BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era globalisasi modern saat ini menuntut sumber daya manusia (SDM) yang
dapat menciptakan hal baru sehingga kehidupan manusia lebih layak dan baik.
Tuntutan SDM yang baik juga dibutuhkan dalam mengeksploitasi lingkungan dan
meningkatkan kualitas diri manusia yang selalu mencari dan menemukan hal-hal baru
yang bernilai tersendiri, yang lebih dikenal sebagai kreativitas. Kreativitas
menjadikan ilmu pengetahuan, imajinasi, logika, intuisis, kejadian aksidental dan
evaluasi konstruksi menemukan ide-ide baru (Semiawan, 2009).
Hasil penelitian UNDP pada tahun 2004 menunjukkan bahwa Indeks
Pembangunan Manusia (IPAM) di Indonesia mendudukirangking 106 dari 126
negara. Posisi Indonesia jauh dibawah negara-negara ASEAN yang merupakan
pesaing terdekat. Oleh sebab itu pemerintah Indonesia harus mempunyai komitmen
yang kuat dalam pengembangan SDM. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
pengembangan SDM adalah dengan pengembangan kreativitas pada anak dan remaja
yang merupakan salah satu asset SDM bagi Negara yang sedang berkembang
(Semiawan, 2009).
Perkembangan kreativitas adalah salah satu aspek yang penting yang harus
dicapai oleh anak. Menurut Polmalato, salah satu kemampuan yang turut menentukan
suksesnya hidup seseorang adalah kemampuan kreativitas. Pada dasarnya, setiap anak
memiliki potensi untuk kreatif walaupun tingkat kreativitasnya berbeda-beda.
Kreativitas sangatlah penting dipupuk dan dikembangkan dalam diri anak karena
dengan kreasi anak dapat mewujudkan dirinya dan peruwujudan diri termasuk salah
satu kebutuhan pokok dalam hidup manusia, kreativitas sebagai kemampuan untuk
melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah,
bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat tetapi juga memberikan kepuasan
B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan paper ini, antara lain:
1. Mengetahui tentang kreativitas (Teori dan Tes Kreativitas)
2. Mengetahui tentang kreativitas anak dan perkembangannya.
BAB II
ISI
A. Kreativitas
1. Konsep Kreativitas
Kreativitas merupakan suatu aktivitas yang sifatnya sangat kompleks,
sehingga tidak dapat dipungkiri pengertian kreativitas menyebar luas dan banyak
digunakan melalui individu-individu yang memiliki keahlian berbeda dan peradaban
yang variatif, hingga secara otomatis hal ini menyebabkan munculnya sejumlah
definisi. Menurut Semiawan (2009), kreativitas adalah modifikasi sesuatu yang sudah
ada menjadi konse baru. Dengan kata lain, terdapat dua konsep lama yang
dikombinasikan
menjadi
suatu
konsep
baru.
Menurut
Munandar
(2009),
Menurut Rhodes dalam Kaufman (2009), definisi kreativitas terdiri dari empat
P, antara lain :
a. Definisi Pribadi
Menurut Hulbeck (1945) dalam Munandar (2009) Creative action is an
imposing of ones own whole personality on the environment in an unique and
characteristic way. Tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian
dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi yang lebih baru tentang kreativitas
diberikan dalam three-facet model of creativity oleh Stremberg (1996), yaitu
kreativitas merupakan titik pertemuan yang khas antara tiga atribut psikologis yaitu:
intelegensi, gaya kognitif, dan kepribadian/motivasi.
Intelegensi meliputi kemampuan verbal, pemikiran lancer, pengetahuan,
perencanaan, perumusan masalah, penyusunan strategi, representasi mental,
keterampilan pengambilan keputusan, dan keseimbangan serta intergrasi intelektual
secara umum. Gaya kognitif atau intelektual pribadi yang kreatif menunjukkan
kelonggaran dari keterkaitan pada konvensi menciptakan atauran sendiri, melakukan
hal-hal dengan caranya sendiri, menyukai masalah yang tidak terlalu terstruktur,
senang menulis, merancang, lebih tertarik pada jabatan yang kreatif seperti
pengarang, saintis, artis, arsitek atau desainer.
b. Definisi Prosess
Definisi proses yang terkenal adalah definisi Torrance (1988) tentang
kreativitas yang pada dasarnya menyerupai langkah-langkah dalam metode ilmiah
yaitu : the process of 1) sensing difficulties, problems, gaps in information, missing
elements, something asked; 2) evaluating and testing guesses and hypotheses; 4)
possibly revising and retesting them; and finally 5) communicating the results. Defini
Torrance ini meliputi seluruh proses kreatif dan ilmiah mulai dari menemukan
masalah sampai dengan menyampaikan hasil.
c. Definisi Produk
Definisi yang berfokus pada kreatif menekankan orisinalitas seperti
definisi dari Baron (1969) yang menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan
untuk menghasilkan/ menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula Haefele (1962)
yang menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasikombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Selain itu terdapat definisi
kereativitas menurut Robert yang juga berfokus kepada definisi produk. Menurut
Robert, kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta/berkreasi. Demikian juga
pengertian menurut Mihaly Csikszentmihalyi dalam bukunya Creativity, Flow and
The Psychology of Discovery and Inventation yang berfokus pada definisi produk
bahwa kreativitas adalah tindakan, ide, atau produk yang membuat perubahan betuk
pada bidang/sesuatu yang telah ada sebelumnya atau membuat perubahan bentuk
pada bidang/sesuatu yang telah ada tersebut menjadi bentuk yang baru.
d. Definisi lingkungan pendorong (press)
Kategori keempat dari definisi dan pendekatan terhadap kreativitas
menekankan factor press atau dorongan, baik dorongan internal (dari diri sendiri
berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif) maupun
dorongan eksternal dari lingkungan social dan psikologi. Definisi Simpson (dalam
Rachmawati, 2010) merujuk pada aspek dorongan internal, yaitu kemampuan kreatif
dirumuskan sebagai The initiative that one manifest by his power to break away
from the usual sequence of thought. Mengenai press dari lingkungan, ada
lingkungan yang tidak menghargai imajinasi atau fantasi, dan menekankan kreativitas
dan inovasi. Kreativitas juga tidak berkembang dalam kebudayaan yang terlalu
menekankan konformitas dan tradisi, dan kurang terbuka terhadap perubahan atau
perkembangan baru.
3. Teori Kreativitas
Teori yang melandasi pengembangan kreativitas dapat di bedakan menjadi
tiga (Munandar ,2009) , yaitu:
a. Teori Psikoanalisis
Pada umumnya teori-teori psikoalanisis melihat kreativitas sebagai hasil suatu
masalah, yang biasanya mulai di masa anak. Pribadi kreatif dipandang sebagai
seseorang yang pernah mempunyai pengalaman traumatis, yang dihadapi dengan
memungkinkan gagasan-gagasan yang disadari dan tidak disadari bercampur menjadi
pemecahan movatif dari trauma. Tindakan kreatif mentransformasi keadaan piskis
yang tidak sehat menjadi sehat.
Teori ini terdiri dari :
1) Teori Freud
Sigmund Freud (1956-1939) menjelaskan proses kreatif dari mekanisme
pertahanan (defence mechanism). Ia menjelaskan proses kreatif dari mekanisme
pertahanan, yang merupakan upaya tak sadar untuk menghindari kesadaran mengenai
ide-ide yang tidak menyenangkan atau yang tidak dapat diterima. Freud percaya
bahwa meskipun kebanyakan mekanisme pertahanan menghambat tindakan kreatif,
mekanisme sublimsi justru merupakan penyebab utama kreativitas karena kebutuhan
seksual tidak dapat dipenuhi, maka terjadi sublimasi dan merupakan awal imajinasi.
Jenis mekanisme pertahanan antara lain, yaitu represi, konpensasi, sublimasi,
rasionalisasi, identifikasi, introjeksi, regresi, proyeksi, pembentukan reaksi,
pemindahan, kompartementalisasi.
2) Teori Ernt Kris
Teori Ernt Kris (1900-1957) menjelaskan bahwa jika seseorang mampu
untuk regress ke kerangka berpikir atau pola perilaku seperti anak, rintangan antara
alam pikiran sadar dan tidak sadar menjadi kurang, dan bahan yang tidak disadari
yang sering mengandung benih kreativitas dapat menembus ke alam kesadaran. Teori
ini mengatakan bahwa orang-orang kreatif adalah mereka yang paling mampu
memanggil bahan-bahan dari alam pikiran tidak sadar. Sebagai orang dewasa kita
tidak pernah seperti anak lagi. Orang kreatif tidak mengalami hambatan untuk bisa
seperti anak dalam pemikiran mereka. Mereka dapat mempertahankan sikap bermain
dengan masalah-masalah serius dalam kehidupan. Dengan demikian, mereka mampu
melihat masalah-masalah dengan cara yang segar dan inovatif untuk Regress in the
service of the ego.
3) Teori Carl Jung
Carl
Jung
(1875-1967)
percaya
bahwa
alam
ketidaksadaran
Tingkat Kebutuhan
Deficiency
Deficiency
Deficiency
Being
Being
Urutan dari hrarki kebutuhan ini jelas yaitu tidak ada yang dapat
mewujudkan dirinya jika menderita karena kelaparan. Keempat kebutuhan pertama
disebut kebutuhan deficiency karena mungkin dapat dipuaskan sampai tidak
dirasakan sebagai kebutuhan lagi. Misalnya, jika kita lapar kita dapat makan
sepuasnya sehingga kebutuhan terpenuhi. Dua kebutuhan pada tingkat tinggi
(aktualisasi dan estetik) disebut kebutuhan being, karena jika dipupuk kebutuhan
itu menjadi semakin kuat, yang memperkaya keberadaan kita. Contohnya, belajar
memahami dan menghargai desain meningkatkan hasrat untuk belajar lebih banyak
tentang desain. Proses pewujudan diri erat kaitannya dengan kreativitas.
10
2) Teori Rogers
Menurut Carl Rogers (1902-1987) tiga kondisi pribadi yang kreatif adalah:
a) Keterbukaan terhadap pengalaman
b) Kemampuan untuk menilai situasi dengan patokan pribadi seseorang
(internal locus of evaluation).
c) Kemampuan untuk bereksperimen, untuk bermain dengan konsepkonsep.
Setiap orang yang mempunyai ketiga ciri ini kesehatannya psikologinya
sangat baik. Orang ini berfungsi sepenuhnya, menghasilkan karya-karya kreatif, dan
hidup secara kreatif. Ketiga ciri atau kondisi tersebut juga merupakan dorongan dari
dalam untuk berkreasi (internal press).
c. Teori Cziksentmihalyi
Ciri pertama yang memudahkan tumbuhnya kreativitas adalah Predisposisi
genetis (genetic predispotition). Contoh seorang yang sitem sensorisnya peka
terhadap warna lebih mudah menjadi pelukis, peka terhadap nada lebih mudah
menjadi pemusik.
4. Ciri-ciri Kreativitas
Ada beberapa ciri kreativitas yang dimiliki oleh individu kreatif, tidak hanya
meliputi aspek kognitif, tetapi juga meliputi aspek afektif. Guilford (dalam
Munandar, 2004) menekankan bahwa prestasi atau kreatif sangat ditentukan oleh ciriciri kognitif yang disebutnya aptitude dan ciri afektif yang disebutnya dengan nonapitude. Ciri-ciri aptitude dari kreativitas meliputi kelancaran, kelenturan, dan
orisinalitas dalam berpikir. Ciri-ciri ini dioperasionalkan dalam tes berpikir divergen.
Namun, produktivitas kretif tidak sama dengan produktivitas divergen. Sejauh mana
seseorang mampu menghasilkan prestasi kreatif ditentukan oleh ciri-ciri non-aptitude
(afektif).
11
12
13
5. Test Kreativitas
Tes kreativitas digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang kreatif yang
ditunjukkan oleh kemampuan dalam berpikir kreatif. Hasil tesnya dikonversikan ke
dalam skala tertentu sehingga menghasilkan CQ (Creative quotient) yang analog
dengan IQ (intellengence quentient) untuk intelegensi. Terdapat beberapa jenis tes
kreativitas, yaitu alternate uses, test of divergent thinking, creativity for children
(Guilford, 1978), Torancce test of creative thinking (Torrance, 1974), creatity
assessment pacet (Williams, 1980), tes kreativitas verbal (Munandar, 1997).
a. Test of divergent thinking, creativity for children (Guilford, 1978)
Desain-desain tes penelitian telah berkembang untuk mengukur kemampuan
seseorang dalam berpikir secara kreatif. Kemampuan untuk memproduksi ide-ide
yang berbeda dari biasanya diasumsikan sebagai divergen thinking yang
menghasilkan ide-ide kreatif. Desain tersebut dibuat untuk menilai kemampuan
berpikir secara diergen pada anak-anak pada usia yang berbeda-beda. Guilford
mengembangkan tes untuk mengukur divergent thinking. Divergent thinking
terbentuk dari beberapa komponen dasar berpikir kreatif, diantaranya fluent, fleksibel
dan original thinking (Kaufman, 2004).
Aspek-aspek yang dinilai adalah : quantity, originality dan impoetance.
Quantity diukur dari beberapa jawaban yang berbeda yang dihasilkan, originality bisa
diukur dengan menjumlahkan ada berapa orang yang memberikan jawaban yang
sama, akhirnya pemecahannya harus dipertimbangkan secara keseluruhan dengan
keseluruhan keterampilan yang dimilikinya. Cara berpikir menyebar berlawanan
dengan konvergen thinking (cara berpikir memusat), jenis cara berpikir yang
berorientasi kearah pengetahuan, solusi yang benar (Kaufman, 2004).
Meskipun cara berpikir memusat maupun menyebar sering diperlukan untuk
mencari jalan keluar dari satu masalah, Guilford berhipotesis bahwa kemampuan
untuk berpikir secara menyebar merupakan karakteristik khusus dari individu kreatif.
Menurut Guilford, pikiran kreatif adalah fasih dalam arti memiliki sejumlah bahan
14
yang siap dipakai, fleksibel dalam pemikirannya, tidak konvensional, dan asli
(Kaufman, 2009).
Beberapa studi melaporkan hubungan positif antara cara berpikir menyebar
dan kreativitas. Contoh : Victor Lowenfeld dan Kenneth Behtel (1959) menemukan
bahwa para siswa yang dinilai sangat kreatif dalam bidang seni rupa mencapai skor
tinggi dalam sejumlah faktor dari cara berpikir menyebar. Tetapi Mackinnon (1961)
menemukan tidak ada hubungan antara cara berpikir menyebar dan kreativitas pada
para arsitek, dan Jacob Getzels dan Csikzntmihalyi (1976) menemukan hubungan
negative antara skor cara berpikir menyebar dan kesuksesan seseorang sebagai
seniman. Mungkin hubungan yang pasti antara cara berpikir menyebar dan kreativitas
dalam seni belum ditetapkan karena pada kenyataannya jenis tes yang digunakan
untuk mengukur cara berpikir menyebar jauh sekali dari wujud usaha kreatif
(Kaufman, 2009).
Peneliti lain, Albert Rothenberg (1971), melalui sejumlah pengujian
berpendapat bahwa orang kreatif merasakan kesamaan ketika pikiran biasa hanya
melihat perbedaan. Pendapat ini mendukung pandangan bahwa orang kreatif harus
mampu menyejajarkan dan menggabungkan pandangan elemen-elemen yang
biasanya dianggap sangat bertentangan. Jadi, menurut sudut pandang ini, orang
kreatif berbeda dari orang biasa terutama dalam kemampuannya untuk merasakan
suatu kesamaan pada saat orang biasa hanya melihat perbedaan. Para peneliti yang
melakukan penelitian tentang kosep ideasional berharap bahwa tes berpikir divergen
akan lebih membantu daripada tes keterampilan akademik untuk mengidentifikasi
individu yang kreatif. Sebagian orang menyebutkan bahwa aliran ide sebagai bagian
dari proses kreatif, itu masuk akal untuk menggunakan komponen ide kelancaran
untuk mengukur kreativitas (Weiner, 2000).
15
pengaruh
pada
penelitian
bidang
kreativitas.
Torrance
(1966)
16
17
pemikiran,
originalitas
pemikiran,
dan
kemampuan
untuk
18
baru, dan kemampuan ini adalah sebagai dari kreativitas artistic dan ilmu
pengetahuan (Kaufman, 2009).
Kreativitas anak agar dapat terwujud membutuhkan adanya dorongan dalam
diri individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan (motivasi
ekstrinsik) (Kaufman, 2009), antara lain :
a. Motivasi untuk kreativitas
Pada setiap orang ada kecenderungan atau dorongan untuk mewujudkan
potensinya, dorongan untuk mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas
seseorang. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk keativitas ketika individu
membentuk hubungan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi
dirinya sepenuhnya (Rogers, Vernon 1982). Dorongan pada setiap orang bersifat
internal, ada dalam diri individu sendiri, namun membutuhkan kondisi yang tepat
untuk diekspresikan.
b. Kondisi Eksternal yang Mendorong Perilaku Kreatif
Kreativitas memang tidak dapat dipaksakan, tetapi harus dimungkinkan
untuk tumbuh. Menurut Rogers dalam psikoterapi, penciptaan kondisi keamanan dan
kebebasan psikologis memungkinkan timbulnya kreativitas yang konstruktif.
1) Keamanan psikologis
Hal ini dapat terbentuk dengan tiga proses yang saling berhubungan :
a) Menerima individu sebagaimana adanya dengan segala kelebihan dan
keterbatasannya. Jika orang tua atau guru memberikan kepercayaan kepada
anak bahwa pada dasarnya ia mampu, bagaimanapun tingkah laku atau
prestasi anak saat ini maka ia akan mendorong pengembangan kreativitas
anak tersebut. Efeknya adalah anak menghayati suasana keamanan.
b) Mengusahakan suasana yang di dalamnya evaluasi eksternal tidak ada.
Evaluasi selalu mengandung ancaman sehingga menimbulkan kebutuhan
akan pertahanan. Bagi anak untuk berada dalam suasana di mana ia tidak
dinilai, tidak diukur menurut patokan dari luar, dapat memberi rasa
kebebasan.
19
2) Kebebasan Psikologis
Jika orang tua atau guru mengizinkan atau memberi kesempatan pada anak
untuk bebas mengekspresikan secara simbolis pikiran-pikiran atau perasaanperasaannya, permissiveness ini akan memberikan pada anak kebebasan dalam
berpikir atau merasa sesuai dengan pa yang ada di dalamnya.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Teori yang melandasi pengembangan kreativitas dapat dibedakan menjadi
tiga yaitu : teori psikoanalisis, teori humanistik dan teori cziksentmihalyi.
2. Tes kreativitas digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang kreatif
yang ditunjukkan oleh kemampuan dalam berpikir kreatif. Terdapat
beberapa jenis tes kreativitas, yaitu alternate uses, test of divergent
thinking, creativity for children (Guilford, 1978), Torancce test of creative
thinking (Torrance, 1974), creatity assessment pacet (Williams, 1980), tes
kreativitas verbal (Munandar, 1997).
3. Perkembangan kreativitas adalah salah satu aspek yang penting yang harus
dicapai oleh anak. Kreativitas anak agar dapat terwujud membutuhkan
adanya dorongan dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun
dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik).
B. Saran
Orang tua harus berupaya mengembangkan kreativitas pada anaknya dengan
memberikan dorongan motivasi instrinsik maupun dorongan motivasi
ekstrinsik.
21
DAFTAR PUSTAKA
Baron. (1969). Creativity and Intelegence. New York, Longman Inc.
Bear, John (2006) Creativity and Reason in Cognitive Deveopment Combridge :
Cambrigde University Press.
Csikzszentmihalyi, Mihaly (1996), Creativity, Flow and the psychology of Discovery
and Invention, Harper Collins Publisher.
Getzels. J.w., dan Jackson. P.W. (1962). Creativity and Intelligence. New York : John
Willey and Sons, Inc.
Guilford, J.P. B. Fruchter (1978), Fundemental Statistic in Psychology And
Education, Tokyo: McGraw-Hillkogakusha , Ltd.
Kaufman, J., Bear, J (2004), Hawkings haiku, Madonnas math: Why it is hard to be
creative in every room of the house. In R. Stremberg, E. Grigorenko, J. Singer
(Eds), Creativity from potential to realization (pp. 3-19) Wahington, DC:
American Psychological Assocation.
Kaufman, J., Cole, J., Bear, J. (2009). The Construct of creativity. Structural model
for self-reported creativity ratings. Journal of Creative Behavior, 43, 119134.
Kim, K.H. (2006). Can we trust creativity test? A review of the Torrance tests of
creative thinking 9TTC). Creativity Research Journal, 18, 3-14.
Kim, K. H., Cranmond, B., Bandalos, D. (2006). The latent structure and
measurement invariance of scores on the Torrance tests of creativite thinkingfigural. Educational and Psychological Measurement, 66, 459-477.
Maslow, A. (1976). Creativity in self-actualizing people. In A. Rothenberg, C.
Hausman (Eds), The creativity question (pp. 86-92). Durham, NC: Duke
University Press.
Munandar, S.C.U. (1977). Creativity and Education. Disertai Doktor pada Fakultas
Psikologi UI Jakarta: Tidak dipublikasikan.
Munandar, 2004. Peran Budaya Organisasi Dalam Peningkatan Unjuk Kerja
Perusahaan, Bagian Psikologi Industri dan organisasi Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia, Jakarta.
Munandar, Utami (2009) Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : PT.
Asdi Mahasatya.
Semiawan, Conny R, Putrawan, Made Setiawan, (2002), Dimensi Filsafat Ilmu,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Semiawan, C R. (2009). Kreativitas Kebebakatan, Jakarta: PT indeks.
Sriraman, Bharrath (2011) The Elements of Creativity and Giftdnes in Mathematics.
Rotterdam: Srnse Publishers.
Sternberg, R., Lubart, T. (1996). Investing in creativity. American Psychologist, 51,
677-688.
Strernberg, R., (2006). The Nature of creativity. Creativity Research Journal, 18, 8798.
22