Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era globalisasi modern saat ini menuntut sumber daya manusia (SDM) yang
dapat menciptakan hal baru sehingga kehidupan manusia lebih layak dan baik.
Tuntutan SDM yang baik juga dibutuhkan dalam mengeksploitasi lingkungan dan
meningkatkan kualitas diri manusia yang selalu mencari dan menemukan hal-hal baru
yang bernilai tersendiri, yang lebih dikenal sebagai kreativitas. Kreativitas
menjadikan ilmu pengetahuan, imajinasi, logika, intuisis, kejadian aksidental dan
evaluasi konstruksi menemukan ide-ide baru (Semiawan, 2009).
Hasil penelitian UNDP pada tahun 2004 menunjukkan bahwa Indeks
Pembangunan Manusia (IPAM) di Indonesia mendudukirangking 106 dari 126
negara. Posisi Indonesia jauh dibawah negara-negara ASEAN yang merupakan
pesaing terdekat. Oleh sebab itu pemerintah Indonesia harus mempunyai komitmen
yang kuat dalam pengembangan SDM. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
pengembangan SDM adalah dengan pengembangan kreativitas pada anak dan remaja
yang merupakan salah satu asset SDM bagi Negara yang sedang berkembang
(Semiawan, 2009).
Perkembangan kreativitas adalah salah satu aspek yang penting yang harus
dicapai oleh anak. Menurut Polmalato, salah satu kemampuan yang turut menentukan
suksesnya hidup seseorang adalah kemampuan kreativitas. Pada dasarnya, setiap anak
memiliki potensi untuk kreatif walaupun tingkat kreativitasnya berbeda-beda.
Kreativitas sangatlah penting dipupuk dan dikembangkan dalam diri anak karena
dengan kreasi anak dapat mewujudkan dirinya dan peruwujudan diri termasuk salah
satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia, kreativitas sebagai kemampuan untuk
melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah,
bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat tetapi juga memberikan kepuasan

kepada individu, dengan kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas


hidupnya (Bear, 2006).
Munandar (2009), menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk
melihat atau memikirkan hal-hal yang luar biasa, tidak lazim, memudahkan informasi
yang tampaknya tidak berhubungan dan mencetuskan solusi-solusi baru atau gagasangagasan baru yang menunjukan kefasihan, keluwesan, dan orisionalitas dalam
berpikir. Ciri-ciri kreativitas dapat dibedakan menjadi dua yaitu ciri kognitif
(aptitude) dan ciri non-kognitif (nonaptitude). Ciri kognitif dari kreativitas terdiri dari
orisinalitas, fleksibilitas dan kefasihan. Sedangkan ciri nonkognitif dari kreativitas
meliputi motivasi, kepribadian, dan sikap kreatif. Kreativitas yang baik meliputi
kognitif maupun nonkognitif merupakan salah satu potensi yang penting untuk
dipupuk dan dikembangkan.
Perspektif psikologis meninjau kreativitas dari segi kekuatan-kekuatan pada
diri seseorang sebagai penentu kreativitas, seperti: inteligensi, bakat, motivasi, sikap,
minat dan disposisi-disposisi kepribadian lainnya. Ada lima pendekatan yang lazim
digunakan untuk mengukur kreativitas, yaitu: 1) analisis obyektif terhadap perilaku
kreatif, 2) pertimbangan subyektif, 3) inventori kepribadian, 4) inventori biografis,
dan 5) tes kreativitas. Dan untuk mengidentifikasi bakat kreatif pada anak digunakan
test kreativitas. Tes kreativitas digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang kreatif
yang ditunjukkan oleh kemampuannya dalam berpikir kreatif. Hasil tesnya
dikonversikan ke dalam skala tertentu sehingga menghasilkan CQ (Creative quotient)
yang analog dengan IQ (Intellegence quotient) untuk inteligensi (Sternberg, 2006).

B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan paper ini, antara lain:
1. Mengetahui tentang kreativitas (Teori dan Tes Kreativitas)
2. Mengetahui tentang kreativitas anak dan perkembangannya.

BAB II
ISI

A. Kreativitas
1. Konsep Kreativitas
Kreativitas merupakan suatu aktivitas yang sifatnya sangat kompleks,
sehingga tidak dapat dipungkiri pengertian kreativitas menyebar luas dan banyak
digunakan melalui individu-individu yang memiliki keahlian berbeda dan peradaban
yang variatif, hingga secara otomatis hal ini menyebabkan munculnya sejumlah
definisi. Menurut Semiawan (2009), kreativitas adalah modifikasi sesuatu yang sudah
ada menjadi konse baru. Dengan kata lain, terdapat dua konsep lama yang
dikombinasikan

menjadi

suatu

konsep

baru.

Menurut

Munandar

(2009),

mengemukakan bahwa kreativitas adalah hasil interaksi antara individu dan


lingkungannya, kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data,
informasi, atau unsur-unsur yang sudah ada atau dikenal sebelumnya, yaitu semua
pengalaman dan pengetahuan yang telah diperoleh seseorang selama hidupnya baik
itu di lingkungan sekolah, keluarga, maupun dari lingkungan masyarakat.
Konsep tentang kreatif baru berkembang dalam tradisi Barat pada abad ke-18
seiring dengan tumbuh dan berkembangnya gerakan-gerakan Romantik, suatu
gelombang peradaban yang muncul bersama dengan Abad Pencerahan dan
dilatarbelakangi masa Renaisans. Pada masa itu, konsep manusia dalam budaya Barat
lebih mandiri dan menempati posisi sentral dalam kehidupan. Pada masa inilah
konsep tentang kreativitas diterapkan pertama kalinya pada manusia.
Salah satu konsep yang sangat penting dalam bidang kreativitas adalah
hubungan antara kreativitas dan aktualisasi diri. Menurut Psikolog humanistik seperti
Abraham Maslow dan Carl Rogers, aktualisasi diri adalah apabila seseorang
menggunakan semua bakat dan talentanya untuk menjadi apa yang ia mampu untuk
mewujudkan potensinya. Pribadi yang dapat mengaktualisasi dirinya adalah
seseorang yang sehat mental, dapat menerima dirinya, selalu tumbuh, berfungsi

sepenuhnya, berpikir demokratis, dan sebagainya. Menurut Maslow (1976)


aktualisasi diri merupakan karakteristik yang fundamental, suatu potensialitas yang
pada semua manusia saat dilahirkan, akan tetapi yang sering hilang, terhambat, atau
terpendam dalam proses pembudayaan.
Kreativitas dapat dipandang sebagai produk dan sebagai proses. Kreativitas
sebagai proses adalah kemampuan mengidentifikasi banyak kemungkinan solusi pada
persoalan tertentu. Sebagai suatu proses yang dimaksudkan adalah upaya yang
bersifat imajiantif, tidak konvensional, estetis tindakan, gagasan atau produk yang
mengubah domain yang ada atau domain yang baru. Kreativitas sebagai produk
berkaitan dengan penemuan sesuatu, memproduksi sesuatu yang baru dari pada
akumulasi keterampilan atau berlatih pengetahuan dan mempelajari buku. Kreativitas
berkaitan dengan apa yang dikembangkan. Kreativitas bukanlah ciri kepribadian,
tetapi keterampilan atau proses yang menghasilkan produk yang kreatif (Munandar,
2004). Model Kreativitas Csikzentmihalyi (1996) menyatakan bahwa kreativitas
mempunyai kompoenen The Domain, The Field dan The Individual Person. Berpikir
kreatif menyangkut kemampuan untuk melakukan operasi kognitif yang berbeda,
yaitu fluency, flexibility, original dan elaboration (Munandar, 2009).
2. Pengertian Kreativitas
Rhodes (1961) dalam Semiawan (2002) menganalisis lebih dari 40 definisi
tentang kreativitas, menyimpulkan bahwa pada umumnya kreativitas dirumuskan
dalam istilah pribadi (person), proses dan produk. Kreativitas dapat juga ditinjau dari
kondisi pribadi dan lingkungan yang mendorong (press) individu ke perilaku kreatif.
Rhoders menyebut keempat jenis definisi tentang krativitas ini sebagai Four Ps of
Creativity: Person, Process, Press, Product. Kebanyakan definisi kreativitas
berfokus pada salah satu dari empat P ini atau kombinasinya. Keempat P ini saling
berkaitan: Pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif, dan dengan
dukungan dan dorongan (press) dari lingkungan, menghasilkan produk kreatif
(Kaufman, 2009).

Menurut Rhodes dalam Kaufman (2009), definisi kreativitas terdiri dari empat
P, antara lain :
a. Definisi Pribadi
Menurut Hulbeck (1945) dalam Munandar (2009) Creative action is an
imposing of ones own whole personality on the environment in an unique and
characteristic way. Tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian
dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi yang lebih baru tentang kreativitas
diberikan dalam three-facet model of creativity oleh Stremberg (1996), yaitu
kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis yaitu:
intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi.
Intelegensi meliputi kemampuan verbal, pemikiran lancer, pengetahuan,
perencanaan, perumusan masalah, penyusunan strategi, representasi mental,
keterampilan pengambilan keputusan, dan keseimbangan serta intergrasi intelektual
secara umum. Gaya kognitif atau intelektual pribadi yang kreatif menunjukkan
kelonggaran dari keterkaitan pada konvensi menciptakan atauran sendiri, melakukan
hal-hal dengan caranya sendiri, menyukai masalah yang tidak terlalu terstruktur,
senang menulis, merancang, lebih tertarik pada jabatan yang kreatif seperti
pengarang, saintis, artis, arsitek atau desainer.
b. Definisi Prosess
Definisi proses yang terkenal adalah definisi Torrance (1988) tentang
kreativitas yang pada dasarnya menyerupai langkah-langkah dalam metode ilmiah
yaitu : the process of 1) sensing difficulties, problems, gaps in information, missing
elements, something asked; 2) evaluating and testing guesses and hypotheses; 4)
possibly revising and retesting them; and finally 5) communicating the results. Defini
Torrance ini meliputi seluruh proses kreatif dan ilmiah mulai dari menemukan
masalah sampai dengan menyampaikan hasil.

c. Definisi Produk
Definisi yang berfokus pada kreatif menekankan orisinalitas seperti
definisi dari Baron (1969) yang menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan
untuk menghasilkan/ menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula Haefele (1962)
yang menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasikombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Selain itu terdapat definisi
kereativitas menurut Robert yang juga berfokus kepada definisi produk. Menurut
Robert, kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta/berkreasi. Demikian juga
pengertian menurut Mihaly Csikszentmihalyi dalam bukunya Creativity, Flow and
The Psychology of Discovery and Inventation yang berfokus pada definisi produk
bahwa kreativitas adalah tindakan, ide, atau produk yang membuat perubahan betuk
pada bidang/sesuatu yang telah ada sebelumnya atau membuat perubahan bentuk
pada bidang/sesuatu yang telah ada tersebut menjadi bentuk yang baru.
d. Definisi lingkungan pendorong (press)
Kategori keempat dari definisi dan pendekatan terhadap kreativitas
menekankan factor press atau dorongan, baik dorongan internal (dari diri sendiri
berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif) maupun
dorongan eksternal dari lingkungan social dan psikologi. Definisi Simpson (dalam
Rachmawati, 2010) merujuk pada aspek dorongan internal, yaitu kemampuan kreatif
dirumuskan sebagai The initiative that one manifest by his power to break away
from the usual sequence of thought. Mengenai press dari lingkungan, ada
lingkungan yang tidak menghargai imajinasi atau fantasi, dan menekankan kreativitas
dan inovasi. Kreativitas juga tidak berkembang dalam kebudayaan yang terlalu
menekankan konformitas dan tradisi, dan kurang terbuka terhadap perubahan atau
perkembangan baru.

3. Teori Kreativitas
Teori yang melandasi pengembangan kreativitas dapat di bedakan menjadi
tiga (Munandar ,2009) , yaitu:
a. Teori Psikoanalisis
Pada umumnya teori-teori psikoalanisis melihat kreativitas sebagai hasil suatu
masalah, yang biasanya mulai di masa anak. Pribadi kreatif dipandang sebagai
seseorang yang pernah mempunyai pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan
memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari dan tidak disadari bercampur menjadi
pemecahan movatif dari trauma. Tindakan kreatif mentransformasi keadaan piskis
yang tidak sehat menjadi sehat.
Teori ini terdiri dari :
1) Teori Freud
Sigmund Freud (1956-1939) menjelaskan proses kreatif dari mekanisme
pertahanan (defence mechanism). Ia menjelaskan proses kreatif dari mekanisme
pertahanan, yang merupakan upaya tak sadar untuk menghindari kesadaran mengenai
ide-ide yang tidak menyenangkan atau yang tidak dapat diterima. Freud percaya
bahwa meskipun kebanyakan mekanisme pertahanan menghambat tindakan kreatif,
mekanisme sublimsi justru merupakan penyebab utama kreativitas karena kebutuhan
seksual tidak dapat dipenuhi, maka terjadi sublimasi dan merupakan awal imajinasi.
Jenis mekanisme pertahanan antara lain, yaitu represi, konpensasi, sublimasi,
rasionalisasi, identifikasi, introjeksi, regresi, proyeksi, pembentukan reaksi,
pemindahan, kompartementalisasi.
2) Teori Ernt Kris
Teori Ernt Kris (1900-1957) menjelaskan bahwa jika seseorang mampu
untuk regress ke kerangka berpikir atau pola perilaku seperti anak, rintangan antara
alam pikiran sadar dan tidak sadar menjadi kurang, dan bahan yang tidak disadari
yang sering mengandung benih kreativitas dapat menembus ke alam kesadaran. Teori
ini mengatakan bahwa orang-orang kreatif adalah mereka yang paling mampu
memanggil bahan-bahan dari alam pikiran tidak sadar. Sebagai orang dewasa kita

tidak pernah seperti anak lagi. Orang kreatif tidak mengalami hambatan untuk bisa
seperti anak dalam pemikiran mereka. Mereka dapat mempertahankan sikap bermain
dengan masalah-masalah serius dalam kehidupan. Dengan demikian, mereka mampu
melihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif untuk Regress in the
service of the ego.
3) Teori Carl Jung
Carl

Jung

(1875-1967)

percaya

bahwa

alam

ketidaksadaran

(ketidaksadaran kolektif) memainkan peranan yang sangat penting dalam pemunsulan


kreativitas tingkat tinggi. Dari ketidaksadaran kolektif ini timbul penemuan, teori, sni
dan karya-karya baru lainnya.
b. Teori Humanistik
Berbeda dari teori psikoanalisis, teori humanistik melihat kreativitas sebagai
hasil dari kesehatan psikologis tingkat tinggi. Kreativitas dapat berkembang selama
hidup, dan tidak terbatas pada lima tahun pertama.
Teori Humanistik meliputi :
1) Terori Maslow
Menurut Abraham Maslow (1908-1970) pendukung utama dari teori
humanistik, manusia naluri-naluri dasar yang menjaid nyata sebagai kebutuhan.
Kebutuhan ini harus dipenuhi dalam urutan tertentu, kebutuhan primitif muncul pada
saat lahir, dan kebutuhan tingkat tinggi berkembang sebagai proses pematangan.
Proses perwujudan diri erat dengan kreativitas. Bila bebas dari neurosis, orang yang
mewujudkan dirinya mampu memusatkan dirinya pada yang hakiki.

Tabel 1. Hirarki Kebutuhan Menurut Maslow


Jenis Kebutuhan
1. Kebutuhan faal yang diperlukan untuk
mempertahankan hidup seperti air, makanan,
minuman, udara, zat asam.
2. Kebutuhan keamanan. Sebagai manusia, kita
perlu merasa bebas dariancaman terhadap hidup
kita, seperti kebutuhan akan keakraban,
keteraturan, dan mempunyai rumah tempat
tinggal.
3. Kebutuhan akan belonging dan cinta. Semua
orang ingin merasakan bahwa mereka tergolong
pada sesuatu dan bahwa paling tidak satu orang
mencintai/menyayanginya.
4. Kebutuhan akan penghargaan dan harga diri.
Kita perlu merasa bahwa kita berharga dan
mampu, dan bahwa masyarakat menghargai
sumbangan kita terhadapnya.
5. Kebutuhan aktualitas diri. Kebutuhan akan
pengembangan dan perwujudan potensi kita
sepenuhnya, termasuk imajinasi dan kreativitas.
6. Kebutuhan estetik. Kebutuhan untuk memberi
sumbangan bermakna untuk kemanusiaan.
Hasrat untuk memahami dunia sekeliling kita
dan tujuan hidup. Kebutuhan ini berada pada
tingkat sangat tinggi dan hanya sedikit orang
yang mengalaminya (misalnya Albert Eistein).

Tingkat Kebutuhan
Deficiency

Deficiency

Deficiency

Being

Being

Urutan dari hrarki kebutuhan ini jelas yaitu tidak ada yang dapat
mewujudkan dirinya jika menderita karena kelaparan. Keempat kebutuhan pertama
disebut kebutuhan deficiency karena mungkin dapat dipuaskan sampai tidak
dirasakan sebagai kebutuhan lagi. Misalnya, jika kita lapar kita dapat makan
sepuasnya sehingga kebutuhan terpenuhi. Dua kebutuhan pada tingkat tinggi
(aktualisasi dan estetik) disebut kebutuhan being, karena jika dipupuk kebutuhan
itu menjadi semakin kuat, yang memperkaya keberadaan kita. Contohnya, belajar
memahami dan menghargai desain meningkatkan hasrat untuk belajar lebih banyak
tentang desain. Proses pewujudan diri erat kaitannya dengan kreativitas.

10

2) Teori Rogers
Menurut Carl Rogers (1902-1987) tiga kondisi pribadi yang kreatif adalah:
a) Keterbukaan terhadap pengalaman
b) Kemampuan untuk menilai situasi dengan patokan pribadi seseorang
(internal locus of evaluation).
c) Kemampuan untuk bereksperimen, untuk bermain dengan konsepkonsep.
Setiap orang yang mempunyai ketiga ciri ini kesehatannya psikologinya
sangat baik. Orang ini berfungsi sepenuhnya, menghasilkan karya-karya kreatif, dan
hidup secara kreatif. Ketiga ciri atau kondisi tersebut juga merupakan dorongan dari
dalam untuk berkreasi (internal press).
c. Teori Cziksentmihalyi
Ciri pertama yang memudahkan tumbuhnya kreativitas adalah Predisposisi
genetis (genetic predispotition). Contoh seorang yang sitem sensorisnya peka
terhadap warna lebih mudah menjadi pelukis, peka terhadap nada lebih mudah
menjadi pemusik.

4. Ciri-ciri Kreativitas
Ada beberapa ciri kreativitas yang dimiliki oleh individu kreatif, tidak hanya
meliputi aspek kognitif, tetapi juga meliputi aspek afektif. Guilford (dalam
Munandar, 2004) menekankan bahwa prestasi atau kreatif sangat ditentukan oleh ciriciri kognitif yang disebutnya aptitude dan ciri afektif yang disebutnya dengan nonapitude. Ciri-ciri aptitude dari kreativitas meliputi kelancaran, kelenturan, dan
orisinalitas dalam berpikir. Ciri-ciri ini dioperasionalkan dalam tes berpikir divergen.
Namun, produktivitas kretif tidak sama dengan produktivitas divergen. Sejauh mana
seseorang mampu menghasilkan prestasi kreatif ditentukan oleh ciri-ciri non-aptitude
(afektif).

11

Penelitian berdasarkan analisis faktor menunjukkan korelasi yang statis


bermakna (signifikan) walaupun rendah, antara ciri-ciri non-aptitude (seperti
kepercayaan diri, keuletan, apresiasi estetik, kemandirian) dan ciri-ciri aptitude dari
kreativitas (antara kelancaran, kelenturan, dan orisionalitas dalam berpikir)
(Munandar, 2004).
Gulford (dalam Munandar, 2009) mengemukakan ciri-ciri dari kreativitas
antara lain :
a) Kelancaran berpikir (fluency of thinking), yaitu kemampuan untuk menghasilkan
banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran
berpikir, yang ditekankan adalah kuantitas, dan bukan kualitas.
b) Keluwesan berpikir (flexibility), yaitu kemampuan untuk memproduksi sejumlah
ide, jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat
suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah
yang berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan
atau cara pemikiran.
c) Elaborasi (elaboration), yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan
menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu objek, gagasan atau situasi
sehingga menjadi lebih menarik.
d) Originalitas (originality), yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau
kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli.
Ciri-ciri perilaku yang ditemukan pada orang-orang yang memberikan
sumbangan kreatif yang menonjol terhadap masyarakat digambarkan sebagai berikut:
berani dalam pendirian/keyakinan, keingintahuan, mandi dalam berpikir dan
mempertimbangkan, bersibuk diri terus menerus dengan pekerjaannya, intutuf, ulet,
tidak bersedia menerima pendapat dari otoritas begitu saja, Kenyataan menunjukkan
bahwa guru dan orang tua lebh menginginkan perilaku sopa, rajin, dan patuh dari
anak, ciri-ciri yang tidak berkaitan dengan kreativitas.

12

Penelitian pertama tentang ciri-ciri kepribadian yang kreatif dilakukan tahun


1997 oleh Prof Dr Utami Munandar dengan membandingkan pendapat tiga
kelompok, yaitu kelompok psikolog, guru, dan orang tua. Alat penelitian yang
digunakan adalah adaptasi dari teori Torrance yaitu Ideal Pupil Checklist yang terdiri
atas 60 ciri melalui studi empiris. Dari penelitian ini ditemukan perbedaan kelompok
orang yang sangat kreatif dari kelompok orang yang kurang kreatif.
Individu yang kreatif cenderung cerdas, dan juga naf dalam waktu yang
bersamaan. Seseorang yang IQ nya tinggi, belum tentu kreatif. Tetapi, untuk menjadi
kreatif, dibutuhkan kecerdasan. Tetapi seberapa cerdas mereka, itu juga masih sebuah
pertanyaan. Selain itu,individual kreatif merupakan kombinasi antara kejenakaan dan
displin, tanggung jawab dan ketidaktanggungjawaban.
Mengenai hubungan kreativitas dengan inteligensi dapat diamati melalui hasil
studi para ilmuwan psikologi. Torrance (1966) dalam temuan hasil penelitiannya
menjelaskan bahwa anak-anak yang tinggi kreativitasnya memiliki intelegensi (IQ) di
bawah rata-rata IQ kelompok sebayanya. Dalam kaitannya memiliki dengan
keberbakatan (Giftedness), Torrance mengemukakan bahwa IQ tidak dapat dijadikan
ukuran satu-satunya sebagai kriteria untuk mengidentifikasi anak-anak berbakat.
Apabila yang digunakan untuk menentukan kriteria keberbakatan hanya IQ,
diperkirakan 70% anak yang memiliki tingkat kreativitas tinggi akan tersingkir dari
penyaringan. Getzels dan Jackson (1962) melaporkan hasil studinya bahwa pada
tingkat IQ di atas 120, hamper tidak ada hubungan antara kreativitas dengan
intelegensi. Artinya, orang-orang yang IQnya tinggi mungkin kreativitasnya rendah,
atau sebaliknya (Rachmawati, 2010).

13

5. Test Kreativitas
Tes kreativitas digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang kreatif yang
ditunjukkan oleh kemampuan dalam berpikir kreatif. Hasil tesnya dikonversikan ke
dalam skala tertentu sehingga menghasilkan CQ (Creative quotient) yang analog
dengan IQ (intellengence quentient) untuk intelegensi. Terdapat beberapa jenis tes
kreativitas, yaitu alternate uses, test of divergent thinking, creativity for children
(Guilford, 1978), Torancce test of creative thinking (Torrance, 1974), creatity
assessment pacet (Williams, 1980), tes kreativitas verbal (Munandar, 1997).
a. Test of divergent thinking, creativity for children (Guilford, 1978)
Desain-desain tes penelitian telah berkembang untuk mengukur kemampuan
seseorang dalam berpikir secara kreatif. Kemampuan untuk memproduksi ide-ide
yang berbeda dari biasanya diasumsikan sebagai divergen thinking yang
menghasilkan ide-ide kreatif. Desain tersebut dibuat untuk menilai kemampuan
berpikir secara diergen pada anak-anak pada usia yang berbeda-beda. Guilford
mengembangkan tes untuk mengukur divergent thinking. Divergent thinking
terbentuk dari beberapa komponen dasar berpikir kreatif, diantaranya fluent, fleksibel
dan original thinking (Kaufman, 2004).
Aspek-aspek yang dinilai adalah : quantity, originality dan impoetance.
Quantity diukur dari beberapa jawaban yang berbeda yang dihasilkan, originality bisa
diukur dengan menjumlahkan ada berapa orang yang memberikan jawaban yang
sama, akhirnya pemecahannya harus dipertimbangkan secara keseluruhan dengan
keseluruhan keterampilan yang dimilikinya. Cara berpikir menyebar berlawanan
dengan konvergen thinking (cara berpikir memusat), jenis cara berpikir yang
berorientasi kearah pengetahuan, solusi yang benar (Kaufman, 2004).
Meskipun cara berpikir memusat maupun menyebar sering diperlukan untuk
mencari jalan keluar dari satu masalah, Guilford berhipotesis bahwa kemampuan
untuk berpikir secara menyebar merupakan karakteristik khusus dari individu kreatif.
Menurut Guilford, pikiran kreatif adalah fasih dalam arti memiliki sejumlah bahan

14

yang siap dipakai, fleksibel dalam pemikirannya, tidak konvensional, dan asli
(Kaufman, 2009).
Beberapa studi melaporkan hubungan positif antara cara berpikir menyebar
dan kreativitas. Contoh : Victor Lowenfeld dan Kenneth Behtel (1959) menemukan
bahwa para siswa yang dinilai sangat kreatif dalam bidang seni rupa mencapai skor
tinggi dalam sejumlah faktor dari cara berpikir menyebar. Tetapi Mackinnon (1961)
menemukan tidak ada hubungan antara cara berpikir menyebar dan kreativitas pada
para arsitek, dan Jacob Getzels dan Csikzntmihalyi (1976) menemukan hubungan
negative antara skor cara berpikir menyebar dan kesuksesan seseorang sebagai
seniman. Mungkin hubungan yang pasti antara cara berpikir menyebar dan kreativitas
dalam seni belum ditetapkan karena pada kenyataannya jenis tes yang digunakan
untuk mengukur cara berpikir menyebar jauh sekali dari wujud usaha kreatif
(Kaufman, 2009).
Peneliti lain, Albert Rothenberg (1971), melalui sejumlah pengujian
berpendapat bahwa orang kreatif merasakan kesamaan ketika pikiran biasa hanya
melihat perbedaan. Pendapat ini mendukung pandangan bahwa orang kreatif harus
mampu menyejajarkan dan menggabungkan pandangan elemen-elemen yang
biasanya dianggap sangat bertentangan. Jadi, menurut sudut pandang ini, orang
kreatif berbeda dari orang biasa terutama dalam kemampuannya untuk merasakan
suatu kesamaan pada saat orang biasa hanya melihat perbedaan. Para peneliti yang
melakukan penelitian tentang kosep ideasional berharap bahwa tes berpikir divergen
akan lebih membantu daripada tes keterampilan akademik untuk mengidentifikasi
individu yang kreatif. Sebagian orang menyebutkan bahwa aliran ide sebagai bagian
dari proses kreatif, itu masuk akal untuk menggunakan komponen ide kelancaran
untuk mengukur kreativitas (Weiner, 2000).

15

b. The Torrance Test Creativity Thinking (TTCT) (Torrance, 1974).


Banyak tes Guilford dikembangkan oleh Torrance yang telah memberikan
banyak

pengaruh

pada

penelitian

bidang

kreativitas.

Torrance

(1966)

mengembangkan langkah-langkah Guilford tentang kelancaran, fleksibilitas, or dan


isinalitas, dan elaborasi dengan menambahkan tiga subyek figural dan tujuh subyek
verbal. Setiap subtes memiliki batas waktu 5 atau 10 menit, scoring telah melalui
beberapa iterasi dan pada tahun 1984, Torrance menerbitkan abstractness Judul dan
Resistensi terhadap 13 tindakan kriteria direferensikan seperti humor dan fantasi
(Kim, 2006). Ukuran fleksibilitas juga dihilangkan pada saat ini karena terkait begitu
tinggi pada skor kefasihan.
TTCT menjadi begitu populer digunakan dalam 75% dari semua penelitian
tentang kreativitas anak dan 40% dari semua studi penelitian kreativitas terhadap
mahasiswa dan orang dewasa. Selain itu, telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 35
bahasa (Millar, 2002). Meskipun TTCT telah menjadi instrument yang paling banyak
digunakan dalam potensi kreatif, penilaian itu tidak menjadi tujuan utama dari
Torance. Tujuan dia dalam mengembangkan tes adalah untuk penelitian,
individualistis instruksi (Kim, 2006).
Tes ini mengundang peserta tes untuk menarik dan memberikan judul untuk
gambar mereka atau untukmenulis pertanyaan, alas an, konsekuensi dan kegunaan
yang berbeda untuk objek (kata-kata). TTCT di bagi menjadi dua tes yaitu TTCT
figural dan TTCT verbal. TTCT figural adalah berpikir kreatif dengan gambar sesuai
di semua tingkatan, TK sampai dewasa. Menggunakan tiga latihan berbasis gambar
untuk menilai lima sifat mental (kefasihan, elaborasi, orisinalitas, resistensi terhadap
penutupan dini dan abstractness judul). Sedangkan, TTCT verbal adalah berpikir
kreatif dengan kata-kata menggunakan enam latihan berbasis kata untuk menilai tiga
kerakteristik mental (kelancaran, fleksibilitas, orisinalitas).

16

c. Creative Assement Packet (CAP) (William, 1980)


CAP oleh William (1980) dirancang untuk mengukur kreativitas siswa di
kelas 3 sampai 12. Ini mencakup 3 komponen berikut yaitu : latihan di feeling
divergen, latihan dalam berpikir divergen dan skala Williams.
1. Latihan di feeling divergen
Penilaian kreativitas 50-item yang memberikan skor untuk kreativitas
secara keseluruhan, rasa ingin tahu, imajinasi, kompleksitas, dan pengambilan resiko.
2. Latihan dalam berpikir divergen
Mencakup penilaian figural kreativitas di mana peserta tes diminta untuk
menyelesaikan serangkaian 12 gambar lengkap dengan cara yang asli dan
menciptakan judul. Produk akhir adalah penilaian pada orisinalitas, kefasihan,
fleksibilitas, dan elaborasi. Judul adalah skor berdasarkan panjang, kompleksitas,
kreativitas dan humor.
3. Skala Williams
Penilaian kreativitas diselesaikan oleh orang tua atau guru anak. Ini berisi
48-item yang menilai orisinalitas, kefasihan, fleksibilitas, elaborasi, rasa ingin tahu,
imajinasi, kompleksitas dan pengambilan resiko.

d. Tes Kreatif Verbal (Munadar, 1977)


Tes kreatif verbal disusun berdasarkan model struktur intelekdari Guilford,
dengan dimensi operasi berpikir divergen, dimensi konten, dimensi berpikir verbal
dan berbeda dalam dimensi produk. Untuk setiap kategori produk ada satu sub-tes.
Ada enam sub-tes, yaitu permulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga
kata, sifat-sifat yang sama, macam-macam penggunaan, dan apa akibatnya. Setiap
sub-tes terdiri dari empat butir, pada bentuk parallel (ada dua bentuk) hanya dua butir.
Tes ini seperti Guliford mengukur kelancaran, kelenturan, orisionalitas, dan elaborasi
dalam berpikir. Tahun 1986 telah dilakukan penelitian pembakuan tes kreatif verbal
menghasilkan nilai baku untuk umur 10-18 tahun dan pengukuran Creative
Questient. Aspek yang diukur yaitu: kelancaran dengan kata, reorganisasi

17

perseptual, kelancaran dalam ungkapan, kelancaran dalam memberikan gagasan,


fleksibelitas

pemikiran,

originalitas

pemikiran,

dan

kemampuan

untuk

mengembangkan suatu gagasan (Kim, 2006).

B. Kreativitas Anak dan Perkembangannya.


Seorang anak yang cerdas dengan keingintahuannya yang besar dan dia selalu
mengambil resiko, akan terlihat dengan jelas motivasi dan emosionalnya. Tetapi, hal
ini belum cukup untuk disebut kreatif karena kreatif membutuhkan sumber yang amat
penting yaitu ilmu pengetahuan. Albert (1996) dan Runco (1996) mengatakan bahwa
tidak hanya ilmu pengetahuan dari subjek saja yang dibutuhkan tetapi juga diperlukan
sebuah ilmu pengetahuan yang dapat menilai dan mengevaluasi kekuatan kreatif anak
tersebut. Runco menambahkan hal ini karena anak-anak seringkali tidak dapat
membedakan antara kenyataan dan fantasi. Mereka tidak dapat menjadi benar-benar
kreatif sampai mereka mencapai tahap pra-remaja (Kaufman, 2004).
Menurut Russ (2003), meskipun anak-anak tidak memiliki dasar ilmu
pengetahuan atau teknik, tetapi mereka dapat memiliki gagasan-gagasan yang baru
dan baikdalam hal menciptakan sesuatu yang baru yang sesuai dengan usia dan
perkembangan mereka. Dan mereka seringkali menggunakan tindakan kreatif dan
pemecahan masalah secara kreatif. Bermain terutama berfantasi, atau berperilaku
berpura-pura, memberi kesempatan kepada anak untuk mempraktekkan kemampuan
berpikir secara menyebar (divegent thinking) yang berperan penting di masa depan
bagi mereka untuk menciptakan sesuatu yang hebat. Vygotsky mengatakan bahwa
bermain adalah fasilitas untuk kreativitas dan memperlihatkan kreativitas sebagai
proses perkembangan. Permainan anak bukan ingatan masa lalu yan sederhana, tetapi
sebuah kreativitas yang dikombinasikan dengan pengaruh dan konstruksi dari realitas
yang baru yang merupakan kebutuhan setiap anak (Kaufman, 2004).
Mendukung Vygotsky, Russ mengatakan bahwa anak-anak yang bermain
mengembangkan imajinasi kombinasi, kemampua untuk mengkombinasikan elemenelemen dari pengalaman kepada situasi yang baru dengan tingkah laku yang juga

18

baru, dan kemampuan ini adalah sebagai dari kreativitas artistic dan ilmu
pengetahuan (Kaufman, 2009).
Kreativitas anak agar dapat terwujud membutuhkan adanya dorongan dalam
diri individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan (motivasi
ekstrinsik) (Kaufman, 2009), antara lain :
a. Motivasi untuk kreativitas
Pada setiap orang ada kecenderungan atau dorongan untuk mewujudkan
potensinya, dorongan untuk mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas
seseorang. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk keativitas ketika individu
membentuk hubungan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi
dirinya sepenuhnya (Rogers, Vernon 1982). Dorongan pada setiap orang bersifat
internal, ada dalam diri individu sendiri, namun membutuhkan kondisi yang tepat
untuk diekspresikan.
b. Kondisi Eksternal yang Mendorong Perilaku Kreatif
Kreativitas memang tidak dapat dipaksakan, tetapi harus dimungkinkan
untuk tumbuh. Menurut Rogers dalam psikoterapi, penciptaan kondisi keamanan dan
kebebasan psikologis memungkinkan timbulnya kreativitas yang konstruktif.
1) Keamanan psikologis
Hal ini dapat terbentuk dengan tiga proses yang saling berhubungan :
a) Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan
keterbatasannya. Jika orang tua atau guru memberikan kepercayaan kepada
anak bahwa pada dasarnya ia mampu, bagaimanapun tingkah laku atau
prestasi anak saat ini maka ia akan mendorong pengembangan kreativitas
anak tersebut. Efeknya adalah anak menghayati suasana keamanan.
b) Mengusahakan suasana yang di dalamnya evaluasi eksternal tidak ada.
Evaluasi selalu mengandung ancaman sehingga menimbulkan kebutuhan
akan pertahanan. Bagi anak untuk berada dalam suasana di mana ia tidak
dinilai, tidak diukur menurut patokan dari luar, dapat memberi rasa
kebebasan.

19

c) Memberikan pengertian secara empiris, mengenal dan ikut menghayati


perasaan-perasaan anak, pemikiran-pemikirannya, tindakan-tindakannya,
dapat melihat dari sudut pandang anak dan tetap menerimanya, hal itu betulbetul memberi rasa aman.
Dalam keadaan seperti ini real self dimungkinkan untuk timbul, untuk
diekspresikan dalam bentuk-bentuk baru dalam hubungannya dengan lingkungannya.
Inilah pada dasarnya yang disebut dengan memupuk kreativitas.

2) Kebebasan Psikologis
Jika orang tua atau guru mengizinkan atau memberi kesempatan pada anak
untuk bebas mengekspresikan secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaanperasaannya, permissiveness ini akan memberikan pada anak kebebasan dalam
berpikir atau merasa sesuai dengan pa yang ada di dalamnya.

20

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Teori yang melandasi pengembangan kreativitas dapat dibedakan menjadi
tiga yaitu : teori psikoanalisis, teori humanistik dan teori cziksentmihalyi.
2. Tes kreativitas digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang kreatif
yang ditunjukkan oleh kemampuan dalam berpikir kreatif. Terdapat
beberapa jenis tes kreativitas, yaitu alternate uses, test of divergent
thinking, creativity for children (Guilford, 1978), Torancce test of creative
thinking (Torrance, 1974), creatity assessment pacet (Williams, 1980), tes
kreativitas verbal (Munandar, 1997).
3. Perkembangan kreativitas adalah salah satu aspek yang penting yang harus
dicapai oleh anak. Kreativitas anak agar dapat terwujud membutuhkan
adanya dorongan dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun
dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik).
B. Saran
Orang tua harus berupaya mengembangkan kreativitas pada anaknya dengan
memberikan dorongan motivasi instrinsik maupun dorongan motivasi
ekstrinsik.

21

DAFTAR PUSTAKA
Baron. (1969). Creativity and Intelegence. New York, Longman Inc.
Bear, John (2006) Creativity and Reason in Cognitive Deveopment Combridge :
Cambrigde University Press.
Csikzszentmihalyi, Mihaly (1996), Creativity, Flow and the psychology of Discovery
and Invention, Harper Collins Publisher.
Getzels. J.w., dan Jackson. P.W. (1962). Creativity and Intelligence. New York : John
Willey and Sons, Inc.
Guilford, J.P. B. Fruchter (1978), Fundemental Statistic in Psychology And
Education, Tokyo: McGraw-Hillkogakusha , Ltd.
Kaufman, J., Bear, J (2004), Hawkings haiku, Madonnas math: Why it is hard to be
creative in every room of the house. In R. Stremberg, E. Grigorenko, J. Singer
(Eds), Creativity from potential to realization (pp. 3-19) Wahington, DC:
American Psychological Assocation.
Kaufman, J., Cole, J., Bear, J. (2009). The Construct of creativity. Structural model
for self-reported creativity ratings. Journal of Creative Behavior, 43, 119134.
Kim, K.H. (2006). Can we trust creativity test? A review of the Torrance tests of
creative thinking 9TTC). Creativity Research Journal, 18, 3-14.
Kim, K. H., Cranmond, B., Bandalos, D. (2006). The latent structure and
measurement invariance of scores on the Torrance tests of creativite thinkingfigural. Educational and Psychological Measurement, 66, 459-477.
Maslow, A. (1976). Creativity in self-actualizing people. In A. Rothenberg, C.
Hausman (Eds), The creativity question (pp. 86-92). Durham, NC: Duke
University Press.
Munandar, S.C.U. (1977). Creativity and Education. Disertai Doktor pada Fakultas
Psikologi UI Jakarta: Tidak dipublikasikan.
Munandar, 2004. Peran Budaya Organisasi Dalam Peningkatan Unjuk Kerja
Perusahaan, Bagian Psikologi Industri dan organisasi Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia, Jakarta.
Munandar, Utami (2009) Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : PT.
Asdi Mahasatya.
Semiawan, Conny R, Putrawan, Made Setiawan, (2002), Dimensi Filsafat Ilmu,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Semiawan, C R. (2009). Kreativitas Kebebakatan, Jakarta: PT indeks.
Sriraman, Bharrath (2011) The Elements of Creativity and Giftdnes in Mathematics.
Rotterdam: Srnse Publishers.
Sternberg, R., Lubart, T. (1996). Investing in creativity. American Psychologist, 51,
677-688.
Strernberg, R., (2006). The Nature of creativity. Creativity Research Journal, 18, 8798.

22

Torrance, E. P. (1969). Curiosity of gifted children and performance on timed and


untimed tests of creativity. Gifted C.
Torrance, EP. 1988. The Nature of creativity as manifest in its testing dalam R.J.
Stremberg edition The nature of creativity. New York : Carnbirdge
University Perss.hil Quarterly, 13, 155-158.
Rachmawati , Y. Euis Kurniati. (2010) Strategi Pengembangan Kreativitas pada
Anak, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, hal 13-19.
Rogers, C. 1982. Towards a Theory of Creativity. Dalam P.E Venon (Ed),
Creativity. Middlesex: Penguin Books.
Runcon. (1996). Personal Creativity : Definition and development issues. New
Directions forChild Development, 72, 3-30.
Russ, S. (2003). Creativity research: Whither thou goest. Creativity Research Journal,
15, 143-145.
Weiner, R. (2000). Creativity and beyond: cultures, values, and change, Albanay:
State University of New York Press.
William D. Hunt Jr., Encyclopedia of American Architecture, 1980.

Anda mungkin juga menyukai