Anda di halaman 1dari 24

BAB III

PERENCANAAN PERKERASAN BARU


DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN
Obyektif : Mahasiswa memahami dan bisa merencanakan perkerasan baru
dengan metode Analisa Komponen.
III.1. PARAMETER PERENCANAAN
Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perencanaan
perkerasan jalan baru, antara lain adalah :
1. Kondisi atau daya dukung tanah dasar yang biasanya dinyatakan
dengan

nilai CBR (California Bearing Ratio) yaitu perbandingan

kekuatan material (tanah dasar) dengan material tertentu (material


yang ada di California). Satuannnya adala persen (%).
2. Volume lalu lintas dan komposisi atau jenis kendaraan yang akan
lewat pada jalan yang akan dibangun. Karena jalannya belum ada,
maka dengan teknik/ilmu lalu lintas, jenis maupun volume
kendaraan yang akan lewat pada jalan baru tersebut diperkirakan
jumlahnya . Hal ini dilakukan melalui survey asal dan tujuan (OD
survey) pada jalan disekitarnya.
3. Kondisi setempat (Faktor regional), yaitu kondisi medan dan curah
hujan yang berpengaruh terhadap keawetan perkerasan jalan yang
akan dibangun.
4. Material yang akan dipakai dalam pembuatan perkerasan.
III.2. LALU LINTAS
III.2.1. JUMLAH LAJUR DAN KOEFISIEN DISTRIBUSI ( C ).
Sebelum membahas jumlah lajur, agar tidak membingungkan maka
perlu dibahas lagi pengertian tentang lajur dan jalur pada jalan raya.
Perhatikanlah ilustrasi di bawah ini.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-1

Jalur adalah semua badan jalan yang diperuntukkan untuk lalu


lintas.

Lajur adalah bagian dari jalur yaitu merupakan lebar yang


dibutuhkan untuk satu leret kendaraan. Lebar satu lajur bervariasi
menurut jenis kendaraan, tetapi untuk keperluan perhitungan
perkerasan ini, perhitungan jumlah lajur ditetapkan seperti tabel
III.1.

Lajur rencana

Lajur
Ryr

lajur

lajur

lajur

Jalur jalan
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali
Rekayasa Jalan Raya II

III-2

Lebar Perkerasan yang

Jumlah lajur (n)

direncanakan (L)
L<5,5 meter
5,5 8,25 meter
8,26 11,25 meter
11,26 15,00 meter
15,01 18,75 meter
18,,76 22 meter
Tabel III.1. Jumlah lajur.

1
2
3
4
5
6

Karena jalan yang direncanakan adalah terdiri dari beberapa lajur,


maka dalam perencanaan ditetapkan adanya lajur rencana. Yang
dinamakan lajur rencana adalah salah satu lajur tepi luar dari jalan raya.
Kenapa ditetapkan lajur tepi luar sebagai lajur rencana, karena lajur tepi
luar merupakan lajur lambat dimana kendaraan yang bergerak lambat
biasanya merupakan kendaraan berat.
Untuk menentukan volume lalu lintas yang akan lewat pada lajur
rencana tersebut, ditetapkan adanya koefisien distribusi kendaraan (C )
menurut tabel III.2. berikut:
Tabel III.2. Koefisien Distribusi Kendaraan.
Jumlah

Kendaraan Ringan
1 Arah
2 Arah

Lajur
1
2
3
4
5
6

1,00
0,60
0,40
-

1,00
0,50
0,40
0,30
0,25
0,20

Kendaraan Berat
1 Arah
2 Arah
1,00
0,70
0,50
-

1,00
0,50
0,475
0,45
0,425
0,40

Kendaraan berat adalah kendaraan dengan berat total lebih besar/sama


dengan 5 ton dan sebaliknya.
III.2.2. ANGKA EKIVALEN BEBAN SUMBU KENDARAAN (E).
Sehubungan jenis kendaraan yang lewat pada jalan raya sangat
banyak

dimana

beratnya

juga

sangat

bervariasi,

maka

dalam

perencanaan tebal perkerasan jalan ditetapkan suatu beban sumbu

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-3

standar yang besarnya adalah 8,16 ton. Nilai kerusakan yang ditimbulkan
oleh

beban

sumbu

ini

dipakai

dasar

dalam

merencanakan

tebal

perkerasan jalan dengan metode Analisa Komponen. Beban sumbu dari


semua kendaraan yang akan lewat pada jalan raya dikorelasikan kedalam
beban sumbu standar diatas. Angka Ekivalen Beban Sumbu (E) adalah
perbandingan antara besarnya kerusakan yang ditimbulkan oleh beban
sumbu

suatu

kendaraan

dibandingkan

dengan

kerusakan

yang

ditimbulkan oleh beban sumbu standar, jika sama-sama melintas satu


kali.
Ada dua jenis sumbu kendaraan yaitu sumbu tunggal dan sumbu
ganda/tandem. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar ilustrasi III.2.
berikut:

Beban satu sumbu


Beban satu sumbu

Sumbu belakang

Sumbu depan
Beban satu sumbu
Beban satu sumbu

Sumbu belakang
TANDEM

Sumbu depan
TUNGGAL

Gambar III.2. Sumbu tunggal dan Sumbu ganda(tandem)

Anggka ekivalen beban sumbu kendaraan dapat dihitung dengan rumus


atau dapat dicari dari Tabel III.3 dibawah :

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-4

Untuk Sumbu Tunggal :

EE==

Beban
Bebansatu
satusumbu
sumbu(Kg)
(Kg)

44

8160
8160

Untuk sumbu ganda/tandem:


44
Beban
satu
sumbu
(Kg)
Beban satu sumbu (Kg)
XX 0,086
0,086
8160
8160
Beban
Sumbu(K

Angka Ekivalen ( E )
Sumbu Tunggal
Sumbu Ganda

G)
1000
12000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
8160
9000
10000
11000
12000
13000
14000
15000
16000

0,0002
0,0036
0,0183
0,0577
0,1410
0,2923
0,5415
0,9238
0,1000
1,4798
2,2555
3,3022
4,6770
6,4419
8,6647
11,4184
14,7815

0,0003
0,0016
0,0050
0,0121
0,0251
0,0466
0,0794
0,0860
0,1273
0,1940
0,1284
0,4022
0,2240
0,7452
0,9820
1,2712

Tabel III.3. Nilai Ekivalen Beban Sumbu Kendaraan


III.2.3. LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA DAN LINTAS EKIVALEN
Umur Rencana adalah umur jalan yang dihitung mulai dari jalan
tsb dioperasikan sampai memerlukan perbaikan yang sifatnya struktural
(overlay/pelapisan kembali). Umur rencana sangat menentukan didalam
menentukan tebal lapis perkerasan yang didapat dari hasil perhitungan.
Volume lalu lintas yang dipakai dalam perencanaan adalah Lalu
lintas Harian Rata Rata (LHR) pada awal umur rencana (awal jalan tsb
dioperasikan).

Karena proses perencanaan dan pelaksanaan konstruksi

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-5

memerlukan waktu yang cukup lama, maka data yang didapat adalah
data awal yaitu beberapa tahun sebelum jalan dioperasikan. Untuk itu,
maka dalam menentukan LHR pada awal Umur Rencana (UR) perlu dicari
besarnya pertumbuhan lalu-lintas. LHR yang dipakai adalah LHR untuk
dua arah untuk jalan dua arah dan LHR satu arah untuk jalan satu arah
dan jalan dua arah dengan median.
Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah jumlah nilai ekivalen
beban sumbu untuk semua kendaraan yang akan melewati jalan tersebut
pada awal Umur Rencana
n
LEP = ( LHRj X Cj X Ej)
j=1

LHRj = jumlah masing-masing jenis kendaraan


Cj
Ej

= Koefisien distribusi kendaraan


= Nilai ekivalen beban sumbu masing-masing kendaraan
yaitu jumlah ekivalen sumbu depan dan belakang dari satu
jenis kendaraan.

Lintas Ekivalen Akhir ( LEA) adalah jumlah nilai ekivalen semua


kendaraan pada akhir Umur Rencana.
n
LEA = (LHRur x Cj x Ej)
J=1

LHRur = LHRj (1 + i )UR

LHRur

adalah jumlah masing-masing kendaraan pada akhir Umur


Rencana

LHRj

adalah jumlah masing-masing kendaraan pada awal Umur


Rencana

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-6

UR

adalah umur rencana dan i =

pertumbuhan lalu lintas

dalam desimal.
Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah nilai ekivalen beban
sumbu untuk semua kendaraan yang lewat pada tengah-tengah umur
rencana, dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

LEP + LEA
LET =
2
Lintas Ekivalen Rencana

(LER) adalah lintas ekivalen yang

disesuaikan dengan suatu faktor, yaitu faktor penyesuaian umur rencana


(FP).

LER = LET X FP

FP = UR/10

III.3. PERHITUNGAN DAYA DUKUNG TANAH


Kekuatan tanah dasar biasanya dinyatakan dalam nilai CBR
(California Bearing Ratio) yaitu perbandingan kekuatan tanah dengan
kekuatan material yang ada di California. Nilai CBR yang dimaksud adalah
nilai CBR yang didapat dari pengujian sampel tanah

di laboratorium,

sering disebut CBR laboratorium. Satuannya adalah %.


Karena biasanya jalan yang dibangun cukup panjang, maka agar
sampel yang dipakai untuk menetapkan kekuatan / Daya Dukung Tanah
(DDT) diambil sampel minimal 1 sampel per 500 meter. Berikut ini adalah
urutan untuk menentukan CBR yang mewakili yang digunakan untuk
menentukan Daya Dukung Tanah (DDT):
1. Urutkan nilai CBR mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi
dalam bentuk tabel.
2. Hitung jumlah nilai CBR yang sama atau lebih besar dari masingmasing urutan nilai CBR diatas.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali
Rekayasa Jalan Raya II

III-7

3. Hitunglah persentase jumlah diatas terhadap jumlah data CBR yang


ada.
4. Buatlah grafik hubungan antara point 2 dan poin 3 diatas.
5. Nilai CBR yang mewakili yang dipakai dalam menentukan Daya
Dukung Tanah adalah nilai yang diperoleh dari prosentase 90 %.
Untuk lebih jelasnya lihatlah contoh perhitungan pada lampiran terakhir
bab ini.
Contoh

Perhitungan

CBR

yang

mewakili

yang

digunakan

di

sepanjang

ruas

jalan

dalam

perencanaan:
Diketahui

harga

CBR

yang

akan

direncanakan adalah sebagai berikut : 3,4,3,6,6,5,11,10,6,6, dan 4. Maka


sesuai dengan panduan diatas dibuatlah table untuk perhitungan dan
grafik sebagai berikut:
CBR
3
4
5
6
10
11

Jumlah yang sama


atau lebih besar
11
9
7
6
2
1

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

Persen (%) yang sama


atau lebih besar
11/11x100% = 100 %
9/11x100% = 81,8 %
7/11x100% = 63,6 %
6/11x100% = 54,4 %
2/11x100% = 18,2 %
1/11x100% = 9,0 %

III-8

3,6 %

CBR yang mewakili atau yang dipakai dalam menentukan Daya Dukung
Tanah (DDT) adalah yang didapat dari persentase 90 %. Caranya adalah
dengan menarik garis horizontal pada titik 90 % sampai bertemu dengan
grafik lengkung dan meneruskan kearah vertikal.

Hasilnya adalah CBR

yang mewakili = 3,6 %


Untuk menentukan korelasi antara CBR yang mewakili dengan Daya
Dukung Tanah Dasar (DDT), dapat dicari dari nomogram No X (sepuluh)
dengan cara menghubungkan harga CBR yang mewakili dengan garis
mendatar ke kiri sehingga bertemu dengan garis vertikal DDT.
III.4.FAKTOR REGIONAL
Oleh karena kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan
sangat

dipengaruhi

dibangun,

maka

oleh
dalam

kondisi

setempat

perencanaan

dimana

perkerasan

jalan

tersebut

jalan,

perlu

mempertimbangkan kondisi tersebut. Kondisi setempat yang dimaksud


adalah mencakup:

Permeabilitas tanah,

Kelengkapan drainase,

Bentuk alinemen / geometrik jalan ,

Presentase kendaraan berat terhadap kendaraan total,

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-9

Jumlah kendaraan yang berhenti,

Kondisi medan (kelandaian rata-rata medan)


Besarnya curah hujan tahunan rata-rata.

Kondisi

setempat

yang

mempengaruhi

kekuatan

dan

keawetan

konstruksi perkerasasn jalan disebut dengan Faktor Regional (FR).


Untuk menyederhanakan perhitungan maka dari beberapa faktor
regional tersebut diatas yang dianggap paling berpengaruh adalah
kelandaian medan, curah hujan dan persentase kendaraan berat. Yang
lain dianggap sudah diwakili oleh 3 faktor tsb. Jadi tabel berikut (III.4)
merupakan faktor regional yang dipengaruhi oleh 3 hal diatas :
Tabel III.4. Faktor Regional.
Catatan :

KELANDAIAN I

Pada
Persimpangan

KELANDAIAN II

KELANDAIAN III

< 6%

6 10 %

> 10 %

Persen Kendaraan

Persen Kendaraan

Persen Kendaraan

Berat

Berat

Berat

/pemberhentian
/tikungan tajam
FR bisa

</=

ditambah 0,5

30%

> 30 %

</=

> 30 %

30%

</=

> 30 %

30%

dan daerah rawa


dapat ditambah
1,0
IKLIM I

0,5

1,0 1,5

1,0

1,5

1,5

2,0

1,5

2,0 2,5

2,0

2,0
2,5

2,5

2,5
3,0

<900mm
IKLIM II
>/=900mm

3,0

3,5

III.5. INDEKS PERMUKAAN


Indeks permukaan merupakan nilai yang menunjukkan tingkat
kerataan/kehalusan dari permukaan jalan. Hal ini berpengaruh terhadap
tingkat pelayanan jalan. Dalam perencanaan konstruksi perkerasan jalan,
indeks perkerasan yang perlu diperhatikan adalah pada saat awal umur
rencana dan yang diharapkan terjadi pada akhir umur rencana.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-10

1. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana


Indeks permukaan pada awal umur rencana dipengaruhi oleh jenis
lapis permukaan yang akan digunakan dalam konstruksi perkerasan
dan nilai Rougness yang diharapkan dari lapis permukaan tersebut.
Nilai Rougness adalah nilai yang menunjukkan banyaknya getaran
yang terjadi pada kendaraan yang lewat dipermukaan jalan. Alat
pengukur roughness adalah Roughmeter yang dipasang pada mobil
datsun 1500 station wagon, yang bergerak dengan kecepatan +/32 Km/jam. Gerakan sumbu belakang kendaraan pada arah vertikal
dipindahkan ke alat Roughmeter dan dihubungkan dengan counter
(penghitung) melalui fleksible drive.

(standar NAASRA).

Setiap

putaran counter = 15,2 mm gerakan vertikal. Jadi nilai Roughtness


merupakan komulatif gerakan vertikal karena diukukur getaran
kendaraan sepanjang 1 Km perjalanannya. Berikut ini (tabel III.5.)
ditampilkan nilai Indeks Permukaan pada awal umur rencana (IPo).

Tabel III.5. Indeks Permukaan pada awal umur rencana (IPo).


JENIS LAPIS

ROUGNESS

PERMUKAAN

(mm/Km)

LASTON
LASBUTAG
HRA
BURDA
BURTU
LAPEN
LATASBUM
BURAS
LATASIR
JALAN TANAH
JALAN KERIKIL

</= 1000
> 1000
</= 2000
> 2000
</= 2000
> 2000
< 2000
< 2000
</=3000
> 3000
-

IPo
>/= 4
3,9 3,5
3,9 3,5
3,4 - 3,0
3,9 3,5
3,4 - 3,0
3,9 3,5
3,4 - 3,0
3,4 - 3,0
2,9 2,5
2,9 2,5
2,9 2,5
2,9 2,5
</= 2,4
</=2,4

III.6. KOEFISIEN KEKUATAN RELATIF ( a )


Bahan untuk membuat perkerasan jalan ada bermacam-macam
jenisnya sehingga dalam perencanaan perlu dibuat suatu perbandingan

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-11

kekuatan dari berbagai macam bahan perkerasan tersebut. Perbandingan


kekuatan tersebut disebut dengan koefisien kekuatan relative ( a ).
Kekuatan masing bahan perkerasan dapat diukur dengan beberapa
cara tergantung dari jenis bahan tersebut :
1.

Material yang mengandung komponen aspal sebagai

bahan pengikat, kekuatannya diukur dengan alat Marshal


dalam satuan Kg. Material jenis ini biasanya dapat digunakan
untuk lapis permukaan (surface) atau lapis pondasi atas
(base).
2.

Material yang berupa bahan stabilisasi seperti stabilisasi

tanah dengan semen atau tanah dengan stabilisasi kapur


kekuatannya ditentukan dengan mesin tekan dengan satuan
Kg/cm2. Bahan seperti ini dapat dipakai sebagai lapis pondasi
atas (base) atau lapis pondasi bawah (subbase).
3.

Material yang berupa batu pecah atau sirtu (pasir batu),

kekuatannya ditentukan dengan alat CBR (California Bearing


Ratio). CBR ada dua macam menurut cara mengukurnya yaitu
CBR laboratorium dan CBR lapangan. Pengukuran CBR
laboratorium dilakukan dengan mengambil
dilapangan

dan

diuji

di

laboratorium.

sample tanah
Biasanya

untuk

perencanaan dipakai CBR laboratorium. Sedangkan CBR


lapangan didapat dengan melakukan tes beban yang berasal
dari beban truk langsung dilapangan. Kegunaan

dari CBR

lapangan biasanya untuk mengetahui kepadatan lapisan


perkerasan

setelah

pelaksanaan

konstruksi

atau

untuk

memeriks kesesuaian pelaksanaan dengan persyaratan yang


ditentukan dalam perencanaan.
Berikut ini adalah tabel koefisien kekuatan relative untuk berbagai
macam material perkerasan dan sesuai peruntukannya yaitu a1 untuk
lapis permukaan (surface), a2 untuk lapis pondasi atas (base) dan a3
untuk lapis pondasi bawah (subbase).
Tabel III.6. Koefisien Kekuatan relative material lapis perkerasan jalan.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali
Rekayasa Jalan Raya II

III-12

KOEFISIEN KEKUATAN
a1

RELATIF
a2

KEKUATAN BAHAN
JENIS BAHAN

a3

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

MS

Kt(kg/cm

KG)

CBR (%)

III-13

0,40
0,35
0,32
0,30
0,35
0,31
0,28
0,26
0,30
0,26
0,25
0,20

744
590
454
340
744
590
4544
340
340
340
340
340
590
454
340

0,28
0,26
0,24
0,23
0,19

LASTON

LASBUTAG

HRA
ASPAL MAKADAM
LAPEN MEKANIS
LAPEN MANUAL
LASTON ATAS
Lapen Mekanis
Lapen Manual

0,15

22

0,13
0,15
0,13
0,14
0,13
0,12
0,13
0,12
0,11
0,10

18
22
18

Stabilitas

tanah

dengan

semen

Catatan :

Stabilitas tanah dengan kapur


100
80
60
70
30
20
20

Batu Pecah Kelas A


Batu Pecah Kelas B
Batu Pecah kelas C
Sirtu Kelas A
Sirtu Kelas B
Sirtu Kelas D
Tanah/lempung kepasiran

MS

= Marshall Stability

Kt

= Kuat tekan ( Kuat tekan stabilisasi tanah dengan


semen diukur pada umur 7 hari dan kuat tekan untuk
stabilisasi tanah dengan kapur diuji pada umur 21
hari)

CBR =

Calofornia Bearing Ratio

III.7. TEBAL MINIMAL LAPIS PERKERASAN


Sesuai dengan syarat pembangunan jalan yaitu kuat dan awet,
maka dalam perencanaan perkerasan jalan harus memperhatikan adanya
batasan tebal minimal dari lapisan perkerasan yang akan dibuat. Akan
tetapi syarat ekononis juga harus menjadi prioritas.
Didalam perencanaan pekerasan lentur dimana perkerasan ini
terdiri dari beberapa lapis perkerasan (surface, base, dan sub base ) maka

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-14

prinsip perencanaan yang diterapkan untuk memperoleh jalan yang kuat


dan awet tetapi tetap ekonomis, adalah dengan cara:
1. Lapis perkerasan dengan material yang lebih mahal dipakai tebal
minimal.
2. Lapis perkerasan dengan material yang lebih

murah dipakai

lebih tebal sehingga tebal yang dibutuhkan dapat dipenuhi.


Biasanya lapis yang paling

mahal adalah lapis permukaan

kemudian lapis pondasi atas dan yang paling murah adalah lapis pondasi
bawah. Jadi untuk lapis permukaan dan lapis pondasi atas dipakai tebal
minimal dan lapis pondasi bawah dipakai tebal sesuai kebutuhan dalam
perhitungan.
Berikut ini adalah tebal minimal lapis permukaan (table III. 7 ) dan
tebal minimal lapis pondasi atas (table III. 8 ) beserta alternative material
yang digunakan sesuai dengan Indeks tebal Perkerasan (ITP) yang didapat
dari perhitungan.

Tabel III.7. Tebal minimal lapis permukaan.


ITP

Tebal Minimal

<3.00
3,00 6,70

(Cm)
5
5

6,71 7,49
7,5 9,99
> 9,99

Alternatif Material yang Digunakan


Bura,,Burtu,Burda
Lapen/Aspal

7,5

Macadam,HRA,Lasbutag,Laston
Lapen/Aspal

7,5
10

Macadam,HRA,Lasbutag,Laston
Lasbutag,Laston
Laston

Tabel III.8. Tebal minimal lapis pondasi atas.


ITP

Tebal Minimal

Alternatif Material yang Digunakan

<3.00

(Cm)
15

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-15

20

kapur/semen
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan

7,50 9,99

10
20

kapur/semen
Laston Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan

10 12,14

15
20

kapur/semen, pondasi macadam


Laston Atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan

25

kapur/semen, pondasi macadam/Lapen


Batu pecah, stabilisasi tanah dengan

3,00 7,49

> 12,14

kapur/semen,

pondasi

macadam/Lapen, Laston atas.


Apabila dalam perhitungan ternyata mendapatkan tebal lapis
pondasi bawah (sub base) < 10 cm maka tebal yang dipakai adalah 10
cm.
III.8. ANALISA KOMPONEN PERKERASAN
Perhitungan tebal perkerasan didasarkan pada kekuatan relative
masing-masing bahan yang digunakan setiap lapis perkerasan dan Indeks
Tebal Perkerasan (ITP). Indeks Tebal Perkerasan adalah suatu angka yang
didapat dari korelasi antara beberapa fator yang menentukan (parameter)
perkerasan jalan yaitu Daya Dukung Tanah Dasar(DDT), Lintas Ekivalen
Rencana(LER) dan Faktor Regional (FR). Korelasi tersebut didapat dengan
memplot

ketiga

parameter

tersebut

dalam

nomogram

sampai

nomogram 9. Pemilihan nomogram tergantung dari IPo (Indeks Permukaan


pada awal umur rencana dan IPt (Indek Permukaan pada akhir umur
rencana).

ITP = a1.D1 + a2.D2 +


Dimana

: a1 =

Koefisien kekuatan relative bahan perkerasan lapis

a2

Koefisien kekuatan relative bahan perkerasan lapis

permukaan
=

pondasi atas

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-16

a3 = Koefisien kekuatan relative bahan perkerasan lapis


pondasi bawah
D1 = Tebal lapis permukaan
D2 = Tebal lapis pondasi atas
D3 = Tebal lapis pondasi bawah

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-17

NOMOGRAM X

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-18

Contoh Soal :
Rencanakan suatu ruas jalan baru dengan data-data sbb:
o Data lalu lintas tahun 2001 sbb :
Kendaraan ringan 2 ton ( 1 + 1) 2000 kend./hari.
Bus 8 ton ( 3 + 5 ).. 350 kend./hari.
Truk 2 as 13 tin ( 5 + 8 ) ..

50 kend./hari.

Truk 3 as 20 ton ( 6 + 7.7)

10 kend./hari.

Jalan dibuka tahun 2004, Umur Rencana (UR) 7 tahun.


Pertumbuhan lalu lintas (i) 2001 2004 = 5 %
2004 s/d akhir UR = 6 %
Lebar jalan direncanakan selebar 14 m (Jalan Arteri).
o Faktor Regional :
Curah Hujan > 900 mm/th
Kondisi medan dengan kelandaian rata-rata = 6 %
o CBR tanah dasar 3,4,3,5,7,5,3,4,6,6,7.
o Bahan Perkerasan :
Lapis Permukaan (Surface)

: HRA dengan rougness < 2000

Lapis Pondasi Atas (Base)

: Batu pecah kelas A

Lapis Pondasi bawah (subbase)

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

: Sirtu kelas A

III-19

NOMOGRAM I

NOMOGRAM II

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-20

NOMOGRAM III

NOMOGRAM IV

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-21

NOMOGRAM V

NOMOGRAM VI

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-22

NOMOGRAM VII

NOMOGRAM VIII

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-23

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali


Rekayasa Jalan Raya II

III-24

Anda mungkin juga menyukai