Anda di halaman 1dari 13

STATUS PASIEN

1. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. N

Umur

: 19 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: KP Cigorowong

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Agama

: Islam

Status Marital

: Menikah

Tanggal Pemeriksaan

: 3 Mei 2013

2. ANAMNESA
Keluhan Utama : Benjolan di betis kanan
Riwayat Perjalan Penyakit
Sejak 8 tahun yang lalu pasien jatuh dari pohon terdapat benjolan di betis kanan
disertai nyeri dengan ukuran sebesar kelereng. Benjolan membesar dan saat ini berukuran
sekitar 8 x 5 x 2 cm.
Keluhan ini disertai dengan nyeri dan pusing sejak 2 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit dahulu disangkal.
Riwayat Keluarga
Riwayat keluhan serupa di keluarga disangkal
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
-

Kesadaran : Compos Mentis


Tanda vital :
TD
: 120/70 mmHg
Nadi
: 96 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu
: 36,2 0C
1

Status Generalis

Kepala
Mata

Mulut

Leher

Thorak

: Normocephal
:
- Konjungtiva
: Tidak anemis
- Sklera
: Tidak ikterik
:
- Tonsil
: T1-T1 tenang
- Pharing
: Hiperemis (-)
:
- JVP tidak meningkat
- KGB tidak teraba
:

Cor
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba

Perkusi

: Redup, batas jantung normal

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), Gallop (-)

Pulmo
Inspeksi

: Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis

Palpasi

: Fremitus vokal pada hemitoraks kanan- kiri teraba


simetris

Perkusi

: Sonor pada kedua hemitoraks

Auskultasi : Vesikuler +/+ N, Rhonki -/-, Wheezing -/ Abdomen


Inspeksi

:
: Datar

Palpasi

: Supel, NT/NK/NL -/-/-, hepar dan lien tidak teraba membesar,


Ballotement -/-, Nyeri ketok CVA -/-

Perkusi

: Timpani di seluruh lapang abdomen

Auskultasi : BU normal
Ekstremitas

Atas

: Edema -/-, Sianosis -/-

Bawah

: Edema -/-, Sianosis -/-

Status Lokalis
a/r Cruralis anterior dextra
massa ukuran 8 x 5 x 2 cm
rubor (-), dolor (-), kalor (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen
Kesan : tumor tulang pada proksimal tibia dan fibula dextra.
2. Patologi Anatomi

DIAGNOSIS BANDING
1. Kondrosarkoma
2. Osteokondroma
3. Endokondroma

DIAGNOSIS KERJA
Kondrosarkoma

PENATALAKSANAAN
1. Surgery
2. Kemoterapi
3. Radioterapi

PROGNOSA
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Sistem muskuloskeletal tersusun dari tulang, kartilago, sendi, bursa, ligamen dan tendon.
Kartilago normal ditemukan pada sendi, tulang rusuk, telinga, hidung, diskus intervertebra
dan tenggorokan. Kartilago tersusun dari sel (kondrosit dan kondroblast) dan matriks.
Kondroblas dan kondrosit memproduksi dan mempertahankan matriks. Matriks terdiri dari
elemen fibrous dan substansi dasar. Matriks ini kuat dan solid tetapi lentur. Matriks organik
terdiri dari serat-serat kolagen dalam gel semi padat yang kaya mukopolisakarida yang
disebut juga substansi dasar.
Kartilago memegang peranan penting dalam pertumbuhan panjang tulang dan membagi
beban tubuh. Tulang bertambah panjang akibat proliferasi sel kartilago di lempeng epifisis.
Selama pertumbuhan dihasilkan sel-sel tulang rawan (kondrosit) baru melalui pembelahan sel
di batas luar lempeng yang berdekatan dengan epifisis. Saat kondrosit baru sedang dibentuk
di batas epifisis, sel-sel kartilago lama ke arah batas diafisis membesar. Kombinasi proliferasi
sel kartilago baru dan hipertrofi kondrosit matang menyebabkan peningkatan ketebalan
(lebar) tulang untuk sementara. Penebalan lempeng tulang ini menyebabkan epifisis
terdorong menjauhi diafisis. Matriks yang mengelilingi kartilago tua yang hipertrofi dengan
segera mengalami kalsifikasi.
Pada orang dewasa, kartilago tidak mendapat aliran darah, limfe atau persarafan. Oksigen dan
bahan-bahan metabolisme dibawa oleh cairan sendi yang membasahi kartilago. Proses ini
dihambat dengan adanya endapan garam-garam kalsium. Akibatnya sel-sel kartilago tua yang
terletak di batas diafisis mengalami kekurangan nutrien dan mati.
Osteoklas kemudian membersihkan kondrosit yang mati dan matriks terkalsifikasi yang
mengelilinginya, daerah ini kemudian diinvasi oleh osteoblas-osteoblas yang berkerumun ke
atas dari diafisis, sambil menarik jaringan kapiler bersama mereka. Penghuni baru ini
meletakkan tulang di sekitar bekas sisa-sisa kartilago yang terpisah-pisah sampai bagian
dalam kartilago di sisi diafisis lempeng seluruhnya diganti oleh tulang. Apabila proses
osifikasi telah selesai, tulang di sisi diafisis telah bertambah panjang dan lempeng epifisis
telah kembali ke ketebalan semula. Kartilago yang diganti oleh tulang di ujung diafisis
lempeng memiliki ketebalan yang setara dengan pertumbuhan kartilago baru di ujung epifisis
lempeng.
Ada tiga jenis kartilago yaitu: kartilago hialin, kartilago elastis dan fibrokartilago. Kartilago
hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada sendi sinovial Kartilago
ini memegang peranan penting dalam membagi beban tubuh. Kartilago ini tersusun dari
sedikit sel dan sejumlah besar substansi dasar. Substansi dasar terdiri dari kolagen tipe II dan
proteoglikan yang dihasilkan oleh sel-sel kartilago. Proteoglikan sangat hidrofilik sehingga
memungkinkan menahan kerusakan sewaktu sendi menerima beban berat. Kartilago hialin
terletak pada epifisis tulang panjang.

Pendarahan arteri ekstremitas bawah


Pendarahan ekstremitas bawah disuplai oleh arteri femoralis yang merupakan
kelanjutan dari arteri iliaka eksterna ( suatu cabang arteri iliaka communis,cabang terminal
dari aorta abdominalis ). Selanjutnya, arteri femoralis memiliki cabang yang profunda
femoris , sedangkan arteri femoralis sendiri tetap berlanjut menjadi arteri poplitea. Selain itu ,
terdapat ateri circumflexa femoris lateral dan circumflexa femoris medial yang merupakan
percabangan dari arteri profunda femoris.
Arteri poplitea akan bercabang menjadi arteri tibialis anterior dan tibialis posterior.
Arteri tibialis anterior akan berlanjut ke dorsum pedis menjadi arteri dorsalis pedis yang
dapat diraba antara digiti satu dan dua. Arteri tibialis posterior akan membentuk cabang arteri
fibular/peroneal dan arteri posterior pedis. Sedangkan di daerah gluteus terdapat arteri gluteus
superior,inferior dan arteri pudenda interna. Ketiganya merupakan percabangan dari arteri
illiaca interna.

Pendarahan vena ekstremitas bawah


Arcus vena dorsalis yang berada didaerah dorsum pedis akan naik melalui vena
saphena magna dibagian anterior medial tungkai bawah. Vena saphena magna tersebut akan
bermuara di vena femoralis . Sedangkan , vena saphena parva yang berasal dari bagian
posterior tungkai bawah akan bermuara pada vena poplitea dan berakhir di vena femoralis ,
vena tibiaalis anterior dan posterior juga bermuara pada vena poplitea.

Sistem Limfatik
Sistem limfatik (lymphatic system) atau sistem getah bening membawa cairan dan protein
yang hilang kembali ke darah .Cairan memasuki sistem ini dengan cara berdifusi ke dalam
kapiler limfa kecil yang terjalin di antara kapiler-kapiler sistem kardiovaskuler. Apabila
sudah berada dalam sistem limfatik, cairan itu disebut limfa (lymph) atau getah bening,
komposisinya kira-kira sama dengan komposisi cairan interstisial. Sistem limfatik
mengalirkan isinya ke dalam sistem sirkulasi di dekat persambungan vena cava dengan
atrium kanan. Pembuluh limfa, seperti vena , mempunyai katup yang mencegah aliran balik
cairan menuju kapiler. Kontraksi ritmik (berirama) dinding pembuluh tersebut membantu
mengalirkan cairan ke dalam kapiler limfatik. Seperti vena, pembuluh limfa juga sangat
bergantung pada pergerakan otot rangka untuk memeras cairan ke arah jantung. Di sepanjang
pembuluh limfa terdapat organ yang disebut nodus (simpul) limfa (lymph node) atau nodus
getah bening yang menyaring limfa. Di dalam nodus limfa terdapat jaringan ikat yang
berbentuk seperti sarang lebah denagn ruang-ruang yang penuh dengan sel darah putih. Selsel darah putih tersebut berfungsi untuk menyerang virus dan bakteri. Organ-organ limfa
diantanya kelenjar getah bening (limfonodus), tonsil, tymus, limpa ( spleen atau lien) ,
limfonodulus. System limfe terdiri dari pembuluh limfe, nodus limfatik, organ limfatik, nodul
limfatik, sel limfatik. Pembuluh limfe merupakan muara kapiler limfe, menyerupai vena kecil
yang terdiri atas 3 lapis dan mempunyai katup pada lumen yang mencegah cairan limfe
kembali ke jaringan. Kontraksi otot yang berdekatan juga mencegah limfe keluar dari
pembuluh. Tonsil merupakan kelompok sel limfatik dan matrix extra seluler yang dibungkus
oleh capsul jaringan pemyambung, tapi tidak lengkap.Terdiri atas bagian tengah (germinal
center) dan Crypti.Tonsil ditemukan dipharyngeal yaitu :
- tonsil pharyngeal (adenoid), dibagian posterior naso pharynx
5

- tonsil palatina, posteo lateral cavum oral


- tonsil lingualis, sepanjang 1/3 posterior lidah
Nodus limfaticus terdapat di sepanjang jalur pembuluh limfe berupa benda oval atau bulat
yang kecil. Ditemukan berkelompok yang menerima limfe dari bagian tubuh. Fungsi utama
nodus limfaticus untuk menyaring antigen dari limfe dan menginisiasi respon imun. Timus
terletak di mediastinum anterior berupa 2 lobus. Pada bayi dan anak-anak, timus agak besar
dan sampai ke mediastinum superior. Timus terus berkembang sampai pubertas mencapai
berat 30 -50 gr. Kemudian mengalami regresi dan digantikan oleh jaringan lemak Pada orang
dewasa timus mengalami atrofi dan hampir tidak berfungsi. Limpa terletak di Quadran atas
kiri abdomen, di inferior diaphragma yang memanjang dari iga 9 11, terletak dilateralis
ginjal dan posterolateral gaster. Fungsi limfa yaitu:
-Menginisiasi respon imun bila ada antigen didalam darah
-Reservoir eritrosit dan platelet
-Memfagosit eritrosit dan platelet yang defectiv
-Phagosit bacteri dan benda asing lainnya
Secara garis besar, sistem limfatik mempunyai 3 fungsi :
1. Aliran Cairan Interestial
2. Mencegah Infeksi
3. Pengangkutan Lipid

KONDROSARKOMA

I. PENDAHULUAN
Kondrosarkoma ialah tumor ganas dengan ciri khas pembentukan jaringan tulang rawan oleh
sel-sel tumor dan merupakan tumor ganas tulang primer terbanyak kedua setelah
osteosarkoma. Kondrosarkoma merupakan tumor tulang yang terdiri dari sel-sel kartilago
(tulang rawan) anaplastik yang berkembang menjadi ganas. Kondrosarkoma biasanya
ditemukan pada daerah tulang femur, humerus, kosta dan bagian permukaan pelvis. Tumor
ini memiliki banyak ciri dan bentuk perkembangan. Dari pertumbuhan yang lambat hingga
pertumbuhan metastasis yang agresif.
Kondrosarkoma dapat dibagi menjadi kondrosarkoma primer dan sekunder. Untuk keganasan
yang berasal dari kartilago itu sendiri disebut kondrosarkoma primer. Sedangkan apabila
merupakan bentuk degenerasi keganasan dari penyakit lain seperti enkondroma,
osteokondroma dan kondroblastoma disebut kondrosarkoma sekunder. Kondrosarkoma
sekunder kurang ganas dibandingkan kondrosarkoma primer. Kondrosarkoma dapat
diklasifikasi menjadi tumor sentral atau perifer berdasarkan lokasinya di tulang.

II. EPIDEMIOLOGI
Menurut Spjut dkk. serta Lichtenstein, kondrosarkoma lebih sering ditemukan pada pria
daripada wanita, sedangkan Jaffe mengatakan, tidak ada perbedaan insidens. Dari segi ras
penyakit ini tidak ada perbedaan. Meskipun tumor ini dapat terjadi pada seluruh lapisan usia,
namun terbanyak pada orang dewasa (20-40 tahun). Tujuh puluh enam persen,
6

kondrosarkoma primer berasal dari dalam tulang (sentral) sedangkan kondrosarkoma


sekunder banyak ditemukan berasal dari tumor jinak seperti osteokondroma atau enkondroma
yang mengalami transformasi. Pasien dengan olliers disease (enkondromatosis multipel) atau
maffuccis syndrome (enkondroma multipel + hemangioma) memiliki resiko lebih tinggi
untuk menjadi kondrosarkoma daripada orang-orang normal dan sering sekali muncul pada
dekade ketiga dan keempat.
Di Amerika Serikat, kondrosarkoma merupakan tumor terbanyak kedua dari 400 jenis tulang
ganas primer dengan jumlah kasus 25% dari seluruh keganasan tulang primer dan sekitar
11% dari seluruh keganasan tulang. Setiap tahun, terdapat 90 kasus baru kondrosarkoma.

III. PREDILEKSI
Berdasarkan bentuk tulang, kondrosarkoma dapat mengenai tulang pipih dan bagian epifisis
tulang panjang. Kondrosarkoma dapat terkena pada berbagai lokasi namun predileksi
terbanyak pada lokasi proksimal seperti femur, pelvis, dan humerus. Selain itu dapat pula
mengenai rusuk, tulang kraniofasial, sternum, skapula dan vertebra. Tumor ini jarang
mengenai tangan dan biasanya merupakan bentuk keganasan atau komplikasi dari sindrom
enkondromatosis multipel.

IV. ETIOLOGI
Etiologi kondrosarkoma masih belum diketahui secara pasti. Informasi etiologi
kondrosarkoma masih sangat minimal. Namun berdasarkan penelitian yang terus berkembang
didapatkan bahwa kondrosarkoma berhubungan dengan tumor-tumor tulang jinak seperti
enkondroma atau osteokondroma sangat besar kemungkinannya untuk berkembang menjadi
kondrosarkoma. Tumor ini dapat juga terjadi akibat efek samping dari terapi radiasi untuk
terapi kanker selain bentuk kanker primer. Selain itu, pasien dengan sindrom
enkondromatosis seperti Ollier disease dan Maffucci syndrome, beresiko tinggi untuk terkena
kondrosarkoma.

V. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi kondrosarkoma primer maupun sekunder adalah terbentuknya kartilago oleh
sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis. Sel tumor hanya memproduksi kartilago hialin yang
mengakibatkan abnormalitas pertumbuhan tulang dan kartilago. Secara fisiologis, kondrosit
yang mati dibersihkan oleh osteoklas kemudian dareah yang kosong itu, diinvasi oleh
osteoblas-osteoblas yang melakukan proses osifikasi. Proses osifikasi ini menyebabkan
diafisis bertambah panjang dan lempeng epifisis kembali ke ketebalan semula. Seharusnya
kartilago yang diganti oleh tulang di ujung diafisis lempeng memiliki ketebalan yang setara
dengan pertumbuhan kartilago baru di ujung epifisis lempeng. Namun pada kondrosarkoma
proses osteogenesis tidak terjadi, sel-sel kartilago menjadi ganas dan menyebabkan
abnormalitas penonjolan tulang, dengan berbagai variasi ukuran dan lokasi.
Proses keganasan kondrosit dapat berasal dari perifer atau sentral. Apabila lesi awal dari
kanalis intramedular, di dalam tulang itu sendiri dinamakan kondrosarkoma sentral
sedangkan kondrosarkoma perifer apabila lesi dari permukaan tulang seperti kortikal dan
periosteal. Tumor kemudian tumbuh membesar dan mengikis korteks sehingga menimbulkan
reaksi periosteal pada formasi tulang baru dan soft tissue.

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan radiologi dan patologi
anatomi.
VI.1 Diagnosis Klinis
Manifestasi klinis kondrosarkoma ini sangat beragam. Pada umumnya penyakit ini memiliki
perkembangan yang lambat, kecuali saat menjadi agresif.
Gejala Kondrosarkoma
Berikut adalah gejala yang bisa ditemukan pada kondrosarkoma:
1. Nyeri
Nyeri merupakan gejala yang paling banyak ditemukan. Sekitar 75% pasien
kondrosarkoma merasakan nyeri. Gejala nyeri yang ditimbulkan tergantung pada
predileksi serta ukuran tumor. Gejala dini biasanya berupa nyeri yang bersifat tumpul
akibat pembesaran tumor yang perlahan-lahan. Nyeri berlangsung lama dan memburuk
pada malam hari. Saat istirahat nyeri tidak menghilang. Nyeri diperberat oleh adanya
fraktur patologis.
2. Pembengkakan
Pembengkakan lokal biasa ditemukan.
3. Massa yang teraba
Teraba massa yang diakibatkan penonjolan tulang.
4. Frekuensi miksi meningkat
Manifestasi klinis ini ditemukan pada kondrosarkoma di pelvis.
Namun semua manifestasi klinis ini tidak selalu ada di setiap kondrosarkoma. Gejala yang
ditimbulkan tergantung dari gradenya. Pada grade tinggi, selain pertumbuhan tumor cepat
juga disertai nyeri yang hebat. Sedangkan pada grade rendah, pertumbuhan tumor lambat dan
biasanya disertai keluhan orang tua seperti nyeri pinggul dan pembengkakan.
Penentuan Grade dan Stage dari Kondrosarkoma
Grade(G) dilihat dari agresif tidaknya tumor tersebut. Disebut grade rendah (G1) apabila
jinak dan grade tinggi (G2) bila agresif. Penilaian grade kondrosarkoma dapat juga melalui
pemeriksaan mikroskopis Pada grade rendah biasanya sel tumor masih mirip dengan sel
normal dan pertumbuhannya lambat serta kemungkinan metastase sangat kecil. Pada grade
tinggi, sel tumor tampak abnormal dengan pertumbuhan dan kemampuan metastase yang
sangat cepat. Kebanyakan kondrosarkoma itu berada pada grade rendah. Grade tinggi
kondrosarkoma lebih sering akibat rekurensi dan metastase ke bagian tubuh yang lain. Yang
termasuk grade rendah adalah kondrosarkoma sekunder sedangkan yang termasuk grade
tinggi adalah kondrosarkoma primer.
Tujuan penentuan stage ialah mendeskripsikan ukuran dan mengetahui apakah sel tumor ini
telah bermetastase di luar lokasi aslinya. Untuk lokasi anatomi, dituliskan (T1) jika tumor
tersebut berada di dalam tulang dan (T2) jika diluar tulang.
Berikut ini adalah penentuan stage kondrosarkoma:
Stage 1A merupakan tumor grade rendah di dalam tulang
Stage 1B merupakan tumor grade rendah di luar tulang yang meliputi soft tissue spaces,
nervus dan pembuluh darah.
Stage 2A merupakan tumor grade tinggi di lapisan keras tulang.
Stage 2B merupakan tumor grade tinggi di luar tulang yang meliputi soft tissue spaces,
nervus dan pembuluh darah.

Stage 3 merupakan tumor grade rendah-tinggi, bisa di dalam atau di luar tulang namun telah
mengalami metastase.
Apabila didapatkan keterlibatan kelenjar limfa regional maka disebut N1 sedangkan N0
apabila tidak didapatkan keterlibatan kelenjar limfe regional. Jika didapatkan metastase
disebut sebagai M1 dan jika tidak didapatkan metastase disebut M0. Kondrosarkoma biasa
bermetastase pada paru-paru, namun dapat juga bermetastase pada tulang, liver, ginjal,
payudara atau otak.
VI.2 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting dalam usaha penegakan diagnosis
tumor. Pada kondrosarkoma, pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan meliputi foto
konvensional, CT scan, dan MRI. Selain itu, kondrosarkoma juga dapat diperiksa dengan
USG dan Nuklear Medicine.
Foto konvensional
Foto konvensional merupakan pemeriksaan penting yang dilakukan untuk diagnosis awal
kondrosarkoma. Baik kondrosarkoma primer atau sentral memberikan gambaran radiolusen
pada area dekstruksi korteks. Bentuk destruksi biasanya berupa pengikisan dan reaksi
eksternal periosteal pada formasi tulang baru. Karena ekspansi tumor, terjadi penipisan
korteks di sekitar tumor yang dapat mengakibatkan fraktur patologis. Scallop erosion pada
endosteal cortex terjadi akibat pertumbuhan tumor yang lambat dan permukaan tumor yang
licin. Pada kondrosarkoma, endosteal scalloping kedalamannya lebih dari 2/3 korteks, maka
hal ini dapat membedakan kondrosarkoma dengan enkondroma. Gambaran kondrosarkoma
lebih agresif disertai destruksi tulang, erosi korteks dan reaksi periosteal, jika dibandingkan
dengan enkondroma.
Tidak ada kriteria absolut untuk penentuan malignansi. Pada lesi malignan, penetrasi korteks
tampak jelas dan tampak massa soft tissue dengan kalsifikasi. Namun derajat bentuk
kalsifikasi matriks ini dapat dijadikan patokan grade tumor. Pada tumor yang agresif, dapat
dilihat gambaran kalsifikasi matriks iregular. Bahkan sering pula tampak area yang luas tanpa
kalsifikasi sama sekali. Destruksi korteks dan soft tissue di sekitarnya juga menunjukkan
tanda malignansi tumor. Jika terjadi destruksi dari kalsifikasi matriks yang sebelumnya
terlihat sebagai enkondroma, hal tersebut menunjukkan telah terjadi perubahan ke arah
keganasan menjadi kondrosarkoma.
CT scan
Dari 90% kasus ditemukan gambaran radiolusen yang berisi kalsifikasi matriks kartilago.
Pada pemeriksaan CT scan didapatkan hasil lebih sensitif untuk penilaian distribusi
kalsifikasi matriks dan integritas korteks. Endosteal cortical scalloping pada tumor
intramedullar juga terlihat lebih jelas pada CT scan dibandingkan dengan foto konvensional.
CT scan ini juga dapat digunakan untuk memandu biopsi perkutan dan menyelidiki adanya
proses metastase di paru-paru.
VI.3 Pemeriksaan Patologi Anatomi
Gambaran makroskopis pada kebanyakan tumor memperlihatkan sifat kartilaginosa; besar
dengan penampilan berkilau dan berwarna kebiru-biruan. Secara mikroskopis, beberapa
tumor berdiferensiasi baik dan sulit dibedakan dengan enkondroma bila hanya berdasakan
pada gambaran histologis saja. Kecurigaan kearah keganasan apabila sel berinti besar, inti
multipel dalam suatu sel tunggal atau adanya beberapa kondroblas dalam satu lakuna.
Diantara sel tersebut terdapat matriks kartilaginosa yang mungkin disertai dengan kalsifikasi
atau osifikasi.
Konfirmasi patologi anatomi diperlukan untuk diagnosis dan optimalisasi manajemen terapi.
Biopsi sering dilakukan sebagai langkah awal penanganan. Biopsi perkutaneus dengan
9

tuntunan imaging akan sangat membantu pada beberapa kasus tertentu. USG dilakukan
sebagai penuntun biopsi jarum halus pada soft tissue, sedangkan CT scan digunakan sebagai
penuntun untuk biopsi jarum halus pada tulang. Perubahan patologis antara tumor jinak dan
tumor ganas grade rendah sangat sulit dinilai. Biopsi jarum halus kurang baik untuk
memastikan diagnostik patologis dan biasanya sering dikonfirmasi dengan biopsi bedah
terbuka.

Klasifikasi kondrosarkoma berdasarkan patologi anatomi:


1. Clear cell chondrosarcoma:
Clear cell chondrosarcoma termasuk grade rendah dengan pertumbuhan yang lambat dan
secara khas terdapat di epifisis tulang-tulang tubular terutama pada femur dan humerus.
Sesuai dengan namanya, biopsi dari tumor ini akan menunjukkan clear cell dengan banyak
vakuola besar. Akan tampak pula lobular cartilaginous di dalam clear cells, multinucleated
giant cells, mitosis sedikit, dan susunan matriks menjadi sedikit disertai kalsifikasi fokal.
2. Mesenchymal chondrosarcoma
Di bawah mikroskop, selnya berbentuk lingkaran kecil/oval dari spindled neoplastic cells
dengan gumpalan ireguler kromatin dan nukleoli. Terjadi peningkatan perubahan mitosis
dan penipisan kartilago.
3. Dedifferentiated chondrosarcoma
Dediffentiated chondrosarcoma sekitar 10% dari seluruh tipe kondrosarkoma. Sifat
khasnya adalah gabungan antara grade rendah kondrosarkoma dan proses keganasan
degeneratif, di mana terjadi keganasan soft tissue yang utuh sehingga tidak dapat
diidentifikasi lagi sebagai keganasan kartilago. Biasanya pada pasien berusia 60 tahun ke
atas.
Pada gambaran patologi anatomi tampak ikatan antara sel kartilago dan nonkartilago,
stroma kondroid, sel kondrosit mengecil dan nukleus padat dengan disertai beberapa
pembesaran.
4. Juxtacortical chondrosarcoma
Juxtacortical chondrosarcoma merupakan 2% dari seluruh kondrosarkoma. Lesi umumnya
terletak pada bagian metafisis femur, jarang pada diafisis.

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Kondrosarkoma biasanya berasal dari tulang normal, atau merupakan perubahan ganas dari
kelainan jinak seperti osteokondroma dan enkondroma.
VIII.1 Osteokondroma
Osteokondroma atau eksostosis osteokartilagenus adalah pertumbuhan tulang dan tulang
rawan yang membentuk tonjolan di daerah metafisis. Tonjolan ini menimbulkan
pembengkakan atau gumpalan. Kelainan ini selalu muncul di daerah metafisis dan tulang
yang sering terkena adalah ujung distal femur, ujung proksimal tibia, dan humerus.
Osteokondroma ini perlu dibedakan dengan osteokondroma bawaan yang predileksinya di
daerah diafisis dan bersifat multipel. Osteokondroma terdiri atas dua tipe, yaitu tipe
bertangkai dan tipe sesil yang mempunyai dasar lebar.
Perubahan ke arah ganas hanya satu persen. Eksisi dilakukan bila kelainan cukup besar
sehingga tampak di bawah kulit atau, bila mengganggu.

10

VIII.2 Enkondroma
Enkondroma merupakan tumor jinak pada kartilago displastik yang biasanya berupa lesi
soliter pada bagian intramedullar tulang dan metafisis tulang tubular. Hal yang penting pada
penyakit ini adalah komplikasi, terutama fraktur patologis atau perubahan bentuk ke arah
keganasan yang disertai fraktur patologis.
Pada foto konvensional enkondroma memberikan gambaran berupa radiolusen yang berbatas
tegas di daerah medulla. Tampak pula kalsifikasi seperti cincin dan pancaran (ring and arcs)
yang berbatas tegas, membesar dan menipis, khususnya pada daerah tangan dan kaki. Pada
tulang panjang, bentuk kalsifikasinya mungkin sulit dibedakan dengan kalsifikasi distropik
pada infark tulang.

IX. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kondrosarkoma merupakan bentuk kerja tim antara dokter dengan
profesional kesehatan lainnya. Para radiologist, diperlukan untuk melihat faktor- faktor untuk
evaluasi kecepatan perkembangan tumor, diagnosis spesifik, dan pembesaran tumor. Perawat
dan ahli gizi, terlibat menjelaskan kepada pasien efek samping dari penanganan
kondrosarkoma dan memberikan dorongan kesehatan makanan untuk membantu melawan
efek samping tersebut.
Jenis terapi yang diberikan kepada pasien tergantung pada beberapa hal seperti:
1. Ukuran dan lokasi dari kanker
2. Menyebar tidaknya sel kanker tersebut.
3. Grade dari sel kanker tersebut.
4. Keadaan kesehatan umum pasien
Pasien dengan kondrosarkoma memerlukan terapi kombinasi pembedahan (surgery),
kemoterapi dan radioterapi.
IX.1 Surgery
Langkah utama penatalaksanaan kondrosarkoma pembedahan karena kondrosarkoma kurang
berespon terhadap terapi radiasi dan kemoterapi. Variasi penatalaksanaan bedah dapat
dilakukan dengan kuret intralesi untuk lesi grade rendah, eksisi radikal, bedah beku hingga
amputasi radikal untuk lesi agresif grade tinggi. Lesi besar yang rekuren penatalaksanaan
paling tepat adalah amputasi.
IX.2 Kemoterapi
Kemoterapi, meskipun bukan yang paling utama, namun ini diperlukan jika kanker telah
menyebar ke area tubuh lainnya. Terapi ini menggunakan obat anti kanker (cytotoxic) untuk
menghancurkan sel-sel kanker. Namun kemoterapi dapat memberikan efek samping yang
tidak menyenangkan bagi tubuh. Efek samping ini dapat dikontrol dengan pemberian obat.
IX.3 Radioterapi
Prinsip radioterapi adalah membunuh sel kanker menggunakan sinar berenergi tinggi.
Radioterapi diberikan apabila masih ada residu tumor, baik makro maupun mikroskopik.
Radiasi diberikan dengan dosis per fraksi 2,5 Gy per hari dan total 50-55 Gy memberikan
hasil bebas tumor sebanyak 25% 15 tahun setelah pengobatan. Pada kasus-kasus yang hanya
menjalani operasi saja menunjukkan kekambuhan pada 85%. Efek samping general
radioterapi adalah nausea dan malasea. Efek samping ini dapat diminimalkan dengan
mengatur jarak dan dosis radioterapi.

11

X. PROGNOSIS
Prognosis untuk kondrosarkoma ini tergantung pada ukuran, lokasi dan grade dari tumor
tersebut. Usia pasien juga sangat menentukan survival rate dan prognosis dari penyakit ini.
Pasien anak-anak memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien dewasa.
Penanganan pada saat pembedahan sangat menentukan prognosis kondrosarkoma karena jika
pengangkatan tumor tidak utuh maka rekurensi lokal bisa terjadi. Sebaliknya apabila seluruh
tumor diangkat, lebih dari 75% penderita dapat bertahan hidup. Rekurensi kondrosarkoma
biasa terjadi 510 tahun setelah operasi dan tumor rekuren bersifat lebih agresif serta
bergrade lebih tinggi dibanding tumor awalnya. Walaupun bermetastasis, prognosis
kondrosarkoma lebih baik dibandingkan osteosarkoma.

12

DAFTAR PUSTAKA

Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi: Sistem Muskuloskletal. 7th ed. Vol 2. Jakarta:
EGC, 2007. P.858.
Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. 6th Ed. Jakarta: EGC, 2000.
P. 669.
Meyer SP. MRI of Bone and Soft Tissue Tumors and Tumorlike Lession, Differential
Diagnosis and Atlas: Chondrosarkoma. Stutgart: Thieme, 2008. P. 368-77.
Conard EU. Orthopeadic Oncology, Diagnosis and Treatment: Chondrosarcoma in the
Proximal Femur. New York: Thieme, 2009.85-7.
Wiesel SW, Delahay JN. Essentials of Orthopedic Surgery: Tumor of Musculoskeletal. 4 th
ed. Washington: Springer, 2010. P. 137-41.
Sjamsuhidajat r, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC,2003.

13

Anda mungkin juga menyukai