Anda di halaman 1dari 8

SIROSIS HATI

Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti kuning
oranye (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk . Sirosis hati adalah
suatu keadaan patologis hati yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung
progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.
Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit
1

jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular dan regenerasi nodularis parenkim hati.
I.

Etiologi dan klasifikasi

2,3

a. Klasifikasi berdasarkan etiologi

Alkoholik

Kriptogenik dan post hepatis (pasca nekrosis)

Biliaris

Kardiak

Metabolik, keturunan dan terkait obat

b. Klasifikasi secara konvensional

makronodular (nodul >3mm), Lobus normal pada nodul yang besar, terbentuk skar fibrosa pada 3
atau lebih portal.Regenerasi ditandai oleh cel besar

mikronodular (nodul<3mm), septa regular, nodul kecil regenerasi, setiap lobus. Disebabkan
terganggunya kapasitas u/ tumbuh kembali c:/ alkoholisme, malnutrisi, usia tua, anemia.

campuran mikro dan makronodular. Regenerasi sirosis mikronodular menyebabkan tampilan spt
makronodular

c.

Klasifikasi secara fungsional

Sirosis hati kompensata


Sering disebut dengan laten sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala
yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.

Sirosis hati dekompensata


Dikenal dengan active sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ;
asites, edema dan ikterus.

II. Epidemiologi

1,4

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki dengan perbandingan laki-laki: wanita
sekitar 8:5, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun, dengan puncaknya sekitar
umur 40-49 tahun. Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketika pada pasien
yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Keseluruhan insidensi sirosis di
Amerika diperkirakan mencapai 360 per 100.000 penduduk. Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke
tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahunnya. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari keseluruhan pasien yang dirawat di bagian IPD.

LTM4|Gastrointestinal-RK/30/V/09

III. Patologi dan Patogenesis


Tiga mekanisme patologik utama yang menyebabkan hati menjadi sirosis adalah: kematian sel hati,
regenerasi, dan fibrosis progresif.

Hati normal berisi intertisial kolagen (I,III dan IV) pada portal dan sekitar vena centralis, dan sedikit
3

sekitar parenkim hati. Serat retikulin yang longgar berada pada celah Disse. Lesi pada hati dapat timbul
oleh berbagai sebab baik dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati
yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hati kemudian merespon kerusakan sel
tersebut

dengan

membentuk

ekstraselular

matriks

yang

mengandung

kolagen,

glikoprotein,dan

proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut sel
stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Namun,
ada beberapa faktor parakrin yang menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrin
ini mungkin dilepaskan oleh hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera
berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth facto beta 1 (TGF-beta1)
ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis. TGF-beta1 kemudian mengaktivasi
1,2

sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut.
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal akibat

sel stelata yang berisi lemak di

perisinusoid distimulasi oleh :


1. Inflamasi kronik, disertai peradangan sitokin seperti: TNF, lymphotoksin, IL1
2. Pembentukan sitokin oleh sel endogen (sel Kupfer, endotel, hepatosit, dan sel epitel duktus saluran
empedu) yang cedera
3. Disrupsi ECM (matriks ekstraselular)
4. Toksin stimulasi sel stelata secara langsung.
Peningkatan deposisi kolagen tersebut dapat menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel
kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk
menekan daerah perisinusoidal. Walaupun secara normal, sel stellata berfungsi sebagai penyimpan vitamin
A dan lemak,s el ini mengalami pengaktifan selama terjadinya sirosis, kehilangan simpanan retinil ester, dan
berubah menjadi sel mirip fibroblas.

Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak
vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati
mati, kematian hepatosit dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak
sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan
2,3

hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis.
Sirosis Hati Pasca Nekrosis

Dalam keadaan normal sel stelata menjaga keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan
proses degradasi. Paparan faktor yang berlangsung terus menerus (hepatitits virus) nekrosis periportal,
bridging necrosis, stelata menjadi sel yang membentuk kolagen perubahan keseimbangan fibrosis
periportal fibrosis berjalan terus hubungan septa fibrosis antara lobus (bridging fibrosis) fibrosis
berkelanjutan, kerusakan hepatosit sirosis dengan septa fibrosis dan nodul regenerative sirosis
makronodular (> 3mm).

LTM4|Gastrointestinal-RK/30/V/09

IV. Manifestasi Klinik


Stadium awal sering kali timbul tanpa gejala. Gejala sirosis kompensata awal yang timbul dapat
berupa perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat
badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya
dorongan seksualitas. Bila telah terjadi sirosis dekompensata, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila
timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut, gangguan tidur, demam
tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, gangguan siklus
haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti the pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan
1,2

mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.
Gejala klinis lainnya:

1.3

Spider angioma-spiderangiomata (spider telangiektasi)

Eritema Palmaris

Perubahan kuku-kuku Muchrche, berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku

Jari gada, lebih sering ditemukan pada sirosis bilier

Kontraktur Depuytren, menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari

Atrofi testis hipogonadisme, tanda ini menonkol pada sirosis alkoholik dan hemokromatosis

Hepatomegali

Splenomegali

Asites

Fetor hepatikum, bau napas khas yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi dimetil sulfid

Ikterus

Malnutrisi, biasa terjadi karena buruknya nafsu makan dan terganggunya penyerapan lemak dan
vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, yang disebabkan oleh berkurangnya produksi garam-garam
empedu.
Pada kasus dengan sirosis hati kompensata, pasien tidak mempunyai keluhan yang terlalu berarti

selain dari cepat merasa lelah dan nafsu makan yang menurun tidak begitu signifikan. Berbeda halnya
dengan pasien pada stadium dekompensata, dimana sudah timbul banyak gejala yang membuat pasien
tidak berdaya akibat hati gagal mengkompensasi akumulasi kerusakan yang dialaminya. Berikut gejalagejala umum beserta dengan penjelasan patogenesis.

LTM4|Gastrointestinal-RK/30/V/09

a. Hipertensi Portal

Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan pada aliran darah
portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal terjadi oleh adanya kombinasi dari
peningkatan aliran balik vena portal dan peningkatan tahanan pada aliran darah portal.
Meningkatnya tahanan pada area sinusoidal vaskular disebabkan oleh faktor tetap dan faktor
dinamis. Dua per tiga dari tahanan vaskuler intrahepatis disebabkan oleh perubahan menetap pada
arsitektur hati. Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan produksi kolagen yang diaktivasi oleh
sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam daerah perisinusoidal.
Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal adalah adanya kontraksi dari sel
stellata yang berada disisi sel endothellial. Nitric oxide diproduksi oleh endotel untuk mengatur
vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada sirosis terjadi penurunan produksi lokal dari nitric oxide sehingga
menyebabkan kontraksi sel stellata sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar.
Hepatic venous pressure gradient (HVPG) merupakan selisih tekanan antara vena portal dan
tekanan pada vena cava inferior. HVPG normal berada pada 3-6 mm Hg. Pada tekanan diatas 8 mmHg
dapat menyebabkan terjadinya asites. Dan HVPG diatas 12 mmHg dapat menyebabkan munculnya
varises pada organ terdekat. Tingginya tekanan darah portal merupakan salah satu predisposisi
terjadinya peningkatan resiko pada perdarahan varises utamanya pada esophagus.
1,3

b. Edema dan Asites

Hati mempunyai peranan besar dalam memproduksi protein plasma yang beredar di dalam
pembuluh darah, keberadaan protein plasma terutama albumin untuk menjaga tekanan onkotik yaitu
dengan mejaga volume plasma dan mempertahankan tekanan koloid osmotik dari plasma. Akibat
menurunnya tekanan onkotik maka cairan dari vaskuler mengalami ekstravasasi dan mengakibatkan
deposit cairan yang menumpuk di perifer dan keadaan ini disebut edema.
Akibat dari berubahnya tekanan osmotik di dalam vaskuler, pasien dengan sirosis hepatis
dekompensata mengalami peningkatan aliran limfatik hepatik. Akibat terjadinya penurunan onkotik dari
vaskuler terjadi peningkatan tekanan sinusoidal Meningkatnya tekanan sinusoidal yang berkembang
pada hipertensi portal membuat peningkatan cairan masuk kedalam perisinusoidal dan kemudian
masuk ke dalam pembuluh limfe. Namun pada saat keadaan ini melampaui kemampuan dari duktus
thosis dan cisterna chyli, cairan keluar ke insterstitial hati. Cairan yang berada pada kapsul hati dapat
menyebrang keluar memasuki kavum peritonium dan hal inilah yang mengakibatkan asites. Karena
adanya cairan pada peritoneum dapat menyebabkan infeksi spontan sehingga dapat memunculkan
spontaneus bacterial peritonitis yang dapat mengancam nyawa pasien.
c. Hepatorenal Syndrome

Sindrom ini memperlihatkan disfungsi berlanjut dari ginjal yang diobsrevasi pada pasien dengan
sirosis dan disebabkan oleh adanya vasokonstriksi dari arteri besar dan kecil ginjal dan akibat
berlangsungnya perfusi ginjal yang tidak sempurna.kadar dari agen vasokonstriktor meningkat pada
pasien dengan sirosis, temasuk hormon angiotensin, antidiuretik, dan norepinephrine.
2,4

d. Hepatic Encephalopathy
Terdapat

dua

teori

yang

menyebutkan

bagaimana

perjalanan

sirosis

heatis

menjadi

ensephalopathy, teori pertama menyebutkan adanya kegagalan hati memecah amino, teori kedua
menyebutkan gamma aminobutiric acid (GABA) yang beredar sampai ke darah di otak.

LTM4|Gastrointestinal-RK/30/V/09

Amonia diproduksi di saluran cerna oleh degradasi bakteri terhadap zat seperti amino, asam amino,
purinm dan urea. Secara normal ammonia ini dipecah kembali menjadi urea di hati, seperti yang telah
dijelaskan pada bab sebelumnya. Pada penyakit hati atauporosystemic shunting, kadar ammonia pada
pembuluh darah portal tidak secara efisien diubah menjadi urea. Sehingga peningkatann kadar dari
ammonia ini dapat memasuki sirkulasi pembuluh darah.
Ammonia mempunyai beberapa efek neurotoksik, termasuk mengganggu transit asam amino, air,
dan elektrolit ke membrane neuronal. Ammonia juga dapat mengganggu pembentukan potensial
eksitatory dan inhibitory. Sehingga pada derajat yang ringan, peningkatan ammonia dapat mengganggu
kosentrasi penderita, dan pada derajat yang lebih berat dapat sampai membuat pasien mengalami
koma.

V. Diagnosis

1,5

Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis sirosis
hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan
pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada
saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,di mana kita dapat menemukan
adanya pembesaran hati dan terasa keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru mengecil dan
tidak teraba. Untuk memeriksa derajat asites dapat menggunakan tes puddle sign, shifting dullness, atau
fluid wave.
Selain pemeriksaan fisik diagnosis dapat ditegakkan denganbantuan laboratorium, dan USG. Pada
kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis
kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini
Pemeriksaan laboratorium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut.
1. Kadar Hb

yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan

trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak. Namun, tidak
meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
5. masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6. pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati
membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti
HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah
terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG), pemeriksaan
radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk
melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan
zat kontras, CT scan, angiografi, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP).
VI. Penatalaksanaan

1,2,5

LTM4|Gastrointestinal-RK/30/V/09

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit,
menghidarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakan hati, pencegahan dan penganganan
komlikasi

Pada hepatitis autoimun dapat diberikan steroid atau imunosupresif

Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin
sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun,
pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga dapat terdai resistensi
obat

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon
diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin
100 mg/hari selama 6 bulan

Pada pengobatan fibrosis hati, pengobatan untuk mengurangi akitivitas sel stelata dapat menjadi salah
satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivitas
sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, tetapi belum
terbukti sebagai antifibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A dapat digunakan sebagai pilihan
untuk antifibrosis

Pengobatan sirosis dekompensata

5,6,7

Pengobatan tergantung dari derajat kegagalan hati dan hipertensi portal. Bila hati masih dapat
mengkompensasi kerusakan yang terjadi maka penderita dianjurkan untuk mengontrol penyakitnya secara
teratur, istirahat yang cukup, dan melakukan diet sehari-hari yang tinggi kalori dan protein disertai lemak
secukupnya. Dalam hal ini bila timbul komplikasi maka hal-hal berikut harus diperhatikan.
a. Asites dan edema
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari atau
400-800 mg/hari. Restriksi cairan (800-1000 mL/hari) disarankan pada pasien dengan hiponatremia (serum
sodium <125 meq/L). Ada pasien yang mengalami pengurangan asites hanya dengan tidur dan restriksi
garam saja. Tetapi ada juga pasien dengan retensi cairan berat atau asites berat, yang sekresi urinnya
kurang dari 10 meq/L. Pada pasien asites dan edema dapat diberikan diuretik dan paracentesis.
b. Peritonitis bakterial spontan
Hasil kultur cairan asites, 80-90% didapatkan E coli dan pneumococci, jarang anaerob. Jika terdapat
250/L atau lebih dapat diberikan antibiotik intravena dengan cefotaxime 2 gram intravena setiap 8-12 jam,
minimal dalam waktu 5 hari. Angka kematiannya tinggi yaitu dapat mencapai 70% dalam 1 tahun.
Terjadinya peritonitis berulang dapat dikurangi dengan menggunakan norfloxacin, 400 mg sehari. Pada
pasien dengan sirosis yang beresiko tinggi terjadinya peritonitis bakteri spontan (cairan asites < 1 g/dL),
serangan peritonitis pertama kali dapat dicegah dengan pemeberian norfloxacin atau trimethoprimsulfamethoxazole (5 kali seminggu). Pada peritonitis bakterial spontan selain diberikan antibiotika seperti
sefalosporin intravena, juga dapat diberikan amoksilin, atau aminoglikosida.
c.

Sindrom hepatorenal

Sindrom hepatorenal ditandai dengan azotemia, oliguria, hiponatremia, penurunan sekresi natrium urin, dan
hipotensi pada pasien penyakit hati stadium hati. Sindrom hepatorenal didiagnosa jika tidak ada penyebab
gagal ginjal lainnya. Pemberian vasokonstriksi dengan waktu kerja lama (ornipressin dan albumin,

LTM4|Gastrointestinal-RK/30/V/09

ornipressin dan dopamine, atau somatostatin analog octreotide dan midodrione sebagai obat alpha
adrenergik) dan TIPS memberikan perbaikan.
d. Ensefalopati hepatik
Ensefalopati hepatik merupakan keadaan gangguan fungsi sistem saraf pusat disebabkan hati gagal untuk
mendetoksikasi bahan-bahan toksik dari usus karena disfungsi hepatoselular dan portosystemic shunting.
Penangganan ensefalopati hepatik dapat berupa : Pembatasan pemberian protein dari makanan, Lactulose,
Neomisin sulfat.
e. Anemia
Untuk anemia defisiensi besi dapat diberikan sulfa ferrosus, 0,3 g tablet, 1 kali sehari sesudah makan.
Pemberian asam folat 1 mg/hari, diindikasikan pada pengobatan anemia makrositik yang berhubungan
dengan alkoholisme. Transfusi sel darah merah beku (packed red cell) dapat diberikan untuk mengganti
kehilangan darah.
f.

Manifestasi perdarahan

Hipoprotombinemia dapat diterapi dengan vitamin K (seperti phytonadione, 5 mg oral atau sub kutan, 1 kali
per hari). Terapi ini tidak efektif karena sintesis faktor koagulasi menggalami gangguan pada penyakit hati
berat. Koreksi waktu prothrombin (prothrombin time) yang memanjang dilakukan dengan pemberian plasma
darah. Pemberian plasma darah hanya diindikasikan pada perdarahan aktif atau sebelum pada prosedur
invasif.
g. Pecahnya varises esophagus
Untuk mencegah terjadinya perdarahan pertama kali pada varices esofagus dapat diberikan penghambat
beta bloker non selektif (nadolol, propanolol). Beta bloker dapat diberikan kepada pasien sirosis hati yang
beresiko tinggi terjadinya perdarahan, yaitu varises yang besar dan merah. Pencegahan perdarahan
kembali dapat dilakukan skleroterapi atau ligasi, beta bloker non selektif (propanolol, nadolol) 20 mg
sebanyak 2 kali sehari atau 40-80 mg sekali sehari, isosorbide mononitrate dapat diberikan 10 mg sebanyak
2 kali sehari sehari atau 20-40 mg sebanyak 2 kali sehari, Transvenosus Intrahepatic Portosystemic Shunts
(TIPS), Surgical Portosystemic Shunts, dan transplantasi hati.
h. Sindrom hepatopulmonal
Sindrom hepatopulmonal terjadi karena meningkatnya tahanan alveolar-arterial ketika bernapas, dilatasi
vascular intrapulmoner, hubungan arteri-vena yang menyebabkan shunt intrapulmonary kanan-kiri. Terapi
mengunakan obat-obatan sudah tidak memberikan hasil, tetapi dapat membaik dengan transplantasi hati.
Transplantasi hati tidak boleh dilakukan pada pasien dengan hipertensi pulmonal (tekanan pulmonal > 35
mmHg)
VII. Prognosis

8,9

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya
kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi child-pugh dapat menilai prognosis
pasien sirosis yang akan menjalani operasi variablenya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, nutrisi, ada
tidaknya asites dan esefalopati. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C yang berkaitan dengan
kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut
adalah 100, 80 dan 45 %.

LTM4|Gastrointestinal-RK/30/V/09

Penilaian prognosis terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD) digunakan untuk pasien
sirosis yang akan dilakukan tranplantasi hati.
Table Child Pugh
Derajat Kerusakan

Minimal

Sedang

Berat

Satuan

Bilirubin (total)

<35>

35-50

>50 (>3)

mol/l
(mg/dL)

Serum albumin

>35

30-35

<30

g/L

Nutrisi

Sempurna

Mudah dikontrol

Sulit terkontrol

Ascites

Nihil

Dapat

Hepatic

Nihil

terkendali

dengan

Tidak

pengobatan

terkendali

minimal

Berat/koma

dapat

encephalopathy

Total skor Child-Pugh Class


5-6

7-9

10-15

VIII. Pencegahan

1,6

Pencegahan sirosis hati berawal dari pencegahan penyakit dasarnya (etiologi). Pencegahan umumnya
berupa:

Mengkonsumsi suatu diet yang seimbang dan olahraga teratur setiap hari

Menghidari obat-obatan yang bersifat toksik pada hati

Menggunakan vaksin, misalnya vaksin hepatitis B

Deteksi dini kelainan pada hati

Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Chung RT, Podolsky DK. Cirrhosis and its complications. In: D Kasper, AS Fauci et all, editors. Harrisons principles of internal
medicine. 16th edition. New York: Mc Graw-Hill; 2004. P. 1858-9
Nurdjanah, Siti. Sirosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV, Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD-FKUI, 2006, hal
443-46
Vinay Kumar, Ramzi Cotran, Stanley Robin. Buku Ajar Patologi, Volume 2. Jakarta: EGC hal 671-72
Bonis PAL, Chopra S. Patient information cirrhosis. Up to date. In: Rose BD, Wellesley MA, editors. 2004
Friedman LS. Cirrhosis. In: LM Tierney, SJ McPhee, MA Papadakis, editors. Current medical diagnosis and treatment, 43th edition.
Lange Medical Books, McGraw Hill; 2004. P 640-51
Ali Sulaiman, dkk. Gastroenterologi Hepatologi. Sagung Seto. 2003
Sulaiman A. Harapan baru dalam penatalaksanaan sirosis hati. Acta Med Inones. 2003; 35: Suppl 1: S115-S8
GOldberd E, Chopra S. Overview of the complications, prognosis and management of cirrhosis. In: Rose BD, Wellesley MA, editors.
2004
Christensen E. Prognostic models including the child-pugh, MELD and Mayo risk scores where are we and where should we go; J
Hepatol, 2004; 41 :344-50

LTM4|Gastrointestinal-RK/30/V/09

Anda mungkin juga menyukai