Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK

MEMBENTUK AKHLAK MULIA PESERTA DIDIK

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Pengantar Pendidikan
yang dibina oleh Bapak Drs. Setiadi C. P., M.Pd, M.T
oleh :
Abid Ragil Pambagio (140533605655)

PRODI S1 PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
NOPEMBER 2014

A. Judul
PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MEMBENTUK
AKHLAK MULIA PESERTA DIDIK
B. Pendahuluan
Abad 21, yaitu abad dimana globalisasi serta perkembangan ilmu
pengetahuan telah membuat banyak perubahan terhadap aspek spek
kehidupan yang ada. Globalisasi juga membuat dunia menjadi serba terbuka
(Raharjo, 2009). Akibatnya dunia menjadi tampak tak memiliki batas batas
yang jelas. Batas batas yang jelas telah luntur dan membuat terjadinya
peningkatan aktivitas lintas-batas dan komunikasi secara maya (virtual) ke
seluruh penjuru dunia dalam waktu singkat. Selain itu, globalisasi juga akan
memicu perubahan tatanan pemenuhan kebutuhan secara mendasar sesuai
dengan karakteristiknya yang mobile, plural, dan kompetitif (Raharjo, 2009).
Dengan begitu globalisasi mempermudah langkah manusia dalam menjalani
kehidupan. Tetapi di samping itu, adanya

perubahan yang merupakan

dampak dari globalisasi itu sendiri mulai mempengaruhi sikap dan nilai
masyarakat modern. Sikap sikap yang berubah tersebut mulai dari orientasi
berpikir gaya hidup, sikap keseharian di dalam kehidupan bermasyarakat
sehari-hari. Bahkan nilai nilai budaya dan nilai nilai moral mulai tergerus
oleh globalisasi itu sendiri dan mulai diganti dengan nilai nilai baru yang
tidak sesuai dengan karakter bangsa. Orang cenderung bertindak berdasarkan
nilai yang diyakininya, dan akan selalu diulang sehingga menjadi kaidah
dalam hidupnya (Sastrapratedja dalam Kaswardi, 1993).
Strategi dan implementasi yang tepat untuk mengatasi dampak buruk
dari globalisasi adalah melalui pendidikan baik formal maupun nonformal.
Pendidikan adalah sarana untuk membangun masyarakat yang lebih dewasa,
memecahkan konflik atau perbedaan pendapat dengan cara damai, berhenti
mencari kambing hitam dan mau belajar mengatur diri sendiri (Raharjo,
2009). Sebagai proses pembentukkan pribadi, pendidikan diartikan sebagai
suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya
kepribadian peserta didik (Tirtarahardja dalam Kaswardi, 1993). Dengan kata
lain pendidikan membantu sesorang dari sebelumnya tidak tahu menjadi tahu,

dari sebelumnya berakhlak buruk menjadi berakhlak baik. Tetapi hanya


dengan modal pendidikan saja tidaklah cukup untuk mengantisipasi
penyimpangan nilai nilai moral yang ada di dalam masyarakat, terutama
para anggota peserta didik. Peserta didik ini merupakan masyarakat yang
menjalani proses pendidikan. Peserta didik yang khususnya adalah para
remaja dan anak-anak kini mulai memiliki akhlak yang buruk. Setiap hari kita
melihat di berbagai media massa yang isinya adalah kenakalan remaja,
bahkan anak anak yang belum menginjak usia remajapun turut ambil andil
di dalamnya. Hal tesebut sangatlah tidak sesuai dengan karakter masyarakat
Indonesia yang santun dalam berperilaku dan sopan dalam bertutur kata.
Mereka para penerus bangsa yang sudah kehilangan akhlak mulia harus
segera diluruskan kembali agar menjadi insan yang berakhlak mulia (santun
dalam berperilaku dan sopan dalam bertutur kata. Untuk itu diperlukan suatu
sistem pendidikan yang di dalamnya dapat membentuk karakter peserta didik
sehingga akhlak mulia dapat dimiliki oleh setiap peserta didik. Kenapa harus
pendidikan yang berkarakter, sebab karakter bangsa adalah modal dasar
membangun peradaban tingkat tinggi, masyarakat yang memiliki sifat jujur,
mandiri, bekerja sama, patuh pada peraturan, bisa dipercaya, tangguh dan
memiliki etos kerja tinggi akan menghasilkan sistem kehidupan sosial yang
teratur dan baik, tetapi ketidakteraturan sosial menghasilkan berbagai bentuk
tindak kriminal, kekerasan, terorisme dan lain-lain sesuai dengan apa yang
dikatakan oleh Raharjo (2010:230-231).
C. Permasalahan
Dari

latar

belakang

masalah

yang

ada

lahirlah

beberapa

permasalahan sesuai dengan gagasan yang ada. Adapun permasalahan


tersebut adalah sebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan karakter itu?
2. Bagaimanakah peran pendidikan karakter dalam membentuk akhlak mulia
?
3. Apakah peserta didik di era modern ini membutuhkan pendidikan karakter
untuk membentuk akhlak mulia ?

D. Solusi
Untuk mengupas lebih dalam mengenai apa yang dimaksud dengan
pendidikan karakter itu, perlu mengetahui makna dari arti pendidikan itu
sendiri. Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan untuk
mengembangkan potensi diri, belajar untuk hidup mandiri, dan tentunya
belajar untuk bersosialisasi. Sedangkan untuk karakter menurut Setiawan
(2013) yaitu suatu cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat dan negara. Karakter yang dimiliki seseorang pastilah karakter
baik atau mungkin karakter buruk. Sehingga pendidikan karakter dapat
diartikan sebagai usaha sadar yang dilakuakan untuk menumbuhkan atau
menonjolkan cara berpikir dan berperilaku seseorang yang telah menjadi ciri
khas.
Untuk memecahkan masalah yang telah dipaparkan di atas,
dibutuhkan beberapa

solusi

sebagai

berikut.

Permasalahan pertama

menyebutkan bahwa bagaimana pendidikan karakter ini berperan di dalam


membentuk akhlak mulia. Pendikan karakter itu sendiri merupakan
keseluruhan dinamika relasional antar pribadi dengan berbagai macam
dimensi, baik dari dalam maupun dari luar dirinya, agar pribadi itu semakin
dapat menghayati kebebasannya, sehingga ia dapat semakin bertanggung
jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan perkembangan
orang lain dalam hidup mereka (Koesoema, 2007:3). Dari definisi pendidikan
karakter tersebut, pendidikan karakter memiliki peran untuk membentuk
pribadi yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan orang lain. Sosok
pribadi yang bertanggung jawab ini telah mencerminkan suatu akhlak mulia
yang tumbuh dalam pribadi tersebut.
Di dalam permasalahan kedua disebutkan bahwa apakah peserta
didik saat ini membutuhkan pendidikan karakter untuk membangun akhlak
dan karakter. Di zaman dimana batas batas yang jelas sudah mulai luntur
seperti saat ini, tentu saja diperlukan suatu sarana untuk membentuk akhlak
dan karakter terutama pada peserta didik. Sehingga pendidikan karakter

amatlah sangat penting karena pendidikan karakter adalah sarana yang tepat
untuk membentuk peserta didik agar memiliki akhlak mulia. Dengan
demikian peserta didik yang memiliki akhlak mulia secara tidak langsung
akan memiliki moral dan etika yang baik pula. Memiliki moral dan etika yang
baik merupakan suatu nilai plus tersendiri.
E. Kajian Pustaka
1. Hakikat Pendidikan
Secara umum hakikat dari pendidikan merujuk kepada kamus
besar bahasa indonesia adalah suatu proses untuk mengubah sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok orang bisa jadi suatu kelompok
masyarakat dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan, serta dengan suatu perbuatan yang bernama
mendidik. Sejalan dengan pengertian tersebut pendidikan menurut
Undang-Undang Nomor 20, Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yaitu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Atas dasar sebagai proses untuk membentuk suatu pribadi,
pendidikan memiliki arti sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan
sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik serta yang
dimaksud sistematis disini karena proses pendidikan berlangsung melalui
tahap-tahap

bersinambungan (prosedural) dan sistemik oleh sebab

berlangsung dalam semua situasi kondisi di semua lingkungan yang


saling mengisi (lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat) (Tirtaharja
dan La Sulo, 2005:34). Tidak hanya itu pendidikan juga dapat diartikan
sebagai suatu usaha sistematis dengan penuh kasih untuk membangun
peradaban bangsa (Jalaludin, 2011:1). Selain itu bila dihubungkan dengan
peserta didik Sudardja dalam Raharjo (2010) menyatakan bahwa
pendidikan merupakan suatu upaya untuk mempersiapkan peserta didik
agar mampu hidup dengan baik dalam masyarakatnya, mampu

meningkatkan dan mengembangkan kualitas hidupnya sendiri, serta


berkontribusi secara bermakna dalam mengembangkan dan meningkatkan
kualitas hidup masyarakat dan bangsanya, Oleh dari beberapa makna
pendidikan diatas maka manusia tidak dapat lepas dari pendidikan, karena
pada hakikatnya manusia itu mempunyai potensi potensi untuk dapat di
didik (Depiyanti, 2012).
Dengan demikian, yang dimaksud pendidikan adalah suatu
proses dimana di dalam terdapat proses untuk mengubah sikap dan
perilaku, membetuk karakter, mengembangkan kualitas hidup untuk
tujuan di masa depan dan secara sistematis dengan penuh kasih untuk
membangun peradaban bangsa.
2. Tujuan Pendidikan
Di dalam pendidikan terdapat banyak sekali tujuan yang
disisipkan

ke

dalamnya.

Salah

satu

diantaranya

adalah

untuk

pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial si subjek


dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya (Jalaludin, 2011).
Pendidikan dapat juga bertujuan untuk membangun masyarakat yang
lebih dewasa (memecahkan konflik atau perbedaan pendapat dengan cara
damai, berhenti mencari kambing hitam, dan mau belajar mengatur diri)
(Raharjo, 2010). Selain itu pendidikan juga memiliki tujuan untuk
menjadi sarana dalam membangun masyarakat dan bukan untuk saling
menutup diri, bukan untuk saling mencerca, serta belajar untuk
menemukan platform bersama ditengah-tengah perbedaan. Raharjo (2010)
juga mengemukakan bahwa pendidikan juga mempunyai tujuan di dalam
membangun semangat ke-KITA-an dan bukan mengagungkan semangat
ke-KAMI-an. Di dalam tingkat satuan pendidikan, pendidikan bertujuan
meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut (Raharjo, 2010). Untuk tujuan pendidikan nasional itu sendiri yaitu
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU No. 20
Tahun 2003). Terlepas dari tujuan pendidikan itu sendiri, pastinya
mendengar kata pendidikan tentu tidak lepas dari suatu instansi bernama
sekolah. Sekolah menerapkan sistem pendidikan di dalam kegiatan belajar
mengajar. Tentu saja hal tersebut memiliki tujuan, dan tujuanya adalah
mempersiapkan peserta didik untuk dapat memecahkan masalah
kehidupan pada masa sekarang dan di masa yang akan datang, dengan
mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya (Raharjo, 2010).
Jadi pada dasarnya tujuan pendidikan adalah membangun
masyarakat agar menjadi lebih dewasa, mencerdaskan kehidupan bangsa,
membentuk karakter, serta mengembangkan bakat atau potensi yang
dimiliki setiap individu.
3. Hakikat Karakter
Karakter merupakan suatu cara berpikir dan berperilaku yang
menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam
lingkup keluarga, masyarakat dan negara (Setiawan, 2013). Selain itu
karakter adalah sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi dan menjadi
identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah,
serta dari kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi diukur
(Jalaludin, 2011:2). Merujuk kepada Wynne dalam Raharjo(2010)
terdapat dua pengertian tentang karakter.
Yang pertama, ia menunjukan bagaimana seseorang
bertingkah laku. Bila seseorang bertingkah laku tidak jujur,
kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan
perilaku buruk. Sebaliknya, apabila sesorang berperilaku
jujur,
suka
menolong,
pastilah
orang
tersebut
memanifestasikan karakter mulia. Yang kedua, istilah
karakter berkaitan dengan personality. Seseorang bari bisa
disebur karakter orang yang berkarakter (a person of
character) apabila tingkah lakunya sesuai dengan kaidah
moral.
Pendapat lain mengatakan bahwa karakter adalah standar-standar batin
yang terimplementasi dalam berbagai bentuk kualitas diri (Hasanah dalam

Raharjo, 2010). Sementara itu bangsa Indonesia sendiri pastinya memiliki


sasaran karakter yang harus dimiliki setiap individu di dalam masyarakat.
Berangkat dari hal tersebut ada beberapa bentuk karakter karakter yang
harus ada dalam setiap individu bangsa Indonesia diantaranya; cinta
kepada Allah dan alam semesta beserta seluruh isinya, memiliki tanggung
jawab, disiplin dan mandiri, jujur, hormat dan santun, kasih sayang,
peduli, bekerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan,
baik dan rendah hati, memiliki jiwa toleransi, selalu cinta damai dan
persatuan (Hasanah dalam Raharjo, 2010). Sedangkan karakter yang
dimiliki masyarakat Indonesia adalah karakter santun dalam berperilaku,
musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah, local wisdom yang
kaya dengan pluralitas, toleransi dan gotong royong. Apabila semua
karakter baik (Raharjo, 2010). tersebut dapat dimiliki oleh setiap pastinya
akan terlahir invidu yang baik dan tentu saja pasti akan menjadi bangsa
yang bermoral dan berkarakter. Selain itu individu yang berkarakter baik
adalah

individu

yang

mempertanggungjawabkan

bisa
akibat

membuat
dari

keputusan

keputusan

dan

siap

yang dibuatnya

(Suyatno dalam Setiawan, 2013). Jadi yang disebut dengan karakter


adalah sebuah pola berpikir dan bertindak yang dimiliki setiap individu
dan memiliki ciri khas yang dapat mengualifikasi seorang pribadi dan
menjadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu
berubah.
4. Hakikat Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memiliki

pengertian yang berupa sebuah

usaha untuk menghidupkan kembali pedagogi ideal-spiritual yang sempat


hilang diterjang gelombang positivisme ala Comte (Jalaludin, 2011). Ada
pengertian lain mengenai pendidikan karakter yang mana pendidikan
karakter adalah sebuah payung istilah yang menjelaskan berbagai aspek
pengajaran dan pembelajaran bagi perkembangan personal dimana di
bawah payung meliputi penalaran moral/pengembangan kognitif,
pembelajaran sosial dan emosional, pendidikan kebijakan moral,
pendidikan keterampilan hidup, pendidikan kesehatan, pencegahan

kekerasan, resolusi konflik dan filsafat etik moral (Latif dalam Raharjo
2010). Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa pendidikan karakter
adalah suatu pendekatan holistik yang menghubungkan dimensi moral
dengan ranah sosial dan sipil dari kehidupan peserta didik (Raharjo,
2010). Menurut Jalaludin (2011) pendidikan karakter memiliki empat ciri
dasar.
Pertama, keteraturan interior, dimana setiap tindakan diukur
berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi menjadi pedoman
normatif setiap tindakan. Kedua, koherensi yang memberi
keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak
mudah terombang ambing pada situasi baru atau takut
risiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa
percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi
meruntuhkan kredebilitas seseorang. Ketiga, otonomi. Di
situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai
menjadi nilai nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat
penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau
desakan pihak lain. Keempat merupakan daya tahan sesorang
guna mengingini apa yang dipandang baik.
Apabila Keempat karakter ini sudah dimiliki individu secara matang,
kemungkinan

akan

memungkinkan

individu

itu

melewati

tahap

individualitas menuju personalitas (Jalaludin, 2011). Tetapi tidak semudah


yang dibayangkan bahwa pendidikan karakter tidak cukup hanya diajarkan
melalui mata pelajaran dikelas, tetapi juga harus diterapkan melalui suatu
pembiasaan atau suatu terapan (Putri, 2011). Jadi pendidikan karakter
adalah sebuah pendidikan dimana di dalamnya menjelaskan berbagai
aspek pengajaran dan pembelajaran bagi perkembangan personal dengan
dalih untuk membentuk karakter individu sehingga memungkinkan
individu itu melewati tahap individualitas menuju tahap personalitas.
5. Peran Pendidikan Karakter
Tentunya kenapa pendidikan karakter kian diterapkan dalam
sistem pendidikan saat ini tetunya memiliki alasan tersendiri. Dari
beberapa alasan yang mendukung dan salah satunya adalah karena
pendidikan karakter didesain agar dapat berperan dalam mengembangkan
kecerdasan moral secara komprehensif dan berkelanjutan (Setiawan,
2013).
6. Hakikat Akhlak Mulia
8

Apa yang dimaksud dengan akhlak mulia? Salah satu pendapat


mengatakan bahwa yang dinamakan akhlak adalah sebuah sistem yang
lengkap yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal tingkah laku
sehingga membuat sesorang menjadi istimewa (Halim dalam Raharjo,
2010). Karakteristik-karakteristik tersebut memberikan perbedaan tiap
individu dalam bertingkah laku. Sedangkan pendapat lain mengatakan
bahwa akhlak atau al-khuluq adalah suatu sifat yang terpatri dalam jiwa,
yang darinya terlahir

perbuatan-perbuatan

dengan mudah tanpa

memikirkan dan merenung terlebih dahulu (Imam Abu Hamid al-Ghazali


dalam Raharjo, 2010). Dapat diartikan bahwa akhlak disini merupakan
sifat bawaaan yang mana akan menghasilkan suatu tindakan atau
perbuatan tanpa harus berpikir atau merenung terlebih dahulu. Apabila
dihasilkan adalah perbuatan baik maka disebut dengan akhlak baik, tetapi
jika yang dihasilkan adalah akhlak buruk maka disebut dengan akhlak
buruk (Raharjo, 2010). Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa
akhlak merupakan suatu pondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan
baik antara al-Kholiq sebagai pencipta dan manusia sebagai ciptaan-Nya
(Raharjo, 2010).
Dengan demikian akhlak mulia adalah suatu karakteristikkarakteristik tingkah laku diamana sudah terpatri sejak lahir dan dapat
menghasilkan suatu perbuatan baik yang disebut akhlak baik dan juga
perbuatan buruk sehingga disebut akhlak buruk. Akan tetapi akhlak mulia
memiliki rasio yang condong ke arah perbuatan baik yang dilakukan
sehari-hari dan disadari dalam diri setiap individu.

7. Hakikat Peserta Didik


Ada beberapa unsur dalam dunia pendidikan ini, salah satunya
adalah peserta didik. Peserta didik adalah anak, individu, yang tergolong
dan tercatat sebagai siswa di dalam satuan pendidikan (Fatimah, 2008).
Sehingga keseluruhan individu dapat disebut peserta didik apabila tercatat
sebagai siswa di dalam satuan pendidikan. Peserta didik juga dapat
diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan

potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan tertentu (UU No. 20 Tahun 2003). Sehingga dapat
dikatakan peserta didik adalah orang-orang dengan jenjang usia tertentu
dan tercatat sebagai siswa di dalam satuan pendidikan serta berusaha
untuk mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
sudah tersedia. Proses pembelajaran tersebut menyediakan jalur, jenjang,
dan jenis pendidikan tertentu.
F. Analisis dan Pembahasan
Berdasarkan uraian kajian pustaka mengenai pendidikan karakter
bahwa pendidikan memiliki pengertian yaitu suatu proses untuk mengubah
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang bisa jadi suatu kelompok
masyarakat dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan. Akan tetapi upaya dan pelatihan tersebut dirasa belum cukup
optimal untuk membetuk sikap dan perilaku peserta didik agar terbentuk
berakhlak mulia. Sehingga perlu adanya pendidikan yang didalamnya
terdapat sebuah sistem pengajaran yang mengedepankan karakter disamping
juga untuk mengembangkan potensi minat dan bakat. Berangkat dari uraian
tersebut semua pendidikan karakter dalam uraian kajian pustaka disebutkan
yaitu suatu pendekatan holistik yang menghubungkan dimensi moral dengan
ranah sosial dan sipil dari kehidupan peserta didik. Memanglah betul bahwa
ranah sosial dan sipil peserta didik perlu dihubungkan dimensi moral,
dikarenakan moral seseorang akan mudah terbaca saat bersosialisasi dengan
masyarakt sipil. Masyarakt sipil ini akan menetukan bagaimana moral
seseorang tersebut bermoral baik atau bermoral buruk. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Raharjo (2013) apabila yang dihasilkan adalah perbuatan
baik maka disebut dengan akhlak baik, tetapi jika yang dihasilkan adalah
akhlak buruk maka disebut dengan akhlak buruk. Tiap orang memiliki
bawaan akhlak yang berbeda beda baik itu buruk maupun baik. Bisa saja
seseorang yang dulunya berakhlak baik kini memiliki akhlak buruk, ataupun
sebaliknya.
Dalam kajian juga di dapat bahwa pendidikan karakter berperan
dalam mengembangkan kecerdasan moral secara komprehensif dan

10

berkelanjutan (Setiawan, 2013). Pendapat diatas memang sangat baik, karena


segala sesuatu yang dilakukan secara berkelanjutan dan sungguh sungguh
pasti akan menghasilkan progress yang sesuai harapan pula. Sehingga di
dalam membentuk akhlak mulia peserta didik sesuai dengan peran pendidikan
karakter yang berkelanjutkan dirasa sangat cocok. Sebelum menelaah lebih
jauh pendapat tersebut, pertama-tama perlu dibahas mengenai akhlak mulia.
Akhlak mulia merupakan suatu karakteristik-karakteristik tingkah laku
diamana sudah terpatri sejak lahir dan dapat menghasilkan suatu perbuatan
baik yang disebut akhlak baik dan juga perbuatan buruk sehingga disebut
akhlak buruk. Akan tetapi akhlak mulia memiliki rasio yang condong ke arah
perbuatan baik yang dilakukan sehari-hari dan disadari dalam diri setiap
individu, sehingga yang keluar adalah sifat-sifat baik seperti baik terhadap
Tuhan, alam, dan kepada teman. Oleh karena akhlak adalah sifat yang telah
terpatri sejak lahir maka untuk membentuk akhlak mulia sesorang tidak serta
merta dapat dilakukakan dan juga tidak serta merta terbentuk dengan mudah.
Untuk itu perlu dilakukan dengan perlahan dan secara intensif di dalam
pengimplementasiannya. Akan lebih baik jika pembentukan akhlak mulia
dialkukan secara real dalam praktik-praktik kehidupan nyata dan tidak hanya
dilakukan secara teoritis saja. Apabila hanya diterapkan secara teoritis saja
maka terloihat bahwa pendidikan karakter hanya sebagai suatu gagasan saja
dan mungkin tidak memiliki nilai terapan yang siap dipergunakan dalam
kehidupan bermasyarakat, sehingga peran pendidikan karakter untuk
mengembangkan kecerdasan moral agar terwujud akhlak mulia tidak akan
maksimal dan tujuan pendidikan karakter tersebut akan tidak efektif
keberadaanya bila diterapkan dalam sistem pendidikan. Jadi peran pendidikan
karakter memanglah sangat beragam namun disini hanya mengutamakan
peran pendidikan karakter sebagai sarana untuk mengembangkan kecerdasan
moral agar tercipta suatu akhlak mulia disamping kecerdasan pemikiran
logika sehingga terwujud suatu harmonisasi diatara keduanya serta
menghasilkan keluaran peserta didik yang beriptek dan beimtaq.
Memang benar keluaran peserta didik uang diinginkan adalah
peserta didik yang beriptek dan beimtaq, tetapi seberapa pentingkah

11

pendidikan karakter itu bagi peserta didik saat ini? Dan apakah mereka
membutuhkannya? Berangkat dari kedua rumusan tersebut, Menurut Lickona
ada tujuh alasan mengapa pendidikan karakter itu harus disampaikan: (1)
Merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki
kepribadian yang baik dalam kehidupannya. (2) Merupakan cara untuk
meningkatkan prestasi akademik. (3) Sebagian siswa tidak dapat membentuk
karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain. (4) Mempersiapkan siswa
untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat hidup dalam masyarakat
yang beragam. (5) Berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan
problem moral-sosial, seperti ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan,
pelanggaran kegiatan seksual, dan etos kerja (belajar) yang rendah. (6)
Merupakan persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja.
(7) Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja peradaban.
Pada poin nomor lima disebutkan bahwa pendidikan karakter itu harus
disampaikan atau karena problem moral-sosial, seperti ketidaksopanan,
ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan etos kerja
(belajar) yang rendah. Hal tersebut berbanding lurus dengan apa yang terjadi
dengan para peserta didik saat ini khususnya pada jenjang usia kurang lebih
anak-anak sampai remaja. Dan sifat-sifat tersebut sangatlah berbanding
terbalik dengan karakter bangsa yang mana menurut UU No. 20 Tahun 2003
yaitu peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sifat-sifat tersebut mulai hilang atau luntur karena terpaan unsur-unsur asing
yang berasimilasi dengan unsur-unsur lokal, sehingga memungkinkan tumbuh
unsur baru yang menyimpang dari unsur aslinya. Dengan begitu pendidikan
karakter sangatlah diperlukan bagi peserta didik saat ini atau era ini, sebab
untuk membenahi segala unsur penyimpangan moral bangsa agar tertata
menjadi akhlak mulia. Perlu juga dilakukan optimalisasi terhadap
penyelenggaraan pendidikan karakter agar tidak membuahkan hasil yang
maksimal. Untuk itu berbagai pihak, khususnya para perangkat pendidik
memperhatikan kinerja pendidikan karakter dalam membenahi tatanan moral

12

bangsa yang telah keluar dari jalur aslinya, serta membentuk akhlak mulia
pada setiap peserta didik.

G. Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dijabarkan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendidikan karakter memiliki pengaruh yang cukup
signifikan untuk mengubah akhlak peserta didik yang tadinya buruk menjadi
akhlak baik atau akhlak mulia. Pengaruh tersebut ada karena di dalam
pendidikan karakter isi pengajaran dan pembelajaran meliputi penalaran
moral/pengembangan

kognitif,

pembelajaran

sosial

dan

emosional,

pendidikan kebijakan moral, pendidikan keterampilan hidup, pendidikan


kesehatan, pencegahan kekerasan, resolusi konflik dan filsafat etik moral.
Namun juga di dalam pelaksanaanya harus dilakuakan secara optimal dan
bertahap serta komprehensif agar akhlak mulia peserta didik terbentuk secara
sempurna. Kanapa harus dilakukan secara bertahap? Dilakukan secara
bertahap karena karakter adalah sifat khas individu yang telah terpatri sejak
lahir. Sehingga akan sulit untuk mengubah karakter secara sekaligus, jadi
dibutuhkan waktu dan ketlatenan. Untuk itu para pelaku pendidik haruslah
mengerti content pendidikan karakter itu sendiri sebelum diterapkan dan
memberikan contoh real di dalam kehidupan sehari-hari serta tidak hanya
menjelaskan secara teoritis saja. Dengan ini pengaruh pendidikan karakter
untuk membentuk akhlak mulia peserta didik akan sangat terasa bila semua
faktor pendukung baik secara kualitas.

13

Daftar Rujukan

Achmad Putri, Noviana. 2011. Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Karakter


melalui Mata Pelajaran Sosiologi. Jurnal Komunitas, 3(2):205-215.

Budi Raharjo, Sabar. 2010. Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menciptakan


Akhlak Mulia. Jurnal Pendidikan dan Kebudapaan, 16(3): 229-238.
Fatimah, Enung. 2010. Psikologi Perkembangan. Pustaka Setia.

Jalaludin. 2011. Membangun SDM Bangsa melalui Pendidikan Karakter. Jurnal


Penelitian Pendidikan, 12(2):1-13.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (online)

Kaswardi,

EM.

K.

1993.

Pendidikan

Nilai

Memasuki

Tahun

2000.

Jakarta:Grasindo.

Koesoema, Doni. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.


Jakarta:Grasindo.

Dari

Google

Books.

(online),

(http://books.google.com), diakses 16 Nopember 2014.

Melisa Depiyanti, Oci. 2012. Model Pendidikan Karakter di Islamic Full Day
Care. Jurnal Pendidikan Islam Tarbawi, 3(1):221-233.
Setiawan, Deny. 2013. Peran Pendidikan Karakter dalam Mengembangkan
Kecerdasan Moral. Jurnal Pendidikan Karakter, 2013(1):53:63.

14

Tirtarahardja, Umar dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan (Edisi Revisi).


Jakarta:Andi Mahasetya.

Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

15

Anda mungkin juga menyukai