Perjanjian Sewa Menyewa Bangunan
Perjanjian Sewa Menyewa Bangunan
2.
pengaduan.
PT. Pos Indonesia (Persero) bertanggung jawab terhadap kiriman yang
dikirim bila pengirim telah membayar lunas semua biaya pengiriman dan
biaya lainnya (kecuali bila ada kesepakatan tertentu) dan memiliki Bukti
3.
4.
5.
Nasional.
PT. Pos Indonesia (Persero) tidak bertanggung jawab dan tidak memberikan
ganti rugi atas kiriman yang diakibatkan oleh:
a. Kerugian atau kerusakan yang disebabkan unsur kesengajaan oleh
pengirim.
b. Isi kiriman yang tidak sesuai dengan pernyataan tertulis di halaman muka
model ini.
c. Semua resiko teknis yang terjadi selama dalam pengangkutan, yang
menyebabkan barang yang dikirim tidak berfungsi atau berubah fungsinya
baik yang menyangkut mesin atau sejenisnya maupun barang-barang
elektronik seperti halnya: handphone, kamera, radio/tape dan lain-lain
yang sejenis.
d. Kerugian atau kerusakan sebagai akibat oksidasi, kontaminasi, polusi dan
reaksi nuklir.
e. Kerugian atau kerusakan sebagai akibat force majeur seperti bencana alam,
perang, huru-hara, aksi melawan pemerintah, pemberontakan, perebutan
kekuasaan atau penyitaan oleh penguasa setempat.
f. Kerugian yang tidak langsung atau untuk keuntungan yang tidak jadi
diperoleh, yang disebabkan oleh kekeliruan dalam penyelengaraan pos
(UU No. 6 Tahun 1984 pasal 12 ayat (7)).
g. Pengaduan yang diajukan setelah melewati waktu 30 hari, (untuk paket,
surat kilat khusus dan surat tercatat dalam negeri), 4 bulan (Untuk EMS)
dan 6 bulan (untuk paket dan surat tercatat luar negeri) sejak tanggal
pengeposan.
ANALISIS
Pengertian klausula baku berdasarkan pasal 1 angka 10 UU nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen:
Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oeh pelaku usaha
yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan
wajib dipenuhi oleh konsumen.
Penjelasan lebih lanjut mengenai ketentuan klausula baku diatur dalam pasal 18
UU nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 18 Undang
Undang Perlindungan Konsumen yang isinya adalah hal-hal yang dilarang dalam
penggunaan klausula baku:
(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada
setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha;
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli konsumen;
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan
sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran;
e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan, dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang
dibelinya;
h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
membebankan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap
barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak dan
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas yang
pengungkapannya sulit dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen
atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan
Undang-undang ini.
Berdasarkan keterangan di atas, klausula eksonerasi biasanya dibuat dalam
perjanjian sebagai klausula tambahan atas unsur esensial dari suatu perjanjian,
pada umumnya ditemukan dalam perjanjian baku. Klausula tersebut merupakan
klausula yang sangat merugikan konsumen yang pada umumnya memiliki posisi
yang lebih lemah jika dibandingkan dengan produsen. Klausula ini menyatakan
bahwa konsumen menanggung beban atau tanggungjawab yang seharusnya
dipikul oleh produsen apabila timbul kerugian dalam pelaksanaan perjanjian
tersebut di kemudian hari.
Kedudukan para pihak yang tidak seimbang dalam suatu perjanjian, maka pihak
yang lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk
menentukan apa yang benar-benar diinginkan dalam perjanjian yang dibuatnya.
Keadaan tersebut menyebabkan pihak yang memiliki posisi kuat biasanya
menggunakan kesempatan tersebut untuk menentukan klausula-klausula tertentu
dalam perjanjian, sehingga perjanjian yang seharusnya dirancang dan dibuat oleh
kedua belah pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut menjadi lebih
berdasarkan kehendak salah satu pihak yang mempunyai posisi yang lebih kuat
saja. Perjanjian yang dibuat lebih berdasarkan kehendak pihak yang mempunyai
posisi yang lebih kuat, maka dapat dipastikan klausula-klausula yang tercantum
dalam perjanjian yang dibuat akan menguntungkan bagi pihaknya, ataupun
meringankan, dan bahkan menghapuskan beban atau kewajiban tertentu yang
seharusnya menjadi tanggungjawabnya.
Suatu perjanjian yang mengandung klausula eksonerasi mempunyai ciri, yaitu:
a.
Pada umumnya isi perjanjian baku tersebut ditetapkan oleh pihak yang
mempunyai posisi yang lebih kuat;
b.
yang
c.
d.
Bentuknya tertulis;
e.
Secara umum, yang dimaksud klausula eksonerasi yaitu klausula eksonerasi ini
diartikan sebagai klausula pengecualian kewajiban/tanggung jawab dalam
perjanjian. Jadi disini pelaku usaha membentuk suatu klausula untuk mengalihkan
tanggung jawabnya sebagai pelaku usaha terhadap konsumen. Jika dilihat dengan
klausula yang dibentuk PT. Pos Indonesia (Persero), maka yang dimaksud
klausula eksonerasi yakni terdapat dalam angka 5 (lima) yang berbunyi:
PT. Pos Indonesia (Persero) tidak bertanggung jawab dan tidak memberikan
ganti rugi atas kiriman yang diakibatkan oleh:
a. Kerugian atau kerusakan yang disebabkan unsur kesengajaan oleh pengirim.
b. Isi kiriman yang tidak sesuai dengan pernyataan tertulis di halaman muka
model ini.
c. Semua resiko teknis yang terjadi selama dalam pengangkutan, yang
menyebabkan barang yang dikirim tidak berfungsi atau berubah fungsinya
baik yang menyangkut mesin atau sejenisnya maupun barang-barang
elektronik seperti halnya: handphone, kamera, radio/tape dan lain-lain yang
sejenis.
d. Kerugian atau kerusakan sebagai akibat oksidasi, kontaminasi, polusi dan
reaksi nuklir.
e. Kerugian atau kerusakan sebagai akibat force majeur seperti bencana alam,
perang, huru-hara, aksi melawan pemerintah, pemberontakan, perebutan
kekuasaan atau penyitaan oleh penguasa setempat.
f. Kerugian yang tidak langsung atau untuk keuntungan yang tidak jadi
diperoleh, yang disebabkan oleh kekeliruan dalam penyelengaraan pos (UU
No. 6 Tahun 1984 pasal 12 ayat (7)).
g. Pengaduan yang diajukan setelah melewati waktu 30 hari, (untuk paket, surat
kilat khusus dan surat tercatat dalam negeri), 4 bulan (Untuk EMS) dan 6
bulan (untuk paket dan surat tercatat luar negeri) sejak tanggal pengeposan.
Berdasarkan keterangan di atas maka PT. Pos Indonesia (Persero) telah
mengalihkan tanggung jawabnya sebagai pelaku usaha sebagaimana tertera dalam
pasal 19 UU nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. Dengan kata
lain, konsumen sebagai pihak yang lemah telah dirugikan hak-hak konsumennya
yang tertera dalam pasal 4 UU nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
konsumen dengan adanya klausula tersebut. Pembentukan klausula seperti di atas
jelas tidak memperhatikan asas keseimbangan yang menjadi dasar dalam
pembentukan UU tentang perlindungan konsumen. Karena larangan yang
tercantum dalam pasal 18 UU nomor 8 Tahun 1999 dimaksudkan untuk
menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha.
Pasal 18 angka 1 huruf a jelas melarang dalam pencantuman klausula baku yang
menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. Seharusnya pelaku usaha
juga harus melindungi kepentingan konsumen dengan melakukan segala
kewajiban dan tanggung jawabnya. Dengan kata lain, pelaku usaha tidak
memanfaatkan konsumen sebagai pihak yang lemah untuk mencari keuntungan
yang sebesar-besarnya. Segala bentuk kerugian dan kerusakan yang dialami
konsumen berdasar klausula PT. Pos Indonesia (Persero) hendaknya dipenuhi
secara seimbang berdasar asas keseimbangan. PT. Pos Indonesia (Persero) tidak
boleh membebankan segala bentuk kerugian tersebut kepada konsumen. Karena
konsumen memiliki hak sebagaimana tercantum dalam pasal 4 huruf h yang
menyatakan bahwa konsumen memilii hak untuk mendapatkan kompensasi, danti
rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Demikian pula dengan pelaku
usaha memilki kewajiban sebagaimana tercantum dalam pasal 7 huruf f yang
menyatakan pelaku usaha wajib memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan. Baik konsumen maupun pelaku usaha
memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawabnya masing-masing yang harus
dilaksanakan dan dilindungi secara bersama-sama. Dengan demikian, di Indonesia
ini tercipta iklim usaha yang sehat antara konsumen, pelaku usaha dan
pemerintah.
2.
pengaduan.
PT. Pos Indonesia (Persero) bertanggung jawab terhadap kiriman yang
dikirim bila pengirim telah membayar lunas semua biaya pengiriman dan
biaya lainnya (kecuali bila ada kesepakatan tertentu) dan memiliki Bukti
3.
4.
Nasional.
Demi keamanan barang kiriman, pengirim dalam mengirim wajib
6.
7.
8.
model ini.
PT. Pos Indonesia (Persero) bertanggung jawab dan memberikan ganti rugi
sebesar 25% atas harga barang kiriman yang diakibatkan oleh:
a. Semua resiko teknis yang terjadi selama dalam pengangkutan, yang
menyebabkan barang yang dikirim tidak berfungsi atau berubah fungsinya
baik yang menyangkut mesin atau sejenisnya maupun barang-barang
elektronik seperti halnya: handphone, kamera, radio/tape dan lain-lain
yang sejenis.
b. Kerugian atau kerusakan sebagai akibat oksidasi, kontaminasi, polusi dan
reaksi nuklir.
c. Kerugian atau kerusakan sebagai akibat force majeur seperti bencana
alam, perang, huru-hara, aksi melawan pemerintah, pemberontakan,
perebutan kekuasaan atau penyitaan oleh penguasa setempat.