bulu kusam. Kematian pada ayam biasanya bukan disebabkan oleh cacing itu
sendiri, tetapi karena adanya penyakit sekunder, sebab cacing tersebut
menyebabkan kondisi tubuh menjadi rentan (Murtidjo, 2006). Cacing pita banyak
menyerang ayam kampung. Ayam yang terserang cacing akan diare dan
kotorannya mengandung darah. Gigitan cacing pita menimbulkan bintil-bintil
pada dinding usus dan bintil itu tampak berada di luar dinding usus (Sarwono,
2001).
Obat cestodosis yang saat ini sering digunakan adalah obat sintetis. Obat
sintetis memiliki bahan aktif dengan struktur kimia yang kompleks. Struktur
kimia seperti ini menjadikan obat sintetis sulit diabsorpsi oleh tubuh sehingga
menyebabkan keseimbangan sistem tubuh terganggu. Kerja organ dalam proses
metabolisme obat seperti hati dan ginjal juga akan semakin berat.
Selain kerja organ semakin berat, obat sintetis juga dapat menimbulkan
resistensi. Resistensi terjadi akibat pemakaian obat secara tidak teratur dalam
jangka waktu yang lama. Obat sintetis memiliki efek samping yang kurang baik,
sehingga perlu dikembangkan obat tradisional. Ditegaskan oleh Tampubolon
(1981) bahwa obat tradisional pada umumnya tidak ada efek samping seperti obat
sintetik. Obat tradisional berasal dari bahan alami dan dapat memberikan
kesembuhan.
Salah satu bahan alami yang digunakan sebagai anthelmintik yaitu tanaman
kaliandra (Calliandra calothyrsus Meissn). Kaliandra merupakan tanaman perdu
dari genus Calliandra dengan famili Leguminosae/Fabaceae. Tanaman ini sering
ditanam di berbagai wilayah Asia Selatan-Timur dan mampu tumbuh pada daerah
tropis (Mannetje dan Jones, 1992). Pada daun kaliandra mengandung kaya
protein, namun tidak terdapat zat beracun. Kaliandra juga mengandung tanin
dengan konsentrasi cukup tinggi sebesar 11% dan kadar N yang rendah (Ahn, et
al., 1989).
Kandungan kimia daun kaliandra berupa tanin cukup potensial untuk
membunuh cacing. Pada beberapa tahun terakhir, terdapat perkembangan terkait
kegunaan tanin sebagai agen anthelmintik. Min, et al. (2005) dalam Wina (2010)
menjelaskan bahwa pakan ternak yang mengandung tanin diujikan ke parasit
selama dua minggu menunjukkan mampu mengurangi jumlah telur cacing. Dalam
penelitian Bendixsen, dkk. (tanpa tahun) di Vietnam, menjelaskan bahwa
penelitian dengan menggunakan beberapa tanaman seperti Leucaena
leucocephala, Acacia mangium and Calliandra sp. terhadap cacing Haemonchus
contortus mampu berpotensi anthelmintik. Berdasarkan uraian tersebut, maka
penelitian ini untuk mengetahui konsentrasi efektif, waktu efisien, dan hubungan
konsentrasi infusa daun kaliandra dengan banyaknya cacing Raillietina
echinobothrida yang mati per satuan waktu secara in vitro.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan menggunakan penelitian eksperimental laboratori
dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pelaksanaan penelitian terdiri atas
tahap berikut ini.
usus ayam. Cacing yang terlihat lalu dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam
larutan fisiologis NaCl 0,9% dengan tujuan untuk menjaga viabilitas cacing.
Untuk selanjutnya, cacing diinkubasi dengan suhu 40C.
3. Pelaksanaan in Vitro
Konsentrasi infusa daun kaliandra dimasukkan ke dalam cawan petri
sebanyak 20 ml. Setiap cawan petri ditambahkan cacing sebanyak 8 ekor. Masingmasing cawan petri dimasukkan ke dalam inkubator suhu 40C. Setiap perlakuan
diulang sebanyak 5 kali.
Data penelitian diperoleh dari jumlah cacing pita ayam yang mati setelah
diberikan perlakuan dengan infusa daun kaliandra dengan konsentrasi yang
berbeda. Indikator cacing sudah mati yaitu tidak ada gerakan cacing apabila
disentuh selama 1 menit pada bagian anterior, tengah dan posterior dengan batang
pengaduk. Pengamatan dilakukan setiap 30 menit sekali bertujuan untuk
mengetahui pertambahan jumlah cacing yang mengalami kematian.
Data dianalisis dengan menggunakan analisis Regresi-Probit program SPSS
16 for windows untuk mengetahui konsentrasi efektif dan waktu efisien efek
pemberian infusa daun kaliandra terhadap mortalitas cacing secara in vitro.
Selanjutnya dilakukan uji Regresi Linier untuk mengetahui hubungan konsentrasi
infusa daun kaliandra dengan banyaknya cacing Raillietina echinobothrida yang
mati per satuan waktu.
HASIL
Data penelitian diperoleh setelah dilakukan uji tanin pada infusa daun
kaliandra. Bukti adanya tanin diketahui dari perubahan warna infusa yang semula
kuning kecoklatan menjadi coklat kehijauan setelah ditetesi FeCl3 1%. Penelitian
dilakukan dengan mengamati gerakan cacing pada interval waktu 30 menit selama
5 jam untuk melihat apakah cacing sudah mati atau belum. Rerata mortalitas
cacing Raillietina echinobothrida setelah diberikan infusa daun kaliandra dengan
berbagai tingkat konsentrasi disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1
Konsentrasi
(%)
0
10
20
30
40
50
60
0
0
0
0
0
0
0
0
270 300
0
0
50
55
65 67,5
80 92,5
100 100
100 100
100 100
Probabilitas
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
Estimasi
3,7
152,1
89,3
60,4
40,6
29,2
20,4
14,5
13,1
11,5
9,9
Konsentrasi Bawah
0,0
126,9
78,4
53,7
36,6
26,3
18,3
12,8
11,5
10,0
8,5
Konsentrasi Atas
0,0
186,1
102,5
67,9
44,9
32,3
22,7
16,4
14,8
13,2
11,4
Konsentrasi
0
10
20
30
40
50
Probabilitas
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
Estimasi
30930
263,1
205,3
159,2
104,8
94,0
Waktu Bawah
0,0
246,8
192,7
148,5
96,5
83,0
Waktu Atas
0,0
280,1
217,7
169,5
112,6
104,2
60
0,5
74,0
66,0
81,4
Pada Tabel 3 diketahui bahwa jika konsentrasi diberikan sebesar 60% maka
akan dapat mematikan 50% cacing pita ayam pada menit ke 74. Hal ini berarti
menit ke 74 merupakan waktu efisien yang dapat mematikan minimal 50%
cacing. Untuk Analisis Regresi Linier hubungan konsentrasi infusa daun kaliandra
terhadap mortalitas Raillietina echinobothrida yang mati per satuan waktu
terdapat pada Tabel 4 sebagai berikut.
Tabel 4 Analisis Regresi Linier Hubungan Konsentrasi Infusa Daun
Kaliandra terhadap Banyaknya Cacing Raillietina echinobothrida
yang Mati per Satuan Waktu
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Standardized t
Sig.
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error Beta
1 (Constant) -0,296
0,281
-1,053
0,293
Dosis
0,890
0,063
0,586
14,149
0,000
a. Dependent Variable: Mortalitas
(%)
10
Shahin, A.M., Lebdah, M.A., Abu-Elkheir,S. A., & Elmeligy, M.M. 2011.
Prevalence of Chicken Cestodiasis in Egypt. New York Science Journal,
(Online), Vol. 4, No. 9, (http://www.sciencepub.net/newyork, diakses 20
Juni 2013)
Sirait, M., Loohu, E., dan Sutrisno, R. B., 1980. Materia Medika Indonesia Jilid
IV. Direktorat Jendral Jakarta: Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen
POM), Departemen Kesehatan Republik Indonesia..
Tampubolon, O. 1981. Tumbuhan Obat. Jakarta: Bhrata Karya Aksara.
Wina, E. 2010. Utilization of tannin containing shrub legumes for Small ruminant
production in Indonesia. Wartazoa, (Online), Vol. 20, No. 1,
(http://peternakan.litbang.deptan.go.id, diakses 29 Januari 2013).