Anda di halaman 1dari 4

Perbandingan Evaluasi dari Antimikroba dan Antikonvulsan Penyebab

Steven Johnson Syndrome dan Toxic Epidermal Necrolysis


Surabhi Dayal1, Brahmita Monga2*, V. K. Jain3, Kamal Aggarwal1, Anuradha4

Professor, 2 Post Graduate, 3 Senior Professor and Head, Department of Dermatology, venereology
and leprology, 4 Senior Resident, Department of Preventive and social medicine, Pandit
Bhagwat Dayal Sharma Post Graduate Institute of Medical Sciences, Rohtak, Haryana, India.
1

Abstrak
Latar Belakang: Sindrom Steven Johnson (SJS) dan Toksik Epidermal Nekrolisis (TEN)
merupakan spektrum parah, yang berpotensi mengancam kehidupan dari reaksi obat
mucocutaneous yang merugikan. Agen antimikroba dan antikonvulsan adalah obat yang paling
sering terlibat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dan menganalisis perbedaan masa
inkubasi, tampilan klinis dan hasil pada pasien SJS / TEN disebabkan oleh antimikroba dan
antikonvulsan.
Bahan dan Metode: Pasien SJS, TEN, dan SJS / TEN di bangsal dermatologi, di
antaranya agen antimikroba atau antikonvulsan yang ditemukan kemungkinan agen penyebab
dengan skor Naranjo terbagi menjadi Grup A dan B. Catatan rawat inap pasien yang dipilih
diteliti untuk membandingkan perbedaan.
Hasil: Total empat puluh pasien (dua puluh masing-masing Grup A dan B) yang
dimasukkan dalam penelitian ini. Fluoroquinolon diikuti oleh klorokuin merupakan antimikroba
yang paling sering terlibat. Antikonvulsan paling sering terlibat adalah phenytoin diikuti oleh
carbamazepine. Masa inkubasi pada kelompok antimikroba secara signifikan lebih pendek [Grup
A (7.32 5,4 hari) vs Grup B (28,58 19,35 hari)] dengan nilai p <0,001. Masa rawatan, di
bangsal dermatology, secara signifikan lebih lama (p value <0,05) dalam kasus TEN disebabkan

oleh antimikroba (20,1 7.49 hari) dibandingkan dengan yang disebabkan oleh antikonvulsan
(14,5 5.36 hari).Tiga pasien Grup A dan satu pasienn Grup B meninggal.
Kesimpulan: Sebuah masa inkubasi lebih pendek dan morbiditas dan mortalitas yang
lebih tinggi terlihat pada kasus antimikroba diinduksi dibandingkan dengan kelompok
antikonvulsan.
Kata kunci: Steven Johnson syndrome, toksik epidermal nekrolisis, antimikroba, antikonvulsan.

Pendahuluan
Erupsi obat alergi adalah salah satu manifestasi yang paling sering dari reaksi obat yang
merugikan, terlihat pada 2-3% pasien rawat inap. Mereka dapat memiliki banyak tampilan klinis,
bervariasi dari ruam ringan hingga berat yang mengancam kehidupan. Sindrom Steven Johnson
(SJS) dan Toksik Epidermal Nekrolisis (TEN) yang akut merupakan reaksi mukokutan yang
mengancam kehidupan, dengan laporan obat untuk 77-95% dari total kasus. Karena kesamaan
tampilan klinis ,obat penyebab dan mekanisme, SJS dan TEN sekarang dianggap sebagai varian
keparahan dari proses yang sama, yang berbeda hanya dalam tingkat keterlibatan luas permukaan
tubuh (<10% untuk SJS, 10-30% untuk SJS / TEN bersamaan dan lebih dari 30% untuk TEN).

Meskipun lebih dari 250 obat yang telah diusulkan kemungkinan sebagai "obat
tersangka", antimikroba dan antikonvulsan merupakan dua kelompok yang paling umum dari
obat yang menyebabkan reaksi yang berpotensi mengancam kehidupan. Menurut sebuah tinjauan
terbaru dari penelitian India tentang SJS dan TEN, antimikroba dan antikonvulsan ditemukan
angka kejadian masing-masing 37,27% dan 35,73% dari total kasus.
Secara klinis, kami telah mengamati perbedaan signifikan dalam masa inkubasi dan hasil
dari antimikroba dan antikonvulsan penyebab SJS / TEN. Selain itu, sebuah studi baru-baru ini

telah mendokumentasikan peningkatan mortalitas pada kasus SJS / TEN disebabkan oleh
ofloksasin dibandingkan dengan yang disebabkan oleh antiepilepsi. Karena kekurangan
penelitian dalam hal ini, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan dan menganalisis
perbedaan pada masa inkubasi, tampilan klinis dan hasil pada pasien SJS / TEN yang disebabkan
oleh dua kelompok obat tersebut.
Bahan dan Metode
Desain Penelitian
Sebuah studi retrospektif dilakukan dari catatan rawat inap pasien bangsal dermatologi di
Rumah Sakit Pandit Bhagwat Dayal Sharma, Rohtak, Haryana, India. Protokol ini disetujui oleh
lembaga komite peninjau.
Pasien dan Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dari catatan medical pasien 2008-2013 dengan kasus biopsi terbukti
SJS, TEN dan SJS / TEN. Klasifikasi ke SJS, TEN dan SJS / TEN dilakukan dengan
menggunakan kriteria Bastuji. Pasien yang ada riwayat definitif pemakaian zat antimikroba atau
obat antikonvulsan sebelum terjadinya erupsi dari Grup A dan B masing-masing. Skor Naranjo
diterapkan untuk menilai kemungkinan obat tersangka peyebabkan reaksi. Hanya pasien dengan
skor Naranjo 5 atau lebih yang dilibatkan dalam penelitian. Pasien dengan riwayat pemakaian
beberapa obat sebelum reaksi, mereka yang tidak mengikuti nasihat medis, pasien HIV positif
dan orang-orang dengan penyakit autoimun dikeluarkan dari penelitian.
SCORTEN (SCORe of Toxic Epider-mal Necrolysis), nilai tingkat keparahan penyakit
yang spesifik untuk menentukan prognosis kasus TEN, diterapkan untuk semua pasien TEN.
Tujuh faktor independen dievaluasi dan prediksi mortalitas ditentukan oleh skor total.
Semua pasien dikelola di bawah kondisi aseptik, dengan cairan yang cukup dan penggantian

elektrolit, dosis tapering singkat steroid dan antibiotik profilaksis. Parameter epidemiologi,
interval waktu dari mengkonsumsi obat sampai timbulnya ruam, ada / tidaknya gejala prodromal,
tampilan klinis, SCORTEN, durasi rawat inap, komplikasi dan hasil diteliti dari catatan kasus
pasien yang dipilih untuk mengevaluasi dan membandingkan temuan dalam dua kelompok.
Analisis Statistik
Data dianalisis dengan menggunakan SPSS 2.0 software dan nilai p <0,05 dianggap
bermakna secara statistik. Masa inkubasi dan durasi rawatan di antara kedua kelompok
dibandingkan dengan menggunakan uji t tidak berpasangan. Uji chi square digunakan untuk
membandingkan angka kematian.
Hasil
Sebanyak empat puluh pasien dilibatkan dalam penelitian ini, dua puluh masing-masing
di Grup A dan Grup B. Grup A terdiri dari 3 kasus SJS, 6 dari SJS / TEN tumpang tindih dan 11
dari TEN disebabkan oleh antimikroba sementara Grup B terdiri dari 2 kasus SJS, 6 dari SJS /
TEN tumpang tindih dan 12 dari TEN disebabkan oleh antikonvulsan. Usia rata-rata di kedua
kelompok sekitar 24 tahun dengan rasio laki-laki: perempuan 1,71 dan 1,37 di Grup A dan B
masing-masing. Fluoroquinolon diikuti oleh klorokuin adalah antimikroba yang paling sering
terlibat digunakan pada Grup A.

Anda mungkin juga menyukai