Anda di halaman 1dari 30

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

SIFAT KAYU
Kayu merupakan salah satu material yang banyak dipergunakan sebagai

bahan konstruksi bangunan danbahan baku meubel. Berbagai keunggulan kayu


menyebabkan kayu masih banyak diminati para penggunanya walaupun sekarang
ini telah banyak material lain seperti baja, beton, plastik, dll yang notabenenya
juga dapat dipergunakan sebagai bahan konstruksi dan meubel.
Sebagai produk alam yang tersusun atas karbon (46% C), hydrogen
(6%H), oksigen (44%O) serta mineral (1%).Panshin, et.al, (1964) mengemukakan
bahwa kayu memiliki sifat higroskopis dimana keberadaan sifat ini menyebabkan
kayu dapat menyerap (absorpsi) dan melepaskan (desorpsi) air untuk
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya. Kemampuan absorpsi dan
desorpsi kayu ini berakibat pada besarnya kadar air yang selalu berubah
tergantung pada suhu dan kelembaban lingkungan sekitarnya.
Kadar air merupakan banyaknya air yang dikandung kayu yang dinyatakan
dalam persen terhadap berat kering tanurnya (Brown, et al, 1952). Tsoumis (1991)
mengemukakan bahwa besarnya kadar air dalam pohon hidup bervariasi antara
30-300% tergantung dari spesies pohon, (hardwood atau softwood), posisi dalam
batang (vertical dan horizontal serta musim (salju, semi, panas dan gugur).
Dalam sel, keberadaan air dikelompokkan menjadi dua yaitu air bebas
yang terletak pada rongga, memberikan pengaruh berat pada kayu serta air terikat
yang terletak pada dinding sel dan mikrofoid yang memberikan pengaruh berat
dan dimensi pada kayu. Jumlah air bebas tergantung porositas dan volume kayu
(Siau- 1971). Pengaruh perubahan dimensi yang disebabkan karena absorpsi atau
desorpsi air terikat terjadi pada kondisi kadar air dibawah titik jenuh serat (TJS).
Peristiwa ini dikenal dengan pengembangan dan penyusutan kayu. Penyusutan
kayu selain dipengaruhi oleh kadar air juga dipengaruhi oleh berat jenis kayu.

Universitas Sumatera Utara

Berat jenis memberikan pengaruh hubungan yang linier positif terhadap


penyusutan kayu, semakin tinggi berat jenis suatu kayu maka penyusutan kayu
akan semakin tinggi (Tsoumis, 1991).
Berdasarkan strukturnya pada kayu, sel merupakan komponen terkecil
penyusunan tanaman. Satu unit sel terdiri atas rongga dan dinding sel, dimana
ukuran rongga dan ketebalan dinding sel untuk jenis pohon akan berbeda.
Perbedaan inilah yang berakibat terhadap bervariasinya sifat fisis dari suatu jenis.
Dengan mengetahui sifat fisis pada kayu diharapkan akan sangat berguna
dalam rangka memanfaatkan kayu secara optimum baik ditinjau dari segi
kekuatan, keindahan ataupun lamanya penggunaan.
Skar

(1989)

mengemukakan

bahwa

kayu

sebagaimana

bahan

berlignoselulosa lainnya memiliki sifat higroskopis yaitu dapat menyerap atau


melepas air dari lingkungannya. Tsoumis (1991) menambahkan bahwa air yang
diserap dapat berupa uap air atau air dalam bentuk air cair.

2.2

SERBUK KAYU (WOOD FLOUR)


Menurut reineke (1996) dalam craig, et al. (2005) dalam Sujinah,

Menyatakan bahwa istilah serbuk kayu adalah kayu halus yang terpisah
kemudian direduksi menjadi partikel seperti tepung sereal dalam ukuran,
penampilan, dan teksturnya. Atau dengan defenisi lain serbuk kayu biasanya
merujuk pada sebuah partikel yang cukup kecil untuk melewati sebuah saringan
dengan ukuran 850 mikron (menurut standar amerika sekitar 20 mesh).
Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk
keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture, terus meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di
indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m per tahun denagn kenaikan rata-rata
sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat diperkirakan hanya
sebesar 25 juta m per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar 45 juta m
(Priyono 2001). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan
sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya
konversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran

Universitas Sumatera Utara

hutan, praktik pemanenan yang tidak efisien dan pengembangan infrastruktur


yang diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu
secara efisien dan bijaksana, antar lain melalui konsep the whole tree utilkization,
disamping meningkatkan penggunaan bahan berlignoselulosa non kayu, dan
pengembangan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu
(Macklin, 2008b).
Patut disayangkan, sampai saat ini kegiatan pemanenan dan pengolahan
kayu di Indonesia masih menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Purwanto dkk,
(1994) menyatakan komposisi limbah pada kegiatan pemanenan dan industri
pengolahan kayu adalah sebagai berikut :
1. Pada pemanenan kayu, limbah umumnya berbentuk kayu bulat, mencapai
66,16%.
2. Pada industri penggergajian limbah kayu meliputi serbuk gergaji 10,6&.
Sebetan 25,9% dan potongan 14,3%, dengan total limbah sebesar 50,8% dari
jumlah bahan baku yang digubakan.
3. Limbah pada industri kayu lapis meliputi limbah potongan 5,6%, serbuk
gergaji 0,7%, sampah vinir basah 24,8%, sampah vinir kering 12,6% sisa
kupasan 11,0% dan potongan tepi kayu lapis 6,3%. Total limbah kayu lapis ini
sebesar 61,0% dari jumlah bahan baku yang digunakan.
Data

Departemen

Kehutanan

dan

Perkebunan

tahun

1999/2000

menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61 juta m3


sedangkan kayu gergajian mencapai 2,06 juta m3. Dengan asumsi limbah yang
dihasilkan mencapai 61% maka diperkirakan limbah kayu yang dihasilkan
mencapai lebih dari 5 juta m3 (BPS, 2000).
Selama ini limbah kayu masih banyak menimbulkan masalah dalam
penanganannya yaitu dibiarkan
kesemuanya

berdampak

membusuk,ditumpuk, dan dibakar yang

negatife

terhadap

lingkungan

sehingga

penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah
memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi
aplikatif dan kerakyatan sehinnga hasilnya mudah disosialisakan kepada
masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

2.3

POLIMER
Polimer (poly = banyak; mer = bagian) adalah suatu molekul raksasa

(makromolekul) yang terbentuk dari susunan ulang molekul kecil yang terikat
melalui ikatan kimia. Suatu polimer akan terbentuk bila seratus atau seribu unit
molekul yang kecil yang disebut monomer, saling berikatan dalam suatu rantai.
Jika monomernya sejenis disebut homopolimer, dan jika monomernya berbeda
akan menghasilkan kopolimer.
Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer,
yakni rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa
monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut
dikelompokkan bersama-sam dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan
jerami maka disebut amorf, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan
sifat yang lebih keras dan tegar (Syarief,et,al,1998 dalam nurminah 2002).

2.3.1

Polimer Berdasarkan Asalnya


Plastik mulai dikenal semenjak 3000 tahun yang lalu dalam kehidupan

bangsa mesir kuno. Saat itu plastik yang dikenal masih bersifat alami, bersumber
dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Penggunaannya juga terbatas sebagai bahan
pelapis dan bahan dekorasi. Plastik sintesis mulai dirintis pada tahun 1846 oleh
schonbein (jerman) yang memodifikasi selulosa kayu dan tumbuhan dengan asam
nitrat untuk membuat plastik sintesis. Plastik yang 100% sintesis dihasilkan dari
penelitian Leo Baekeland(Belgia) selama tahun 1907 1909, yaitu dengan
ditemukannya bakelite. Selanjutnya plastik mengalami perkembangan yang pesat
pada tahun 1940-an mula-mula dijerman, kemudian diikuti jepang dan negara
industri lainnya.
Polimer regenerasi adalah polimer alam yang dimodifikasi. Contohnya
rayon, yaitu serat sintetis yang dibuat dari kayu (selulosa). Polimer sintetis adalah
polimer yang dibuat dari molekul sederhana (monomer) dalam pabrik. Beberapa
contoh polimer yang dibuat oleh pabrik adalah nylon dan poliester, kantong
plastik dan botol, pita karet, dll. Plastik yang pertama kali dibuat secara komersial
adalah nitroselulosa. Material plastik telah berkembang pesat dan sekarang

Universitas Sumatera Utara

mempunyai peranan yang sangat penting dibidang elektronika, pertanian, tekstil,


transportasi, furniture, konstruksi, kemasan kosmetik, mainan anak anak dan
produk produk industri lainnya.

2.3.2

Polimer Berdasarkan Sifat Thermalnya


Sifat-sifat polimer ditentukan oleh empat hal, yaitu : panjangnya rantai,

gaya antar molekul, percabangan dan ikatan silang antar rantai polimer. Kekuatan
dan titik leleh polimer naik dengan bertambah panjangnya rantai polimer.
Bila gaya antar molekul pada rantai polimer besar, maka polimer menjadi
kuat dan sukar meleleh. Rantai polimer yang bercabang banyak daya regangnya
rendah dan lebih mudah meleleh. Ikatan silang antar rantai menyebabkan
terjadinya jaringan yang kaku dan membentuk bahan yang keras.
Plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan
kimia. Menurut Osswald dan Menges (1996) dalam Mulyadi (2001) secara garis
besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang
bersifat thermoplastik dan plastik yang bersifat thermoset. Thermoplastik adalah
plastik yang dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk
lain dengan menggunakan panas yang mana polimernya tidak memiliki ikatan
silang. Ketika dipanaskan, Polimer yang bersifat termoplastik meleleh dan
kembali mengeras ketika didinginkan. Jadi apabila pecah polimer termoplastik
dapat disambungkan kembali denan cara dipanaskan atau dapat dicetak ulang
dengan cara dipanaskan. Yang termasuk plastik thermoplastik antara lain : PE,
PP(Polypropilene), PS(Polystirene), ABS(acrylonitrile butadiene styrene), SAN,
nylon, PET, BPT, Polyacetal (POM), PC, dll.
Sebaliknya thermoset adalah palstik yang tidak dapat dilunakkan kembali
bila telah mengeras. Dimana thermoset merupakan pilimer yang mempunyai
ikatan silang. Makin banyak ikatan silang makin kaku polimer dan mudah patah.
selanjutnya apabila pecah tak dapat disambungkan lagi dengan pemanasan ,
karena susunan molekul-molekulnya pada ikatan silang antar rantai akan rusak
apabila dipanaskan lagi. Yang termasuk plastik thermoset adalah : PU (Poly
Urethene), UF (Urea Formaldehyde), MF (Melamine Formaldehyde), polyester,

Universitas Sumatera Utara

epoksi dll. Plastik yang paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari
adalah thermoplastik.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus
meningkat. Data BPS tahun1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan
plastik impor indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar
136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam
kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut
diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai
konsekuwnsinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut
hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap
rumah tangga adalah 9,3% dari totla sampah rumah tangga.

2.3.3

Polimer Berdasarkan Reaksi Pembentuknya


Dua jenis utama dari reaksi polimerisasi adalah polimerisasi adisi dan

polimerisasi kondensasi. Jenis reaksi yang monomernya mengalami perubahan


reaksi tergantung pada strukturnya.

A.

Polimer Adisi
Reaksi pembentukan teflon dari monomer-monomernya tetrafluoroetilen,

disebut reaksi adisi. Perhatikan Gambar 2.1 yang menunjukkan bahwa monomer
etilena mengandung ikatan rangkap dua, sedangkan di dalam polietilena tidak
terdapat ikatan rangkap dua.

Gambar 2.1 Struktur Molekul Monomer dan Polietilen

Universitas Sumatera Utara

Monomer etilena mengalami reaksi adisi membentuk polietilena yang


digunakan sebagai tas

plastik, pembungkus makanan, dan botol. Pasangan

elektron ekstra dari ikatan rangkap dua pada tiap monomer etilena digunakan
untuk membentuk suatu ikatan baru menjadi monomer yang lain.
Menurut jenis reaksi adisi ini, monomer-monomer yang mengandung
ikatan rangkap dua saling bergabung, satu monomer masuk ke monomer yang
lain, membentuk rantai panjang. Produk yang dihasilkan dari reaksi polimerisasi
adisi mengandung semua atom dari monomer awal. Berdasarkan Gambar 2.1,
yang dimaksud polimerisasi adisi adalah polimer yang terbentuk dari reaksi
polimerisasi disertai dengan pemutusan ikatan rangkap diikuti oleh adisi dari
monomermonomernya yang membentuk ikatan tunggal. Dalam reaksi ini tidak
disertai terbentuknya molekul-molekul kecil seperti H 2 O atau NH 3 .

B.

Polimer Kondensasi
Polimer kondensasi terjadi dari reaksi antara gugus fungsi pada monomer

yang sama atau monomer yang berbeda. Dalam polimerisasi kondensasi kadangkadang disertai dengan terbentuknya molekul kecil seperti H 2 O, NH 3 , atau HCl.
Di dalam jenis reaksi polimerisasi yang kedua ini, monomer-monomer bereaksi
secara adisi untuk membentuk rantai. Namun demikian, setiap ikatan baru yang
dibentuk akan bersamaan dengan dihasilkannya suatu molekul kecil (biasanya air)
dari atom-atom monomer. Pada reaksi semacam ini, tiap monomer harus
mempunyai dua gugus fungsional sehingga dapat menambahkan pada tiap ujung
ke unit lainnya dari rantai tersebut. Jenis reaksi polimerisasi ini disebut reaksi
kondensasi.

Universitas Sumatera Utara

Dalam polimerisasi kondensasi, suatu atom hidrogen dari satu ujung


monomer bergabung dengan gugusOH dari ujung monomer yang lainnya untuk
membentuk air. Reaksi kondensasi yang digunakan untuk membuat satu jenis
nilon ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2
Kondensasi terhadap dua monomer yang berbeda yaitu 1,6
diaminoheksana dan asam adipat yang umum digunakan untuk membuat jenis
nylon. Nylon diberi nama menurut jumlah atom karbon pada setiap unit monomer.
Dalam gambar ini, ada enam atom karbon di setiap monomer, maka jenis nylon
ini disebut nylon 66.
Contoh lain dari reaksi polimerisasi kondensasi adalah bakelit yang
bersifat keras, dan dracon, yang digunakan sebagai serat pakaian dan karpet,
pendukung pada tape audio dan tape video, dan kantong plastik.

2.4

LIMBAH PLASTIK
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan

plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu, menghemat sumber daya dan
mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat
dilakukan dengan pemakaian kembali (resue) maupun daur ulang (recycle)
(syafitrie, 2001).
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan
oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik
dapat diproses oleh suatu industri, antaralain limbah harus dalam bentuk tertentu
sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan, limbah harus homogen, tidak
terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah

Universitas Sumatera Utara

tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana,


yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi
dan sebagainya (Sasse et al,1995).
Pemanfaatan dan penggunaan plastik daur ulang dalam pembuatan
kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis
limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun
harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk
meningkatkan kualitas (syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis
limbah plastik yang populer dan laku dipasaran yaitu polietilena(PE), High
Density Polyethylene (HDPE), asoi, dan Polipropilena (PP).

2.5

POLIPROPILENA
Polipropilen termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari

propilen. Dikembangkan sejak tahun 1950 dengan berbagai nama dagang seperti :
Bexfane, Dynafilm, Lufaren, Escon, Olefane, Profax. Poliporopilen lebih kuat dan
ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap
lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap (Winarno dan Jenie,
1983). Monomer polipropilen diperoleh dengan pemecahan secara thermal
naphtha (distalasi minyak kasar) etilen, propylen dan homologues yang lebih
tinggi dipisahkan dengan distalasi pada temperatur rendah. Dengan menggunakan
katalis Natta-Ziegler polypropilen dapat diperoleh dari propilen (Birley, et al.,
1988).
Bost (1980) dalam syarief et al. (1989) menyatakan bahwa sifat-sifat
utama dari polipropilena yaitu :
1. Ringan (kerapatan 0,9 g/cm), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih
dalam pembuatan film.
2. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari polyethylene (PE). Pada suhu
rendah akan rapuh, dalam bentuk murni pada suhu -3000C mudah pecah
sehingga perlu ditambahkan Polyethylene atau bahan lain untukmemperbaiki
ketahanan terhadap benturan.

Universitas Sumatera Utara

3. Lebih kaku dari PE dan tidak gampang sobeksehingga lebih mudah dalam
penanganannya.
4. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang.
5. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150C
6. Titik lelehnya cukup tinggi pada suhu 170C
7. Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak. Tidak terpengaruh oleh pelarut
pada suhu kamar kecuali HCL.
8. Pada suhu tinggi polipropilena akan bereaksi dengan benzena, siklena,
toluena, terpentin dan asam nitrat kuat
Karakteristik polipropilena menurut Bost (1980) dalam syarief et al.
(1999) adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Karakteristik polipropilena
Deskriptif
Densitas pada suhu 20 C (gr/cm)
Suhu melunak (C)
Titik lebur (C)
Kristalinitas (%)
Indeks fluiditas
Modulus of elasticity (kg/cm)
Tahanan volumetrik (Ohm/cm)
Konstanta dielektrik (60-108 cycle)
Permeabilitas gas-Nitrogen
Oksigen
Gas karbon
Uap air

Polipropilena
0,90
149
170
60-70
0,2-2,5
11000-13000
1017
2,3
4,4
23
92
600

Sumber : (Parlin 2004)


Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam
perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintesis sehingga dapat diperoleh
sifat-sifat plastik yang diinginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi, dan
ekstruksi (syarief,et al., 1989).

Universitas Sumatera Utara

2.6

KOMPOSIT
Kata komposit (composite) merupakan kata sifat yang berarti susunan atau

gabungan. Komposit berasal dari kata kerja to compose yang berarti menyusun
atau menggabung.komposit berarti bahan gabungan dari atau lebih material yang
berbeda sebagai suatu kombinasi yang menyatu.
Defenisi komposit menurut Hakim (2007) adalah campuran makroskopik
dari serat dan matriks. Manfaat utama dari penggunaan komposit adalah
mendapatkan kombinasi sifat kekuatan serta kekakuan tinggi dan berat jenis yang
ringan.serat merupakan material yang umumnya jauh lebih kuat dari matriks dan
berfungsi memberikan kekuatan tarik.sedangkan matriks berfungsi untuk
melindungi serat dari efek lingkungan dan kerusakan akibat benturan.
Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber)
sebagai pengisi dan bahan pengikat serat-serat tersebut yang disebut matrik.
Didalam komposit unsur utamanya adalah serat, sedangkan bahan pengikatnya
menggunakan bahan polimer yang mudah dibentuk dan mempunyai daya pengikat
yang tinggi. Penggunaan serat sendiri yang utama adalah untuk menentukan
karakteristik bahan komposit, seperti : kekakuan, kekuatan serta sifat-sifat
mekanik lainnya. Sebagai bahan pengisi serat digunakan untuk menahan sebagian
besar gaya yang bekerja pada bahan komposit, matrik sendiri mempunyai fungsi
melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik terhadap gayagaya yang terjadi. Oleh karena itu untuk bahan serat digunakan bahan yang kuat,
kaku dan getas, sedangkan bahan matrik dipilih bahan-bahan yang liat, lunak dan
tahan terhadap perlakuan kimia.
Salah satu keuntungan material komposit adalah kemampuan material
tersebut untuk diarahkan sehingga kekuatannya dapat diatur hanya pada arah
tertentu yang kita kehendaki, hal ini dinamakan tailoring properties. Dan ini
adalah salah satu sifat istimewa komposit, yaitu ringan, kuat, tidak terpengaruh
korosi, dan mampu bersaing dengan logam, tidak kehilangan karakteristik dan
kekuatan mekanisnya.

Universitas Sumatera Utara

2.6.1 Klasifikasi Bahan Komposit


Klasifikasi komposit dapat dibentuk dari sifat dan strukturnya. Bahan
komposit dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis. Secara umum klasifikasi
komposit sering digunakan antara lain seperti :
1. Klasifikasi menurut kombinasi material utama, seperti metal-organic atau
metal anorganic.
2. Klasifikasi menurut karakteristik bulk-form, seperti sistem matrik atau
laminate.
3. Klasifikasi

menurut

distribusi

unsur

pokok,

seperti

continous

dan

discontinous.
4. Klasifikasi menurut fungsinya, seperti elektrikal atau struktural (Schwartz,
1984).
Sedangkan klasifikasi untuk komposit serat (fiber-matrik composites)
dibedakan menjadi beberapa macam antara lain ;
1. Fiber composites (komposit serat) adalah gabungan serat dengan matrik.
2. Flake composites adalah gabungan serpih rata dengan matrik.
3. Particulate composites adalah gabungan partikel dengan matrik.
4. Filled composites adalah gabungan matrik continous skeletal dengan matrik
yang kedua.
5. Laminar composites adalah gabungan lapisan atau unsur pokok lamina
(Schwartz,1984 : 16).
Secara umum bahan komposit terdiri dari dua macam, yaitu bahan
komposit partikel (particulate composite) dan bahan komposit serat (fiber
composite). Bahan komposit partikel terdiri dari partikel-partikel yang di ikat oleh
matrik. Bahan komposit partikel pada umumnya lebih lemah dibanding dengan
bahan komposit serat, namun memiliki keunggulan seperti ketahan terhadap aus,
tidak mudah retak, dan mempunyai daya pengikat dengan matrik yang baik.
Bahan komposit serat terdiri dari serat-serat yang diikat oleh matrik yang saling
berhubungan. Bahan komposit serat ini terdiri dari dua macam, yaitu serat panjang
(continuos fiber) dan serat pendek (short fiber atau whisker). Penggunaan bahan
komposit serat sangat efisien dalam menerima beban dan gaya. Karena itu bahan

Universitas Sumatera Utara

komposit serat sangat kuat dan kaku bila dibebani searah serat, sebaliknya sangat
lemah bila dibebani dalam arah tegak lurus serat (Hadi, 2000).
Dibawah ini digambarkan klasifikasi bahan komposit yang paling umum
(Hadi, 2000).

Gambar 2.3. Klasifikasi Bahan Komposit

2.6.2

Tipe Komposit Serat


Untuk memperoleh komposit yang kuat harus dapat memempatkan serat

dengan benar. Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat pada


komposit, yaitu :
1. Continuous Fiber Composite
Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina
diantara matriknya. Jenis komposit ini paling sering digunakan. Tipe ini
mempunyai kelemahan pada pemisahan antar lapisan. Hal ini dikarenakan
kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriknya
2. Woven Fiber Composite (bi-directional)
Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena
susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat
memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan
akan melemah.

Universitas Sumatera Utara

3. Discontinuous Fiber Composite


Discontinuous Fiber Composite adalah tipe komposit dengan serat pendek.
Tipe ini dibedakan lagi menjadi 3 (Gibson, 1994 : 157) :
a) Aligned discontinuous fiber
b) Off-axis aligned discontinuous fiber
c) Randomly oriented discontinuous fiber

Gambar 2.4. Tipe Discontinuous Fiber


4. Hybrid Fiber Composite
Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus
dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti kekurangan sifat
dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.

Gambar 2.5. Tipe Komposit Serat

Universitas Sumatera Utara

2.6.3

Faktor Yang Mempengaruhi Performa Komposit


Beberapa faktor yang mempengaruhi performa komposit serat antara lain :

1. Faktor Serat
Serat adalah bahan pengisi matrik yang digunakan untuk dapat memperbaiki
sifat dan struktur matrik yang tidak dimilikinya, juga diharapkan mampu
menjadi bahan penguat matrik pada komposit untuk menahan gaya yang
terjadi.
2. Letak Serat
Dalam pembuatan komposit tata letak dan arah serat dalam matrik yang akan
menentukan kekuatan mekanik komposit, dimana letak dan arah dapat
mempengaruhi kinerja komposit tersebut.
Menurut tata letak dan arah serat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu:
a. One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan dan modulus
maksimum pada arah axis serat.
b. Two dimensional reinforcement (planar), mempunyai kekuatan pada dua arah
atau masing-masing arah orientasi serat.
c. Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic kekuatannya
lebih tinggi dibanding dengan dua tipe sebelumnya.
Pada pencampuran dan arah serat mempunyai beberapa keunggulan, jika
orientasi serat semakin acak (random) maka sifat mekanik pada 1 arahnya akan
melemah, bila arah tiap serat menyebar maka kekuatannya juga akan menyebar
kesegala arah maka kekuatan akan meningkat.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6. Tiga Tipe Orientasi Pada Reinforcement


3. Panjang Serat
Panjang serat dalam pembuatan komposit serat pada matrik sangat
berpengaruh terhadap kekuatan. Ada 2 penggunaan serat dalam campuran
komposit yaitu serat pendek dan serat panjang. Serat panjang lebih kuat
dibanding serat pendek. Serat alami jika dibandingkan dengan serat sintetis
mempunyai panjang dan diameter yang tidak seragam pada setiap jenisnya.
Oleh karena itu panjang dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan
maupun modulus komposit. Panjang serat berbanding diameter serat sering
disebut dengan istilah aspect ratio. Bila aspect 15 ratio makin besar maka
makin besar pula kekuatan tarik serat pada komposit tersebut. Serat panjang
(continous fiber) lebih efisien dalam peletakannya daripada serat pendek.
Akan tetapi, serat pendek lebih mudah peletakannya dibanding serat panjang.
Panjang serat mempengaruhi kemampuan proses dari komposit serat. Pada
umumnya, serat panjang lebih mudah penanganannya jika dibandingkan
dengan serat pendek. Serat panjang pada keadaan normal dibentuk dengan
proses filament winding, dimana pelapisan serat dengan matrik akan
menghasilkan distribusi yang bagus dan orientasi yang menguntungkan.
Ditinjau dari teorinya, serat panjang dapat mengalirkan beban maupun

Universitas Sumatera Utara

tegangan dari titik tegangan ke arah serat yang lain. Sedangkan komposit serat
pendek, dengan orientasi yang benar, akan menghasilkan kekuatan yang lebih
besar jika dibandingkan continous fiber. Hal ini terjadi pada whisker, yang
mempunyai keseragaman kekuatan tarik setinggi 1500 kips/in2 (10,3 GPa).
Komposit berserat pendek dapat diproduksi dengan cacat permukaan yang
rendah sehingga kekuatannya dapat mencapai kekuatan teoritisnya (Schwartz,
1984 : 11).
4. Bentuk Serat
Bentuk Serat yang digunakan untuk pembuatan komposit tidak begitu
mempengaruhi, yang mempengaruhi adalah diameter seratnya. Pada
umumnya, semakin kecil diameter serat akan menghasilkan kekuatan
komposit yang lebih tinggi. Selain bentuknya kandungan seratnya juga
mempengaruhi (Schwartz, 1984 : 1.4).
5. Faktor Matrik
Matrik dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi
sebuah unit struktur, melindungi dari perusakan eksternal, meneruskan atau
memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matrik,
sehingga matrik dan serat saling berhubungan. Pembuatan komposit serat
membutuhkan ikatan permukaan yang kuat antara serat dan matrik. Selain itu
matrik juga harus mempunyai kecocokan secara kimia agar reaksi yang tidak
diinginkan tidak terjadi pada permukaan kontak antara keduanya. Untuk
memilih matrik harus diperhatikan sifat-sifatnya, antara lain seperti tahan
terhadap panas, tahan cuaca yang buruk dan tahan terhadap goncangan yang
biasanya menjadi pertimbangan dalam pemilihan material matrik.
6. Faktor Ikatan Fiber-Matrik
Komposit serat yang baik harus mampu menyerap matrik yang memudahkan
terjadi antara dua fase (Schwartz, 1984 : 1.12). Selain itu komposit serat juga
harus mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena
serat dan matrik berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian
tegangan. Kemampuan ini harus dimiliki oleh matrik dan serat. Hal yang
mempengaruhi ikatan antara serat dan matrik adalah void, yaitu adanya celah

Universitas Sumatera Utara

pada serat atau bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan
matrik tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit
tersebut menerima beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah
void sehingga akan mengurangi kekuatan komposit tersebut. Pada pengujian
tarik komposit akan berakibat lolosnya serat dari matrik. Hal ini disebabkan
karena kekuatan atau ikatan interfacial antara matrik dan serat yang kurang
besar (Schwartz, 1984 : 1.13).

2.7

PENCAMPURAN POLIMER
Proses pencampuran dalam pembuatan polimer secara umum dapat

dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu :


1. Proses fisika, terjadi pencampuran secara fisik antara dua jenis polimer atau
lebih yang memiliki struktur yang berbeda, tidak membentuk ikatan ekivalen
antara komponen-komponennya.
2. Proses kimia, menghasilkan kopolimer yang ditandai dengan terjadinya
ikatan-ikatan kovalen antar polimer penyusunnya. Interaksi yang terjadi
didalam campuran ini berupa ikatan vander walls, ikatan hidrogen atau
interaksi dipol-dipol.
Pencampuran polimer komersial dapat dihasilkan dari polimer sintetik
dengan polimer alam. Pencampuran yang dihasilkan dapat berupa campuran
homogen dan campuran heterogen.
2.7.1

Pencampuran Polipropilena dengan Serbuk Kayu


Proses pencampuran antar matriks dengan filler mencakup dua jenis

pencampuran yaitu pencampuran distributif dan pencampuran dispersif. Contoh


pencampuran distributif

diantaranya pencampuran bahan aditif pada seperti

antioksidan, pengisi, pigmen atau penguat kedalam matriks polimer. Proses


pencampuran ini memerlukan bahan pendispersi dan bahan penghubung untuk
mendapatkan hasil campuran yang homogen. Bahan pengisi kayu dan serat

Universitas Sumatera Utara

(selulosa) yang ringan, murah, dan tersedia dalam jumlah besar dapat diolah
secara distributif dengan matriks polimer.
2.7.2

Kompatibilitas Pencampuran Polipropilena dengan Serbuk Kayu


Polipropilena dan serbuk kayu merupakan dua bahan polimer yang sukar

bercampur homogen, karena sifat kopolarannya berbeda. Karena itu proses


pencampurannya

adalah distributif. Untuk mendapatkan campuran yang

homogen, prosesnya tidak dapat dilakukan dengan cara konvensional, yang hanya
melibatkan interaksi fisik antar komponen polimer. Campuran polimer yang
dihasilkan dengan metode campuran lelehan (melt- mixing ) lebih baik dari pada
pencampuran dalam larutan. Buruknya interaksi antara bagian-bagian molekul
menyebabkan tingginya tegangan antar muka pada lelehan yang mengakibatkan
sulitnya mendispersikan komponen penyusun sebagaimana mestinya

selama

pencampuran dan rendahnya adhesi antar muka dari komponen-komponen


tersebut. Gejala ini berakibat dininya kegagalan mekanik dan kerapuhan polimer.
Cara untuk mengatasi hal ini disebut kompatibilisasi (Al-Malaika, 1997).

2.8

PAPAN PARTIKEL

2.8.1 Pengertian Papan Partikel


Menurut hygreen dan Bowyer (1990) papan partikel merupakan gabungan
antara partikel kayu dengan penambahan matriks sebagi perekatnya dan dikempa
secara hot press. Sedangakan Dumanaw (1990) menyatakan papan partikel adalah
papan buatan yang terbuat dari serpihan kayu, tahan api dan merupakan bahan
isolasi serta bahan akustik yang benar.
Menurut (Han, 1990) filler yang ditambahkan kedalam matriks bertujuan
meningkatkan sifat-sifat mekanis plastik melalui penyebaran tekanan diantara
serat dan matriks. Selain itu penambahan filler akan mengurangi biaya disamping
memperbaiki beberapa sifat produknya.Dengan memilih kombinasi material serat
dan matriks yang tepat, kita dapat membuat suatu material komposit dengan sifat
yang sama dengan kebutuhan sifat suatu struktur tertentu dan tujuan tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Komposit serbuk kayu plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik
sebagai matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat
gabungan keduanya. Penambahan filler kedalam matriks bertujuan mengurangi
densitas, meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari
segi kayu, dengan adanya matrik polimer didalamnya maka kekuatan dan sifat
fisiknya juga akan meningkat (Febrianto, 1999).
Papan partikel menurut Tsoumis (1991) adalah salah satu produk komposit
yang dapat dibuat dengan merekatkan partikel berupa potongan kayu yang kecil
atau mineral lain yang mengandung lignoselulosa, dengan kata lain semua bahan
yang mengandung lignoselulosa termasuk serbuk kayu dapat diguanakan sebagai
bahan baku pembuatan papan komposit.
Pembuatan papan partikel dengan menggunakan matriks dari plastik yang
telah di daur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga
dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping
menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu.
Keunggulan produk ini antara lain : Biaya produksi lebih murah, bahan bakunya
melimpah, fleksibel dalam proses pembuatannya, kerapatannya rendah, lebih
bersifat biodegradable (dibanding plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik
dibandingkan bahan baku asalnya, dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan,
serta bersifat dapat didaur ulang (recycleable). Beberapa contoh penggunaan
produk ini antara lain sebagai komponen interior kendaraan (mobil, kereta api,
pesawat terbang), perabot rumah tangga, maupun komponen bangunan (jendela,
pintu, dinding, lantai dan jembatan) (Febrianto, 1999 : Youngquist, 1995).
Salah satu keuntungan material papan partikel adalah kemampuan material
tersebut untuk diarahkan sehingga kekuatannya dapat diatur hanya pada arah
tertentu yang kita kehendaki, hal ini dinamakan tailoring properties. Sifat ini
merupakan salah satu sifat istimewa komposit yaitu, ringan, kuat, tidak
terpengaruh korosi, dan mampu bersaing dengan logam, tidak kehilangan
karakteristik dan kekuatan mekanisnya.

Universitas Sumatera Utara

Namun pada umumnya kelemahan papan partikel sebagai bahan bangunan


adalah stabilitas dimensi yang rendah sehingga kebanyakan produk papan partikel
ini hanya dipakai untuk interior.
Bahan baku papan partikel
Bahan utama papan partikel menurut Walker (1993), yaitu :
1. Sisa industry serbuk gergaji, pasahan dan potongan-potongan kayu
2. Sisa pengambilan kayu, penjarangan dan jenis bukan komersial
3. Bahan material berlignoselulosa bukan kayu seperti rami, ampas tebu,
bamboo, tandan kelapa sawit, serat nenas, enceng gondok dan lain-lain.
Adapun tipe-tipe partikel yang digunakan untuk bahan baku pembuatan
papan partikel menurut Haygreen dan Bowyer (1996), yaitu :
a. Pasahan (shaving), partikel kayu kecil berdimensi tidak menentu yang
dihasilkan apabila mengetam lebar atau mengetam sisi ketebalan kayu.
b. Serpih (flake), partikel kecil dengan dimensi yang telah ditentukan
sebelumnya yang dihasilkan dengan peralatan yang telah dikhususkan.
c. Biskit (wafer), serupa serpih tetapi bentuknya lebih besar. Biasanya lebih dari
0,025 inci tebalnya dan lebih 1 inci panjangnya.
d. Tatal (chips), sekeping kayu yang dipotong dari suatu blok dengan pisau yang
besar atau pemukul.
e. Serbuk gergaji, dihasilkan oleh pemotongan dengan gergaji.
f. Untaian, pasahan panjang tetapi pipih dengan permukaan yang sejajar.
g. Kerat, bentuk persegi potongan melintang dengan panjang paling sedikit 4 kali
ketebalannya.
h. Wol kayu, keratin yang panjang, berombak, ramping.
Serbuk kayu dapat dipergunakan sebagai bahan baku papan partikel karena
serbuk kayu merupakan bahan yang banyak mengandung komponen kimia seperti
selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%),dan sejumlah kecil
bahan-bahan anorganik dan ekstraktif.(Setyawati, 2003).

Universitas Sumatera Utara

26

2.8.2

Kegunaan Papan Partikel


Kegunaan papan partikel (komposit) dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

a. Structural Composite
Dipergunakan untuk dinding, atap, bagian lantai, tangga, komponen kerangka,
mebel dan lain-lain. Bahan yang digunakan untuk memikul beban di dalam
penggunaannya, penggunaan perekat eksterior akan menghasilkan papan
eksterior sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan
partikel interior.
b. Non Structural Composite
Komposit ini tidak digunakan untuk memikul beban, penggunaan akhir
produknya untuk pintu, jendela, mebel, bahan pengemas, pembatas ubin,
bagian interior mobil dan lain-lain.

2.8.3

Pola Pemotongan Contoh Uji Papan Partikel


Pembuatan sampel dengan pemotongan bahan yang sudah jadi mengacu

pada standar SNI 03-2105-2006 seperti terlihat pada gambar berikut :

2,5 cm

10,0 cm

A
B

20,0 cm

5,0 cm

5,0 cm

2,5 cm

5,0 cm

5,0 cm

5,0 cm

5,0 cm

5,0 cm

Gambar 2.7 Ukuran Sampel Uji Berdasarkan SNI 03-2105-2006

Universitas Sumatera Utara

Keterangan :

2.8.4

A :

Sampel untuk uji kerapatan dan kadar air

B :

Sampel untuk uji MOR dan MOE

C :

Sampel untuk uji pengembangan tebal

D :

Sampel untuk uji kuat rekat internal

E :

Sampel untuk uji kuat impak

Prosedur Pengujian
Pengujian meliputi sifat fisis dan sifat mekanis papan partikel

dilaksanakan berdasarkan SNI 03-2105-2006. hasil pengujian dikoreksi dengan


kerapatan masing masing sampel dan dicocokkkan dengan standar SNI 03-21052006. memenuhi standar ataukah tidak.pengujian sifat fisis dan mekanis papan
komposit yaitu kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, modulus lentur( MOE),
modulus patah(MOR), dan uji impak. Berdasarkan keteguhan lenturn untuk papan
partikel biasa dan dekoratif, dibagi menjadi tiga tipe yaitu:
a. Tipe 18
b. Tipe 13
c. Tipe 8

Tabel 2.2 Sifat Fisis Dan Mekanis Papan Partikel Berdasarkan SNI
No.
Sifat Fisik / Mekanik
1. Kerapatan (gr/cm3)
2. Kadar air (%)
3. Daya serap air (%)
4. Pengembangan tebal(%)
5. MOR (kg/cm2)
6. MOE (kg/cm2)
7. Internal bond (kg/cm2)
8. Kuat rekat internal
9. Kuat impak
(Sumber : Standar Nasional Indonesia)

SNI 03-2105-2006
0,4 - 0,9
< 14
Maks 12
Min 82
Min 2,04x104
Min 1,5
1,5
-

Universitas Sumatera Utara

2.8.5

Karakterisasi Papan Partikel


Karakterisasi Papan Partikel meliputi Pengujian sifat fisik yaitu: Densitas,

kadar air, pengembangan tebal, sedangkan pengujian sifat mekanik: MOR, MOE,
impak, dan kuat rekat internal.

a. Sifat Fisis
1. Densitas
Densitas atau kerapatan didefenisikan sebagai massa persatuan volume
material, pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volume
kering udara. Berat bahan yang diuji ditimbang, lalu diukur rata-rata panjang,
lebar, tebal untuk menentukan volume contoh uji. Nilai densitas atau kerapatan
papan komposit di hitung dengan menggunakan rumus :

M
V

(2.1)

Keterangan :

: kerapatan (g/cm)

: berat contoh uji (g)

:volume contoh uji (cm)

2. Penetapan Kadar Air


Penetapan kadar air papan partikel dilakukan dengan menghitung selisih
berat awal contoh uji dengan berat setelah dikeringkan dalam oven selama 4 jam
pada suhu (103 2) 0 C dengan menggunakan contoh uji penghitungan kerapatan.
Kadar air papan dihitung dengan rumus:

KA =

B0 B1
x 100 %
B1

(2.2)

Universitas Sumatera Utara

Keterangan :
KA

Kadar air (%)

B0

Berat contoh uji sebelum perendaman (g)

B1

Berat contoh uji setelah perendaman (g)

3. Pengembangan Tebal
Perhitungan pengembangan tebal didasarkan pada selisih tebal sebelum
dan setelah perendaman dalam air dingin selama 24 jam sedalam 3 cm dari
permukaan air. Daya serap air tersebut dihitung dengan rumus:

TS =

T2 T1
x100 %
T1

(2.3)

Keterangan :
TS

pengembangan tebal (%)

T1

tebal sampel sebelum perendaman (cm)

T2

tebal sampel sesudah perendaman (cm)

Universitas Sumatera Utara

30

b. Sifat Mekanis
1. Pengujian Kuat Patah (MOR)

Pengujian MOR dilaksanakan bersamaan dengan pengujian MOE. Skema


pengujian digambarkan pada gambarkan pada gambar berikut.

Gambar 2.8 Universal Testing Machine

Modulus patah

(MOR) adalah salah satu sifat mekanis papan yang

menunjukkan kekuatan dalam menahan beban. Untuk memeperoleh nilai MOR,


maka pengujian pembebanan dilakuakn sampai contoh uji patah, dengan
kecepatan 10 mm menit (SNI 03-2105-2006).
Rumus yang digunakan adalah :

3PL
2bh 2

(2.4)

Keterangan :

modulus patah (kgf / cm 2 )

beban maksimum (kgf)

jarak sangga (cm)

lebar contoh uji (cm)

tebal contoh uji (cm)

Universitas Sumatera Utara

2. Modulus Elastisitas (MOE)

Modulus elastisitas (MOE) menunjukkkan ukuran ketahanan papan


menahan beban dalam batas proporsi (sebelum patah). Sifta ini penting jika papan
digunakan sebagai bahan konstruksi.

Gambar 2.9 Pemasangan Benda Uji

Rumus yang digunakan adalah:


Ef

L3
P
x
3
4bh

(2.5)

Keterangan :
Ef

modulus elastisistas (kgf/cm 2 )

beban sebelum proporsi (kgf)

jarak sangga (cm)

lenturan pada beban sebelum batas proporsi (cm)

lebar contoh uji (cm)

tebal contoh uji (cm)

Universitas Sumatera Utara

32

3. Pengujian Kuat Impak

Pengujian impak adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui kegetasan


bahan polimer. Pengujian impak Charpy, Izod dst, dalam hal ini umumnya
dipakai. Umumnya, kekuatan bahan impak polimer lebih kecil daripada kekuatan
impak logam. Kalau ikatan antar molekul atom kuat, atau berat molekul besar,
kekuatan impak besar juga.
Bahan polimer menunjukkan penurunan besar pada kekuatan impak kalau
diberi regangan pada pencetakannya, selanjutnya sifta-sifat yang diperlukan dapat
diperbaiki dengan menambah filler yang cocok kedalam matriks. Harga impak
menjadi lebih besar dengan meningkatkan absorbsi kadar air dan menjadi kecil
karena pengeringan. Cara pengujian impak dapat dilakukan dengan cara pengujian
Charpy, Izod atau dengan bola jatuh. (Nurmaulita 2010).

Gambar 2.10 Alat Uji Impak

Dalam menentukan nilai impak dilakukan perhitungan nilai charpy dengan


menggunakan persamaan berikut(departemen perindustrian, 1994 dan Smallman
dan bishop, 2004).

Universitas Sumatera Utara

KC

E
A

(2.6)

Keterangan :
KC

= Nilai impak Charpy (J/mm2)

= Energi disepasi (J)

= Luas Penampang (mm2)

4. Pengujian Tarik

Uji tarik dilakukan untuk mengetahi kemampuan papan partikel untuk


menan ahan beban tarik tegak lurus permukaan sampel berukuran 5cm x 5cm x
1cm. Sampel diukur panjang dan lebarnya kemudian sampel direkatkan pada dua
buah balok besi, selama 24 jam. Kemudian sampel ditarik pada arah vertikal
dengan kecepatan sekitar 2 mm/menit.
Persamaan yang digunakan dalam uji tarik adalah :
keteguhan uji tarik (kgf / cm 2 )

B
PxL

(2.7)

Keterangan :
B :Beban maksimum (kgf)
P : Panjang (cm)
L : Lebar (cm)

Universitas Sumatera Utara

34

Penyiapan sampel atau contoh uji diperlihatkan seperti gambar berikut :

Gambar 2.11 Uji Kuat Rekat Internal

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai