Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Cengkeh merupakan salah satu tanaman industri yang penting. Awalnya digunakan sebagai
rempah-rempah, obat-obatan, minyak astiri. Di bidang industri kimia minyak cengkeh atau
lebih dikenal dengan sebutan minyak astiri. Minyak cengkeh merupakan bahan baku dalm
pembuatan vanili dan parfum, sedangkan pada mikroskop minyak cengkeh dapat digunakan
juga untuk membeningkan kaca preparat agar lebih mudah dilihat di bawah mikroskop. Kayu
cengkeh sebagai kamper, karena wangi minyak dari kayunya dapat mrnghindarkan pakaian
dari serangan ngengat.
Adanya berbagai macam kendala menyebabkan kebutuhan akan cengkeh hingga saat ini
belum bisa maksimal terpenuhi. Selain faktor lingkungan, faktor yang menghambat adalah
hama dan penyakit. Salah satu penyakit yang menjadi masalah pada pertanaman cengkeh
sekarang disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum. Penyebabnya adalah menimbulkan
kematian masal pada pertanaman. Patogen bakteri menyerang pohon yang sudah bereproduksi
maupun bibit serta tanaman muda, menurunkan produksi cengkeh yang disebabkannya.
Masalah ini merupakan masalah yang cukup penting untuk ditangani.
Sanitasi lapangan adalah salah satu tindakan yang dapat diakukan untuk mrngendalikan
penyakit tersebut, dengan mengeradikasi tanaman yang diserang, memodifikasi kondisi
lingkungan agar merangsang pertumbuhan saprofit tanah lainnya. Sehingga diharapkan dapat
menghambat pertumbuhan bakteri, dan dapat menghindarkan tanaman cengkeh dari pelukaan
yang tidak perlu.
Kedua gulma Ageratum conyzoider

dan Stachytarphetha indica dapat menjadi inang

alternatif Pseudomonas solanacearum. Apabila terbukti bahwa kedua gulma tersebut dapat
menjadi inang alternatif Pseudomonas solanacearum yang menyerang cengkeh. Kedua gulma
tersebutakan sangat berguna dalam usaha pengendalian penyakit layu pada cengkeh.
B. Rumusan masalah
Bagaimanakah tingkat keinokulasian gulma Ageratum conyzoides dan Stachytharpheta
indica sebagai alternatif dalam memerangi serangan Pseudomonas solanacearum yang
berasal dari cengkeh??
C. Tujuan
Mengetahui gejala yang timbul pada gulma Ageratum conyzoides dan Stachytarpheta
indica akibat infeksi atas serangan Pseudomonas solanacearum yang berasal dari cengkeh.

D. Landasan teori
Cengkeh merupakan tanaman rempah yang termasuk dalam komoditas sektor perkebunan
yang mempunyai peranan cukup penting antara lain sebagai penyumbang pendapatan petani
dan sebagai sarana untuk pemerataan wilayah pembangunan serta turut serta dalam
pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Pada mulanya bagian dari tanaman cengkeh
yaitu bunga cengkeh hanya digunakan sebagai obat terutama untuk kesehatan gizi. Hasil
tanaman cengkeh dari tahun ke tahun tidak sama, pada satu waktu hasilnya cukup tinggi dan
lain waktu hasilnya rendah sekali (sangat berfluktuasi). Oleh karena itu pada tanaman
cengkeh dikenal musin panen besar dan musim panen kecil yang perbedaannya sangat tajam
sekali bisa mencapai sekitar 60%. Hal ini sangat merugikan petani cengkeh karena
pendapatannya menjadi tidak stabil. Selain itu hal ini kadang-kadang menyebabkan adanya
kelebihan suplai cengkeh yang menyebabkan fluktuasi harga yang sangat tajam. Di lain pihak
permintaan akan cengkeh sampai saat ini relative stabil atau tetap.
Berdasarkan hal di atas harus ada upaya untuk memanipulasi penawaran dan permintaan,
salah satunya adalah dengan menambah keragaman penggunaan cengkeh dan hasil
sampingnya. Produk utama dari tanaman cengkeh adalah bunga cengkeh yang biasa disajikan
dalam bentuk kering. Pengolahan bunga cengkeh umumnya masih dilakukan secara
sederhana, sebagian besar dilakukan di tingkat petani yang mempunyai areal penanaman yang
tidak cukup luas, dan hanya sebagian kecil saja yang melakukan pengolahan secara semi
mekanis di tingkat perkebunan besar atau KUD (Koperasi Unit Desa). Proses pengolahan
bunga cengkeh sampai mendapatkan bunga cengkeh yang kering melalui beberapa tahap,
yaitu : panen, perontokan (pemisahan gagang dan bunga), pemeraman,
pengeringan dan sortasi.
Bunga cengkeh dipanen pada waktu beberapa bunga dalam satu rangkaian bunga sudah
berwarna kemerahmerahan. Sesudah panen dilakukan pemisahan bunga dengan tangkainya
yang biasa dilakukan dengan tangan (secara manual). Sesudah itu bunga dan tangkai langsung
dijemur secara terpisah di bawah sinar matahari atau dengan alat pengering cengkeh.
Sebagian petani melakukan dulu pemeraman bunga cengkeh sebelum dikeringkan.
Berdasarkan hasil penelitian, warna dan kadar minyak dari bunga cengkeh kering yang
dihasilkan dengan alat pengering cengkeh tidak jauh berbeda dengan hasil pengeringan
dengan matahari kalau dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi (<700C). Di samping
sebagai sumber bahan flavor alami, cengkeh juga mengandung unsur unsure nutrisi lain
seperti : protein, vitamin dan mineral.

E. Tinjauan pustaka
(Alaudin, 1977) Dalam jurnal yang berjudul Cengkeh Eugenia caryphyllus Banda Aceh.
Tanaman cengkeh yang bernama latin Eugenia aromatic memiliki pohon yang dapat
mencapai 20 sampai 30 meter tingginya. Umurnya bisa mencapai 100 tahunan. Daun cengkeh
memiliki bentuk daun memanjang menjorong, berwarna hijau mengkilat pada permukaan
atas. Bunga pendek, bunga terletak dalam satu tandon berkelopak empat. Tanaman cengkeh
memiliki beberapa tipe, yaitu:
a. Bunga lawang kiri: memiliki pucuk merah, tangkai daun merah muda, warna daun
hijau tua kecil mengkilap, rindang, jumlah bunga per tandon melebihi 15 dan warna
bunga merah.
b. Sikotok: memiliki pucuk kuning kemerahan, tangkai daun hijau muda, warna daun
hijau tua kecil sedikit mengkilap, pohon rindang, jumlah bunga per tandong melebihi
15 dan warna bunga kuning.
c. Siputih: memiliki pucuk kuning, tangkai daun kuning muda, warna daun hijau muda
besar tidak mengkilat, tidak rindang, jumlah bunga per tandon kurang dari 15 dan
warna bunga kuning bunga besar
(Hidayat, 1992) Dalam jurnal yang berjudul Penngkatan mutu tanaman cengkeh. Iklim
tanah yang cocok untuk tanaman cengkeh adalah dimana disitu dapat tumbuh tanaman petai
Parkia specioza dan berbuah dengan baik. Ini berarti iklim dan tanah yang dibutuhkan
haruslah intensif. Tanah yang cocok ditanami cengkeh harus tanah yang gembur, tidak
berpadas, berlapis tanah liat, dan biasanya berwarna coklat kehitaman. Pada kondisi yang
terlalu kering, tanaman cengkeh akan layu dan terus mati, sedangkan pada keadaan yang
terlalu becek mudah terserang bakteri patogen bahkan seringkali juga.
(D. Manohara, 1997) Dalam jurnal yang berjudul Peluang produk cengkeh sebagai
pestisida nabati. Ageratum conyzoides adalah gulmayang sangat dominan pada kebun
cengkeh. Pada daerah di Jawa barat gulma ini sering disebut juga dengan sebutan babadotan.
Gulma ini merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika selatan. Tumbuhan ini bisa
dijumpai di berbagai masa secara periodik. Jika pemberantasanya kurang sempurna maka
gulma tersebut dapat tumbuh kembali dalam waktu singkat. Ageratum conyzoides merupakan
inang pseudomonas solanacearum penyebab penyakit layu kering tidak hanyapada tanaman
budidaya cengkeh, tetapi juga berbagai tanaman budidaya lainnya.
Stachytarpheta indica merupakan salah satu jenis gulma yang cukup penting untuk
tanaman-tanaman cengkeh. Gulma ini sering disebut jarong atau gajihan. Tumbuhan
berbentuk perdu yang hidup di daerah kering terutama pada daerah-daerah yang tandus.

Gulma ini juga merupakan salah satu tumbuhan yang dapat menjadi bakteri Pseudomonas
solanacearum.
(Deinum H,1998 Dalam jurnal yang berjudul Penyakit tanaman cengkeh. Penyakit layu
pada tanaman cengkeh penyebab utamanya adalah Pseudomonas solanacearum. Bakteri ini
bersifat aerob, berflagel, mereduksi nitrat, dan memproduksi amonia, hidrogen sulfit pada
media tertentu. Pseudomonas solanacearum juga bisa tumbuh secara in vitro. Dalam hal ini
perkembanganpenyakit akan lebih cepat apabila diinokulasi dengan berbagai bakteri tanaman
yang terjangkit, oleh sebab itu keberhasilan suatu inokulasi sangat tergantung pada respons
fisiologis tanaman inang serta lingkungan bakteri itu sendiri. Infeksi oleh Pseudomonas
solanacearum kedalam jaringan tanaman melalui pelukaan pada akar, batang, atau bagian
tanaman lainnya. Infeksi ini hampir sering terjadi pada sistem perakaran sebab bakteri hidup
di dalam tanah. Oleh karena itu perkembangan penyakit layu bakteri lebih cepat pada tanah
yang mengandung kelembaban tinggi dibanding kelembaban tanah yang rendah.
(Nurdjannah, 1997) Dalam jurnal yang berjudul Pengolahan dan diversifikasi hasil
cengkeh. Kelembaban tanah yang tinggi menambah daya tahan bagi bakteri dalam tanah.
Sebagian besar tanaman yang terserang oleh Pseudomonas solanacearum memiliki gejala
yang hampir sama, lalu mengalami kelayuan mendadak diikuti menkerdilnya tanaman serta
daun menguning, kelayuan dan gugurnya daun yang menguning pada akhirnya akan
menyebabkan tanaman entan dan akhirnya mati.
(Sutarjo. Tatang, 2000) Dalam jurnal yang berjudul Toksifikasi tanaman cengkeh. Salah
satu tanda jika bakteri ini terkena zat racun yaitu pada tanaman cengkeh yang terserang,
apabila perakarannya dibongkar, akar berwarna hitam, cabang akar busuk, jika akar di potong
melintang dalam waktu 15 menit akan keluar lendir yang berwarna abu-abu dari xylem. Tahap
serangan bakteri Pseudomonas solanacearum

yaitu pada tahap pertama sejumlah kecil

bakteri masuk kedalam xylem tanaman cengkeh, kemudian terjadi perkembangbiakan,


menyebar merata ke xylem serta floem sehingga populasi terbentuk. Bakteri ini juga
menyerang xylem tanaman cengkeh yang tertutup oleh massa bakteri sehingga pengankutan
air dari akar terhambat, dan akhirnya tanaman mati.
(Kemala, 1988).Pada mulanya bagian dari tanaman cengkeh yaitu bunga cengkeh hanya
digunakan sebagai obat terutama untuk kesehatan gizi.), sejak tahun 22 sebelum Masehi,
cengkeh digunakan sebagai rempah rempah, diantaranya di Tiongkok digunakan dalam
upacara keagamaan yaitu dimasukan ke dalam peti mayat. Begitu juga bagi perwira yang
ingin menghadap kaisar diharuskan mengunyah cengkeh, sedang di Persia cengkeh digunakan

sebagai lambang cinta. Kemudian berkembang lagi dan sejak tahun 1980 cengkeh digunakan
sebagai periang yaitu sebagai pencampur tembakau ditambah rempah rempah.
(Herman, 1999) Dalam jurnal yang berjudul Pengelolaan bibit tanaman cengkeh. Bibit
yang digunakan harus bermutu dan pertumbuhannya baik. Agar bibit tumbuh optimal, bibit
perlu dipupuk baik menggunakan pupuk organik maupun anorganik. Pemanfaatan bahan
organik atau kompos merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dan produksi
tanaman. Upaya ini sekaligus untuk menghemat penggunaan pupuk anorganik karena selain
harganya cenderung mahal, penggunaan pupuk yang berlebihan dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan). Di daerah tropis, dekomposisi bahan organik dalam tanah
berlangsung cepat karena curah hujan dan suhu yang tinggi. Hasil dekomposisi bahan organik
(humus) yang mudah larut akan cepat tercuci dalam tanah, padahal humus antara lain
berfungsi memperbesar kapasitas tukar kation (KTK) dan porositas tanah. Cengkeh
merupakan tanaman rempah yang termasuk dalam komoditas sektor perkebunan yang
mempunyai peranan cukup penting antara lain sebagai penyumbang pendapatan petani dan
sebagai sarana untuk pemerataan wilayah pembangunan serta turut serta dalam pelestarian
sumber daya alam dan lingkungan.
(Metzger, 1990). Dalam jurnal yang berjudul Pengolahan cengkeh sebagai obat Selain
digunakan dalam industri makanan, minuman dan rokok kretek, cengkeh sudah sejak lama
digunakan dalam pengobatan sehari hari karena minyak cengkeh mempunyai efek
farmakologi sebagai stimulan, anestetik lokal, karminatif, antiemetik, antiseptik dan
antispasmodic. Untuk mengurangi kebergantungan pada cengkeh dari negara lain dan
sekaligus menghemat devisa, pada tahun 1966 pemerintah mencanangkan program
swasembada cengkeh. Langkah yang ditempuh untuk mencapai sasaran program tersebut
adalah melalui perluasan areal tanam dan intensifikasi. Salah satu tindakan untuk mendukung
perluasan areal tanam cengkeh adalah penyediaan bahan tanaman atau bibit (Departemen
Pertanian 1979).
(Salam, 1984) Dalam jurnal yang berjudul Masalah gulma daam pengelolaan perkebunan
cengkeh. Ageratum conyzoides sangat dominan pada perkebunan cengkeh, gulma ini menjadi
masalah juga pada tanaman lain seperti tanaman tebu, jagung, padi, kacang tanah, pisang, teh,
dan apel.
(Kelman, 1953) Dalam jurnal yang berjudul The bacterial wilt caused by Pseudomonas
solanacearum. Stracytarpheta indica merupakan tumbuhan perdu yang tegak dan hidup
didarah tanah yang tidak terlalu berat. Gulma ini merupakan salah satu inang yang dapat
menjadi inang bakteri Pseudomonas solanacearum.

F. Metode penelitian
a.) Ukuran data
Dalam penggunaan data yang digunakan meliputi biakan dari Ageratum conyzoides
dan Stachytarpheta indica. Penelitian dilakukan dengan cara menginokulasikan
bakteri Pseudomonas solanacearum dari tanaman cengkeh pada Ageratum conyzoides
dan Stachytarpheta indica. Penginokulasi yang dilakukan adalah dengan melakukan
pelukaan pada pangkal batang kemudian dioles dengan suspensi bakteri. Benih
Ageratum conyzoides di cuci dn dilarutkan dengan NaOCl satu persen untuk
menghilangkan cendawan kontaminan. Saat itu Ageratum conyzoides rata-ata 8 cm
tingginya dan Stacytarpeta indica sekitar 6,5 cm dengan keadaan relatif seragam,
tanah disterilkan dan diberi pupuk NPK sebanyak dua gram.

b.) Analisis data


1. Pengumpulan data
Untuk membuktikan bahwa penyebab kematian pada tanaman percobaan adalah
Pseudomonas solanacearum dilakukan reisolasi dari tanaman yang menunjukan
gejala yang sama. Selanjutnya hasil isolasi tersebut diidentifikasi kembali.
Penilitian ini menggunakan rancangan percobaan acak lengkap dengan percobaan
faktorial tiga faktor (AxBxC) dengan tiga perulangan. Faktor A tanaman yang
diinokulasi, yaitu A1= Ageratum conyzoides dan A2= Stachytarpheta indica. Faktor
B merupakan konsentrasi suspensi bakteri, yaitu: BO= konsentrasi suspensi, B1
konsentrasi bakteri 10-2, B2 konsentrasi bakteri 10-1. Faktor C adalah cara
inokulasi, yaitu: C1= pelukaan pada batang, C2= pelukaan pada batang ysng
direndam selama 1 jam, C3= pelukaan pada batang yang direndam selama 2 jam.
Penelitian ini dilakukan setiap hari untuk mengetaui gejala perkembangan
penyakit. Kemudian dari penelitian ini didapatkanlah rumus:

P=

100%

Keterangan:
P: prosentase serangan
A: jumlah tanaman yang terserang dalam satu pot
B: jumlah tanaman dalam satu pot

2. Penyajian data
2.a) Informal
Penginokulasian tanaman cengkeh dilakukan dengan bagian tanaman yang
terjangkit dipotong kecil-kecil kemudian permukaannya distrerilkan dengan
NaOCl satu persen kemudian dicuci dengan air steril. Kemudian memasukan
patogen kedalam tabung yang berisi air steril. Saat cairan sudah keruh
dilakukan pengambilan dengan jarum oase goreskan ke cawan petri diamkan 2
hari. Setelah 2 hari pemindahan dilakukan berulang kali sampai didapatkan
biakan murni. Untuk memastikan bahwa biakan murni yang didapat berupa
Pseudomonas solanacearum makadilakukan identifikasi menurut pengujian
terhadap reaksi gram bakteri, sifat fisiologi bakteri, dan virulensi bakteri.
Selnjutnya, dilakukan proses penginokulasi bakteri Ageratum conyzoides dan
Stachytarphera indica dengan memperbanyak bakteri yang diinokulasi.
Bakteri inokulasi yang dilakukan menggunakan bakteri yang berumur 24 jam
serta memiliki virulensi yang tinggi. Inokulasi dilakukan dengan cara:
mengadakan pelukaan pada pangkal batang, akar dalam suspensi bakteri
selama satu sampai dua jam.
2.b) formal
Inokulasi bakteri Pseudumonas solanacearum diakukan pad saat tanaman
berumur 65 hari. Cara inokulasi yang digunakan adalah: 1) mengadakan
pelukaan pada pangkal batang dan kemudian bagian yan luka tersebut di oles
dengan suspense bakteri. 2) mengadkan pelukaan akar dengan memotng ujungujungnya dan kemudian bagian yang luka direndam dalam suspense bakeri
selama satu jam dan dua jam. Suspensi yang digunakan untuk inokulasi
mempnyai konsentrasi yang berbeda-beda,
(sebagai control), 10

-2

yaitu: konsentrasi bakteri 0

-1

dan 10 , Konsentrasi suspense bakteri 10-2 didapatkan

dengan cara menambahkan 1 ml suspense bakteri pada 99 ml air steril, sedang


konsentrasi suspense bakteri 10-1 didapatkan dengan cara menambakan 1 ml
suspensi bakteri pada 9 ml air steril.

3. Perbandingan analisis
Penyakit ini dapat dikendalikan dengan menerapkan inokulasi, inokulasi
berperan untuk memerangi bakteri patogen yang dapat menular melalui
tumbuhan gulma di perkebunan cengkeh. Perbandingan data yang didapatkan

diperlukan untuk menyajikan hasil maksimal dalam penelitian. Penginokulasi


ini di betujuan untuk mendapatkan kerja yang aseptis dalam membiakan
bakteri murni antara baktei Pseudomonas solanacearum dengan tracytarpheta
indiaca dan geratum conyzoides. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat
dibandingkan jika keberhasilan suatu inkulasi sangat tergantung pada respons
fisiologis tanaman inang, keadaan dan virulensi itu sendiri.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Isolasi bakteri
Bakteri yang digunakan dalam percobaan ini diisolasi dari tanaman cengkeh yang
terjangkit, sehingga mudah diketahui dengan memperhatikan gejala yang khas. Gejala dalam
dapat dilihat dengan cara memotong akar atau batang tanaman yang terserang. Pada irisan
melintang terlihat adanya lingkaran oklat kehitaman pada jaringan pembuluh kayu setelah
dilakukan pengamatan mikroskopis terhadap jaringan tanaman yang terjangkit dan
mendapatkan adanya penyumbatan pada pembuluh kayu (xylem) yang tertutup oleh massa
bakteri. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kelayuan pada tanaman, yaitu akibat tidak
lancarnya translokasi pada tanaman, yaitu akibat tidak lancarnya translokasi bahan makanan
dari akar ke daun. Bakteri yang diisolasi dibiakan pada media NA dan PDA, berikut ini adalah
Sifat Bakteri
Warna koloni

Media NA

Media PDA

Koloni muda berwarna coklat Koloni

muda

pucat dan tembus cahaya, putih

mengkilap

makin

tua

makin

berwarna
dan

gelap menjadi putih gelap jika

warnanya

tua

Bentuk koloni

Bulat tepian tak beraturan

Bulat tepian teratur

Pertubuahn

Koloni tumbh cepat

Lebih cepat

Penurunan virulensi

Lambat

Cepat

Bau

Koloni berbau tajam

Tidak berbau

Melalui hasil pengamatan yang disajikan dapt dikatkan bahwa untuk mempertahankan
virulensi bakteri Pseudumonas solanacearum dari tanaman cengkeh, media NA lebih baik
dari media PDA. Penyebab terjadinya hal ini karena pH medi NA optimum untuk
pertumbuhan bakteri.

B. Inokulasi bakteri
Keberhasilan pathogen untuk menginfeksi tanaman ditandai dengan timbulnya gejala
penyakit pada tanaman yang diinokulasikan dengan pathogen tersebut. Pada jenis tanaman
yang tidak sama, dapat timbul gejala yang tidak sama walaupun diinokulasi denga pathogen
yang sama, sedangkan kondisi lingkungan telah diusahakan sedemikian rupa supaya seragam,

demikian juga cara inokulasinya. Ageratum conyoides yang di inokulasi mempunyai


pertumbahan yang agak lambat jika dibandingkan dengan tanaman yang tidak di inokulasi,
daun menjadi lebih kaku dan bengkok mengarah ke bawah. Tanaman yang di inkulasi lebih
cepat berbunga dan bunganya lebi cepat rontok dibandingkan dengan bunga yang di inokulasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berhasilnya serangan bakteri Pseudomonas
solanacearum berasal dari cengkeh pada Ageratum conyzoides dan Strachytarpheta indica
tidak bergantung pada konsentrasi suspensi bakteri maupun waktu atau lama terjadinya
kontak antara tanaman dengan bakteri dalam inokulasi itu , tetapi tergantung pada berhasil
atau tidaknya bakteri masuk dan menginfeksi saluran pembuluh tanaman kemudian hidup
didalamnya. Pemunculan bakteri terhadap Pseudomonas solanacearum disebabkan adanya
perbedaan tingkatan kerentanan pada kedua gulma tersebut. Secara keseluruhan dapat
dikatakan bahwa serangan Pseudomonas solanaearum berasal dari cengkeh tidak dapat
menimbulkan

kelayuan

total

atau

kematian

pada

Ageratum

conyzoides

maupun

Stracytarpheta indica. Hal ini diperkirakan karena kedua tanaman gulma tersebut empunya
kandungan zat kimia tertentu yang bersifat toksik terhadap sel bakteri, sesuai dengan sifat
tumbuhan gulma pada umumnya yang mampu bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan sekalipun.
C. Reisolasi bakteri
Isolasi kembali dari tanaman yang di inokulasi sangat perlu dilakukan yaitu untuk
membuktikan gejala yang timbul tersebut benar-benar disebabkan oleh bakteri yang di
inokulasikan. Isolasi dilakukan dari bagian akar, batng dan daun tnaman yang diinokulasi.
Biakan murni yng didapatkan dari hasil reisolasi kemudian diidentifikasi kembali, dan
terbukti bahwa bakteri yang didapat dari reisolasi tersebut adalah Pseudomonas
solanacearum. Pada Ageratum conyoides bahkan ada yang tidak didapatkan bakteri baik dari
bagian akar, batang maupun daun. Hal ini mungkin disebabkan oleh waktu reisoasi yang tidak
tepat, yaitu ketika tanaman tersebut sudah melewati masa reproduksinya dan batang tanaman
akan menjadi berlubang I bagian tengahnya. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa
bakteri yang berada pada tanaman tersebut tidak mampu bertahan hidup dalam jaringan yang
sudah tidak aktif lagi.
Jaringan yang masih aktif hanya terdapat dalam daun, sedang akar dan batang sudah
keropos. Pada Stracytarpheta indica, tanaman yang di inokulasi hamper selalu di infeksi oleh
Pseudomonas solanacearum, hanya ada beberapa daun yang tadak mengandung bakteri pada
waktu dilakukan reisolasi yang disebabkan oleh translokasi bateri yang sangat lambat dari
akar ke daun.

10

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tanaman cengkeh penderita penyakit layu telah diinokulasi didapatkan satu biakan murni
bakteri. Untuk mempertahankn virulensi bakteri Pseudomonas solanacearum yang didapat
dari tanaman cengkeh terjangkit, pembiakan bakteri di laboratorium lebih baik dilakukan pada
media NA daripada media PDA. Bakteri Pseudomonas solanacearum dari cengkeh dapat
menginfeksi Ageratum conyzoides dan Stacytarpheta indica tehadap bakteri yang di
inokulasikan tidak mampu mematikan kedua gulma tersebut dalam waktu tiga bulan setelah di
inokulasi.
Ageratum conyzoides dan Stacytarpheta termasuk tolern terhadap Pseudomonas
solanacearum yang menyebabkan penyakit layu bakteri pada tanaman cengkeh. Hal ni
menunjukan gejala yang khas seperti serangan pathogen ini pada umumnya serta mampu
memerangi serangan bakteri Pseudomonas solanacearum.
B. Saran
Untuk mengetahui dengan pasti keberadaan bakteri dan aktivitasnya di dalam jaringan
tanaman, perlu dilakukan penelitian dengan teknik mikotom. Disamping itu perlu dilakukan
pengamatan virulensi bakteri yang diambil dari tanaman dengan dengan masa pertumbuhan
yang tidak sama, supaya dapatdiketahui dengan pasti kemampuan bakteri untuk menimbulkan
serangan baru.

DAFTAR PUSTAKA
Alma, M.H.Ertas M. Nitz S. Kollmannsberger H. 2007. Chemical Composition and Content
of Essential Oil from The Bud of Cultivated Turkish Clove Bio Resources.Vol. 2(2)265269.
Darmono. 2007. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: Universitas Indonesia.
Ditjenbun (Direktorat Jendral Perkebunan). 2009. Statistik Perkebunan Indonesia 2008-2010.
Cengkeh. Jakarta: Ditjenbun 40 hlm.
Herman dan Goenadi. 2009. Manfaat dan Prospek pengembangan industri pupuk hayati di
Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 18(3): 91-97.
Kristitiningtyas, Dwi. 2007. Inokulasi Bakteri Tanaman Cengkeh. Bandung: IPB
Alaudin. 1977. Cengkeh Eugenia caryphyllus Banda Aceh. Jurnal agibisnis 13(3): 23-24
Hidayat. 1992. Peningkatan mutu tanaman cengkeh. Jurnal Pertanian. 17(4) 15-17

11

D. Manohara. 1997. Peluang produk cengkeh sebagai pestisida nabati. Jurnal Pertanian
27(2) 12-14
Deinum H.1998. Penyakit tanaman cengkeh. Jurnal Penyakit Tanaman. 15(2) 3-5
Nurdjannah. 1997. Pengolahan dan diversifikasi hasil cengkeh. Jurnal Pertanian. 17(7) 6-7
Sutarjo. Tatang. 2000. Toksifikasi tanaman cengkeh. Jurnal Penyakit Tanaman 3 hlm
Herman. 1999. Pengelolaan bibit tanaman. Jurnal Pengelolaan Bibit Tanaman 15 hlm
Metzger . 1990. Pengolahan cengkeh sebagai obat. Jurnal Pemanfaatan Obat. 16(4) 1-4
Salam. 1984. Masalah gulma daam pengelolaan perkebunan cengkeh. Jurnal Macam Gulma
pada Cengkeh. 23 hlm
Kelman. 1953. The bacterial wilt caused by Pseudomonas solanacearum. Jurnal International
of Agriculture. 19 hlm

12

13

Anda mungkin juga menyukai