Anda di halaman 1dari 14

Hormon Sitokinin berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar, mendorong

pembelahan sel dan pertumbuh-an secara umum, mendorong perkecambahan, dan menunda
penuaan. Cara kerja hormon Sitokinin yaitu dapat meningkatkan pembelahan,
pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga dapat menunda penuaan
daun, bungan, dan buah dgn cara mengontrol dgn baik proses kemunduran yg menyebabkan
kematian sel-sel tanaman. Hormon Sitokinin diproduksi pada akar. Sitokinin sering juga
dengan kinin, merupakan nama generik untuk substansi pertumbuhan yang khususnya
merangsang pembelahan sel (sitokinesis) (Gardner, dkk., 1991). Selanjutnya dijelaskan kinin
disintesis dalam akar muda, biji dan buah yang belum masak dan jaringan pemberi makan
(misalnya endosperm cair). Buah jagung, pisang, apel, air kelapa muda dan santan kelapa
yang belum tua merupakan sumber kinin yang kaya.
Kinin terbentuk dengan cara fiksasi suatu rantai beratom C 5, ke suatu molekul adenin.
Rantai beratom C 5 dianggap berasal dari isoprena. Basa purin merupakan penyusun kimia
yang umum pada kinin alami maupun kinin sintetik (Millers, 1955 dalam Wilkins, 1989).
Biosintesis sitokinin dengan bahan dasar mevalonic acid. Sebenarnya sudah sejak tahun 1892
ahli fisologi I. Wiesner, menyatakan bahwa aktivitas pembelahan sel membutuhkan zat yang
spesifik dan adanya keseimbangan antara faktor-faktor endogenous. Secara pasti baru tahun
1955 sitokinin ditemukan oleh C.O. Miller, Falke Skoog, M.H. Von Slastea dan F.M. Strong
dinyatakan sebagai isolasi zat yang disebut kinetin dari DNA yang diautoklap, sangat aktif
sebagai promotor mitosis dan pembelahan sel kalus (Moree, 1979).
Selanjutnya dijelaskan bahwa kata sitokinin berasal dari pengertian cytokinesis yang berarti
pembelahan sel. Sitokinin alami ditemukan oleh D.S. Lethan dan C.O. Miller tahun 1963
diisolasi dalam bentuk kristal dari biji jagung yang belum matang disebut zeatin. Sitokini
alami terjadi dari derivat isopentenyl adenine. Sitokinin sintetik yang paling umum
dimanfaatkan di bidang pertanian seperti BA, kinetin dan PBA. Kinin menimbulkan kisaran
respons yang luas, tetapi kinin bertindak secara sinergis dengan auxin dan juga hormon lain.
Sitokinin adalah hormon yang berperan dalam pembelahan sel (sitokinesis). Fungsi sitokinin
adalah sebagai berikut:

merangsang pembentukan akar dan batang serta pembentukan cabang akar dan batang
dengan menghambat dominansi apikal

mengatur pertumbuhan daun dan pucuk

memperbesar daun muda

mengatur pembentukan bunga dan buah

menghambat proses penuaan dengan cara merangsang proses serta transportasi


garam-garam mineral dan asam amino ke daun.

Senyawa sitokinin pertama kali ditemukan pada tanaman tembakau yang disebut kinetin.
Senyawa ini dibentuk pada bagian akar dan ditransportasikan ke seluruh bagian sel tanaman
tembakau. Senyawa sitokinin juga terdapat pada tanaman jagung dan disebut zeatin.
ASAM ABSISAT (ABA)
Asam absisat merupakan senyawa inhibitor (penghambat) yang bekerja antagonis
(berlawanan) dengan auksin dan giberelin. Asam absisat berperan dalam proses penuaan dan
gugurnya daun. Hormon ini berfungsi untuk mempertahankan tumbuhan dari tekanan
lingkungan yang buruk, misalnya kekurangan air dengan cara dormansi. Kekurangan air akan
menyebabkan peningkatan kadar hormon asam absisat di sel penutup stomata. Akibatnya,
stomata akan tertutup dan transpirasi berkurang sehingga keseimbangan air dapat dijaga.
Sitokinin merupakan kelompok hormon yang merangsang pembelahan sel pada tumbuhan.
Sitokinin berinteraksi dengan auksin untuk menentukan diferensiasi jaringan-jaringan
meristematik. Sitokinin diperlukan bagi pembentukan organel-organel semacam kloroplas
dan munkin berperan dalam perhubungan, perkembangan buah dan pengakhiran dormansi
biji.
Sitokinin diisolasi sebagai produk-produk penguraian asam nukleat tumbuhan. Walaupun
sitokinin bekerjasama dengan auksin tetapi sitokinin mempunyai pengaruh untuk pembelahan
sel,sedangkan auksin tampaknya menyebabkan pemanjangan sel-sel individual terutama
melalui pengaruhnya terhadap dinding sel.
Sitokinin
Kerja Sitokinin yaitu dapat meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan
perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga dapat menunda penuaan daun,
bunga, dan buah dengan cara mengontrol dengan baik proses kemunduran yg
menyebabkan kematian sel-sel tanaman. Hormon Sitokinin diproduksi pada akar.
Sitokinin sering juga disebut dengan kinin, merupakan nama generik untuk substansi
pertumbuhan yang khususnya merangsang pembelahan sel (sitokinesis). Kinin
disintesis dalam akar muda, biji dan buah yang belum masak dan jaringan pemberi
makan (misalnya endosperm cair).
Kelebihan sitokin akan mempercepat pembelahan sel.

HORMON SITOKININ
1. Sejarah Sitokinin
Pada sekitar tahun 1931, Gottlieb Haberlandt di Austria menemukan suatu senyawa tak
dikenal yang memacu pembelahan sel yang menghasilkan kambium gabus dan memulihkan
luka pada umbi kentang yang terpotong. senyawa tersebut terdapat pada jaringan pembuluh
berbagai jenis tumbuhan. Temuan ini tampaknya merupakan ungkapan pertama tentang
senyawa yang dikandung tumbuhan, yang sekarang dinamakan senyawa sitokinin yang
memacu sitokinensis. Pada tahun 1940-an Johannes van Overbeek menemukan bahwa
endosperma cair buah kelapa yang belum matang juga kaya akan senyawa yang dapat
memacu sitokinesis. pada awal tahun 1950-an, Folke Skoog dan beberapa kawannya, yang
tertarik pada auksin yang ternyata mampu memacu pertumbuhan biakan jaringan tumbuhan,
mendapati bahwa sel potongan empulur batang tembakau membelah jauh lebih cepat bila
sepotong jaringan pembuluh diletakkan di atasnya, hal itu mempertegas hasil yang
didapatkan Haberlandt.
Skoog dan para pembantunya mencoba mengenali faktor kimia jaringan pembuluh itu dengan
menggunakan pertumbuhan sel empulur tembakau sebagai sistem uji biologi. Sel dibiakkan
dalam medium agar yang mengandung gula, garam mineral, vitamin, asam amino, dan IAA
yang jumlahnya diketahui. IAA sendiri cepat meningkatkan pertumbuhan dengan mendorong
terbentuknya sel yang cukup banyak, Tapi sel itu tidak membelah sehingga banyak di
antaranya poliploidi dengan beberapa inti. Dalam upaya mencari seyawa yang bisa memacu
pembelahan sel, mereka menemukan senyawa lir-adenin yang sangat aktif dari ekstrak
khamir. Hal itu mengarahkan penelitian kepada kemampuan DNA dalam memacu
sitokinensis (sebab DNA mengandung adenin). Salah satu dilakukan pada tahun 1954 oleh
Carlos Miller yang menemukan senyawa sangat aktif yang terbentuk dari hasil penguraian
sebagian DNA tua sperma ikan hearing atau DNA yang di autoklav. Mereka menamakan
senyawa trsebut kinetin (di telaah oleh Miller tahun 1961). Kinetin sendiri memang belum
ditemukan pada tumbuhan, dan bukan merupakan bahan aktif yang ditemukan Hibetlandt dari
jaringan floem, namun kerabat sitokinin ditemukan ada di dalam tumbuhan. F.C. Steward,
dengan menggunakan teknik biakan jaringan, juga pada tahun 1950-an, menemukan berbagai
jenis sitokinin dalam air kelapa yang mampu mendorong pembelahan sel pada jaringan akar
wortel. Yang paling aktif, berdasarkan hasil pengujian D.S. Letham (1974) adalah senyawa
yang sebelumnya diberi nama umum zeatin atau zeatin ribosida. Pada tahun 1964, untuk
pertama kalinya zeatin dicirikan pada saat yang bersamaan oleh Letham dan Carlos Millar,
keduanya menggunakan endosperma cair jagung sebagai sumbernya. Sejak itu, sitokinin lain
yang strukturnya lir-adenin, mirip dengan kinetin dan zeatin, berhasil dikenali di berbagai
tumbuhan berbiji. Tak satu pun sitokinin terdapat dalam DNA atau dalam produk pecahan
DNA, tapi terdapat dalam beberapa molekul RNA pemindah (dan kadang dalam RNA
ribosom) tumbuhan berbiji, khamir, bakteri dan bahkan primata, dan lebih dari 30 jenis
terdapat sebagai sitokinin bebas.
Gambar memperlihatkan struktur bentuk basa bebas dari 3 jenis sitokinin yang paling sering
terlacak dan paling aktif secara fisiologis pada berbagai tumbuhan : zeatin, dihidrizeatin, dan
isopenil adenin (IPA).
Semua sitokinin memiliki rantai samping yang kaya akan karbon dan hidrogen, yang
menempel pada nitrogen yang menonjol dari pucak incin purin. Setiap sitokinin bisa
ditemukn dalam bentuk basa bebas atau sebagai nukleosida yang gugus ribosanya melekat

pada atom nitrogen pada kedudukan 9. contohnya adalah zeatin ribosida, yaitu sitokinin yang
cukup banyak terdapat pada berbagai jenis tumbuhan. Selanjutnya, ukleosida dapat diubah
menjadi nukleotida, yang fosfatnya diesterifikasi menjadi ribosa 5- karbon, seperti pada
adenosin 5- fosfat. Pda beberapa kasus diperoleh bukti adanya pembentukan nukleosida
difosfat dan trifosfat yang irip dengan ADP dan ATP, namun semua nukleotida ini
tampaknya kurang banyak dibandingkan dengan jumlahnya dalam bentuk basa-bebas atau
nukleosida.
Sebagian mempertimbangkan juga penemuan awal yang menunjukkan bahwa sitokinin
memacu sitokinesis (pembelahan sel)pada jaringan yang ditumbuhkan in vitro, seperti biakan
empulur tembaka, floem wortel, atau batang kedelai. Bahkan R. horgan (1984) sudah
memberikan batasan sebagai senyawa yang, dengan adanya auksin pada konsentarasi
optimum, menginduksi pembelahan sel pada empulur tembakau atau sistem uji serupa yang
ditumbuhkan pada medium yang komposisinya optimum.penulis lain lebih menyukai batasan
yang juga menyatakan bahwa senyawa tersebut merupakan turunan adenin, dan bahwa
mereka mempunyai efek umum yang penting, selain memacu sitokinesis tampak masuk akal
unytuk membatasi sitokinin sebagai senyawa adenin lain yang memacu pembelahan sel pada
sistem jaringan yang disebut diatas.pernyataan tntang benar tyidaknya bentuk basa-bebas,
nukleosida, atau nukleotida merupakan bentuk aktif, memang belum terjawab secara
menyakinkan. Sebagian besar bukti mendukung basa-bebas sebagai bentuk aktif (Letham dan
palni 1983, Van der krieken dkk, 1990). Aktifitas kimia dan biologis dari 200-an sitokinin
alami dan tiruan diulas oleh Matsubara (1990). Ulasan tersebut memberikan kita gambaran
yang sangat baik tentang struktur kimia yang penting untuk aktivitas sitokinin, dan basabebas pada gambar 18.1 pada umumnya tampak mempunyai struktur yang hampir sempurna.
Sitokinin didapati pada lumut , ganggang coklat, dan ganggang merah serta tampak juga pada
diatom, kadang sitokinin disebut memacu pertumbuhan gangang, kemungkinan besar
sitokinin cukup tersebar luas, bahkan boleh dikatakan terdapat didunia tumbuhan; namun
sangat sedikit yang diketahui tentang fungsinya, kecuali pada agiospermae, beberapa konifer
dan lumut. Bakteri dan cendawan patogen tertentu mengandung sitokinin yang dinyakini
berpengaruh pada proses penyakit yang disebabkan oleh kedua mikroba ini, dan sitokinin
yang dihasilkan oleh cendawan dan bakteri bukan patogen diperkirakan mempengaruhi
hubungan mutualistiknya dengan tumbuhan, seperti pembentukan mikoriza dan bintil akar
(Greene, 1980; Ng dkk, 1982; Stuarteven dan Taller. 1989).
2. Metabolisme sitokinin
Ada dua pertanyaan penting tentang metabolisme sitokinin yang patut dikemukakan
bagaimana tumbuhan mensintesis sitokinin dan bagaimana tumbuhan mengatur banyaknya
sitokinin yang dikandungnya? Terobosan dalam pengetahuan kita tentang biosintesis datang
dari Chong- Maw Chen dan DK Meliz (1979) yang memukakan bahwa jaringan tumbuhan
mengandung enzim yang dinamakan isopentenil AMP sintase (sebelum ditemukan pada
cendawan lendir)yang membentuk isopentenil adenosin -5-fosfat (isopentenil AMP). Dari
AMP dan salah satu isomer isopentenil pirofosfat. (senyawa terahir merupakan hasil lintasan
mevalonat dan prazat penting bagi sterol, giberelin, karotenoid, dan senyawa isoprenoid lain:
baca p[asal 15.3 ) isomer tersebut meliputi isopentenil -2-isopentenil pirofosfat, yang
awalnya
- berarti bahwa molekul tersebut memiliki ikatan rangkap 2dan 3, reaksi yang terjadi
dijaringan tembakau disajikan [pada gambar 18.2 perhatikan bahwa pirofosfat (ppi)

dilepaskan dari gugus isopentenil dan kemudian gugus ini bergabung dengan nitrogen amino
yang melekat pada karbon 6 cincin purin.
Isopentenil AMP yang terbentuk dalm reaksi ini kemudian dapat diubah menjadi isopentenjil
addenosin melalui hidrolisis enzim fosfatase, yang melepas ggus fosfat; selanjutnya
isopentenil adenosin dapat berubah menjadi isopentenil adenin dengan melepaskan gugus
ribosa melauihidrolisis. Lalu isopentenil adenin dioksidasi menjadi zeatin dengan mengganti
satu hidrogen gugus metinya pada cincin samping isopentenil dengan OH (bandingkan
dengan struktur gambar 18.1). kemudian, dihidrozeatin terbentuk dari Zeatin melalui reduksi
(deengan NADPH) ikatan rangkap pada cincin samping isopentenil (Martin dkk, 1989).
Sejumlah reaksi ini mungkin bertanggung jawab dalam pembentukan ketiga bahan dasar
utama sitokinin, namun masih trdapat kemungkinan lain untuk biosintesis ini. Sitokinin
ditingkat sel ditentukan oleh perusakannya dan mungkin oleh perubahanyan menjadi berbagai
turunan yang bersifattidak aktif, selain nukleosida dan nukleotida. Perusakan sebagian terjadi
oleh sitokinin oksidase, yaitu sistem enzim yang merenggut cincin samping 5 carbon dan
menghasilkan adenin- bebas (atau, bila zeatin ribosida yang dioksidasi, akan dihasilkan
adenosin
bebas) pembentukan turunan sitokini lebih rumit, sebab dapat terbentuk banyak konjugat
(letnam dan Palni, 1983). Konjugat yang paling lazim ditemui menggandung glukosa atau
alanin; yang mengandung glukosa disebut sitokinin glukosida.
Pada salah satu jenis glukosida, karbon 1 dari glukosa melekat pada gugus hidroksi rantai
samping dari zeatin, zeati ribosida, dihidrozeatin ribosida. Pada jenis glukosida yang kedua,
karbon 1 dari dari glukosanyan menempel pda atom nitrogen (dengan ikatan C-N) Pada
kedudukan 7 atau 9 pada cincin adenin diketiga bahan dasar utama sitokinin. Pada konjugat
alanin , alanin dihubungkan melaui ikatan peptida dengan nitrogen dikedudukan 9 pada
cincin purin. Fungsi dari semua konjugat ini belum dikerahui,tapi glukosida mungkin disi,pan
sebagai bahan cadangan atau, pada beberapa kasus merupakan bentuk sitokinin yang khusus
untuk diangkut. Menurut Mc. Gaw (1987) konjugat alanin tak mungkin disimpan sebagi
bahan cadangan, melainkan sebagi produk pengikatan sitokinin yang terbentuk secara tak
terbalikkan. Tidaklah mungkin konjugat seperti ini merupakan sitokini yang aktif secara
fisiologis.
3. Tapak sintesis dan pengangkutan sitokinin
Apabila kita mengetahui bahwa seberapa aktif reaksi yang membentuk isopentenil AM,
isopentenil adenin, zeatin, dan dihidrozeatin diberbagai organ dan jaringan, kita akan
memperoleh informasi biokimia yang baik tentang tapak biosintesis sitokinin. Sayang,
informasi itu belum ada, sehingga digunakan metode tidak langsung untuk mnentukan tempat
siokinin dibentuk, salah satu metode telah digunakan untuk melacak tempat bertimbunya
sitokinin. Umumnya, sitokinin paling banyak diorgan muda(biji, buah, daun) dan dijung
akar.tampak masuk akal bahwa sitokinin disintesis disemua organ tersebut, namun pada
beberapa kasus, kemungkinan adanya pengangkutan dari tapak lain tidak bisa diabaikan.
Sintesis hampir dapat dipastikan terjadi diujung akar, sebab jika akar dipotong mendatar,
sitokinin mengalir keluar (karena tekana akar) dari xilem potongan bawah akar itu sampai
slam empat hari (Skene, 1975; Torrey, 1976). Akar bagian bawah ini tidak mungkin dapat
menyimpan sitokinin yang berasal dari sumber lain yang memasok xilem dalam rentang
waktu cukup lama seperti itu.

Bukti seperti ini membangkitkan dugaan bahwa ujung akar mensintesis sitokinin dan
mengangkutnya melalui xilem keseluruh bagian tumbuhan. Hal ini bisa menjelaskan
terjadinya penimbunan pada daun, buah, dan biji muda melalui penggangkutan xilem, namun
umumnya floem merupakan sistem pemasok yang lebih efektif untuk organ yang
transpirasinya sedikit seperti itu. Walaupun ujung akar barangkali menjadi sumber sitokinin
yang penting untuk berbagai bagian tumbuhan, diketahui tanaman tembakau kecil tanpa akar
ternyata dapat mengubah adenin radioaktif menjadi berbagai macam sitokinin (Chen dan
Petschow, 1978). Ada pula adenin radiaktif yang dapat diubah menjadi beberapa sitokinin,
bukan saja oleh akar tanaman kapri, tetapi juga oleh btang dan daunya(Chen dkk,1985) akar
wortel juga diteliti, dan ternyata bagian kambium akarnya yang terutama mensintesis serndiri
sitokinin yang mereka butuhkan.
Pengangkutan berbagai jenis sitokinin pasti terjadi dalam xilem(Jameson dkk, 1987) namun
tabung tapis juga mengandung sitokinin, seperti dibuktikan dengan adanyan sitokinin dalam
kutu empedu madu. Bukti lain mengenai pengangkutan dalam floem diperoleh melalui
percobaan dengan menggunakan daun dikotil yang dipetik. Ketika selai daun daun dewasa
dipetik dari tumbuhan spesies tertentu dan dijag a kelembabanny, sitokinin bergerak
kepangkal tangkai daun dan tertimbun disitu. Pergerakan ini barangkali terjadi melaui floem ,
bukan melaui xilem, karena trasfirasi sangat mendukung aliran xilemdari tangkai kehelai
daun. Penimbuna sitokinindi tangkai menyirat bahwa helai daun dewasa dapat memasok
sitokinin kedaun muda dan jaringan muda melaui floem, tentu saja aslkan daun tersebut
mampu mensintesis sitokinin atau menerimanya dari akar. Walaupun demikian, jika sitokinin
radioaktif diberikan diPermukaan sehelai daun, sedikit sekali Sitokinin yang terserapitu dapat
diangkut keluar. Hasil pengamatan ini dan banyak pengamatan lainnya menunujukkan bahwa
sitokinin tidak mudah tersebar dalam floem. Hampir dapat dipastikan bahwa daun, buah, dan
biji muda, yang merupakan wadah penampung bagi pengangkutan, tidak mudah
memindahkan sitokininnya ke tempat lain, baik melalui xylem maupun melalui floem.
Kesimpulan sementara kami adalah: pengangkutan sitokinin pada tajuk agak terbatas, kecuali
penyebarannya dari akar ke daun.

4. Sitokinin memacu pembelahan sel dan pembentukan organ


Telah dijelaskana bahwa fungsi utama sitokinin adalah memacu pembelahan sel, Skoog dan
beberapa kawannya menemukan bahwa jika empelur batang tembakau, kedelai, dan beberapa
tumbuahan dikotil lain dipisahkan dan dibiakkan secara aseptic pada medium agar yang
mengandung auksin dan hara yang tepat, akan terbentuk massa sel yang tak terspesialisasi,
tak beraturan, khususnya poliploid, yang disebut kalus. Jika sitokinin juga ditambahkan,
sitokinesis terpacu sekali, seperti yang pernah dikemukaan. Besarnya pertumbuhan sel baru
dapat dipakai sebagai uji biologi yang peka dan sangat khas bagi sitokinin dan penting untuk
penyusunan batasan bagi senyawa ini.Skoog dan kawan-kawannya juga mendapati bahwa
jika nisbah sitokinin, terhadap auksin didpertahankan, akan tumbuh sel meristem pada kalus
tersebut; sel itu membelah dan mempengaruhi sel lainnya untuk berkembang menjadi
kuncup, batang dan daun. Tapi, bila nisbah sitokinin-auksin diperkecil, pembentukan akar
terpacu. Dengan memilih nisbah yang tepat, kalus dari banyak spesies (terutama jenis dikotil)
dapat didorong pertumbuhannya menjadi tumbuhan utuh baru. Kemampuan kalus untuk
menjadi tumbuhan lengkap digunqakan sebagai alat untuk menteleksi tananman yang
memiliki ketahanan terhadap kekeringan, rawan garam, patogen dan herbaisida tertentu atau
yang memiliki ciri lain yang bermanfaat.

Cara kalus membentuk tumbuhan baru cukup beragam. Jika nisbah sitokinin-auksin cukup
tinggi, sering hanya system tajuk yang mula-mula berkembang, kemudian akar liar terbentuk
secara spontan dari batang, saat masih berada dalam kalus. (pembentukan akar dapat pula
diinduksidengan teknik hortikultura umum dari batang tajuk muda yang diangkat dari kalus)
pembentukan taujuk dan atau dari akar liar oleh kalus disebut organogenesis. Namun kadang
kalus menjadi embriogenik dan membentuk embrio yang berkembang menjadiakar dan tajuk
yang disebut embryogenesis. Sitokinin dan auksin biasanya harus ditambahkan ke medium
jika embryogenesis diinginkan; tapi hanya sedikit informasi yang menunjukkan cara auksin
dan auksin bertindak sebagai factor pengendali.
Sitokinin dan IAA diperlukan untuk mengendalikan pembentukan serta perkembangan tumor
pada batang banyak tumbuhan dikotil dan gimnospermae, yang disebut tumor mahkota.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Agrobacterium tumefaciens (berkerabat dekat dengan
anggota bakteri penambat nitrogen, Rhizobium).Tumor tersebut dapat ditumbuhkan dalam
biakan steril tanpa ditambah sitokinin atau auksin; artinya, selnya tak bergantung pada
hormone ini. A. tumefaciens mempunyai beberapa plasmid, yang disebut plasmid Ti,
mengandung potongan DNA yang dapat adipindahkan ke sel batang tumbuhan inang saat
menginfeksi, dan menyebabkan pertumbuhan tumor dengan cepat serta tak beraturan.
Potongan DNA ini disebut T-DNA (huruf T berarti dipindahkan, transferred).
T-DNA mengandung beberapa gen, yang salah satunya menyandikan enzim isopentenil AMP
sintase;dua diantaranya menyandikan enzim yang mengubah triptofan menjadi IAA, serta
morfologi tajuk. Jika ketiga gen tersebut termutasi sehingga tidak aktif, tumor tak akan
berkembang dan tingkat hormone tetap rendah. Jika hanya gen isopentenil AMP sintase yang
tidak aktif, maka tingkat sitokinin menurun, tumor tumbuh lambat dan membentuk banyak
akar melalui organogenesis. Jika salah satu gen biosintesis auksin tidak aktif, maka tumor
tumbuh lambat, pembentukan IAA sedikit sekali, dan tajuk berdaun dihasilkan, dengan
sedikit atau mendukung pernyataan Skoog tentang efek nisbah sitokinin-auksin. Ulasan yang
baik mengenai gen tumor mahkota dan efek hormone ditulis oleh Morris (1986, 1987) dan
oleh Weiler serta Schroder (1987), sedangkan tulisan yang lebih mutakhir, yang umumnya
mendukung kesimpulan di atas, diterbitkan oleh Spanier dkk (1989) dan oleh Smigocki dan
Owens (1989).
5. Sitokinin menunda penuaan dan meningkatkan aktivitas wabah penampungan hara
Jika kita memetik sehelai daun dewasa yang masih aktif, daun tersebut akan mulai kehilangan
klorofil, RNA, protein dan lipid dari membran kloroplas lebih cepat dari pada jika daun
inimasih melekat pada induknya, walaupun diberi garam mineral dan air melalui ujungnya
yang terpotong. Penuaan prematur ini, yang ditandai dengan menguningnya daun,
berlangsung sangat cepat jika daun diletakkan di dalam gelap. Pada daun tumbuhan dikotil,
akar liar sering terbentuk pada pangkal tangkai dan kemudian penuaan helai daun sangat
tertunda. Akar tampaknya memberikan sesuatu pada daun untuk mempertahankannya secaara
fisiologis. Sesuatu tersebut hampir dapat dipastikan mengandung sitokinin yang diangkut
melalui xilem.
Terdapat dua bukti utama yang menyatakan keterlibatan sitokinin: banyak jenis sitokinin
mampu menggantikan sebagian factor yang ditumbuhkan akar untuk menunda penuaan, dan
kandungan sitokinin helai daun meningkat berlipat ganda ketika akar liar terbentuk. Pada
tanaman bunga matahari, kandungan sitokinin dalam cairan xylem meningkat selama masa
pertumbuhan cepat, kemudian sangat menurun saat pertumbuhan terhenti atau berhenti dan

tanaman mulai berbunga. Hal tersebut menunjukkan bahwa berkurangnya angkutan sitokinin
dari akar ke tajuk mengakibatkan penuaan terjadi lebih cepat (Skene, 1975).
Cara sitokinin memperlambat penuaan pada daun oat yang dipetik banyak diteliti oleh
Kenneth V Thimann, pelopor penelitian auksin, bersama beberapa kawannya di Thimann
Lobolatories di Santa Cruz, California (baca Thimann 1987).
6. Efek Sitokinin Pada Batang Dan Akar
Pertumbuhan normal batang dan akar diduga membutuhkan sitokinin, namun sitokinin
endogen jarang ditemukan sebagai faktor pembatas pertumbuhan. Akibatnya pemberian
sitokinin eksogen pun tak berhasil meningkatkan pertumbuhan organ tersebut. Hal tersebut
dapat teramati pula pada tembakau dan arabidopsis dalam percobaan rekayasa genetika, yang
tingkat sitokinin endogennya nyata meningkat pada tumbuhan yang ditransformasi (Medfork
dkk, 1989).
Cara lain untuk memastikan perlunya sitokinin bagi perlunya pertumbuhan normal akar dan
batang adalah dengan membuat irisan jaringan dan menumbuhkannya in vitro. Dalam
percobaan itu dianggap bahwa irisan jaringan akan kehabisan sitokinin saat dipisahkan dari
ujung tajuk atau ujung akarnya, yang diperkirakan bertindak sebagai sumber hormon.
Namun, melalui pengukuran yang sesungguhnya, tak seorang pun pernah mendapatkan
bahwa irisan jaringan tersebut benar-benar menjadi kekurangan sitokinin. Jika irisan batang
atau akar ditumbuhkan secara in vitro dengan ditambahkan sitokinin, maka pemanjangan
hampir selalu terlambat di bandingkan dengan irisan pembanding
Apa yang dapat kita simpulkan dari hasil yang hanya memperlihatkan penghambatan
pemanjangan ? mungkin kesimpulannya adalah bahwa batang dan akar yang sedang
memanjang tidak memerlukan sitokinin. Atau, walaupun kedua organ tersebut mungkin
membutuhkan hormon tersebut untuk memanjang, kandungan sitokinin dalam kandungannya
sudah mencukupi. Pada kedua kemungkinan itu masih diperdebatkan dugaan pertumbuhan in
vitro dengan menyebabkan konsentrasi dalam menjadi berlebihan. Tampaknya tak mudah
untuk mengatasi masalah ini tanpa mengukur konsentrasi dalam sitokinin pada irisan
jaringan, tertutama pada sel epidermis yang diduga menghalangi keseluruhan laju
pemanjangan.
Namun, ada dua kasus yang dikenal, yang menunjukkan bahwa pemberian sitokinin benerbenar memacu pemanjangan: potongan koleoptil muda tanaman gandum (Wright, 1966) dan
hipokotil utuh tanaman semangka, terutama dari kultivar katai atau kerdil (Loy, 1980). Pada
koleotil gandum, pemacuan pertumbuhan terjadi hanya jika jaringan tersebut masih muda dan
pembelahan sel masih berlangsung, namun teramati pula bahwa sitokinin menyebabkan
pertumbuhan dengan cara mendorong pemanjangan sel, bukan pembelahan sel. Pada
semangka katai, sitokinin eksogen terbukti memacu pemanjangan hipokotil, terutama karena
laju pemanjangan sel meningkat, peningkatan ini dihasilkan dari sitokonon yang diberikan
pada ujung tajuk atau pada akar.
Singkatnya sitokinin memacu pembesaran sel pada daun muda, kotiledon, koleoptil gandum,
dan hipokotil semangka, tapi masih banyak yang perlu diteliti mengenai normal hormon ini
dalam pembesaran sel, terutama pada kar dan batang.
7. Sitokinin memacu perkembangan kloroplas dan sintesis kloropil.

Dari kecambah tanaman angiosperma yang ditumbuhkan ditempat gelap, dau muda dan
kotiledonnya dipetik untuk diuji apakah penambahan sitokinin berpengaruh pada
perkembangan kloroplas atau sintesis kloropil. Percobaan ini dapat dilaksanakan karena
dalam keadaan gelap, kloropil tidak terbentuk dan perkembangan kloroplas terhambat. Plastid
muda terhambat pada tahap proplastid atau pada etioplas. Etioplas (dari kecambah yang
ditumbuhkan dalam gelap atau teretiolasi) berwarna kuning karena mengandung karotenoid.
Etioplas memiliki sistem membran dalam yang menarik, yang tersususn rapat menjadi kisikisi dalam yang disebut badan prolamela. Setelah terkena cahaya, badan prolamela itu akan
menghasilkan sistem tilakoid yang ditemukan pada kloroplas hijau yang normal.
Perkembangan ini disertai pembentukan protein tilakoid khusus yang melekat pada kloropil,
yaitu pada kedua fotosistem dan kompleks pemanen cahaya. Pemberian sitokinin pada daun
atau kotiledon yang teretiolasi beberapa jam sebelum dipajankan pada cahaya, menghasilkan
dua efek utama : (1) memecu perkembangan lanjut dalam keadaan terang etioplas menjadi
kloroplas, khususnya dengan mendorong pembentukan grana, dan (2) meningkatkan laju
pembentukan kloropil. Alasan utama bagi munculnya kedua efek itu mungkin karena
sitokinin mendorong terbentuknya protein, tempat kloropil menempel dan menjadi mantap.
Diduga bahwa sitokinin endogen meningkatkan perkembangan kloroplas daun dengan cara
serupa. Kemampuan sitokinin dalam mengaaktifkan sisntesis protein yang mengikat kloropil
dan berkenaan dengan mekanisme kerja sitokinin.
8. Mekanisme kerja sitokinin
Beragamnya efek sitokinin menunjukkan bahwa senyawa tersebut mungkin mempunyai
beberapa macam mekanisme kerja dalam jaringan yang berbeda. Namun, secara sederhana
diduga bahwa satu efek utama yang umum diikuti oleh sejumlah efek sekunder, yang
bergantung pada keadaan fisiologis sasarannya. Seperti pada hormon lain, penguatan efek
uyama harus terjadi, karena sitokinin terdapat dalam konsentrasi yang rendah (0,01 sampai 1
M). Adanya efek pemacuan oleh sitokinin pada pembentukan RNA dan enzim sudah diduga
sejak lama, antara lain karena efek sitokinin biasanya terhambat oleh zat penghambat sintesis
RNA atau protein. Belum diketahui efek khususnya pada sintesis DNA, walaupun sitokinin
eksogen sering dapat meningkatkan pembelahan sel dan mungkin memang dibutuhkan untuk
proses tersebut.
Pada contoh tanaman tembakau lain yang di transformasi, tanaman yang kahat IAA
dihasilkan melalui penyisipan gen yang menyandikan enzim yang mengubah IAA menjadi
konjugat dengan asam amino lisin yang tak aktif. Tanaman tembakau tak dapat dengan
mudah menguraikan konjugat ini, sehingga IAAnya menjadi tak tersedia. Seperti tumbuhan
penghasil sitokinin yang berlebihan, tanaman tersebut bercabang banyak dibandingkan
dengan tanaman pembanding yang tak ditransformasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
nisbah sitokinin: auksin berperan penting untuk mengendalikan dominansi apikal (penekanan
kuncup samping); nisbah yang tinggi mendorong perkembangan kuncup dan nisbah yang
rendah mendukung dominansi.
Percabangan samping yang terpacu juga terjadi pada tumbuhan yang terserang penyakit
bakteri, terutama oleh dua jenis bakteri pathogen yang mensintesis sitokinin. Salah satunya
adalah penyakit lamad (fasiasi, yang disebabkan oleh corinebachsterium fachians), yang
menyerang berbagai jenis tumbuhan dikotil seprti seruni, kapri hias, kapri manis. Pada
pelamadan, batang yang biasanya bundar menjadi pipih dan banyak kuncup sampingnya
berkembang menjadi cabang, sering terbentuk berkas batang lir-sapu. Pada kapri hias, gejala
penyakit ini meningkat dua kali lipat bila tanaman mudanya diberi sitokinin. Galur bakteri

yang bersifat fatogen kuat mempunyai sebuah plasmid, galur yang bersifat patogen tidak
memilik plasmid ini galur yang bersifat patogen mensintesis beberapa jenis sitokinin dan
melepaskannya kedalam medium tumbuhnya, yang hamper dipastikan menyebabkan
penyakit lamad tersebut.
Carynebakterium fascians juga menyebabkan timbulnya beberapa bentuk sapu pada
pepohonan juga disertai dengan banyaknya kuncup samping yang tumbuh menjadi cabang. 2
Jenis pathogen lain (eksobasydium sp.) Yang menyebabkan timbulnya bentuk sapu juga
menghasilkan sitokinin. Pada kasus tersebut diduga sitokinin pulalah yang menyebabkan
munculnya gejala penyakit.
9. Sitokonin memacu pembesaran sel pada kotiledon dan daun tumbuhan dikotil.
Banyak biji tumbuhan dikotil yang dikecambahkan di tempat gelap munculkan kotiledonnya
ke atas tanah, tetapi kotiledon itu tetap berwarna kuning dan kecil. Jika kotiledon itu tetap
berwarna kuning dan kecil. Jika kotiledon itu dikenai cahaya, pertumbuhannya meningkat
pesat, walaupun energy cahaya yang diberikan sebenarnya terlalu rendah untuk
melangsungkan fotosintetis. Inilah efek gfotomorfogenik yang antara lain dikendalikan oleh
fotokrom dan barangkali juga oleh sitokinin. Jika kotiledin dipelihara dan diberikan sitokinin,
lalu pertumbuhannya meningkat dua atau tiga kali lipat dibandingkan dengan kotiledon
pebanding yang tidak mendapatkan tambahan hormone, baik dalam gelap maupun terang.
Pertumbuhan itu seluruhnya disebabkan oleh air yang mengembangkan sel, sebab bobot
kering jaringan tidak bertambah.
Pemacuan pertumbuhan ini terjadi pada lebih dari selusinan spesies tumbuhan yang sudah
dikenal, termasuk lobak, bit-gula, slada, bunga matahari, mentimun dan labu kuning.
Sebagian spesies itu mengandung lemak sebagai cadangan makanan utama dalam kotiledon.
Kotiledon biasanya muncul diatas tanah dan menjadi mampu melakukan fotosintesis. Tidak
terlihat adanya respon terhadap spesies yang kotiledonnya tetap di bawah tanah selain
berkecambah, atau jenis kacang-kacangan yang kotiledonnya muncul tapi tidak menyerupai
daun. Menunjukkan efek pemacuan zeatin pada pembesaran kotiledon lobak, dalam gelap
dan terang; gambar tersebut pula menunjukkan bahwa cahaya bisa efektif dalam keadaan
tanpa zeatin. Auksin tidak memacu pertumbuhan kotiledon, dan giberelin hanya memberikan
efek kecil bila kotiledon dibiakkan dala air atau dalam keadaan gelap; jadi, respon ini dapat
digunakan sebagai uji biologi bagi sitokinin. (Letham, 1971, Narain dan Laloraya 1974).
Apakah sitokinin memacu pertumbuhan kotiledon hanya dengan cara meningkatkan
pembesaran sel yang sudah ada sebelumnya, atau apakah hormone tersebut memacu
pembelahan sel dan pembesaran sel anak yang dihasilkan? Semua hasil percobaan
menunjukkan bahwa sitokinin meningkatkan baik sitokinesis tidak meningkatkan
pertumbuhan organnya sendiri, sebab sitokinesis tidak meningkatkan pertumbuhan organnya
sendiri, sebab sitokinesis hanya merupakan proses pembelahan saja. oleh Karena itu,
keseluruhan pertumbuhan membutuhkan pemelaran sel, dan pertumbuhan yang terpacu oleh
sitokinin meliputi pemelran sel yang lebih cepat dan produksi sel yang lebih banyak.
Karena kotiledon, yang pertumbuhannya dipacu oleh sitokinin, akhirnya tumbuh menjadi
organ fotosintetik, dapat dipertanyakan apakah daun sejati juga membutuhkan sitokinin untuk
pertumbuhannya. Efek pemacuan yang jelas pada daun utuh tumbuhan dikotil dari beberapa
spesis terlihat setelah sitokinin diberikan berulang-ulang, namun biasanya efeknya kecil dan
mungkin timbul secara tak langsung melalui pengambilan metabolit dari organ lain. Jika

sejumlah cakram diambil dari daun dikotil dengan alat pelubang gabus, dan diupayakan tetap
lembab, maka sitokinin dapat meningkatkan pemelaran dengan cara memacu pertumbuhan
sel. Inipun menunjukkan fungsi normal sitokinin yang datang dari organ lain, misalnya akar,
pada pertumbuhan daun. Bukti selanjutnya bahwa sitokinin dari akar memacu pertumbuhan
daun berasal dari percobaan pada kacang-kacangan dan beras belanda musim dingin (Secale
creale), yang sebagian atau seluruh akarnya dibuang. Pertumbuhan daun dari kedua spesies
tumbuhan tanpa akar tersebut segera melambat, tapi bila sitokinin ditambahkan pada daun,
pertumbuhannya banyak dipulihkan.
Permukaan sehelai daun, sedikit sekali Sitokinin yang terserap itu dapat diangkut keluar.
Hasil pengamatan ini dan banyak pengamatan lainnya menunujukkan bahwa sitokinin tidak
mudah tersebar dalam floem. Hamper dapat dipastikan bahwa daun, buah, dan biji muda,
yang merupakan wadah penampung bagi pengangkutan, tidak mudah memindahkan
sitokininnya ke tempat lain, baik melalui xylem maupun m elalui floem. Kesimpulan
sementara kami adalah: pengangkutan sitokinin pada tajuk agak terbatas, kecuali
penyebarannya dari akar ke daun.
Sitokinin memacu pembelahan sel dan pembentukan organ
Telah dijelaskana bahwa fungsi utama sitokinin adalah memacu pembelahan sel, Skoog dan
beberapa kawannya menemukan bahwa jika empelur batang tembakau, kedelai, dan beberapa
tumbuahan dikotil lain dipisahkan dan dibiakkan secara aseptic pada medium agar yang
mengandung auksin dan hara yang tepat, akan terbentuk massa sel yang tak terspesialisasi,
tak beraturan, khususnya poliploid, yang disebut kalus. Jika sitokinin juga ditambahkan,
sitokinesis terpacu sekali, seperti yang pernah dikemukaan. Besarnya pertumbuhan sel baru
dapat dipakai sebagai uji biologi yang peka dan sangat khas bagi sitokinin dan penting untuk
penyusunan batasan bagi senyawa ini.Skoog dan kawan-kawannya juga mendapati bahwa
jika nisbah sitokinin, terhadap auksin didpertahankan, akan tumbuh sel meristem pada kalus
tersebut; sel itu membelah dan mempengaruhi sel lainnya untuk berkembang menjadi
kuncup, batang dan daun. Tapi, bila nisbah sitokinin-auksin diperkecil, pembentukan akar
terpacu. Dengan memilih nisbah yang tepat, kalus dari banyak spesies (terutama jenis dikotil)
dapat didorong pertumbuhannya menjadi tumbuhan utuh baru. Kemampuan kalus untuk
menjadi tumbuhan lengkap digunqakan sebagai alat untuk menteleksi tananman yang
memiliki ketahanan terhadap kekeringan, rawan garam, patogen dan herbaisida tertentu atau
yang memiliki ciri lain yang bermanfaat.
Cara kalus membentuk tumbuhan baru cukup beragam. Jika nisbah sitokinin-auksin cukup
tinggi, sering hanya system tajuk yang mula-mula berkembang, kemudian akar liar terbentuk
secara spontan dari batang, saat masih berada dalam kalus. (pembentukan akar dapat pula
diinduksidengan teknik hortikultura umum dari batang tajuk muda yang diangkat dari kalus)
pembentukan taujuk dan atau dari akar liar oleh kalus disebut organogenesis. Namun kadang
kalus menjadi embriogenik dan membentuk embrio yang berkembang menjadiakar dan tajuk
yang disebut embryogenesis. Sitokinin dan auksin biasanya harus ditambahkan ke medium
jika embryogenesis diinginkan; tapi hanya sedikit informasi yang menunjukkan cara auksin
dan auksin bertindak sebagai factor pengendali.
Sitokinin dan IAA diperlukan untuk mengendalikan pembentukan serta perkembangan tumor
pada batang banyak tumbuhan dikotil dan gimnospermae, yang disebut tumor mahkota.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Agrobacterium tumefaciens (berkerabat dekat dengan
anggota bakteri penambat nitrogen, Rhizobium).Tumor tersebut dapat ditumbuhkan dalam

biakan steril tanpa ditambah sitokinin atau auksin; artinya, selnya tak bergantung pada
hormone ini. A. tumefaciens mempunyai beberapa plasmid, yang disebut plasmid Ti,
mengandung potongan DNA yang dapat adipindahkan ke sel batang tumbuhan inang saat
menginfeksi, dan menyebabkan pertumbuhan tumor dengan cepat serta tak beraturan.
Potongan DNA ini disebut T-DNA (huruf T berarti dipindahkan, transferred).
T-DNA mengandung beberapa gen, yang salah satunya menyandikan enzim isopentenil AMP
sintase;dua diantaranya menyandikan enzim yang mengubah triptofan menjadi IAA, serta
morfologi tajuk. Jika ketiga gen tersebut termutasi sehingga tidak aktif, tumor tak akan
berkembang dan tingkat hormone tetap rendah. Jika hanya gen isopentenil AMP sintase yang
tidak aktif, maka tingkat sitokinin menurun, tumor tumbuh lambat dan membentuk banyak
akar melalui organogenesis. Jika salah satu gen biosintesis auksin tidak aktif, maka tumor
tumbuh lambat, pembentukan IAA sedikit sekali, dan tajuk berdaun dihasilkan, dengan
sedikit atau mendukung pernyataan Skoog tentang efek nisbahsitokinin-auksin. Ulasan yang
baik mengenai gen tumor mahkota dan efek hormone ditulis oleh Morris (1986, 1987) dan
oleh Weiler serta Schroder (1987), sedangkan tulisan yang lebih mutakhir, yang umumnya
mendukung kesimpulan di atas, diterbitkan oleh Spanier dkk (1989) dan oleh Smigocki dan
Owens (1989).
Sitokinin menunda penuaan dan m eningkatkan aktivitas wabah penampungan hara
Jika kita memetik sehelai daun dewasa yang masih aktif, daun tersebut akan mulai kehilangan
klorofil, RNA, protein dan lipid dari membran kloroplas lebih cepat dari pada jika daun
inimasih melekat pada induknya, walaupun diberi garam mineral dan air melalui ujungnya
yang terpotong. Penuaan prematur ini, yang ditandai dengan menguningnya daun,
berlangsung sangat cepat jika daun diletakkan di dalam gelap. Pada daun tumbuhan dikotil,
akar liar sering terbentuk pada pangkal tangkai dan kemudian penuaan helai daun sangat
tertunda. Akar tampaknya memberikan sesuatu pada daun untuk mempertahankannya secaara
fisiologis. Sesuatu tersebut hampir dapat dipastikan mengandung sitokinin yang diangkut
melalui xilem.
Terdapat dua bukti utama yang menyatakan keterlibatan sitokinin: banyak jenis sitokinin
mampu menggantikan sebagian factor yang ditumbuhkan akar untuk menunda penuaan, dan
kandungan sitokinin helai daun meningkat berlipat ganda ketika akar liar terbentuk. Pada
tanaman bunga matahari, kandungan sitokinin dalam cairan xylem meningkat selama masa
pertumbuhan cepat, kemudian sangat menurun saat pertumbuhan terhenti atau berhenti dan
tanaman mulai berbunga. Hal tersebut menunjukkan bahwa berkurangnya angkutan sitokinin
dari akar ke tajuk mengakibatkan penuaan terjadi lebih cepat (Skene, 1975).
Cara sitokinin memperlambat penuaan pada daun oat yang dipetik banyak diteliti oleh
Kenneth V Thimann, pelopor penelitian auksin, bersama beberapa kawannya di Thimann
Lobolatories di Santa Cruz, California (baca Thimann 1987). Jika daun Oat dan banyak
spesies lain dipetik dan diapungkan di larutan garam mineral encer, dqaun tersebut mulai
menua, yang mula-mula dicirikan dengan terurainya protein menjadi asam amino dan Banyak
peneliti telah mencoba memastikan apakah tumbuhan memiliki protein penerimakhusus ynag
mengikat sitokinin,yang kemudian menimbulkan berbagi efek fisiologis yang di temukan
oleh jenis selnya. Beberapa protein yang mengikat sitokonin secara agak khas telah
ditemukan di berbagai bagian tumbuhan namun hampir semua protein tersebut tidak terikat
cukup khas atau tiodak mempunyai afinitas yang cukup tinggi terhadap sitokinin
aktif.Terdapat kekecualian yang menarik yaitu protein pengikat pada daun serai,yang

mengikat ziatin dengan afinitas yang sangat tinggi dan mengikat sitokinin yang lain yang
berhubungan dekat dengan aktifitas biologisnya.Penelitian lebih lanjut terhadap spesies
lainnya perlu di lakukan sebelum di ketahui apakah proten tersebut benar merupakan protein
penerima hormon yang berperan secara fisiologis. Sementara itu pendekatan lain dapat di
gunakan untuk memastikan secara kerja sitokinin.
Pemacuan sitokinesisi merupakan salah satu respon sitokinin yang terpenting, sebab hal itu
menyebabkan sitokinin di manfaatkan secara komersial dalam upaya perbanyakan mikro
tananman budidaya dari biakan jaringa.aspek biokimia dari respon yang sudah lama di
ketahui itu kini sedang di teliti.menyiompulkan bahwa sitokinin mendorong pembelahan sel
dalam biakan jaringan dengan cara meningkatkan peralihan dari G2 ke mitosis dan bahwa hal
tersebut karena sitokinin menaikkan laju sintesis protein. Beberapa protein itu berupa protein
pembangun atau enzim yang di butuhkan untuk mitosis tentu saja sintesis protein dapat di
tingkatkan dengan cara memacu pembentukan RNA-kurir yang menyandikan protein
tersebut, namun nyatanya penongkatan produksi RNA-kurir belum pernah di dapati.Fosket
dan bebrapa kawannya menyimpukan bahwa sitokinin bekerja khususnya pada proses
translasi salah satu dari beberapa bukti yang melandasi kesimpulan itu ialah bahwa ribosom
dalam sel yang di beri perlakuan sitokini berkelompok dalam polisompensintesis protein
yang besra,bukan dalam pilosom kecil atau sebagai monoribosom-bebas (yang terakhit ini
menjadi ciri khas sel yang lambat membelah). Namun hingga kini belum ada penjelasan
tentang bagaimana sitokinin meningkatkan pembentukan polisom atau translasi dan belum di
temukan pula enzim khusus atau protei lain yang mungkin mendorong ke arah mitosis dalam
sel yang di beri perlakuan sitokinin.
Dari kajian terhadap pembelahan sel yang di aktifkan oleh sitokinin di meristem,
apikal.Houssa,dkk (1990) memperoleh hasil yang sebagian besar sejalan dengan hasil yang di
dapatkan Fosket dan peneliti lainnya mereka menemukan bahwa benziladenin sangat
mepersingkat waktu berlangsungnya fase S dalam daur sel (dari G2 ke mitosis,yaitu terhadap
sintesis DNA dan protein pembelahan sel).Mereka menunjukkan bahwa suatu protein inti
menjadi sasaran sitokinin. Diduga protein tersebut memacu7 pembelahan sel secara langsung:
dengan cara mengendalikan sintesis DNA,misalnya,namun ingat bahwa protein inti yang
dapat berlaku sebagai sasaran kerja sitikinin atau hormon lain dari inti tidak menghasilkan
protein sendiri.oleh karena itu ,sitokini mungkin baru memiliki efek sasaran di inti setelah
terlebih dahulu memacu p[roduksiprotein inti melalui translasi di sitosol.
Kasus khusus lainnya tentang sitokinin (misalnya pemacuan tumbuhan) juga tampaknya
bekenaan dengan efek pada translasi seperti terbukti dengan naiknya jumlah polisom lebih
cepatnya penggabungan asam amino radioaktif dalam protein dan terlambatnya respons
biologi oleh zat penghambat sintesis protein.temuan ini telah melahirkan konsep yang
terkenal, bahwa auksin transkripsi di inti,sedangkan khusus berpengaruh dalam sitosol.hal itu
mungkin saja tidak benar.
Chin ,dkk(1987) memperlihatkan bahwa benziladinin mengubah jenis Mrna yang terbentuk
oleh irisan koteledon labu kuning di situ,sitokinin mendorong pembelahan sel.pembelahan sel
dan sintesis klorofil,jumlah bebrep jenis mRNA di tingkatkan oleh benziladenin sementara
jenis lainnya di turunkan. Perubahan plaing didni terlacak setelah sitokinin di tambahkan, dan
biasanya di butuhkan waktu yang lebih lama untuk mengamati munculnya kerja sitokinin
dalam organ ini dan di bagian tumbuhan yang lainnya, juga lebih lama di banding dengan
munculnya efek auksin atau gibrelin di bagian tumbuhan yang memberikan respon terhadap
hormon ini.Penjelasan paling sederhan untuk menerangkan perubahan tingkat mRNA yang di

sebabkan oleh sitokinin ialah karena transkripsi beberapa ge terpacu dan transkripsi gen
lainnya tertekan.Barangkali sitokinin hanya bekerja pada saat transkripsi, atau hanya
mempengaruhi kestabilan mRNA atau keduanya. dalam kajian lainnya dengan irisan
kotiledon,pembentuk polisom yang meningkat tampaknya akibat sintesis mRNA yang lebih
cepat,karen adanya RNA polimerase yang lebih aktif.
Dalam sedikitnya tiga kasus, sitokinin mempengaruhi molekul mRNA yang menyandikan
beberapa protein yang sudah di kenal. Dua jenis protein serta mRNA sangat terpelihara
(terbentuk lebih cepat atau rusak lebih lambat).jenis yang pertama dalah protein pengikat
klorofil (yang menjadi bagian dari LHCII di tilakoid) dan jenis kedua adalah subunit protein
rubisko. Jika daun yang di tumbuhkan di tempat gelap (teretolasi) di beri sitokinin dalam
keadaan gelap atau di beri cahaya tanpa di beri sitokinin, jumlah ke dua protein tersebut serta
mRNAnya menjadi jauh lebih banyak dari pada daun yang tidak di beri sitokinin (di telaah
oleh plores dan tobin, 1987 dan oleh cotton 1990).
Kedua mRNAnya tersebut di sandikan oleh gen inti : hal itu menunjukkan kerja sitokinin
pada transkripsi di inti.tetapi plores dan tobin 1987 memperoleh buktu bahwa sitokin justru
bekerja dengan cara meningkatkan kesatabilan mRNA dan karena itu mempercepat translasi
pesan genetik mereka menjadi protein.contoh ketiga tentang pengendalian sitokinin atas
protein yang sudah di kenal serta mRNAnya serta protein fitokrom. Pembentukan protein dan
mRNA kurang terpelihara ( terbentuk lebih lambat atau di timbun dalam jumlah sedikit).
Akibat adanya sitokinin zeatin dan sinar merah yang di serap oleh fitokrom itu sendiri.Masih
belum di ketahui apakah ziatin bekerja dengan cara membuat gen fitokrom di inti menjadi
tidak aktif atau mendorong kerusakan mRNA fitokrom. Hasil ini khususnya menarik karena
menunjukkan efek umum sitokinin dan sinar merah yang di serap fitokriom terhadap protein
tertentu dan mRNAnya. Selanjutnya Bracale dkk 1988 mendapati bahwa cahaya dan
benziladenin menyebabkan perubahan yang serupa pada polipeptida dan morfologi plastid
pada saat terjadi peralihan dari etioplas menjadi kloroplas.Dengan teramatinya berbagi efek
sitokinin ini dapat dirangkum bahwa kita tidak mungkin mengetahui secara pasti apakah
sitokinin umumnya bekerja pada translasi, pada kestabilan mRNA atau pada transkripsi,
sebab banyak bukti mendukung ketiga hal itu.Barangkali sitokinin mempengaruhi ketiga
proses tersebut di spesies atau bagian tumbuhan yang berlainan.di colorado state university (
Thomas,dkk 1981) mendapati bahwa perlakuan sitokinin meningkatkan plastisitas bukan
elastisitas dinding sel kotiledon lobak dan mentimun artinya dinding menjadi mengendur
sehingga dapat melar lebih cepat secara tak terbalikkan dalam tekanan turgor yang
biasa.Kotiledon yang di beri perlakuan sitokinin tumbuh hanya dengan tekanan turgor kurang
lebih 0,15 MPa di bandingkan dengan 0,90 Mpa pada kotiledon yang tak diberi perlakuan
Apapun mekanisme pengenduran dinding sel, hampir di pastikan tidak di sebabkan oleh
pengasaman dinding. Sehingga mekanisme pertumbuhan asam tidak lagi berlaku. Seperti
auksin dan geberelin sitokinin menyebabkan dinding sel terganggu, sehingga dinding menjadi
lebih plastis namun sifat gangguan ini secara enzim atau beberapa enzim yang
menyebabkannya masih belum di ketahui dan masih terus di teliti.

Anda mungkin juga menyukai