Anda di halaman 1dari 39

A.

Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita


Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian
yaitu: alat reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam
rongga pelvis, dan alat reproduksi wanita bagian luar yang terletak
di perineum.
1. Organ genitalia eksterna
a. Mons veneris / Mons pubis
Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol
di bagian depan simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit
jaringan ikat setelah dewasa tertutup oleh rambut yang
bentuknya segitiga. Mons pubis mengandung banyak kelenjar
sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal pada waktu
melakukan hubungan seks.
b. Labia mayora ( Bibir besar )
terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke
bawah,terisi oleh jaringan lemak yang serupa dengan yang
ada di mons veneris. Ke bawah dan ke belakang kedua labia
mayora bertemu dan membentuk kommisura berakhir di
batas atas labia mayora.
c. labia minora ( bibir kecil / nymphae )
suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir besar. Ke
depan kedua bibir kecil bertemu yang di atas klitoris
membentuk preputium klitoridis dan yang di bawah klitoris
membentuk frenulum klitoridis. Ke belakang kedua bibir kecil
juga bersatu dan membentuk fossa navikulare.
d. Klitoris
kira kira sebesar kacang ijo, tertutup oleh preputium klitoridis
dan terdisi atas glans klitoridis, korpus, dan dua krura yang
menggantungkan klitoris ke os pubis. Organ ini mengandung
banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris sehingga
sangat sensitive analog dengan penis laki-laki. Fungsi utama
klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan
seksual
e. Vestibulum
berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke
belakang dan dibatasi di depan oleh klitoris, kanan dan kiri
oleh kedua bibir kecil dan di belakang oleh perineum
(fourchette). Embriologik sesuai dengan sinus urogenitalis.
Kurang lebih 1-1,5 cm di bawah klitoris ditemukan orifisium
uretra eksternum ( lubang kemih ) berbentuk membujur 4-5
mm dan tidak jarang sukar ditemukan oleh karena tertutup
oleh lipatan lipatan selaput vagina, tidak jauh dari lubang
kemih, di kiri dan di kanan bawahnya, dapat dilihat dua ostia
skene. Saluran skene ( duktus parauretral ) analog dengan
kelenjar prostat pada laki laki. Di kiri dan kanan bawah di
dekat fossa navikulare, terdapat kelenjar bartolon. Kelenjar ini
berukuran diameter lebih kurang 1 cm, terletak di bawah otot
konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil panjang 1,5 2
yang bermuara di vestibulum, tidak jauh dari fossa navikulare.

Pada koitus kelenjar Bartholin mengeluarkan getah


f. Bulbus vestibuli (sinistra et dextra)
merupakan pengumpulan vena terletak di bawah selaput
lendir vestibulum, dekat ramus ossis pubis. Panjangnya 3-4
cm, lebarnya 1-2 cm dan tebalnya 0,5 1 cm. bulbus vestibuli
mengandung banyak pembuluh darah, sebagian tertutup oleh
muskulus iskio kavernosus dan muskulus konstriktor vagina.
Embriologik sesuai dengan korpus kavernosus penis. Pada
waktu persalinan biasanya kedua bulbus tertarik ke arah atas
atau ke bawah arkus pubis, akan tetapi bagian bawahnya
yang melingkari vagina sering mengalami cedera dan sekalisekali timbul hematoma vulva atau perdarahan
g. Introitus Vagina
mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda beda. Pada
seorang virgo selalu dilindungi oleh labia minora yang baru
dapat dilihat jika bibir kecil ini dibuka, introitus vagina ditutupi
oleh selaput darah (himen). Himen ini mempunyai bentuk
berbeda beda, dari yang semilunar ( bulan sabit ) sampai yang
berlubang lubang atau bersekat (septum). Konsistensinya pun
berbeda beda, dari yang kaku sampai yang lunak sekali.
Hiatus himenalis ( lubang selaput dara ) berukuran dari yang
seujung jari sampai yang mudah dilalui oleh dua jari.
Umumnya himen robek pada koitus dan robekan ini terjadi
pada tempat jam 5 atau jam 7 dan robekan sampai mencapai
dasar selaput dara itu. Pada beberapa kasus himen tidak
mengalami laserasi walaupun sanggama berulang telah
dilakukan. Sesudah persalinan himen robek di beberapa
tempat dan yang dapat dilihat adalah sisa sisanya ( karunkula
himenalis )
h. Perineum
terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm.
jaringan yang mendukung perineum terutama ialah diafragma
pelvis dan difragma urogenitalis. Dafragma pelvis terdiri atas
otot levator ani dan otot koksigis posterior serta fasia yang
menutupi kedua otot ini. Diafragma urogenitalis terletak
eksternal dari diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga
antara tuber isiadika dan simfisis pubis. Diafragma
urogenitalis meliputi muskulus transversus perinei profunda,
otot konstriktor uretra dan fasia internal maupun eksternal
yang menutupinya. Perineum mendapat pasokan darah
terutama dari arteri pudenda dan cabang cabangnya.
Perserafan perineum terutama oleh nervus pudendus dan
cabang-cabangnya oleh sebab itu, dalam menjahit robekan
perineum dapat dilakukan anestesi blok pudendus. Otot
levator ani kiri dan kanan bertemu di tengah-tengah antara
anus dan vagina yang diperkuat oleh tendon sentral
perineum. Di tempat ini bertemu otot-otot bulbokavernosus,
muskulus tranversus perinei superfisialis, dan sfingter ani
eksternal. Struktur

2. Organ genitalia Interna


a. Vagina (liang senggama)
Vagina adalah saluran yang berbentuk tabung yang
menghubungkan vulva dengan rahim. Ukuran vagina sekitar
6- 7,5 cm meliputi dinding anterior dan 9-11 cm meliputi
dinding posterior.Fungsi vagina adalah sebagai berikut:
1. Saluran untuk keluarnya menstruasi dari rahim
2. Tempat senggama
3. Jalan lahir
PH vagina normal berkisar 4-5, sehingga menyebabkan cairan
menjadi sedikit asam. Hal ini, memberikan proteksi terhadap
penyebaran kuman. Dinding vagina yang berlipat-lipat yang
berjalan sirkulair disebut rugae. Dinding vagina terdiri atas
tiga lapisan yaitu: lapisan mukosa yang merupakan kulit,
lapisan otot dan lapisan jaringan ikat. Bagian dari leher rahim
yang menonjol ke dalam vagina disebut porsio. Sedangkan
daerah di sekitar servik disebut forniks. Forniks dibagi menjadi
4 kuadran, yaitu: forniks anterior, forniks posterior, forniks
lateral kanan dan kiri.
b. Uterus (rahim)
Uterus merupakan suatu organ muskular berbentuk seperti pir
yang terletak di antara kandung kencing dan rektum.Fungsi
dari uterus adalah:
1. Setiap bulan, berfungsi dalam pengeluaran darah haid
dengan ditandai adanya perubahan dan pelepasan dari
endometirum.
2. Selama kehamilan sebagai tempat implantasi, retensi
dan nutrisi konseptus.
3. Saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus
dan pembukaan serviks uterus, isi konsepsi dikeluarkan.
Ukuran uterus berbeda-beda tergantung pada usia, pernah
melahirkan atau belum. Ukuran uterus pada anak-anak 2-3
cm, nuli para 6-8 cm dan multi para 8-9 cm.Uterus terdiri atas
dua bagian utama yaitu serviks dan korpus uteri.
Serviks uteri
Serviks uteri merupakan bagian terbawah uterus, yang terdiri
dari pars vaginalis dan pars supravaginalis. Komponen utama
dalam serviks uteri adalah otot polos, jalianan jaringan ikat
kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di dalam
rongga vagina yaitu portio cervicis uteri dengan lubang ostium
uteri externum, yang dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa
serviks, dan ostium uteri internum.
Korpus uteri
Korpus uteri terdiri dari: paling luar lapisan serosa/peritoneum
yang melekat pada ligamentum latum uteri di intra abdomen,
tengah lapisan muskular / miometrium berupa otot polos tiga
lapis (dari luar ke dalam arah serabut otot longitudinal,
anyaman dan sirkular), serta dalam lapisan endometrium

yang melapisi dinding cavum uteri, menebal dan runtuh


sesuai siklus haid akibat pengaruh hormon-hormon ovarium.
Posisi corpus intra abdomen mendatar dengan fleksi ke
anterior, fundus uteri berada di atas vesica urinaria.Hubungan
antara kavum uteri dan kanalis servikalis ke dalam vagina
disebut ostium uteri eksternum. Isthmus adalah bagian uterus
antar korpus dan serviks uteri, yang diliputi oleh peritoneum
viserale. Isthmus, akan melebar selama kehamilan dan
disebut segmen bawah rahim.Organ yang berbatasan dengan
uterus adalah sebagai berikut:
1. Sebelah atas: rongga rahim berhubungan dengan tuba
falopi
2. Sebelah bawah: berbatasan dengan saluran leher rahim
(kanalis servikalis)
Dinding rahim terdiri atas tiga lapisan, yaitu:
1. Lapisan serosa (perimetrium) terletak paling luar
2. Lapisan otot (miometrium) terletak di tengah
3. Lapisan mukosa (endometrium) terletak paling dalam
Sikap dan letak uterus dalam rongga panggul terfiksasi
dengan baik karena disokong dan dipertahankan oleh:
1. Tonus rahim sendiri
2. Tekanan intra abdominal
3. Otot-otot dasar panggul
4. Ligamentum-ligamentum
Ligamentum-ligamentum uterus adalah sebagai berikut:
1. Ligamentum latum: Ligamentum latum terletak di
sebelah kanan dan kiri uterus, meluas sampai ke dinding
panggul dan dasar panggul, sehingga uterus seolah-olah
menggantung pada tuba.
2. Ligamentum rotundum: Ligamentum rotundum terletak
di bagian atas lateral dari uterus, kaudal dari insersi
tuba. Ligamen ini menahan uterus antefleksi.
3. Ligamentum
infundibulo
pelvikum:
Indifundibulo
pelvikum ada dua yaitu di bagian kiri kanan dari
infundibulum
dan
ovarium.
Ligamentum
ini
menggantungkan uterus pada dinding panggul.
4. Ligamentum kardinale: Ligamentum kardinale terdapat
di kiri kanan dari serviks setinggi ostium internum ke
dinding panggul.
5. Ligamentum sakro uterinum: Ligamentum sakro
uterinum terdapat di kiri dan kanan dari serviks sebelah
belakang ke sakrum mengelilingi rektum.
6. Ligamentum vesiko uterinum: Ligamentum vesiko
uterinum terletak pada daerah uterus ke kandung
kencing.
Letak uterus adalah sebagai berikut:
1. Antefleksi (menekan ke depan),

merupakan

letak

fisiologis
2. Retrofleksi (menghadap ke belakang)
3. Anteversio, uterus terdorong ke depan
4. Retroversio, uterus terdorong ke belakang
5. Torsio, uterus yang memutar
Pembuluh darah yang mengaliri uterus adalah arteri uterina
dan arteri ovarika.
Inervasi uterus terutama terdiri atas sistem saraf sipatetik dan
untuk sebagian terdiri atas sistem parasimpatetik dan
serebrospinal. Sistem parasimpatetik berada di dalam panggul
di sebelah kiri dan kanan os sakrum, berasal dari saraf sakral
2,3 dan 4 yang selanjutnya memasuki pleksus frankenhauser.
Sistem simpatetik masuk ke rongga panggul sebagai pleksus
hipogastrikus melalui bifurcatio aorta dan promontorium terus
ke bawah menuju ke pleksus frankenhauser. Saraf simpatetik
menimbulkan kontraksi dan vasokontriksi, sedangkan yang
parasimpatetik sebaliknya, yaitu mencegah kontraksi dan
menimbulkan vasodilatasi.
Saraf yang berasal dari T11 dan 12 mengandung saraf
sensorik dari uterus dan meneruskan perasaan sakit dari
uterus ke pusat saraf ( serebrum). Saraf sensorik dari serviks
dan bagian atas vagina melalui saraf sakral 2,3,dan 4,
sedangkan yang dari bagian bawah vagina melalui nervus
pundendus dan nervus ileolinguinalis
c. Tuba falopi (saluran telur)
Tuba falopi terdapat pada tepi atas ligamentum latum,
berjalan ke arah lateral, kornu uteri kanan dan kiri. Panjang
tuba falopi adalah 12 cm, dengan diameter 3-8 mm.Fungsi
dari tuba falopi adalah:
1. Menangkap dan membawa ovum dari ovarium ke uterus
2. Tempat terjadinya konsepsi
Tuba falopi terdiri atas 4 bagian yaitu:
1. Pars interstisialis: Pars interstisialis merupakan bagian
tuba yang berjalan dari dinding uterus mulai dari ostium
tuba.
2. Pars ismika: Pars ismika merupakan bagian tuba setelah
ke luar dinding uterus. Pars ismika merupakan bagian
yang lurus dan sempit.
3. Pars ampularis: Pars ampularis merupakan bagian tuba
antara pars ismika dengan infundibulum. Pars ampularis
merupakan bagian tuba yang paling lebar dan
berbentuk S. Pars ampularis merupakan tempat
terjadinya konsepsi.
4. Infundibulum: Infundibulum merupakan bagian ujung
dari tuba dengan umbai-umbai yang disebut fimbrae.
Fungsi dari fimbrae untuk menangkap ovum yang
matang. Lubang pada fimbrae disebut ostium
abdominale tuba.

d.Ovarium (indung telur)


Ovarium homolog dengan testis pada pria. Ovarium berbentuk
oval dan terletak pada dinding panggul bagian lateral yang
disebut fossa ovarium. Ovarium ada dua yaitu terletak di kiri
dan kanan uterus. Ovarium dihubungkan oleh ligamentum
ovarii propium dan dihubungkan dengan dinding panggul
dengan perantara ligamentum infundibulo pelvikum.Fungsi
ovarium adalah sebagai berikut:
1. Mengeluarkan hormon progesteron dan esterogen
2. Mengeluarkan telur setiap bulan
Ukuran ovarium sekitar 2,5-5 cm x 1,5-3 cm x 0,9-1,5 cm.
Berat ovarium kurang lebih 4-8 gram.Pada seorang wanita,
terdapat 100.000 folikel primer. Folikel tersebut setiap bulan
akan matang dan keluar, terkadang dua folikel matang dan
keluar bersamaan. Folikel primer ini akan berkembang
menjadi folikel de graaf.Folikel de graaf yang matang terdiri
atas: ovum, stratum granulosum, teka internus, dan teka
eksternus.
B. Fisiologi Janin
Perkembangan Konseptus
Sejak konsepsi perkembangan konseptus terjadi sangat cepat
yaitu zigot mengalami pembelahan menjadi morula ( 16 sel
blastomer), kemudian menjadi blastokis ( terdapat cairan di
tengah ) yang mencapai uterus, dan kemudian sel sel
mengelompok, berkembang menjadi embrio ( sampai minggu ke
7). Setelah minggu ke 10 hasil konsepsi disebut janin
Konseptus ialah semua jaringan konsepsi yang membagi diri
menjadi berbagai jaringan embrio, korion, amnion, dan plasenta
Embrio dan Janin
Dalam beberapa jam setelah ovulasi akan terjadi fertilisasi di
ampula tuba. Oleh karena itu, sperma harus sudah ada disana
sebelumnya. Terjadilah fertilisasi ovum dan sperma.
Embrio akan berkembang sejak usia 3 minggu hasil konsepsi.
Secara klinik pada usia gestasi 4 minggu dengan USG akan
tampak sebagai kantong gestasi berdiameter 1 cm, tetapi embrio
belum tampak. Pada minggu ke 6 dari haid terakhir usia
konsepsi 4 minggu embrio berukuran 5 mm, kantong gestasi
berukuran 2-3 cm. pada saat itu akan tampak denyut jantung
secara USG. Pada akhir minggu ke -8 usia gestasi 6 minggu usia
embrio berukuran 22-24 mm, di mana akan tampak kepala yang
relatif besar dan tonjolan jari. Gangguan atau teratogen akan
mempunyai dampak berat apabila terjadi pada gestasi kurang
dari 12 minggu, terlebih pada minggu ke 3.
Sistem kardiovaskular
Mengingat semua kebutuhan janin disalurkan melalui vena
umbilikal, maka sirkulasi menjadi khusus. Tali pusat berisi satu

vena dan 2 arteri. Vena ini menyalurkan oksigen dan makanan


dari plasenta ke janin. Sebaliknya, kedua arteri menjadi pembuluh
balik yang menyalurkan darah ke arah plasenta untuk dibersihkan
dari sisa metabolisme.
Perjalanan darah dari plasenta melalui vena umbilikal adalah
sebagai berikut.
Setelah melewati dinding abdomen, pembuluh vena umbilikal
mengarah ke atas menuju hati, membagi menjadi 2, yaitu sinus
porta ke kanan memasok darah ke hati dan dusktus venosus
yang berdiameter lebih besar, akan bergabung dengan vena kafa
inferior masuk ke atrium kanan. Darah yang masuk ke jantung
kanan ini mempunyai kadar oksigen seperti arteri meski
bercampur sedikit dengan darah dari vena kava.
Darah ini akan langsung menyemprot melalui foramen ovale pada
septum, masuk ke atrium kir dan selanjutnya melalui ventrikel kiri
akan menuju aorta dan seluruh tubuh. Darah yang berisi banyak
oksigen itu terutama akan memperdarahi organ vital jantung dan
otak.
Adanya krista dividens sebagai pembatas pada vena kava
memungkinkan sebagian besar darah bersih dari duktus venosus
langsung akan mengalir ke arah foramen ovale. Sebaliknya,
sebagian kecil akan mengalir ke arah ventrik kanan.
Darah dari ventrikel akanan akan mengalir ke arah paru. Karena
paru belum berkembang, sebagian besar dari jantung kanan
melalui arteri pulmonalis akan dialirkan ke aorta melalui suatu
pembuluh darah duktus arteriosus. Darah itu akan bergabung di
aorta desending, bercampur dengan darah bersih yang akan
dialirkan ke seluruh tubuh.
Setelah bayi lahir, seua pembuluh umbilikal, duktus venosus, dan
duktus arteriosus akan mengerut. Pada saat lahir akan terjadi
perubahan sirkulasi, di mana terjadi pengembangan paru dan
penyempitan tali pusat. Akibat peningkatan kada oksigen pada
sirkulasi paru dan vena pulmonalis, duktus arteriosus akan
menutup dalam 3 hari dan total pada minggu ke 2. Pada situasi di
mana kadar oksigen kurang yaitu pada gagal napas, duktus akan
relatif membuka ( paten )
Hormon Plasenta
Plasenta adalah organ endokrin yang unik dan merupakan organ
endokrin terbesar pada manusia yang menghasilkan berbagai
hormon steroid, peptida, faktor faktor pertumbuhan dan sitokin.
Pada trimester I plasenta berkembang sangat cepat akibat
mutiplikasi sel sel sitotrofoblas. Vili korialis primer tersusun oleh sel
sel sitotrofoblas yang ploriferatis di lapisan luar. Sel sel mesenkin
yang berasal dari mesenkin ekstraembrional akan menginvasi vili
korealis primes sehingga terbentuk vili korealis sekunder,
sedangkan vili korialis tersier terbentuk bersamaan dengan
terbentuknya
pembuluh
darah-pembuluh
darah
janin.
Sinsiotrofoblas umumnya berperanan dalam pembentukan hormon

steroid, neurohormon / neuropeptida, siitokin, faktor pertumbuhan,


dan pituitary-like hormon, sedangkan sitotrofoblas lebih
berperanan dalam sekresi faktor-faktor pertumbuhan
Hormon hormon yang dihasilkan oleh plasenta
1. sintesis hormon polipeptide :
Human chorionic gonadotropin (hCG), human placental
lactogen (hPL)
2. hormon hormon protein
Chorionic adrenocorticotropin (CACTH), chorionic thyrotropin
(CT), relaksin, para-thyroid hormone related protein (PTHrP),
growth hormone variant (hGH-V)
3. hormon hormon peptide
Neuropeptide-Y (NPY), inhibin dan aktivin
4. Hypotalamus like releasing hormone
Gonadotropin-releasing
hormone
(GnRH),
corticotropin
releasing hormone (CRH), thyrotropin- releasing hormone
(cTRH) dan growth hormone- releasing hormone (GHRH)
5. Hormon steroid : progesteron, esterogen
Perubahan anatomi dan fisiologi pada perempuan hamil
Sistem reproduksi
Uterus
Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk
menerima dan melindungi hasil konsepsi ( janin, plasenta,
amnion) sampai persalinan. Uterus mempunyai kemampuan
yang luar biasa untuk bertambah besar dengan cepat selama
kehamilan dan pulh kembali seperti keadaan semula dalam
beberapa minggu setelah persalinan. Pembesaran uterus
meliputi peregangan dan penebalan sel sel otot, sementara
produksi miosit yang baru sangat terbatas. Bersamaan
dengan hal itu terjadi akumulasi jaringan ikat dan elastik,
terutama pada lapisan otot luar. Kerja sama tersebut akan
meningkatkan dinding uterus.
Pada awal kehamilan penebalan uterus distimulasi
terutama oleh hormon esterogen dan sedikit oleh progesteron.
Hal ini dapat dilihat dengan perubahan uterus pada awal
kehamilan mirip dengan kehamilan ektopik. Akan tetapi,
setelah kehamilan 12 minggu lebih penambahan ukuran
uterus didominasi oleh desakan hasil konsepsi.
Pada akhir kehamilan 12 minggu uterus akan terlalu
besar dalam rongga pelvis dan seiring perkembangannya,
uterus akan menyentuh dinding abdominal, mendorong usu ke
samping dan ke atas, terus tumbuh hingga hampir menyentuh
hati. Pada saat pertumbuhan uterus akan berotasi ke arah
kanan. Deksorotasi ini disebabkan oleh adanya rektosigmoid
di daerah kiri pelvis. Pada akhir kehamilan otot otot uterus
bagian atas akan berkontraksi sehingga segmen bawah uterus
akan melebar dan menipis.
Serviks

Satu bulan setelah konsepsi serviks akan menjadi lunak


dan kebiruan. Perubahan ini terjadi akibat penambahan
vaskularisasi dan terjadinya edema pada seluruh serviks,
bersamaan dengan terjadinya hipertrofi dan hiperplasia pada
kelenjar kelenjar serviks, berbeda kontras dengan korpus,
servikshanya memiliki 10-15% otot polos. Jaringan ikat ekstraseluler
serviks terutama kolagen tipe 1 dan 3 dan sedikit tipe 4 pada
membrana basalis
Serviks manusia merupakan organ yang kompleks dan
heterogen yang mengalami perubahan yang luar biasa selama
kehamilan dan persalinan. Bersifat sebagai katup yang bertanggung
jawab menjaga janin di dalam uterus sampai akhir kehamilan dan
selama persalinan. Serviks didominasi jaringan ikat fibrosa.
Pada perempuan yang tidak hamil berkas kolagen pada
serviks terbungkus rapat dan tidak beraturan. Selama kehamilan,
kolagen secara aktif disintesis dan secara terus menerus diremodel
oleh kolagenase intraseluler yang menyingkirkan struktur
prokolagen yang tidak sempurna untuk mencegah pembentukan
kolagen yang lemah, dan kolagenase ekstraseluler yang secara
lambat akan melemahkan matriks kolagen agar persalinan dapat
berlangsung
Ovarium
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan
pematangan folikel baru juga di tunda. Hanya satu korpus luteum
yang dapat ditemukan di ovarium. Folikel ini akan berfungsi
maksimal selama 6-7 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan
berperan sebagai penghasil progesteron dalam jumlah yang relatif
minimal.
Relaksin, suatu hormon protein yang mempunyai struktur
mirip dengan insulin dan insulin like growth factor I & II, disekresikan
oleh korpus luteum, desidua, plasente dan hati. Aksi biologi
utamanya adalah dalam proses remodelling jaringan ikat pada
saluran reproduksi, yang kemudian akan mengakomodasi kehamilan
dan keberhasilan proses persalinan. Perannya belum diketahui
secara menyeluruh, tetapi diketahui mempunyai efek pada
perubahan struktur biokimia serviks dan kontraksi miomentrium
Vagina dan perineum
Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan
hiperemia terlihat jelas pada kulit dan otot otot di perineum dan
vulva, sehingga pada vagina akan terlihat berwarna keunguan
(chadwick sign). Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan
hilangnya sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel sel otot
polos.
Kulit
Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna
menjadi kemerahan, kusam, dan kadang kadang juga akan
mengenai daerah payudara dan paha. perm
Payudara

Pada awal kehamilan perempuan akan merasahakn


payudaranya menjadi lebih lunak. Setelah bulan kedua payudara
akan bertambah ukurannya dan vena vena di bawah kulit akan lebih
terlihat. Putting payudara akan lebih besar, kehitaman, dan tegak.
Perubahan metabolik
Sebagian besar penambahan berat badan selama kehamilan
berasal dari uterus. Kemudian payudara, volume darah, dan cairan
ekstraseluler. Diperkirakan selama kehamilan berat badan akan
bertambah 12,5 kg
Sistem kardiovaskular
Pada minggu ke 5 cardiac output akan meningkat dan
perubahan ini terjadi untuk mengurangi resistensi vaskular sistemik.
Selain itu, juga terjadi peningkatan denyut jantung. Antara minggu
ke -10 dan 20 terjadi peningkatan volume plasma sehingga juga
terjadi peningkatan preload. Kapasitas vaskular juga akan
meningkat untuk memenuhi kebutuhan. Peningkatan esterogen dan
progesteron juga akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan
penurunan resistensi vaskular perifer.
Ventrikel kiri akan mengalami hipertrofi dan dilatasi untuk
memfasilitasi perubahan cardiac output, tetapi kontraktilitasnya
tidak berubah. Bersamaan dengan perubahan posisi diafragma,
apeks akan bergerak ke anterior dan ke kiri, sehingga pada
pemeriksaan EKG akan terjadi deviasi aksis kiri, depresi segmen ST,
dan inverse atau pendataran gelombang T pada lead III. Penekanan
vena
kava
inferior
akibat
pembesaran
uterus
akan
mengurangidarah balik vena ke jantung. Akibatnya, terjadinya
penurunan preload dan cardiac output sehingga akan menyebabkan
terjadinya hipotensi arterial yang dikenal dengan sindrom hipotensi
supine dan pada keadaan yang cukup berat akan mengakibatkan
ibu kehilangan kesadaran.
Volume plasma akan meningkat kira kira 40-45 %. Hal ini
dipengaruhi oleh aksi progesteron dan esterogen pada ginjal yang
diinisiasi oleh jalur renin angiotensin dan aldosteron. Penambahan
volume darah ini sebagian besar berupa plasma dan eritrosit
Traktur digestivus
Seiring dengan makin besarnya uterus, lambung dan usus
akan tergeser. Demikian juga dengan yang lainnya seperti apendiks
yang bergeser ke arah atas dan lateral. Perubahan yang nyata akan
terjadi pada penurunan motilitas otot polos pada traktus digestivus
dan penurunan sekresi asam hidroklorid dan peptin di lambung
sehingga akan menimbulkan gejala berupa pyrosis (heartburn) yang
disebabkan refluks asam lambung ke esofagus bawah sebagai
akibat perubahan posisi lambung dan menurunnya tonus sfingter
esofagus bagian bawah. Mual terjadi akibat penurunan asa
hidroklorid dan penurunan motilitas, serta konstipasi sebagai akibat
penurunan motilitas usus besar. Gusi akan menjadi lebih hiperemis
dan lunak sehingga dengan trauma sedang saja bisa menyebabkan
perdarahan. Epulis selama kehamilan akan muncul, tetapi setelah
persalinan akan berkurang secara spontan. Hemorrhoid juga

merupakan suatu hal yang sering terjadi akibat konstipasi dan


peningkatan tekanan vena pada bagian bawha karena pembesaran
uterus.
Traktus urinarius
Pada bulan bulan pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan
oleh uterus yang mulai membesar sehingga menimbulkan sering
berkemih. Keadaan ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan
bila uterus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, jika
kepala janin sudah mulai turun ke pintu atas panggul, keluhan itu
akan timbul kembali
Ginjal akan membesar, GFR dan renal plasma flow juga akan
meningkat. Pada ekskresi akan dijumpai kadar asam amino dan
vitamin yang larut air dalam jumlah yang lebih banyak. Glukosuria
juga merupakan suatu hal yang umum, tetapi kemungkinan adanya
diabetes melitus juga tetap harus diperhitungkan. Sementara itu
proteinuria dan hematuria merupakan suatu hal yang abnormal.
Pada fungsi renal akan dijumpai creatinine clearance lebih tinggi 30
%
Sistem endokrin
Selama kehamilan normal kelenjar hipofisis akan membesar +
135 %. Kelenjar tiroid akan mengalami pembesaran hingga 15,0 ml
pada saat persalinan akibat hiperplasia kelenjar dan peningkatan
vaskularisasi. Pengaturan konsentrasi kalsium sangat berhubungan
erat dengan magnesium, fosfat dan hormon paratiroid, vitamin D,
dan kalsitonin. Adanya gangguan pada salah satu faktor itu akan
menyebabkan perubahan pada yang lainnya. Konsentrasi plasma
hormon paratiroid akan menurun pada trimester pertama dan
kemudian akan meningkat secara progresif. Aksi yang penting dari
hormon paratiroid ini adalah untuk memasok janin dengan kalsium
yang adekuat. Selain itu, juga diketahui mempunyai peran dalam
produksi peptida pada janin, plasenta, dan ibu. Ada saat hamil dan
menyusi dianjurkan untuk mendapat asupan vitamin D 10 g atau
4000 IU10
Kelenjar adrenal pada kehamilan normal akan mengecil, sedangkan
hormon adostenedion, testosteron, diosikortikosteron, aldosteron
dan kortisol akan meningkat. Sementara itu dehidropiandosteron
sulfat akan menurun.
Sistem muskuloskeletal
Lordosis akibat kompensasi dari pembesaran uterus ke posisi
anterior, lordosis menggeser pusat daya berat ke belakang ke arah
dua tungkai. Sendi sakroiliaka, sakrokoksigis dan pubis akan
meningkat mobilitasnya, yang diperkirakan karena pengaruh
hormonal. Mobilitas tersebut mengakibatkan perubahan sikap ibu
dan pada akhirnya menyebabkan perasaan tidak enak pada bagian
bawah punggung terutama bagian bawah punggung terutama pada
akhir kehamilan
ABORTUS

CARA HITUNG HARI KELAHIRAN


Caranya dengan menggunakan rumus Neagle, yaitu:
Tanggal terakhir haid ditambah (+) 7, kemudian bulan terakhir
haid dikurangi (-) 3, lalu tahun ditambah (+) 1. Misalnya haid
terakhir adalah tanggal 3-9-2013, bisa diketahui waktu
persalinan adalah dengan cara:
3 + 7, 9 3, 2013 + 1
Maka perdiksi kelahiran bayi adalah tanggal 10-6-2014.
beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain:

Rumus Neagle hanya bisa digunakan bagi yang memiliki


siklus haid yang normal selama 28 sampai 30 hari.
Jika mengalami siklus haid yang sebentar atau kurang dari
normal, maka perhitungannya dikurangi dua hari. Sedangkan
jika siklus haidnya lebih dari siklus normal maka proses
persalinanya akan mundur sebanyak 12 hari.
USG
Selain untuk mengetahui usia kehamilan, tes USG bisa
digunakan untuk mengetahui kondisi janin misalnya: apakah
terjadi kelainan, bagaimana letak janin, dan memantau
perkembangan janin dsb. Cara menghitung usia kehamilan
dengan USG menjadi pilihan banyak orang karena lebih akurat
dibandingkan dengan cara perhitungan manual, HPHT.
UKURAN PANGGUL NORMAL

PAP (pelvic inlet)


- D.conjugata
a) Vera: 11 cm ( promontorium menuju margo
superior sym.pubis) USG
b) Obstetrica: 10,6 cm (promontorium menuju titik
beberapa mm dibawah margo sup sym pubis) USG
c) Diagonalis: 12,5cm (promontorium menuju margo
inf sym pubis dan satu-satunya yang diukur
pervaginam)
- D.oblique (12,5cm) Articulatio sacroiliaca menuju
eminentia iliopectinea kontralateral
- D.transversalis (13,5cm) d terpanjang yang melintasi
PAP.
PBP (pelvic outlet)
- D.TRANSVERSA antara tuber ischiadica
- D.interspinarum antara kedua spina ischiadica n: panjang
10,5, jika <9,5 cm perlu SC
- D.anteroposterior/sagital dari bawah symp pubis ,emuju
arculatio sacrococcygeal

DEFINISI
WHO: Berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum
janin mampu bertahan hidup (kehamilan sebelum 20
minggu/22minggu (Depkes RI) didasarkan pada hari pertama
haid normal terakhir, atau beratnya kurang dari 500 gram)

EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian abortus sulit ditentukan karena abortus
provokatus banyak yang tidak dilaporkan,
dan terkadang
seorang wanita dapat mengalami abortus tanpa mengetahui
bahwa ia hamil, dan tidak mempunyai gejala yang hebat
sehingga hanya dianggap sebagai menstruasi yang terlambat
(siklus memanjang).
Insidensi abortus inkomplit belum diketahui secara pasti,
namun demikian disebutkan sekitar 60% dari wanita hamil
dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami
abortus inkomplit. Inisidensi abortus spontan secara umum
disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan, ada juga yang
menyebutkan 15-20%. Sekitar 75% abortus spontan ditemukan
pada usia gestasi kurang dari 16 minggu dan 62% sebelum usia
gestasi 12 minggu.
Risiko abortus spontan semakin meningkat dengan
bertambahnya paritas di samping dengan semakin lanjutnya
usia ibu dan ayah, dan ibu dengan riwayat abortus
sebelumnya. Pada 182 dengan abortus imminens menunjukkan
bahwa 29% janin akan keluar pada usia gestasi 5-6 minggu;
8,2% pada usia gestasi 7-12 minggu; dan 5,6% pada usia
gestasi 13-20 minggu. Biasanya abortus imminens akan
berlanjut menjadi abortus komplit 10-14 minggu setelah pasien
mengeluhkan keluar bercak-bercak darah.
ETIOLOGI
Penyebab abortus bervariasi, sering di perdebatkan,
umumnya lebih dari satu penyebab. Sebagian besar karena
kelainan kromosom hasil konsepsi. Usia kehamilan saat
terjadinya abortus dapat memberi gambaran tentang
penyebabnya (APS dan inkompetensi serviks sering pada
semester pertama). Penyebab terbanyak:
1. Faktor genetik. Translokasi parental keseimbangan genetik
- Mendelian
- Multifaktor
- Robertsonian
- Resiprokal
2. Kelainan Kongenital Uterus
- Anomali duktus Muelleri
- Septum Uterus
- Uterus bikornis

3.
4.
5.
6.
7.

Inkompetensi serviks uterus


Mioma uteri
Sindroma Asherman
Autoimun
Aloimun
Mediasi imunitas humoral
Mediasi imunitas seluler
Defek fase luteal
Faktor endokrin eksternal
Antibodi antitiroid hormon
Sintesis LH yang tinggi
Infeksi
Hematologik
Lingkungan

1. Penyebab Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan
kariotip embrio. Paling sedikit 50 % kejadian abortus pada
trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran
ini belum termasuk kelainan yang
disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya kelainan
Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan poligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan
pemeriksaan kariotip.
Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi pada
awal kehamilan. Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa
aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis, misalnya
nondisjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal.
Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada
trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi ditemukan
pada 16 % kejadian abortus, di mana terjadi fertilisasi ovum
normal haploid oleh 2 sperma (dispermi) sebagai mekanisme
patologi primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction
meiosis selama gametogenesis pada pasien dengan kariotip
normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan meiosis
maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi
meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16 dengan
kejadian sekitar 30 % dari seluruh trisomi, merupakan
penyebab terbanyak Semua kromosom trisomi berakhir abortus
kecuali pada trisomi kromosom 1. Sindroma Turner merupakan
penyebab 20 - 25 % kelainan sitogenetik pada abortus.
Sepertiga dari fetus dengan Sindroma Down (trisomi 21) bisa
bertahan.
Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan
genetik amniosentesis pada semua ibu hamil dengan usia yang
lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi
adalah 1 : 80, pada usia di atas 35 tahun karena angka
kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah
usia 35 tahun.

Kelainan lain umumnya berhubungan dengan fertilisasi


abnormal (tetraploidi, tri-ploidi). Kelainan ini tidak bisa
dihubungkan dengan kel angsungan kehamilan. Tetraploidi
terjadi pada 8 % kejadian abortus akibat kelainan kromosom, di
mana terjadinya kelainan pada fase sangat awal sebelum
proses pembelahan.
Struktur kromosom merupakan kelainan kategori ketiga.
Kelainan struktural terjadi pada sekitar 3 % kelainan sitogenetik
pada abortus. Ini menunjukkan bahwa kelainan struktur
kromosom sering diturunkan dari ibunya. Kelainan struktur
kromosom pada pria bisa berdampak pada rendahnya
konsentrasi sperma, infertilitas, dan bisa mengurangi peluang
kehamilan dan terjadinya keguguran.
Kelainan sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin
karena adanya mutasi gen yang bisa mengganggu proses
impiantasi bahkan menyebabkan abortus. Contoh untuk
kelainan gen tunggal yang sering menyebabkan abortus
berulang adalah myotonic dystrophy, yang berupa autosom
dominan dengan penetrasi yang tinggi, kelainan ini progresif,
dan penyebab abortusnya mungkin karena kombinasi gen yang
abnormal dan gangguan fungsi uterus. Kemungkinan juga
karena adanya mosaik gonad pada ovarium atau testis.
Gangguan jaringan konektif lain, misalnya Sindroma Marfan,
Sindroma Ehlers-Danlos, homosisteinuri dan pseudoaxanthoma
elasticum. Juga pada perempuan dengan sickle cell
anemia
berisiko tinggi mengalami abortus. Hal ini karena adanya
mikroinfark pada plasenta. Kelainan hematologik lain yang
menyebabkan abortus misalnya disfibrino-genemi, defisiensi
faktor XIII, dan hipofibrinogenemi afibrinogenemi kongenital.
Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2
kromosom yang abnormal, di mana bila kelainannya hanya
pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak diturunkan.
Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila
didapatkan kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka
kehamilan berikutnya juga berisiko abortus.
Penyebab Anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab
komplikasi obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas,
serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan
riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27 % pasien.
Studi oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan
malformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8 % yang bisa
bertahan sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5 %
mengalami persalinan abnormal (prematur, sungsang).
Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus

adalah septum uterus (40 - 80 %), kemudian uterus bikornis


atau uterus didelfis atau unikomis (10 - 30 %). Mioma uteri bisa
menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang. Risiko
kejadiannya antara 10-30 % pada perempuan usia reproduksi.
Sebagian besar mioma tidak memberikan gejala, hanya yang
berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri
(submukosum) yang akan menimbulkan gangguan.
Sindroma Asherman bisa menyebabkan gangguan tempat
implantasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium.
Risiko abortus antara 25 - 80 %, bergantung pada berat
ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis kelainan ini bisa
digunakan his-terosalpingografi (HSG) dan ultrasonografi.

Penyebab Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan
penyakit
autoimun.
Misalnya,
pada
Systematic
Lupus
Erythematosm (SLE) dan Antipbospholipid Antibodies (aPA). aPA
merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan
dengan SLE Kejadian
abortus spontan di antara pasien SLE
sekitar 10 %, dibanding populasi umum. Bila digabung dengan
peluang terjadinya pengakhiran kehamilan trimester 2 dan 3,
maka diperkirakan 75 % pasien dengan SLE akan berakhir
dengan terhentinya kehamilan. Sebagian besar kematian janin
dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan antibodi
yang berikatan denga sisi negatif dari fosfolipid. Paling sedikit
ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang
penting, yaitu Lupus Anttcoagutant (LAC), anticardiolipin
antibodies (aCLs), dan biologically false positive untuk syphilis
(FP-STS), APS (antiphospholipid syndrome) sering juga
ditemukan pada beberapa keadaan obstetrik, misalnya pada
preeklampsia, IUGR dan prematuritas. Beberapa keadaan lain
yang berhubungan dengan APS yaitu trombosis arteri vena,
trombositopeni autoimun, anemia hemolitik, korea, dan
hipertensi pulmonum.
The International Consensus Workshop pada 1998
mengajukan klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi:
Trombosis vaskular
Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar
yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, pencitraan, atau
histopatologi.
Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran
inflamasi.
Komplikasi kehamilan
Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas,
tanpa kelainan anatomik, genetik, atau hormonal.
Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi
secara bonografi normal.

Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin


normal dan berhubungan dengan preeklampsia berat atau
insufisiensi plasenta yang berat.
Kriteria laboratorium
aCL: IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi
pada 2 kali atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau
sama dengan 6 minggu
aCL diukur dengan metode ELISA standar
Antibodi fosfolipid/antikoagulan
Pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT,
PT dan CT)
Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang
dengan penambahan plasma platelet normal
Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan
penambahan fosfolipid
Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan
pemakaian heparin
aPA ditemukan kurang dari 2 % pada perempuan hamil
yang sehat, kurang dari 20 % pada perempuan yang
mengalami abortus dan lebih dari 33 % pada perempuan
dengan SLE. Pada kejadian abortus berulang ditemukan infark
plasenta yang luas, akibat adanya atherosis dan oklusi vaskular
kini dianjurkan pemeriksaan darah terhadap -2 glikoprotein 1
yang lebih spesifik.
Pemberian antikoagulan misalnya as p iri n, heparin, IL-3
intravena menunjukkan hasil yang efektif. Pada percobaan
binatang, kerja IL-3 adalah menyerupai growth hormone
plasenta dan melindungi kerusakan jaringan plasenta.
Trombosis plasenta pada APS diawali adanya peningkatan
rasio tromboksan terhadap prostasiklin, selain juga akibat dari
peningkatan agregrasi tromoosit, penurunan c-reaktif protein
dan peningkatan sintesis platelet-activating factor. Secara klinis
lepasnya kehamilan pada pasien APS sering terjadi pada usia
kehamilan di atas 10 minggu.
Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin
subkutan, aspirin dosis rendah, prednison, imunoglobulin, atau
kombinasi semuanya. Studi case-control menunjukkan pemberian
heparin 5.000 U 2x/hari dengan 81 mg/hari aspirin
meningkatkan daya tahan janin dari 50 % jadi 80 % pada
perempuan yang pernah mengalami abortus lebih dan 2 kali
tes APLAs positif. Yang perlu diperhatikan ialah pada
penggunaan heparin jangka panjang, perlu pengawasan
terhadap risiko kehilangan massa tulang, perdarahan, serta
trombositopeni.
Penyebab Infeksi

Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai


diduga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan
melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada
perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Beberapa jenis
organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus
antara lain:

Bakteria
Listeria monositogenes
Klamidia trakomatis
Ureaplasma urealitikum
Mikoplasma hominis
Bakterial vaginosis
Virus
Sitomegaiovirus
Rubela
Herpes simpleks virus (HSV)
Human immunodeficiency virus (HIV)
Parvovirus
Parasit
Toksoplasmosis gondii
Plasmodium falsiparum
Spirokaeta
- Treponema pallidum
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi
terhadap risiko abortus/EPL, di antaranya sebagai berikut:
Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang
berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat
sehingga janin sulit bertahan hidup.
Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin.
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah
(misal Mikoplasma bominis, Klamidia, Ureaplasma urealitikum, HSV) yang
bisa mengganggu proses impiantasi
Amnionitis (oleh kuman gram-positif dan gram-negatif, Listeria
monositogenes).
Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh
karena virus selama kehamilan awal (misalnya rubela, parvovirus BI9,
sitomegaiovirus, koksakie virus B, varisela-zoster, kronik sitomegaiovirus
CMV, HSV).
Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1 - 10 % malformasi janin akibat dari paparan obat,
bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus,
misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret
rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang

telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi


uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu
dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada
sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin
yang berakibat terjadinya abortus.
Faktor Hormonal
Ovulasi, impiantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi
yang baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu
perhatian langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase
luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar
progresteron.

Diabetes mellitus
Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik
risiko abortusnya tidak lebih jelek jika dibanding perempuan
yang tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan diabetes dengan
kadar HbAlc tinggi pada trimester pertama, risiko abortus dan
malformasi janin meningkat signifikan. Diabetes jenis insulindependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang
2-3 kali lipat mengalami abortus.
Kadar progesteron yang rendah
Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi
reseptivitas endometrium terhadap impiantasi embrio. Pada
tahun 1929, Alien dan Corner mempublikasikan tentang proses
fisiologi korpus luteum, dan sejak itu diduga bahwa kadar
progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko abortus.
Support fase luteal punya peran kritis pada kehamilan sekitar 7
minggu, yaitu saat di mana trofoblas harus menghasilkan
cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan
korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan menyebabkan
abortus. Dan bila progesteron diberikan pada pasien ini,
kehamilan bisa diselamatkan.
Defek fase luteal
Jones (1943) yang pertama kali mengutarakan konsep
insufisiensi progesteron saat fase luteal, dan kejadian ini
dilaporkan pada 23 - 60 % perempuan dengan abortus
berulang. Sayangnya belum ada metode yang bisa dipercaya
untuk mendiagnosis gangguan ini.
Pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus
lebih
dari
atau
sama
dengan 3 kali, didapatkan 17 % kejadian defek fase luteal. Dan,
50
%
perempuan
dengan histologi defek fase luteal punya gambaran
progesteron yang normal.
Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua
Perubahan endometrium jadi desidua mengubah semua sel
pada
mukosa
uterus.

Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses


impiantasi
juga
proses
migrasi trofoblas dan mencegah invasi yang berlebihan pada
jaringan
ibu.
Di
sini
berperan penting interaksi antara trofoblas ekstravillous dan
infiltrasi
leukosit
pada
mukosa uterus. Sebagian besar sel ini berupa Large Granular
Lymphocytes
(LGL)
dan makrofag, dengan sedikit sel T dan sel B.
i
Sel NK dijumpai dalam jumlah banyak, terutama pada
endometrium yang terpapar progesteron. Peningkatan sel NK
pada tempat impiantasi saat trimester pertama mempunyai
peran penting dalam kelangsungan proses kehamilan karena ia
akan mendahului membunuh sel target dengan sedikit atau
tanpa
ekspresi
HLA.
Trofoblas
ekstravillous
(dengan
pembentukan cepat HLA1) tidak bisa dihancurkan oleh sel NK
desidua, sehingga memungkinkan terjadinya invasi optimal
untuk plasentasi yang normal.
Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek
plasentasi dan adanya mikro-trombi pada pembuluh darah
plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik
memegang peran penting pada impiantasi embrio, invasi
trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan
hiperkoagulasi dikarenakan:
Peningkatan kadar faktor prokoagulan
Penurunan faktor an 11 koagu lan
Penurunan aktivitas fibrinolitik
Kadar faktor VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan
normal, terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu.
Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering
didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan
menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering
terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia
kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia
kehamilan 8-11 minggu. Perubahan rasio tromboksan-prostasiklin
memacu vasospasme serta agregrasi trombosit, yang akan menyebabkan
niikrocrombi serta nekrosis plasenta. Juga sering disertai penurunan kadar
protein C dan fibrinopeptida
Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan dengan trombosis
sistematik ataupun plasenter dan telah dilaporkan juga berhubungan
dengan
abortus
berulang
pada
lebih
dari 22 % kasus.
Homosistein merupakan asam amino yang dibentuk selama konversi
metionin ke sisteiiL Hiperhomosisteinemi, bisa kongenital ataupun
akuisita, berhubungan dengan trombosis dan penyakit vaskular dini Kondisi

ini berhubungan dengan 21 % abortus berulang. Gen pembawa akan


diturunkan secara autosom resesif. Bentuk terbanyak yang didapat adalah
defisiensi folat. Pada pasien ini, penambahan foiat akan mengembalikan
kadar homosistein normal dalam beberapa hari

FAKTOR RESIKO
Riwayat reproduksi abortus. Risiko pasien dengan riwayat
abortus untuk kehamilan berikutnya ditentukan dari frekuensi
riwayatnya.
Baru-baru ini peningkatan usia ayah dianggap sebagai suatu
faktor risiko terjadinya abortus. Suatu penelitian yang dilakukan
di Eropa melaporkan bahwa risiko abortus tertinggi ditemukan
pada pasangan dimana usia wanita 35 tahun dan pria 40
tahun.12 Pada wanita usia lebih dari 35 tahun jaringan rahim tak
lagi subur. Selain itu, jaringan rongga panggul dan otot-ototnya
pun melemah sejalan dengan pertambahan usia. Hal ini
membuat rongga panggul tidak mudah lagi menghadapi dan
mengatasi komplikasi yang berat, seperti perdarahan. Itu
menyebabkan meningkatnya resiko keguguran, ketuban pecah
dini, kematian janin dan komplikasi lainnya.22 Pada umur kurang
dari 20 tahun organ-organ reproduksi belum berfungsi
sempurna, sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan
lebih mudah mengalami komplikasi.
Merokok
Paritas. Paritas 1 ( belum pernah / baru pertama kali
melahirkan) dan paritas > 4 memiliki resiko lebih tinggi. Ibu
dengan paritas 1 dan usia muda beresiko karena ibu belum
siap secara medis maupun secara mental, sedangkan pada ibu
dengan paritas > 4 dan usia tua secara fisik mengalami
kemunduran untuk menjalani kehamilan.24 Perempuan yang
pernah hamil atau melahirkan empat kali atau lebih
kemungkinan akan banyak ditemui keadaan seperti kekendoran
pada dinding rahim, sehingga kekuatan rahim untuk menjadi
tempat pertumbuhan dan perkembangan bayi semakin
berkurang dan akhirnya menyebabkan abortus. 25 Anak lebih
dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan
perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya
sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas
tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih
tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal.
Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik
lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi
atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan
pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.
Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertamakehamilan. Tingkat
aborsi spontan dua kali lebih tinggi pada wanita yang
minumalkohol 2x/minggu dan tiga kali lebih tinggi pada wanita

yang mengkonsumsi alkohol setiap hari. Dalam suatu penelitian


didapatkan bahwa risiko abortus meningkat 1,3kali untuk setiap
gelas alkohol yang dikonsumsi setiap hari.20
Kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan
abortus. Akan tetapi pada wanitayang mengkonsumsi 5 cangkir
(500mg kafein) kopi setiap hari menunjukkan tingkatabortus
yang sedikit lebih tinggi.21
Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang
cukup. Akan tetapi, jumlahdosis yang dapat menyebabkan
abortus pada manusia tidak diketahui secara pasti.22
Alat kontrasepsi dalam rahim yang gagal mencegah kehamilan
menyebabkan
risiko
abortus,khususnya
abortus
septik
23
meningkat.
Psikologis seperti ansietas dan depresi.24
PATOFISIOLOGI
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis,
diikuti dengan nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan
kegagalan fungsi plasenta serta hasil konsepsi terlepas. Hal tsb
dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus
berkontraksi sebagai mekanisme kompensasi
untuk
mengeluarkan benda asing tersebut.
Sebelum minggu ke-10,(ada yang menyebutkan < 8
minggu, 6 minggu)
hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu vili korialis
belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga
telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke-10-12
(ada yang menyebutkan 8-14, 12 minggu) penembusan sudah
lebih dalam dan hubungan vili korion (plasenta) tertinggal jika
terjadi abortus.17

1.
2.
a.

b.

KLASIFIKASI
Klasifikasi Abortus Berdasarkan Kejadian
Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa
intervensi medis maupun mekanis.
Abortus
buatan
atau
Abortus
provocatus
(disengaja,
digugurkan), yaitu:
Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus Provocatus
Artificialis atau Abortus theurapeuticus). Indikasi abortus untuk
kepentingan ibu, misalnya: penyakit jantung, hipertensi
esensial, dan karsinoma serviks. Keputusan ini ditentukan oleh
tim ahli yang terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit dalam,
dan psikiatri atau psikolog.
Abortus buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis) adalah
pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau
oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum.18,19
Klasifikasi Abortus Berdasarkan Gejala, Tanda, Proses
Patologis yang terjadi

Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya
abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan
hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan
perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu.
Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali
kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya
uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urir masih
positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan
dengar melihat kadar hormon hCG pada urin dengan cara melakukan tes
urin kehamilai menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran
1/10. Bila hasil tes urin masil positif keduanya maka prognosisnya adalah
baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negati maka prognosisnya dubia ad
malam. Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pac informed
consent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan
tersebut,
maka
pengelolaan
harus
maksimal
untuk
mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan
untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan
mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan
atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi
apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT.
Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan di
samping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau
pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat
dilakukan baik secara transabdominal maupun transvaginal
Pada USG transabdominal jangan lupa pasien harus tahan
kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic window
yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas.

Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan
tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam
proses pengeluaran.
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering
dan
kuat,
perdarahannya
bertambah
sesuai
dengan
pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus
masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin
kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati
pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur
kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas
walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat
penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula
ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.

Abortus Kompletus

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada


kehamilan
kurang
dari
20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah
menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit.
Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan,
Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan
secara klinis sudah memadai Pada pemeriksaan tes urin
biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus.
-

Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan
masih ada yang tertinggal.
Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam
uterus di mana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis
masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau
menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya
masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit
bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan
sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan
berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau
syok hemoraeik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.
Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap
keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang
terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase.
Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan
diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur
kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum
uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak
beraturan.
Missed Abortion
(pasien tdk sadar kl janin sdh meninggal), didahului tanda
abortus iminens yang kemudian menghilang spontan.
-

Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah


meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu
dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam
kandungan.
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan
keluhan
apa
pun
kecuali
merasakan
pertumbuhan
kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di
atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justeru
merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda
kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang
hadangkah missed abortion juga diawali dengan abortus

iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan


janin terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya
negatif setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan
kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus
yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya
tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tandatanda kehidupan.
-

Abortus Habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali
atau lebih berturut-turut
Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk
menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan
keguguran/abortus secara berturut-turut. Bishop melaporkan
kejadian abortus habitualis sekitar 0,41 % dari seluruh
kehamilan.
Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis banyak
yang mengaitkannya dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan
reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive
(TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada,
maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan
transfusi leukosit atau hepari-nisasi. Akan tetapi, dekade
terakhir menyebutkan perlunya mencari penyebab abortus ini
secara lengkap sehingga dapat diobati sesuai dengan
penyebabnya.
Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah
inkompetensia serviks yaitu keadaan di mana serviks uterus
tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup
setelah kehamilan melewati trimester pertama, di mana ostium
serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa
mules/kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin.
Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada
kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha
pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas
sehingga diameter kanalis servikalis sudah melebar.
Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan
anamnesis yang cermat. Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo
kita bisa menilai diameter kanalis servikalis dan didapati
selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai
memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm.

Abortus Infeksious, Abortus Septik


Sering krn komplikasi dari abortus provokatus kriminalis yg menjadi infeksi. 10%
penyebab kematian ibu dan janin di Indonesia. .Abortus infeksiosus ialah
abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia. Abortus septik
ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran
darah tubuh atau peritoneum (septikemia atau peritonitis),

Kejadian im merupakan salah satu komplikasi tindakan


abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang
memperhatikan asepsis dan antisepsis,
Abortus infeksiosus dan abortus septik perlu segera
mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi
infeksi yang lebih luas selain di sekitar alat genkalia juga ke
rongga peritoneum, bahkan dapat ke seluruh tubuh (sepsis,
septikemia) dan dapat jatuh dalam keadaan syok septik.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat
tentang upaya tindakan abortus yang tidak menggunakan
peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dan tanda panas
tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut,
serta nyeri tekan, Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi
dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis dan syok,
penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan
tekanan darah turun.
-

Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)


Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi di mana
mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap
terbentuk. Di samping mudigah kantong kuning telur juga tidak ikut
terbentuk. Kelainan ini merupakan suara kebm-an kehamilan yang
baru terdeteksi setelah berkembangnya ultrasonografi. Bila tidak
dilakukan tindakan, kehamilan ini akan berkembang terus walaupun
tanpa ada janin di dalamnya. Biasanya sampai sekitar 14 - 16
minggu akan terjadi abortus spontan. Sebelum alat USG ditemukan,
kelainan kehamilan ini mungkin banyak dianggap sebagai abortus
biasa. Diagnosis kehamilan anembrionik ditegakkan pada usia
kehamilan 7-8 minggu bila pada pemeriksaan USG didapatkan
kantong gestasi tidak berkembang atau pada diameter 2,5 cm yang
tidak disertai adanya gambaran mudigah. Untuk itu, Ma pada saat
USG pertama kita mendapatkan gambaran seperti ini perlu
dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak
dijumpai struktur mudigah atau kantong kuning telur dan diameter
kantong gestasi sudah mencapai 25 mm maka dapat dinyatakan
sebagai kehamilan anembrionik.

GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN


Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
pada pemeriksaan fisik: keadaan umum tampak lemah
kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun,
denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal
atau meningkat
3.
perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya
jaringan hasil konsepsi
4.
rasa mulas atau kram perut, di daerah atas simfisis, sering
nyeri pinggang akibat kontraksi uterus
1.
2.

5.

pemeriksaan ginekologi:
a. Inspeksi Vulva: perdarahan pervaginam ada atau tidak
jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
b. Inspekulo: perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri
terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari
ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari
ostium.
c. Colok vagina: porsio masih terbuka atau sudah tertutup,
teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus
sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat
porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum
douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.

DIAGNOSIS
Abortus diduga pada wanita yang pada masa reproduktif
mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah terlambat
haid. Hipotesis dapat diperkuat pada pemeriksaan bimanual
dan tes kehamilan. Harus diperhatikan banyaknya perdarahan,
pembukaan serviks, adanya jaringan dalam kavum uteri atau
vagina.
Diagnosis berdasarkan kemenkes:
- Gejala kehamilan (terlambat haid < 20/22minggu, mual
muntah pagi hari)
- Nyeri perut bag bawah/daerah atas simpisis
- Perdarahan pevaginam mungkin di sertai jaringan konsepsi
- Test kehamilan (chadwick sign: untuk identifikasi peningkatan
estrogen
yang
terasosiasi
dengan
kehamilan.
blusih
discoloration of the vagina, labia and cervix, as a secondary
result of the venous congestion after the female body has
increased its base estrogen levels. lanjutkan tes Bhcg)
Diagnosis
abortus
dilakukan
berdasarkan
jenisnya,
yaitu:27,51,70,73,74
1. Abortus Iminens adalah perdarahan dari uterus pada kehamilan
kurang dari 20 minggu, hasil konsepsi masih di dalam uterus
dan tidak ada dilatasi serviks. Pasien
akan atau tidak
mengeluh mules-mules, uterus membesar, terjadi pendarahan
sedikit seperti bercak-bercak darah menstruasi tanpa riwayat
keluarnya jaringan terutama pada trimester pertama
kehamilan. Pada pemeriksaan obstetrik dijumpai tes kehamilan
positif dan serviks belum membuka. Pada inspekulo dijumpai
bercak darah di sekitar dinding vagina, porsio tertutup, tidak
ditemukan jaringan.
2. Abortus Insipiens adalah perdarahan kurang dari 20 minggu
karena dilatasi serviks uteri meningkat dan hasil konsepsi
masih dalam uterus. Pasien akan mengeluhkan mules yang
sering dan kuat, keluar darah dari kemaluan tanpa riwayat
keluarnya jaringan, pendarahan biasanya terjadi pada trimester

3.

4.

5.

6.

7.

8.

pertama kehamilan, darah berupa darah segar mengalir. Pada


inspekulo, ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina,
porsio terbuka, tidak ditemukan jaringan.
Abortus inkomplit adalah pengeluaran hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih terdapat sisa
hasil konsepsi tertinggal dalam uterus. Pada anamnesis, pasien
akan mengeluhkan pendarahan berupa darah segar mengalir
terutama pada trimester pertama dan ada riwayat keluarnya
jaringan dari jalan lahir.
Abortus Komplit adalah keaddan di mana semua hasil konsepsi
telah dikeluarkan. Pada penderita terjadi perdarahan yang
sedikit, ostium uteri telah menutup dan uterus mulai mengecil.
Apabila hasil konsepsi saat diperiksa dan dapat dinyatakan
bahwa semua sudah keluar dengan lengkap. Pada penderita ini
disertai anemia sebaiknya disuntikan sulfas ferrosus atau
transfusi bila anemia. Pendarahan biasanya tinggal bercakbercak dan anamnesis di sini berperan penting dalam
menentukan ada tidaknya riwayat keluarnya jaringan dari jalan
lahir. Pada inspekulo, ditemukan darah segar di sekitar dinding
vagina, porsio terbuka, tidak ditemukan jaringan.
Missed Abortion ditandai dengan kematian embrio atau fetus
dalam kandungan >8 minggu sebelum minggu ke-20. Pada
anamnesis akan ditemukan uterus berkembang lebih rendah
dibanding usia kehamilannya, bisa tidak ditemukan pendarahan
atau hanya bercak-bercak, tidak ada riwayat keluarnya jaringan
dari jalan lahir. Pada inspekulo bisa ditemukan bercak darah di
sekitar dinding vagina, portio tertutup, tidak ditemukan
jaringan
Abortus rekuren adalah abortus spontan sebanyak 3x/ lebih
berturut-turut. Pada anamnesis akan dijumpai satu atau lebih
tanda-tanda abortus di atas, riwayat menggunakan IUD atau
percobaan aborsi sendiri, dan adanya demam.
Abortus Septik ditandai penyebaran infeksi pada peredaran
darah tubuh atau peritonium. Hasil diagnosis ditemukan:
panas, lemah, takikardia, sekret yang bau dari vagina, uterus
besar dan ada nyeri tekan dan bila sampai sepsis dan syok
(lelah, panas, menggigil)
Blighted ovum / Kehamilan anembrionik.
Dx ditegakan pada usia kehamilan 7-8 minggu bila USG:
kantong gestasi tidak berkembang atau pada diameter 2,5cm
yang tidak disertai gambaran mudigah. Oleh karena itu, bila
USG pertama didapatkan gambaran tsb evaluasi USG 2
minggu kemudian, bila tetap tidak dijumpai struktur mudigah
atau kantong kuning telur kosong dan diameter kantung
gestasi sudah mencapai 25 mm kehamilan anembrionik.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ultrasonografi

Pada usia 4 minggu, dapat terlihat kantung gestasi eksentrik


dengan diameter 2-3 mm. Pada usia gestasi 5 minggu, terlihat
diameter kantung gestasi 5 mm, kantung telur 3-8 mm. Pada
usia gestasi 6 minggu, terlihat diameter kantung gestasi 10
mm, embrio 2-3 mm, dan terdapat aktivitas jantung. Pada usia
gestasi 7 minggu, diameter kantung gestasi 20 mm, terlihat
bagian kepala dan badan yang menyatu. Pada usia gestasi 8
minggu, diameter kantung gestasi 25 mm, herniasi midgut,
terlihat rhombencephalon, dan limb buds. Pada usia gestasi 9
minggu, tampak pleksus koroidalis, vertebra, dan ekstremitas.
Pada usia gestasi 10 inggu, telah terlihat bilik jantung,
lambung, kandung kemih, dan osifikasi tulang, pada usia
gestasi 11, usus telah terbentuk dan struktur lainnya
cenderung telah terbentuk dengan baik. Abortus dapat
ditegakkan dari USG transabdominal bila pada embrio >8 mm
tidak ditemukan aktivitas jantung.

2. Kariotipe genetik
3. Imunologis
4. Beta hCG. Tes kehamilan positif jika janin masih hidup dan
negatif bila janin sudah mati
5. Pemeriksaan fibrinogen dalam darah pada missed abortion
6. Tes urine
7. hemoglobin dan hematokrit
8. menghitung trombosit
DIAGNOSIS BANDING
Diagnos
Gejala
is
banding
Abortus
- perdarah
iminens
an
dari
uterus
pada
kehamila
n
sebelum
20

Pemeriks
aan fisik
- TFU sesuai
dengan
umur
kehamilan
- Dilatasi
serviks (-)

Pemeriksaan penunjang
- tes kehamilan urin masih
positif
- USG : gestasional sac (+),
fetal
plate
(+),
fetal
movement (+), fetal heart
movement (+)

Abortus
insipien

Abortus
inkomplit

Abortus
komplit

minggu
berupa
flek-flek
- nyeri
perut
ringan
- keluar
jaringan
(-)
- perdarah
an
banyak
dari
uterus
pada
kehamila
n
sebelum
20
minggu
- nyeri
perut
berat
- keluar
jaringan
(-)
- perdarah
an
banyak /
sedang
dari
uterus
pada
kehamila
n
sebelum
20
minggu
- nyeri
perut
ringan
- keluar
jaringan
sebagian
(+)
- perdarah
an (-)
- nyeri
perut (-)

- TFU sesuai
dengan
umur
kehamilan
- Dilatasi
serviks (+)

- tes kehamilan urin masih


positif
- USG : gestasional sac (+),
fetal
plate
(+),
fetal
movement (+/-), fetal heart
movement (+/-)

- TFU
kurang
dari umur
kehamilan
- Dilatasi
serviks (+)
- teraba
jaringan
dari
cavum
uteri atau
masih
menonjol
pada
osteum
uteri
eksternum

- tes kehamilan urin masih


positif
- USG : terdapat sisa hasil
konsepsi (+)

- TFU
kurang
dari umur
kehamilan

- tes kehamilan urin masih


positif
bila terjadi 7-10 hari setelah
abortus.

Missed
abortion

Mola
hidatidos

- keluar
jaringan
(+)
- perdarah
an (-)
- nyeri
perut (-)
- biasanya
tidak
merasaka
n keluhan
apapun
kecuali
merasaka
n
pertumbu
han
kehamila
nnya
tidak
seperti
yang
diharapk
an.
Bila
kehamila
nnya
>
14
minggu
sampai
20
minggu
penderita
merasaka
n
rahimnya
semakin
mengecil,
tandatanda
kehamila
n
sekunder
pada
payudara
mulai
menghila
ng.
- Tanda
kehamila

- Dilatasi
serviks (-)

USG : sisa hasil konsepsi (-)

- TFU
kurang
dari umur
kehamilan
- Dilatasi
serviks (-)

- tes kehamilan urin negatif


setelah
1
minggu
dari
terhentinya
pertumbuhan
kehamilan.
- USG : gestasional sac (+),
fetal
plate
(+),
fetal
movement (-), fetal heart
movement (-)

- TFU lebih
dari umur

- tes kehamilan
positif

urin

masih

Blighted
ovum

KET
(sudah
rupture,
perdarah
anmsk
rongga
peritone
umtan
da akut
abdome
n

n (+)
- Terdapat
banyak
atau
sedikit
gelembu
ng mola
- Perdarah
an
banyak /
sedikit
- Nyeri
perut (+)
ringan
- Mual
muntah
(+)
- Perdarah
an
berupa
flek-flek
- Nyeri
perut
ringan
- Tanda
kehamila
n (+)
- Nyeri
abdomen
(+)
- Tanda
kehamila
n (+)
- Perdarah
an
pervagin
am (+/-)

kehamilan
- Terdapat
banyak
atau
sedikit
gelembun
g mola
- DJJ (-)

(Kadar HCG lebih dari 100,000


mIU/mL)
- USG : adanya pola badai salju
(Snowstorm).

- TFU
kurang
dari
usia
kehamilan
- OUE
menutup

- tes kehamilan urin positif


- USG : gestasional sac (+),
namun kosong (tidak terisi
janin).

- Nyeri
abdomen
(+)
- Tandatanda syok
(+/-)
:
hipotensi,
pucat,
ekstremita
s dingin.
- Tandatanda akut
abdomen
(+) : perut
tegang
bagian
bawah,
nyeri
tekan dan
nyeri lepas
dinding
abdomen.

- Lab darah : Hb rendah,


eritrosit
dapat
meningkat,
leukosit dapat meningkat.
- Tes kehamilan positif
- USG : gestasional sac diluar
cavum uteri.
- Reaksi Arias Stella: sel-sel
kelenjar
endometrium
yg
membesar (khas)

- Rasa nyeri
pada
pergeraka
n servik.
- Uterus
dapat
teraba
agak
membesar
dan teraba
benjolan
disamping
uterus
yang
batasnya
sukar
ditentukan
.
- Cavum
douglas
menonjol
berisi
darah dan
nyeri bila
diraba
TERAPI
Penatalaksanaan abortus masih kontroversial. Namun,
biasanya didasari oleh jenis abortus yang terjadi. Terapi dengan
hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid dan lainnya
mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis.Langkah
pertama dari serangkaian penatalaksanaan abortus adalah
penilaian kondisi klinis pasien. Penilaian ini masih berkaitan
dengan upaya diagnosis dan memulai pertolongan awal
kegawat daruratan. Dengan
langkah ini, dapat dikenali
berbagai komplikasi yang dapat mengancam keselamatan
pasien seperti syok, infeksi/sepsis, perdarahan hebat (masif)
atau taruma intraabdomen. Melalui pengenalan ini, dapat
diambil langkah untuk mengatasi kondisi kegawatdarutan.3
Prinsip tata laksana
Abortus tingkat lanjut dapat lakukan stabilitasi keadaan umum
dengan pembebasan jalan napas O2 2-4 lt/menit, infus
kristaloid (Nacl 0,9%, RL, RA)
Penatalaksanaan abortus secara spesifik disesuaikan
dengan jenis abortusnya yaitu:
- Abortus imminens
a) Tirah baring sampai perdarahan berhenti (2-3hari dan
sebaiknya
rawat
inap)

evaluasi
dxmasih
imminenslanjutkan tirah baring

b) Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak kontraksi,


progesteron
/
derivatnya
untuk
cegah
abortus.
(kontroversial).Secara statistik obat-obatan ini tidak bermakna
kegunaannya, namun efek psikologis menguntungkan.
c) Penderita dipulangkan setelah tidak perdarahan
d) Tidak boleh berhubungan seksual krg lebih 2 minggu
e) USG kehamilan berkembang baik/tidak
f) Mobilisasi bertahap apabila tidak terjadi perdarahan 24 jam
(duduk-berdiri-berjalan)
- Abortus insipiens
a) Uterotonika: oksitosin infus/ 10 IU im (kehamilan >12minggu)
b) Sebelumnya diberikan ampisilin iv untk antibiotik profilaksis
sebelum kuretase.
c) Sisa plasenta: digital+kerokan
d) Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan
umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan
segera lakukan tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi
disusul dengan kuretase bila perdarahan banyak.
e) Pada umur kehamilan di atas 12 minggu, uterus biasanya
sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase
harus hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara
digital yang kemudian disusul dengan tindakan kuretase sambil
diberikan uterotonika. Hal ini diperlukan untuk mencegah
terjadinya perforasi pada dinding uterus. Pascatindakan perlu
perbaikan keadaan umum.
- Abortus komplit
Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus
ataupun
pengobatan.
Biasanya
hanya
diberi
roboransia(penambah daya tahan). Uterotonika tidak perlu
diberikan.
a. Perbaiki keadaan umum
b. Evaluasi adakah komplikasi abortus, tata laksana sesuai
dengan komplikasi, apabila tidak ada komplikasi tidak ada tata
laksana khusus. Infeksi harus dikendalikan dengan antibiotik
yang tepat,
c. Hasil konsepsi dalam uterus harus dievakuasi.
d. Atasi
anemia
dengan
SulfasFerosus(600mg/hari)/transfusi/hematinik
- Abortus rekuren/habitualis
Transfusi leukosit atau heparin. Biasanya etiologi karena serviks
inkompeten (trauma, robekan serviks) serviks diikat(siklase),
dibuka saat kehamilan cukup bulan.
- Missed abortion
a) Bila usia gestasi lebih dari 4 minggu memungkinkan terjadinya
gangguan trombosis darah oleh karena hipofibrinogenemia

b)
c)

d)

e)

sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi


dan kuretase.27 Evaluasi hematologi rutin(hb,ht,leu,trombo)
ggn faal hemostasis/hipofibrinogenemiarujuk RS yg pny
transfusi trombo/buffy coat dan komponen darah lainnya
Evakuasi hasil konsepsi dari cavum uteri setelah dipastikan
tidak terdapat ggn hemostasis.
Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien
dan keluarganya secara baik karena risiko tindakan operasi dan
kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau
tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktor
mental penderita perlu diperhatikan karena penderita
umumnya merasa gelisah setelah tahu kehamilannya tidak
tumbuh atau mati.
Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi
dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi
dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan. Bila umur
kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu
dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan
untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan
janin atau mematang kan kanalis servikalis. Beberapa cara
dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infus intravena
cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc
dekstrose 5 % tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi
sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan
untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak
berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian
induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau
jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan
dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.
Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah
menggunakan prostaglandin atau sintetisnya untuk melakukan
induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang banyak
disebutkan adalah dengan pemberian mesoprostol secara
sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi 2 kali dengan
jarak enam jam. Dengan obat ini akan terjadi pengeluaran hasil
konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks sehingga
tindakan evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk
mengosongkan kavum uteri. Kemungkinan penyulit pada
tindakan missed abortion ini lebih besar mengingat jaringan
plasenta yang menempel pada dinding uterus biasanya sudah
lebih kuat. Pascatindakan kalau perlu dilakukan pemberian
infus intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika.

- Abortus infeksi atau septik


Pengelolaan
pasien
ini
harus
mempertimbangkan
keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian
antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kultur dan
sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan
fluksus/fluor yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama

dapat diberikan Penisilin 4 x 1,2 juta unit atau Ampisilin 4 x 1


gram ditambah Gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol 2 x 1
gram, Selanjutnya antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur.
Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik
minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat diberikan. Jangan lupa pada
saat tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika.
Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam
waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan
antibiotik yang lebih sesuai. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, perlu
ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis vagina/uterus dengan
larutan peroksida (H2O2) kalau perlu histerektomi total secepatnya.
- Blighted ovum
Terminasi kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara
elektif.
- Abortus inkompletus (kemenkes)
- Perlu segera dilakukan pengosongan kavum uteri dengan
kerokansetelah itu berikan uterotonika / ergometrin
parentral/oral+antibiotik
- Atasi kegawat daruratan: oksigenasi 2-4lt/menit, iv kristaloid
(NaCl 0,9%, RL, RA), transfusi bila Hb 8
- Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera
melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar
jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera
dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan
perdarahan bisa berhenti Selanjurnya dilakukan tindakan
kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-hati
sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus.
Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum
menggunakan kanula dari plastik.
PENCEGAHAN
Pada serviks inkompeten, dilakukan operasi untuk
mengecilkan ostium uteri pada kehamilan 12 minggu atau
lebih sedikit. Dasar operasinya adalah memperkuat jaringan
serviks yang lemah.
Hindari faktor resiko pada ibu, ayah (merokok, alkohol,
kafein, usia terlalu tua atau terlalu muda, dsb)

KOMPLIKASI
Komplikasi yang disebabkan oleh abortus kriminalis (walaupun
dapat juga terjadi pada abortus spontan)17:
1. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa
jaringan tertinggal, diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan

2.

3.

4.

5.
6.
7.

dapat timbul segera pasca tindakan, dapat pula timbul lama


setelah tindakan.
Kerusakan serviks
Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksakan maka
dapat timbul sobekan pada serviks uteri yang perlu dijahit.
Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat
yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan
pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka
panjang ialah kemungkinan timbulnya incompetent cerviks.
Perforasi: uterus, kandung kemih, usus
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa
selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus,
yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke ligamentum
latum, atau ke kandung kencing. Oleh sebab itu, letak uterus
harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama pada awal
tindakan, dan pada dilatasi serviks tidak boleh digunakan
tekanan berlebihan. Kerokan kuret dimasukkan dengan hatihati, akan tetapi penarikan kuret ke luar dapat dilakukan
dengan tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi ialah
perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau
diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan
seksama dengan mengamati keadaan umum, nadi, tekanan
darah, kenaikan suhu, turunnya hemoglobin, dan keadaan
perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda
bahaya, sebaiknya dilakukan laparatomi percobaan dengan
segera.
Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca
tindakan tetapi memerlukan waktu. Apabila syarat asepsis dan
antisepsis tidak diindahkan, maka bahaya infeksi sangat besar.
Infeksi kandungan yang terjadi dapat menyebar ke seluruh
peredaran darah, sehingga menyebabkan kematian. Bahaya
lain yang ditimbulkan abortus kriminalis antara lain infeksi
pada saluran telur. Akibatnya, sangat mungkin tidak bisa terjadi
kehamilan lagi.
Syok hemoragik, syok bakterial/septik yaitu terjadi syok
yang berat, yang disebabkan oleh toksin-toksin.
Faal ginjal rusak (renal failure); disebabkan oleh infeksi dan
syok
Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan
ke dalam uterus. Hal ini terjadi karena
pada waktu
penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara masuk ke
dalam uterus, sedangkan pada saat yang sama sistem vena di
endometrium dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah
kecil biasanya tidak menyebabkan kematian, sedangkan dalam
jumlah 70-100 ml dilaporkan sudah dapat memastikan dengan
segera.
PROGNOSIS

Selain pada kasus antibodi antifosfolipid dan serviks


inkompeten, angka kesembuhan setelah tiga kali abortus
berturut-turut berkisar antara 70 dan 85 %, apapun terapinya.
Poland, et al. (1977) mencatat bahwa apabila seorang wanita
pernah melahirkan bayi hidup, risiko untuk setiap abortus
rekuren adalah 30%. Namun, apabila wanita belum pernah
melahirkan bayi hidup dan pernah mengalami paling sedikit
satu kali abortus spontan, risiko abortus adalah 46%. Wanita
dengan abortus spontan tiga kali atau lebih berisiko lebih besar
mengalami pelahiran preterm, plasenta previa, presentasi
bokong, dan malformasi janin pada kehamilan berikutnya.
Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan
abortus yang rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar
>90 %. Pada wanita abortus dengan etiologi yang tidak
diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80
%.

Anda mungkin juga menyukai