Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KELOMPOK

BLOK IX NEOPLASMA
SKENARIO 2

PERDARAHAN JALAN LAHIR YANG MUNCUL


DI LUAR SIKLUS MENSTRUASI
DAN PASCAKOITUS

Disusun oleh:
Kelompok 3
Nama Tutor : Ida Bagus Metria, dr., Sp. BD.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2009

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karsinoma atau kanker, beberapa tahun terakhir menjadi salah satu
penyebab tersering kematian di berbagai negara. Bagi para wanita di Indonesia
khususnya, kanker serviks merupakan kanker yang sangat ditakuti. Meskipun
telah ada perbaikan dalam hal diagnosis dini dan penatalaksanaan, insidensi dan
kematian akibat neoplasma ini masih belum mengalami penurunan yang begitu
signifikan. Di dunia, seorang wanita meninggal setiap dua menit akibat kanker
serviks dan diperkirakan angka kematian mencapai 270.000 kematian setiap
tahunnya. Ini merupakan angka kematian yang besar, yang memicu stress baik
dari segi emosional maupun fisik terhadap wanita bahkan pada tahap pra kanker.
Sebagian wanita yang mengidap kanker serviks terlambat menyadari
penyakitnya. Oleh karena pada kanker serviks pra-invasif, tidak ada gejala
spesifik yang ditimbulkan. Pada umumnya, penderita hanya mengalami bercak
antarsiklus menstruasi dan perdarahan pascakoitus. Adanya Pap-test memang
sangat membantu diagnosis dini kanker serviks pada wanita dari berbagai
kalangan usia. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa sebagian besar wanita yang
telah aktif secara seksual tidak melakukan pemeriksaan ini. Sehingga, beberapa
penderita kanker seviks yang didiagnosis telah berada pada stadium lanjut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja perdarahan abnormal yang sering terjadi pada wanita?
2. Bagaimana patofisiologi perdarahan pascakoitus dan perdarahan di luar
siklus menstruasi, serta keputihan berbau yang dialami wanita pada
skenario?
3. Diagnosis apa yang bisa ditegakkan? Apa saja diagnosis bandingnya?
4. Apa yang menjadi etiologi dan faktor risiko penyakit tersebut?
5. Apa yang dimaksud dengan Pap-test?
6. Pemeriksaan diagnostik apa saja yang perlu dilakukan selain Pap-test?
7. Bagaimana tindakan penatalaksanaan yang harus diberikan pada pasien
tersebut dan bagaimana prognosis pasien tersebut?
C. Tujuan
1. Menjelaskan patofisiologi dari manifestasi klinis yang ada pada skenario.
2. Memahami faktor risiko penyebab penyakit (neoplasma) yang dialami.
3. Mengetahui macam-macam proses dan cara diagnosis neoplasma.
4. Mengetahui penatalaksanaan dan prognosis dari penyakit tersebut.

D. Manfaat
1. Memahami berbagai jenis kelainan pertumbuhan non neoplasma dan
neoplasma, serta perbedaannya.
2. Memahami etiologi, faktor risiko, dan patogenesis dari neoplasma.
3. Mengetahui biologi molekuler/onkologi molekuler dan karsinogenesis.
4. Menentukan pemeriksaan diagnostik atas neoplasma serta penatalaksanaan
yang diberikan (preventif, kuratif, dan rehabilitatif).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
MENSTRUASI
Siklus haid rata-rata 28-30 hari dan bertujuan untuk menghasilkan sebuah
ovum yang matang dan mempersiapkan serta mempertahankan lingkungan untuk
konsepsi dan gestasi melalui cara interaksi hormonal kompleks. Tahapannya
adalah a) haid (H1-H5) atau peluruhan lapisan dalam endometrium, b) fase
proliferasi endometrium (H6-H14) folikel ovarium distimulasi oleh FSH yang
pada gilirannya menghasilkan estrogen. Estrogen merangsang endometrium untuk
berproliferasi. Pada pertengahan siklus (H14), lonjakan FSH dan LH merangsang
terjadinya ovulasi, c) fase sekretorik (H14-H28), setelah ovulasi, folikel yang
mengalami rupture berubah menjadi korpus luteum yang menyekresi estrogen dan
progesterone yang menyebabkan endometrium menjadi tebal. Apabila tidak
terjadi kehamilan, maka korpus luteum mengalami degenerasi sehingga
menyebabkan kadar estrogen dan progesteron serum mengalami penurunan tajam,
dengan kembali terjadinya peluruhan lapisan dalam endometrium yang
melengkapi siklus ini (Hillegas, 2006).
PERDARAHAN
Perdarahan Uterus Disfungsional
Perdarahan yang terjadi tanpa adanya penyebab organik, kebanyakan
pasien memiliki siklus anovulasi, di mana terjadi gagalnya pematangan folikel
ovarium hingga mencapai ovulasi dan pembentukan korpus luteum sehingga
mengakibatkan produksi estrogen yang terus menerus oleh folikel, dan tanpa
adanya korpus luteum berarti progesteron tidak diproduksi. Beberapa folikel dapat
menjadi aktif secara bersamaan, mengakibatkan produksi estrogen dalam kadar
yang tinggi. Di bawah pengaruh tingginya kadar estrogen dan tidak adanya
progesteron, endometrium akan mengalami proliferasi selama beberapa minggu
atau bulan. Terjadinya penurunan estrogen, dapat disebabkan oleh degenerasi
beberapa folikel, menyebabkan kadarnya semakin turun, atau semakin
meningkatnya kebutuhan akan estrogen dengan makin membesarnya jaringan
endometrium sehingga produksinya tidak mencukupi. Kedua keadaan ini
mengakibatkan perdarahan karena penurunan estrogen, yang berbeda dalam hal
saat terjadi, lama dan jumlahnya.
Perdarahan Uterus Abnormal
Perdarahan uterus abnormal termasuk perdarahan yang disebabkan oleh
kehamilan, penyakit sistemik, atau kanker serta perdarahan menstruasi yang
abnormal. Pola perdarahan telah ditetapkan dan dimasukkan dalam tujuh kategori,

enam di antaranya berhubungan dengan siklus menstruasi. Pola perdarahannya


dapat berupa menoragi, hipomenore, metroragi, polimenore, menometroragi,
oligomenore, perdarahan kontak (contact bleeding) (Hillegas, 2006).
LEUKOREA
Leukorea (white discharge, fluor albus, keputihan) adalah setiap cairan
yang keluar dari vagina selain darah. Dapat berupa secret, transudasi, atau eksudat
dari organ atau lesi di saluran genital. Sumber cairan ini dapat berasal dari sekresi
vulva, cairan vagina, sekresi serviks, sekresi uterus, atau sekresi tuba falopii, yang
dipengaruhi fungsi ovarium (Sarwono, 1999).
Leukorea dibedakan menjadi leukorea fisiologik dengan cirri-ciri jernih,
berlendir, tidak bau dan leukorea patologik dengan ciri-ciri lengket, kental seperti
susu, keabu-abuan, coklat, kuning, kuning kehijauan, berbusa, lembab, panas,
gatal, berbau. Leukorea fisiologik mengandung sel epitel dan jarang leukosit.
Sedangkan pada leukorea patlogik terdapat banyak leukosit (Wiknjosastro,
Saifuddin & Rachimhadhi, 1997).
Penyebab paling penting dari leukorea patologik ialah infeksi. Radang
vulva, vagina, serviks, dan kavum uteri dapat menyebabkan leukorea patologik.
Selanjutnya leukorea ditemukan pada neoplasma jinak atau ganas, apabila tumor
itu dengan permukaannya untuk sebagian atau seluruhnya memasuki lumen
saluran alat-alat genital.
DIAGNOSIS BANDING
Hiperplasia endometrium
Hiperplasia Endometrium adalah suatu kondisi di mana lapisan dalam
rahim (endometrium) tumbuh secara berlebihan. Kondisi ini merupakan proses
yang jinak (benign), tetapi pada beberapa kasus (hiperplasia tipe atipik) dapat
menjadi kanker rahim. Risiko terjadinya hiperplasia endometrium bisa tinggi
pada: usia sekitar menopause, menstruasi yang tidak beraturan atau tidak ada haid
sama sekali, over-weight, diabetes, SOPK (PCOS), mengkonsumsi estrogen tanpa
progesteron dalam mengatasi gejala menopause. Gejalanya yang biasa/sering
adalah perdarahan pervaginam yang tidak normal (bisa haid yang banyak dan
memanjang ).
Metroragia
Metroragia adalah perdarahan yang terjadi dalam massa antara 2 haid.
Perdarahan ini tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid. Metroragia dapat
disebabkan kelainan organik pada alat genital atau kelainan fungsional.
Gambaran klinis dapat berupa perdarahan pervaginam, apoplekisa uteri, dan
kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam

mekanisme pembekuan darah (Sarwono, 1999).


Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram
(Mansjoer, et. al., 2001). Gambaran klinisnya antara lain terlambat haid atau
amenore kurang dari 20 minggu, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun,denyut nadi normal atau cepat dan
kecil, suhu badan normal atau meningkat, perdarahan pervaginam, rasa mulas atau
keram perut di daerah atas simfisis.
Mola hidatidosa
Mola hidratidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh vili
korialisnya mengalami perubahan hidrofik. Gambaran klinis :
1. Amenore dan tanda-tanda kehamilan.
2. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada
keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
3. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4. Tidak teraba dan terdengarnya janin.
5. Preeclampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu
(Mansjoer, et. al., 2001).
KANKER SERVIKS
Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui, tetapi ada beberapa faktor
risiko dan predisposisi yang menonjol. Faktor risiko mayor untuk kanker serviks
adalah infeksi dengan HPV, terutama HPV 16 dan 18, yang ditularkan secara
seksual. Pada 85% hingga 90% lesi prakanker dan neoplasma invasif ditemukan
adanya HPV (Crum et. all, 2005). Faktor risiko lain untuk perkembangan kanker
serviks adalah aktivitas seksual pada usia muda, paritas tinggi, jumlah pasangan
seksual yang meningkat, status social-ekonomi yang rendah dan merokok serta
AKDR (Alat Kontrasepsi dalam Rahim) yang berpengaruh terhadap serviks yaitu
bermula dari adanya erosi di serviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa
radang yang terus-menerus sehingga dapat mencetuskan terbentuknya kanker
serviks.
Gejala pada tahap pra kanker /dini biasanya belum timbul. Kalaupun
timbul, biasanya berupa keluar keputihan yang tidak khas. Pada tahap selanjutnya
dapat ditemukan gejala seperti berikut: perdarahan sesudah senggama,
keputihan/cairan encer berbau, perdarahan di luar siklus haid, perdarahan sesudah
menopause, dan nyeri daerah panggul (Hillegas, 2006).

Pap Smear
Pap smear merupakan suatu pemeriksaan sitologis untuk screening
neoplasia pada serviks. Teknik: 1)membuka serviks uteri dengan speculum,
2)mengambil sample dari ektoserviks (dengan spatula) dan dari endoserviks
(dengan sikat endoserviks), 3)membuat apusan di atas object glass dengan
pengecatan Papaniculou sesegera mungkin setelah sample diambil, 4) memeriksa
sel di bawah mikroskop. Pap smear telah terbukti dapat menurunkan insidensi dan
mortalitas ca serviks yang invasif sebesar 90%. Sensitivitas tes ini mencapai 80%
dengan spesifisitas 99%. Wanita yang sudah berusia 18 tahun atau telah aktif
secara seksual dianjurkan melakukan pemeriksaan pap smear secara berkala
selama tiga tahun berturut- turut. Apabila selama tiga pemeriksaan berurutan plus
1 kali pemeriksaan pelvis tidak ditemukan kelainan, jarak pemeriksaaan
selanjutnya dapat diperpanjang, namun bukan berarti ditiadakan. Perlu diingat
bahwa pemeriksaan pap smear adalah pemeriksaan sitologis sehingga tidak cukup
untuk menegakkan diagnosis ca serviks. Masih diperlukan pemeriksaan lain
seperti biopsi dan kolposkopi sebagai pemeriksaan lanjutan sekaligus untuk
menentukan stadium dan penatalaksanaan ca serviks (Hillegas, 2006).
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pulasan kerokan serviks : suatu metode pemeriksaan simpel, mudah
dikerjakan dan tanpa rudapaksa jelas, digunakan untuk penapisan dan
diagnosis dini karsinoma serviks uteri.
2. Sitologi pulasan tipis ( TCT =thinprep cytologic test ) TCT memiliki
keunggulan dalam mendeteksi kelainan epitel serviks uteri, teknik inin
mengurangi hasil negatif semu, meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas
identifikasi. Digunakan untuk penapisan dan deteksi dini karsinoma
serviks dan lesi prekanker.
3. Deteksi DNA HPV : pemeriksaan HPV risiko tinggi merupakan salah satu
cara menapis karsinoma serviks dan lesi prekankernya dewasa ini,
dikombinasikan dengan pemeriksaan sitologik dapat memprediksi tingkat
risiko pasien yang diperiksa, menetapkan interval waktu pemeriksaan
penapis, dan untuk pemantauan pasca terapi karsinoma serviks dan CIN.
4. Pemeriksaan kolposkopi : dibawah cahaya kuat dan kaca pembesar secara
visual binokular langsung melalui kolkoskop mengamati lesi di serviks
uteri dan vagina merupakan salah satu cara penunjang penting untuk
diagnosis dini karsinima uteri dan lesi prekankernya. Pemeriksaan ini
dapat menemukan lesi preklinis yang tak tampak dengan mata telanjang,
dapat dilakukan biopsi dilokasi yang mencurigakan, meningkatkan ratio
positif dan akurasi hasil biopsi.

5. Biopsi serviks uteri dan kerokan kanalis servikal : tujuannya adalah


memastikan diagnosis CIN dan karsinoma serviks dengan cara mengerok
kanalis servikalis untuk memperoleh jaringan kanker.
6. Pemeriksaan penunjang khusus
Meliputi pemeriksaan sistoskopi; koleroktoskopi yang sesuai untuk
pasien dengan gejala saluran pencernaan bawah atau dicurigai kolon,
rektum terkena, pielografi interna untuk mengetahui apakah segmen
bawah ureter terdesak atau terinvasi hingga obliterasi oleh kanker atau
tidak, ini membantu menentukan stadium dan terapi dan CT atau MRI
untuk mengetahui ada atau tidaknya invasi, metastasis dan jalur
penyebaran kanker serviks (Desen, 2008).
Marker Tumor
Marker tumor atau penanda tumor adalah suatu molekul atau proses
ataupun suatu substansi ynag dapat diukur dengan suatu pemeriksaan (assay) baik
secara kualitatif maupun kuantitatif pada kondisi prakanker dan kanker.
Perubahan kadar tersebut dapat diakibatkan oleh tumor maupun oleh jaringan
normal sebagai respon terhadap tumor (Suega & Bakta, 2006). Squamous cell
carcinoma antigen (SCC Ag) merupakan petanda tumor pada keganasan serviks
yang dipakai tidak sebagai alat screening atau penapisan, tapi banyak dipakai
sebagai follow up terapi, rekuren dan metastase. SCC Ag, CEA, CA-125, Cyfra
21-1, dan TPA banyak dipakai sebagai petanda ganas pada serviks uteri baik
diperiksa secara sendiri maupun gabungan beberapa peanda ganas tersebut. Kadar
SCC-Ag >4,5 ng/ml mempunyai resiko prognosis jelek 16 kali lebih tinggi,
apabila dibandingkan dengan pada kadar <1,3 ng/ml. Saat yang terbaik untuk
pengobaan adalah terapi pada stadium awal.
Penatalaksanaan
Pengobatan utama karsinoma serviks adalah operasi, radioterapi dan
kemoterapi atau gabungan ketiganya tergantung pada luas dan stadium penyakit.
Pada karsinoma serviks stadium lanjut kemoterapi dan radioterapi merupakan
pengobatan yang utama. Pilihan pengobatan tergantung pada kondisi penderita
serta tenaga dan fasilitas yang tersedia.
1. Operasi
Tingkat Penatalaksanaan
0

Biopsi kerucut,Histeroktomi transvaginal

Ia

Biopsi kerucut,Histeroktomi transvaginal

Ib, IIa

Histeroktomi radikal dengan dengan limfadenoktomi panggul dan


evaluasi kelenjar limfa para aorta (bila terdapat metastatis dilakukan

radioterapi pasca pembedahan)


IIb, III, Histeroktomi transvaginal
dan IV
Iva dan Radioterapi, Radiasi paliatif, kemoterapi
IVb
(Mansjoer, et. al., 2001).
2. Kemoterapi
Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat
sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel
kanker. Pola pemberian kemoterapi:
a. Kemoterapi Adjuvan; diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti
pembedahan atau radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel
kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro
metastasis).
b. Kemoterapi Primer; dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada
tumor ganas, diberikan pada kanker yang bersifat kemosensitif,
biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya
bedah atau radiasi.
c. Kemoterapi Neo-Adjuvan, diberikan mendahului tindakan yang lain
seperti pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan
kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor
yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna
(Wiknjosastro, Saifuddin & Rachimhadhi, 1997).
3. Radioterapi
Radioterapi adalah jenis terapi yang menggunakan radiasi tingkat
tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker. Radioterapi pada karsinoma
serviks dibedakan atas tujuan kuratif untuk mematikan sel-sel ganas pada
serviks uteri dan paliatif untuk mengurangi dan menghilangkan rasa sakit
atau tidak nyaman akibat kanker dan sebagai adjuvant yakni bertujuan
untuk mengurangi risiko kekambuhan dari kanker.
Prognosis
Dengan metode penatalaksanaan seperti yang dianjurkan, harapan hidup
dalam jangka waktu lima tahun (five-year survival rate) untuk ca serviks adalah
sebagai berikut: stadium I 80-90%, stadium II 75%, stadium III 35%, stadium IV
10-15% (Price & Wilson, 2006). Sebagian besar kematian pasien stadium IV
adalah sebagai konsekuensi invasi lokal tumor (seperti pada kandung kemih dan
ureter yang dapat menimbulkan obstruksi uretra dan uremia) daripada metastasis
yang jauh (Hillegas, 2006).

BAB III
PEMBAHASAN
Dari skenario, keluhan utama pasien wanita 40 tahun adalah perdarahan
jalan lahir dan keputihan. Perdarahan yang dialami pasien terjadi di luar siklus
menstruasi (metroragi). Metroragia adalah perdarahan yang terjadi dalam masa
antara 2 periode menstruasi. Perdarahan ini tampak terpisah dan dapat dibedakan
dari menstruasi. Metroragia dapat disebabkan kelainan organik pada alat genital
atau kelainan fungsional. Selain itu, pasien juga mengeluh perdarahan setelah
melakukan hubungan seksual (perdarahan pasca koitus). Sedangkan keputihan
yang dialami pasien sejak 1 tahun adalah keputihan yang disertai bau. Untuk
pemeriksaan fisik tidak didapatkan keluhan sistemik berarti.
Sebagian besar gangguan atau penyakit genitalia wanita disertai dengan
perdarahan. Seperti misalnya, gangguan hormonal, perdarahan uterus
disfungsional, perdarahan uterus abnormal, abortus, bahkan penyakit keganasan.
Bila dilihat dari jenis perdarahan yang dialami pasien, kemungkinan pasien
menderita perdarahan uterus abnormal bila perdarahan tersebut disebabkan
adanya lesi organik dalam organ genitalia. Hal yang kemudian perlu dicari adalah
apa penyebab perdarahan tersebut. Perdarahan uterus abnormal dapat disebabkan
karena kehamilan, penyakit sistemik atau kanker serta perdarahan menstruasi
yang abnormal.
Hal yang perlu digarisbawahi adalah perdarahan pasca koitus dan
keputihan berbau. Dengan adanya contact bleeding, perlu dicurigai kemungkinan
adanya lesi dalam alat genitalia wanita sehingga menyebabkan perdarahan.
Beberapa jenis kanker yang menyerang organ genitalia wanita sebagian besar
menunjukkan adanya perdarahan. Akan tetapi keganasan dengan gejala keputihan
berbau merupakan gejala dari kanker serviks. Namun, kita tidak bisa langsung
menentukan penyakit pasien tanpa didukung hasil pemeriksaan Patologi Anatomi
dan pemeriksaan penunjang lainnya. Untuk itu, diagnosis pasti masih belum bisa
didapatkan. Dugaan sementara berdasarkan analisis hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik adalah mengarah pada kanker serviks.
Hal yang utama dalam kasus ini bukan hanya diagnosis, tetapi juga
penyebab terjadinya penyakit. Kelainan genetik merupakan hal yang tidak bisa
dilupakan ketika kita membicarakan masalah neoplasma. Akumulasi kelainan
genetik sebagai inisiator yang ditunjang adanya promotor, yaitu karsinogen
menyebabkan neoplasma. Awal mula munculnya sel-sel kanker pada serviks
dapat terjadi ketika remodeling dan regenerasi sel-sel epitel serviks. Epitel serviks
tersusun dari epitel kolumner selapis pada bagian endoserviks dan skuamous
selapis pada bagian eksoserviks, yaitu bagian yang terpajan lingkungan luar
serviks. Tautan kedua jenis epitel ini disebut taut skuamokolumnar. Ketika lahir,

10

taut skuamokolumnar berada agak ke dalam serviks, sedangkan pada usia remajamuda, terjadi pertumbuhan ke bawah epitel silindris, sehingga taut
skuamokolumnar menjadi terletak di bawah eksoserviks. Remodeling terus
berlanjut dengan regenerasi epitel skuamous dan kolumner, di mana terjadi
pertumbuhan epitel skuamous pada zona transformasi.
Lesi sangat mungkin terjadi pada proses remodeling dan regenerasi. Gengen pengatur regenerasi sel mungkin terpajan karsinogen secara terus menerus
dalam jangka waktu yang lama ketika proses tersebut. Faktor endogen seperti
hormon dan eksogen misalnya asap rokok, kontrasepsi hormonal, dan virus dapat
menyebabkan lesi genetik yang berlanjut menjadi kanker. Riwayat paritas tinggi
dan menikah di usia 17 tahun juga semakin meningkatkan risiko karena dengan
riwayat tersebut pasien sudah aktif secara seksual sehingga terjadi perubahan
hormonal yang tidak selalu beraturan dan mempengaruhi remodeling epitel
kolumner menjadi skuamous.
Walaupun sel-sel skuamosa dinding leher rahim dilindungi oleh sekret
yang dihasilkan sel-sel sendiri sebagai bentuk proteksi, tetapi paritas yang tinggi
mungkin membuat trauma dinding serviks, sehingga virus HPV dapat
menginfeksi. Pada 85% hingga 90% lesi prakanker dan neoplasma invasif
ditemukan adanya HPV. HPV dapat menginvasi inti sel hospes dan menduplikasi
DNA virus. Proses ini akan berlanjutan (fase laten) sehingga kanker yang bersifat
in situ bisa menjadi invasif.. Protein dari HPV tipe onkogenik, E6 dan E7 akan
menghambat dan menginaktivasi p53 yang dan protein RB hospes yang berperan
menekan sifat onkogenik setiap sel tubuh. Protein E6 mengikat P53 membentuk
kompleks yang menetralisir respon normal sel epitel serviks terhadap kerusakan
DNA (apoptosis dimediasi oleh P53). Sedangkan protein E7 mengikat produk gen
retinoblastoma (protein Rb1) mempengaruhi fungsi supresor gene.
Perdarahan dapat disebabkan sel-sel kanker yang sudah sampai tahap
angiogenesis, sehingga terdapat banyak sekali pembuluh darah yang rapuh atau
mudah rupture, atau karena gesekan yang dialami ketika koitus. Mungkin
pengunaan hormone eksogen, misalnya pil KB, walaupun tidak disebutkan dalam
skenario, sehingga berpengaruh dalam regulasi hormonal sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara estrogen dan progesterone sehingga menyebabkan
perdarahan. Sedangkan keputihan berbau disebabkan karena jaringan nekrotik /
lesi yang dihasilkan sel kanker.
Terapi sementara yang dapat diberikan kepada pasien adalah terapi
paliatif, misalnya terapi hormon untuk mengurangi perdarahan karena
ketidakseimbangan hormonal (bukan lesi karena sel kanker) dan pengobatan
keputihan sambil menunggu hasil pemeriksaan dan diagnosis pasti.

11

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan keluhan utama pasien, yaitu perdarahan di luar siklus
menstruasi, contact bleeding, dan keputihan, riwayat pasien dalam anamnesis
serta pemeriksaan fisik, kemungkinan pasien mengarah pada keganasan
neoplasma pada serviks. Untuk kepastian diagnosis, diperlukan pemeriksaan
penunjang yang lebih lengkap seperti pemeriksaan Patologi Anatomi, biopsy
dan pemeriksaan khusus lainnya. Terapi sementara yang dapat diberikan
kepada pasien adalah terapi paliatif.
B. Saran
Pemeriksaan kanker dini sangat penting dilakukan untuk mengetahui
lebih cepat sebelum kanker berkembang lebih jauh, sehingga prognosis makin
baik dan bebas kanker. Untuk pencegahannya, faktor-faktor endogen dan
eksogen pemicu kanker sebisa mungkin dihindari.

12

DAFTAR PUSTAKA

Crum, Christopher P et. al. 2007,Sistem Genitalia Perempuan dan Payudara,


dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7, eds. Kumar, Cotran, & Robbins, bab
19, vol. 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Desen, Wan 2008, Onkologi Medik, Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Hillegas, Kathleen B 2006, Gangguan Sistem Reproduksi Perempuan, dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6, eds. Sylvia A
Price & Lorraine M. Wilson, bab 60, vol. 2, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arief et. all. 2001, Kanker Serviks, dalam Kapita Selekta Kedokteran
Edisi 3 Jilid 1, eds. Arief Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, dkk,
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Newman, W. A. 2006, Kamus Kedokteran Dorland, EGC, Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono, 1999. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Endang,
Jakarta.
Suega, Ketut & I Made Bakta 2006, Penanda Tumor dan Aplikasi Klinik, dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV, ed. Aru W Suwadoyo,
bab 196, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Wiknjosastro, H., A. Saifuddin, T. Rachimhadhi 1997, Ilmu Kandungan edisi
kedua, FK UI, Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai