Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Daging merupakan sumber protein berkualitas tinggi, mengandung


vitamin B dan mineral, khususnya besi. Secara umum dapat dikatakan bahwa
daging terdiri dari air dan bahan- bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari
bahan bahan yang mengandung nitrogen, mineral, garam dan abu. Kurang lebih
20 % dari semua bahan padat dalam daging adalah protein. (Sugiyono dan
Muchtadi,1992).
Daging adalah sumber utama zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk
kesehatan manusia yang mengkonsumsinya (Lawrie,1995). Menurut Forrest et al .
(1975), nilai nutrisi daging yang tinggi disebabkan karena daging mengandung
asam-asam amino esensial yang lengkap dan seimbang. Di samping kandungan
proteinnya tinggi, daging juga mengandung air, lemak, karbohidrat dan komponen
organik (Soeparno,1994).
2.1 Sosis
Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang
kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam
pembungkus yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tidak
dimasak. Menurut Kramlich (1971), sosis adalah makanan yang dibuat dari
daging yang digiling dan dibumbui, umumnya dibentuk menjadi bentuk yang
simetris.

Menurut SNI 01-3020-1995 sosis adalah produk makanan yang diperoleh


dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan
tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan
tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis.
Komponen daging yang sangat penting dalam pembuatan sosis adalah protein.
Protein daging berperan dalam peningkatan hancuran daging selama pemasakan
sehingga membentuk struktur produk yang kompak. Peran protein yang lain
adalah pembentukan emulsi daging, yaitu protein yang berfungsi sebagai zat
pengemulsi lemak (Krimlich,1971).
Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang
ditambahkan dan macam daging yang digunakan. Fungsi air adalah untuk
meningkatkan keempukan dan jus daging, menggantikan sebagian air yang hilang
selama proses pembuatan, melarutkan protein yang mudah larut dalam air,
membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein larut garam,
berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur produk
serta mempermudah penetrasi bahan-bahan curing (Soeparno,1994). Menurut
Kramlich (1971), pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam
bentuk es sebanyak 20-30%.
2.1.1 Emulsi Sosis
Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua
cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang
lain. Cairan yang berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase
diskontinu, dan cairan tempat terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase
kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi
dengan membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang
terdispersi (Soeparno,1994).
Menurut Charley (1982), emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian. Satu ,
fase terdispersi yang terdiri dari partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada
makanan, zat ini biasanya minyak, meskipun tidak selalu. Fase kedua adalah fase
kontinu. Pada makanan, zat ini biasanya air. Jika air dan minyak dicampur,

keduanya akan langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang jelas. Agar
partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat
ketiga, yaitu molekul molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan
diatas. Zat ini dinamakan pengemulsi.
Kandungan protein yang tinggi akan meningkatkan kapasitas emulsi
daging. Kapasitas emulsi dari berbagai daging trimming menurun dengan
menurunnya kandungan lean. Garam mampu melarutkan lebih banyak protein
sehingga lebih tersedia untuk emulsifikasi. Karena itu, lemak yang lebih banyak
bisa diemulsi dengan protein ynag lebih sedikit sehingga meningkatkan efisiensi.
Kapasitas emulsi dari protein larut dalam air lebih rendah dibandingkan dengan
kapasitas emulsi protein larut dalam garam (Wilson et al., 1981).
2.1.2 Air
Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang
ditambahkan dan macam daging yang digunakan. Fungsi air adalah untuk
meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak) daging, melarutkan protein
yang mudah larut dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk
melarutkan protein laryt garam,berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging,
menjaga temperatur produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan curing
(Soeparno,1994).
Menurut Kramlich (1971), pada proses pembuatan sosis biasanya
ditambahkan air dalam bentuk es sebanyak 20-30%. Penambahan es juga
berfungsi untuk mencegah agar suhu adonan tetap rendah selama penggilingan
sehingga kestabilan emulsi dapat terjaga (Wilson etal., 1981).
2.1.3 Garam
Garam berfungsi untul memberikan citarasa dan sebagai pengawet.
Penggunaan garam bervariasi, umumnya 2-2.5 % karena adanya hubungan
dengan penyakit darah tinggi, penggunaan garam semakin dikurangi. Pada
konsentrasi garam yang sama, sosis yang teksturnya kasar nampaknya kurang asin

bila dibandingkan dengan sosis yang halus teksturnya (Kramlich,1971). Menurut


Soeparno (1994), garam merupakan bahan terpenting dalam curing, berfungsi
sebagai pengawet, penambah aroma dan citarasa. Garam dapat meningkatkan
tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri terhambat
pertumbuhannya. Wilson et al.(1981) menjelaskan bahwa larutan garam
mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya.
Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.
2.1.4 Sodium Trifosfat(STPP)
Penambahan polifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering
rata-rata 0.3 %. Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi
kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan
(Wilson et al.,1981). Menurut Soeparno (1994), fungsi fosfat adalah untuk
meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan
daging dan menghambat ketengikan. Jumlah penambahan fosfat dalam curing
tidak boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari
0.5 %. Wilson et al. (1981) mengatakan bahwa fosfat yang digunakan dalam
sistem pangan menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol pH,
meningkatkan kekuatan ionik dan memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi tersebut
dipakai dalam produk daging untuk meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi
dan memperlambat oksidasi.
2.1.5 Lemak
Lemak berperan sebagai fase diskontinu pada emulsi sosis. Kadar lemak
berpengaruh pada keempukan da jus daging. Emulsi dari lemak sapi cenderung
lebih stabil karena lemak sapi mengandung lebih banyak asam lemak jenuh. Sosis
masak harus mengandung lemak tidak lebih dari 30 %. (Kramlich,1971).
2.1.6 Bahan pengikat
Penambahan bahan pengikat bertujuan untuk meningkatkan stabilitas
emulsi, meningkatkan daya mengikat air, meningkatkan citarasa, mengurangi

pengerutan selama pemasakan serta mengurangi biaya formulasi. Bahan pengikat


adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya mengikat air daging
dan emulsifikasi lemak. Bahan pengikat mempunyai protein yang tinggi. Contoh
dari bahan pengikat adalah tepung kedelai, isolat protein kedelai serta skim
bubuk. (Soeparno,1994).
2.1.7 Penyedap dan bumbu
Penyedap adalah berbagai bahan beik sendiri maupun kombinasi yang
ditambahkan pada pembuatan suatu produk yang dapat menambah rasa pada
produk tersebut. Garam dan merica merupakan bahan penyedap utama dalam
pembuatan sosis (Soeparno, 1994). Bumbu adalah suatu substansi tumbuhan
aroatik yang telah dikeringkan dan biasanay sudah dalam bentuk bubuk (Rust,
1987). Penambahn bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukkan untuk
menambah/meningkatkan flavor (Soeparno,1994). Selain menambah flavor,
dalam beberapa hal bumbu juga bersifat bakteriostatik dan antioksidan(Pearson
dan Tauber, 1984 ).
2.2 Nugget
Nugget merupakan salah satu produk olahan restructured meat yaitu
memanfaatkan potongan daging yang relatif lebih kecil dan tidak beraturan,
kemudian dilekatkan kembali menjadi lebih besar menjadi suatu produk olahan
(Amertaningtyas, 2000). Keuntungan restructured meat adalah dapat memakai
daging kualitas rendah sehingga dapat menambah nilai daging kualitas rendah,
harganya lebih murah, mengurangi cooking loss, dan dapat dibentuk sesuai selera.
Menurut Berry (1994), adonan daging yang terbentuk merupakan emulsi
yang kemudian dicetak menjadi nugget, dilumuri putih telur, dan tepung roti,
digoreng secara flash fried atau fully cooked dan dibekukan. Nugget biasanya
mengandung 20% lemak, batter, breader, dan digoreng dengan metode deep fat
frying. Salah satu karakteristik nugget adalah enrobed products yaitu produk yang
menggunakan pelapis (batter dan breader). Biasanya dalam pembuatan nugget
digunakan putih telur dan tepung panir sebagai pelapis. Pemilihan jenis tepung
panir berdasarkan kenampakan produk, warna, kerenyahan, cita rasa, juiceness,

nilai nutrisi dan sifat adhesif dari coating serta faktor keamanan mikrobiologis.
Komposisi tepung panir mempengaruhi kenampakan, terbentuknya warna coklat
melalui reaksi Maillard dan keseluruhan penampilan enrobed produk. Hal ini juga
dipengaruhi waktu dan suhu pemasakan, serta karakteristik minyak penggoreng
(Mead, 1989).
Kualitas nugget ditentukan oleh kemampuannya membentuk matrik protein
atau kemampuan mengikat antara partikel daging dan bahan-bahan lain yang
ditambahkan sehingga menghasilkan tekstur yang kompak dan tidak mudah
pecah. Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan
produk olahan daging yang memiliki kemampuan untuk mengikat sejumlah air
dan mempunyai sifat pembentuk gel (Soeparno, 1994).

2.2.1 Daging Ayam

Daging yang dapat digunakan bervariasi, misalnya daging sapi atau daging
ayam. Menurut Amertaningtyas (2000), daging ayam yang digunakan bisa berasal
dari semua bagian ayam yang dapat dimakan misalnya bagian dada, bagian paha,
ataupun kulit ayam dengan penambahan bahan pengisi dan bumbu-bumbu untuk
meningkatkan cita rasa.

2.2.2 Filler (bahan pengisi) dan binder (bahan pengisi)

Bahan pengisi adalah bahan yang mengikat sejumlah air, tetapi mempunyai
pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi, umumnya digunakan pati dan tepungtepungan (Soeparno,1994). Bahan pengikat adalah material bukan daging yang
dapat meningkatkan daya ikat air dan emulsi lemak. Bahan pengikat yang baik
harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Memiliki kemampuan untuk mengikat air

Merupakan bahan yang bersifat netral (tidak menimbulkan reaksi pada

produk)

Memiliki kestabilan kimia yang baik

Warna yang sesuai

Mempunyai kemampuan untuk mengemulsi/menstabilkan emulsi lemak

Contoh filler yang dapat digunakan untuk membuat chicken nugget adalah
tepung tapioka dan tepung terigu. Tepung tapioka merupakan granula-granula pati
yang banyak terdapat didalam sel umbi ketela pohon, dengan melalui beberapa
cara

pengolahan

yang

meliputi

pengupasan,

penghancuran,

ekstraksi,

penyaringan, pengendapan, pencucian, pengeringan dan pengayakan.

Tepung tapioka banyak digunakan sebagai bahan pengisi (filler) yang


ditambahkan pada produk olahan daging karena dapat membentuk gel yang
bening, lentur dan tidak berbau sehingga dapat digunakan sebagai perekat yang
kuat. Kadar pati tapioka yang lebih tinggi dan suhu gelatinisasi yang lebih rendah
dibandingkan jagung dan terigu seperti yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini
merupakan keunggulan dari tapioka sebagai pengisi. Tepung tapioka sebagai
bahan pengisi berfungsi untuk mengikat air, memperbaiki tekstur, memperbaiki
kekenyalan dan elastisitas produk (Winarno, 2004). Penambahan pati akan
membuat tekstur produk lebih kompak karena ikatan yang terbentuk lebih kuat.
Pati akan mengalami gelatinisasi pada saat proses pemanasan. Gel yang terbentuk
akan berikatan dengan protein daging sehingga membentuk matriks protein-pati
dan akan dihasilkan produk daging yang saling melekat dan kompak (Hamdhani,
2001).
Pada tepung terigu komponen utama yang tersedia adalah pati yang mampu
mengikat air sehingga dapat mempengaruhi teksur dan kenampakan produk.
Disamping itu, tepung terigu juga mengandung sejumlah protein yang terdiri dari
gliadin (40%-50%) dan glutenin (30%-40%).

2.2.3 Air

Penambahan air bertujuan untuk melarutkan protein yang larut air membuat
larutan garam untuk melarutkan protein yang mudah larut dalam garam, sebagai
fase kontinyu dalam emulsi daging, dan mempermudah penetrasi bahan (Suparno,

1992). Air juga berfungsi untuk mempertahankan juiceness dan keempukan


produk.

2.2.4 Bawang Putih

Bawang putih adalah umbi dari Allium sativum, Linn. Bawang putih
mempunyai bau yang tajam, dimana ketajaman baunya dipengaruhi oleh tempat
asal, varietas dan umur bawang putih itu sendiri (Srinivasan et al.,1959 dalam
Purnomo 1997). Bawang putih berfungsi sebagai bumbu penyedap. Menurut
Winarno (2004), bawang putih memiliki senyawa penimbul aroma yaitu sulfur
sehingga dapat menambah cita rasa makanan. Bawang putih juga berfungsi
sebagai zat antimikroba.

2.2.5 Garam

Garam yang digunakan adalah garam dapur. Garam berfungsi sebagai


penambah cita rasa pada nugget ayam-jagung, memperkuat kekompakan adonan
nugget dan mencegah pembentukan serta pertumbuhan jamur pada produk akhir
yang dihasilkan. Menurut Todd et al, (1989), jumlah garam yang ditambahkan
dalam pembuatan nugget umumnya sebesar 2%.

2.2.6 Merica

Merica yang digunakan adalah merica bubuk yang merupakan hasil


penggilingan dari merica putih murni tanpa ada campuran bahan-bahan lain.
Merica berfungsi sebagai penyedap dalam pembuatan nugget ayam-jagung
dengan memberikan rasa pedas (Soeparno, 1994). Komponen yang memberi rasa
pedas khas merica adalah piperine, piperanine, dan piperylin.

2.2.7 Batter dan Breader

Batter didefinisikan sebagai campuran yang terdiri dari air atau tepung dan
bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak.
Breader

digunakan

untuk

melapisi

produk-produk

makanan

(coating).

Kerenyahan produk-produk yang di-breading membuat produk tersebut lebih


enak dan lezat. Selain itu coating ini dapat digunakan untuk melindungi produk
dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan. Breader yang sudah
disiapkan ditaburkan menutupi batter yang basah sehingga menempel. Semakin
banyak partikel breader akan membutuhkan lapisan batter yang lebih tebal untuk
menahannya. Breading adalah tepung dari crumb roti atau cracker dalam bentuk
kering untuk memberi tekstur pelapis yang kasar, digunakan sebagai batter.
Pelapisan ini dapat memberi rasa crispy (Mead, 1989). Penambahan ini bertujuan
untuk menambah cita rasa serta menjaga agar nugget tidak mengalami perubahan
bentuk atau tidak lengket apabila dikemas bersama nugget yang lain
(Amertaningtyas, 2000).

DAFTAR PUSTAKA

Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Direktorat Jendral Perguruan Tinggi, Pusat Antar Universitas,
Institut Pertanian Bogor, Bogor
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press, Yogyakarta.
Suparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press, Yogyakarta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Nugget_ayam
Sutaryo dkk. 2006. Kadar Kolesterol, Keempukan dan Tingkat Kesukaan Chicken
Nugget

Dari Berbagai Bagian Karkas Broiler.Program Studi Teknologi Hasil

Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Kampus Baru UNDIP


Tembalang Semarang

Anda mungkin juga menyukai