Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DASAR TEORI
2.1 Kapal Ikan Tradisional
2.1.1
jenis perahu dan kapal perikanan tradisional. Disebut tradisional karena dalam
pembuatannya masih sangat tredisional dan pada umumnya berbahan dasar kayu.
Umumnya kapal perikanan tradisional atau kapal ikan tradisional memiliki ukuran
kurang dari 30 GT, sehingga dalam pebangunannya pun dilakukan di galangangalangan yang sifatnya sangat tradisional tanpa melalui tahapan-tahapan yang
seharusnya dalam pembangunan sebuah kapal.
2.1.2
maupun kapal pencari minyak), kapal yang mempunyai load yang besar seperti
kapal pesiar, kapal yang berkecepatan tinggi dan kapal selam.
Sistem propulsi dengan motor DC digunakan pada daya yang relative
rendah sedangkan untuk motor AC dipakai diatas 10.000 HP. Keberhasilan sistem
propulsi elektrik adalah tergantung pada sistem kontrol alat penggeraknya,
generator dan power converter. Pengontrolan terdiri dari prime mover load
sharing (governor digunakan untuk mengontrol daya yang di delivery
sesungguhnya), generator load sharing (memakai generator voltage regulator
otomatis), automatic load hedding, power limiting dan propeller balde possition
control.
2.2.2
berpengerak motor DC. Pada dasarnya yang dilakukan oleh Prasetya dan Irawan
adalah sama, yaitu penggunaan motor DC sebagai penggerak utama kapal
9
nelayan. Namun yang membedakan adalah sistem pengisian ulang battery yang
digunakan. Irawan mendiasain kincir angin (wind turbine) sebagai sumber energi
untuk mengisi ulang batteraynya. Namun penelitian ini ternyata juga mengalami
masalah pada aplikasi pemasangan wind turbine dikapal. Karena dimensi kapal
yang relatif kecil, maka stabilotas dari kapal juga akan terganggu.
Pada tahun ini (2008), seorang alumni Suji Kuswahyudi, seorang alumni
Institut Teknologi Nasional Malang, melakukan penelitian yang sama Dia
mendisain sistem propulsi elektrik untuk kapal nelayan yang dia berinama RMI
(Recharge Motor Indonesia). Dia mendisain pemakaian motor listrik sebagai
penggerak kapal ikan dengan battery sebagai sumber energinya. Namun dia tidak
memikirkan bagaimana sistem chargingnya, sehingga masih menyisakan masalah
yang baru yaitu tentang pengisian ulang batteray.
Ketiga penelitian itu merupakan sebagian kecil dari banyak sekali
penelitian yang dilakukan terkait masalah propulsi untyk kapal nelayan. Dari tiga
penelitian itu bisa disimpulkan bahwa masalah yang dihadapi untuk sistem
propulsi elektrik adalah bagaimana melakukan pengisian ulang battery yang
digunakan atau sisten chargingnya.
2.2.3
generator set dengan kecepatan sedang atau kecepatan tinggi yang memparalelkan
dengan common bus, kemudian diubah dengan converter menjadi AC power
untuk penggerak. Power converter pada sistem berfungsi untuk mengubah sinyal
AC menjadi DC untuk menggerakan propeller.
Effisiensi dari propulsi dengan motor DC adalah 92 % - 96 % dengan
drive langsung. Untuk membalikkan putaran pada propeller type Fpp cara yang
paling umum adalah dengan mengubah putaran arah aliran arus listrik pada field
winding
motor, cara kedua adalah dengan mengubah arah aliran arus listrik melalui
armaturnya.
Power konverter untuk pengerak sistem DC dengan perkembangan
teknologi maka memungkinkan untuk menggantikan posisi generator DC dengan
10
generator AC dan sebuah konverter. Dengan SCR konverter yang beroperasi pada
tegangan konstan dan input frekuensi AC konstan maka central power plant dapat
digunakan untuk mensuplai semua kebutuhan tenaga listrik kapal untuk semua
kebutuhan.
Fungsi dari power konverter adalah untuk mengubah sinyal AC menjadi
DC dan selanjutnya mengumpankan tenaga ke motor DC dan memutar poros
propeller yang menunjukkan rangkaian listrik dari six pulse dan twelve pulse DC
konverter. Type kedua menggunakan dua buah six pulse dan sebuah tranformator
terpisah six pulse umumnya digunakan untuk motor yang memiliki tenaga sampai
beberapa ratus KW. Untuk tenaga yang lebih tinggi baik memilih twelve pulse.
Karakteristik dari sistem DC biasanya dibuat dengan satu atau dua armatur
bergabung dengan sebuah poros tunggal yang disangga oleh dua bantalan. Untuk
menghemat biaya dan berat dianjurkan memakai motor dengan sebuah armatur
tunggal.
Motor DC yang dipakai untuk propulsi kapal biasanya adalah motor DC
jenis shunt wound karena kecepatan putar dari motor DC type shunt wound dapat
diatur secara proporsional, dengan menerapkan voltase pada armaturnya sehingga
pengaturan kecepatan pada sistem ini secara langsung diiringi oleh pengaturan
voltase out put dari sumber tenaga berdasarkan respon terhadap sebuah voltase
acuan.
2.3 Battery
2.3.1
Sejarah Battery
Pada 400 tahun yang lalu penelitian mengenai technology betteray telah
dilakukan oleh Gilbert dari UK. Dia melakukan penelitian tentang proses electro
kimia (elektrolisa) yang menghasilkan energy listrik.
Penelitiannya kemudian dikembangkan oleh para peneliti penerusnya
sehingga battery menglami kemajuan yang sangat pesat. Dan pada akhirnya
battery diproduksi secra massal pada tahun 1820 oleh Ampere dari Perancis.
Sehingga perkembangan battery menjadi sangat pesat hingga saat ini.
11
Sumber: www.batteryUniversity.com
2.3.2
Karakteristik Battery
Pada Table 2.2 dapat dilihat karakteristik dari macam-mcam battery yang
ada pada sat ini. Tiap-tiap jenis memiliki karakter yang berbeda-beda tergantung
dari fungsi dan kegunaan battery itu sendiri.
Tabel 2.2 Karakteristik Battery
Sumber: www.batteryUniversity.com
12
2.3.3
kapal
selam
Rusia
terkemuka
Rubin
lebih
memilih
tahun 1992/1993 dicoba pada kapal selam Jerman tipe U-1. Meskipun percobaan
ini berjalan sukses, mesin ini tidak pernah dipasang di jajaran armada kapal selam
AL Jerman. Pihak angkatan laut memilih menunggu hasil uji coba dari langkah
kedua yaitu AIP dengan teknologi Fuel Cell.
2.3.3.2 Teknologi Fuel Cell
Fuel Cell merupakan penemuan mutakhir dari teknologi AIP kapal selam.
Mesin ini mampu menghasilkan energi listrik untuk baterai kapal selam yang
didapat dari proses kimiawi paduan oksigen dan hidrogen. Berbeda dengan sistem
AIP sebelumnya, cara kerja perangkat ini tidak menimbulkan suara dan tidak
menghasilkan gas buang. Kehadiran sistem ini membuka peluang untuk
memodemisasi kapal selam konvensional yang berkemampuan selam setara
dengan kapal selam nuklir.
Pada tahun 1987/1988 para peneliti Jerman menguji sistem ini pada kapal
selam kelas U-1 dengan hasil memuaskan. Setahun kemudian AL Jerman
melakukan uji coba kinerja Fuel Cell yang telah dipasang pada salah satu kapal
selamnya dan memuaskan para petinggi angkatan laut negeri Bavaria itu.
Perusahaan Siemens memenangkan tender untuk memproduksi Fuel Cell ini.
Tipe Fuel Cell yang dikembangkan perusahaan ini adalah Polymer
Electrolite Membrane(PEM). Alat terdiri dari membrane electrode, elektrode
difusi udara, platinium catalyst, dan lembaran-lembaran karbon. Elemen-elemen
tersebut bekerja untuk menjadikan percampuran hidrogen dan oksigen menjadi
energi listrik tanpa menghasilkan efek panas yang tinggi (sekitar 60 derajat
Celcius sedangkan efek panas dari sistem yang lain di atas 180 derajat Celcius)
dan energi mekanik. Hasil pembuangan reaksi elektrokimia ini hanya berupa
energi listrik dan air.
Untuk menghindari risiko, hidrogen disimpan dalam bentuk metal dan
diletakkan di sepanjang lambung tekan (pressure hull) kapal selam. Persediaan
oksigen untuk PEM Fuel Cell dibuat dalam bentuk cair, dimasukkan dalam tankitanki yang disekat secara khusus, dan ditempatkan di bagian luar lambung tekan.
Tanki-tanki tersebut dilengkapi dengan alat penguap yang terintegrasi (integrated
evaporator).
15
Modul Fuel Cell ini mampu menghasilkan listrik hingga 120 Kw dan
memberikan tenaga pada kapal selam untuk melaju pada kecepatan 8 knot selama
14 hari tanpa mengambil cadangan listrik yang tersimpan dalam baterai. Modul
ini mampu menghemat energi listrik dari baterai hingga 60 %. Energi listrik yang
berasal dari Fuel Cell akan disimpan dalam baterai apabila tidak digunakan.
Kemampuan baterai kapal selam sendiri bila digunakan secara terus-menerus
dalam operasi normal bisa bertahan sekitar 4 hingga 7 hari.
Penggunaan inovasi teknologi penggerak ini memungkinkan kapal selam
konvensional mampu menyelam selama tiga minggu terus-menerus tanpa muncul
ke permukaan atau snorkling. Dengan kemampuan menyelam sejauh itu
memungkinkan kapal selam konvensional mampu melakukan penyusupan ke
wilayah sasaran lawan dan bertahan dari kejaran unsur-unsur antikapal selam
dalam waktu yang relatif lama.
Keuntungan lain dari penggunaan sistem ini adalah pengurangan signature
(penampakan) kapal selam dalam suara (noise) dan panas dari gas buang. Dengan
demikian kapal selam disel dengan AIP Fuel Cell akan makin sulit terdeteksi dan
bila kapal selam dilengkapi dengan sistem tempur dan persenjataan yang canggih
maka jarak dengan kapal selam nuklir akan semakin dekat. Lebih dari itu sistem
ini lebih aman dan mudah perawatannya. Hal ini tentu saja jauh berbeda dengan
kapal selam nuklir yang selalu khawatir dengan kebocoran reaktor dan dampak
yang amat merugikan lingkungan bila terjadi ledakan dari kapal selam.
Saat ini Jerman sedang membangun kapal selam kelas U-212 dan U-214
yang dilengkapi dengan sistem AIP Fuel Cell. Keduanya dibuat di galangan kapal
HDW atas pesanan AL Jerman, AL Italia, dan AL Yunani. Di samping itu Jerman
juga sedang mengkaji modifikasi sistem ini pada kapal-kapal selam kelasU-209
yang telah tersebar luas di seluruh dunia
2.4 Wind Turbine
2.4.1
kecepatan angin yang rendah. Wind Turbin / Turbin Angin ini namanya Low wind
speed Wind Turbine (LWS Wind Turbine).
Wind Turbine ini didesain sedemikian rupa sehingga mampu menangkap
angin dengan kecepatan kecil sekalipun menjadi energi putaran yang
menggerakkan generator listrik. Kunci dari LWS Wind Turbine ini adalah pada
teknologi baling-balingnya.
Pakar-pakar Wind Turbine / Turbin Angin di Indonesia dengan
kemampuan teknologinya yang mumpuni telah berhasil membuat baling-baling
yang sangat efektif sehingga mampu menangkap energi angin dalam kecepatan
rendah sekalipun.
2.4.2
bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di
rumah tangga maupun industri. Mulai dari peralatan dapur hingga mesin pabrikpabrik besar bahkan pesawat terbang, semua memerlukan listrik.
17
18
2.5.1
bekerja pada benda dan jumlah momen (yang bekerja pada benda) terhadap suatu
titik sama dengan nol. Menurut Made dan Joswan (1982), teori mekanika
keseimbangan statis dari suatu benda dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
a.
b.
19
c.
20
Dilihat dari kedudukan titik berat kapal (G) terhadap tinggi metasentre (M)
maka akan kita peroleh 3 kemungkinan yaitu :
1.
Titik M berada di atas titik G. Pada kondisi ini MG berharga positif dan
kapal dalam keadaan stabil.
Titik M berimpit dengan G. Pada kondisi ini MG sama dengan nol dan
kapal dalam keseimbangan indiferen.
Titik M berada di bawah titik G. Pada kondisi ini MG berharga negatif dan
kapal pada keseimbangan labil.
21
(2.1)
Dimana :
P
MG
(2.2)
22
= MK KG
= MB + KB KG
(2.3)
Jadi untuk dapat menghitung stabilitas suatu kapal selain harga P, perlu pula
diketahui harga KG, KB dan MB.
Dimana:
KG
MK
MG
MB
KB
KG
P. h
P
(2.4)
Dengan diketahuinya harga KG maka kita bisa menentukan besarnya jarak antara
Midshipdan titik G
b. Perhitungan Jarak titik tekan gaya ke atas terhadap keel KB (Centre
of Buoyancy)
Titik tekan gaya ke atas terhadap kapal sangat dipengaruhi oleh bentuk badan
kapal dibawah permukaan air. Menurut Made dan Joswan (1982) untuk
menghitung besarnya harga KB digunakan metode numerik khususnya metode
Simpson, dalam perhitungan tersebut dibutuhkan Rencana Garis dari kapal,
berikut dasar langkah-langkah perhitungan harga KB dari sebuah kapal :
1.
23
2.
3.
I
V
Y 3 dx
(2.5)
IL
V
(2.6)
Dimana :
I
IL
24
= Io ( F )2 . A
(2.7)
Dimana :
2.5.2
25
MG sin MG cos
d d
(2.8)
MG
(2.9)
Ternyata pada kedudukan kapal tegak ( = 0), turunan pertama dari lengan
stabilitas terhadap sudut oleng sama dengan tinggi metasentra melintang.
Differensial fungsi pada suatu titik adalah merupakan koefisien sudut garis
singgung dari grafik fungsi pada titik tersebut. Koefisien ini besarnya sama
dengan tangen sudut antara garis singgung dengan sumbu absis arah positif.
Dengan menggunakan sifat differensial di atas maka dapat digambarkan tinggi
metacentre awal pada diagram lengan stabilitas.
26
stabilitas hasilnya harus sama dengan tinggi metasentra awal kapal. Tangen sudut
antara garis singgung dengan sumbu absis :
dh
Tg
MG
MG
1
(2.10)
27
Mp. Pada sudut heeling 1 kapal dalam keadaan keseimbangan yang stabil
sedangkan pada 2 kapal pada keadaan labil
Titik A, Bila sudut oleng diperbesar dengan d_1, maka harga momen
penegak akan membesar dan momen heeling tetap. Dengan demikian
kapal akan kembali kekedudukan semula karena : MP > Mh. Jika sudut
diperkecil d1, momen penegak makin kecil sedangkan momen heeling
tetap sehingga MP < Mh sehingga akibatnya kapal akan kembali ke posisi
semula akibat momen heeling. Jadi pada keadaan ini pada titik A, apabila
gaya penyebab telah berhenti bekerja, kapal akan kembali ke posisi
semula. Dengan perkataan lain di titik A kapal dalam keadaan stabil.
Titik C, Bila sudut oleng diperbesar maka momen penegak makin kecil
dan momen heeling tetap. Maka Mp < Mh . Jika sudut oleng diperkecil,
maka momen penegak bertambah besar dan kapal akan menuju ke
kedudukan sudut oleng di titik A. Hal ini menunjukan di titik C kapal
dalam keadaan labil.
Akan tetapi apabila pada kedudukan di B ini kapal diberi tambahan
kemiringan d yang besarnya terbatas, ke arah positif atau negatif, momen heeling
akan selalu lebih besar dari momen penegak. Jika penambahan itu negatif, kapal
akan kembali keposisi seimbang mula-mula. Untuk penambahan ke arah positif
akan menjadikan kapal tenggelam. Keadaan ini menunjukkan bahwa kapal dalam
keadaan tidak stabil. Bilamana Mh > Mpmax dari diagram stabilitas statis maka
kapal akan terbalik karenanya, tanpa memandang kearah mana kemiringan kapal.
28