Anda di halaman 1dari 14

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN

BENIH ORTODOK

Disusun Oleh :
Ali Habibie (H0712014)
Titis Risni (H0712175)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERISTAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

PENDAHULUAN
Penanganan Benih adalah proses penting yang harus dilakukan dengan baik agar
menghasilkan benih bermutu. Benih bermutu merupakan syarat awal untuk menghasilkan
tanaman semai yang kuat hingga ke pamanenan di lapangan dan akhirnya tegakan pohon

yang berkualitas. Dalam terminologi penanganan benih ada 2 kelompok utama


berdasarakan potensi fisiologis yaitu benih rekalsitran dan ortodok. Penangan kedua
jenis benih tersebut berbeda. Oleh sebab itu informasi mengenai teknik penanganan
benih sangat diperlukan bagi praktisi/pengguna benih tanaman.
Benih ortodok adalah benih yang dapat dikeringkan sampai kadar air rendah
(2,5%) dan disimpan pada suhu dan kelembaban penyimpanan yang rendah tanpa
menurunkan viabilitas (kemampuan berkecambah) benih secara nyata. Secara umum
benih ortodok memiliki ciri kulit biji keras, ukuran biji biasanya kecil hingga sedang,
kadar air biji segar sebelum masak fisiologis 15-30%, kadar air saat masak fisiologis
menurun hingga 6-10%. Benih jenis ini banyak ditemukan di daerah arid dan semi arid,
serta merupakan jenis pioner di daerah iklim tropik basah dan sedang.
Benih ortodok biasanya memiliki sifat dormansi, yakni keadaan dimana benih
tidak dapat berkecambah walau sudah berada dalam kondisi lingkungan (kelembaban,
suhu dan cahaya) yang optimal. Kondisi ini memungkinkan benih dapat disimpan
beberapa tahun.
Untuk tujuan penyimpanan jangka menengah dan panjang, kadar air benih yang
disarankan adalah 4-8%. Secara alami penurunan kadar air dapat dilakukan dengan cara
menempatkan benih pada ruang terbuka yang memiliki kelembaban udara sekitar 1520% dalam waktu yang lama, sehingga tercapai keseimbangan antara kadar air benih
dengan kelembaban udara. Namun, pengeringan di udara terbuka sangat tergantung
pada kondisi iklim setempat.

ISI
A. Pengemasan Benih
Benih tanaman yang selanjutnya disebut Benih dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman adalah
tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau
mengembangbiakkan tanaman. Dalam pengertian luas, benih tanaman mencakup
segala bentuk bahan tanam yang dalam pengadaannya memerlukan kecermatan
dan ketelitian agar diperoleh benih tanaman yang memenuhi persyaratan sebagai
benih unggul dan bermutu sehingga mampu tumbuh dengan baik dan dapat
memberikan jaminan harapan produksi yang tinggi serta tahan terhadap ganggguan
alam maupun hama dan penyakit.
Benih tanaman perkebunan harus bersumber dari kebun sumber benih yang
telah ditunjuk oleh pemerintah melalui surat keputusan Menteri Pertanian Republik
Indonesia ataupun Direktur Jenderal Perkebunan. Kebun sumber benih atau
produsen benih yang telah resmi biasanya berlokasi cukup jauh dari lokasi
pengembangan perkebunan didasarkan atas karakter/ sifat benih dan lokasi
tersebut, sehingga teknik pengemasan dan pengiriman benih yang baik sangat
dibutuhkan agar benih yang dikirim dengan jarak yang relatif jauh dapat
dipertahankan daya tumbuhnya.
Peranan teknologi pengemasan perlu diterapkan dalam mendukung
pemenuhan kebutuhan benih bermutu. Berbeda dengan pengemasan barang yang
tidak memiliki daya tumbuh, teknik pengemasan benih memiliki kekhususan yaitu
mempertahankan viabilitas atau daya tumbuh. Pada teknik pengemasan barang
yang menjadi target adalah kerusakan fisik barang sedapat mungkin nol atau tidak
terjadi kerusakan, dengan mengupayakan agar keutuhan fisik barang dan keamanan
di bagian dalam barang tersebut terjamin keutuhannya. Sementara pada
pengemasan benih tanaman, target utamanya adalah keamanan terhadap daya
tumbuh yang dalam pengertianya adalah wujud fisik benih tidak mengalami
perubahan baik secara fisiologis dan biokimiawi.
Proses Kemunduran Benih Menurut beberapa penelitian terdahulu, selama
benih dikemas dan disimpan akan mengalami proses kemunduran (deteriorasi) daya

tumbuh yang ditandai dengan perubahan fisik, fisiologis dan biokimiawi yang pada
akhirnya menyebabkan hilangnya daya tumbuh benih (Munandar, et al., 2004). Oleh
karena itu strategi yang ditempuh dalam teknik pengemasan benih dilakukan
dengan membatasi ketersediaan oksigen, pembatasan kadar air, dan pemberian
media pelembab yang memadai. Kualitas benih yang terbaik adalah pada saat benih
masak fisiologis karena pada saat benih masak fisiologis maka berat kering benih,
viabilitas dan vigornya tertinggi. Setelah masak fisiologis kondisi benih cenderung
menurun sampai pada akhirnya benih tersebut kehilangan viabilitas dan vigornya.
Kemunduran benih didefinisikan sebagai menurunnya kualitas benih, baik secara
fisik maupun fisiologis yang mengakibatkan rendahnya viabilitas dan vigor benih
sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman menurun. Laju kemunduran benih
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Merupakan Sifat Genetis Benih
Kemunduran benih karena sifat genetis biasa disebut proses deteriorasi yang
kronologis. Artinya, meskipun benih ditangani dengan baik dan faktor
lingkungannya pun mendukung namun proses ini akan tetap berlangsung.
2. Karena Faktor Lingkungan
Proses ini biasa disebut proses deteriorasi fisiologis. Proses ini terjadi karena
adanya faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan persyaratan penyimpanan
benih, atau terjadi proses penyimpangan selama pembentukan dan prosesing
benih (Satia, 2009).
Salah satu gejala biokimiawi pada benih selama mengalami penurunan
viabilitas adalah terjadinya perubahan kandungan beberapa senyawa cadangan
makanan yang berfungsi sebagai bahan sumber energi utama (Norita-Toruan, 1985).
Perubahan cadangan makanan dalam benih terutama berupa kandungan
karbohidrat, lemak, dan protein selama penyimpanan menjadi salah satu penyebab
benih mengalami penurunan kemampuan berkecambah, dan bahkan kehilangan
daya tumbuh. Oleh karena itu sedapat mungkin teknik pengemasan benih
memberikan jumlah oksigen yang cukup untuk respirasi, tetapi masih menjamin
benih tidak kehabisan energi pada akhir penyimpanan. Benih yang masih mampu
berkecambah berarti masih memiliki cadangan makanan dalam jumlah yang cukup.
Upaya mempertahankan daya tumbuh benih dalam penyimpanan dengan

membatasi ketersediaan oksigen dimaksudkan agar laju respirasi berlangsung


lambat. Laju respirasi benih yang lambat dalam penyimpanan, berarti laju
perombakan cadangan di dalam benih juga berlangsung lambat. Oleh karena
pemakaian cadangan makanan dalam benih lewat proses perombakan sangat
sedikit, sehingga benih tidak kehabisan cadangan makanan meskipun disimpan
dalam waktu lama untuk suatu pengiriman yang jauh. Pentingnya pengemasan
benih yang baik Viabilitas benih selama penyimpanan sangat tergantung pada jenis
kemasan yang digunakan. Pengemasan yang tepat akan mempertahankan kadar air,
kualitas fisik lot benih, menghindarkan benih dari serangan hama, dan menurunkan
laju kemunduran fisiologis benih serta memudahkan dalam proses transportasi.
Pengemasan berfungsi sebagai tempat penyimpanan kecil yang melindungi
benih agar viabilitasnya tetap terjaga, mulai dari panen, diproses, dan akhirnya
ditanam. Setelah itu benih disimpan dengan sebaik mungkin agar dapat
mempertahankan daya hidup benih (daya simpan) selama mungkin. Selama
penyimpanan kemasan berfungsi untuk menjaga mutu genetik benih yaitu
menghindari tercampurnya benih dengan varietas yang berbeda, memudahkan
dalam transportasi, menjaga kadar air benih, serta melindungi benih dari gangguan
hama dan cendawan (Napiah, A., 2009). Menurut Hendarto, K. (2003) pengemasan
benih bertujuan untuk:
1. Memudahkan pengelolaan benih
2. Memudahkan transportasi benih untuk pemasaran
3. Memudahkan penyimpanan benih dengan kondisi yang memadai
4. Mempertahankan persentase viabilitas benih
5. Mengurangi deraan (tekanan/pengaruh) alam
6. Mempertahankan kadar air benih
Penyimpanan benih atau kelompok benih (lot benih) diharapkan dapat
mempertahankan kualitas benih dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan
lamanya penyimpanan. Pengemasan benih bertujuan untuk melindungi benih dari
faktor-faktor biotik dan abiotik, mempertahankan kemurnian benih baik secara fisik
maupun genetik, serta memudahkan dalam penyimpanan dan pengangkutan.
Prinsip dasar pengemasan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas dan vigor
benih, dan salah satu tolok ukurnya adalah kadar air benih (Ambo, Amsar, 2012).

Menurut Masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih semakin kompleks


sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Penyimpanan benih yang berkadar air
tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan. Benih adalah bersifat
higroskopis, sehingga benih akan mengalami kemunduran tergantung dari tingginya
faktor-faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana benih disimpan
(Purwanti dalam In Sari, 2010). Penyimpanan benih pada ruang terbuka akan
mengakibatkan benih cepat mengalami kemunduran atau daya simpannya menjadi
singkat akibat fluktuasi suhu dan kelembaban. Oleh karena itu, benih yang disimpan
dalam ruang terbuka perlu dikemas dengan bahan kemasan yang tepat agar
viabilitas dan vigor benih dapat dipertahankan (Amsar, A., 2012).
Harington (1973) mengemukakan bahwa penggunaan kemasan penyimpanan
yang tertutup dapat melindungi benih dari perubahan kadar air. Sutopo (2004)
dalam Ali Napiah (2009) menambahkan, benih yang disimpan dalam kemasan
tertutup untuk waktu yang lama harus memiliki kadar air rendah. Syarat Kemasan
Benih Yang Baik Untuk mempertahankan daya kecambah benih, cara-cara
pengemasan yang baik harus diperhatikan. Penggunaan bahan kemasan yang tepat
dapat melindungi benih dari perubahan kondisi lingkungan simpan yaitu
kelembapan nisbi dan suhu. Kemasan yang baik dan tepat dapat menciptakan
ekosistem ruang simpan yang baik bagi benih sehingga benih dapat disimpan lebih
lama (Amsar, A., 2012). Bahan kemasan harus mempunyai syarat-syarat antara lain
tidak toksik terhadap benih, cocok dengan bahan yang dikemas (benih), dapat
menjamin sanitasi dan syarat-syarat kesehatan benih (Nurminah, 1997). Kemasan
simpan harus dibuat dari bahan yang memiliki kekuatan tekanan, tahan atas
kerusakan serta tidak mudah sobek. Kemasan yang kurang baik dapat
mempengaruhi sifat fisik benih dan aspek fisiologisnya (Kartasapoetra, 2003).
Bahan, metode dan alat pengemas yang akan digunakan ditentukan oleh jenis dan
jumlah benih, tipe kemasan, lama penyimpanan, suhu penyimpanan dan
kelembaban areal penyimpanan. (Justice dan Bass, 2002). Metode pengemasan yang
tertutup dapat mengisolasi benih yang disimpan dari pengaruh luar wadah simpan
terutama bila terjadi fluktuasi kelembaban. Sebaliknya dengan pengemasan terbuka
adanya perubahan kondisi udara akan berpengaruh terhadap benih yang disimpan
(Owen, 1956).

Beberapa jenis kemasan simpan yang sering digunakan untuk menyimpan


benih antara lain yaitu plastik, kaleng, kain terigu, kain blacu dan goni. Bahan
kemasan tersebut sering dijumpai penggunaannya oleh para petani karena harganya
yang relatif murah. Fungsi penting kemasan sebagai wadah penyimpanan adalah
kemampuannya dalam mempertahankan viabilitas benih dan menurunkan laju
kemunduran fisiologis benih. Harrington (1973) membagi kemasan dalam tiga
golongan, yaitu kemasan kedap uap air, resisten terhadap kelembaban dan kemasan
porous atau sarang penuh. Sementara menurut Barlian (1989) ada beberapa jenis
bahan kemasan benih, yaitu:
1. Bahan porous contohnya kain blacu, kertas, jute dan cellophane.
Kemasan yang berbahan porous ini berpengaruh paling buruk terhadap
viabilitas benih karena kemasan berbahan ini tembus udara sehingga mudah
terjadi pertukaran kelembaban dengan udara di sekelilingnya. Dengan sifat yang
demikian, kemasan porous hanya dapat digunakan untuk penyimpanan benih
dalam waktu yang pendek. Bahan pengemas kertas sangat mudah sekali robek
dan bersifat porus sehingga pertukaran gas-gas dari luar ataupun uap air dapat
dengan mudah terjadi, hal seperti inilah yang mempercepat proses deteriorasi
pada benih (Anonim, 2010).
2. Bahan resisten terhadap kelembaban
Dengan bahan pengemas ini, udara dan kelembaban tidak mampu
menembus pada batas tertentu sehingga kemasan ini mampu menyimpan benih
dalam waktu cukup lama. Bahan dari kemasan plastik memiliki kekuatan
terhadap tekanan, tidak mudah robek dan kedap udara serta mampu menahan
masuknya air ke dalam kemasan (Anonim, 2010). Contohnya Polyethilene,
polyphorophelene, dan polyvinilcloride.
3. Bahan kedap udara dan kelembaban
Bahan pengemas kedap udara dan kelembaban seperti kaleng, aluminium
foil dan gelas dapat menghambat pertukaran kelembaban dengan sekitarnya
sehingga dapat digunakan untuk menyimpan benih dalam jangka waktu yang
lama (Justice dan Bass, 2002). Bahan pengemas yang terbuat dari alumunium
foil tidak bersifat porus karena dilapisi bahan plastik di dalamnya, tetapi
kekuatan regangan tidak sebaik dengan bahan pengemas plastik. Bahan plastik

cenderung lebih kuat sedangkan bahan dari alumunium foil kekuatan terhadap
regangan nya sedang sehingga sangat dimungkinkan sekali tempat kemasan
mudah rusak dan memungkinkan adanya pertukaran udara dari luar dan uap air
ke dalam kemasan sehingga sedikitdemi sedikit kualitas benih menurun.
(Anonim, 2010). Kemampuan jenis kemasan dalam mempertahankan kadar air
benih berbeda-beda.
Kemasan plastik dan kaleng relatif lebih mampu mempertahankan kadar air
benih selama masa penyimpanan. Menurut Justice dan Bass (2002) benih yang
berada pada kemasan yang terbuat dari bahan yang kedap akan menunjukkan
perubahan kadar air yang kecil sedangkan benih yang berada dalam kemasan
yang terbuat dari bahan yang porous akan mengalami perubahan kadar air yang
relatif lebih tinggi, hal ini sesuai dengan penelitian Ali Napiah (2009) yang
menunjukkan bahwa benih pada kemasan plastik dan kaleng memiliki nilai kadar
air tertinggi pada periode simpan satu hingga lima bulan dan pada periode
simpan ini nilai kadar air benih mengalami penurunan.
Pada periode simpan enam bulan kadar air benih mengalami kenaikan,
namun benih pada kemasan plastik dan kaleng tetap menunjukan perubahan
nilai kadar air yang kecil. Hal ini disebabkan karena sifat kemasan yang kedap
sehinggga mampu menekan peningkatan dan penurunan kadar air benih
(Napiah, A., 2009).
B. Penyimpanan Benih
Menurut Sutopo (2002), penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan
viabilitas yang maksimum selama mungkin, sehingga simpanan energi yang dimiliki
benih tidak menjadi bocor dan benih mempunyai cukup energi untuk tumbuh pada
saat ditanam. Maksud dari penyimpanan benih di waktu tertentu adalah agar benih
dapat ditanam pada waktu yang diperlukan dan untuk tujuan pelestarian benih dari
sesuatu jenis tanaman.
Tujuan utama penyimpanan benih menurut Sutopo (2002) adalah untuk
mempertahankan viabilitas benih dalam periode simpan yang sepanjang mungkin.
Untuk tujuan ini, diperlukan suatu periode simpan dari hanya beberapa hari,
semusim, setahun bahkan sampai beberapa puluh tahun bila ditujukan untuk
pelestarian jenis. Bila ditinjau dari viabilitasnya secara umum benih dibedakan

antara berdaya simpan baik, sedang dan jelek. Agar benih memiliki daya simpan
yang baik maka benih harus memiliki kekuatan tumbuh dan daya kecambah yang
semaksimal mungkin.
Viabilitas benih dapat diperpanjang bila benih disimpan pada kondisi yang
terlindung dari panas, uap, air dan oksigen (Aug Pyr de Candolle, 1832 dalam Justice
and Bass, 2002). Justice and Bass (2002) juga mengatakan bahwa tujuan utama
penyimpanan benih tanaman bernilai ekonomi ialah untuk mengawetkan cadangan
bahan tanam dari satu musim ke musim berikutnya.
Menurut King dan Roberts (1979) dalam Anggraini (2000), berdasarkan kadar
air dan suhu, benih dapat dikelompokkan menjadi dua kelas yaitu benih ortodok dan
benih rekalsitran. Benih ortodok yaitu benih yang dapat disimpan pada kadar air
rendah sekitar 5% dan suhu di bawah titik beku, pada kelembaban relatif 15% -20%
untuk periode simpan lama. Benih rekalsitran yaitu benih yang dapat disimpan pada
kadar air yang tinggi (20% -50%) dan suhu 20 C 30 C pada kelembaban relatif
50% dan tidak dapat disimpan pada waktu yang lama. Perbedaan kedua tipe benih
tersebut dapat secara jelas dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Beberapa sifat benih ortodoks dan rekalsitran


No. Keterangan

Benih Ortodoks

Benih Rekalsitran

1.

Keadaan alami

Dominan di lingkungan arid


semi arid serta pioneer di iklim
basah, juga banyak dijumpai di
iklim sedang dan dataran tinggi
tropis.

Banyak dijumpai di iklim panas


dan lembab khususnya hutan
klimaks dari hutan tropika
basah dan mangrove, juga
dijumpai di daerah iklim sedang
dan beberapa jenis daerah
kering.

2.

Dipterocarpaceae,
Contoh famili Myrtaceae,
Leguminosae, Rhizophoraceae,
Meliaceae,
dan genus
Pinaceae, Casuarinaceae.
Artocarpus,
Araucaria,
Triplochiton, Agathis, Quercus.

3.

Toleran terhadap pengeringan


dan suhu rendah, kadar air
Kadar air benih
penyimpanan 5-7% dengan
dan
suhu
suhu 0-2 C, sedangkan untuk
penyimpanan
Cryopreservasi kadar air 2-4%
dan suhu -15 sampai -20 C.

Tidak
toleran
terhadap
pengeringan dan suhu rendah
(kecuali
beberapa
jenis
rekalsitran
iklim
sedang).
Tingkat toleransi tergantung
jenis, biasanya 20-35% dan 1215 C untuk jenis tropika.

4.

Dengan kondisi penyimpanan


Potensi waktu optimal beberapa tahun untuk
penyimpanan kebanyakan
jenis
hingga
puluhan tahun untuk lainnya.

Dari beberapa hari untuk


rekalsitran ekstrim sampai
beberapa bulan untuk yang
lebih toleran.

5.

Karakteristik
benih

Kecil hingga medium, seringkali Umumnya medium


dengan kulit biji keras.
besar dan berat.

Karakteristik
kemasakan

Penambahan
berat
kering
berhenti sebelum masak. Kadar
air turun hingga 6-10% saat
masak dengan variasi kecil
diantara individu benih.

Penambahan berat kering


terjadi sampai saat benih jatuh.
Kadar air pada saat masak 3070% dengan variasi besar
diantara jenis.

Dormansi sering terjadi.

Tidak ada dormansi atau lemah.


Kemasakan
dan
perkecambahan terjadi dalam
waktu singkat.

6.

7.

Dormansi

8.

Metabolisme
pada
saat Tidak aktif.
masak

Aktif.

hingga

Sumber : Schmidt (2000)

Menurut Kongsangchai (1988), benih spesies mangrove termasuk benih yang


rekalsitran dan mudah rusak dengan hilangnya kelembaban sehingga dianjurkan
untuk menanam setelah pengumpulan dari pohon induk. Kandungan benih menjadi
faktor yang sangat penting dalam penyimpanan.
Pada benih rekalsitran, terdapat hubungan yang sangat erat antara kadar air
benih dengan daya kecambah benih. Benih dengan kadar air yang tinggi cenderung
akan mempunyai daya kecambah yang tinggi pula. Oleh karena itu, penentuan kadar
air dari suatu kelompok benih sangat penting dilakukan, karena laju kemunduran
viabilitas benih dalam penyimpanan sangat dipengaruhi oleh kadar air (Anggraini,
2000).
Ketahanan benih untuk disimpan beraneka ragam tergantung dari jenis benih,
cara dan tempat penyimpanan. Tempat untuk menyimpan benih juga bervariasi
tergantung dari macam benih serta maksud dan lama penyimpanan (Sutopo, 2002).
Manan (1976) berpendapat bahwa penyimpanan benih yang baik merupakan
usaha pengawetan viabilitas benih, sejak pengumpulan sampai penyebaran benih di
persemaian atau penanaman benih langsung di lapangan. Pertimbanganpertimbangan lain dalam hal penyimpanan benih adalah : (1) musim panen tidak
tepat dengan musim penanaman; (2) spesies-spesies tanaman tidak berbuah setiap
tahun; (3) biji-biji harus diangkut dari jarak yang jauh; (4) biji-biji perlu dimasakkan
lebih dulu setelah panen agar perkecambahannya baik.
Umur simpan benih dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi lingkungan dan
perlakuan manusia. Daya simpan individu benih dipengaruhi oleh faktor sifat dan
kondisi seperti : pengaruh genetik, pengaruh kondisi sebelum panen, pengaruh
struktur dan komposisi benih, kulit benih, tingkat kemasakan, ukuran, dormansi,
kadar air benih, kerusakan mekanik dan vigor. Sedangkan pengaruh lingkungan
meliputi : suhu, kelembaban dan cahaya

(Justice and Bass, 2002).

Ruang dan Wadah Penyimpanan


Justice dan Bass (2002) menyatakan bahwa setiap kenaikan suhu penyimpanan
5 C dan setiap kenaikan 1% kadar air benih, maka masa hidup benihnya
diperpendek setengahnya. Secara umum viabilitas dan vigor benih menurun sejalan

dengan meningkatnya suhu dan semakin lamanya benih terkena suhu tinggi serta
dengan meningkatnya kandungan air benih. Pada suhu tertentu, kerusakan
berkurang dengan berkurangnya kadar air benih.
Kondisi ruang simpan mempengaruhi viabilitas benih yang disimpan, terutama
RH dan suhu yang merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam
mempertahankan daya simpan benih. Penyimpanan benih pada daerah beriklim
tropis seperti Indonesia sering mengalami kendala terutama karena adanya fluktuasi
suhu. Harrington (1972) menyatakan untuk penyimpanan benih selama mungkin
tanpa menghilangkan daya berkecambah dan vigor benih dapat dilakukan dengan
mengkondisikan lingkungan yang kering dan dingin. Untuk memperpanjang daya
berkecambah dan vigor benih dapat dilakukan dengan cara penyimpanan dalam
kamar dingin, penyimpanan dalam ruang simpan yang dihumidifikasi dan
penyimpanan dalam wadah kedap uap air atau wadah yang resisten terhadap
kelembaban.
Pengemasan benih bertujuan untuk melindungi benih dari kerusakan fisik
maupun fisiologis. Pemilihannya didasari pertimbangan tujuan penyimpanan, jumlah
benih yang disimpan dan kondisi ruang simpan maupun lamanya benih berada
dalam wadah simpan (Bass, Te and Winter, 1961 dalam Anggraini, 2000).
Biji-biji bakau memerlukan penanganan yang hati-hati dan transportasi yang
tidak mudah. Oleh karena itu, penentuan wadah simpan juga harus memperhatikan
karakteristik biji-biji tersebut. Adapun karakteristik yang perlu diperhatikan adalah :
1. Ukuran dan berat benih yang besar membutuhkan ruang yang cukup besar.
2. Bentuk alami benih vivipar yang menghasilkan pertumbuhan yang terus
menerus (sejak benih masih melekat di pohon) dan pertumbuhan bijinya
membutuhkan kelembaban tertentu. Bijinya yang mengandung banyak air
sangat peka terhadap sengatan matahari dan luka mekanik. Segera setelah
pengumpulan, usahakan untuk tetap menempatkan biji di bawah naungan
untuk menghindari penurunan kelembaban yang berarti. Saat melakukan
transportasi biji-biji tersebut sebaiknya ditempatkan pada posisi horisontal dan
ditutupi oleh karung goni atau bahan yang lembab serta terlindungi dari panas
(Departemen Kehutanan, 1998).

KESIMPULAN
A. Benih merupakan bakal tanaman yang sengaja dibudidayakan untuk keperluan
bahan tanam.
B. Benih tidak bisa lepas dari masalah yang memperngaruhi mutu dari benih itu
sendiri.
C. Suatu tindakan untuk menjaga mutu benih yaitu dengan pengemasan.
Pengemasan bertujuan untuk menjaga kadar air dan kesehatan benih.
D. Penyimpanan/storage benih merupakan hal yang terpenting untuk menjaga
kondisi benih siap pada saat akan ditanam.

DAFTAR PUSTAKA
Ali Napiah, 2009. Pengaruh Jenis Kemasan Dan Tingkat Kemasakan Buah Terhadap Daya
Simpan Benih Tanaman Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Progran Studi :
Pemuliaan Tanaman Dan Teknologi Benih Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Ambo Amsar, 2012. Hubungan Daya Simpan Benih Dengan Wadah Simpan.
http://alulagro.blogspot.com/
Anggraini, Y.N. "Pengaruh Media Simpan, Ruang Simpan dan Lama Penyimpanan
Propagul terhadap Viabilitas Benih Rhizophora apiculata [skripsi]." Bogor :
Jurursan Managemen Hutan, Fakultas kehutanan, IPB (2000).
Anonim, 2010. Makalah Laporan Akhir Praktikum Teknologi Benih
http://www.scribd.com/doc/46104507/Makalah-Laporan-Praktikum.
Barlian, Y. 1989. Pergudangan dan penyimpanan benih. Seed Technology Training for
Researches. Seed Science and Technology Winrock International. AARP. Ed II.
192-218.
Harrington, J. C. 1973. Problems of seed storage, p. 251-263. In: Heydecker (Ed). Seed
Ecologi. Academy Press. London.
Hendarto K, 2003. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan & Penyimpanan Benih. Kanisius.
Jogjakarta.
In Sari, 2010. Pengaruh lama pengeringan dan penyimpanan terhadap viabilitas benih
bengkuang (Pachyrhizus erosus L.). Universitas Sumatera Utara.
Justice, O. L. dan L. N. Bass. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih.
Justice, Oren. L, and Louis N. Bass. Principles and Practices of Seed Storage. Castle House
Publication Ltd, 1979.
Kartasapoetra, A. G. 2003. Teknologi Benih (Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum).
Cetakan Keempat. Rineka Cipta. Jakarta. 188 hal.
L. Sutopo 2002. Teknologi Benih. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Owen, E. B. 1956. The Storage of Maintenance of Viability. Bull 43. Commonwealth Agr.
Breaux Farnham Royal, Buck, England. 79p.
Roesli, R. (Terjemahan). Cetakan Ketiga. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 446 hal.
Satia, 2009. Pengaruh kemasan terhadap viabilitas benih.
http://hirupbagja.blogspot.com/search/label/Teknologi%20Benih .
Schmidt, L. (2000). Guide to handling of tropical and subtropical forest seed. Danida
Forest seed Centre.

Anda mungkin juga menyukai