Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa
sejak lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada
akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi
kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB
seringkali

tidak

bisa

diterangkan,

meskipun

beberapa

faktor dianggap

berpotensi sebagai penyebab. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik (PJB-Sianotik)


adalah salah satu bentuk PJB yang disertai dengan sianosis.1
Kelainan jantung kongenital atau bawaan adalah kelainan jantung atau
malformasi yang muncul saat kelahiran, selain itu kelainan jantung kongenital
merupakan kelainan anatomi jantung yang dibawa sejak dalam kandungan sampai
dengan lahir Kebanyakan kelainan jantung kongenital meliputi malformasi
struktur di dalam jantung maupun pembuluh darah besar, baik yang meninggalkan
maupun yang bermuara pada jantung.2 Kelainan ini merupakan kelainan bawaan
tersering pada anak, sekitar 8-10 dari 1.000 kelahiran hidup dan PJB sianotik
diperkirakan 1/3 dari seluruh PJB. Kelainan jantung bawaan ini tidak selalu
memberi gejalan segera setelah bayi lahir, tidak jarang kelainan tersebut baru
ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan atau bahkan ditemukan setelah
pasien berumur beberapa tahun Kelainan ini bisa saja ringan sehingga tidak
terdeteksi saat lahir. Namun pada anak tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat
sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan sebelum lahir. Dengan
kecanggihan teknologi kedokteran di bidang diagnosis dan terapi, banyak anak
dengan kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat sampai dewasa.3
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan bentuk kelainan jantung yang
sudah didapatkan sejak bayi baru lahir. Manifestasi klinis kelainan ini bervariasi
dari yang paling ringan sampai berat. Pada bentuk yang ringan, sering tidak
ditemukan gejala, dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan klinis.
Sedangkan pada PJB berat, gejala sudah tampak sejak lahir dan memerlukan
tindakan segera. Dengan berkembangnya teknologi, khususnya ekokardiografi,
banyak kelainan jantung yang sebelumnya tidak dapat dideteksi dengan

pemeriksaan fisik dan penunjang biasa, EKG, radiologi dengan menggunakan alat
dapat dideteksi dengan mudah.4-6
Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup. 4 Jika
jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan angka kelahiran 2%, maka jumlah
penderita PJB di Indonesia bertambah 32000 bayi setiap tahun. Kendala utama
dalam menangani anak dengan PJB adalah tingginya biaya pemeriksaan dan
operasi.5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Anatomi Jantung
Jantung manusia terdiri dari dua sisi yang terbagi dalam empat ruangan.
Sisi jantung kanan berfungsi memompa darah kotor dari tubuh ke paru,
tempat darah mendapatkan kembali zat asam. Darah kaya zat asam ini akan
kembali ke sisi jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh. Agar
proses berjalan baik diperlukan kesempurnaan dari lima komponen berikut.
Pembuluh darah vena yang mengangkut darah kembali ke jantung dari tubuh
dan paru, serambi jantung yang menampung darah yang kembali ke jantung,
bilik jantung yang memompa darah ke luar dari jantung ke paru dan tubuh,
keempat katup jantung yang mengatur arah aliran darah, serta pembuluh
darah aorta (mengangkut darah berkadar tinggi zat asam dari bilik jantung kiri
ke seluruh tubuh), dan pembuluh darah paru (mengangkut darah kotor dari
bilik jantung kanan ke paru).2
Kelainan yang dapat terjadi di antaranya kelainan pada sekat antara
serambi atau bilik jantung sehingga menyebabkan percampuran darah sisi
jantung kanan dan kiri, penyumbatan atau tertutupnya salah satu katup
jantung sehingga terjadi obstruksi aliran darah, kebocoran dari salah satu
katup jantung sehingga terjadi pengaliran balik darah ke ruangan asal,
hubungan tidak normal antara vena, jantung, dan pembuluh darah besar
jantung sehingga menyebabkan arah aliran darah ke tempat yang salah, serta
penyumbatan baik pada vena yang bermuara ke jantung atau pembuluh darah
besar yang meninggalkan jantung sehingga menurunkan aliran darah.
Kelainan otot jantung juga ada yang kongenital, bisa melemahkan otot
jantung hingga terjadi gagal jantung. Jenis kelainan jantung kongenital
terbanyak adalah bocornya, baik sekat serambi maupun bilik jantung,
transposisi pembuluh darah besar dan tetap terbukanya saluran penghubung
antara aorta dan pembuluh darah paru.7

B.

Definisi Penyakit Jantung Bawaan Sianotik


Penyakit Jantung Bawaan Sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi
jantung sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena
sistemik yang mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi
sistemik.3,4 Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau terdapat percampuran
darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. 8 Gejala sianosis akibat
hipoksemia, dengan atau tanpa gagal jantung, sebagian mengalami syok,
sebagian lagi tidak menunjukkan gejala dan atau pada auskultasi hanya
terdengar bising saja. Sianosis adalah warna kebiruan pada mukosa yang
disebabkan oleh terdapatnya > 5 g/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi.9
Pada PJB sianotik golongan ini biasanya sianosis terjadi akibat sebagian
atau seluruh aliran darah vena sistemik tidak dapat mencapai paru karena
adanya obstruksi sehingga mengalir ke jantung bagian kiri atau ke aliran
sistemik melalui lubang sekat yang ada. Obstruksi dapat terjadi di katup
trikuspid, infundibulum ventrikel kanan ataupun katup pulmonal, sedangkan
defek dapat di septum atrium (ASD), septum ventrikel (VSD) ataupun antara
kedua arteri utama (PDA). Penderita umumnya sianosis yang akan bertambah
bila menangis atau melakukan aktivitas fisik, akibat aliran darah ke paru yang
makin berkurang.8,9

C.

Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab PJB tidak diketahui. Berbagai
jenis obat, penyakit ibu, pajanan terhadap sinar Rontgen, diduga merupakan
penyebab eksogen penyakit jantung bawaan. Penyakit rubela yang diderita
ibu pada awal kehamilan dapat menyebabkan PJB pada bayi. Di samping
faktor eksogen terdapat pula faktor endogen yang berhubungan dengan
kejadian PJB. Berbagai jenis penyakit genetik dan sindrom tertentu erat
berkaitan dengan kejadian PJB seperti sindrom Down, Turner, dan lain-lain.8,9

D.

Faktor Predisposisi
1.

Faktor Prenatal :9
a. Ibu menderita penyakit infeksi : rubella, influenza atau chicken fox.
b. Ibu alkoholisme.
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.

d. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan


insulin.
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu dan sebelumnya ikut
program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter,
(thalidomide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin).
f. Terpajan radiasi (sinar X).
g. Gizi ibu yang buruk.
h. Kecanduan obat-obatan yang mempengaruhi perkembangan embrio.
2.

Faktor Genetik :10


a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
b. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
c. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

E.

Klasifikasi
1. Dengan gejala aliran darah ke paru yang berkurang
a.

Tetralogi of Fallot (TF)11


Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung yang umum, dan terdiri
dari 4 kelainan yaitu: 1) stenosis pulmonal, 2) hipertrofi ventrikel
kanan, 3) kelainan septum ventrikuler, 4) kelainan aorta yang
menerima darajh dari ventrikel dan aliran darah kanan ke kiri melalui
kelainan septum ventrikel. Merupakan PJB sianotik yang paling
sering ditemukan (5-8%).

Manifestasi klinik
Bayi baru lahir dengan TF menampakan gejala yang nyata yaitu
adanya sianosis, letargi dan lemah. Selain itu juga tampak tandatanda dyspne yang kemudian disertai jari-jari clubbing, bayi
berukuran kecil dan berat badan kurang. Bersamaan dengan
pertambahan usia, bayi diobservasi secara teratur, serta diusahakan
untuk mencegah terjadinya dyspne. Bayi mudah mengalami infeksi
saluran pernafasan atas. Diagnosis berdasarkan pada gejala-gejala
klinis, murmur jantung, ekg, foto rongent, dan kateterisai jantung.

Kriteria Diagnosis
5

a. Sianotik, biasanya tidak hari-hari pertama.


b. Pada pemeriksaan fisik terdengar BJ II tunggal.
c. Bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal.
d. Foto dada tampak jantung sepatu dengan konus pulmonalis
cekung dan vaskularisasi paru menurun.
e. Elektrokardiogram menunjukkan dominasi kanan.
f. Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan ekokardiografi.
g. Kateterisasi jantung, hasil yang mencolok adalah peningkatan
tekanan ventrikel kanan, dan penurunan saturasi oksigen di
aorta.
h. Angiografi mengkonfirmasi kelainan lain.
i. Ekokardiagrafi

biasanya

akan

dapat

menjawab

semua

persoalan diagnosis.

Penatalaksanaan
Pembedahan paliatif dilakukan pada usia awal anak-anak, untuk
mernenuhi

peningkatan

kebutuhan

oksigen

dalam

masa

pertumbuhan. Pembedahan berikutnya pada masa usia sekolah,


bertujuan untuk koreksi secara permanent. Dua pendekatan paliatif
adalah dengan cara Blalock-Tausing, dilakukan pada ananostomi
ujung ke sisi sub ciavikula kanan atau arteri karotis menuju arteri
pulmonalis kanan. Secara Waterson dikerjakan pada sisi ke sisi
anastonosis dari aorta assenden, menuju arteri pulmonalis kanan,
tindakan ini meningkatakan darah yang teroksigenasi dan
membebaskan gejala-gejala penyakit jantung sianosis.
b.

Atresia Trikuspid9
Apabila terjadi gangguan keseimbangan antara proliferasi dan resorpsi
jaringan selama perkembangan katup trikuspid, dapat terjadi kelainan
yang disebut atresia trikuspid. Insidensi terjadinya atresia trikuspid
yaitu sekitar 1 % dari penyakit jantung bawaan sianotik.

Patofisiologi
6

Daun-daun katup trikuspid saling melekat sehingga tidak dapat


membuka. Karena darah dari atrium kanan tidak dapat ke ventrikel
kanan, maka harus terdapat defek septum atrium sebagai jalan
darah dari atrium kanan ke atrium kiri, dan defek septum ventrikel
sebagai jalan darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan.
Gambaran Klinis10

a. Sianotik
b. BJ I tunggal, BJII juga sering tunggal
c. Pada sebagian besar kasus tidak terdengar bising

Diagnosis11
a.

Pasien sianotik dengan atau tanpa bising.

b.

Foto toraks menunjukkan pembesaran jantung.

c.

EKG menunjukkan deviasi sumbu QRS kekiri disertai dengan


hipertrofi ventrikel kiri dengan atau tanpa pembesaran atrium
kiri. Hanya atresia trikuspid yang menyebabkan deviasi sumbu
QRS ke kiri. EKG sangat penting dalam diagnosis atresia
trikuspid.

d.

Diagnosis pasti dengan ekokardiografi.

e.

Pada kateterisasi jantung kateter tidak dapat masuk ke


ventrikel kanan, tekanan atrium kanan dan kiri meningkat, dan
terdapat penurunan saturasi oksigen di atrium kiri. Lihat tabel.

f.

Pemeriksaan angiokardiografi akan memperjelas kelainan


anatomik dan hemodinamik.

Penatalaksanaan11
Operasi : Fontan (prinsip operasi adalah mengalirkan darah dari
atrium kanan langsung ke arteri pulmonalis). Dengan demikian
maka fungsi ventrikel kanan diambil alih oleh atrium kanan. Dalam
perkembangannya, operasi ini telah mengalami banyak modifikasi.
Idealnya operasi harus dilakukan sedini mungkin pada masa bayi,
namun pertimbangan anatomik dan fisiologis tidak memungkinkan
hal tersebut.

c.

Anomali Ebstein10
7

Kelainan ini jarang ditemukan. Diperkirakan 12 per satu juta kelahiran


hidup.

Patofisiologi
Pada kelainan ini hanya sebagian anterior katup trikuspid yang
melekat pada anulus trikuspid yang lain yakni daun katup septal
dan posterior terdorong ke bawah (downward displacement of the
tricuspid valve) dan melekat pada sisi ventrikel kanan septum.
Dengan demikian atrium kanan menjadi sangat besar. Keadaan ini
dapat disertai dengan defek septum ventrikel atau defek septum
atrium dan lain-lain. Kelainan anatomik ini menyebabkan
hambatan darah melalui ventrikel kanan dan sebagian darah dari
atrium kanan menuju ke atrium kiri melalui defek septum atrium
atau foramen ovale.

Manifestasi Klinis
Gejala klinis penderita Anomali Ebstein pada hari-hari pertama
sesudah lahir adalah sianosis yang dapat bervariasi dari yang ringan
sampai sangat berat. Sianosis pada bayi berkurang bila tekanan
paru menurun, tetapi kemudian penderita terlihat menjadi sianotik
lagi. Gejala klinis ini baru muncul setelah pasien berumur beberapa
bulan atau beberapa tahun. Nadi biasanya teraba agak kecil.

Kriteria Diagnosis
a. Pada auskultasi terdengar splittting pada bunyi jantung II dan
dapat terdengar pula bunyi jantung IV. Bising biasanya tidak
terdengar, tetapi bila terdapat insufisiensi triskuspid maka dapat
terdengan bising sistoloik pada garis parasternal kiri.
b. Foto toraks menunjukkan kardiomegali hebat (global heart)
karena dilatasi atrium kanan, selain itu terlihat vaskularisasi
paru menurun (oligemik).
c. Elektrokardiogram menunjukkan sumbu QRS deviasi ke kanan
atau normal dengan gelombang P yang anak besar (giant P
waves) dan dapat pula ditemukan gambaran Right Bundle
Branch Block (RBBB). Selain itu dapat ditemukan pula
8

sindroma Wolf-Parkinson-White, pemanjangan interval P-R


lebih jarang.
d. Pemeriksaan ekokardiografi akan memperkuat diagnosis di
mana terlihat malposisi katup dan atrium yang besar.

Penatalaksanaan
a. Pada pasien dengan asimtomatik atau hanya menunjukkan
gejala ringan tidak diperlukan terapi, namun perlu pembatasan
aktivitas, misalnya olahraga yang berat atau kompetitif.
b. Pada kasus yang simtomatik pembedahan dilakukan dengan
konstruksi katup trikuspid dan penutupan defek septum atrium.
Keberhasilan operasi ini sangat bervariasi.
c. Pemberian obat dekongestan mungkin dapat menolong
sehingga operai dapat ditunda sampai anak besar.
d. Apabila terapi medikamentosa gagal, maka operasi harus
dilakukan, akan tetapi dengan resiko yang sangat tinggi.

d.

Atresia Pulmonal (PA)10


Atresia pulmonal secara garis besar dibagi menjadi 2 kelompok,
yakni:
a. Atresia pulmonal dengan defek septum ventrikel;
b. Atresia pulmonal tanpa defek septum ventrikel (biasa pula disebut
sebagai atresia pulmonal dengan septum yang utuh).
Karena katup pulmonal atretik, maka a. Pulmonalis mendapat pasokan
darah dari aorta melalui duktus arteriosus, sehingga ia merupakan lesi
yang tergantung pada duktus).

Patofisiologi1,2
Terdapat obstruksi total (atau hampir total) pada katup pulmonal.
Akibatnya a. Pulmonalis nyaris tidak dialiri darah. Untuk itu maka
mutlak diperlukan duktus arteriosus untuk memasok darah dari
aorta.
Pada atresia pulmonal dengan septum ventrikel, biasanya ventrikel
kanan besar seperti halnya pada tetralogi Fallot. Tidak terdapatnya
aliran darah dari ventrikel kanan ke a. Pulmonalis sehingga a.
9

Pulmonalis harus mendapat pasokan darah dari aorta melalui


duktus arteriosus.

Manifestasi Klinis
a. Sianosis sejak lahir
b. Tidak terdengar bunyi bising
c. Pada sebagian kecil terdengar bising sistolik akibat regurgitasi
trikuspid, atau bising kontinu akibar duktus arteriosus persisten
d. Takipnea atau dispne
e. Pasien yang mula-mula relatif stabil dapat segera memburuk
bila duktus arteriosus menutup.

Diagnosis
a. Pada neonatus yang sianotik beberapa jam setelah lahir
terdengar bunyi jantung II tunggal dan tidak disertai bising
jantung.
b. Pada foto dada, yakni pembesaran atrium kanan, segmen
pulmonal yang cekung, dan vaskularisasi paru menurun.
c. Pada EKG terdapat deviasi sumbu QRS ke kanan, hipertrofi
ventrikel kanan, dan pembesaran atrium kanan.
d. Ekokardiografi dapat memecahkan masalah diagnosis ini.

Penatalaksanaan
a. Tatalaksana atresia pulmonal tanpa defek septum ventrikel
dibagi menjadi dua tahapan.
b. Pada tahapan awal diberikan prostaglandin (PGE1) untuk
menjamin agar duktus arteriosus persisten tidak menutup.
c. Setelah evaluasi dengan ekokardiografi (dan apabila perlu
dengan kateterisasi), diputuskan apakah akan dilakukan
volvulotomi atau pemasangan pintasan Blalock-Taussing atau
lainnya.
d. Bila aliran darah paru dapat diperbaiki, baik dengan
valvulotomi atau dengan pintasan, maka sianosis akan
berkurang dan pasien akan tumbuh cukup memadai.

10

e. Dalam beberapa bulan kateterisasi ulang dilakukan untuk


menilai keadaan a. Pulmonalis. Bila dianggap memenuhi
syarat, dapat dipasang konduit untuk menyambung a.
Pulmonalis, dan pintasan yang ada dapat dicabut.
2. Dengan gejala aliran darah ke paru yang bertambah
a.

Transposition of the Great Arteries (TGA)11


5% dari seluruh panyakit jantung bawaan. Lebih sering pada anak
lelaki. Sebagian kasus mempunyai riwayat ibu yang menderita
diabetes melitus.

Patofisiologi
Pada kelainan ini aorta berasal dari ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis keluar dari ventrikel kiri. Sebagai akibatnya aorta
mendapat darah vena sistemik dari vena kava, atrium kanan,
ventrikel kanan, lalu diteruskan ke sirkulasi sistemik. Darah dari
vena pulmonalis dialirkan ke atrium kiri, ventrikel kiri lalu ke arteri
pulmonalis dan ke paru.
Dengan demikian kedua sirkulasi (pulmonal dan sistemik) terpisah.
Penderita hanya dapat hidup jika terdapat hubungan antara dua
sirkulasi tersebut. Pada bayi foramen ovale dan duktus arteriosus
masih terbuka.

Manifestasi Klinis
a. Pasien dengan transposisi biasanya lahir dengan berat badan
yang normal ataupun lebih dari normal.
b. Tampak sianosis ringan sampai berat.
c. Pada auskultasi akan terdengar bunyi jantung II tunggal oleh
karena katup pulmonal bersembunyi di belakang katup aorta.

Kriteria Diagnosis8,9
a. Bunyi jantung I terdengar normal, dan bunyi jantung II
terdengar tunggal dan keras.
b. Bising biasanya tidak terdengar, kecuali terdapat kelainan lain.
c. Foto toraks menujukkan peningkatan vaskularisasi paru
(plethora) dengan jantung seperti telur (egg shaped).
11

d. Elektrokardiogram menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan dan


deviasi aksis ke kanan.
e. Ekokardiografi akan menujukkan adanya arteri pulmonalis yang
keluar dari ventrikel kiri, melengkung ke bawah dan bercabang
dua. Selain itu dapat terlihat pula yang terletak anterior terhadap
arteri pulmonalis.
f. Kateterisasi jantung dan angiografi dilakukan selain untuk
konfirmasi diagnosis sekaligus untuk tindakan septostomi (balon
atrial septostomi/BAS).

Penatalaksanaan :
Setelah diagnosis dipastikan, secara rutin dilakukan septostomi
atrium dengan balon (ballon atrial septostomy, BAS) atau prosedur
Rashkind. Dengan tindakan tersebut maka percampuran darah di
tingkat atrium akan optimal, sehingga atrium kanan mendapat
darah dengan saturasi tinggi dari atrium kiri. Dari atrium kanan
darah dialirkan ke ventrikel kanan, kemudian keseluruh tubuh.
Akibatnya sianosis berkurang. Prosedur ini merupakan prosedur
rutin pada transposisi arteri besar.

b.

Trunkus Arteriosus12
Kelainan ini diperkirakan 0,5-2% dari seluruh penyakit jantung
bawaan. Pada trunkus arteriosus terdapat pembuluh darah tunggal
yang keluar dari jantung yang menampung darah dari kedua ventrikel
dan mengalirkan darah ke sirkulasi sistemik, paru dan koroner.

Dikenal 3 tipe trunkus arteriosus, yaitu :


a. Tipe I. Arteri pulmonalis keluar dari sisi kiri posterior trunkus,
tepat di atas katup trunkus, lalu bercabang ke kiri-kanan.
b. Tipe II. Terdapat 2 arteri pulmonlais terpisah (kiri dan kanan)
namun berdkatan, yang keluar dari bagian posterior trombus.
c. Tipe III. Terdapat 2 arteri pulmonalis yang terpisah (kiri dan
kanan) yang keluar dari bagian lateral trunkus.

12

Patofisiologi
Kegagalan septasi trunkus juga akan berakibat terdapatnya defek
septum ventrikel yang letaknya tinggi. Karena trunkus menerima
dan menyalurkan darah dari kedua ventrikel. Pembesaran ventrikel
kanan dan kiri serta mediastinum Vaskularisasi paru meningkat

Gambaran Klinis
a. Sianotik
b. Nadi pulsus seler (nadi biasanya teraba keras)
c. BJ I normal, BJ II tunggal
d. Bising ejeksi sistolik di sela iga 4 garis sternalis kiri, kadang
tredengar bising kontinu

Diagnosis
a. Pada dada dapat ditemukan adanya bulging. Bunyi jantung I
umumnya normal, bunyi jantung II tunggal. Selain itu dapat
terdengar diastolic flow murmur melalui katup mitral akibat
aliran darah ke atrium yang bertambah.
b. Foto

toraks

menunjukkan

kardiomegali,

dengan

aorta

ascendens yang prominen, dan arkus aorta terdapat di kanan


pada sebagian kasus, serta gambaran vaskularisasi paru yang
meningkat.
c. Elektrodardiogram menunjukkan aksis yang normal atau ke
kanan. Sering ditemukan hipertrofi ventrikel kanan dengan
atau tanpa pembesaran atrium kanan.
d. Ekokardiografi akan menunjukkan ketiga kelainan penyakit ini
yaitu ventrikel kiri yang relatif kecil, dengan rongga ventrikel
kanan yang besar serta adanya DSV.
e. Kateterisasi jantung/angiografi akan memperkuat diagnosis
antara lain dengan menunjukkan tekanan ventrikel kanan sama
dengan ventrikel kiri dan tekanan trunkus.

Penatalaksanaan
a. Medikamentosa : terapi gagal jantung
b. Operasi : Rastelli
13

F.

Komplikasi11
Pasien dengan penyakit jantung congenital terancam mengalamiberbagai
komplikasi antara lain:
a. Gagal jantung kongestif / CHF.
b. Renjatan kardiogenik/ Henti Jantung.
c. Aritmia.
d. Endokarditis bakterialistis.
e. Hipertensi.
f. Hipertensi pulmonal.
g. Tromboemboli dan abses otak.
h. Obstruksi pembuluh darah pulmonal.
i. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur).
j. Enterokolitis nekrosis.
k. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas
atau displasia bronkkopulmoner).
l. Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit.
m. Hiperkalemia (penurunan keluaran urin).
n. Gagal tumbuh.

14

BAB III
KESIMPULAN
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak
lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan.
Penyakit Jantung Bawaan Sianotik (PJB-Sianotik) adalah salah satu bentuk
PJB yang disertai dengan sianosis karena kelainan struktur dan fungsi jantung
sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik
yang mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi
sistemik.
PJB Sianotik dibagi menjadi :
1. Dengan gejala aliran darah ke paru yang berkurang : Tetralogi Fallot,
Atresia Trikuspid, Anomali Ebstein, Atresia Pulmonal.
2. Dengan aliran darah ke paru yang bertambah : Transposisi Arteri Besar,
Trunkus Arteriosus.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Rahayoe, A. 2006. Penanganan Medis pada Penyakit Jantung Bawaan.
http://www.indonesiaindonesia.com. Diakses Tanggal: 20 Oktober 2014.
2. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.
3. Ngustiyah. 2005. Perawatan anak Sakit edisi 2. Jakarta: EGC.
4. Madiyono, B. 1997. Kardiologi Anak Masa Lampau, Kini, dan Masa
Mendatang; Perannya dalam Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit
Kardiovaskular. Jakarta : FK UI
5. Rahayoe, A. 1998. Pelayanan Penderita Penyakit Jantung Bawaan di
Indonesia. Perkembangan, Permasalahan, dan Antisipasi di Masa Depan.
Dalam : Putra ST, Roebiono PS, Advani N. Penyakit Jantung Bawaan
pada Bayi dan Anak. Jakarta : Forum Ilmiah Kardiologi Anak. h. 1-17
6. Riliantono, L. I. 1996. Kardiologi Anak : Tuntutan dan Perkembangannya.
Dalam : Putra ST, Roebiono PS, Advani N. Dasar-dasar Diagnosis dan
Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan pada Anak. Jakarta : Forum Ilmiah
Kardiologi Anak Indonesia. h. 10-21
7. Latief , dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 2. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
8. Allen HD, Franklin WH, Fontana ME. 1995. Congenital Heart Disease:
Untreated and Operated. Dalam: Emmanoulides GC, Riemenschneider
TA, Allen HD, Gutgesell HP, penyunting. Moss and Adams heart disease
in infants, children, and adolescents. Edisi ke-5. Baltimore: Williams &
Wilkins; h. 657-64.
9. Sastroasmoro S, Nurhamzah W, Madiyono B, Oesman IN, Putra ST. 1993.
Association between maternal hormone exposure and the development of
congenital heart disease of the truncal type A. A case-control study.
Paediatric Indonesia; 33:291-300.
10. Arief dan Kristiyanasari, Weni. 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan
Anak. Yogyakarta: Nuha Medika
11. American Heart Association. 2010. Congenital Heart Disease.
http://www.americanheart.org. Diakses 25 Oktober 2014
12. Binotto MA, Guilherme L, Tanaka AC. 2002. Paediatr Cardiol. 11:12-25

16

Anda mungkin juga menyukai