Anda di halaman 1dari 12

BAB I

FILSAFAT DAN FILSAFAT ILMU

A. Pengetahuan Sebagai Ciri Khas Manusia


Proses berpikir manusia ini seakan-akan tidak pernah ada habisnya kecuali
kesadaran terenggut dari manusia. Menurut Theo Huijbers (dalam Heri dan
Listiyono, 2003: 2), berpikir didefinisikan sebagai kemampuan manusia untuk
mencari arti bagi realitas yang muncul di hadapan kesadarannya dalam
pengalaman dan pengertian. Bila abstraksi Aristoteles, pemikir agung sepanjang
masa, menorehkan julukan bagi manusia animal rationale.
Proses berpikir sebuah kesimpulan berupa pengetahuan manusia mendapat
pengertian-pengertian tentang segala yang dicerapnya, sehingga dapat dipahami
bahwa ilmu muncul dari pengetahuan yang khas, yang merupakan tujuan dari
proses berpikir manusia (entah tujuan itu disadari atu tidak). Digarisbawahi bahwa
tidak setiap pengetahuan itu berbuah ilmu. Pengetahuan (knowledge) lebih luas
cakupannya dari ilmu (science). Menurut Abbas H.M. (1980: 13), pengetahuan
terbagi menjadi tiga jenis :
1. Pengetahuan prailmiah atau pengetahuan bisaa (ordinary knowlwdge,
common sense, bisaanya hanya disebut pengetahuan) yaitu suatu pengetahuan
yang muncul karena kegiatan akal sehat manusia dalam menanggapi apa yang
ada dihadapan kesadarannya.
2. Pengetahuan ilmiah (science, scientific knowledge, bisaa disebur ilmu), yang
lebih sempurna daripada pengetahuan bisaa karena mempunyai dan
memenuhi syarat-syarat tertentu dengan cara berpikir yang khas, yakni
dengan metode ilmiah.
3. Pengetahuan filsafat (philosophical knowledge), yaitu pengetahuan yang
isinya hal-hal yang bersifat dasariah, hakiki, dari objek yang dipikirkan.

Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui proses tertentu yang


dinamakan metode keilmuan. Kegiatan dalam mencari pengetahuan menggunakan
metode keilmuan, sah disebut keilmuan. Kata-kata sifat keilmuan lebih
mencerminkan hakikat ilmu daripada istilah ilmu sebagai kata benda. Hakikat
keilmuan ditentukan oleh cara berpikir yang dilakukan menurut syarat keilmuan,
yaitu bersifat terbuka dan menjunjung kebenaran diatas segala-galanya (Jujun,
1986: )
Pembeda antara ilmu dengan pengetahuan bisaa adalah metode. Pembeda
antara ilmu atau pengetahuan bisaa dengan filsafat, selain metode juga dilihat dari
sifat pokok kajian atau isinya.

A. Pengertian Umum Filsafat


Istilah Filsafat (Indonesia) bisa dilacak etimologinya dari istilah Arab
falsafah, atau bahasa Inggris philosophy yang berasal dari kata Yunani,
philosophia yang terbentuk dari dua akar kata : philein (mencintai) dan sophos
(bijaksana), atau juga philos (teman) dan sophia (kebijaksanaan). Orang yang
cinta kepada pengetahuan atau kebijaksanaan disebut filsuf (Indonesia),
philosopher (Inggris), failasuf (Arab), atau seperti yang disebut Pythagoras (572-
497 SM) dalam bahasa Yunani Kuno, philosophos (lover of wisdom).
Dardiri (1986: 10) cenderung membicarakan arti filsafat dari dua segi, segi
pengetahuan dan segi aktivitas akal manusia. Dari segi pengetahuan filsafat adalah
jenis pengetahuan yang berusaha mencari hakikat dari segala sesuatu yang ada.
Sedangkan bila dilihat dari segi aktivitas akal, filsafat adalah suatu aktivitas akal
manusia yang secara radikal hendak mencari keterangan terdalam segala sesuatu
yang ada. Menurut hemat penulis, pemahaman di bidang filsafat juga bisa
diterangai dalam tiga hal: filsafat dipahami sebagai metode penalaran, filsafat
sebagai pandangan hidup/ sikap, dan filsafat sebagai produk atau karya filsuf-
filsuf terdahulu (teori atau sistem pemikiran). Sedangkan Harold H. Titus (dalam
Dardiri, 1986: 11) selain ketiga hal itu juga mewanti-wanti agar dalam
mendefinisikan filsafat perlu dilihat juga filsafat sebagai kumpulan masalah.
Artinya, para filsuf sejak dahulu sampai sekarang bergumul dengan persoalan-
persoalan seperti kebenaran, keadilan dan keindahan.

Secara terminologis, penulis menggunakan definisi filsafat sebagai berikut:


Filsafat adalah kegiatan/hasil pemikiran/perenungan yang menyelidiki
sekaligus mendasari segala sesuatu yang berfokus pada makna di balik
kenyataan/teori yang ada untuk disusun dalam sebuah sistem pengetahuan
rasional.

B. Objek, Tujuan, Persoalan dan Aliran Filsafat


Objek material Filsafat adalah segala sesuatu yang ada. “Ada” itu sendiri
dapat dipilah dalam tiga kategori (lihat Dardiri, 1986: 13): (a) tipikal/sungguh-
sungguh ada dalam kenyataan (misalnya meja yang tampak nyata sekarang dan
disini); (b) ada dalam kemungkinan (misalnya munculnya buah dari bibit); dan (c)
dalam pikiran/konsep (misalnya angka). Segala yang ada itu sendiri secara
konkret mencakup tiga sasaran : Tuhan, alam semesta dan manusia. Oleh karena
itu, objek filsafat merentang luas, hanya dibatasi oleh cakrawala pemikiran
terhadap permasalahan yang menampak.
Objek formal filsafat adalah hakikat terdalam/substansi/esensi/intisari.
Berdasarkan objek material dan formal ini, filsafat bisa diartikan sebagai hasil
pemikiran manusia untuk memahami dan mendalami secara radikal dan integral
serta sistematis hakikat semua yang ada serta sikap manusia sebagai konsekuensi
dari pemahaman ini. Filsafat mengkaji hakikat segala sesuatu yang ada. Tujuan
Filsafat secara sederhana adalah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak
mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini, menemukan hakikat
kebenarannya dan menerbitkan serta mengatur semua itu dalam bentuk yang
sistematis.
Objek yang dikaji filsafat mencakup semua yang ada dan ditelaah sampai
ke hakikatnya. Tetap saja objek ini bersangkutan dengan fakta-fakta yang ada.
Filsafat membicarakan fakta dengan dua cara :
1. Mengajukan kritik atas nama yang dikandung fakta
2. Menarik kesimpulan yang bersifat umum dari fakta
Penggolongan fakta-fakta yang ada pada gilirannya menentukan jenis-jenis
persoalan filsafat, dan ini menjadi sumber dari munculnya aliran-aliran dan
percabangan-percabangan filsafat.
Jenis-jenis persoalan filsafat secara umum dipilah menjadi tiga (Tim
Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2001: 12):
A. Keberadaan (being) atau eksistensi (exixtence) yang melahirkan cabang
Metafisika
B. Pengetahuan (knowledge) atau kebenaran (truth) cabang Epistemologi dan
Logika
C. Nilai-nilai (values) yang melahirkan cabang Etika (kebaikan) dan Estetika
(keindahan)

Pemahaman terhadap masing-masing cabang utama filsafat ini (metafisika,


epistemology, logika, etika dan estetika) menjadi penting bila dikaitkan dengan
kebutuhan ilmu-ilmu khusus dewasa ini. Berikut ini satu persatu cabang filsafat
dibahas secara ringkas.
1. Metafisika
Istilah metafisika berasal dari Yunani, meta ta physika yang berarti
sesuatu yang ada di belakang benda-benda fisik. Metafisika merupakan studi
tentang sifat yang terdalam (ultimate nature) dari kenyataan/ keberadaan.
Persoalan-persoalan metafisis dibedakan menjadi tiga :
a. Persoalan Ontologis
1) Makna dan penggolongan “ada”, “eksistensi”.
2) Sifat dasar kenyataan atau keberadaan
a. Persoalan Kosmologis
1) Asal mula, perkembangan, struktur/ susunsn alam
2) Jenis keteraturan yang ada di alam
3) Hubungan kausalitas
4) Permasalahan ruang dan waktu
a. Persoalan Antropologis
1) Hubungan tubuh dan jiwa
2) Kesadaran, kebebasan

1. Epistemologi
Sering juga disebut theory of knowledge. Epistemologi secara harfiah
berarti ilmu tentang pengetahuan, yang diasalkan dari akar katanya Episteme
= pengetahuan; dan logos = ilmu. Epistemologi mempelajari asal muasal/
sumber, struktur, metode dan validitas pengetahuan, yang kesemuanya bisa
dikembalikan untuk menjawab pertanyaan : “Apa yang dapat saya ketahui?”.
Beberapa hal yang dibahas oleh epistemologi :
1) Bagaimana manusia dapat mengetahui sesuatu
2) Perbedaan pengetahuan apriori dengan pengetahuan asposteriori
3) Pemakaian dan validitas metode dalam penelitian ilmiah
4) Pohon keilmuan
1. Logika
Logika berasal dari akar kata logos yang bermakna nalar, kata, teori,
uraian dan ilmu. Secara singkat logika berarti ilmu, kecakapan atau alat untuk
berpikir secara lurus. Oleh karena itu, logika terkait erat dengan hal-hal
seperti pengertian, putusan, penyimpulan, silogisme, logika induksi dan
deduksi, logika material dan formal. Beberapa hal yang dibahas logika :
1) Bagaimana manusia berpikir
2) Perbedaan logika material dan formal
3) Penerapan logika induksi dan deduksi
4) Macam-macam sesat piker
1. Etika (Filsafat Moral)
Secara etimologi, etika berasal dari kata Yunani ethos = watak. Objek
material etika adalah perbuatan dan perilaku manusia secara sadar dan bebas;
sedangkan objek formalnya adalah baik dan buruk atau bermoral dan tidak
bermoral dari tingkah laku tersebut. Persoalan-persoalan dalam etika
diantaranya :
1) Syarat baik buruknya perilaku
2) Hubungan kebebasan berkehendak dengan perbuatan susila
3) Kesadaran moral, hati nurani
4) Pertimbangan moral dan pertimbangan yang bukan moral

1. Estetika (Filsafat Keindahan)


Secara etimologi, estetika berasal dari kata Yunani aesthesis = cerapan
indera. Estetika merupakan kajian filsafati tentang keindahan dan kejelekan.
Persoalan-persoalan estetika diantaranya :
1) Arti keindahan
2) Subjektivitas, objektivitas dan ukuran keindahan
3) Peranan keindahan dalam kehidupan
4) Hubungan keindahan dengan kebenaran

1. Pengertian Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu merupakan bagian atas cabang dan filsafat yang lahir di
abad ke-18. Merupakan bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan
pemekarannya bergantung pada hubungan timbale balik dan saling pengaruh
antara filsafat dan ilmu. Beberapa istilah asing bidang pengetahuan ini ialah :
1. Wissenschaftlehre (filsafat ilmu)
2. Philosophy of science (filsafat ilmu)
3. Metascience (adi ilmu)
4. Methodology (metodologi)
5. Science of sciene (ilmu tentang ilmu)
6. Scientia scientiarum (ilmu tentang ilmu)

Beberapa definisi filsafat ilmu yang diringkas dari The Liang Gie (2000: 57-
61) :
1. Filsafat ilmu merupakan cabang filsafati yang merupakan telaah
sistematis mengenai sifat dasar ilmu, khususnya metode-metodenya,
konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapannya serta letaknya
dalam kerangka umum dari cabang-cabang pengetahuan intelektual (A.
Cornelius Benjamin).
2. Penelaahan tentang logika intern dari teori-teori ilmiah, dan hubungan-
hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah
(Michael V. Berry).
3. Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat yang mencoba berbuat bagi
ilmu apa yang dilakukan filsafat pada seluruh pengalaman manusia. Di
satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta,
dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan
tindakan; dipihak lain filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang
dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakianan dan tindakan,
termasuk teorinya sendiri , dengan harapan terhapusnya ketakajegan dan
kesalahan (Peter Caws).
4. Ilmu pada garis besarnya bersangkutan dengan apa yang dapat dianggap
sebagai fakta tentang dunia yang kita diami. Filsafat ilmu di pihak lain
dalam garis besarnya bersangkutan dengan sifat dasar fakta ilmiah atau
dengan kata lain, bersangkutan dengan fakta-fakta mengenai fakta-fakta
tentang dunia (D. W. Theobald).
5. Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-
persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun
hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia (The Liang Gie).
Filsafat ilmu dapat mensistematisasikan, meletakkan dasar dan member
arah kepada perkembangan sesuatu ilmu maupun usaha penelitian bagi para
ilmuwan untuk mengembangkan ilmu. Dengan mempelajari filsafat ilmu,
proses pendidikan, pengajaran dan penelitian dalam suatu bidang ilmu
menjadi lebih mantap dan tidak kehilangan arah.

1. Lingkup Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu berkembang pesat sehingga menjadi suatu bidang
pengetahuan yang amat luas (ekstesif) dan mendalam (intensif). Filsafat ilmu
menjadi inspirasiuntuk ekstensifikasi dan intensifikasi lebih lanjut dapat
diasalkan pada hal-hal berikut :
a. Menurut Loren Bagus
Dalam bukunya Kamus Filsafat, disebutkan bahwa filsafat ilmu
berkonsentrasi pada studi-studi sebagai berikut :

1. Studi : (a) konsep, pengandaian-pengandaian dan metodologi ilmu,


(b) analisis konseptual dan linguistiknya, (c) ekstensi dan
rekonstruksi bagi aplikasi yang lebih konsisten dan tepat dalam
memperoleh pengetahuan.
2. Studi dan pembenaran proses-proses penalaran dalam ilmu dan
struktur simboliknya.
3. Studi tentang bagaimana ilmu-ilmu bersifat saling terkait, serupa atau
berbeda dan tingkat dimana mereka menunjukkan suatu paradigma
metode ilmiah.
4. Studi tentang konsekuensi-konsekuensi pengetahuan ilmiah bagi hal-
hal seperti : persepsi kita tentang realitas; pemahaman kita tentang
proses-proses realitas atau alam semesta; hubungan logika dan
matematika dengan realitas; status entitas-entitas teoritis; sumber-
sumber pengetahuan dan keabsahannya; hakikat kemanusiaan,
nilainya dan tempat dalam proses-proses sekitarnya.

a. Menurut Peter Angeles


Menurut filsuf ilmu ini, filsafat ilmu mempunyai empat bidang
konsentrasi yang utama :
1. Telaah mengenai berbagai konsep praanggapan dan metode ilmu
berikut analisis, perluasan dan penyusunannyauntuk memperoleh
pengetahuan yang lebih ajeg dan cermat.
2. Telaan dan pembenaraan mengenai proses penalaran dalam ilmu
berikut struktur perlambangnya.
3. Telaah mengenai kaitan diantara berbagai ilmu.
4. Telaah mengenai akibat-akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang
berkaitan dengan pencerapan dan pemahaman manusia terhadap
realitas, hubungan logika dan matematika dengan realitas, entitas
teoritis, sumber dan keabsahan pengetahuan serta sifat dasar
kemanusiaan (dalam The Liang Gie, 2000: 65).

1. Problem-Problem Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab
beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu yang sekaligus menjadi problem-
problem cakupan filsafat seumumnya. The Liang Gie (2000: 83) setelah
merangkum berbagai pendapat tentang problem-problem filsafat ilmu,
akhirnya menertibkannya dalam enam problem mendasar.
1. Problem-problem epistemologis tentang ilmu
2. Problem-problem metafisis tentang ilmu
3. Problem-problem metodologis tentang ilmu
4. Problem-problem logis tentang ilmu
5. Problem-problem etis tentang ilmu
6. Problem-problem estesis tentang ilmu
Ke-6 problem filsafat ilmu versi The Liang Gie diatas memiliki keluasan dan
kedalaman yang mandiri, namun di kalangan pembelajar filsafat ilmu,
pemilahan problem-problem filsafat ilmu lebih diperas lagi kedalam tiga
permasalahan : ontologi, epistemologi dan aksiologi.
1. Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau dengan kata
lain merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Dasar
ontologis berhubungan dengan materi yang menjadi objek penelaahan
ilmu. Berdasarkan objek yang telah ditelaahnya, dapat disebut
pengetahuan empiris, karena objeknya adalah sesuatu yang berada dalam
jangkauan pengalaman manusia yang mencakup seluruh aspek-aspek
kehidupan yang diuji pancaindera manusia. Persolan-persoalan yang
dibahas antara lain : objek apa yang ditelaah ilmu? Apa asumsi ilmu
terhadap objek material dan formal suatu ilmu, dan apakah objek tersebut
bersifat psikis ataukah fisis? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek
tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap
manusia (seperti berpikir, merasa, mengindera) yang membuahkan
pengetahuan? (Jujun, 2002: 34).
2. Epistemologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat
dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Epistemologi adalah suatu
teori pengetahuan. Kaitannya dengan filsafat ilmu, logika dan metodologi
berperan penting. Dalam epistemologi yang dibahas adalah objek
pengetahuan, sumber dan alat untuk memperoleh pengetahuan, kesadaran
dan metode, validitas pengetahuan, dan kebenaran. Epistemologi
berkaitan pemilahan dan kesesuaian antara realisme atas pengetahuan
tentang proposisi, konsep-konsep, kepercayaan dengan realisme tentang
objek yang tersusun atas “objek real”, fenomena, pengalaman, data indera
dan sebagainya (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2001: 90). Logika dalam
arti landasan epistemologis ini berkisar pada persoalan penyimpulan
yakni proses penalaran guna mendapat pengertian baru dari satu atau
lebih proposisi yang diterima sebagai benar, dan kebenaran dari
kesimpulan itu diyakini terkandung dalam kebenaran proposisi yang
belakang. Penyimpulan ini dengan prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang
sah. Penyelidikan mengenai “cara-cara memperoleh pengetahuan ilmiah:
bersangkutan dengan susunan logik dan metodologik, urutan serta
hubungan antara berbagai langakah dalam penyelidikan ilmiah. Dalam hal
metodologi, filsafat ilmu mempersoalkan azas-azas serta alasan apa yang
menyebabkan ilmu dapat memperoleh predikat “pengetahuan ilmiah”.
Fungsi metodologi adalah menguji metode yang digunakan untuk
menhasilkan pengetahuan yang valid, dengan cara meletakkan prosedur
yang dijustifikasi maknanya dengan argument filosofis. Metodologi
meletakkan aturan bagi proseur praktek ilmu. Metodologi adalah praktek
ilmu filsafat dan ilmu-ilmu adalah realisasi dari metodologi (Barry
Hindes, dalam Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2001: 54-55). Persoalan-
persoalan yang dibahas antara lain : Bagaimana proses memungkinkan
ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya?
Hal-hal apakah yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan
pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri?
Apakah ktiterianya? Cara/ teknik/ sarana apa yang membantu kita dalam
mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Jujun, 2002: 34).
3. Dasar aksiologis ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia
dari pengetahuan yang didapatkannya. Tidak dipungkiri bahwa ilmu telah
memberikan kemudaan-kemudahan bagi manusia dalam mengendalikan
kekuatan-kekuatan alam. Permasalahan aksiologi terkait hakikat ilmu itu
sendiri, yakni tentang netralitas ilmu dalam hubungannya dengan
penerapan praktis ilmu di masyarakat (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM,
2001: 90-91). Etika dan juga estetika merupakan aspek penting dalam
bahasan aksiologi ilmu yang terkait dengan tujuan dan tanggung jawab
ilmu terhadap masyarakat. Etika mengarahkan ilmu agar dapat
menguntungkan dan tidak mencelakakan manusia (Tim Dosen Filsafat
Ilmu UGM, 2001: 55). Sedangkan estetika terkait pencarian ilmu terhadap
keindahan tersembunyi dari dunia (The Liang Gie, 2000: 84). Persoalan-
persoalan yang dibahas antara lain: Untuk apa pengetahuan yang berupa
ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan
tersebut dengan kaidah-kaidah moral dan keteraturan? Bagaimana
penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral dan
estesis? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/ professional?
(Jujun, 2002: 35).
Ketiga aspek tersebut merupakan faktor-faktor yang melekat dalam
keberadaan ilmu pengetahuan, berkaitan satu sama lain dan tak terpisahkan.
Ketiga aspek merupakan dasar bagi eksistensi ilmu (Heri dan Listiyono,
2003: 11). Tiga aspek disebutkan sebagai landasan penelaahan ilmu
pengetahuan yang seperti apa yang dikatakan Jujun S. Suriasumantri (2002:
35), menjadi pembeda antara pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan yang
lain (seni, agama, filsafat).
Suatu ilmu sah dibenarkan sebagai ilmu apabila memiliki sifat atau ciri-
ciri sebagai berikut :
1. Memiliki objek atau pokok soal, yakni sasaran dan titik pusat perhatian
tertentu.
2. Bermetode, yakni cara atau sistem dalam ilmu untuk memperoleh
kebenaran agar rasional, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.
3. Bersistem : mencakup seluruh objek serta aspek-aspeknya sehingga saling
berkaitan satu sama lain.
4. Universal : keputusan kebenarannya berorientasi sifat keumuman, bukan
tunggal (Peodjawijatna, 1991: 24-26).
5. Verifikatif : dapat dilacak kebenarannya.
6. Rasional/ objektif : dapat dipahami dengan akal.
Filsafat ilmu pada dasarnya menuntut jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan berikut :
1. Karakteristik-karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah
dari penyelidikan orang lain?
2. Prosedur yang bagaimana yang patut diikuti para ilmuwan dalam
menyelidiki alam?
3. Kondisi yang bagaimana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah
agar menjadi benar?
4. Status kognitif yang bagaimana dari prinsip-prinsip dan hokum-hukum
ilmiah? (Conny, dkk, 1998: 44)
Resensi :
– “FILSAFAT ILMU (Kajian Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Ilmu)
– Penyusun : Made Pramono, Alim dan Bagus Suyanto
– Penerbit : Unesa University Press Anggota IKAPI

Anda mungkin juga menyukai