Anda di halaman 1dari 56

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

A. Pengertian
Penyakit Dengue Haemorrhagie Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue
(DBD) adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue dengan
masa inkubasi selama 4 6 hari (Suroso, 2000).
Vaksin untuk mencegah penyakit DBD hingga kini belum tersedia, karena itu upaya
pencegahan penyakit ini hanya ditempuh dengan memberantas nyamuk penularnya.
Pemberantasan nyamuk dengan sasaran nyamuk dewasa (adult control) dilakukan
melalui penyemprotan racun serangga. Sedangkan pemberantasan jentik (larva
control) dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara :
1. Fisik : Cara ini dikenal dengan kegiatan 3 M (Menguras, Menutup dan Mengubur)
yaitu menguras bak mandi, bak WC, menutup tempat penampungan air seperti
tempayan, drum dan lainlain, serta mengubur atau menyingkirkan barang
bekas seperti kaleng bekas, dan ban bekas. Pengurasan Tempat Penampungan
Air (TPA) perlu dilakukan secara teratur sekurangkurangnya seminggu sekali.
2. Biologi : misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah).
3. Kimia : Cara pemberantasan jentik aedes aegypti dengan menggunakan racun
pembasmi jentik (larvasida), kegiatan ini dikenal dengan istilah abatisasi.
(Depkes, 1992).
Nyamuk aedes aegypti merupakan nyamuk domestik dan tersebar luas di rumahrumah
penduduk, sekolah dan tempattempat umum di Indonesia. Penyebaran nyamuk ini

banyak ditemukan pusatpusat pemukiman yang padat penduduknya seperti kota dan
pelabuhan, namun dengan semakin lancarnya hubungan transportasi darat, laut dan
udara memungkinkan penyebarannya sampai ke desadesa. (Depkes, 1995).
Tempat perindukan nyamuk aedes aegypti adalah genangan air yang
tertampung di wadah atau biasa disebut kontainer, dan bukan pada genangan air yang
langsung berhubungan dengan tanah. Kontainer tempat perindukan ini dapat
dibedakan sebagai berikut :
1. Tempat penampungan air (TPA), yaitu tempat untuk menampung air guna
keperluan seharihari seperti tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan lain
lain.
2. Bukan TPA, seperti tempat minum hewan peliharaan, barangbarang bekas (ban
bekas, kaleng bekas, botol, pecahan piring/gelas), vas bunga, dll.
3. Tempat penampungan air alami (natural/alamiah) misalnya tempurung kelapa,
lubang di pohon, pelepah daun, lubang batu, potongan bambu, kulit kerang dll.
Kontainer ini pada umumnya ditemukan diluar rumah.
Nyamuk aedes aegypti dewasa menggigit lebih banyak pada siang hari, antara
pukul 08.0012.00 dan pukul 15.0017.00. Sangat menyukai darah manusia dan biasa
menggigit beberapa kali, keadaan ini sangat membantu nyamuk aedes aegypti dalam
memindahkan virus dengue ke beberapa orang sekaligus. Tempat yang disenangi
nyamuk untuk beristirahat selama menunggu waktu pematangan telur adalah tempat
tempat yang gelap, lembab dan sedikit dingin. (Depkes, 1995).

B. Perkembangan Nyamuk Aedes Aegypti


Aedes

Aegypti

dalam

siklus

hidupnya

mengalami

perubahan

bentuk

(metamorphos) sempurna yaitu dari telur, jentik (larva), kepompong (pupa) lalu
menjadi nyamuk dewasa.
Kontak pertama dengan air mepakan rangsangan bagi nyamuk untuk
meletakkan telurnya. Biasanya telur diletakkan pada dinding bagian dalam kontainer
di permukaan air. Jumlah telur nyamuk aedes aegypti untuk sekali bertelur dapat
mencapai 300 butir dengan ukuran 5 mm berwarna hitam/gelap.
Selanjutnya telur menetas menjadi jentik dan mengalami 4 tingkatan atau
stadium. Bentuk jentik antar stadium disebut instar. Waktu pertumbuhan dari masingmasing stadium adalah sebagai berikut :
Stadium I : 1 hari
Stadium II : 1 2 hari
Stadium III : 2 hari
Stadium IV : 2 3 hari.
Jentik aedes aegypti dalam air dapat dikenali dengan ciriciri antara lain : berukuran
0,51 cm dan selalu bergerak aktif dalam air. Gerakan berulangulang dari bawah

keatas permukaan air dimaksudkan untuk bernapas. Pada waktu istirahat, posisinya
hampir tegak lurus dengan permukaan air. (Depkes, 1995).
Jentik berkembang menjadi pupa. Pada tingkat pupa ini tidak memerlukan
makan, tetapi perlu udara. Waktu pertumbuhan menjadi nyamuk adalah 12 hari.
Pada umumnya nyamuk jantan menetas lebih dahulu dari nyamuk betina. Lalu pupa
berkembang menjadi nyamuk dewasa dan tidak lagi hidup dalam air. (Depkes, 1995).

C. Survey Aedes Aegypti


1. Survei Nyamuk Dewasa
Survei nyamuk dewasa dilakukan dengan penangkapan nyamuk menggunakan
umpan orang didalam rumah atau diluar rumah selama 20 menit/rumah serta
penangkapan nyamuk yang hingggap didalam rumah yang sama. Penangkapan
nyamuk dilakukan dengan menggunakan aspirator. Dari survei nyamuk dewasa
ini akan dapat diketahui densitas vektor dengan mencermati angka index
nyamuk dewasa, yaitu biting/landing rate dan resting per rumah.
2. Survei Jentik
Ada dua metode survei jentik yaitu :
a) Cara jentik tunggal (single larva method).

Survei ini dilakukan dengan mengambil jentik disetiap tempat genangan


air, untuk selanjutnya dilakukan identifikasi jenis jentik tersebut.
b) Cara Visual.
Survei ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap
genangan air tanpa melakukan pengambilan jentik. Dalam program
pemberantasan penyakit DBD, survei jentik yang biasa dilakukan adalah
cara visual dan ukuran yang dipakai sebagai indikator adalah House Index,
Container Index, dan Breteau Index.
1) House Index adalah jumlah rumah dimana ditemukan sarang aedes
aegypti disuatu daerah.
2) Container Index adalah container yang menjadi sarang aedes aegypti di
suatu daerah .
3) Breteau Index adalah jumlah rumah dengan jentik aedes aegypti per
100 rumah di suatu daerah. (Rezeki, 2001).
Langkah-langkah survey jentik meliputi :
1. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk aedes aegypti diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
2. Untuk memeriksa tempat penampungan air, yang berukuran besar seperti
bak mandi, tempayan, drum, ataupun bak penampungan air lainnya, maka

diperlukan pengamatan selama 1-2 menit untuk memastikan bahwa ada


atau tidak ada jentik.
3. Untuk memeriksa tempat perkembangbiakan kecil seperti vas bunga/pot
tanaman air, botol yang airnya keruh, seringkali airnya dipindahkan ke
tempat lain.
4. Untuk memeriksa jentik ditempat yang agak gelap atau airnya keruh
digunakan senter. (Depkes, 1992).

D. Tempat Penampungan Air (TPA)


1. Jenis Tempat Penampungan Air
Beberapa jenis tempat penampungan air (TPA) yang digunakan seharihari adalah
tempayan, drum, ember plastik dan sebagainya yang kesemuanya terdiri dari
bahan yang berbeda. Perbedaan bahan penampungan air juga akan menyebabkan
perbedaan permukaan dinding tempat penampungan air. Tempat penampungan
air dengan permukaan kasar sangat disenangi nyamuk untuk meletakkan
telurnya. (Depkes, 1992).
2. Tempat Perindukan Nyamuk
Perindukan nyamuk dapat dibedakan menjadi 2 kelompok utama yakni :

a. Perindukan alamiah, yakni perindukan nyamuk pada tempat-tempat alami,


seperti danau, rawa, ketiak daun, tempurung kelapa, lubang bambu,
ataupun pada pelepah daun.
b. Perindukan

non

alamiah,

yakni

perindukan

nyamuk

pada

tempat

penampungan air bersih manusia seperti bak air, ember, maupun tempattempat penampungan air lainnya yang ada disekitar pemukiman penduduk.
(Suroso, 2000).
3. Kebiasaan Menutup Tempat Penampungan Air
Kebiasaan menutup tempat penampungan air berkaitan dengan peluang nyamuk
aedes aegypti untuk hinggap dan menempatkan telurtelurnya. Pada TPA yang
selalu ditutup rapat, peluang nyamuk untuk bertelur menjadi sangat kecil
sehingga mempengaruhi keberadaannya di TPA tersebut. (Depkes, 1992).
4. Frekuensi Menguras Tempat Penampungan Air
Tempat penampungan air yang selalu dikuras dengan teratur setiap minggu akan
menyebabkan kelangsungan hidup nyamuk dengan siklus hidup yang berlangsung
sekitar seminggu menjadi terganggu. (Depkes, 1995).

http://azaluddinepid.blogspot.com/2009/12/demam-berdarah-dengue-dbd.html

PENDAHULUAN
DBD merupakan salah satu penyakit infeksi virus yang penyebarannya dilakukan oleh nyamuk
Aedes. Penyakit ini pertama kali dilaporkan setelah adanya kejadian luar biasa (KLB) di Jakarta
dan Surabaya pada tahun 1968. Semenjak itu jumlah kasus dan daerah yang terjangkit semakin
meluas, hampir di seluruh kota-kota besar di Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks yaitu pertumbuhan penduduk yang
tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak adanya kontrol nyamuk yang
efektif di daerah endemis dan adanya peningkatan sarana transportasi .1
Selama ini upaya efektif untuk mencegah dan mengendalikan penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) adalah dengan pengendalian vektornya. Upaya-upaya yang sudah dilakukan
antara lain dengan pemutusan rantai nyamuk penularnya dengan cara penaburan larvasida,
fogging focus dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang meliputi; pengurasan tempat
penampungan air, menutup tempat penampungan dan penguburan barang bekas. Meskipun
demikian kasus DBD di propinsi Sumatera Selatan masih cukup tinggi.
Berdasarkan data pada bulan Januari sampai Juni 2005 terdapat kasus DBD di Propinsi Sumatera
Selatan yang berjumlah penduduk 1.512.485 Jiwa, terdapat 239 kasus CFR 0.3%. 2 Di
Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) terjadi kasus DBD selama tiga tahun terakhir (20032005), bahkan disertai dengan kematian akibat penyakit ini. Beberapa diantara kasus ditemukan
di Puskesmas Tanjung Agung dengan periode antara bulan Februari sampai dengan April (20032005). 3
Puskesmas Tanjung Agung adalah salah satu Puskesmas di Kabupaten OKU yang wilayah
kerjanya mencakup 11 desa di Kecamatan Baturaja Barat dengan luas wilayah kerja sebesar
132,6 km2 . 4 Pada bulan Februari tahun 2005 telah dilakukan fogging di beberapa wilayah kerja
Puskesmas Tanjung Agung yang menjadi sumber kasus. Diantaranya adalah di Kampung IV
Desa Saung Naga. Namun pelaksanaan fogging tersebut belum menjangkau seluruh wilayah desa
sehingga penyebaran DBD masih terjadi.
Desa Saung Naga termasuk desa rawan karena selama 2 tahun berturut-turut terdapat kasus
DBD. Total jumlah kepala keluarga yang ada di Kampung IV Desa Saung Naga sampai dengan
tahun 2005 adalah sebanyak 477 KK.
Kondisi pemukiman yang padat dan kurang tertata, banyaknya tempat penampungan air di setiap
rumah penduduk serta lokasi yang dekat dengan alur transportasi yang ramai di pusat kota
Baturaja dapat memperbesar peluang berkembangnya Aedes, vektor DBD sehingga
meningkatkan jumlah kasus DBD di tengah-tengah masyarakat. Untuk itulah diperlukan survei
jentik Aedes sebagai salah satu upaya untuk mengendalikan vektor DBD di wilayah tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui situasi larva Aedes yang merupakan faktor resiko
dalam penularan penyakit demam berdarah di Kampung IV Desa Saung Naga Kecamatan
Baturaja Barat Kabupaten OKU.
METODE PENELITIAN

Survei jentik Aedes dilakukan di Kampung IV Desa Saung Naga Kecamatan Baturaja Barat,
Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Propinsi Sumatera Selatan pada tanggal 18 Agustus
2005.
Survei ini adalah survei sewaktu (spot survei) yang mencoba menggambarkan variabel-varibel
yang diamati dan dan disajikan dalam bentuk deskriptif.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh rumah penduduk serta kepadatan jentik Aedes yang
berada daerah survei. Sementara sampel penelitian adalah seratus rumah yang dipilih secara acak
di Kampung IV Desa Saung Naga dengan mengacu kepada metode yang digunakan oleh Ditjen
P2M & PL (2002)5 (di lingkungan tempat tinggal, tempat-tempat umum, tempat ibadah,
lingkungan kerja dan sekolah) dan jentik nyamuk Aedes yang didapatkan dari setiap kontainer
yang ditemukan.
Pengumpulan data jentik Aedes. dilakukan dengan mengadakan pengamatan pada semua
kontainer yang ditemui di 100 rumah baik di dalam maupun di luar rumah. Metode survei yang
dilaksanakan pada kegiatan ini adalah single larva survey. Pada setiap kontainer yang ditemukan
ada jentik, maka satu ekor jentik akan diambil dengan cidukan (gayung plastik) atau
menggunakan pipet panjang jentik sebagai sample, untuk pemeriksaan spesies jentik
(identifikasi). Jentik yang diambil ditempatkan dalam botol kecil/vial bottle dan diberi label
sesuai dengan nomor tim survei, nomor lembaran formulir berdasarkan: nomor rumah yang
disurvei dan nomor kontainer dalam formulir. Selanjutnya setelah survei dilaksanakan maka
jentik yang telah didapatkan diperiksa untuk mengetahui spesies jentik dan menggunakan buku
kunci dari Ditjen P2M&PL (2002).5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Wilayah
Kampung IV Desa Saung Naga daerah padat penduduk dengan total jumlah Kepala Keluarga
sebesar 477 KK. Mata pencaharian sebagian besar penduduknya adalah sebagai pedagang dan
buruh. Lokasi berada di tengah-tengah kota Baturaja dan dekat dengan pasar. Mobilitas
penduduk di Kampung IV ini cukup tinggi karena banyak pendatang dari wilayah lain yang
tinggal di wilayah tersebut, misalnya mahasiswa dsb. Kondisi pemukiman penduduk padat dan
terkesan kumuh karena kurang tertata. Sementara sistem perairan penduduk (PAM) yang kurang
lancar (terutama pada musim kemarau) menyebabkan penduduk menyediakan cukup banyak
tempat penampungan air.
Penangkapan Jentik
Angka-angka indeks jentik House Index (HI), Container Index (CI) dan Breteau Index (BI) yang
diperoleh pada survei di Kampung IV Desa Saung Naga Kec. Baturaja Barat ini berturut-turut
sebesar 35%, 26% dan 36%. Menurut WHO (1998), daerah yang mempunyai HI lebih besar dari
5% dan BI lebih besar dari 20% umumnya merupakan daerah yang sensitif atau rawan demam
dengue.6 Sementara itu ABJ yang didapat sebesar 65%. Menurut Hasyimi, nilai ABJ yang relatif
rendah (kurang dari 95% memperbesar peluang terjadinya transmisi virus DBD. Dengan

demikian desa ini mempunyai resiko untuk terjadinya epidemi apabila tidak diambil tindak lanjut
terhadap keberadaan jentik vektor penular DBD tersebut.7
Survei jentik dilakukan di rumah-rumah penduduk dan fasilitas umum lainnya seperti musollah.
Berdasarkan jenis-jenis tempat tersebut diketahui hasil seperti pada tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Rumah dan Tempat-Tempat Umum yang Ditemukan Desa Saung Naga Tahun
2005.
Jenis Jumlah
Rumah
Mushola

99
1

Ditemukan
Jentik
35
1

Keberadaan fasilitas-fasilitas umum yang ada di suatu lingkungan juga harus diperhatikan karena
dapat juga menjadi tempat perindukan potensial bagi vektor DBD. Misalnya bak penampungan
air wudhu di mushola atau masjid, wc sekolah dsb. Karena itu upaya untuk memutus mata rantai
penularan DBD harus melibatkan semua komponen masyarakat yang ada di wilayah tersebut.
Dari 100 rumah yang disurvei, ditemukan tipe-tipe kontainer yang berbeda yang dapat menjadi
tempat perindukan nyamuk Aedes. Berdasarkan tipe kontainer yang diperiksa didapatkan bahwa
kontainer yang paling dominan ditemukan dari rumah-rumah yang disurvei adalah bak mandi,
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut :
Tabel 2. Tipe-tipe Kontainer yang Ditemukan
di Desa Saung Naga Tahun 2005.
No

Tipe
Kontainer

1 Drum

40

(%)
Kontainer
28.58

2 Bak Mandi

85

60.71

3 Ember

6.43

4. Tempayan

1.43

5. Bak Air Wudhu

0.71

6. Lainnya

2.14

140

100

Jumlah

Jumlah

Data tipe kontainer yang ditemukan menunjukkan bak mandi (60,71%) sebagai jenis kontainer
yang mendominasi wilayah tersebut. Diikuti oleh drum plastik (28,58%), ember (6,43%),
tempayan (1,43%) dan kontainer lain seperti botol/kaleng bekas dan kolam buatan (2,14%).
Hasyimi dan Soekirno (2004) menyatakan bahwa penggunaan TPA di daerah pemukiman
dimana keperluan air sehari-hari dikelola PAM, sering menimbulkan masalah bagi perindukan
vektor disebabkan penduduk banyak menampung air di suatu tempat (TPA). Dengan alasan ini
maka tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti cenderung menjadi banyak sehingga
memperluas terjadinya transmisi virus dengue dan chikungunya.8
Tabel 3. Tipe-tipe Kontainer Positif yang Ditemukan di Desa Saung Naga Tahun 2005.
No

Tipe
Kontainer % Kontainer
Kontainer
Positif
Positif
1 Drum
17
47.22
2 Bak Mandi

14

38.89

3 Ember

4. Tempayan

2.78

5. Bak Air Wudhu

2.78

6. Lainnya

8.33

Jumlah

36

100

Seperti terlihat dari tabel 3, kontainer positif ditemukan jentik yang paling dominan adalah drum
(47,22%) dan bak mandi (38,89%). Sebagai pembanding, survei jentik yang dilakukan di Desa
Sukaraya Kab. OKU pada tahun 2004 menunjukkan bahwa kontainer positif yang ditemukan
pada desa tersebut adalah bak mandi, drum dan ember. Hal ini sesuai dengan laporan Chan
dalam Hasyimi, dkk. (2005) yang menyatakan bahwa di daerah perkotaan habitat nyamuk Ae.
aegypti dan Ae. albopictus sangat bervariasi, tetapi 90% adalah wadah-wadah yang dibuat oleh
manusia. Fock DA dalam Hasyimi dan Soekirno (2004) menyatakan bahwa tempayan, drum dan
bak mandi adalah tiga jenis kontainer yang banyak memfasilitasi jentik Ae. aegypti menjadi
dewasa, mengingat ketiganya termasuk TPA yang berukuran besar dan sulit mengganti airnya.
Kondisi suplai air untuk keperluan sehari-hari penduduk yang kurang lancar menyebabkan
sebagian besar kontainer seperti bak mandi atau drum jarang dikuras atau dibersihkan. Ini
menyebabkan perkembangan jentik Aedes menjadi nyamuk dewasa lebih besar peluangnya.
Sebagian besar bahan kontainer yang ditemukan pada survei ini adalah semen (43.57%), plastik
(34.28%) dan keramik (19.28%). Sementara logam (2.15%) dan tanah (0.72%). Meskipun
demikian jentik Aedes paling banyak ditemukan pada kontainer berbahan dasar plastik (52.78%)
dan semen (33.33%). Selengkapnya pada tabel 4.
Tabel 4. Bahan Kontainer yang Ditemukan di Desa Saung Naga Tahun 2005.

No

Bahan
Kontainer

1 Plastik

Jumlah Positif Jentik


(%)
(%)
48 (34.28%) 19 (52.78%)

2 Semen

61 (43.57%) 12 (33.33%)

3 Keramik

27 (19.28%) 5 (13.89%)

4. Logam

3 (2.15%)

0 (0%)

5. Tanah

1 (0.72%)

0 (0%)

140 (100%)

36 (100%)

Jumlah

Hasil penelitian Sungkar (1994) tentang Pengaruh Jenis TPA terhadap Perkembangan Larva
Aedes juga menunjukkan bahwa jumlah larva yang terdapat pada kontainer dari keramik paling
sedikit dibandingkan dengan kontainer yang terbuat dari semen atau drum. Pada kontainer
berbahan dasar semen yang kasar, nyamuk betina lebih mudah mengatur posisi tubuh pada waktu
meletakkan telur. Telur diletakkan secara teratur di atas permukaan air. Pada TPA yang licin
seperti keramik, nyamuk tidak dapat berpegangan erat dan tidak dapat mengatur posisi tubuhnya
dengan baik sehingga telur disebarkan di permukaan air dan menyebabkannya, mati terendam
sebelum menetas).9 Sementara pada kontainer berbahan dasar plastik (sebagian besar adalah
jenis drum), banyaknya jentik yang terdapat di sana mungkin lebih dikarenakan kondisi sekitar
kontainer yang gelap dan lembab, juga warna kontainer yang menunjang perkembangan jentik.
Tabel 5 menggambarkan kondisi kontainer positif jentik berdasarkan letak kontainer.
Tabel 5. Letak Kontainer yang Ditemukan
di Desa Saung Naga Tahun 2005.
Letak Jumlah Dengan
%
Kontainer
jentik Kontainer
Positif
Dalam
116
27
75
Luar
Jumlah

24
140

9
36

25
100

Berdasarkan letak kontainer didapatkan bahwa kontainer yang terletak di dalam rumah
berpeluang lebih besar untuk terdapat jentik Aedes. Ini dipengaruhi oleh kondisi rumah yang
gelap karena kurangnya cahaya di dalam rumah sehingga udara di dalam rumah cenderung
lembab. Kondisi yang lembab dan warna TPA yang gelap ini memberikan rasa aman dan tenang
bagi nyamuk untuk bertelur, sehingga telur yang diletakkan lebih banyak dan jumlah larva yang

terbentuk lebih banyak pula.9 Selain itu suasana gelap menyebabkan larva menjadi tidak terlihat
sehingga tidak bisa diciduk atau dibersihkan.
Tabel 6. Keadaan Kontainer yang Ditemukan
di Desa Saung Naga Tahun 2005.
Penutup Diperiksa Dengan
jentik
Ada
Tidak ada
Jumlah

50
90
140

19
17
36

%
Kontainer
Postitif
52.78
47.22
100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kontainer yang diperiksa umumnya tidak memiliki
penutup yaitu sebanyak 90 kontainer. Sementara kontainer yang memiliki penutup ditemukan
sebanyak 50 kontainer. Walaupun demikian, dari 50 kontainer dengan penutup, 19 kontainer
diantaranya positif jentik.
Dari hasil survei kontainer dengan penutup justru lebih banyak mengandung jentik dibandingkan
dengan yang tidak berpenutup. Ini mungkin disebabkan karena kontainer/TPA tanpa penutup
lebih sering digunakan penduduk sehingga arus air di dalam kontainer menjadi tidak kondusif
bagi perkembangan jentik. Sementara kontainer yang berpenutup digunakan penduduk sebagai
tampungan air cadangan yang jarang digunakan sehingga jarang dibersihkan. Bisa juga
disebabkan penutupnya tidak rapat atau ada bagian yang berlubang pada penutup kontainer
tersebut.
Berdasarkan jenis jentik yang didapatkan dari survei memperlihatkan bahwa jentik Aedes aegypti
paling dominan ditemukan, selain itu juga didapatkan spesies lainnya yaitu Aedes albopictus
dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Jenis Jentik yang Ditemukan
di Desa Saung Naga Tahun 2005.
Jenis jentik Jumlah % Jentik
Aedes aegypti
34
94.45
Aedes
2
5.55
albopictus
Jumlah
36
100
Hasil identifikasi jentik dari survei mendapatkan 2 spesies Aedes, yaitu Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Namun, jentik Aedes aegypti mendominasi hasil tangkapan yaitu berjumlah 34 jentik.
Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama (primer) dalam penularan penyakit DBD karena
tempat hidupnya yang biasanya berada di dalam ataupun dekat lingkungan rumah sedangkan

nyamuk Aedes albopictus merupakan vektor sekunder dikarenakan habitat aslinya biasanya
berada di kebun-kebun. 10
Pengurangan sumber vektor melalui partisipasi masyarakat merupakan metode efektif untuk
pelaksanaan program pengendalian jangka panjang dan berkelanjutan, serta merupakan strategi
pengendalian inti untuk DBD.11 Akan tetapi, perlu disadari bahwa untuk mendapatkan partisipasi
penuh masyarakat diperlukan waktu yang tidak sebentar karena hal tersebut didasarkan pada
perubahan perilaku. Untuk itulah diperlukan adanya kerjasama antar setiap elemen masyarakat
yang berada pada wilayah tersebut mulai dari tingkat kelurahan sampai lembaga terkait lainnya
(Dinas Kesehatan OKU). Dengan demikian diharapkan angka kasus DBD di Kab. OKU secara
umum dapat diturunkan.
KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan survei larva dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Di Kampung IV Desa Saung Naga Kec. Baturaja Barat didapatkan angka House Index (HI) 35%,
Container Index (CI) 26%, Breteau Index (BI) 36% dan Angka Bebas Jentik (ABJ) sebesar 65%.
2. Sebanyak 35 rumah dan 1 Mushollah positif ditemukan jentik Aedes.
3. Tempat penampungan air (TPA) yang paling dominan ditemukan jentik Aedes adalah drum dan
bak mandi.
4. Prosentase jentik Aedes aegypti yang ditemukan sebesar 94,45% sedangkan jentik Aedes
albopictus sebesar 5,55%.
5. Hasil keseluruhan dari kegiatan survei larva/jentik ini menunjukkan bahwa Kampung IV Desa
Saung Naga Kec. Baturaja Barat mempunyai resiko terjadi epidemi DBD oleh nyamuk Aedes
aegypti.

SARAN
1. Mengadakan pemberantasan jentik dengan larvasida (abatisasi) secara massal ataupun dengan
memanfaatkan ikan pemakan jentik.
2. Lebih mengintensifkan kegiatan pemeriksaan jentik berkala (PJB) di tempat-tempat umum (TTU)
seperti sekolah, masjid, perkantoran dan lain-lain sebagai bentuk system kewaspadaan dini
(SKD) sekurang-kurangnya setiap 3 bulan untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk
penular penyakit demam berdarah dengue.
3. Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan
bersih dan bebas jentik nyamuk penular demam berdarah, seperti menggalakkan program 3M+
di lingkungan sekitar.
4. Meningkatkan peran serta masyarakat serta kerjasama antar lembaga-lembaga menuju kepada
perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang berisiko terhadap penularan DBD.
5. Perlu dipertimbangkan untuk mengangkat Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dengan diberi
insentif yang secara teratur mengunjungi rumah-rumah penduduk.
6. Diharapkan informasi yang didapatkan dari kegiatan ini dapat dijadikan tolak ukur oleh
pengelola program DBD di Dinas Kesehatan Kab. OKU.

DAFTAR PUSTAKA

Digg this post Bookmark to delicious Stumble the post Share to Facebook Tweet on Twitter
142:Pemodelan Spasial Epidemiologi Demam Berdarah Dengue Menggunakan Sistem Informasi
Geografi Di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta
144:Karakterisisasi Limbah Cair Tempe Sebagai Larvasida Nyamuk Dbd (Demam Berdarah Dengue)
http://www.infodiknas.com/143survey-jentik-aedes-aegypti-di-desa-saung-naga-kab-oku-tahun2005.html

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Nyamuk (Diptera: Culicidae) merupakan vektor beberapa penyakit baik pada hewan mau pun
manusia. Banyak penyakit pada hewan dan manusia dalam penularannya mutlak memerlukan
peran nyamuk sebagai vektor dari agen penyakitnya, seperti filariasis dan malaria. Sebagian
pesies nyamuk dari genus Anopheles dan Culex yang bersifat zoofilik berperan dalam penularan
penyakit pada binatang dan manusia, tetapi ada juga spesies nyamuk antropofilik yang hanya
menularkan penyakit pada manusia. Salah satu penyakit yang mempunyai vektor nyamuk adalah
Demam Berdarah Dengue (Sudarmaja,2009).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan
yang cenderung meningkat jumlah penderita dan semakin luas daerah penyebarannya, sejalan
dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Penyakit demam yang ditularkan oleh
nyamuk Ae. aegypti selain demam berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah demam
dengue (Dengue Fever) yang dikenal sebagai Cikungunyah (Break Bone Fever) di Indonesia
(Supartha,2008). Aedes aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit ini, karena hidupnya di
dalam dan di sekitar rumah, sedangkan Aedes albopictus di kebun, sehingga lebih jarang kontak
dengan manusia (Yudhastuti,2005).
Menurut WHO tahun 2006, Indonesia pernah mengalami kasus terbesar (53%) DBD pada tahun
2005 di Asia Tenggara yaitu 95.270 kasus dan kematian 1.298 orang (CFR = 1,36 %)
(Supartha,2008). Penyebaran penyakit DBD di suatu kawasan harus dikontrol sehingga penyakit
tersebut mendapat penanganan yang tepat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mengontrol penyebaran penyakit yaitu dengan melakukan pemetaan vektor penyakit tersebut.
Belum ditemukannya obat dan vaksin untuk mengatasi penyakit DBD mengakibatkan cara
pencegahan melalui pemutusan rantai penularan dengan mengendalikan populasi vektor penyakit
menjadi penting (Lestari,2010).
2. Tujuan
a. Mengetahui karakteristik nyamuk Aedes
b. Mengetahui pengendalian nyamuk Aedes

BAB II
ISI
1. Taksonomi
Taksonomi Aedes adalah
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Genus : Aedes
Aedes mempunyai 1162 spesies dan 100 speseies diantaranya adalah: A. (Aedimorphus), A.
(Aedimorphus) vexans, A. (Finlaya), A. (Finlaya) japonicus, A. (Finlaya) niveus, A.
(Ochlerotatus), A. (Ochlerotatus) caspius, A. (Ochlerotatus) detritus, A. (Ochlerotatus) punctor ,
A. (Ochlerotatus) rusticus, A. (Ochlerotatus) scapularis, A. (Stegomyia), A. (Stegomyia) aegypti,
A. (Stegomyia) albopictus, A. (Stegomyia) cretinus, A. (Stegomyia) riversi, A. (Stegomyia)
simpsoni, A. abditus, A. abnormalis, A. aboriginis (Morthwest Coast Mosquito), A. abserratus,
A. acrophilus, A. aculeatus, A. adami, A. adenensis, A. adersi, A. aegypta, A. aegyptii, A.
aenigmaticus, A. affirmatus, A. africanus, A. agastyai, A. agrestis, A. agrihanensis, A. aitkeni, A.
akkeshiensis, A. albescens, A. albicosta, A. albifasciatus, A. albilabris, A. alboannulatus, A.
alboapicus, A. albocephalus, A. albocinctus, A. albodorsalis, A. albolateralis, A. albolineatus, A.
albomarginatus, A. alboniveus,A. albonotatus, A. albopictus (Asian Tiger Mosquito), A.
alboscutellatus, A. albotaeniatus, A. albothorax, A. alboventralis A. alcasidi A. aldrichi A.
alektorovi A. alius A. alleni A. allotecnon A. alocasicola, A. alongi, A. aloponotum, A.
alorensis, A. alternans, A. alticola, A. altiusculus, A. amabilis, A. amaltheus, A. amamiensis, A.
ambreensis, A. amesii, A. ananae, A. andamanensis, A. andersoni, A. andrewsi, A. anggiensis,
A. angustivittatus, A. angustus, A. annandalei, A. annulipes, A. annulirostris, A. annuliventris,
A. antipodeus, A. antuensis, A. aobae, A. apicoannulatus, A. apicoargenteus, A. arabiensis, A.
arborealis, A. arboricola, A. argenteitarsis, A. argenteopunctatus, A. argenteoscutellatus, A.
argenteoventralis, A. argentescens, A. argenteus (Thomson ,2005).
2. Morfologi
a. Aedes Dewasa
Nyamuk memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan
serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family
Culicidae. Nyamuk jantan berukuran lebih kecil daripada nyamuk betina (Lestari,2010). Tubuh
nyamuk terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut (Sayono,2008).

Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Ae aegypti


Nyamuk memiliki sepasang antena berbentuk filiform berbentuk panjang dan langsing serta
terdiri atas 15 segmen. Antena dapat digunakan sebagai kunci untuk membedakan kelamin pada
nyamuk dewasa. Antena nyamuk jantan lebih lebat daripada nyamuk betina. Bulu lebat pada
nyamuk jantan disebut plumose sedangkan pada nyamuk betina yang jumlahnya lebih sedikit
disebut pilose (Lestari,2010).
Proboscis merupakan bentuk mulut modifikasi untuk menusuk. Nyamuk betina mempunyai
proboscis yang lebih panjang dan tajam, tubuh membungkuk serta memiliki bagian tepi sayap
yang bersisik. Dada terdiri atas protoraks, mesotoraks dan metatoraks. Mesotoraks merupakan
bagian dada yang terbesar dan pada bagian atas disebut scutum yang digunakan untuk
menyesuaikan saat terbang. Sepasang sayap terletak pada mesotoraks. Nyamuk memiliki sayap
yang panjang, transparan dan terdiri atas percabangan-percabangan (vena) dan dilengkapi
dengan sisi. Abdomen nyamuk tediri atas sepuluh segmen, biasanya yang terlihat segmen
pertama hingga segmen ke delapan, segmen-segmen terakhir biasanya termodifikasi menjadi alat
reproduksi. Nyamuk betina memiliki 8 segmen yang lengkap (Lestari,2010). Seluruh segmen
abdomen berwarna belang hitam putih, membentuk pola tertentu dan pada betina ujung abdomen
membentuk titik (meruncing) (Sayono,2008).
Secara morfologis Ae.aegypti dan Ae.albopictus sangat mirip, berukuran tubuh kecil
(Nurhayati,2005). Panjang 3-4 mm dan bintik hitam dan putih pada badan, kaki dan mempuntai
ring putih di kaki (Depkes RI,2004). Namun dapat dibedakan dari strip putih yang terdapat pada
bagian skutumnya. Skutum Ae. aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian
dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih. Sementara skutum Ae.
albopictus yang juga berwarna hitam hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya
(Supartha,2008).

Aedes aegypti Aedes albopictus


Gambar 2.2 Ciri-ciri khusus nyamuk Ae aegypti dan Ae albopictus
b. Telur

Gambar 2.3 Telur Ae.aegypti


Telur yang baru dikeluarkan berwarna putih tetapi sesudah 1 2 jam berubah menjadi hitam.
Telur Aedes berbentuk bulat panjang (oval) menyerupai torpedo, mempunyai dinding yang
bergaris-garis yang menyerupai sarang lebah. Telur tidak berpelampung dan diletakkan satu
persatu terpisah di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding tempat
perindukannya (Depkes RI,2004).
Telur tersebut diletakkan secara terpisah di permukaan air untuk memudahkannya menyebar dan
berkembang menjadi larva di dalam media air. Media air yang dipilih untuk tempat peneluran itu
adalah air bersih yang stagnan (tidak mengalir) dan tidak berisi spesies lain sebelumnya. Sejauh
ini, informasi mengenai pemilihan air bersih stagnant sebagai habitat bertelur Ae. aegypti banyak
dilaporkan oleh peneliti serangga vektor tersebut dari berbagai negeri. Laporan terakhir yang
disampaikan oleh penelitian IPB Bogor bahwa ada telur Ae. aegypti yang dapat hidup pada
media air kotor dan berkembang menjadi larva. Sementara Ae. albopictus meletakkan telurnya
dipinggir kontener atau lubang pohon di atas permukaan air (Supartha,2008).
Percobaan yang hati-hati menunjukkan bahwa cangkang telur memiliki pola mosaik tertentu.
Telur Aedes dapat bertahan pada kondisi kering pada waktu dan intensitas yang bervariasi
hingga beberapa bulan, tetapi tetap hidup. Jika tergenang air, beberapa telur mungkin menetas
dalam beberapa menit, sedangkan yang lain mugkin membutuhkan waktu lama terbenam dalam
air, kemudian penetasan berlangsung dalam beberapa hari atau minggu (Saryono,2008).
Seekor nyamuk betina meletakkan telurnya rata-rata sebanyak 100 butir setiap kali bertelur.
Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan dalam suhu 2-24C, namun akan menetas dalam
waktu 1-2 hari pada kelembaban rendah. Telur diletakkan di air akan menetas dalam waktu 7

hari pada suhu 16C dan akan membutuhkan yang direndam akan menetas sebanyak 80% pada
hari pertama dan. Setelah 2-4 hari telur menetas menjadi larva yang hidup di dalam air (Depkes
RI,2004).
c. Larva atau Jentik

Gambar 2.4 Larva Ae. Aegypti


Larva Aedes memiliki sifon yang pendek dan hanya ada sepasang sisir subventral yang jaraknya
tidak lebih dari bagian dari pangkal sifon dengan satu kumpulan rambut. Pada waktu istirahat
membentuk sudut dengan permukaan air. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva
yang disebut instar. Larva nyamuk semuanya hidup di air yang tahapannya terdiri atas empat
instar. Keempat instar itu dapat diselesaikan dalam waktu 4 hari 2 minggu tergantung keadaan
lingkungan seperti suhu air persediaan makanan (Supartha,2008). Larva menjadi pupa
membutuhkan waktu 68 hari (Depkes RI,2004).
d. Pupa atau Kepompong

Gambar 2.5 Pupa Ae.aegypti


Pupa adalah fase inaktif yang tidak membutuhkan makan, namun tetap membutuhkan oksigen
untuk bernafas. Untuk keperluan pernafasannya pupa berada di dekat permukaan air. Lama fase
pupa tergantung dengan suhu air dan spesies nyamuk yang lamanya dapat berkisar antara satu
hari sampai beberapa minggu. Setelah melelewati waktu itu maka pupa membuka dan
melepaskan kulitnya kemudian imago keluar ke permukaan air yang dalam waktu singkat siap
terbang. Pupa sangat sensitife terhadap pergerakan air dan belum dapat dibedakan antara jantan

dan betina (Supartha,2008). Bentuk pada stadium pupa ini seperti bentuk terompet panjang dan
ramping (Depkes RI, 2004).
3. Siklus Hidup
Nyamuk termasuk serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) karena
mengalami empat tahap dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Tahapan yanag dialami
oleh nyamuk yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Telur nyamuk akan menetas menjadi larva
dalam waktu 1-2 hari pada suhu 20-40C. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva
dipengaruhi oleh suhu, tempat, keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di tempat
perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari dan
pada kondisi ini nyamuk tidak makan tapi tetap membutuhkan oksigen yang diambilnya melalui
tabung pernafasan (breathing trumpet) , kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 23 hari sehingga waktu yang dibutuhkan dari telur hingga dewasa yaitu 7-14 hari (Lestari,2010).
Suhu udara merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan jentik
nyamuk Aedes aegypti. Pada umumnya nyamuk akan meletakkan telurnya pada temperatur
sekitar 20 30C. Toleransi terhadap suhu tergantung pada spesies nyamuk. telur nyamuk
tampak telah mengalami embriosasi lengkap dalam waktu 72 jam dalam temperatur udara 25
30C. Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25 27C dan pertumbuhan
nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10C atau lebih dari 40C (Yudhastuti,
2005).
Kelembaban udara juga merupakan salah satu kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi
perkembangan jentik nyamuk Aedes aegypti. kelembaban udara yang berkisar 81,5 89,5%
merupakan kelembaban yang optimal untuk proses embriosasi dan ketahanan hidup embrio
nyamuk. Sedangkan tempat perindukan yang paling potensial dalam siklus hidup nyamuk adalah
di kontainer atau tempat perindukan yang digunakan untuk keperluan sehari hari seperti drum,
tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan sejenisnya (Yudhastuti, 2005).
Nyamuk lebih menyukai tempat perindukan yang berwarna gelap, terlindung dari sinar matahari,
permukaan terbuka lebar, berisi air tawar jernih dan tenang (Soegijanto, 2006). Tempat
perindukan nyamuk (tempat nyamuk meletakkan telur) terletak di dalam maupun di luar rumah.
Tempat perindukan di dalam rumah yaitu tempat-tempat penampungan air antara lain bak air
mandi, bak air WC, tandon air minum, tempayan, gentong air, ember, dan lainlain. Tempat
perindukan di luar rumah antara lain dapat ditemukan di drum, kaleng bekas, botol bekas, pot
bekas, pot tanaman hias yang terisi air hujan dan lain-lain. Tempat perindukan nyamuk juga
dapat ditemukan pada tempat penampungan air alami misalnya pada lubang pohon dan pelepahpelepah daun (Soegijanto, 2006).
Ae albopictus berkembang biak pada kontainer temporer tetapi lebih suka pada kontainer
alamiah di hutan-hutan, seperti lubang pohon, ketiak daun, lubang batu dan batok kelapa, serta
berkembang biak lebih sering di luar rumah di kebun dan jarang ditemukan di dalam rumah pada
kontainer buatan seperti gentong dan ban mobil. Spesies ini memiliki telur yang dapat bertahan
pada kondisi kering tetapi tetap hidup (Sayono, 2008).
Nyamuk Aedes betina menghisap darah untuk mematangkan telurnya. Waktu mencari makan
(menghisap darah) adalah pada pagi atau petang hari. Kebanyakan spesies menggigit dan
beristirahat di luar rumah tetapi di kota-kota daerah tropis, Ae aegypti berkembang biak,
menghisap darah dan beristirahat di dalam dan sekitar rumah. Ada pula yang menemukan Aedes
menghisap darah di dalam rumah dan beristirahat sebelum dan sesudah makan di luar rumah
(Sayono, 2008).

4. Bionomi
Bionomik vektor meliputi kesenangan tempat perindukan nyamuk, kesenangan nyamuk
menggigit, kesenangan nyamuk istirahat, lama hidup dan jarak terbang ( Anonim, 2009) :
1) Kesenangan tempat perindukan nyamuk.
Tempat perindukan nyamuk biasanya berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau
bejana. Nyamuk Aedes tidak dapat berkembangbiak digenangan air yang langsung bersentuhan
dengan tanah. Genangannya yang disukai sebagai tempat perindukan nyamuk ini berupa
genangan air yang tertampung di suatu wadah yang biasanya disebut kontainer atau tempat
penampungan air bukan genangan air di tanah.Survei yang telah dilakukan di beberapa kota di
Indonesia menunjukkan bahwa tempat perindukan yang paling potensial adalah TPA yang
digunakan sehari hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC, ember dan sejenisnya.
Tempat perindukan tambahan adalah disebut non-TPA, seperti tempat minuman hewan,
vasbunga, perangkap semut dan lain-lainnya, sedangkan TPA alamiah seperti lubang pohon,
lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan
bambu, dan lain-lainnya.
Nyamuk Aedes aegypti lebih tertarik untuk meletakkan telurnya pada TPA berair yang berwarna
gelap, paling menyukai warna hitam, terbuka lebar, dan terutama yang terletak di tempat-tempat
terlindungsinar matahari langsung.Tempat perindukan nyamuk Aedes yaitu tempat di mana
nyamuk Aedes meletakkan telurnya terdapat di dalam rumah (indoor) maupun di luar
rumah(outdoor). Tempat perindukan yang ada di dalam rumah yang paling utama adalah tempattempat penampungan air: bak mandi, bak air WC, tandon air minum,tempayan, gentong tanah
liat, gentong plastik, ember, drum, vas tanaman hias,perangkap semut, dan lain-lain. Sedangkan
tempat perindukan yang ada di luar rumah (halaman): drum, kaleng bekas, botol bekas, ban
bekas, pot bekas, pottanaman hias yang terisi oleh air hujan, tandon air minum, dan lain-lain.
2) Kesenangan nyamuk menggigit
Nyamuk Aedes hidup di dalam dan di sekitar rumah sehingga makanan yang diperoleh
semuanya tersedia di situ. Boleh dikatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti betina sangat
menyukai darah manusia (antropofilik). Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam
08.00-12.00 dan sore hari jam 15.00-17.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap
darah berpindah-pindah berkali-klali dari satu individu ke individu yang lain. Hal ini disebabkan
karena pada siang harimanusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan
aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak dapat menghisap darah dengan tenang sampai
kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD
menjadi lebih mudah terjadi.Waktu mencari makanan, selain terdorong oleh rasa lapar, nyamuk
Aedes juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu bau yang dipancarkan oleh inang,temperatur,
kelembaban, kadar karbon dioksida dan warna. Untuk jarak yang lebih jauh, faktor bau
memegang peranan penting bila dibandingkan dengan faktor lainnya.
Sedangkan nyamuk Aedes Albopictus betina aktif di luar ruangan yang teduh dan terhindar dari
angin. Nyamuk iniaktif menggigit pada siang hari. Puncak aktivitas menggigit ini bervariasi
tergantung habitat nyamuk meskipun diketahui pada pagi hari dan petang hari
3) Kesenangan nyamuk istirahat
Kebiasaan istirahat nyamuk Aedes aegypti lebih banyak di dalam rumah pada benda-benda yang
bergantung, berwarna gelap, dan di tempat-tempat lain yangterlindung. Di tempat-tempat
tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telur. Setelah beristirahat dan proses pematangan
telur selesai, nyamuk betina akanmeletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya,
sedikit di ataspermukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2

hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur
sebanyak 100 butir. Telur tersebut dapat bertahan sampai berbulan-bulan bila berada di tempat
kering dengan suhu -2C sampai 42C, danbila di tempat tersebut tergenang air atau
kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat ( Anonim, 2009 ).
4) Jarak terbang
Penyebaran nyamuk Aedes Aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk
ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi tampaknya terbatas sampai jarak 100 meter dari
lokasi kemunculan.Akan tetapi penelitian terbaru di Puerto Rico menunjukkan bahwa nyamuk
ini dapat menyebar sampai lebih dari 400 meter terutama untuk mencari tempat
bertelur.Transportasi pasif dapat berlangsung melalui telur dan larva yang ada di dalam
penampung.
5) Lama hidup
Nyamuk Aedes Aegypti dewasa memiliki rata-rata lama hidup 8 hari. Selama musim hujan, saat
masa bertahan hidup lebih panjang, risiko penyebaran virus semakin besar.Dengan demikian,
diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengkaji survival alami Aedes Aegypti dalam berbagai
kondisi.( Anonim, 2009 )
Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes Aegypti secara efektif diperlukan pengetahuan tentang
pola perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah, istirahat dan berkembang biak,
sehingga diharapkan akan dicapai Pemberantasan Sarang Nyamuk dan jentik Nyamuk Aedes
Aegypti yang tepat ( Depkes, 2004 ). Perilaku tersebut meliputi :
a) Perilaku Mencari Darah
1. Setelah kawin, nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur
2. Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2 3 hari sekali
3. Menghisap darah pada pagi hari sampai sore hari, dan lebih suka pada jam 08.00 12.00 dan
jam 15.00 17.00
4. Untuk mendapatkan darah yang cukup, nyamuk betina sering menggigigt lebih dari satu orang
5. Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter
6. Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan.
b) Perilaku Istirahat
Setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 3 hari untuk
mematangkan telur. Tempat istirahat yang disukai :
1. Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang, seperti kamar mandi, dapur, WC
2. Di dalam rumah seperti baju yang digantung, kelambu, tirai.
3. Di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah.
c) Perilaku berkembangbiak
Nyamuk aedes aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih seperti:
1. Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari :bak mandi, WC, tempayan, drum air,
bak menara( tower air) yang tidak tertutup, sumur gali.
2. Wadah yang berisi air bersih atau air hujan: tempat minum burung, vas bunga, pot bunga,
potongan bambu yang dapat menampung air, kaleng, botol, tempat pembuangan air di kulkas dan
barang bekas lainnya yang dapat menampung air meskipun dalam volume kecil.
5. Pengendalian
Pemberantasan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus bertujuan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian penyakit demam berdarah dengue hingga ke tingkat yang bukan
merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi. Kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes yang

dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu:


1. Pemberantasan Nyamuk Dewasa
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara :
a. Pengasapan (Fogging)
Pengasapan atau fogging dengan menggunakan jenis insektisida misalnya, golongan
organophospat atau pyrethroid synthetic (Supartha,2008). Contohnya, malathion dan fenthoin,
dosis yang dipakai adalah 1 liter malathion 95% EC + 3 liter solar. Pengasapan dilakukan pada
pagi antara jam 07.00-10.00 dan sore antara jam 15.00-17.00 secara serempak (Depkes RI,2004).
Penyemprotan dilakukan dua siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan pertama,
semua nyamuk yang mengandung virus dengue (nyamuk infentif) dan nyamuk lainnya akan
mati. Penyemprotan kedua bertujuan agar nyamuk baru yang infektif akan terbasmi sebelum
sempat menularkan kepada orang lain. Dalam waktu singkat, tindakan penyemprotan dapat
membatasi penularan, akan tetapi tindakan ini harus diikuti dengan pemberantasan terhadap
jentiknya agar populasi nyamuk penular dapat tetap ditekan serendah rendahnya
(Chahaya,2005).
Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan menggunakan cara penyemprotan pada dinding
(residual spraying) karena nyamuk Ae.aegypti tidak suka hinggap pada dinding, melainkan pada
benda-benda yang tergantung seperti kelambu dan pakaian yang tergantung (Supartha,2008).
b. Repelen
Repelen, yaitu bahan kimia atau non-kimia yang berkhasiat mengganggu kemampuan insekta
untuk mengenal bahan atraktan dari hewan atau manusia. Dengan kata lain, bahan itu berkhasiat
mencegah nyamuk hinggap dan menggigit. Bahan tersebut memblokir fungsi sensori pada
nyamuk. Jika digunakan dengan benar, repelen nyamuk bermanfaat untuk memberikan
perlindungan pada individu pemakainya dari gigitan nyamuk selama jangka waktu tertentu
(Kardinan,2007). Nyamuk dalam mengincar mangsanya lebih mengandalkan daya cium dan
panas tubuh calon korbannya. Daya penciuman itulah yang menjadi target dalam menghalau
nyamuk (Rahayu ,2008).
Salah satu cara yang lebih ramah lingkungan adalah memanfaatkan tanaman antinyamuk
(insektisida hidup pengusir nyamuk). Tanaman hidup pengusir nyamuk adalah jenis tanaman
yang dalam kondisi hidup mampu menghalau nyamuk.
Cara penempatan tanaman ini bisa diletakkan di sudut-sudut ruangan dalam rumah, sebagai
media untuk mengusir nyamuk. Jumlah tanaman dalam ruangan tergantung luas ruangan.
Sementara, untuk penempatan diluar rumah/pekarangan sebaiknya diletakkan dekat pintu,
jendela atau lubang udara lainnya, sehingga aroma tanaman terbawa angin masuk ke dalam
ruangan. Contoh tanaman anti nyamuk yang gampang ditemui antara lain: Tembelekan (Lantana
camera L), Bunga Tahi ayam atau Tahi Kotok (Tagetes patula), Karanyam (Geranium spp),
Sereh Wangi (Andropogonnardus/ Cymbopogon nardus), Selasih (Ocimum spp), Suren (Toona
sureni, Merr), Zodia (Evodia suaveolens, Scheff), Geranium (Geranium homeanum, Turez) dan
Lavender (Lavandula latifolia,Chaix) (Rahayu ,2008).
c. Teknik Serangga Mandul (TSM)
Radiasi dapat dimanfaatkan untuk pengendalian vektor yaitu untuk membunuh secara langsung
dengan teknik desinfestasi radiasi dan membunuh secara tidak langsung yang lebih dikenal
dengan Teknik Serangga Mandul (TSM), yaitu suatu teknik pengendalian vektor yang potensial,
ramah lingkungan, efektif, spesies spesifik dan kompatibel dengan teknik lain. Prinsip dasar
TSM sangat sederhana, yaitu membunuh serangga dengan serangga itu sendiri (autocidal
technique). Teknik Jantan Mandul atau TJM merupakan teknik pemberantasan serangga dengan

jalan memandulkan serangga jantan. Radiasi untuk pemandulan ini dapat menggunakan sinar
gamma, sinar X atau neutron, namun dari ketiga sinar tersebut yang umum digunakan adalah
sinar gamma (Nurhayati,2005).
2. Pemberantasan jentik
Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dilakukan dengan cara :
a. Fisik
Cara ini dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi tempat-tempat perindukkan.
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang pada dasarnya ialah pemberantasan jentik atau
mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak. PSN ini dapat dilakukan dengan
(Chahaya,2011):
1) Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurangkurangnya seminggu
sekali. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa perkembangan telur menjadi nyamuk selama
7-10 hari.
2) Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum dan tempat air lain
3) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung sekurangkurangnya seminggu sekali
4) Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas seperti kaleng bekas
dan botol pecah sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.
5) Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan lubang pohon dengan tanah
6) Membersihkan air yang tergenang diatap rumah
7) Memelihara ikan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) pada dasarnya, untuk memberantas jentik atau mencegah
agar nyamuk tidak dapat berkembang biak. Mengingat Ae.aegypti tersebar luas, maka
pemberantasannya perlu peran aktif masyarakat khususnya memberantas jentik Ae.aegypti di
rumah dan lingkungannya masing-masing. Cara ini adalah suatu cara yang paling efektif
dilaksanakan karena (Chahaya,2011):
1) tidak memerlukan biaya yang besar
2) bisa dilombakan untuk menjadi daerah yang terbersih
3) menjadikan lingkungan bersih
4) budaya bangsa Indonesia yang senang hidup bergotong royong
5) dengan lingkungan yang baik tidak mustahil, penyakit lain yang diakibatkan oleh lingkungan
yang kotor akan berkurang.
b. Kimia
Dikenal sebagai Larvasidasi atau Larvasiding yakni cara memberantas jentik nyamuk Aedes
aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida). Larvasida yang biasa
digunakan antara lain adalah temephos yang berupa butiran butiran (sand granules). Dosis yang
digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram ( 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasida
dengan temephos ini mempunyai efek residu selama 3 bulan (Depkes RI,2004). Nama merek
dagang temefos adalah abate.
Abate merupakan senyawa fosfat organik yang mengandung gugus phosphorothioate. Bersifat
stabil pada pH 8, sehingga tidak mudah larut dalam air dan tidak mudah terhidrolisa. Abate
murni berbentuk kristal putih dengan titik lebur 300 30,50 C. Mudah terdegradasi bila terkena
sinar matahari, sehingga kemampuan membunuh larva nyamuk tergantung dari degradasi
tersebut. Gugus phosphorothioate (P=S) dalam tubuh binatang diubah menjadi fosfat (P=O) yang

lebih potensial sebagai anticholinesterase. Kerja anticholinesterase adalah menghambat enzim


cholinesterase baik pada vertebrata maupun invertebrata sehingga menimbulkan gangguan pada
aktivitas syaraf karena tertimbunnya acetylcholin pada ujung syaraf tersebut. Hal inilah yang
mengakibatkan kematian (Fahmi,2006).
Larva Aedes aegypti mampu mengubah P=S menjadi P=O ester labih cepat dibandingkan lalat
rumah, begitu pula penetrasi abate ke dalam larva berlangsung sangat cepat dimana lebih dari
99% abate dalam medium diabsorpsi dalam waktu satu jam setelah perlakuan. Setelah
diabsorpsi, abate diubah menjadi produk-produk metabolisme,sebagian dari produk metabolik
tersebut diekskresikan ke dalam air (Fahmi,2006)
Namun cara ini tidak menjamin terbasminya tempat perindukkan nyamuk secara permanen,
karena masyarakat pada umumnya tidak begitu senang dengan bau yang ditimbulkan larvasida
selain itu pula diperlukan abate secara rutin untuk keperluan pelaksanaannya (Chahaya,2011).
c. Biologi
Pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup, baik dari golongan
mikroorganisme, hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Organisme tersebut dapat berperan
sebagai patogen, parasit atau pemangsa. Beberapa jenis ikan pemangsa yang cocok untuk larva
nyamuk seperti ikan kepala timah (Panchax panchax), ikan gabus (Gambusia affinis) dan ikan
gupi lokal seperti ikan P.reticulata (Gandahusada,1998). Menurut penelitian Widyastuti (2011)
model pengendalian vektor DBD Ae.aegypti dapat menggunakan predator M .aspericornis lebih
efisien daripada menggunakan predator Ikan Cupang.
Selain cara diatas, ada pengendalian legislatif untuk mencegah tersebarnya serangga berbahaya
dari satu daerah ke daerah lain atau dari luar negeri ke Indonesia, diadakan peraturan dengan
sanksi pelanggaran oleh pemerintah. Pengendalian karantina di pelabuhan laut dan pelabuhan
udara. Demikian pula penyemprotan insektisida di kapal yang berlabuh atau kapal terbang yang
mendarat di pelabuhan udara. Keteledoran oleh karena tidak melaksanakan peraturan-peraturan
karantina yang menyebabkan perkembangbiakan vektor nyamuk dan lalat, dapat dihukum
menurut undang-undang (Gandahusada,1998).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
a. Nyamuk Aedes merupakan ordo Diptera mempunyai 1162 spesies. Aedes aegypti dan Ae.
Albopictus merupakan vektor Demam Berdarah Dengue. Ae. aegypti selain vektor demam
berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah demam dengue (Dengue Fever) yang
dikenal sebagai Cikungunyah (Break Bone Fever). Ciri khas yang membedakan Aedes aegypti
dan Ae. Albopictus adalah strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya. Skutum Ae. aegypti
berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis
lengkung berwarna putih. Sementara skutum Ae. albopictus yang juga berwarna hitam hanya
berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya. Nyamuk termasuk serangga yang mengalami
metamorfosis sempurna (holometabola). Tahapan yanag dialami oleh nyamuk yaitu telur, larva,
pupa dan dewasa. Bionomik vektor meliputi kesenangan tempat perindukan nyamuk, kesenangan
nyamuk menggigit, kesenangan nyamuk istirahat, lama hidup dan jarak terbang.
b. Kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes yang dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu:
pemberantasan nyamuk dewasa dan jentik. Pemberantasan nyamuk dewasa meliputi : fogging,

repelen dan teknik serangga mandul. Sedangkan pemberantasan jentik meliputi fisik, kimia dan
biologi. Selain itu ada pengendalian legislatif.
http://kesmas-unsoed.info/2011/04/makalah-nyamuk-aedes-dan-pengendaliannya.html

Berbicara jentik maka kita akan membayangkan bahwa jari-jari kita akan kita jentik-jentikkan, lho begitu
? Bukan begitu, tetapi yang dimaksud disini adalah tentang jentik nyamuk khususnya tentang jentik
nyamuk demam berdarah yang lebih dikenal dengan nama nyamuk aedes aegypti .Jentik nyamuk aedes
aegypti jentik kecil yang menetas dari telur itu akan tumbuh menjadi besar yang panjangnya 0,5-1 cm.
Jentik nyamuk aedes aegypti selalu bergerak aktif dalam air (Depkes RI,1996/1997:21). Gerakanya
berulang- ulang dari bawah keatas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara) kemudian turun,
kembali ke bawah dan seterusnya. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan
permukaan air. Biasanya berada di sekitar dinding tempat penampungan air. Keberadaan Jentik Survei
Jentik Pada Survei Entomologi DBD ada 5 Kegiatan Pokok, yaitu : pengumpulan data terkait, survei telur,
survei jentik atau larva, survei nyamuk, dan survei lain- lain (Depkes RI, 2002:3). Yang mengamati
perilaku dari berbagai lingkungan, vektor, cara-cara pemberantasan vektor dan cara-cara menilai hasil
pemberantasan vektor. Namun dalam tulisan ini hanya mengenai keberadaan jentik, jadi menggunakan
survei jentik. Survei jentik dapat dilakukan dengan cara: Metode Single Larva Pada setiap kontainer yang
ditemukan ada jentik, maka satu ekor jentik akan diambil dengan cidukan (gayung plastik)atau
menggunakan pipet panjang jentik sebagai sampel untuk pemeriksaan spesies jentik dan identifikasi
lebih lanjut jenis jentiknya. Jentik yang diambil ditempatkan dalam botol kecil/vial bottle dan diberi label
sesuai dengan nomor tim survei, nomor lembar formulir berdasarkan 1 nomor rumah yang di survei dan
nomor kontainer dalam formulir. Metode Visual Hanya dilihat dan dicatat ada tidaknya jentik didalam
kontainer tidak dilakukan pengambilan dan pemeriksaan spesies jentik. Survei ini dilakukan pada survei
lanjutan untuk memonitor indek-indek jentik atau menilai PSN yang dilakukan. (Depkes RI, 2002:3). Tiga
indeks yang biasa dipakai untuk memantau tingkat gangguan aedes aegypti, yaitu: 1. House Index (HI)
yaitu persentase rumah yang terjangkit larva/ jentik. HI = Jumlah rumah yang tejangkit / Jumlah rumah
yang diperiksa X 100 2. Container index (CI) yaitu persentase penampungan air yang terjangkit larva atau
jentik. CI = Jumlah penampug yang positif / Jumlah penampung yang diperiksa X 100 3. Breteau index
(BI) yaitu jumlah penampung air yang positif per 100 rumah yang diperiksa BI = Jumlah penampug yang
positif /Jumlah rumah yang diperiksa X 100 Faktor faktor yang Berhubungan dengan Keberadaan Jentik
Surveilens untuk aedes aegypti sangat penting untuk menentukan distribusi, kepadatan populasi,
habitat utama larva, faktor resiko berdasarkan waktu dan tempat yang berkaitan dengan penyebaran
dengue, dan tingkat kerentanan atau kekebalan insektisida yang dipakai guna memprioritaskan wilayah
dan musim untuk pelaksanaan pengendalian vektor. Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi
keberadaan jentik yaitu: variasi musiman, ketinggian tempat, vektor nyamuk aedes aegypti, pelaksanaan
PSN DBD, macam tempat penampungan air, persediaan air bersih, pembuangan sampah padat,

tempat perindukan yang bukan tempat penampungan air, dan abatisasi selektif. Variasi Musiman Pada
musim penghujan tempat perkembangbiakan aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air,
mulai terisi air. Telur- telur yang belum sempat menetas, dalam tempo singkat akan menetas. Selain itu
juga pada musim penghujan, semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan
dapat digunakan sebagai tempat berkembanbiak nyamuk ini. Oleh karena itu pada musim hujan
populasi aedes aegypti meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan peningkatan penularan virus dengue. Ketinggian Tempat Kemampuan terbang
nyamuk betina rata- rata 40 meter, maksimal 100 meter. Namun secara pasif misalnya karena angin
atau terbawa kendaraan nyamuk ini dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas didaerah
tropis dan sub tropis. Di Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di rumah- rumah maupun tempattempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian daerah 1000 meter dari
permukaan air laut. Diatas ketinggian 1000 meter tidak dapat berkembangbiak, karena pada ketinggian
tersebut suhu udara terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut.
(Depkes RI, 1992: 6). Vektor Nyamuk Aedes aegypti Virus dengue ditularkan dari orang sakit ke orang
sehat melalui gigitan nyamuk aedes dari sub genus stegomyia. Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk aedes
yang bisa menularkan virus dengue yaitu: aedes aegypti, aedes albopictus dan aedes scutellaris (Depkes
RI, 2002: 4). Dari ketiga jenis nyamuk tersebut aedes aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit
demam berdarah dengue. Nyamuk ini banyak ditemukan di dalam rumah atau bangunan dan tempat
perindukanya juga lebih banyak terdapat didalam rumah. Keberadaan jentik berhubungan dengan
keberadaan vektor nyamuk aedes aegypti juga, oleh karena itu untuk mengetahui kepadatan populasi
nyamuk aedes aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa survei di rumah yang dipilih secara acak.
Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk umpan orang didalam dan diluar rumah,
masing masing selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan
menggunakan aspirator. Indek indek nyamuk yang di gunakan adalah: 1. Biting (Landing rate) = Jumlah
aedes aegypti betina yang tertangkap umpan orang / Jumlah penangkapan x jumlah jam penangkapan 2.
Resting per rumah = Jumlah aedes aegypti betina tertangkap pada penangkapan nyamuk hinggap /
Jumlah rumah yang dilakukan penangkapan Sumber : Departeman Kesehatan Republik Indonesia. 1992.
Petunjuk Teknis Pengamatan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Departeman Kesehatan Republik Indonesia. 1992. Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular
Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Departemen Kesehatan. Departeman Kesehatan Republik
Indonesia. 1996 / 1997. Modul Latihan Kader Dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
(PSN-DBD). Jakarta: Departemen Kesehatan. Departeman Kesehatan Republik Indonesia. 2002.
Pedoman Survei Entomologi Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Departemen Kesehatan.

http://keperawatankomunitas.blogspot.com/2012/07/jentik.html

Demam Berdarah Dengue (DBD)


1.2 Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit DBD adalah penyakit menular yang sering menimbulkan wabah dan
menyebabkan kematian pada banyak orang penyakit ini di sebabkan oleh virus dengue dan di
tularkan oleh nyamuk aedes aegypti. Nyamuk ini tersebar luas di rumah-rumah, sekolah dan
tempat-tempat umum lainnya seperti tempat ibadah, restoran, kantor, balai desa dan lain-lain
sehingga setiap keluarga dan masyarakat mengandung risiko untuk ketularan penyakit DBD.
Obat untuk penyakit DBD belum ada, dan vaksin untuk pencegahannya juga belum ada,
sehingga satu-satunya cara untuk memberantas penyakit ini adalah dengan memberantas nyamuk
aedes aegypti. (Depkes RI, 1996)
Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue
dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan dapat juga ditularkan oleh Aedes albopictus, yang
ditandai dengan : Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan, termasuk uji Tourniquet positif, trombositopeni (jumlah
trombosit 100.000/l), hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit 20%), disertai dengan atau
tanpa perbesaran hati. (Depkes RI, 2005)
Graham ialah sarjana pertama yang pada tahun 1903 dapat membuktikan secara positif
peran nyamuk aedes aegypti dalam transmisi dengue di Indonesia. Vektor DBD telah di selidiki,
dan aedes aegypti di daerah perkotaan di perkirakan sebagai vektor penting. Survey jentik yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman (Ditjen PPM dan PLP) di 27 propinsi dalam kurun waktu lima tahun

(1992-1996) memperlihatkan rata-rata indeks premi 20%, suatu angka yang di anggap 5% lebih
tinggi terhadap ambang risiko transmisi demam dengue.(Sumarmo, 2002)
Menurut John Gordhon timbulnya suatu penyakit dipengaruhi oleh ketidakseimbangan
antara tiga komponen (segitiga epidemiologi), yaitu :
Agent, penyebab/bibit penyakit yang terdiri dari biotis: rotozoa, metazoa, bakteri, Virus
dan jamur, dan abiotis: nutrient agent, chemical agent, physical agent, mechanical agent, psychis
agent, phsyologis agent serta genetic agent.
Host (penjamu), hal-hal yang berkaitan dengan terjadinya penyakit pada manusia: umur,
jenis kelamin, ras, hubungan keluarga, bentuk anatomis tubuh, status kesehatan, termasuk status
gizi, keadaan imunitas dan respon imunitas, kebiasaan hidup dan kehidupan sosial, pekerjaan dan
lain-lain.
Environment (lingkungan), Lingkungan biologis (fauna dan flora di sekitar manusia)
yaitu mikroorganisme penyebab penyakit, reservoir penyakit infeksi (binatang tumbuhan), vektor
pembawa penyakit, tumbuhan dan binatang sebagai sumber bahan makanan, obat dan lainnya.
Lingkungan fisik yaitu udara, keadaan tanah, geografi, air, zat kimia, polusi. Lingkungan social
yaitu sistem ekonomi yang berlaku, bentuk organisasi masyarakat, system pelayanan kesehatan
setempat, keadaan kepadatan penduduk dan kepadatan rumah, kebiasaan hidup masyarakat, dan
lainnya. (Umar, 2011)
Virus dengue di tularkan dari satu orang ke orang lain oleh nyamuk aedes aegypti dari
subgenus stegomyia aedes aegypti merupakan vector endemic yang paling penting, aedes aegypti
mempunyai wilayah penyebarannya sendiri. (WHO 2005)

2.2

Nyamuk Penular Penyakit DBD

Berikut ini uraian tentang morfologi dan lingkungan hidup, tempat perkembangbiakan,
perilaku, penyebaran, variasi musiman, ukuran kepadatan dan cara melakukan survey jentik.
A. Morfologi dan Lingkungan Hidup
1. Morfologi
Aedes aegypti mempunyai morfologi sebagai berikut:
a.

Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain
dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki.

b. Kepompong
Kepompong (pupa) berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping
dibanding larva (jentik) nya. Pupa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa
nyamuk lain.
c.

Jentik (larva)
Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:
1) Instar I

: berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

2) Instar II

: 2,5-3,8 mm

3) Instar III

: lebih besar sedikit dari larva instar II

4) Instar IV

: berukuran paling besar 5 mm

d. Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran 0,80 mm, berbentuk oval yang mengapung satu
persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding tempat penampung air.

2. Lingkaran hidup

Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk Anophelini lainnya mengalami metamorfosis
sempurna, yaitu: telur - jentik - kepompong - nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong
hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari
setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium
kepompong berlangsung antara 24 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama
9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan.

B. Tempat Perkembangbiakan
Tempat perkembang-biakan utama ialah tempat-tempat penampungan air berupa
genangan air yang tertampung disuatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau
tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya
tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis
tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki reservoir,
tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum burung, vas
bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).
3. Tempat penampungan air alamiah seperti: lobang pohon, lobang batu, pelepah daun, tempurung
kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu.

C. Perilaku Nyamuk Dewasa


Setelah lahir (keluar dari kepompong), nyamuk isturahat dikulit kepompong untuk
sementara waktu. Beberapa saat setelah itu sayap merenggang menjadi kuku, sehingga nyamuk
mampu terbang mencari mangsa/darah. Nyamuk aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan

atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk
betina ini lebih menyukai darah manusia daripada binatang (bersifat antropofilik). Darah
(proteinnya) diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan
dapat menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesainkan perkembangan telur mulai dari
nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antar 3-4 hari. Jangka
waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada
siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan puncak
aktivitasnya antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Berbeda dengan nyamuk yang lainnya,
Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu
siklus gonotropik untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Nyamuk Aedes hinggap
(beristirahat) di dalam rumah, terutama di kamar tidur atau kadang di luar rumah berdekatan
dengan tempat perkembangbiakannya, biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab, serta
tersembunyi seperti di bawah furnitur, benda yang tergantung seperti baju dan korden, serta di
dinding. Di tempat-tempat tersebut nyamuk menunggu proses pematangan telur. Setelah
beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan meletakan telurnya di
dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan
menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur
nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur tersebut dapat bertahan
sampai berbulan-bulan bila berada di tempat kering dengan suhu -2C sampai 42C, dan bila di
tempat tersebut tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat.

D. Ukuran Kepadatan populasi Nyamuk Penular

Untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu lokasi dapat
dilakukan beberapa survei di rumah yang dipilih secara acak.
1. Survei nyamuk
Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk umpan orang di dalam dan di
luar rumah, masing-masing selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk yang hinggap
di dinding dalam rumah yang sama. Penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan
menggunakan aspirator.
2. Survei jentik (pemeriksaan jentik)
Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti
diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
b. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti: bak mandi, tempayan,
drum dan bak penampungan air lainnya. Jika pada pandangan (penglihatan) pertama tidak
menemukan jentik, tunggu kira-kira -1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada.
c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti: vas bunga/pot tanaman
air/botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain.
d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya keruh, biasanya digunakan senter.
Metode survei jentik:
a.

Single larva
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang
ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.

b. Visual

Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan
air tanpa mengambil jentiknya.
Biasanya dalam program DBD mengunakan cara visual.
3. Survei perangkap telur (ovitrap)
Survei ini dilakukan dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana, misalnya
potongan bambu, kaleng (seperti bekas kaleng susu atau gelas plastik) yang dinding sebelah
dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya. Ke dalam bejana tersebut dimasukkan
padel berupa potongan bilah bambu atau kain yang tenunannya kasar dan berwarna gelap
sebagai tempat meletakkan telur bagi nyamuk.
Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah di tempat yang gelap dan lembab. Setelah 1
minggu dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya telur nyamuk di padel. (Depkes RI, 2005)

2.3

Penularan Virus Dengue


A. Mekanisme Penularan
Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber

penularan demam berdarah dengue (DBD). Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari
mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam
darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak
diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira
satu minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap menularkan kepada orang
lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang
hidupnya. Oleh karena itu nyamuk aedes aegypti yang telah mengisap virus dengue menjadi
penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk
(menggigit), sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya

(proboscis), agar darah yang di isap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue
dipindahkan dari nyamuk ke orang lain.
B. Tempat Potensial bagi Penularan DBD
Penularan DBD dapat terjadi disemua tempat yang terdapat nyamuk penularnya.
Berdasarkan teori infeksi sekunder, seseorang dapat terserang jika mendapat infeksi ulangan
dengan virus dengue tipe yang berlainan dengan infeksi sebelumnya, misalnya infeksi pertama
dengan virus dengue-1, infeksi kedua dengan dengue-2. Infeksi dengan satu tipe virus dengue
saja, paling berat hanya akan menimbulkan demam dengue (DD). Oleh karena itu tempat yang
potensial untuk terjadi penularan DBD adalah
1. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis)
2. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai
wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengan cukup besar.
Tempat-tempat tersebut antara lain :
a.

Sekolah

1. Anak/murid sekolah berasal dari berbagai wilayah


2. Merupakan kelompok umur yang paling susceptible terserang DBD
b. Rumah sakit/puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya
Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan di antaranya adalah penderita DBD,
DD atau carier virus denue.
c. Temapat umum lainnya, seperti : hotel, pertokoan, pasar, restoran dan tempat ibadah.
3. Pemukiman baru dipinggir kota

Karena dilokasi ini penduduknya berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan
diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa virus dengue yang berlainan dari
masing-masing lokasi asal. (Depkes RI, 2005)

Kepadatan nyamuk Aedes Aegypti ini akan meningkat pada musim hujan, dimana
terdapat banyak genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk
Aedes Aegypti. (Suroso dan Umar, 2002)
Ada dua faktor yang menyebabkan penyebaran penularan penyakit DBD adalah :
1. Faktor Internal
Faktor internal meliputi ketahanan tubuh atau stamina seseorang. Jika kondisi badan tetap bugar
kemungkinannya kecil untuk terkena penyakit DBD. Hal tersebut dikarenakan tubuh memiliki
daya tahan cukup kuat dari infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, parasit, atau virus seperti
penyakit DBD. Oleh karena itu sangat penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh pada
musim hujan dan pancaroba. Pada musim itu terjadi perubahan cuaca yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan virus dengue penyebab DBD. Hal ini menjadi kesempatan
jentik nyamuk berkembangbiak menjadi lebih banyak.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar tubuh manusia. Faktor ini tidak mudah
dikontrol karena berhubungan dengan pengetahuan, lingkungan dan perilaku manusia baik di
tempat tinggal, lingkungan sekolah, atau tempat bekerja. Faktor yang memudahkan seseorang
menderita DBD dapat dilihat dari kondisi berbagai tempat berkembangbiaknya nyamuk seperti
di tempat penampungan air, karena kondisi ini memberikan kesempatan pada nyamuk untuk

hidup dan berkembangbiak. Hal ini dikarenakan tempat penampungan air masyarakat indonesia
umumnya lembab, kurang sinar matahai dan sanitasi atau kebersihannya.

2.4

Tanda dan Gejala Penyakit

1. Demam
Penyakit ini di dahului demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung 2-7 hari.
Panas dapat turun pada hari ke tiga yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke enam atau ke
tujuh panas mendadak turun.
2. Tanda-tanda pendarahan
Pendarahan ini terjadi disemua organ. Bentuk pendarahan dapat hanya berupa uju
trombosit positif atau dalam bentuk satu atau lebih manifestasi pendarahan.
3. Pembesaran Hati
Sifat pembesaran hati
1. Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit
2. Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
3. Nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus.
4. Renjatan
Tanda-tanda renjatan
1. Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangna dan kaki
2. Penderita menjadi gelisa
3. Sianosis disekitar mulut
4. Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba
5. Tekanan nadi menurun, sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang.
5.

Trombositopeni

1. Jumlah trombosit 100.000/l biasanya ditemukan diantara hari ke 3-7 sakit.


2. pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam batas
normal atau menurun.
3. pemeriksaan dilakukan pada saat pasien diduga menderita DBD, bila normal maka diulang tiap
hari sampai suhu turun.
Diagnosa penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnose klinis dan laboratoris. Berikut
ini tanda dan gejala penyakit DBD yang dapat dilihat dari penderita kasus DBD dengan diagnosa
klinis dan laboratoris :
1. Diagnosa Klinis
a. Demam tinggi mendadak 2 sampai 7 hari (38 40 C).
b. Manifestasi perdarahan dengan bentuk: uji Tourniquet positif, Petekie (bintik merah pada kulit),
Purpura (pendarahan kecil di dalam kulit), Ekimosis, Perdarahan konjungtiva (pendarahan pada
mata), Epistaksis (pendarahan hidung), Perdarahan gusi, Hematemesis (muntah darah), Melena
(BAB darah) dan Hematuri (adanya darah dalam urin).
c. Perdarahan pada hidung dan gusi.
d. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya
pembuluh darah.
e. Pembesaran hati (hepatomegali).
f. Renjatan (syok), tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai
80 mmHg atau lebih rendah.
g. Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia (hilangnya selera makan), lemah,
mual, muntah, sakit perut, diare dan sakit kepala.
2. Diagnosa Laboratoris

a. Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan penurunan trombosit hingga 100.000
/mmHg.
b. Hemokonsentrasi, meningkatnya hematrokit sebanyak 20% atau lebih
(Depkes RI, 2005).

2.5

Pencegahan dan Pemberantasan DBD

1. Pencegahan DBD
Cara pencegahan demam berdarah dengue (DBD) menurut Depkes RI 1996:
1. Untuk mencegah DBD, nyamuk penularannya (aedes aegypti) harus di berantas sebab vaksin
untuk mencegahnya belum ada.
2. Cara tepat untuk memberantas nyamuk aedes aegypti adalah memberantas jentik-jentiknya di
tempat berkembang biaknya. Cara ini di kenal dengan pemberantasan sarang nyamuk DBD
(PSN-DBD)
3. Oleh karena tempat-tempat berkembang biaknya terdapat di rumah-rumah dan tempat-tempat
umum maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-DBD secara teratur sekurang-kurangnya
seminggu sekali.
Untuk mencegah penyakit demam berdarah dengue (DBD) setiap keluarga di anjurkan
untuk melaksanakan PSN-DBD di rumah-rumah dan halaman masing-masing denagn melibatkan
ayah, ibu, anka-anak dan penghuni.
1. Menguras bak mandi sekurang-kurangnya 1 minggu sekali.
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
3. Mengganti air vas bunga/tanaman air seminggu sekali.
4. Mengganti air tempat minum burung.
5. Menimbun barang-barang bekas yang dapat menampung air.

6.

Menaburkan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air yang sulit di kuras atau di
daerah yang air bersih sulit di dapat sehingga perlu penampungan air hujan.

7. Memelihara ikan di tempat-tempat penampungan air. (Depkes RI, 1996).


2. Pemberantasan DBD
Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara utama yang
dilakukan untuk memberantas DBD, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi
virusnya belum tersedia. Cara pemberantasan yang dilakukan adalah terhadap nyamuk dewasa
atau jentiknya.
a.

Pemberantasan nyamuk dewasa


Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara penyemprotan
(pengasapan/pengabutan=fogging) dengan insektisida. Mengingat kebiasaan nyamuk sering
hinggap pada benda-benda bergantungan, maka penyemprotan tidak dilakukan di dinding rumah
seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria. Alat yang digunakan untuk menyemprot
adalah mesin Fog atau mesin ULV dan penyemprotan dengan cara pengasapan tidak mempunyai
efek residu.

b. Pemberantasan Jentik
Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan
Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) dilakukan dengan cara:
a.

Fisik
Dikenal dengan kegiatan 3 M, yaitu menguras (dan menyikat) bak mandi, bak WC dan

lain-lain; menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum, dan lai-lain); serta
mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas (kaleng, ban, dan lain-lain).
Pengurasan tenpat-tempat penampungan air (TPA) perlu dilakukan secara teratur sekurang-

kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat itu. Pada saat
ini dikenal pula 3 M Plus, yaitu kegiatan 3 M yang diperluas. Bila PSN DBD dilaksanakan
oleh seluruh masyarakat, maka populasi nyamuk Aedes aegypty dapat ditekan serendahrendahnya. Sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi. Untuk itu upaya penyuluhan dan
motivasi kepada masyarakat harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan,
karena keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat.
b.

Kimia
Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi

jentik (larvasida) ini antara lain dikenal dengan istilah larvasidasi. Larvasida yang biasa
digunakan antara lain adalah temephos. Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram ( 1 sendok
makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3
bulan.
c.

Biologi
Misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan

cupang/tempalo, dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thuringlensis var, Israeliensi
(Bti). (Depkes RI, 2005)
http://ekoratuperwira.blogspot.com/2013/04/demam-berdarah-dengue-dbd.html

LAPORAN PRAKTIKUM ENTOMOLOGI KOLEKSI TELUR dan LARVA


NYAMUK Aedes sp SERTA MONITORING POPULASI NYAMUK

LAPORAN PRAKTIKUM ENTOMOLOGI


KOLEKSI TELUR dan LARVA NYAMUK Aedes sp SERTA MONITORING
POPULASI NYAMUK

I TUJUAN
1. Mahasiswa mampu melakukan koleksi telur nyamuk Aedes sp dengan menggunakan perangkap
telur/ovitrap
2. Mahasiswa dapat mengitung Indeks Perangkap Telur

II DASAR TEORI
Nyamuk (Diptera: Culicidae) merupakan vektor beberapa penyakit baik pada hewan mau
pun manusia. Banyak penyakit pada hewan dan manusia dalam penularannya mutlak
memerlukan peran nyamuk sebagai vektor dari agen penyakitnya, seperti filariasis dan malaria.
Sebagian pesies nyamuk dari genus Anopheles dan Culex yang bersifat zoofilik berperan dalam
penularan penyakit pada binatang dan manusia, tetapi ada juga spesies nyamuk antropofilik yang
hanya menularkan penyakit pada manusia. Salah satu penyakit yang mempunyai vektor nyamuk
adalah Demam Berdarah Dengue (Sudarmaja,2009).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan
lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan semakin luas daerah
penyebarannya, sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Penyakit
demam yang ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti selain demam berdarah dengue (Dengue
Hemorrhagic Fever) adalah demam dengue (Dengue Fever) yang dikenal sebagai Cikungunyah
(Break Bone Fever) di Indonesia (Supartha,2008). Aedes aegypti lebih berperan dalam penularan
penyakit ini, karena hidupnya di dalam dan di sekitar rumah, sedangkan Aedes albopictus di
kebun, sehingga lebih jarang kontak dengan manusia (Yudhastuti,2005).
Morfologi

Aedes Dewasa
Nyamuk memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan
serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family
Culicidae. Nyamuk jantan berukuran lebih kecil daripada nyamuk betina (Lestari,2010). Tubuh
nyamuk terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut (Sayono,2008).

Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Ae aegypti

Telur

Telur yang baru dikeluarkan berwarna putih tetapi sesudah 1 2 jam berubah menjadi
hitam. Telur Aedes berbentuk bulat panjang (oval) menyerupai torpedo, mempunyai dinding
yang bergaris-garis yang menyerupai sarang lebah. Telur tidak berpelampung dan diletakkan satu
persatu terpisah di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding tempat
perindukannya . Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan dalam suhu 2-24C, namun akan
menetas dalam waktu 1-2 hari pada kelembaban rendah. Telur diletakkan di air akan menetas
dalam waktu 7 hari pada suhu 16C dan akan membutuhkan yang direndam akan menetas
sebanyak 80% pada hari pertama dan. Setelah 2-4 hari telur menetas menjadi larva yang hidup di
dalam air (Depkes RI,2004).

Larva atau Jentik

Larva Aedes memiliki sifon yang pendek dan hanya ada sepasang sisir subventral yang
jaraknya tidak lebih dari bagian dari pangkal sifon dengan satu kumpulan rambut. Pada waktu
istirahat membentuk sudut dengan permukaan air. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan
larva yang disebut instar. Larva nyamuk semuanya hidup di air yang tahapannya terdiri atas
empat instar. Keempat instar itu dapat diselesaikan dalam waktu 4 hari 2 minggu tergantung
keadaan lingkungan seperti suhu air persediaan makanan (Supartha,2008). Larva menjadi pupa
membutuhkan waktu 68 hari (Depkes RI,2004).

Pupa atau Kepompong

Pupa adalah fase inaktif yang tidak membutuhkan makan, namun tetap membutuhkan
oksigen untuk bernafas. Untuk keperluan pernafasannya pupa berada di dekat permukaan air.

Lama fase pupa tergantung dengan suhu air dan spesies nyamuk yang lamanya dapat berkisar
antara satu hari sampai beberapa minggu. Setelah melelewati waktu itu maka pupa membuka dan
melepaskan kulitnya kemudian imago keluar ke permukaan air yang dalam waktu singkat siap
terbang. Pupa sangat sensitife terhadap pergerakan air dan belum dapat dibedakan antara jantan
dan betina (Supartha,2008). Bentuk pada stadium pupa ini seperti bentuk terompet panjang dan
ramping (Depkes RI, 2004).

Nyamuk termasuk serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola)


karena mengalami empat tahap dalam masa pertumbuhan dan perkembangan. Tahapan yanag
dialami oleh nyamuk yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Telur nyamuk akan menetas menjadi
larva dalam waktu 1-2 hari pada suhu 20-40C. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan
larva dipengaruhi oleh suhu, tempat, keadaan air dan kandungan zat makanan yang ada di tempat
perindukan. Nyamuk Aedes aegypti lebih tertarik untuk meletakkan telurnya pada TPA berair
yang berwarna gelap, paling menyukai warna hitam, terbuka lebar, dan terutama yang terletak di
tempat-tempat terlindungsinar matahari langsung.Tempat perindukan nyamuk Aedes yaitu
tempat di mana nyamuk Aedes meletakkan telurnya terdapat di dalam rumah (indoor) maupun di
luar rumah(outdoor). Tempat perindukan yang ada di dalam rumah yang paling utama adalah
tempat-tempat penampungan air: bak mandi, bak air WC, tandon air minum,tempayan, gentong
tanah liat, gentong plastik, ember, drum, vas tanaman hias,perangkap semut, dan lain-lain.
Kepadatan Populasi
Di Indonesia terdapat dua musim yakni hujan dan kemarau .Pada musim hujan
tempat perkembangbiakan Aedes yang pada musim kemarau tidak berisi air.Telur telur yang
belum menetas dalam tempo yang singkat akan menetas Oleh karena itu pada musim hujan
populasi Aedes menjadi sangat tinggi. (Sungkar, S., 1994)

III ALAT DAN BAHAN


1. Kaleng bekas atau gelas yang dicat hitam (Cara; gelas/kaleng dicat hitam dibagian luarnya lalu
direndam sampai hilang bau catnya )
2. Kertas Saring

IV CARA KERJA

1.

Mengisi kaleng/gelas dengan air sumur

2. Melilitkan kertas saring didalam gelas sehingga separo dari kertas terendam air
3. Menempatkan gelas pada tempat yang banyak nyamuk
4. Membiarkan selama 1 minggu
5. Mencek gelas untuk melihat ada tidaknya telur yang terperangkap
6. Menghitung Indeks Perangkap Telur dengan rumus sebagai berikut :
IPT = Jumlah Aedes Terperangkap x 100 %
Jumlah Perangkap yang dipasang

V HASIL PENGAMATAN
No

Rumah

Jumlah

Keberadaan Larva

Kontainer

Positif

Keterangan

Negatif

Bapak Andi

Rumah (-) larva

Bapak Ikhsan

Rumah (+)larva

Bapak Ngabavi

Rumah (+)larva

Bapak Maisadi

Ibu Yuli

Ibu Sri

Bapak ikbal

Rumah (+)larva

Bapak Ichal

Rumah (+)larva

10

Ibu Habib

Rumah (-) larva

11

Ibu Handayani

Rumah (+)larva

12

Ibu Sulastri

Rumah (+)larva

13

Ibu Yasinem

Rumah (+)larva

14

Ibu Joko

15

Bapak Sunardi

Rumah (+)larva

16

Ibu Anti

Rumah (+)larva

17

Ibu Sinta

Rumah (+)larva

18

Bapak Tulus

Rumah (+)larva

Rumah (+)larva

2
2
1

Rumah (-) larva


Rumah (+)larva

Rumah (-) larva

19

Bapak Suherman

Rumah (+)larva

20

Bapak Sudarto

Rumah (+)larva

21

Ibu Yulia

Rumah (-) larva

22

Bapak Marjiono

Rumah (-) larva

23

Bapak Suwanto

Rumah (-) larva

24

Bapak Suwardi

Rumah (+)larva

25

Bapak Sugita

Rumah (-) larva

26

Ibu Hari

Rumah (+)larva

27

Bapak Didi

Rumah (+)larva

28

Ibu Sri

Rumah (-) larva

29

Ibu Endang

Rumah (-) larva

88

25

63

(-) = 11 (+) =18

VllPEMBAHASAN

Perhitungan :
1.

CI = Jumlah container positif nyamuk X 100%

25

x100% =28,41%
Jumlah container yang diperiksa
2.

88

HI = Jumlah rumah positif larva x 100 %

18 x 100 %

= 62,07 %
Jumlah rumah yang diperiksa
3.

29

BI = Jumlah container positif larva x 100 %

25 x

100 % = 86,21%
Jumlah rumah yang diperiksa
4.

29

ABJ = Jumlah rumah yang bebas dari jentik x 100 %


11 x 100 % = 37,93 %
Jumlah rumah yang diperiksa

29

VI PEMBAHASAN
Pada pengamatan ini, telah diperiksa sebanyak 29 rumah dari berbagai daerah di
jogja.Berdasarkan penggamatan yang dilakukan terdapat 18 rumah yang positif terdapat larva
dan 11 negatif.Untuk menghitung larva nyamuk di pakai cara mrnghitung angka jentik/larva.

Angka jentik ditunjukan dengan Container Index (CI), House Index (HI) dan Breteau
Index (BI).

1. Angka kontainer atau Container index (CI) merupakan persentase TPA/kontainer yang positif
didapati adanya jentik Aedes.

2. Angka rumah atau House index (HI) merupakan persentase rumah yang positif didapati adanya
jentik
3. Angka breteau atau Breteau index (BI) merupakan jumlah TPA/kontainer yang positif didapati
adanya jentik atau pupa dalam 100 rumah

Angka jentik yang merupakan hasil studi ini dirinci dalam Tabel. Dari data yang ada pada Tabel
dapat diketahui bahwa nilai rata-rata CI adalah 28,41 % ; HI 62,07% dan BI 86,21 % Sedangkan
angka bebas jentik hanya 37,93 % .Berarti di lokasi pengamatan ini dapat dikatagorikan
mempunyai risiko penularan penyakit DBD yang tergolong tinggi (angka bebas jentik, ABJ <
95). Mengingat keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan
mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit
demam berdarah. Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk mengendalikan
penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran
vektor. Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M, yaitu menguras, menutup,
dan mengubur.
Selain

itu

penggunaan

Ovitrap

merupakan

salah

satu

metode

pengendalian

vector.Modifikasi yang dilakukan akan meningkatkan tingkat produktivitas ovitrap dengan disi
zat penarik penciuman yang dapat mempengaruhhi perilaku nyamuk dalam memilih tempat
bertelur.Ovitrap merupakan perangkap telur yang terbuat dari kaleng/gelas yang di cat hitam
yang selanjutnya telur yang ditankap akan dikoleksi.
Pernah dilaporkan oleh Chan et al (1971) bahwa di daerah perkotaan habitat nyamuk Ae.
aegypti dan Ae.albopictus sangat bervariasi , tetapi 90 % adalah wadah-wadah buatan manusia.
Hasil pengamatan ini menunjukkan bahwa jentik Ae.aegypti paling banyak menempati TPA yang
terbuat dari logam (45,2%) sedang yang paling sedikitlogam (45,2%) sedang yang paling sedikit.
Banyak sedikitnya ditemukan Ae. aegpti ini kemungkinan ada hubungannya dengan makanan
larva yang tersedia, karena kesediaan makanan rupanya berkaitan dengan bahan dasar TPA. Data
tempat perindukan Ae.aegypti diperoleh dengan cara survei jentik secara single larva dan secara
visual. Tempat perindukan yang berupa TPA rumah tangga yang berisi air diperiksa positif
tidaknya mengandung jentik/pupa dengan mengguna alat bantu berupa lampu senter (Flas light),
sekaligus dicatat tentang jenish.

Faktor lingkungan yang menyebabkan banyaknya jentik jentik nyamuk ialah karena kondisi
geografis seperti tingkat ketinggian dari permukaan laut,peralihan musim yang panjang akan
membuat jentik jentik nyamuk mudah berkembang biak.

VII KESIMPULAN
Kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes yang dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu:
pemberantasan nyamuk dewasa dan jentik. Pemberantasan nyamuk dewasa meliputi : fogging,
repelen dan teknik serangga mandul. Sedangkan pemberantasan jentik meliputi fisik, kimia dan
biologi.

Selain

itu

ada

pengendalian

legislatif.

Angka jentik ditunjukan dengan Container Index (CI), House Index (HI) dan Breteau
Index (BI).
Ovitrap merupakan salah satu metode pengendalian vector.

VIII DAFTAR PUSTAKA


Sayono. 2008. Pengaruh Modifikasi Ovitrap terhadap Junlah Nyamuk Aedes yang
Tertangkap. Tesis: UNDIP Semarang. http://eprints.undip.ac.id/18741/1/sayono.pdf. Diakses
tanggal 18 April 2011.
Sudarmaja,I dan Mardihusodo,S. 2009. Pemilihan Tempat Bertelur Nyamuk Aedes
aegypti pada Air Limbah Rumah Tangga di Laboratorium. Jurnal Veteriner Desember 2009 Vol.
10 No. 4 : 205-207 ISSN : 1411 8327.
Yudhastuti,R dan Vidiyani, A. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer, dan
Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes Aegypti Di Daerah Endemis
Demam Berdarah Dengue Surabaya. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-08.pdf.
diakses tanggal 18 April 2011.
Sungkar, S., 1994 Pengaruh Jenis Tempat Penampungan Air Terhadap kepadatan dan
Perkembangan Larva Aedes aegypti . majl. Kedok. Ind. 44(4):217-223

http://nilakharismatika.blogspot.com/2011/05/laporan-praktikum-entomologi-koleksi.html

SURVEI JENTIK

A. PENDAHULUAN
Angka kejadian penyakit Demam Berdarah yang cenderung sulit turun
menyebabkan berbagai upaya pemberantasan terus dilakukan. Sebagaimana kita kenal,
metode pemberantasan habitat nyamuk ini, misalnya dengan upaya pemberantasan
sarang nyamuk (PSN), masih dianggap cara paling efektif. Berkaitan dengan hal
tersebut pemerintah memiliki program kajian yaitu dengan melakukan survei jentik
pada rumah-rumah warga.
Jumantik kepanjangan dari Juru Pemantau Jentik merupakan seorang petugas
khusus yang secara sukarela mau bertanggung jawab untuk melakukan upaya
pemantauan jentik nyamuk DBD Aedes Aegypti di wilayah-wilayah dengan sebelumnya
melakukan pelaporan ke kelurahan atau puskesmas terdekat.
Tugas dari Jumantik pada saat memantau wilayah wilayah diantaranya :
Menyambangi rumah-rumah warga untuk cek jentik.
Mengecek tempat penampungan air dan tempat yang dapat tergenang air bersih apakah ada
jentik dan apakah sudah tertutup dengan rapat. Untuk tempat air yang sulit dikuras
diberi bubuk larvasida (abate).
Mengecek kolam renang serta kolam ikan agar bebas dari keberadaan jentik nyamuk.
Membasmi keberadaan pakaian/kain yang tergantung di dalam rumah.
Pemantauan jentik nyamuk dilakukan satu kali dalam seminggu (biasanya hari
jumat) pada waktu pagi hari,apabila diketemukan jentik nyamuk maka jumantik
berhak untuk memberi peringatan kepada pemilik rumah untuk membersihkan atau
menguras agar bersih dari jentik-jentik nyamuk. Selanjutnya jumantik wajib membuat
catatan atau laporan untuk dilaporkan ke kelurahan atau puskesmas terdekat dan
kemudian dari Puskesmas atau kelurahan dilaporkan ke instansi terkait atau vertikal.
Selain petugas Juru Pemantau Jentik (Jumantik), tiap-tiap masyarakat juga
wajib melakukan pengawasan/pemantauan jentik di wilayahnya (self Jumantik) dengan
minimal tekhnik dasar 3M Plus, yaitu;
1.

Menguras

Menguras adalah membersihkan tempat-tempat yang sering dijadikan tempat


penampungan air seperti kolam renang, bak kamar mandi, ember air, tempat air
minum, penampungan air , lemari es ,dll
2.

Menutup
Menutup adalah memberi tutup secara rapat pada tempat air yang ditampung seperti
bak mandi, botol air minum, kendi, dll

3.

Mengubur
Mengubur adalah menimbun dalam tanah bagi sampah-sampah atau benda yang sudah
tidak dipakai lagi yang berpotensi untuk tempat perkembangbiakan dan bertelur
nyamuk di dalam rumah.
Plus Kegiatan-kegiatan Pencegahan, seperti :

a.

Membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

b.

Menaburkan bubuk Larvasida di tempat-tempat air yang sulit dibersihkan

c.

Tidak menggantung pakaian di dalam rumah serta tidak menggunakan horden yang
berpotensi menjadi sarang nyamuk.

d.

Menggunakan obat nyamuk / anti nyamuk.

e.

Membersihkan lingkungan sekitar,terutama pada musim penghujan.


Dengan melakukan tindakan-tindakan positif seperti yang telah disebutkan di atas
akan dapat menekan atau mengurangi penyebaran dan perkembangbiakan vektor
nyamuk sehingga meminimalisasi ancaman tertular penyakit DBD, Chikungunya,
ataupun Malaria.

B. TUJUAN

Untuk mengetahui keberadaan serta kepadatan larva nyamuk.

Sebagai kegiatan aplikatif di lapangan di mata kuliah pengendalian vektor dalam rangka
jumantik (juru pemantau jentik).

C. ALAT DAN BAHAN

Senter

Form jumantik atau daftar survey jentik

Alat Tulis

Larva (jentik nyamuk)

D. CARA KERJA
1.

Pertama, semua mahasiswa dibagi menjadi 8 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 78 mahasiswa serta pembagian wilayah (RT/RW). Tiap kelompok mensurvey jentik
nyamuk di tiap-tiap tempat penampungan air warga minimal 30 KK (rumah).

2.

Setiap kelompok dibagi lagi atas 2 tim, yaitu tim yang bertugas mencari dan mengamati
jentik nyamuk di dalam rumah, dan tim yang satunya bertugas mengamati jentik
nyamuk di luar rumah.

3.

Kemudian masing-masing tim mencari variabel-variabel yang diperlukan, seperti :

a.

Nama KK (Kepala Keluarga)

b.

Jenis penampungan yang ada

c.

Jumlah penampungan yang positif dan negatif terdapat jentik nyamuk, serta letak
tempat penampungan tersebut (di dalam atau di luar rumah) dan kemudian
memasukkannya ke dalam form jumantik.

d.

Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif, yaitu mengukur Angka Bebas Jentik,
jumlah container yang diperiksa, jumlah rumah yang diperiksa, jumlah rumah bebas
jentik dan Container Indeks.

E. HASIL
Berikut hasil survei jentik di desa Purbayan RT/RW 04/04 pada 10 rumah warga.
NO.

NAMA KEPALA
KELUARGA

Jumlah Container
Jml

Pos
Jentik

Jumlah Rumah
Jml

Pos
Jentik

Bp. Darwanto

13

Bp. Anwar

Bp. Aris

Bp. Trimei

Bp. Mijo

Bp. Baqdo

Bp. Juwanto

Bp. Radiman

Bp. Ngadimen

10

Bp. kastoyo

51

10

Jumlah

Jml. Rumah tidak ada jentik


Angka Bebas Jentik (ABJ) :

x 100 %

Jml. Rumah diperiksa


= 8/10 x 100% = 80%
Jml. Container ada jentik
Container indeks

x 100 %
Jml. Container diperiksa
= 2/51 x 100% = 3,9%

E.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil di atas, dapat diketahui bahwa dari 10 rumah terdapat 2
rumah yang positiv jentik. Kontainer yang ditemukan positiv jentik/pupa yaitu : bak
mandi dalam rumah dan ember dalam rumah (lain-lain). Ada beberapa kemungkinan
hal ini bisa terjadi :

1.

Membersihkan/menguras bak mandi belum menjadi kebiasaan rutin/ kontinyu.

2.

Teknis pengurasan yang tidak tepat. Sebaiknya pengurasan disertai dengan penyikatan
bak mandi.

3.

Waktu pengurasan lebih dari satu minggu sekali.

4.

Kondisi lingkungan ruang maupun air yang mendukung perkembangbiakan.


Angka bebas jentik (ABJ) dari hasil survei tersebut sebesar 80%, dengan
penghitungan :
Jml. Rumah tidak ada jentik
Angka Bebas Jentik (ABJ) :

x 100 %

Jml. Rumah diperiksa


= 8/10 x 100% = 80%
Nilai tersebut masih di bawah standar nasional yaitu 95%. Oleh karena itu perlu
dilakukan pemberantasan maupun penyuluhan lebih intensif lagi agar nilai ABJ
mengalami kenaikan, serta perlu dilakukan pemberdayaan masyarakat.
http://muntiana.blogspot.com/2013/05/survei-jentik.html

Anda mungkin juga menyukai