Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
lahan, perambahan liar serta pencurian humus. Kerusakan ini sudah berlangsung
selama puluhan tahun tanpa adanya upaya memadai untuk menghentikannya. Para
ahli konservasi sependapat bahwa kerusakan habitat merupakan penyebab utama
punahnya keragaman hayati yang sangat kaya (ESP, 2006).
Landsat TM 7
Landsat TM 7 adalah satelit paling akhir dari Program Landsat.
Diluncurkan pada tanggal 15 April 1999. Tujuan utama Landsat 7 adalah untuk
memperbarui rasio citra satelit, menyediakan citra yang up-to-date dan bebas
awan. Meski Program Landsat Program dikelola oleh NASA, data dari Landsat 7
dikumpulkan dan didistribusikan oleh USGS. Proyek NASA World Wind
memungkinkan gambar tiga dimensi dari Landsat 7 dan sumber-sumber lainnya
untuk dapat dengan mudah dinavigasi dan dilihat dari berbagai sudut. Landsat 7
dirancang untuk dapat bertahan 5 tahun, dan memiliki kapasitas untuk
mengumpulkan dan mentrasmisikan hingga 532 citra setiap harinya. Satelit ini
adalah polar, memiliki orbit yang sinkron terhadap matahari, dalam arti dapat
memindai seluruh permukaan bumi; yakni selama 232 orbit atau 15 hari. Massa
satelit tersebut 1973 kg, memiliki panjang 4,04 meter dan diameter 2,74 meter.
Tak seperti pendahulunya, Landsat memiliki memori 378 gigabits (kira-kira 100
citra). Instumen utama Landsat 7 adalah Enhanced Thematic Mapper Plus
(ETM+) (Wikipedia, 2009).
Landsat 7 adalah satelit remote sensing yang dioperasikan oleh USGS
(United States Geological Survei), berorbit polar pada ketinggian orbit 705 Km,
dengan membawa sensor ETM+ yang dapat menghasilkan citra multispektral dan
pankhromatik yang masing-masing memiliki resolusi spasial 30 m dan 15 m. Misi
Landsat 7 adalah untuk menyajikan data inderaja berkualitas tinggi dan tepat
waktu dari kanal tampak (visible) dan infra merah yang meliput seluruh daratan
dan kawasan di sekitar pantai di permukaan bumi dan secara berkesinambungan
memperbaharui data base yang ada. Namun setelah beroperasi lebih dari empat
tahun, satelit ini mengalami kerusakan pada bagian SLC (Scan Line Collector)
sehingga menghasilkan citra satelit yang tidak utuh, USGS telah berusaha
memperbaiki kerusakan yang terjadi, tetapi tidak berhasil, bahkan sejak
November 2003 kerusakan yang terjadi dinyatakan sebagai kerusakan yang
permanen. Satelit Landsat telah lebih dari sepuluh tahun dimanfaatkan oleh
pengguna di Indonesia untuk berbagai sektor kegiatan. Oleh karena itu sampai
saat ini masih banyak pengguna data inderaja yang bergantung pada data Landsat,
padahal banyak data inderaja satelit yang dihasilkan oleh satelit lainnya yang
mungkin dapat mensubstitusi data Landsat paska kerusakan (Arief, 2004).
Tabel 1. Karakteristik sensor Landsat 7
Instrument (Sensor)
Enhanced Thematics Mapper (ETM+)
Lebar Cakupan (swath width)
185 Km
Pengamatan Balik (revisit time)
16 hari
Orbit
Hampir Polar, Sinkron Dengan Matahari 705 Km
Ketinggian Orbit
Melintasi Ekuator (local time) 10,00 15 min
Band
Resolusi spasial (m)
Kisaran Spektral ()
1. Biru (Blue)
0,450 - 0,515
30
2. Hijau (Green)
0,525 - 0,605
30
3. Merah (Red)
0,630 - 0,690
30
4. Infra merah dekat (NIR)
0,750 - 0,900
30
5. Gelombang infra merah pendek
1,550 - 1,750
30
(SWIR)
6 Gelombang infra merah
10,40 - 12,50
60
Thermal (TIR)
Short Wave IR
2.090 - 2,350
30
Modus Mono
0,520 - 0,900
15
Tanggal diluncurkan
15 April 1999
Misi dirancang dalam waktu
5 Tahun
(Mission life)
peta
tematik
kota dan
(Howard, 1996).
Penginderaan jauh dapat digunakan untuk analisis perhitungan beberapa
sifat fisik antara lain arah lereng dan kemiringan lereng dari peta Shuttle Radar
Topography Mission (SRTM) atau dari interpolasi kontur menjadi peta Digital
Elevation Model (DEM). Dengan data DEM juga dapat dianalisis topografi di
suatu DAS dan kelas kemiringan lereng masing-masing satuan lahan.
Karakteristik kondisi fisik suatu lahan DAS didominasi oleh faktor topografi di
suatu wilayah dan kelas kemiringan lereng. Dimana DAS yang didominasi
kemiringan lereng yang curam dan topografi perbukitan atau pegunungan maka
akan berpotensi terhadap kekritisan suatu DAS. Parameter tersebut dari
kemiringan lereng, topografi dan ketinggian tempat suatu wilayah dapat dihitung
atau dianalisis dengan penginderaan jauh (Harjadi dkk, 2007).
Konversi Lahan
Sihaloho (2004) menjelaskan mengenai faktor-faktor penyebab konversi
lahan di Kelurahan Mulyaharja, Bogor, Jawa Barat sebagai berikut:
lain
yang
dapat
meningkatkan
kesejahteraan
mereka.
Untuk