merupakan
letak
fisiologis
2. Retrofleksi (menghadap ke belakang)
3. Anteversio, uterus terdorong ke depan
4. Retroversio, uterus terdorong ke belakang
5. Torsio, uterus yang memutar
Pembuluh darah yang mengaliri uterus adalah arteri uterina
dan arteri ovarika.
Inervasi uterus terutama terdiri atas sistem saraf sipatetik dan
untuk sebagian terdiri atas sistem parasimpatetik dan
serebrospinal. Sistem parasimpatetik berada di dalam panggul
di sebelah kiri dan kanan os sakrum, berasal dari saraf sakral
2,3 dan 4 yang selanjutnya memasuki pleksus frankenhauser.
Sistem simpatetik masuk ke rongga panggul sebagai pleksus
hipogastrikus melalui bifurcatio aorta dan promontorium terus
ke bawah menuju ke pleksus frankenhauser. Saraf simpatetik
menimbulkan kontraksi dan vasokontriksi, sedangkan yang
parasimpatetik sebaliknya, yaitu mencegah kontraksi dan
menimbulkan vasodilatasi.
Saraf yang berasal dari T11 dan 12 mengandung saraf
sensorik dari uterus dan meneruskan perasaan sakit dari
uterus ke pusat saraf ( serebrum). Saraf sensorik dari serviks
dan bagian atas vagina melalui saraf sakral 2,3,dan 4,
sedangkan yang dari bagian bawah vagina melalui nervus
pundendus dan nervus ileolinguinalis
c. Tuba falopi (saluran telur)
Tuba falopi terdapat pada tepi atas ligamentum latum,
berjalan ke arah lateral, kornu uteri kanan dan kiri. Panjang
tuba falopi adalah 12 cm, dengan diameter 3-8 mm.Fungsi
dari tuba falopi adalah:
1. Menangkap dan membawa ovum dari ovarium ke uterus
2. Tempat terjadinya konsepsi
Tuba falopi terdiri atas 4 bagian yaitu:
1. Pars interstisialis: Pars interstisialis merupakan bagian
tuba yang berjalan dari dinding uterus mulai dari ostium
tuba.
2. Pars ismika: Pars ismika merupakan bagian tuba setelah
ke luar dinding uterus. Pars ismika merupakan bagian
yang lurus dan sempit.
3. Pars ampularis: Pars ampularis merupakan bagian tuba
antara pars ismika dengan infundibulum. Pars ampularis
merupakan bagian tuba yang paling lebar dan
berbentuk S. Pars ampularis merupakan tempat
terjadinya konsepsi.
4. Infundibulum: Infundibulum merupakan bagian ujung
dari tuba dengan umbai-umbai yang disebut fimbrae.
Fungsi dari fimbrae untuk menangkap ovum yang
matang. Lubang pada fimbrae disebut ostium
abdominale tuba.
DEFINISI
WHO: Berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum
janin mampu bertahan hidup (kehamilan sebelum 20
minggu/22minggu (Depkes RI) didasarkan pada hari pertama
haid normal terakhir, atau beratnya kurang dari 500 gram)
EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian abortus sulit ditentukan karena abortus
provokatus banyak yang tidak dilaporkan,
dan terkadang
seorang wanita dapat mengalami abortus tanpa mengetahui
bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai gejala yang hebat
sehingga hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat
(siklus memanjang).
Insidensi abortus inkomplit belum diketahui secara pasti,
namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita hamil
dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami
abortus inkomplit. Inisidensi abortus spontan secara umum
disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan, ada juga yang
menyebutkan 15-20%. Sekitar 75% abortus spontan ditemukan
pada usia gestasi kurang dari 16 minggu dan 62% sebelum usia
gestasi 12 minggu.
Risiko abortus spontan semakin meningkat dengan
bertambahnya paritas di samping dengan semakin lanjutnya
usia ibu dan ayah, dan ibu dengan riwayat abortus
sebelumnya. Pada 182 dengan abortus imminens menunjukkan
bahwa 29% janin akan keluar pada usia gestasi 5-6 minggu;
8,2% pada usia gestasi 7-12 minggu; dan 5,6% pada usia
gestasi 13-20 minggu. Biasanya abortus imminens akan
berlanjut menjadi abortus komplit 10-14 minggu setelah pasien
mengeluhkan keluar bercak-bercak darah.
ETIOLOGI
Penyebab abortus bervariasi, sering di perdebatkan,
umumnya lebih dari satu penyebab. Sebagian besar karena
kelainan kromosom hasil konsepsi. Usia kehamilan saat
terjadinya abortus dapat memberi gambaran tentang
penyebabnya (APS dan inkompetensi serviks sering pada
semester pertama). Penyebab terbanyak:
1. Faktor genetik. Translokasi parental keseimbangan genetik
- Mendelian
- Multifaktor
- Robertsonian
- Resiprokal
2. Kelainan Kongenital Uterus
- Anomali duktus Muelleri
- Septum Uterus
- Uterus bikornis
3.
4.
5.
6.
7.
1. Penyebab Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan
kariotip embrio. Paling sedikit 50 % kejadian abortus pada
trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran
ini belum termasuk kelainan yang
disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya kelainan
Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan poligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan
pemeriksaan kariotip.
Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi pada
awal kehamilan. Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa
aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis, misalnya
nondisjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal.
Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada
trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi ditemukan
pada 16 % kejadian abortus, di mana terjadi fertilisasi ovum
normal haploid oleh 2 sperma (dispermi) sebagai mekanisme
patologi primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction
meiosis selama gametogenesis pada pasien dengan kariotip
normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan meiosis
maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi
meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16 dengan
kejadian sekitar 30 % dari seluruh trisomi, merupakan
penyebab terbanyak Semua kromosom trisomi berakhir abortus
kecuali pada trisomi kromosom 1. Sindroma Turner merupakan
penyebab 20 - 25 % kelainan sitogenetik pada abortus.
Sepertiga dari fetus dengan Sindroma Down (trisomi 21) bisa
bertahan.
Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan
genetik amniosentesis pada semua ibu hamil dengan usia yang
lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi
adalah 1 : 80, pada usia di atas 35 tahun karena angka
kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah
usia 35 tahun.
Penyebab Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan
penyakit
autoimun.
Misalnya,
pada
Systematic
Lupus
Erythematosm (SLE) dan Antipbospholipid Antibodies (aPA). aPA
merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan
dengan SLE Kejadian
abortus spontan di antara pasien SLE
sekitar 10 %, dibanding populasi umum. Bila digabung dengan
peluang terjadinya pengakhiran kehamilan trimester 2 dan 3,
maka diperkirakan 75 % pasien dengan SLE akan berakhir
dengan terhentinya kehamilan. Sebagian besar kematian janin
dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan antibodi
yang berikatan denga sisi negatif dari fosfolipid. Paling sedikit
ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang
penting, yaitu Lupus Anttcoagutant (LAC), anticardiolipin
antibodies (aCLs), dan biologically false positive untuk syphilis
(FP-STS), APS (antiphospholipid syndrome) sering juga
ditemukan pada beberapa keadaan obstetrik, misalnya pada
preeklampsia, IUGR dan prematuritas. Beberapa keadaan lain
yang berhubungan dengan APS yaitu trombosis arteri vena,
trombositopeni autoimun, anemia hemolitik, korea, dan
hipertensi pulmonum.
The International Consensus Workshop pada 1998
mengajukan klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi:
Trombosis vaskular
Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar
yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, pencitraan, atau
histopatologi.
Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran
inflamasi.
Komplikasi kehamilan
Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas,
tanpa kelainan anatomik, genetik, atau hormonal.
Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi
secara bonografi normal.
Bakteria
Listeria monositogenes
Klamidia trakomatis
Ureaplasma urealitikum
Mikoplasma hominis
Bakterial vaginosis
Virus
Sitomegaiovirus
Rubela
Herpes simpleks virus (HSV)
Human immunodeficiency virus (HIV)
Parvovirus
Parasit
Toksoplasmosis gondii
Plasmodium falsiparum
Spirokaeta
- Treponema pallidum
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi
terhadap risiko abortus/EPL, di antaranya sebagai berikut:
Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang
berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat
sehingga janin sulit bertahan hidup.
Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin.
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah
(misal Mikoplasma bominis, Klamidia, Ureaplasma urealitikum, HSV) yang
bisa mengganggu proses impiantasi
Amnionitis (oleh kuman gram-positif dan gram-negatif, Listeria
monositogenes).
Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh
karena virus selama kehamilan awal (misalnya rubela, parvovirus BI9,
sitomegaiovirus, koksakie virus B, varisela-zoster, kronik sitomegaiovirus
CMV, HSV).
Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1 - 10 % malformasi janin akibat dari paparan obat,
bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus,
misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret
rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang
Diabetes mellitus
Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik
risiko abortusnya tidak lebih jelek jika dibanding perempuan
yang tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan diabetes dengan
kadar HbAlc tinggi pada trimester pertama, risiko abortus dan
malformasi janin meningkat signifikan. Diabetes jenis insulindependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang
2-3 kali lipat mengalami abortus.
Kadar progesteron yang rendah
Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi
reseptivitas endometrium terhadap impiantasi embrio. Pada
tahun 1929, Alien dan Corner mempublikasikan tentang proses
fisiologi korpus luteum, dan sejak itu diduga bahwa kadar
progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko abortus.
Support fase luteal punya peran kritis pada kehamilan sekitar 7
minggu, yaitu saat di mana trofoblas harus menghasilkan
cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan
korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan menyebabkan
abortus. Dan bila progesteron diberikan pada pasien ini,
kehamilan bisa diselamatkan.
Defek fase luteal
Jones (1943) yang pertama kali mengutarakan konsep
insufisiensi progesteron saat fase luteal, dan kejadian ini
dilaporkan pada 23 - 60 % perempuan dengan abortus
berulang. Sayangnya belum ada metode yang bisa dipercaya
untuk mendiagnosis gangguan ini.
Pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus
lebih
dari
atau
sama
dengan 3 kali, didapatkan 17 % kejadian defek fase luteal. Dan,
50
%
perempuan
dengan histologi defek fase luteal punya gambaran
progesteron yang normal.
Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua
Perubahan endometrium jadi desidua mengubah semua sel
pada
mukosa
uterus.
FAKTOR RESIKO
Riwayat reproduksi abortus. Risiko pasien dengan riwayat
abortus untuk kehamilan berikutnya ditentukan dari frekuensi
riwayatnya.
Baru-baru ini peningkatan usia ayah dianggap sebagai suatu
faktor risiko terjadinya abortus. Suatu penelitian yang dilakukan
di Eropa melaporkan bahwa risiko abortus tertinggi ditemukan
pada pasangan dimana usia wanita 35 tahun dan pria 40
tahun.12 Pada wanita usia lebih dari 35 tahun jaringan rahim tak
lagi subur. Selain itu, jaringan rongga panggul dan otot-ototnya
pun melemah sejalan dengan pertambahan usia. Hal ini
membuat rongga panggul tidak mudah lagi menghadapi dan
mengatasi komplikasi yang berat, seperti perdarahan. Itu
menyebabkan meningkatnya resiko keguguran, ketuban pecah
dini, kematian janin dan komplikasi lainnya.22 Pada umur kurang
dari 20 tahun organ-organ reproduksi belum berfungsi
sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan
lebih mudah mengalami komplikasi.
Merokok
Paritas. Paritas 1 ( belum pernah / baru pertama kali
melahirkan) dan paritas > 4 memiliki resiko lebih tinggi. Ibu
dengan paritas 1 dan usia muda beresiko karena ibu belum
siap secara medis maupun secara mental, sedangkan pada ibu
dengan paritas > 4 dan usia tua secara fisik mengalami
kemunduran untuk menjalani kehamilan.24 Perempuan yang
pernah hamil atau melahirkan empat kali atau lebih
kemungkinan akan banyak ditemui keadaan seperti kekendoran
pada dinding rahim, sehingga kekuatan rahim untuk menjadi
tempat pertumbuhan dan perkembangan bayi semakin
berkurang dan akhirnya menyebabkan abortus. 25 Anak lebih
dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan
perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya
sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas
tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih
tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal.
Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik
lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi
atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan
pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.
Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertamakehamilan. Tingkat
aborsi spontan dua kali lebih tinggi pada wanita yang
minumalkohol 2x/minggu dan tiga kali lebih tinggi pada wanita
1.
2.
a.
b.
KLASIFIKASI
Klasifikasi Abortus Berdasarkan Kejadian
Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa
intervensi medis maupun mekanis.
Abortus
buatan
atau
Abortus
provocatus
(disengaja,
digugurkan), yaitu:
Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus Provocatus
Artificialis atau Abortus theurapeuticus). Indikasi abortus untuk
kepentingan ibu, misalnya: penyakit jantung, hipertensi
esensial, dan karsinoma serviks. Keputusan ini ditentukan oleh
tim ahli yang terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit dalam,
dan psikiatri atau psikolog.
Abortus buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis) adalah
pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau
oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum.18,19
Klasifikasi Abortus Berdasarkan Gejala, Tanda, Proses
Patologis yang terjadi
Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya
abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan
hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan
perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu.
Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali
kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya
uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urir masih
positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan
dengar melihat kadar hormon hCG pada urin dengan cara melakukan tes
urin kehamilai menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran
1/10. Bila hasil tes urin masil positif keduanya maka prognosisnya adalah
baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negati maka prognosisnya dubia ad
malam. Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pac informed
consent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan
tersebut,
maka
pengelolaan
harus
maksimal
untuk
mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan
untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan
mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan
atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi
apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT.
Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan di
samping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau
pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat
dilakukan baik secara transabdominal maupun transvaginal
Pada USG transabdominal jangan lupa pasien harus tahan
kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic window
yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas.
Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan
tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam
proses pengeluaran.
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering
dan
kuat,
perdarahannya
bertambah
sesuai
dengan
pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus
masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin
kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati
pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur
kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas
walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat
penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula
ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Abortus Kompletus
Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan
masih ada yang tertinggal.
Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam
uterus di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis
masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau
menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya
masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit
bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan
sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan
berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau
syok hemoraeik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.
Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap
keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang
terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase.
Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan
diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur
kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum
uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak
beraturan.
Missed Abortion
(pasien tdk sadar kl janin sdh meninggal), didahului tanda
abortus iminens yang kemudian menghilang spontan.
-
Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali
atau lebih berturut-turut
Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk
menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan
keguguran/abortus secara berturut-turut. Bishop melaporkan
kejadian abortus habitualis sekitar 0,41 % dari seluruh
kehamilan.
Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak
yang mengaitkannya dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan
reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive
(TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada,
maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan
transfusi leukosit atau hepari-nisasi. Akan tetapi, dekade
terakhir menyebutkan perlunya mencari penyebab abortus ini
secara lengkap sehingga dapat diobati sesuai dengan
penyebabnya.
Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah
inkompetensia serviks yaitu keadaan di mana serviks uterus
tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup
setelah kehamilan melewati trimester pertama, di mana ostium
serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa
mules/kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin.
Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada
kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha
pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas
sehingga diameter kanalis servikalis sudah melebar.
Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan
anamnesis yang cermat. Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo
kita bisa menilai diameter kanalis servikalis dan didapati
selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai
memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm.
5.
pemeriksaan ginekologi:
a. Inspeksi Vulva: perdarahan pervaginam ada atau tidak
jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
b. Inspekulo: perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri
terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari
ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari
ostium.
c. Colok vagina: porsio masih terbuka atau sudah tertutup,
teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus
sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat
porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum
douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.
DIAGNOSIS
Abortus diduga pada wanita yang pada masa reproduktif
mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah terlambat
haid. Hipotesis dapat diperkuat pada pemeriksaan bimanual
dan tes kehamilan. Harus diperhatikan banyaknya perdarahan,
pembukaan serviks, adanya jaringan dalam kavum uteri atau
vagina.
Diagnosis berdasarkan kemenkes:
- Gejala kehamilan (terlambat haid < 20/22minggu, mual
muntah pagi hari)
- Nyeri perut bag bawah/daerah atas simpisis
- Perdarahan pevaginam mungkin di sertai jaringan konsepsi
- Test kehamilan (chadwick sign: untuk identifikasi peningkatan
estrogen
yang
terasosiasi
dengan
kehamilan.
blusih
discoloration of the vagina, labia and cervix, as a secondary
result of the venous congestion after the female body has
increased its base estrogen levels. lanjutkan tes Bhcg)
Diagnosis
abortus
dilakukan
berdasarkan
jenisnya,
yaitu:27,51,70,73,74
1. Abortus Iminens adalah perdarahan dari uterus pada kehamilan
kurang dari 20 minggu, hasil konsepsi masih di dalam uterus
dan tidak ada dilatasi serviks. Pasien
akan atau tidak
mengeluh mules-mules, uterus membesar, terjadi pendarahan
sedikit seperti bercak-bercak darah menstruasi tanpa riwayat
keluarnya jaringan terutama pada trimester pertama
kehamilan. Pada pemeriksaan obstetrik dijumpai tes kehamilan
positif dan serviks belum membuka. Pada inspekulo dijumpai
bercak darah di sekitar dinding vagina, porsio tertutup, tidak
ditemukan jaringan.
2. Abortus Insipiens adalah perdarahan kurang dari 20 minggu
karena dilatasi serviks uteri meningkat dan hasil konsepsi
masih dalam uterus. Pasien akan mengeluhkan mules yang
sering dan kuat, keluar darah dari kemaluan tanpa riwayat
keluarnya jaringan, pendarahan biasanya terjadi pada trimester
3.
4.
5.
6.
7.
8.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ultrasonografi
2. Kariotipe genetik
3. Imunologis
4. Beta hCG. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan
negatif bila janin sudah mati
5. Pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion
6. Tes urine
7. hemoglobin dan hematokrit
8. menghitung trombosit
DIAGNOSIS BANDING
Diagnos
Gejala
is
banding
Abortus
- perdarah
iminens
an
dari
uterus
pada
kehamila
n
sebelum
20
Pemeriks
aan fisik
- TFU sesuai
dengan
umur
kehamilan
- Dilatasi
serviks (-)
Pemeriksaan penunjang
- tes kehamilan urin masih
positif
- USG : gestasional sac (+),
fetal
plate
(+),
fetal
movement (+), fetal heart
movement (+)
Abortus
insipien
Abortus
inkomplit
Abortus
komplit
minggu
berupa
flek-flek
- nyeri
perut
ringan
- keluar
jaringan
(-)
- perdarah
an
banyak
dari
uterus
pada
kehamila
n
sebelum
20
minggu
- nyeri
perut
berat
- keluar
jaringan
(-)
- perdarah
an
banyak /
sedang
dari
uterus
pada
kehamila
n
sebelum
20
minggu
- nyeri
perut
ringan
- keluar
jaringan
sebagian
(+)
- perdarah
an (-)
- nyeri
perut (-)
- TFU sesuai
dengan
umur
kehamilan
- Dilatasi
serviks (+)
- TFU
kurang
dari umur
kehamilan
- Dilatasi
serviks (+)
- teraba
jaringan
dari
cavum
uteri atau
masih
menonjol
pada
osteum
uteri
eksternum
- TFU
kurang
dari umur
kehamilan
Missed
abortion
Mola
hidatidos
- keluar
jaringan
(+)
- perdarah
an (-)
- nyeri
perut (-)
- biasanya
tidak
merasaka
n keluhan
apapun
kecuali
merasaka
n
pertumbu
han
kehamila
nnya
tidak
seperti
yang
diharapk
an.
Bila
kehamila
nnya
>
14
minggu
sampai
20
minggu
penderita
merasaka
n
rahimnya
semakin
mengecil,
tandatanda
kehamila
n
sekunder
pada
payudara
mulai
menghila
ng.
- Tanda
kehamila
- Dilatasi
serviks (-)
- TFU
kurang
dari umur
kehamilan
- Dilatasi
serviks (-)
- TFU lebih
dari umur
- tes kehamilan
positif
urin
masih
Blighted
ovum
KET
(sudah
rupture,
perdarah
anmsk
rongga
peritone
umtan
da akut
abdome
n
n (+)
- Terdapat
banyak
atau
sedikit
gelembu
ng mola
- Perdarah
an
banyak /
sedikit
- Nyeri
perut (+)
ringan
- Mual
muntah
(+)
- Perdarah
an
berupa
flek-flek
- Nyeri
perut
ringan
- Tanda
kehamila
n (+)
- Nyeri
abdomen
(+)
- Tanda
kehamila
n (+)
- Perdarah
an
pervagin
am (+/-)
kehamilan
- Terdapat
banyak
atau
sedikit
gelembun
g mola
- DJJ (-)
- TFU
kurang
dari
usia
kehamilan
- OUE
menutup
- Nyeri
abdomen
(+)
- Tandatanda syok
(+/-)
:
hipotensi,
pucat,
ekstremita
s dingin.
- Tandatanda akut
abdomen
(+) : perut
tegang
bagian
bawah,
nyeri
tekan dan
nyeri lepas
dinding
abdomen.
- Rasa nyeri
pada
pergeraka
n servik.
- Uterus
dapat
teraba
agak
membesar
dan teraba
benjolan
disamping
uterus
yang
batasnya
sukar
ditentukan
.
- Cavum
douglas
menonjol
berisi
darah dan
nyeri bila
diraba
TERAPI
Penatalaksanaan abortus masih kontroversial. Namun,
biasanya didasari oleh jenis abortus yang terjadi. Terapi dengan
hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid dan lainnya
mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis.Langkah
pertama dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah
penilaian kondisi klinis pasien. Penilaian ini masih berkaitan
dengan upaya diagnosis dan memulai pertolongan awal
kegawat daruratan. Dengan
langkah ini, dapat dikenali
berbagai komplikasi yang dapat mengancam keselamatan
pasien seperti syok, infeksi/sepsis, perdarahan hebat (masif)
atau taruma intraabdomen. Melalui pengenalan ini, dapat
diambil langkah untuk mengatasi kondisi kegawatdarutan.3
Prinsip tata laksana
Abortus tingkat lanjut dapat lakukan stabilitasi keadaan umum
dengan pembebasan jalan napas O2 2-4 lt/menit, infus
kristaloid (Nacl 0,9%, RL, RA)
Penatalaksanaan abortus secara spesifik disesuaikan
dengan jenis abortusnya yaitu:
- Abortus imminens
a) Tirah baring sampai perdarahan berhenti (2-3hari dan
sebaiknya
rawat
inap)
evaluasi
dxmasih
imminenslanjutkan tirah baring
b)
c)
d)
e)
KOMPLIKASI
Komplikasi yang disebabkan oleh abortus kriminalis (walaupun
dapat juga terjadi pada abortus spontan)17:
1. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa
jaringan tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan
2.
3.
4.
5.
6.
7.