
Transluminasi
Gigi :
Bentuk
Karies gigi
Warna
Karang gigi
Gerakan
Fraktur
Parese
Palatum (simetris,massa,hiperemis)
Massa
24
Pemeriksaan faring :
Tonsil (keduanya) :
Uvula (letak,hiperemis)
Ukuran
Hiperemis
Kripta
Detritus
Tonsilopharingitis
Tonsillitis diteri
Rhinotonsilopharingitis
Disfagia
Odinofagia
Batuk
Pilek
Demam
subfebris
Pem.kelenjar
Pharynx
Detritus (+)
Tonsil T3/T3
Konka
hiperemis
Edema
25
3. Working Diagnosis
Jawaban:
Rhinotonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut.
4. Patogenesis
Jawaban:
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase
yaitu immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC)
yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan
late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah
pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.
Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF
(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang
disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan
menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan
permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah
hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang
ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung
sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang
menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini
tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai
puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan
jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan
mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan
27
28
bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi (Irawati, Kasakayan, Rusmono,
2008).
Sementara itu, pada fase pertahanan yang dilakukan oleh tonsil, bakteri atau
virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau tonsil berperan
sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini akan
memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang
akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus
tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan
detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi
satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit
tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit
tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan
kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah
didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh
tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih
membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa
mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah
72 jam. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses
radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga
pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini
akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan
diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya
timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini
disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula. (Reeves, Roux,
Lockhart, 2001).
5. Patofisiologi
Jawaban:
29
Adanya infeksi berulang pada tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak
dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di
tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah
menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan satu saat kuman dan toksin dapat
menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh
menurun.
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan
sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini tampak diisi oleh detritus.
Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya
menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris, pada
proses inilah biasanya disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.
Tonsilofaringitis Kronis terjadi akibat pengobatan yang tidak tepat sehingga
penyakit pasien menjadi kronis. Faktor-faktor yang menyebabkan kronisitas
antara lain: terapi antibiotika yang tidak tepat dan adekuat, gizi atau daya
tahan tubuh yang rendah sehingga terapi medikamentosa kurang optimal,
dan jenis kuman yag tidak sama antara permukaan tonsil dan jaringan tonsil.
6. Penatalaksanaan (Farmako dan Non Farmako)
Jawaban:
MEDIKAMENTOSA
Rhinitis hipertropi
-Tujuan terapi adalah mengatasi faktor-faktor penyebab
-Causative : antibiotik
-Simptomatis : antipireutik
Pada kasus akut dimana pembesaran konka terjadi karena pengisian dari
sinus venosus sehingga pembesaran konka dapat dikecilkan dengan
pemberian dekongestan topikal.
>Dekongestan baik sistemik maupun lokal efektif dalam pengobatan
sumbatan hidung karena hipertrofi konka. Pemakaian sistemik oral
dekongestan menimbulkan efek samping seperti palpitasi dan susah tidur.
30
Pemakaian
dekongestan
topikal
jangka
lama
menyebabkan
rinitis
efektif
digunakan
untuk
sumbatan
hidung,
tetapi
31
Abses peritonsil (paling sering), terjadi beberapa hari setelah infeksi akut
GNAPS
8. Pemeriksaan Penunjang
Jawaban:
Tonsilitis:
Kultur dan uji resistensi bila perlu.
Kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil.
Leukosit : terjadi peningkatan
Hemoglobin : terjadi penurunan
Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat
Faringitis:
32
Tes deteksi antigen cepat; tes ini memiliki spesifisitas yang tinggi
Rhinitis:
1.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan kadar IgE pada serum serta hitung jenis oesinofil pada
spesimen sekret hidung.
2.
Pemeriksaan in vivo
Dilakukan dengan uji kulit (skin test) yaitu, prick test maupun patch test.
Sulit untuk membedakan antara tonsilofaringitis bakteri dan virus
berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Baku emas penegakan
diagnosis tonsilofaringitis bakteri atau virus adalah melalui pemeriksaan
kultur dari apusan tenggorok. Apusan tenggorok yang adekuat pada area
tonsil diperlukan untuk menegakkan adanya bakteri ataupun virus. Untuk
memaksimalkan akurasi maka diambil apusan dari dinding faring posterior
dan regio tonsil, lalu diinokulasi pada media segar darah dan piringan
basitrasin, kemuadian ditunggu 24 jam.
9. Prognosis
Jawaban:
Jika pengobatan diberikan sesuai dan adekuat, serta usaha meningkatkan imunitas
dengan monitoring adalah baik maka prognosisnya baik.
33
Vital
: Bonam
Fungsional : Bonam
10. Kompetensi Dokter Umum
Jawaban:
34
Mengalami infeksi
berulang (eksaserbasi
akut)
Invasi mukosa
faring
Inflamasi
Sel
terkiki
s
Pengeruta
n jaringan
Kripta
melebar
Permukaan
tonsil tidak
merata
Granulgranul
Pembesaran
Tonsil
Tonsil T3-T3
IL-6, TNF-,
IL-1
Asam
arakhidonat
dikeluarkan
Pelepasan
mediator inflamasi
(histamine,
leukotriene,
prostaglandin)
Mengiritasi
reseptor batuk
Inflamasi
Kompensasi
mengeluarkan
benda asing
sekresi
PGE2
Batuk
Stimulasi
bradikinin dan
prostaglandin
Perubahan termostat
Memengaruhi
saraf di sekitar
tenggorokan
Sakit
tenggorokkan
Leukosit,
PMN mati
Hipervaskulari
sasi di daerah
infeksi
Subfebris
Pelepasan mediator
inflamasi (histamine,
leukotriene,
prostaglandin)
Stimulasi
mukus
gld.nasal
Mukus
hipersekresi
Terjadi
vasodilatasi
pembuluh
darah kapiler
Dinding
faring
hiperemis
Detritus
Konka
hiperemis
35
Pilek
G. TOPIK PEMBELAJARAN
TOPIK
YANG SAYA
TAHU
TAHU
YANG HARUS
BAGAIMANA
DIBUKTIKAN
SAYA
KEMBALI
BELAJAR
Struktur
makro dan
mikro
Anatomi,
jaringan
Histologi, dan
THT dan
Fisiologi THT
proses /
THT
Tonsilitis
Faringitis
Rhinitis
Patofisiologi
tonsilitis
Patofisiologi
faringitis
Patofisiologi
Rhinitis
36
Tatalaksana
terhadap Tonsilitis
Tatalaksana lain
terhadap Faringitis
Tata Laksana
terhadap Rhinitis
Jurnal
Internet
organ-organ
Textbook
fisiologi
H. SINTESIS
A. Anatomi, Histologi, dan Fisiologi THT
1) Anatomi Telinga
a. Telinga Luar
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius
eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang
dinamakan membrana timpani (gendang telinga).Telinga terletak pada kedua
sisi kepala kurang lebih setinggi mata.Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit
dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit
pada lobus telinga.Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan
perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus
auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat
dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika
membuka dan menutup mulut.Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar
2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa
padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang
dilapisi kulit tipis.Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana
timpani.Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa,
yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen.Mekanisme
pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar
tetinga.Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan
perlindungan bagi kulit.
37
b. Telinga Tengah
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah
lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara
kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan
menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis
normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan
rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah)
dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan
beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes.
Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang
membantu hantaran suara.Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding
medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga
dalam.Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar
telinga tengah.Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara.Jendela bulat
ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang
agak tipis, atau struktur berbentuk cincin.anulus jendela bulat maupun jendela
oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat
mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm,
menghubngkan telingah ke nasofaring.Normalnya, tuba eustachii tertutup,
namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver
Valsalva atau menguap atau menelan.Tuba berfungsi sebagai drainase untuk
sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan
atmosfer.
c. Telinga Dalam
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal.Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga
kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya
merupakan bagian dari komplek anatomi.Koklea dan kanalis semisirkularis
bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan
lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung
38
memegang
cairan
yang
dinamakan
endolimfe.Terdapat
keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga
dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu.
Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam
kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terjadi
aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis
VIII ke otak.Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel
rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan
dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius
internus, nervus koklearis (akus-dk), yang muncul dari koklea, bergabung
dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus,
dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII).Yang bergabung
dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis
(nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut
dan asupan darah ke batang otak
39
2) Anatomi Hidung
Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses
pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan
menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan
pelembaban. Hidung terdiri atas bagian- bagian sebagai berikut:
Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan
karang hidung ( konka nasalis ), yang berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis
inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis superior.
Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus superior,
meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati oleh udara
pernafasan , sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak
yang disebut koana.
yaitu sinus
maksilaris pada rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis
pada rongga tulang baji, dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis.
40
Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit terdapat
satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga
pendengaran tengah . Saluran ini disebut tuba auditiva eustachi yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga
berhubungan dengan saluran air mata atau tuba lakrimalis.
3) Anatomi Tenggorokan
Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal
ditutup oleh sebuanh empang tenggorok yang disebut epiglottis, yang terdiri dari
tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan menutup
laring.
Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula
tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas
esopagus.
Cartilago / tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari sebagai berikut:
41
Cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun ( Adams apple) dan sangat jelas
terlihat pada pria. Berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun.
Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat
melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil
tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea.
Cartilago epiglottis 1 buah. Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas
dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago
thyroideum. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping
epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.
4) Anatomi Tonsil
Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang
letaknya dibawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ.Pada tonsil
terdapat epitelpermukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsel
jaringan ikat serta kriptus didalamnya.Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5
cm, masing-masing tonsil mempunyai10-30 kriptus yang meluas kedalam
jaringan tonsil.Tonsil tidak mengisi seluruh fosatonsilaris, daerah yang kosong di
atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilaris.Bagian luartonsil terikat longgar
pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kalimakan.
Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih
tonsildapat meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi
velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan
42
43
Jaringan limfoid lainnya yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan
kelenjar-kelenjar limfoid. Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler,
dibawah mukosa dinding faring posterior faring dan dekat orificium tuba
eustachius (tonsil Gerlachs).
Tonsila Palatina
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang
terletak pada
dinding
lateral
orofaring
dalam
fossa
tonsillaris.
Tiap
tonsilla ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol
kedalam faring.Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam
Cryptae Tonsillares yang berjumlah 6-20kripta. Pada bagian atas permukaan
medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam.Permukaan lateral
tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut Capsula tonsillapalatina,
terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah:
1. Anterior : arcus palatoglossus
2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah
5. Medial : ruang orofaring
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior
44
45
Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim
tonsilditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terletak pada trabekula,
yang kemudianmembentuk pleksus pada permukaan luar tonsil dan berjalan
menembus m. KonstriktorFaringeus Superior, selanjutnya menembus fascia
bucofaringeus dan akhirnya menujukelenjar servikalis profunda yang terletak
sepanjang pembuluh darah besar leher, di belakangdan di bawah arkus
mandibula. Kemudian aliran limfe dilanjutkan ke nodulus limfatikusdaerah dada
untuk selanjutnya bermuara ke dalam duktus torasikus
.
PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui
daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran
timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan
diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa
pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner
46
terbagi atas beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai jalan nafas, (2) Alat
pengatur kondisi udara, (3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra penghidu, (5)
Untuk resonansi suara, (6) Turut membantuproses bicara, (7) Reflek nasal.
FISIOLOGI TENGGOROKAN
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi
suara dan untuk
Artikulasi.
Proses menelan
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari
mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring
dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter.
Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada
sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke
orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik
berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan
yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah
melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media
dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor
faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik
dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke
lambung.
Proses Berbicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum
dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah
dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan
melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator
veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan
penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas
belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi
oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi
akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan
m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor
48
faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan.
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode
fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang
secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.
Histologi Telinga
Telinga luar meliputi pinna (telinga terlihat, sebagian besar terdiri dari kulit dan
tulang rawan) dan saluran telinga. Lapisan terakhir dilapisi oleh epitel skuamosa
berkeratin bertingkat. Lapisan ini berbeda dari kulit karena memiliki (ear-wax)
kelenjar ceruminous.
Gendang telinga adalah selaput tipis yang memisahkan telinga luar dan telinga
tengah. Ini adalah jaringan yang berlapis, dengan epitel skuamosa bertingkat
keratin menghadap ke telinga luar, non-keratin epitel skuamosa bertingkat yang
menghadap ke telinga tengah, dan lapisan yang sangat tipis jaringan ikat di
antara keduanya.
Telinga dalam
49
o merupakan
pengatur
keseimbangan,berikut
bagian
yang
mengatur
keseimbangan tersebut :
Posisi kepala (yaitu, gravitasi, juga percepatan linier) yang diatur oleh organ
otolith dari saccule dan utricle.
Rotasi kepala (yaitu, percepatan sudut) diatur oleh krista ampularis dari kanalis
semisirkularis.
Mendengar diatur oleh organ Corti dalam media scala dari koklea.
o Semua pengaturan dari beberapa telinga bagian dalam merupakan tipe sel
mechanoreceptor sama, sel-sel rambut epitel.
o Sel-sel rambut yang terletak di dalam sebuah ruang yang bentuknya sangat rumit
yang disebut labirin membran.
o Labirin membranosa diisi dengan cairan khusus yang disebut endolymph,
disekresikan oleh sel-sel vascularis stria. Endolymph secara substansial berbeda
dari semua cairan tubuh lainnya dan menyediakan lingkungan cairan khusus
untuk sel-sel rambut
o Labirin membranosa merupakan penghubung antara koklea, saccule, utricle, dan
kanal berbentuk setengah lingkaran.
o Labirin membranosa yang terletak di dalam tulang labirin.
50
Rongga Hidung terdiri dari dua struktur yaitu vestibulum di luar dan fosa nasalis
di dalam
-
Vestibulum
Di dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih menjadi
epitel respirasi. Epitel respirasi terdiri dari lima jenis sel. Sel silindris bersilia
adalah
sel
yang
terbanyak.
sel
terbanyak
kedua
adalah
sel
goblet
mukosa,selanjutnya adalah sel basal dan jenis sel terakhir adalah sel granul
kecil,yang mirip dengan sel basal kecuali pada sel ini terdapat banyak granul.
-
Fosa Nasalis
Dari masing masing dinding lateral keluar tiga tonjolan tulang mirip rak yang
disebut Konka yang tediri dari konka superior, konka media dan konka inferior.
Konka media dan konka inferior yang ditutupi oleh epitel respirasi, dan konka
superior ditutupi oleh epitel olfaktorius khusus. Celah celah kecil yang terjadi
akibat adanya konkamemudahkan pengkondisian udara inspirasi.
Sinus Paranasal
51
Laring dilapisi oleh selaput lender , kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang
dilapisi oleh sel epithelium berlapis.
B. Tonsilitis
Pengertian
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau
amandel ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
52
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di
dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil palatina ( tosil
faucial), tonsil lingual ( tosil pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral band
dinding faring / Gerlachs tonsil ) ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007 ).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus
beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes, dapat juga
disebabkan oleh virus (Mansjoer, 2000).
Kesimpulan penulis berdasarakan beberapa pengertian diatas, tonsilitis
merupakan suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan karena bakteri atau
virus,prosesnya bisa akut atau kronis. Tonsilektomi adalah suatu tindakan
pembedahan dengan mengambil atau mengangkat tonsil untuk mencegah infeksi
selanjutnya ( Shelov, 2004 ).
Macam-macam tonsillitis menurut (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk,2007 )
yaitu :
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsilis viral
Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa
nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr.
Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi
infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak
luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.
b. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, hemolitikus
yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, Streptokokus viridan,
Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan
menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear
sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas
disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu,
membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
2. Tonsilitis Membranosa
53
a. Tonsilitis difteri
Tonsilitis diferi merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne bacterium
viridans, dan Streptococcus pyogenes. Dapat juga disebabkan oleh infeksi virus.
Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Amandel atau
tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut.
Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang
akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan
infeksi atau virus.
54
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid
superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan
infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus
tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan
detritus disebut tonsillitis falikularis, bila bercak detritus berdekatan menjadi
satu maka terjadi tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit
tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit
tenggorokannya sehingga berhenti makan. Tonsilitis dapat menyebabkan
kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah bening melemah
didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh
tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang berlebih
membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan terasa
mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah
72 jam. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses
radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga
pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini
akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan
diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya
timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini
disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula. (Reeves, Roux,
Lockhart, 2001 )
Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala Tonsilitis menurut ( Smeltzer & Bare, 2000) ialah sakit
tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan. Sedangkan menurut Effiaty
Arsyad Soepardi,dkk ( 2007 ) tanda dan gejala yang timbul yaitu nyeri tenggorok,
tidak nafsu makan, nyeri menelan, kadang-kadang disertai otalgia, demam tinggi,
serta pembesaran kelenjar submandibuler dan nyeri tekan.
Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu :
55
1. Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini
terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh
streptococcus group A ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
2. Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan
dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan
gendang telinga ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
3. Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel
mastoid ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk. 2007 ).
4. Laringitis
Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk larynx.
Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus,
bakter, lingkungan, maupun karena alergi ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
5. Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua atau lebih dari
sinus paranasal. Sinus merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara dari
dinding yang terdiri dari membran mukosa ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
6. Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan
nasopharynx ( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
C. Faringitis
Faringitis
Faringitis atau sakit tenggorokan akibat Streptokokus adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh bakteri yang disebut Streptokokus grup A. Sakit tenggorokan
akibat Streptokokus mempengaruhi tenggorokan dan tonsil. Tonsil adalah
kedua kelenjar di tenggorokan, pada bagian belakang mulut. Sakit tenggorokan
akibat
Streptokokus
juga
dapat
mempengaruhi
rongga
suara
(laring). Gejala yang sering ditemukan antara lain demam, nyeri tenggorokan
(disebut juga sakit tenggorokan), dan kelenjar (disebut kelenjar getah bening)
56
Streptokokus
yang
khas
dapat
diketahui
akibat
Streptokokus.
Antibiotik
pada
dari
38C
(100,4F), nanah (suatu cairan berwarna kuning atau hijau yang tersusun atas
bakteri yang mati, dan sel darah putih) pada tonsil, dan kelenjar getah bening
yang membengkak.
Dapat pula ditemukan gejala lain seperti:
Nyeri perut
Nyeri otot
Ruam (bintik kecil-kecil kemerahan) pada tubuh atau dalam mulut atau
tenggorokan. Ini adalah tanda yang tidak sering ditemukan namun spesifik.
Seorang yang terkena sakit tenggorokan akibat Streptokokus akan menunjukkan
gejala antara satu hingga tiga hari setelah berkontak dengan seorang yang sakit.
57
A case of strep throat. Perhatikan bintik-bintik kecil berwarna merah. Ruam ini
tidak sering ditemukan namun merupakan tanda yang spesifik.
Sebuah kasus sakit tenggorokan akibat Streptokokus pada seorang anak berusia
8 tahun. Perhatikan amandel yang besar di bagian belakang tenggorokan,
tertutup oleh nanah berwarna putih.
Penyebab
Sakit tenggorokan akibat Streptokokus disebabkan oleh suatu tipe bakteri yang
disebut Streptokokus beta-hemolitikus grup A (SGA).Bakteri atau virus lain juga
dapat
menyebabkan
nyeri
tenggorokan.[3][5] Seseorang
menderita
sakit
58
Diagnosis
Modifikasi Skor Centor
Kemungkinan
Nilai
1
Pengobatan
Strep
atau
kurang
<10%
kultur
1117%
2835%
atau RADT
4 atau 5
52%
Antibiotik
tanpa
melakukan
kultur
Suatu daftar cek yang disebut Modifikasi Skor Centor membantu dokter
memutuskan bagaimana menangani seseorang dengan nyeri tenggorokan. Skor
Centor memiliki lima penilaian atau pengamatan klinis. Ini menunjukkan
seberapa mungkin seseorang mengalami sakit tenggorokan akibat Streptokokus.
Satu poin diberikan untuk setiap kriteria ini:
Kelenjar getah bening membengkak atau kelenjar getah bening yang nyeri bila
disentuh
Usia kurang dari 15 tahun (dikurangi satu poin apabila orang tersebut berusia
lebih dari 44 tahun)
Pemeriksaan laboratorium
Suatu pemeriksaan yang disebut kultur tenggorokan adalah cara terbaik
mengetahui apakah seseorang mengalami sakit tenggorokan akibat Streptokokus.
Pemeriksaan ini memiliki ketepatan 90 sampai 95 persen.Terdapat pemeriksaan
lain yang disebut uji strep cepat (rapid strep test), disebut juga RADT. Uji strep
cepat lebih cepat dibandingkan dengan kultur tenggorokan namun hanya
mampu menemukan penyakit dengan benar pada 70% pemeriksaan. Kedua
pemeriksaan dapat menunjukkan kapan seseorang tidak mengalami sakit
59
apakah
seseorang
sedang
sakit
tenggorokan
akibat
Pencegahan
Beberapa orang mengalami sakit tenggorokan akibat Streptokokus lebih sering
dibandingkan orang lainnya. Operasi pengangkatan tonsil adalah salah satu cara
untuk membuat orang-orang tersebut berhenti mengalami sakit tenggorokan
akibat Streptokokus. Menderita sakit tenggorokan akibat Streptokokus tiga kali
atau lebih dalam setahun mungkin merupakan alasan yang baik untuk
mengangkat amandel. Menunggu dahulu juga tidak apa-apa.
Pengobatan
Sakit tenggorokan akibat Streptokokus biasanya berlangsung selama beberapa
hari tanpa pengobatan. Pengobatan dengan antibiotik biasanya akan membuat
gejalanya hilang 16 jam lebih cepat. Alasan utama pengobatan dengan antibiotik
adalah untuk mengurangi risiko menderita penyakit yang lebih berat. Sebagai
contoh, suatu penyakit jantung yang dikenal sebagai demam reumatik atau
berkumpulnya nanah di tenggorokan yang dikenal sebagai abses retrofaring.
Antibiotik bekerja dengan baik apabila diberikan dalam waktu 9 hari sejak gejala
pertama kali muncul.
Obat nyeri
Obat penghilang rasa nyeri dapat membantu mengurangi nyeri yang disebabkan
oleh sakit tenggorokan akibat Streptokokus. Biasanya ini mencakup
OAINS atau parasetamol yang juga dikenal sebagai asetaminofen. Steroid juga
bermanfaat, demikian pulalidokain kental. Aspirin dapat bermanfaat
60
pada dewasa. Tidak baik memberikan aspirin pada anak karena hal ini akan
membuat mereka lebih mungkin mengalami Sindrom Reye.
Obat antibiotik
Penisilin V adalah antibiotik yang paling sering digunakan di Amerika
Serikat untuk sakit tenggorokan akibat Streptokokus. Antibiotik ini banyak
digunakan karena aman, bekerja dengan baik, dan tidak mahal (tidak
menghabiskan banyak uang). Amoksisilin biasanya digunakan di Eropa. Di India,
orang lebih berisiko menderita
demam reumatik.
Karena itu,
suatu
obat disuntikkan yang disebut benzatin penisilin G merupakan terapi yang biasa
diberikan. Antibiotik menurunkan rata-rata lama gejala. Rata-rata lama gejala
adalah tiga hingga lima hari. Antibiotik menurunkan hal ini sebanyak sekitar satu
hari. Obat-obat ini juga mengurangi penyebaran penyakit. Obat-obat ini terutama
digunakan untuk mencoba mengurangi komplikasi yang jarang. Ini mencakup
demam reumatik, ruam, atau infeksi. Efek baik antibiotik harus seimbang dengan
kemungkinan efek sampingnya.Terapi antibiotik mungkin tidak perlu diberikan
pada seorang dewasa sehat yang mengalami reaksi buruk terhadap obat.
Penggunaan antibiotik pada sakit tenggorokan akibat Streptokokus lebih sering
dibandingkan
dengan
perkiraan
tingkat
kejadian
penyakit
yang
diharapkan. Obat eritromisin (dan obat-obat lain, yang disebut makrolid) harus
digunakan
pada
orang
yang
Sefalosporin dapat
digunakan
pada
ringan. Infeksi
streptokokus
orang
juga
dengan
dapat
terhadap penisilin.
alergi
yang
lebih
menyebabkan
61
Glomerulonefritis
Suatu
penyakit
yang
disebut SindromPANDAS.
Ini
adalah
suatu
masalah imun yang menyebabkan masalah perilaku yang tiba-tiba dan terkadang
berat.
Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan
pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat
setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.
Klasifikasi rinitis alergi
Dahulu
rinitis
alergi
dibedakan
dalam
macam
berdasarkan
sifat
berlangsungnya, yaitu:
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)
Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya
(Irawati, Kasakeyan, Rusmono, 2008). Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi
berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its
62
63
immediate phase allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang
berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late
phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang berlangsung 24 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan
dapat berlangsung 24-48 jam.
64
dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II ( Major
Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF
(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang
disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan
menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan
permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah
hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang
ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung
sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang
menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini
tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai
puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan
jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan
mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan
65
66
pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa
sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. Tanda faringeal termasuk faringitis
granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Tanda laringeal
termasuk suara serak dan edema pita suara (Bousquet, Cauwenberge, Khaltaev,
ARIA Workshop Group. WHO, 2001). Gejala lain yang tidak khas dapat berupa:
batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri
wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah
marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur (Harmadji, 1993).
Diagnosis rinitis alergi
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan
pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala
67
rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain
ialah keluar hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung
dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar
(lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan
utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien (Irawati, Kasakayan,
Rusmono, 2008). Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta
onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik
dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap
pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin
lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu
jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif
(Rusmono, Kasakayan, 1990).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu
bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat
obstruksi hidung (Irawati, 2002). Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease
yaitu berupa garis melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini
timbul akibat hidung yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic
3. Pemeriksaan Penunjang
a. In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula
pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali
menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu
68
macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau
urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test)
atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi
hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai
pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak
menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin
disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan
adanya infeksi bakteri (Irawati, 2002).
b. In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji
intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point
69
tropikal
(beklometosa,
budesonid,
flusolid,
flutikason,
70
dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham,
2006).
71
I. KESIMPULAN
Rika, 7 tahun, menderita rhinotonsilofaringitis kronik eksaserbasi akut.
J. DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Patologi Klinik FK Unsri. 2013. Penuntun Praktikum Patologi Klinik
3. Ganong WF. 2003. Review of Med. Phys, 21sd Ed. Jakarta: EGC.
4. Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
5. Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep
72