Anda di halaman 1dari 55

PEMBUATAN AGAR BAKTO

DARI RUMPUT LAUT GELIDIUM sp.


DENGAN KHITOSAN SEBAGAI ABSORBEN

INDAH ROSULVA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

RINGKASAN
INDAH ROSULVA. C34104038. Pembuatan Agar Bakto dari Rumput Laut
Gelidium sp. dengan Khitosan sebagai Absorben. Dibawah bimbingan PIPIH
SUPTIJAH dan RUDDY SUWANDI
Rumput laut dari golongan Rhodophyceae (Gracilaria dan Gelidium)
biasa dipakai sebagai sumber agar-agar. Salah satu pemanfaatan agar-agar yaitu
sebagai media pertumbuhan bakteri. Agar bakto banyak digunakan sebagai media
kultur karena sifatnya yang lebih murni dibandingkan agar biasa. Namun pada
umumnya, harga agar bakto di pasaran cukup mahal.
Khitosan biasa digunakan sebagai bagian dari proses filtrasi. Khitosan
mengikat endapan partikel dan menghilangkan sedimen-sedimen seperti fosfor,
logam berat, dan minyak dalam air selama proses filtrasi (Anonim 2007). Dengan
adanya sifat mengabsorpsi tersebut, maka khitosan dapat dimanfaatkan dalam
proses pemurnian agar-agar yang kemudian digunakan sebagai agar bakto untuk
media kultur mikroorganism.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan
khitosan sebagai absorben pada agar bakto dari rumput laut Gelidium sp. dan
membandingkan karakteristik hasil yang optimum sesuai dengan kontrol agar
bakto difco. Perlakuan yang diberikan adalah penambahan khitosan sebanyak 0%;
0,5%; 1%; 1,5%.
Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan jumlah air pengekstrak serta
konsentrasi NaOH dan H2O2 terbaik. Pada penelitian pendahuluan juga dilakukan
analisis CAW (Clean Anhydrous Weed) pada rumput laut Gelidium sp. sebelum
proses ekstraksi. Penelitian utama dilakukan pembuatan agar bakto dengan
penambahan khitosan dalam berbagai konsentrasi. Selanjutnya dilakukan analisis,
meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar sulfat, viskositas, kekuatan gel,
derajat putih, dan pH. Agar bakto hasil penelitian kemudian diuji sebagai media
pertumbuhan bakteri dengan metode total plate count atau metode hitungan
cawan.
Berdasarkan hasil Karakteristik fisika kimia agar bakto hasil penelitian
didapatkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi khitosan 1,5% merupakan
konsentrasi terbaik yang menghasilkan nilai kadar air 17,72%, kadar abu 3,41%,
derajat putih 35,59%, pH 8,1, kekuatan gel 118,97 g/cm2. Sedangkan untuk
perlakuan penambahan khitosan konentrasi 1 % terbaik pada nilai rendemen
sebesar 35,76% dan untuk kadar sulfat 2,15%. Untuk nilai viskositas terbaik pada
perlakuan penambahan konsentrasi khitosan 0,5% sebesar 12,63 cPs.
Berdasarkan hasil uji karakteristik fisik pada media kultur, didapatkan agar
bakto hasil penelitian berwarna sedikit keruh dibandingkan dengan agar bakto
komersil. Sedangkan pada uji Total Plate Count (TPC), didapatkan bahwa agar
dengan perlakuan penambahan konsentrasi khitosan 1,5% merupakan konsentrasi
terbaik yang dapat menumbuhkan bakteri sebanyak 5x108 koloni/ml (paling
mendekati kontrol agar bakto komersil). Hal ini menunjukkan bahwa agar bakto
dari Gelidium sp. baik digunakan sebagai media kultur bakteri.

PEMBUATAN AGAR BAKTO


DARI RUMPUT LAUT GELIDIUM sp.
DENGAN KHITOSAN SEBAGAI ABSORBEN

INDAH ROSULVA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi

: PEMBUATAN AGAR BAKTO DARI RUMPUT LAUT


GELIDIUM sp. DENGAN KHITOSAN SEBAGAI
ABSORBEN

Nama

: Indah Rosulva

NRP

: C34104038

Program Studi

: Teknologi Hasil Perikanan

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dra. Pipih Suptijah, MBA


NIP. 131 478 638

Dr. Ir.Ruddy Suwandi, MS, MPhil


NIP. 131 474 001

Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, MSc


NIP. 131 578 799

Tanggal Lulus

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI


DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pembuatan
Agar Bakto dari Rumput Laut Gelidium sp. dengan Khitosan sebagai Absorben
adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2008


Indah Rosulva
C34104038

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 5 Agustus 1986.
Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara dari
Bapak A. Munir Djalil dan Ibu Soraya.
Tahun 1995 penulis lulus dari SDN Kayumanis I,
kemudian pada tahun 1998 penulis menyelesaikan studi di
SLTPN 12 Bogor. Sejak di SLTP penulis aktif sebagai anggota
PASKIBRAKA Kencana Muda 12. Selanjutnya penulis lulus dari SMUN 2 Bogor
pada tahun 2004. Selama di SMU, penulis aktif sebagai bendahara OSIS/MPK
dan aktivis DKM (Dewan Keluarga Masjid).
Tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada Program
Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama
menjadi mahasiswa penulis aktif di berbagai kelembagaan dan kepanitiaan,
diantaranya BEM TPB-IPB periode 2004-2005, DPM FPIK periode 2005-2006,
MPM-KM IPB periode 2005-2006, dan sebagai bendahara KPR pada PEMIRA
KM IPB 2006-2007. Selain itu penulis juga pernah menjabat sebagai sekretaris
Asrama Putri Darmaga periode 2005-2006 dan Ketua Dies Asrama Putri Darmaga
periode 2006-2007.
Selama menjadi mahasiswa, penulis juga mendedikasikan ilmunya sebagai
asisten luar biasa mata kuliah Fisiologi Hewan Air Departemen Manajemen
Sumber Daya Perairan tahun ajaran 2006-2007 dan 2007-2008. Penulis juga
menjadi asisten mata kuliah Fisiologi, Farmasi dan Degradasi Metabolit Hasil
Perairan, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan tahun ajaran 2006-2007 serta
asisten mata kuliah Teknik Penanganan dan Transportasi Biota Perairan, Program
Studi Teknologi Hasil Perikanan tahun ajaran 2006-2007. Tugas akhir dalam
pendidikan tinggi diselesaikan penulis dengan menulis skripsi yang berjudul
Pembuatan Agar Bakto dari Rumput Laut Gelidium sp. dengan Khitosan sebagai
Absorben. Dibimbing oleh Dra. Pipih Suptijah, MBA dan Dr. Ir. Ruddy
Suwandi, MS, Mphil. Penulis dinyatakan lulus pada tanggal 28 Oktober 2008
sebagai sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya bagi seluruh ciptaan-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan pada suri tauladan kita Rasulullah Muhammad SAW dan seluruh
umatnya yang senantiasa istiqamah sampai akhir jaman, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Mamaku tersayang (Soraya) atas limpahan kasih sayang, dukungan moril,
persahabatan, yang selalu siap mendengarkan keluh kesah penulis dan selalu
memberikan kasihnya setiap saat serta doa tulusnya. Bapak (A. Munir Djalil)
atas limpahan kasih sayang, dukungan moril dan finansial yang tidak terhitung
jumlahnya, dorongan dan motivasi serta doa tulus yang diberikan kepada
penulis selama ini. Adik-adikku tercinta (Fauziah Fajrin, Ainun Fuadi, M.
Ilham Salim, Rahmawati, Madiana Syifa), terima kasih atas canda dan
tawanya serta kasih sayang yang tiada habis, Raihlah cita-cita kalian setinggi
mungkin. Bibiku tersayang (Drs. Halma Djalil), atas kasih sayang, perhatian,
bimbingan, dukungan moril dan financial.
2. Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA dan Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi,MS.MPhil
sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran kepada
penulis selama ini.
3. Bapak Dr. Ir. rer. nat. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol. dan Ibu Ir. Anna C.
Erungan, MS sebagai dosen penguji sidang serta kepada Bapak Ir. Djoko
Poernomo sebagai pembimbing akademik.
4. Seluruh staf dosen dan TU THP (Mas Ipoel, Mas Mail, Pak Ade, Pak Jamhuri,
Pak Tatang, Mba Heni, Mas Zaki, dan Umi), terima kasih atas bantuannya
kepada penulis.
5. Ibu Ema, Pak Taufik, Mas Edy, Ibu Rubiah, mba Icha serta teknisi
laboratorium Techno Park atas bantuan dan bimbingannya selama penelitian.
6. Sahabat pelor tercinta (LaJax, LaChap, LaChi, LaNuq, LaDjo, LaNoom,
LaGoon) atas persahabatannya selama ini. Serta kepada alumni APD (Mpok,
Mba Ningrum, Teh Elih, KNovi, Mba Rita, dan alumni lain yang tidak
mungkin saya sebutkan satu-persatu) terima kasih atas bimbingannya.

7. Keluarga besar Asrama Putri Darmaga (missALL, missCOMP, missGYM, ElMile, El-Lhot, El-Sorr, El-One, El-Ment, El-Mai, El-Yius) serta kepada adikadik angkatan TENGSIN yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
8. Sahabat-sahabatku tercinta yang selalu menemani Penulis dalam suka dan
duka (Vera, Anez, Syeni, Ima). Terima kasih atas persahabatannya selama ini,
friendship forever. Skripsi ini takkan ada tanpa kalian.
9. Teman-teman THP 41 yang selalu bersama dalam suka dan duka : Glory, Ari,
Haris, Yudha, Dede Saputra, Rijal, Dery, Wahyu, Rijan, Alim, Nuzul, Andi,
Serel, Theta, Eka, Nia, Ulfah, Amel, Iis, Dwi, Yayan, Santi, D-boy, Anang,
Anim, Laler, Afie, Yugha serta seluruh teman THP 41 yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
10. Kakak THP 40 serta adik-adik THP 42, 43, dan 44 serta Hartantio Nugraha
(Komunikasi 44) yang telah banyak membantu selama ini.
11. Teman-teman asisten Fisiologi Hewan Air (FHA) atas persahabatan dan
semua kenangan manis yang diberikan kepada penulis.
12. Teh Ade Ranti dan Aa Deden, terima kasih atas dukungan moril dan financial
yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
13. Sulfan Ardiansyah, S.Hut atas segala waktu, kesabaran, dukungan, semangat,
perhatian, kasih sayang, dan doa yang telah diberikan kepada penulis.
14. Terakhir, kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan disini, penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas semua dukungannya.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Penulis sangat mengharapkan saran dan bantuan dari semua pihak
untuk kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, November 2008

Indah Rosulva

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................ix
1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1. 1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1. 2. Tujuan......................................................................................................2
2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 3
2. 1. Klasifikasi dan Identifikasi Gelidium sp. .................................................. 3
2. 2. Agar-agar ................................................................................................. 5
2. 3. Sifat Fisik dan Kimia Agar-agar ............................................................... 6
2. 4. Agar Bakto ...............................................................................................7
2. 5. Khitosan...................................................................................................8
2.5.1. Sifat khitosan ..................................................................................9
2.5.2. Pemanfaatan khitosan.................................................................... 10
3. METODOLOGI............................................................................................. 12
3. 1. Waktu dan Tempat ................................................................................. 12
3. 2. Bahan dan Alat....................................................................................... 12
3. 3. Metode Penelitian................................................................................... 13
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 23
4. 1. Rendemen.............................................................................................. 23
4. 2. Kadar air................................................................................................ 24
4. 3. Kadar abu .............................................................................................. 25
4. 4. Derajat putih .......................................................................................... 27
4. 5. Viskositas .............................................................................................. 28
4. 6. Nilai pH (derajat keasaman)................................................................... 29
4. 7. Kadar Sulfat........................................................................................... 30
4. 8. Kekuatan gel.......................................................................................... 31
4. 9. Aplikasi agar bakto sebagai media kultur ............................................... 32

5. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 34


5. 1. Kesimpulan ............................................................................................ 34
5. 2. Saran ...................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 35

vii2

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kandungan agar dari beberapa spesies Gelidium berdasarkan berat kering... 4
2. Komposisi kimia Gelidium berdasarkan berat kering.................................... 5
3. Kandungan kimia rumput laut kering dan agar-agar ..................................... 7
4. Standar mutu agar bakto difco...................................................................... 8
5. Standar mutu khitosan................................................................................ 10
6. Jumlah bakteri dan nilai log ....................................................................... 34

viii3

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gelidium sp.................................................................................................. 3
2. Struktur kimia khitosan ................................................................................ 9
3. Skema proses pembuatan agar bakto ......................................................... 16
4. Rendemen agar dengan perlakuan penambahan khitosan............................ 24
5. Histogram kadar air.................................................................................... 25
6. Histogram kadar abu .................................................................................. 27
7. Histogram derajat putih.............................................................................. 28
8. Histogram viskositas agar .......................................................................... 29
9. Histogram pH agar. .................................................................................... 31
10. Histogram kadar sulfat ............................................................................. 32
11. Histogram kekuatan gel agar .................................................................... 33

ix
4

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil analisis mutu agar bakto.......................................................................... 39
2. Hasil uji statistika agar bakto............................................................................ 40
a. Tabel analisis ragam mutu agar bakto ........................................................... 40
b. Uji lanjut wilayah Duncan untuk nilai kadar air ........................................... 40
c. Uji lanjut wilayah Duncan untuk nilai derajat putih ...................................... 41
3. Jumlah koloni bakteri ...................................................................................... 42

1. PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Indonesia telah dikenal sebagai negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya

adalah lautan dan mempunyai garis pantai terpanjang dunia yaitu 80.791,42 km
(Putra 2006), serta memiliki potensi besar sebagai penghasil rumput laut. Menurut
data, pada 2007 produksi rumput laut Indonesia mencapai 94.000 ton dan
diharapkan pada 2010 Indonesia ditargetkan menjadi produsen rumput laut
terbesar di dunia (Anggadiredja 2008). Sedangkan menurut DKP (2007), Rumput
laut mengalami kenaikan dari tahun 2002-2006 yaitu, sekitar 62,01% per tahun,
pada tahun 2002 mencapai 223.080 ton, pada tahun 2003 mencapai 231.927 ton,
pada tahun 2004 mencapai 397.964 ton, pada tahun 2005 mencapai 866.388 ton,
dan meningkat menjadi 1.341.141 ton pada tahun 2006. Potensi rumput laut
Indonesia diperkirakan sebesar 480.850 ton/tahun dengan potensi rumput laut
Gracilaria sp. sebesar 23.300 ton/tahun dan Gelidium sp. 4.500 ton/tahun.
Beberapa jenis rumput laut dari golongan Rhodophyceae (Gracilaria dan
Gelidium) biasa dipakai sebagai sumber agar-agar. Kualitas agar-agar yang
berasal dari Gelidium/Gelidiella lebih tinggi dibanding Gracillaria (DKP 2004).
Agar merupakan kompleks polisakarida linear yang mempunyai berat
molekul 120.000 dalton, tersusun dari beberapa jenis polisakarida, antara lain:
3,6-anhidro-L-galaktosa, D-galaktopiranosa, dan sejumlah kecil metil D-galaktosa
(Glicksman 1983). Salah satu pemanfaatan agar-agar yaitu sebagai media
pertumbuhan bakteri. Media agar atau kultur media adalah berbagai cairan atau
padatan dengan beberapa nutrisi yang dapat digunakan untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Medium tersebut dibuat mirip dengan kondisi lingkungan
dimana mikroorganisme biasanya tumbuh. Agar bakto banyak digunakan sebagai
media kultur karena sifatnya lebih murni dibandingkan agar biasa. Namun pada
umumnya, harga agar bakto di pasaran cukup mahal (Poncomulyo dkk. 2006).
Khitosan adalah satu polisakarida linier yang tersusun dari

-(1-4)-D-

glukosamin (unit deasetil) dan N-acetyl-D-glukosamin (unit asetil). Pemanfaatan


khitosan semakin berkembang dalam berbagai bidang seperti pertanian,
peternakan, industri pangan, penanganan limbah, kosmetik, dan kesehatan.
Khitosan biasa digunakan dalam water processing engineering sebagai bagian

dari proses filtrasi. Khitosan mengikat endapan partikel dan menghilangkan


sedimen-sedimen seperti fosfor, logam berat, dan minyak dalam air selama proses
filtrasi (Anonim 2007). Kemampuan mengabsorpsi ini dikarenakan khitosan
mempunyai muatan listrik positif sehingga mampu mengabsorpsi molekul yang
lebih kecil. Dengan adanya sifat mengabsorpsi tersebut, maka khitosan dapat
dimanfaatkan dalam proses pemurnian agar-agar yang kemudian dapat digunakan
sebagai agar bakto untuk media kultur mikroorganisme.
1. 2.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan

khitosan sebagai absorben pada agar bakto dari rumput laut Gelidium sp. dan
membandingkan karakteristik hasil yang optimum sesuai dengan kontrol agar
bakto difco.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1.

Klasifikasi dan Identifikasi Gelidium sp.


Gelidium sp. tumbuh baik pada daerah eulittoral dan sublittoral. Biasanya,

Gelidium sp. dapat ditemukan pada kedalaman laut 2-20 m (McHugh 2003).
Habitat dan sebaran Gelidium di Indonesia pada umumnya di perairan pantai
berbatu dan terbuka yang kebanyakan di daerah pantai Samudera India. Sebanyak
empat puluh jenis Gelidium dikenal dari berbagai negara dan delapan jenis
diantaranya terdapat di perairan Indonesia, yaitu Gelidium latifolium, G. rigidium,
G. cartilageneum, G. corneum, G. crinale, G. cologlossum, G. pussilum, dan G.
panosum. Gelidium di Indonesia dikenal sebagai kades dan intip kembang karang
(di Jawa Barat), bulung merak dan bulung ayam (di Bali), dan sayur laut (Ambon)
(Kadi dan Atmadja 1988). Klasifikasi Gelidium sp. menurut Armisen dalam
Phillips dan Williams (2002) adalah sebagai berikut :
Phylum

: Rhodophyta

Class

: Rhodophyceae

Order

: Gelidiales

Family

: Gelidiaceae

Genus

: Gelidium

Morfologi Gelidium sp. dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Gelidium sp.


Sumber : Anonim dalam www.iptek.net.id

Pengaruh yang banyak menentukan sebaran Gelidium adalah macam


substrat, kadar garam, ombak, arus, dan pasang surut. Substrat dasar tempat
melekat Gelidium biasanya berupa batu karang mati, gamping dan batu vulkanik.
Kisaran kadar garam perairan adalah 13-37

. Gelidium yang tumbuh di perairan

laut Indonesia adalah jenis-jenis yang cenderung di lingkungan dengan kadar


garam tinggi (sekitar 33

) (Kadi dan Atmadja 1988).

Berbagai jenis Gelidium di Indonesia dan negara lain dimanfaatkan


sebagai bahan baku pabrik agar-agar dalam negeri dan sebagai komoditas ekspor.
Kandungan agarnya berkisar antara 12-48%, tergantung jenisnya (Yunizal 2002).
Kandungan agar-agar dari Gelidium sp. dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan agar dari beberapa spesies Gelidium berdasarkan berat kering
Spesies
Gelidium amansii
Gelidium chilense (=filicinum)
Gelidium latifolium
Gelidium lingulatum
Gelidium micropterum
Gelidium pusillum
Gelidium purpurascens
Gelidium rex
Gelidium robustum (=carti lagineum)
Gelidium sesquipedale
Gelidium spinolosum
Gelidium sp.

Kandungan Agar
25 - 30%
25 - 31%
25 - 35%
20 - 24%
43%
41%
50%
25.4%
27%
40 - 45%
24%
33%
21 - 40%

Sumber: Doty MS, Caddy JF, dan Santelices B (1987) dalam www.fao.org (2008)
Secara umum, rumput laut memiliki komponen utama karbohidrat (gula
atau vegetable gum), protein, lemak, dan abu yang merupakan mineral. Selain itu
Gelidium sp. juga mengandung beberapa pigmen (pikoeritrin r, klorofil a, karoten
b, pikosianin r) yang terkandung dalam dinding selnya (Yunizal 2002). Komposisi
kimia rumput laut Gelidium dapat dilihat pada tabel 2. Selain itu Gelidium juga
mempunyai kandungan vitamin B12, kolesterol dan beberapa sterol, protein
sebagai antikoagulan dan ektrak lipid larut air sebagai anti-inflamatory.

Tabel 2. Komposisi kimia Gelidium berdasarkan berat kering


Parameter

Rumput Laut Kering

Nitrogen

2,01

Protein kasar

12,5

Galaktan

23,7

Pentosan

2,03

Serat

17,89

Abu

4,23

Gula pereduksi

23,2

Metil pentosan

0,93

Magnesium

0,52

Kalsium

0,28

Sumber : Zaneveld (1955) dalam www.fao.org (2008)


2. 2.

Agar-agar
Agar-agar adalah produk ekstraksi rumput laut merah (agarophyte)

(Winarno 1990). Agarophyte yang paling penting adalah jenis Gelidium sp.,
Gracilaria sp., Pterocladia sp., Acanthopeltis japonica dan Ahnfeltia plicata
(Chapman dan Chapman 1980). Agar berkualitas tinggi dihasilkan dari rumput
laut Gelidium karena tingginya kekuatan gel dan rendahnya kandungan sulfat
(Sharon dan Komarow 1999). Agar merupakan kompleks polisakarida linear yang
mempunyai berat molekul 120.000 dalton, tersusun dari beberapa jenis
polisakarida, antara lain:3,6-anhidro-L-galaktosa, D-galaktopiranosa dan sejumlah
kecil metil D-galaktosa (Glicksman 1983). Agar mengandung agarose yang
merupakan polisakarida netral (tidak bermuatan) dan agaropektin yang merupakan
polisakarida bermuatan sulfat (Araki 1966 dalam Istini S dkk. 2001). Agar-agar
sebenarnya adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang mengisi dinding
sel rumput laut. Ia tergolong kelompok pektin dan merupakan suatu polimer yang
tersusun dari monomer galaktosa (Anonim 2006).

2. 3.

Sifat Fisik dan Kimia Agar-agar


Agar-agar merupakan senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktan,

yang tidak larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas dan membentuk gel
(Sri Istini dkk. 1985 dalam Deptan 1991), dengan kemurnian tinggi agar-agar
larut dalam air panas, etanol amida dan formida (Winarno 1990). Agar-agar pada
suhu 32-390C berbentuk bekuan (solid) dan tidak mencair pada suhu di bawah
85 0C (Soegiarto dkk. 1978 dalam Deptan 1991).
Agar-agar merupakan agen pembentuk gel terefektif yang pernah
diketahui. Gel agar-agar dapat terbentuk dalam larutan yang sangat encer, yaitu
fraksi agar-agar sebesar 1%. Gel agar-agar bersifat reversibel terhadap suhu, yaitu
pada suhu di atas titik leleh maka fase gel akan berubah menjadi fase sol dan
sebaliknya, tetapi fase transisi dari gel ke sol atau sebaliknya tidak berada pada
suhu yang sama (Glicksman 1983). Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di
air, molekul agar-agar dan air bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekulmolekul agar-agar mulai saling merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang
mengurung molekul-molekul air, sehingga terbentuk sistem koloid padat-cair
(Anonim 2006).
Karakteristik gel agar-agar bersifat rigid, rapuh, mudah dibentuk dan
memiliki titik cair tertentu. Keasaman (pH) sangat mempengaruhi kekuatan gel
agar-agar, pH semakin menurun kekuatan gel agar-agar semakin lemah sampai
dengan pH 2,5. Kandungan gula menghasilkan gel yang lebih keras tetapi
menghasilkan tekstur yang kurang kohesif (Glicksman 1983).
Mekanisme pembentukan gel agar-agar adalah sebagai berikut, tiga buah
atom

hidrogen

pada

residu

3,6-anhidro-L-galaktosa

memaksa

molekul

membentuk struktur heliks. Interaksi antar struktur heliks inilah yang


menyebabkan pembentukan gel. Penggantian senyawa L-galaktosa sulfat oleh
senyawa 3,6-anhidro-L-galaktosa mengakibatkan kekakuan pada struktur heliks,
dari sinilah gel mulai terbentuk. Perlakuan alkali dapat mengkonversi grup sulfat
yang ada pada posisi C-6 menjadi 3,6-anhidro-L-galaktosa sehingga dapat
memberikan kekuatan gel yang lebih tinggi (Glicksman 1983). Kandungan kimia
rumput laut kering dan agar-agar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandungan kimia rumput laut kering dan agar-agar


Parameter

Rumput Laut Kering

Agar-agar

Kalori (kcal)

312

55

Protein (gram)

1,3

0,2

Lemak (gram)

1,2

0,1

Total karbohidrat (gram)

83,5

15,0

Serat (gram)

2,7

0,1

Abu (gram)

4,0

0,4

Kalsium (miligram)

756

119

Fosfor (miligram)

18

Besi (miligram)

7,8

2,9

Natrium (miligram)

115

10

Kalium (miligram)

107

20

Thiamin (miligram)

0,01

0,01

Riboflavin (miligram)

0,22

0,04

Niacin (miligram)

0,2

0,1

Sumber : Anonim (1972) dalam Yunizal (2002).


2. 4.

Agar Bakto
Salah satu fungsi agar-agar yang penting yaitu peranannya sebagai media

pertumbuhan bakteri dan jamur. Agar yang dipergunakan untuk pembuatan media
kultur terutama kultur mikroba tertentu adalah agar murni yang harus memenuhi
persyaratan tertentu. Penambahan agar ke dalam media kultur akan berpengaruh
terhadap kondisi fisik dan kimia media yang disebabkan oleh sifat fisik dan kimia
agar (Zatnika dkk.,1977 dalam Istini S dkk. 2001). Agar-agar untuk pertumbuhan
bakteri diharapkan masih tetap cair bila didinginkan hingga suhu 42oC dan tetap
kuat bila digunakan pada suhu 37oC, yaitu suhu inkubator (Winarno 1990).
Agar bakto merupakan agar-agar yag telah dimurnikan dengan mereduksi
kandungan pengotor yang ada di dalamnya, seperti pigmen-pigmen, kandungan
garam (NaCl), dan kandungan bahan-bahan asing (organik dan inorganik)
serendah mungkin sehingga dapat mendukung pertumbuhan mikroba secara
umum (Gelrite 2003). Dalam bidang mikrobiologi, agar bakto sering digunakan

untuk pertumbuhan mikroba, karena agar bakto lebih murni dibandingkan dengan
agar-agar sehingga lebih transparan sehingga sel-sel mikroba yang tumbuh dapat
dengan mudah dilihat (Wassenaar 2001). Standar mutu agar bakto menurut
Gelrite (2003) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Standar mutu agar bakto difco
Karakteristik Mutu
Kekuatan gel (g/cm2,
konsentrasi 1,5%)

Agar Bakto Difco*

Agar Bakto Difco**

613

343,75

Kadar air (%)

20

25,24

Kadar abu (%)

6,5

4,65

0,05

pH

6,9

6,27

Sulfat (%)

0,367

1,03

Garam (NaCl)

Sumber : *Gelrite (2003)


** Abdullah (2004)
2.5.

Khitosan
Khitosan adalah suatu polisakarida linier yang tersusun dari -(1-4)-D-

glukosamin (unit deasetil) dan N-acetyl-D-glukosamin (unit asetil) (Anonim


2007). Khitosan adalah turunan dari kitin dan merupakan polimer kationik yang
mempunyai jumlah monomer antara 2000-3000, tidak toksik, LD50 = 16 g/kg BB,
dan mempunyai BM 800 kDa. Khitosan dapat berinteraksi dengan bahan-bahan
yang bermuatan seperti protein, polisakarida anionik, asam lemah, asam empedu,
dan fosfolipid. Khitosan mempunyai karakteristik fisik, biologi dan kimiawi yang
baik diantaranya dapat didegradasi, dapat diperbarui, dan tidak toksik (Suptijah
dkk. 2006).
Khitosan memiliki struktur yang unik. Khitosan mengandung gugus amino
dalam tiap unit berulangnya sehingga khitosan bermuatan positif yang berlawanan
dengan polisakarida lain yang biasanya bermuatan negatif atau netral (Terbojevich
dan Muzzarelli 1977 dalam Phillips dan Williams 2000). Khitosan mempunyai
bentuk kristal rombik dengan struktur saling silang antar bentuk alfa, beta, gamma

dan membentuk suatu matriks seperti resin sehingga cocok sebagai absorben.
Senyawa tersebut dapat dipadukan dengan komponen lain sehingga membentuk
campuran yang mempunyai kemampuan mengabsorpsi lebih kuat dan digunakan
dalam absorpsi logam berat (Kawamura 1993 dalam Suptijah dkk. 2006).
2.5.1. Sifat khitosan
Khitosan merupakan produk deasetilasi dari khitin dengan menggunakan
larutan alkali (Johnson et al. dalam Abdullah 2004). Proses pembuatan khitosan
dan khitin disebut proses deasetilasi, yaitu penghilangan gugus asetil (-COCH3)
yang terdapat pada struktur molekul khitin (Suptijah dkk.1992). Semakin banyak
gugus asetil yang hilang dari polimer khitin, interaksi antara ion dengan ikatan
hidrogen dari khitosan akan semakin kuat. Bahan-bahan seperti protein, anion
polisakarida dan asam nukleat yang bermuatan negatif akan berinteraksi kuat
dengan khitosan membentuk ion netral. Gambar 2 menunjukkan struktur kimia
khitosan.

Gambar 2. Struktur kimia khitosan


Sumber : Anonim (2007) dalam www.wikipedia.com
Kelebihan khitosan adalah terdapatnya gugus hidrofobik dan hidrofilik
yang mampu mengikat air dan lemak. Bough (1975) menambahkan bahwa
karakter khitosan sebagai polielektrolit dapat digunakan untuk pengkoagulasi
dalam sistem pengolahan limbah secara fisika-kimia. Mutu khitin dan khitosan
yang diperdagangkan tergantung dari penggunaannya. Mutu khitosan dipengaruhi
oleh beberapa parameter, seperti kadar air, kadar abu, kelarutan, derajat
deasetilasi, viskositas dan berat molekul (Bastaman 1989). Standar mutu khitosan
menurut Protan laboratories dicantumkan dalam Tabel 5.

10

Tabel 5. Standar mutu khitosan


Parameter
Ciri-ciri atau nilai
Ukuran partikel
Serpihan sampai serbuk
Kadar air (%bk)
10.0
Kadar abu (%bk)
20
Derajat deasetilasi (%)
70
Warna larutan
Jernih
Viskositas (cP)
Rendah

< 200

Sedang

200-799

Tinggi

800-2000

Sangat Tinggi

>2000

Sumber : Protan Laboratories Inc dalam Suptijah dkk. (1992)


2.5.2.

Pemanfaatan khitosan
Khitosan banyak bermanfaat dalam bidang kesehatan berkaitan dengan

sifatnya sebagai komponen makromolekul alami yang tidak beracun dan


biodegradable. Dalam bidang ini, khitosan digunakan sebagai pembungkus kapsul
karena memiliki kemampuan untuk melepas obat ke dalam tubuh secara terkontrol
dan sebagai bahan anti-tumor karena khitosan mempunyai sifat anti-bakterial dan
anti-koagulan dalam darah (Prashanth dan Tharanathan 2007).
Pengolahan khitin dan khitosan sudah meluas dan sangat mapan dalam
pengolahan limbah air. Menurut Anonim (2007), khitosan biasa digunakan
sebagai bagian dari proses filtrasi. Khitosan mengikat endapan partikel dan
menghilangkan sedimen-sedimen seperti fosfor, logam berat, dan minyak dalam
air selama proses filtrasi. Dalam bidang pertanian, khitosan biasanya digunakan
sebagai zat penambah pertumbuhan pada tanaman dan sebagai zat yang
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap infeksi jamur. Sifat khitosan yang
tidak beracun dan keberadaan khitosan yang melimpah di alam, menjadikan
khitosan tidak berbahaya bagi manusia, hewan peliharaan, lingkungan, dan alam
bebas. Khitosan juga dapat digunakan untuk memurnikan minuman anggur, mead,
dan bir. Khitosan menghilangkan sel ragi, partikel buah-buahan dan pengotor lain
yang membuat minuman anggur tidak jernih. Dalam bidang industri, khitosan

11

digunakan pada industri kertas dan tekstil, industri pembungkus makanan berupa
film khusus, industri metalurgi sebagai absorben untuk ion-ion metal, fotografi,
industri cat sebagai koagulan, pensuspensi dan flokulan, dalam industri makanan
sebagai zat tambahan (Murti 2007).

12

3.
3. 1.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2008.

Penelitian pembuatan sampel dilakukan di Laboratorium Biokimia dan


Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Sedangkan analisis sampel dilakukan di
Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Teknologi Pangan dan Gizi,
Fakultas Teknologi Pertanian, dan di Laboratorium Pangan dan Gizi Pusat Antar
Universitas (PAU), Institut Pertanian Bogor.
3. 2.

Bahan dan Alat


Bahan baku yang digunakan adalah rumput laut Gelidium sp. yang berasal

dari Dusun Pelandian Desa Tengor Kecamatan Cukuh Balak Kab.Tanggamus,


Lampung Selatan dan dibeli dalam bentuk kering. Bahan lain adalah khitosan
komersil, dan kontrol agar bakto difco.
Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan agar bakto antara lain
NaOH 0,25%, H2O2 0,1%, dan akuades. Sedangkan untuk analisis agar digunakan
bahan kimia berupa asam asetat 1%, HCl 0,2 N, hidrogen peroksida 10%, barium
klorida 10%, asam borat dengan indikator merah metil, H2SO4 pekat, HCl 0,1 N,
K2CrO4, AgNO3, nutrient broth, larutan garam fisiologis, alkohol, kain blacu,
plastik, kertas saring, dan bakteri Eschericia coli (E. Coli).
Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain alat pengolahan
agar bakto, alat untuk analisis agar bakto. Peralatan yang digunakan untuk
ekstraksi agar-agar adalah panci, kompor listrik, ember, pipet, gelas ukur, gelas
piala, termometer, oven, timbangan digital, timbangan analitik, kertas pH, kain
blacu, nilon mess, dan blender. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk
analisis yang merupakan alat laboratorium adalah cawan pengabuan dan
penutupnya, tanur pengabuan, penjepit cawan, gelas piala, oven, erlenmeyer,
water bath, texture Analyzer merek STEVEN-LFRA, pH meter, tabung reaksi,
termometer, cawan porselin, aluminium foil, kondensor, desikator, timbangan
analitik, kett digital whiteness powder C-100, brookfield synchro-lecric

13

viskometer, vortex, pipet, inkubator, magnetic stirrer, standar bloom jars, jangka
sorong dan autoclave.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan jumlah air pengekstrak serta
konsentrasi NaOH dan H2O2 terbaik. Pada penelitian pendahuluan juga dilakukan
analisis CAW (Clean Anhydrous Weed) pada rumput laut Gelidium sp. sebelum
proses ekstraksi. Penelitian selanjutnya adalah pembuatan agar bakto dengan
penambahan khitosan dalam berbagai konsentrasi. Selanjutnya dilakukan analisis,
meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar sulfat, viskositas, kekuatan gel,
derajat putih, dan pH. Agar bakto hasil penelitian kemudian diuji sebagai media
pertumbuhan bakteri dengan metode total plate count atau metode hitungan
cawan.
3.3.1. Penelitian pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan: jumlah air
pengekstrak dan konsentrasi NaOH dan H2O2 terbaik. Pada penelitian
pendahuluan juga dilakukan analisis CAW (Clean Anhydrous Weed) pada rumput
laut Gelidium sp. sebelum proses ekstraksi.
Penelitian pendahuluan dilakukan dengan formulasi konsentrasi NaOH
dan H2O2 terbaik yang mengakibatkan perubahan warna pada rumput laut
Gelidium sp. dari warna coklat dan kusam menjadi cokelat muda. Formulasi
didapatkan dengan cara sebagai berikut : 50 gram rumput laut disortasi dan
dibersihkan dari kotoran dan karang yang melekat. Setelah dibersihkan, rumput
laut dipucatkan dengan merendamnya di dalam larutan NaOH dan H2O2 dengan
konsentrasi formulasi berbeda yaitu untuk NaOH sebesar 0%, 0,1%, 0,25% dan
0,5%, untuk konsentrasi H2O2 sebesar 0%, 0,1%, 0,25%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2%,
2,5%, 3%, 3,5%, 4%, 4,5% dan 5%. Perendaman dilakukan selama 12 jam dalam
suhu ruang.
Sedangkan

untuk

mencari

jumlah

air

pengekstrak

yang

dapat

menghasilkan agar-agar yang rigid dan kandungan rendemen tinggi dilakukan

14

dengan perbandingan rumput laut : air sebesar 1:20, 1:30, 1:40, suhu 850-950C
pada pH 6-7 selama 1,5-2 jam.
Perlakuan konsentrasi NaOH 0,25% dan H2O2 2% pada pra ekstraksi agar
dipilih sebagai perlakuan pra ekstraksi alkali dan pemucat pada penelitian utama
karena menghasilkan perubahan warna rumput laut yang signifikan dengan
perubahan pH yang tidak terlalu jauh (mendekati netral). Untuk perbandingan
jumlah air pengekstrak dipilih air:berat rumput laut kering sebesar 1:30. Hasil ini
dipilih karena menghasilkan agar-agar yang tidak rapuh dengan rendeman tinggi.
Kadar CAW memberikan informasi mengenai kebersihan rumput laut dari
kotoran, pasir, dan batu karang yang melekat. Kadar CAW dihitung dari berat
rumput laut kering yang telah dicuci dan dibersihkan dibandingkan dengan berat
rumput laut kering sebelum dibersihkan. Kadar CAW rata-rata rumput laut kering
Gelidium sp. sebesar 80%.
3.3.2. Penelitian utama
Penelitian utama adalah proses pembuatan agar bakto yang mengacu pada
modifikasi dari Rifai (2005) dengan penambahan khitosan berbagai konsentrasi.
Proses pembuatan agar bakto bertujuan untuk membuat agar bakto dan
membandingkan pengaruh penambahan berbagai konsentrasi khitosan sebagai
absorben komponen lain. Kitosan yang ditambahkan terdiri dari 3 kombinasi
perlakuan yaitu pada konsentrasi 0,5% ; 1 % ; 1,5 % dan 0 % sebagai kontrol.
Proses pembuatan agar bakto adalah sebagai berikut: rumput laut
(Gelidium sp.) kering dibersihkan dan disortir dari kotoran-kotoran yang
menempel dan dicuci berulang-ulang hingga bersih. Selanjutnya Gelidium
direndam dan dipucatkan selama semalam dengan menggunakan NaOH 0,25 %
dan H2O2 2%. Penetralan dilakukan dengan mencuci di air mengalir sampai pH
netral (pH=7). Setelah dicapai pH netral kemudian dilakukan pencacahan dan
penghancuran dengan blender sampai cukup homogen untuk memudahkan proses
pengekstraksian Gelidium sp.
Proses ekstraksi dilakukan dengan suhu 850-950 C selama 1,5-2 jam
dengan perbandingan antara air dengan berat kering Gelidium sp. adalah 30:1.
Setelah proses ekstraksi

selesai

dilakukan

proses

penyaringan

dengan

menggunakan nilon mess. Filtrat hasil ekstraksi ditambahkan khitosan sebanyak

15

0,5%; 1%; 1,5% dan 0% sebagai kontrol dan kemudian dilakukan proses absorpsi
selama 45 menit supaya khitosan benar-benar bekerja efektif. Penambahan
khitosan bertujuan untuk mengikat pengotor yang ada selama proses ekstraksi
berlangsung.
Penyaringan atau filtrasi dilakukan dengan menggunakan kain nilon mess
pada saat campuran tersebut masih panas. Penyaringan dimaksudkan untuk
memisahkan agar-agar murni dengan residu yang berisi butiran khitosan. Filtrat
yang didapat dibiarkan menjendal dalam cetakan plat, kemudian setelah agar
menjendal, dilakukan proses pengepresan semalam. Kemudian proses dilanjutkan
dengan pengeringan di bawah sinar matahari hingga benar-benar kering.
Lembaran agar bakto yang telah kering dihaluskan untuk mendapatkan bentuk
serpihan atau hingga meyerupai tepung. Gambar 3. menunjukkan tahap
pembuatan agar bakto.
3. 4.

Analisis Sampel
Analisis yang dilakukan pada penelitian pendahuluan ini yaitu analisis

clean anhydrous weed untuk rumput laut Gelidium sp. Sedangkan untuk analisis
pada penelitian utama meliputi kadar air, kadar abu, kadar sulfat, viskositas,
kekuatan gel, derajat putih, serta nilai pH (derajat keasaman). Agar bakto hasil
penelitian kemudian diuji sebagai media pertumbuhan bakteri dengan metode
total plate count atau metode hitungan cawan. Agar bakto diuji kejernihan, dan
titik gelifikasi.
3.5.

Prosedur Pengujian
Prosedur pengujian pada penelitian ini meliputi uji clean anhydrous weed

untuk rumput laut Gelidium sp. serta rendemen agar, viskositas, kadar sulfat,
kadar air, kadar abu, derajat keasaman, derajat putih, pengukuran kekuatan gel
dan total mikroba (TPC) untuk agar bakto yang dihasilkan.

16

Gelidium sp. kering

Pencucian dan Perendaman untuk membersihkan kotoran

Praperlakuan dengan NaOH 0,25 % dan H2O2 2% selama semalam

Pencucian hingga pH netral

Penghancuran dengan blender

Ekstraksi 1,5-2 jam pH 6-7 pada suhu 85o-95oC Perbandingan air:rumput laut 30:1

Penyaringan I dengan nilon mess

Filtrat

Penambahan Khitosan 0%, 0,5%, 1%, !,5% pada waktu absorbsi 45 menit

Penyaringan dengan nilon mess dan penjendalan pada suhu kamar

Pengepresan semalam

Pengeringan di bawah sinar matahari

Penepungan dengan blender

Agar bakto

Keterangan :

Pengujian fisik dan kimia

masukan input
Proses
Hasil

Gambar 3. Skema proses pembuatan agar bakto (Modifikasi Rifai 2005)

17

a)

Kadar CAW (clean anhydrous weed) (Santos dan Doty 1983)


CAW ditentukan dengan menimbang 20 gram rumput laut kering dan
merendamnya dalam 1000 ml air selama 10 menit. Rumput laut kemudian
dibersihkan dari kotoran, pasir dan epifit dan dikeringkan di atas kain
saring. Pembersihan diulang dua kali. Rumput laut yang sudah bersih
kemudian dikeringkan dengan oven di atas aluminium foil pada suhu 70 0C
selama 20 jam.
Kadar CAW dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
kadar CAW = berat rumput laut kering (g) x 100%
berat rumput laut awal

b)

Rendemen agar (AOAC 1995)


Rendemen merupakan perbandingan antara berat agar kering dengan berat
rumput laut kering. Rendeman agar dihitung dengan menggunakan rumus :
Rendemen =

Wa
x 100%
Wr

Keterangan: Wa = berat agar kering


Wr = berat rumput laut kering
c)

Kadar air (AOAC 1995)


Analisis kadar air menggunakan metode oven. Prinsipnya adalah
menguapkan air yang ada dalam sampel dengan cara pemanasan.
Kemudian menimbang sampel sampai didapat bobot konstan yang
diasumsikan semua air yang terkandung dalam sampel sudah diuapkan.
Selisih bobot sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang
diuapkan.
Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada
suhu

100o-105 oC,

kemudian

didinginkan

dalam

desikator

untuk

menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g


dalam cawan yang sudah dikeringkan (B) kemudian sampel dioven pada
suhu 100 o-105oC. Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan.
Kadar air dihitung dengan rumus :
Kadar air (%) =

CA
x100%
BA

18

Keterangan:

A= bobot cawan kosong


B= bobot cawan sampel
C= bobot cawan + sampel kering yang telah dioven

d)

Kadar abu (AOAC 1995)


Analisis kadar abu menggunakan metode oven. Prinsipnya adalah
pembakaran atau pengabuan bahan-bahan organik yang diuraikan menjadi
air (H2O) dan karbondioksida (CO2) namun zat anorganik tidak ikut
terbakar. Zat anorganik ini yang disebut abu.
Cawan yang akan digunakan untuk pengabuan dioven terlebih dahulu
selama 30 menit pada suhu 100o-105 oC, kemudian cawan tersebut
didinginkan dalam desikator. Cawan yang telah dingin dan uap airnya
telah hilang, ditimbang dan dinyatakan sebagai A. Sampel sebanyak 2 g
dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian ditimbang dan dinyatakan
sebagai B. Cawan berisi sampel dibakar diatas nyala pembakar hingga
tidak ada asap, dilanjutkan pengabuan dalam tanur bersuhu 550o-600oC.
Sampel yang telah diabukan didinginkan dalam desikator, kemudian
ditimbang dan dinyatakan sebagai C. Tahap pembakaran dalam tanur
diulangi hingga didapat bobot yang konstan. Kadar abu dihitung dengan
rumus :
Kadar abu (%) =
Keterangan:

CA
x100%
BA

A= bobot cawan kosong


B= bobot cawan + sampel basah
C= bobot cawan + sampel yang telah diabukan

e)

Derajat putih (Kett Electric Laboratory 1981)


Analisis warna dilakukan dengan menggunakan Kett Digital Whiteness
powder C-100. Sampel dalam bentuk tepung dimasukkan ke dalam cawan
sampel, selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam alat. Nilai dapat
langsung terbaca pada layar dan dinyatakan dalam persentase derajat
putih. Standar derajat putih blanko (skala 1-110) adalah 50%.

19

f)

Viskositas (British Standard 757 1975)


Sampel sebanyak 1,5 g dilarutkan dalam 100 ml akuades. Sampel tersebut
dimasukkan ke dalam wadah dan diukur viskositasnya dengan
menggunakan alat Brookfield synchro-lecric viskometer dengan kecepatan
60 rpm pada suhu 60oC. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuan
centipoise (cP).

g)

Derajat keasaman (pH) (AOAC 1995)


Pengukuran derajat keasaman menggunakan pH meter. Alat pH meter
dinyalakan dan kemudian dimasukkan dalam larutan buffer pH 4,01 dan
pH 6,86 untuk dikalibrasi. Sampel agar ditimbang sebanyak 1 g, kemudian
dimasukkan dalam gelas ukur dan dilarutkan dengan 10 ml akuades.
Sampel tersebut diukur keasamannya dengan pH meter. Nilai diperoleh
dari hasil pembacaan pada pH meter selama 1 menit sampai angka digital
yang menunjukkan nilai pH tidak berubah.

h)

Kadar sulfat (Anonim 1987)


Prinsip dari pengukuran kadar sulfat adalah ion sulfat yang bereaksi
dengan barium klorida dalam suasana asam akan membentuk suspensi
barium sulfat, dengan reaksi SO42- + Ba Cl2

BaSO4 + 2Cl-. Berat

BaSO4 yang diperoleh ekivalen dengan kadar SO4 dalam contoh.


Satu gram contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian
ditambahkan ke dalamnya asam klorida (HCl) 0,2 N sebanyak 50 ml.
Erlenmeyer tersebut dipanaskan dan direfluks hingga mendidih selama
kurang lebih 1 jam. Setelah 1 jam, ditambahkan larutan hidrogen
peroksida sebanyak 25 ml, kemudian direfluks kembali selama 5 jam atau
lebih hingga larutan benar-benar jernih. Larutan tersebut dipindahkan ke
gelas piala dan dididihkan. Sambil dikocok, secara perlahan ditambahkan
barium klorida (BaCl2) 10% hingga terbentuk endapan BaSO4.
Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan
air suling hingga air cucian tidak mengandung klorida. Kertas saring
dengan endapan BaSO4 diletakkan dalam cawan porselin yang telah
diketahui bobotnya, kemudian cawan tersebut dibakar dalam tanur 600oC

20

selama 1 jam. Setelah cawan dingin, cawan dimasukkan dalam desikator


dan ditimbang bobotnya.
Kadar sulfat (%) =

P x 0,4116
x 100%
Ws

Keterangan:
P

= bobot endapan

Ws

= bobot sampel

0,4116 = konstanta perbandingan massa atom relatif SO4 dan BaSO4


i)

Kekuatan gel (British Standard 757 1975)


Larutan agar disiapkan dengan konsentrasi 1,5%, kemudian dipanaskan
selama 10 menit sambil diaduk. Berat total sebelum dan sesudah
pemanasan dijaga konstan. Larutan panas dimasukkan ke dalam cetakan
yang berdiameter 3 cm dan tinggi 4 cm. Larutan agar-agar dibiarkan
membentuk gel selama satu malam. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan Texture Analyzer merek STEVEN-LFRA. Alat ini
menggunakan probe dengan luas 0,9123 cm2. Sampel diletakkan dibawah
probe dan dilakukan penekanan dengan beban 97 gram. Tinggi kurva
kemudian diukur dengan menggunakan jangka sorong. Kekuatan gel
diukur dengan menggunakan rumus :
F
Kekuatan gel (dyne/cm2) = G x980
Kekuatan gel (bloom) = 20 + (2,98 x 10-3) x D
Keterangan : F = tinggi kurva
G = Konstanta (0,07)
D = Kekuatan gel (dyne/cm2)

j)

Total mikroba (TPC) (Fardiaz 1992)


Peralatan yang digunakan untuk perhitungan TPC terlebih dahulu
disterilkan dengan menggunakan autoclave pada suhu 121oC, 15 menit.
Peralatan dan bahan yang disterilkan dilindungi dengan cara membungkus,
menyumbat atau menaruhnya dalam suatu wadah tertutup.
Dalam perhitungan TPC digunakan 2 macam media, yaitu media padat
berupa agar dan media cair berupa larutan garam fisologis (0,85%) yang

21

digunakan untuk pengenceran. Agar sebanyak 17,5 g ditambahkan bahan


nutrient broth sebanyak 13 g, kemudian dilarutkan dengan 1000 ml
akuades. Setelah agar larut, larutan dipanaskan dan diaduk hingga
homogen. Sebagai pembanding, bacto agar sebanyak 12,5 g yang telah
ditambahkan nutrient broth 8 g dilarutkan dengan 1000 ml akuades,
kemudian diaduk dan dipanaskan hingga homogen. Kedua larutan tersebut
kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
Sebanyak 7 tabung berisi larutan garam fisiologis yang telah disterilisasi,
disiapkan dan disusun berderet. Setiap tabung diberi label pengenceran
dari 10-1-10-7. Kultur bakteri yang telah diinkubasi dalam nutrient broth
dihomogenkan dengan menggunakan vortex sampai kekeruhannya merata.
Secara aseptik, 1 ml sampel dipipet dan dimasukkan dalam tabung ke-1,
berisi 9 ml larutan garfis sebagai blanko pengenceran 1:10 (10-1). Setelah
itu, tabung 1 yang berisi biakan bakteri dikocok. Secara aseptik 1 ml
sampel diambil dari tabung 1, dimasukkan dalam tabung ke-2 berisi 9 ml
larutan garam fisiologis sebagai blanko pengenceran 1:100 (10-2).
Demikian seterusnya sampai pada pengenceran yang dikehendaki, dalam
penelitian ini digunakan hingga pengenceran 10-7.
Pada masing-masing pengenceran dari perlakuan sampel sebanyak 1 ml
diambil dengan pipet steril dan dipindahkan dalam cawan petri steril
kosong. Media agar steril dalam erlenmeyer diambil dalam penangas air
bersuhu 50oC. Secara aseptik, agar cair dituang dalam cawan petri yang
telah berisi inokulum. Cawan tersebut digoyang hingga tercampur rata.
Setelah inokulum menyebar rata dan agar menjadi padat, cawan petri
diletakkan terbalik dalam inkubator pada suhu 35 o-37 oC selama 24 jam.
Setelah diinkubasi selama 24 jam, cawan petri dikeluarkan dari inkubator,
kemudian dihitung jumlah koloni yang tumbuh. Cawan jumlah koloni
yang tumbuh sebanyak 30-300 koloni dipilih kemudian koloninya
dihitung.
Jumlah koloni per milimeter biakan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :

organisme per ml biakan =

koloni
fp

22

Keterangan :

koloni = koloni bakteri yang terhitung


fp

3. 6.

= faktor pengenceran

Rancangan Percobaan
Perlakuan pada penelitian ini terdiri dari satu jenis perlakuan yaitu

penambahan khitosan dengan konsentrasi berbeda (0%, 0,5%, 1%, 1,5%).


Hipotesis analisis ragam pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ho : Perlakuan khitosan dengan konsentrasi berbeda tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap mutu agar bakto Gelidium sp.
H1 : Perlakuan khitosan dengan konsentrasi berbeda memberikan pengaruh yang
nyata terhadap mutu agar bakto Gelidium sp.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktor tunggal dengan dua kali ulangan. Model linier yang digunakan dari
rancangan percobaan ini menurut Steel dan Torrie (1991) adalah :
Yij =

ij

Keterangan : Yij = nilai pengamatan agar dengan penambahan khitosan konsentrasi


I pada ulangan ke-j
= nilai tengah
i

= pengaruh konsentrasi khitosan ke-i

ij =

pengaruh kesalahan acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

i = 1, 2, 3, 4 (konsentrasi khitosan)
j = 1, 2 (ulangan)
Data yang diperole dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Jika
analisis menunjukkan adanya pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan uji
beda nyata jujur (BNJ). Formula uji BNJ menurut Steel dan Torrie (1991) adalah :
= q (p, fe) SY
Keterangan : q = ditentukan dari tabel
p = jumlah perlakuan
fe = derajat bebas galat
SY =

KTG
r

Keterangan : KTG = nilai kuadrat tengah galat


r = jumlah ulangan

23

4.
Penelitian

utama

HASIL DAN PEMBAHASAN


bertujuan

untuk

menguji

pengaruh

perlakuan

penambahan khitosan dalam berbagai konsentrasi terhadap agar bakto yang


dihasilkan. Selanjutnya dilakukan perbandingan dengan agar bakto komersil.
Analisis yang dilakukan meliputi analisis kadar air, kadar abu, kadar
sulfat, viskositas, kekuatan gel, derajat putih, dan pH. Agar bakto hasil penelitian
kemudian diuji sebagai media pertumbuhan bakteri dengan metode total plate
count atau metode hitungan cawan.
4. 1. Rendemen
Rendemen merupakan salah satu parameter penting dalam pembuatan
agar bakto. Jumlah rendemen agar bakto yang optimal akan menentukan efisiensi
perlakuan dalam pembuatan agar. Nilai rendemen dihitung berdasarkan dari berat
agar bakto yang dihasilkan terhadap berat kering rumput laut. Persentase
rendemen agar bakto hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Rendemen agar
yang dihasilkan berkisar antara 29,1% (std=7,1) hingga 35,8% (std=5,3).
Rendemen tertinggi dihasilkan pada perlakuan khitosan 1% sedangkan rendemen

rendem en (% )

terendah dihasilkan pada perlakuan khitosan dengan rendeman 1,5%.


45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

35,8

32,9
29,2

kontrol

29,1

khit 0,5%

khit 1%

khit 1,5%

perlakuan

Gambar 4. Rendemen agar dengan perlakuan penambahan khitosan


Tinggi rendahnya rendemen agar-agar dipengaruhi oleh spesies rumput
laut, iklim, dan usia panen. Agar merupakan polisakarida yang terakumulasi
dalam dinding sel rumput laut penghasil agar atau agarofit, oleh karenanya

24

kandungan agar yang terdapat dalam rumput laut dipengaruhi oleh musim
(Armisn dan Galatas 2000). Pada penelitian ini, rumput laut yang digunakan
tidak dapat ditentukan umur panennya, sedangkan umur panen merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi rendemen. Nilai rendemen agar cenderung
berfluktuasi. Namun rendemen yang dihasilkan dari ekstraksi rumput laut jenis
Gelidium sp. ini dapat dikatakan baik karena berdasarkan BSN (1998), SNI untuk
rumput laut kering Gelidium sp. dapat dianggap bagus jika kandungan agarnya
lebih dari 25%.
4. 2. Kadar Air
Pengamatan kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan air dalam
agar bakto penelitian. Nilai kadar air dari agar bakto dapat dipengaruhi oleh
proses pengeringannya, baik yang menggunakan oven (secara mekanik) atau
menggunakan sinar matahari (Winarno 1991). Histogram nilai kadar air dapat
dilihat pada Gambar 5.
19.5
19
18.5
kadar air (%)

18.5
18.1

18.1

18

17.7

17.5
17
16.5
16
kontrol

khit 0,5%

khit 1%

khit 1,5%

perlakuan

Gambar 5. Histogram kadar air


Nilai kadar air agar bakto hasil penelitian berada pada kisaran 17,7%
(std=0,6) hingga 18,5% (std=0,5), sedangkan agar bakto difco acuan mempunyai
kadar air 20%. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan 0% sedangkan kadar
air terendah diperoleh pada perlakuan khitosan 1,5%.

25

Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa

penambahan

khitosan

berpengaruh secara nyata terhadap nilai kadar air pada agar bakto. Hasil uji lanjut
Duncan menyatakan bahwa hanya agar bakto dengan penambahan khitosan 1,5%
yang berbeda nyata dengan agar tanpa penambahan khitosan (khitosan 0%).
Terjadi fluktuasi nilai yang cenderung menurun bersamaan dengan peningkatan
konsentrasi khitosan. Hal tersebut disebabkan karena senyawa pengotor yang ada
pada filtrat agar-agar telah terserap secara maksimal oleh khitosan. Senyawa
pengotor pada agar bakto dapat mengikat air bebas. Oleh karena itu dengan
terserapnya senyawa pengotor ini maka semua air bebas dalam agar bakto dapat
diuapkan atau dikeringkan pada saat proses pengeringan agar bakto. Akibat proses
ini maka kadar air agar bakto akan mengalami penurunan. Selain itu terjadinya
penurunan kadar air ini dapat disebabkan akibat adanya gugus hidrofilik pada
khitosan yang mampu mengikat air dan bahan-bahan tersuspensi dalam air.
4. 3.

Kadar Abu
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan

organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal
sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan
organik terbakar tetapi zat anorganik tidak, sehingga disebut abu (Winarno 1997).
Abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil
pembakaran bahan organik (Apriyantono, dkk. 1989). Elemen mineral yang
paling banyak dalam jaringan tumbuhan bervariasi mulai dari 0,1%-5% dari berat
basah. Elemen mineral yang paling banyak dalam tanaman ialah K, Cl, Mg, Fe, P,
S, dan N (Larry, dkk. 1990). Sedangkan menurut Anggadireja, dkk. (2006),
elemen mineral yang paling banyak dalam rumput laut adalah kalium, kalsium,
fosfor, zat besi dan iodium. Beberapa jenis rumput laut mengandung lebih banyak
vitamin dan mineral penting, seperti kalsium dan zat besi bila dibandingkan
dengan sayuran dan buah-buahan. Histogram nilai kadar abu dapat dilihat pada
Gambar 6.

26

8
7

k.abu(% )

4,6

4,4
3,4

4
3
2
1
0
kontrol

khit 0,5%

khit 1%

khit 1,5%

perlakuan

Gambar 6. Histogram kadar abu


Kadar abu yang didapatkan pada penelitian kali ini berkisar antara 5%
(std=1,8) sampai dengan 3,4% (std=0,4). Kadar abu tertinggi diperoleh pada
perlakuan penambahana khitosan 0%, sedangkan kadar abu terendah diperoleh
pada perlakuan penambahan khitosan 1,5%. Apabila dibandingkan dengan kadar
abu pada agar bakto komersil yaitu maksimum adalah 4,65% maka kadar abu
hasil penelitian lebih kecil. Sedangkan nilai rata-rata kadar abu agar bakto
mengalami penurunan dari kadar abu sebelum dimurnikan dengan khitosan. Hal
ini disebabkan karena khitosan bekerja efektif sebagai absorben yang dapat
mengabsorbsi zat-zat pengotor (impurities) dari struktur molekul agar, dengan
demikian kadar abu yang diperoleh pada agar bakto lebih rendah daripada kadar
abu dari agar sebelum ditambahkan khitosan. Konsentrasi terbaik adalah pada
penambahan konsentrasi khitosan maksimum 1,5%.
Kadar abu tidak terlalu banyak mempengaruhi agar bakto untuk media
bakteriologis. Namun tidak boleh melebihi kadar abu agar bakto control Difco,
maka semua perlakuan agar bakto hasil penelitian dapat digunakan sesuai dengan
standar internasional.

27

4. 4.

Derajat Putih
Nilai derajat putih agar bakto yang diperoleh berkisar antara 29,2%

(std=0,9) sampai dengan 35,6% (std=7,1). Nilai derajat putih tertinggi diperoleh
pada perlakuan khitosan 1,5% dan nilai derajat putih terendah diperoleh pada
perlakuan 0%. Apabila dibandingkan dengan derajat putih komersil rata-rata
(skala 0-110) sebesar 50%, maka dibandingkan dengan standar BaSO4 agar bakto
komersil 45,45%. Histogram nilai derajat putih dapat dilihat pada Gambar 7.

derajat putih (%)

45
40
35
30

33,6

33,7

khit 0,5%

khit 1%

35,6

29,2

25
20
15
10
5
0
kontrol

khit 1,5%

perlakuan

Gambar 7. Histogram derajat putih


Hasil analisis ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa
perlakuan penambahan khitosan memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil
derajat putih. Dari hasil uji lanjut wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa
hanya perbandingan antar perlakuan khitosan 0,5% dengan khitosan 1% yang
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap hasil derajat putih, sedangkan
perlakuan lainnya memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap hasil derajat
putih.
Pada histogram Gambar 7 diatas, setiap penambahan perlakuan khitosan
menyebabkan peningkatan nilai derajat putih. Hal ini disebabkan khitosan
merupakan senyawa reaktif yang baik untuk mengikat zat warna. Sifat khitosan
sebagai flokulan memberikan pengaruh terhadap pengikatan kotoran rumput laut
selama proses absorbsi. Hal inilah yang menyebabkan pengikatan kotoran lebih
sempurna sehingga warna produk lebih jernih. Kirk dan Othmer dalam Tensiska

28

(1997), mengemukakan bahwa warna suatu bahan dapat dipucatkan dengan suatu
bahan pemucat melalui proses fisika dan kimia. Proses ini melibatkan proses
oksidasi, reduksi atau absorbsi yang membuat suatu benda berwarna atau kotoran
menjadi lebih mudah dilepaskan dan dihilangkan selama proses pemucatan.
4. 5.

Viskositas
Viskositas didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan geser suatu

cairan. Suspensi koloid dalam larutan dapat meningkat dengan cara mengentalkan
cairan sehingga terjadi absorbsi dan pengembangan koloid (Glicksman 1983).
Viskositas dipengaruhi oleh jenis rumput laut penghasil agar dan kondisi selama
proses panen. Umur panen mempengaruhi kandungan sulfat yang bertanggung
jawab terhadap kekentalan. Kadar air yang tinggi menurunkan kekentalan larutan.
Histogram nilai viskositas agar bakto hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

25

viskositas (cp)

20

15

12,3

12,6

10
5,8
5

4,5

0
kontrol

khit 0,5%

khit 1%

khit 1,5%

pe rlakuan

Gambar 8. Histogram viskositas agar


Gambar 8 menunjukkan bahwa viskositas agar bakto hasil penelitian
masih jauh lebih rendah dibandingkan agar bakto difco. Nilai viskositas yang
dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 4,5 cPs (std=2,1) sampai dengan
12,6 cPs (std=10,4). Viskositas tertinggi ada pada agar dengan khitosan 0,5%,
sedangkan yang terendah yaitu agar dengan khitosan 1,5%. Nilai viskositas
cenderung menurun seiring dengan penambahan khitosan. Apabila dibandingkan
dengan viskositas pada agar bakto komersil yaitu 17,5 cPs.

29

Nilai viskositas agar bakto hasil penelitian termasuk rendah bila


dibandingkan dengan agar bakto difco. Hal ini dikarenakan proses ekstraksi
rumput laut yang lama, dan suhu tinggi selama proses ekstraksi. Ekstraksi dengan
waktu yang lama dan suhu yang relatif tinggi mengakibatkan pemutusan polimer
sehingga ikatan kimia menjadi lebih pendek. Untuk meningkatkan viskositas,
ekstraksi dilakukan tidak terlalu lama dan suhu yang digunakan tidak terlalu
tinggi. Viskositas naik jika konsentrasi agar ditingkatkan sampai tercapainya
kekentalan yang diinginkan. Viskositas tergantung pada konsentrasi larutan, suhu
dan molekul terlarut lainnya. Pada saat konsentrasi larutan meningkat, viskositas
juga meningkat secara logaritmik (Towle 1973).
Viskositas tidak dipengaruhi oleh tekanan shear (kecuali tekanan yang
sangat besar). Viskositas cenderung menurun seiring meningkatnya suhu sehingga
terjadi depolimerisasi dan kemudian dilanjutkan dengan degradasi. Untuk
menghindari terjadinya degradasi akibat pemanasan, maka diusahakan polimer
hidrokoloid lebih stabil, yaitu dengan cara pengaturan pH (Towle 1973).
4. 6. Nilai pH (derajat keasaman)
Nilai pH pada medium pertumbuhan mikroorganisme berpengaruh pada
kehidupan dan pertumbuhan dari mikroorganisme itu sendiri. Mikroorganisme
pada umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 4,0-9,0. Namun beberapa spesies
dapat tumbuh pada kondisi sangat masam atau sangat alkalin (Pelczar dan Chan
1986). Histogram nilai pH agar bakto dapat dilihat pada Gambar 9.
12
10

9,2

8,9

8,7

8,1

nilai pH

8
6
4
2
0
kontrol

khit 0,5%

khit 1%

perlakuan

Gambar 9. Histogram pH agar

khit 1,5%

30

Gambar 9 menunjukkan bahwa pH agar bakto hasil penelitian masih jauh


lebih tinggi dibandingkan agar bakto difco (pH 6,27). Nilai rata-rata pH agar yang
dihasilkan dari Gelidium sp. berkisar antara 8,1 (std=1,9) sampai dengan 9,2
(std=0,5). Nilai rata-rata pH agar tertinggi ada pada agar dengan khitosan 0%,
sedangkan yang terendah yaitu agar dengan khitosan 1,5%. Nilai pH agar bakto
dapat mempengaruhi pertumbuhan dari mikroorganisme yang akan ditambahkan
pada media agar. Kebanyakan pH media bakteriologi harus mendekati pH netral.
Hasil nilai pH pada semua perlakuan pada agar bakto dari Gelidium, jika
dibandingkan dengan nilai pH standar agar bakto difco maka masih berada
dibawah nilai standar agar bakto tersebut.
4.7. Kadar Sulfat
Kandungan sulfat dalam rumput laut dipengaruhi oleh habitat, metode
ekstraksi dan umur panen. Proses ekstraksi mempengaruhi kadar sulfat dari
rumput laut. (Angka dan Suhartono 2000). Sulfat atau gugus sulfat pada alga
penghasil agar terakumulasi pada dinding sel dari alga. Sulfat terikat bersama
dengan agar (agarosa dan agaropektin) dan gugus sulfat disekresikan oleh badan
golgi dari sel alga penghasil agar (Armisen 1995 dalam Phillips dan William
2000). Pada saat ekstraksi, komponen agar yang berisi sulfat dikeluarkan dari sel
rumput laut penghasil agar. Gambar 10 menunjukkan histogram nilai kadar sulfat.
3.5
3
2.5
kadar sulfat (%)

2.5

2.5
2.3

2.2

2
1.5
1
0.5
0
kontrol

khit 0,5%

khit 1%
perlakuan

Gambar 10. Histogram kadar sulfat

khit 1,5%

31

Gambar 10 menunjukkan bahwa kadar sulfat agar bakto hasil penelitian


masih jauh lebih tinggi dibandingkan agar bakto difco. Kadar sulfat yang
dihasilkan berkisar antara 2,2% (std=0) hingga 2,5% (std=0,7). Kadar sulfat
tertinggi ada pada agar dengan khitosan 0% dan 1,5%, sedangkan yang terendah
yaitu agar dengan khitosan 1%. Agar bakto komersil yang diuji sebagai acuan
mempunyai kadar sulfat yang rendah yaitu 1,03%.
Tingginya kadar sulfat pada agar bakto hasil penelitian ini dapat
dikarenakan bahan baku agar tidak dapat diketahui umur panennya. Selain itu,
kadar sulfat yang tinggi diduga akibat masih banyaknya senyawa sulfat dari
garam-garam sulfat yang ada pada filtrat agar-agar dan belum terserap dengan
baik oleh khitosan.
Sulfat merupakan salah satu zat pengotor dalam agar. Selama
penyimpanan, sulfat dapat menimbulkan perubahan warna. Sulfat dalam agar
dapat menghasilkan senyawa yang berwarna misalnya SO2 dan senyawa yang
berbau misalnya H2S (Murti 2007). Untuk menurunkan kandungan sulfat dalam
rumput laut, dapat dilakukan praperlakuan yaitu perendaman NaOH 0,25% selama
semalam sebelum proses ekstraksi.
Kadar sulfat akan mempengaruhi kekuatan gel dari agar. Semakin tinggi
kandungan ester sulfat, maka kekuatan gel yang terbentuk akan semakin rendah
(Chapman dan chapman 1980). Pada penelitian ini kadar sulfat terkecil 2,15%.
Masih tingginya kadar sulfat dalam agar bakto mengakibatkan masih rendahnya
kekuatan gel yang diperoleh pada penelitian ini.
4. 8. Kekuatan gel
Kekuatan gel dari agar-agar yang berasal dari alga laut dipengaruhi oleh
berbagai faktor, diantaranya tingkat keasaman bahan dan kadar sufat yang
terkandung di dalam alga tersebut. Selain itu jenis rumput laut dan metode
ekstraksi juga merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan gel
agar (Glicksman 1983). Histogram nilai kekuatan gel agar bakto hasil penelitian
dapat dilihat pada Gambar 11.

32

180

kekuatan gel

160
140

118,9

120

91,9

100
80
60

56
38,9

40
20
0
kontrol

khit 0,5%

khit 1%

khit 1,5%

perlakuan

Gambar 11. Histogram kekuatan gel agar


Gambar 11 menunjukkan bahwa kekuatan gel agar bakto hasil penelitian
masih jauh lebih rendah dibandingkan agar bakto difco. Nilai kekuatan gel yang
dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 38,9g/cm2 (std=10,7) sampai dengan
118,9g/cm2 (std=5,3). Kekuatan gel tertinggi ada pada agar dengan khitosan 1,5%,
sedangkan yang terendah yaitu agar dengan khitosan 0%. Nilai kekuatan gel
cenderung meningkat seiring dengan penambahan khitosan. Agar bakto komersil
sebagai acuan mempunyai kekuatan gel yang tinggi yaitu 343,75 g/cm2.
Rendahnya nilai kekuatan gel yang diperoleh disebabkan masih tingginya
kandungan sulfat dalam agar bakto yang dihasilkan dalam penelitian ini. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Rees (1969) bahwa semakin rendah nilai kadar sulfat
maka kekuatan gel semakin tinggi.
4. 9.

Uji agar bakto sebagai media kultur


Pada pengujian agar bakto sebagai media kultur mikroba, dilakukan uji

total bakteri pada nutrient agar. Agar bakto hasil penelitian memiliki karakteristik
berbentuk serpihan dan berwarna kekuningan. Pada saat diaplikasikan sebagai
media pertumbuhan bakteri, larutan agar bakto dari Gelidium sp. berwarna kuning
agak keruh bila dibandingkan dengan agar bakto difco yang berwarna kuning
jernih. Hal ini diduga karena pada saat penyaringan ada sebagian zat pengotor
yang ikut masuk ke dalam filtrat. Filtrasi membutuhkan perhatian khusus karena
tahap ini menentukan kemurnian produk agar-agar. Kemampuan pembentukan gel

33

agar bakto Gelidium sp. dan agar bakto difco adalah pada suhu 420C. Uji media
kultur bakteri adalah uji mikrobiologi yaitu uji total bakteri. Jumlah bakteri yang
mampu tumbuh dan nilai log jumlah bakteri dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah bakteri dan nilai log
Jenis sample

Jumlah bakteri (unit


koloni/ml)

log jumlah bakteri

Khitosan 0%
Khitosan 0,5%
Khitosan 1%
Khitosan 1,5%
Agar bakto difco

5,2x10
8
5,5x10
8
5,6x10
8
5x10
8
4,5x10

8,72
8,74
8,75
8,70
8,65

Bakteri yang ditumbuhkan pada media agar bakto adalah bakteri


Escherichia coli, yang merupakan prokariotis yang paling banyak dipelajari dan
mungkin paling mudah dipahami diantara semua jenis sel (Lehninger 1982). Total
bakteri yang mampu tumbuh pada media agar dipengaruhi oleh air, suhu, pH,
oksigen, tersedianya nutrient, potensi oksidasi reduksi dan adanya zat penghambat
(Fardiaz 1992). Pada Tabel 6, dapat dilihat agar bakto Gelidium sp. dengan
penambahan khitosan 1,5% dapat menumbuhkan bakteri yang mendekati standar
agar bakto difco, yaitu sebesar 5x108 koloni/ml dengan log jumlah sebesar 8,70.
Sedangkan agar bakto difco komersil menumbuhkan bakteri paling sedikit yaitu
sebesar 4,5x108 koloni/ml dengan nilai log sebesar 8,65. Nilai total bakteri pada
media agar Gelidium sp. mempunyai nilai yang hampir sama dengan nilai total
bakteri pada agar bakto difco. Hal ini menunjukkan bahwa agar bakto yang
berasal dari Gelidium sp. masih memiliki mutu yang baik untuk digunakan
sebagai media pertumbuhan bakteri, khususnya bakteri Escherichia coli.
Jumlah total bakteri yang ditumbuhkan pada media agar dipengaruhi oleh
adanya faktor intrinsik dan ekstrinsik yang ada seperti nilai Aw, kadar air, pH,
suhu, dan tersedianya zat-zat hara atau nutrient yang mendukung pertumbuhan
bakteri. Nutrien merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroba. Semakin baik zat nutrisi di dalam substrat, pertumbuhan sel semakin
cepat dan ukuran sel semakin besar (Fardiaz 1992). Nutrien yang ditambahkan
pada media agar (nutrient agar) antara lain adalah ekstrak sapi dan pepton
(Fardiaz 1993).

34

5.
5. 1.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil Karakteristik fisika kimia agar bakto hasil penelitian

didapatkan bahwa perlakuan penambahan konsentrasi khitosan 1,5% merupakan


konsentrasi terbaik, dengan kadar air 17,72%, kadar abu 3,41%, derajat putih
35,59%, pH 8,1, kekuatan gel 118,97 g/cm2. Sedangkan untuk perlakuan
penambahan khitosan konentrasi 1 % terbaik pada nilai rendemen sebesar 35,76%
dan untuk kadar sulfat 2,15%. Untuk nilai viskositas terbaik pada perlakuan
penambahan konsentrasi khitosan 0,5% sebesar 12,63 cPs.
Berdasarkan hasil uji karakteristik fisik pada media kultur, didapatkan agar
bakto hasil penelitian berwarna sedikit keruh dibandingkan dengan agar bakto
komersil. Sedangkan pada uji Total Plate Count (TPC), didapatkan bahwa agar
dengan perlakuan penambahan konsentrasi khitosan 1,5% merupakan konsentrasi
terbaik yang dapat menumbuhkan bakteri sebanyak 5x108 koloni/ml (paling
mendekati kontrol agar bakto komersil). Hal ini menunjukkan bahwa agar bakto
dari Gelidium sp. baik digunakan sebagai media kultur bakteri.
5. 2.

Saran
Sebagai kelanjutan dari penelitian ini penulis menyarankan untuk

melakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh penyimpanan agar bakto untuk


mengetahui daya tahannya terhadap mutu agar bakto yang didapatkan selama
masa penyimpanan.
Selain itu perlu pula dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari faktor
lain yang dapat meningkatkan nilai kekuatan gel, serta perlu dilakukan aplikasi
agar bakto hasil penelitian untuk jenis bakteri lain.

35

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah A. 2004. Pengaruh Penambahan Khitosan Terhadap Mutu Agar Bakto
(Bacto Agar). [Skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Anggadiredja JT. 1993. Nilai Protein dan Asam Amino Beberapa Jenis MakroAlgae Laut. 12 hal. Jakarta : BPP Teknologi/ Kantor Negara Riset dan
Teknologi, Direktorat Pengkajian Ilmu Kehidupan.
Anggadiredja JT. 2008. Indonesia Produsen Rumput Laut Terbesar.
http://www.antara.co.id/arc/2008/10/9/indonesia-produsen-rumput-lautterbesar/. [4 November 2008]
Angka SL, Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: IPB, Pusat
Kajian Sumberdaya dan Pesisir Lautan.
Anonim. -. http://www.iptek.net.id/ind/pd_alga/index.php?mnu=2&alga=merah.
[11 November 2008]
Anonim. 1987. Catyonal Polimer for Recovering Valuable by Products from Food
Processing Waste. Burgees: Protein Laboratories.
Anonim. 2006. Agar-agar. http://wapedia.mobi/id/Agar-agar. [3 Pebruari 2008]
Anonim. 2007. Chitosan. http://en.wikipedia.org/Chitosan. [19 Pebruari 2008]
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of
Analysis 16th edition. New York: Arlington, Inc.
Apriyantono A, Fardiaz D, S Budiyanto dan NL Puspitasari. 1986. Penuntun
Analisa Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian
Bogor.
Armisn R, Galatas F. 2000. Agar. Di dalam Phillips GO, Williams PA (eds).
Handbook of Hydrocolloids. England: Woodhead Publishing Limited.
Austin PA. 1984. Chitin Solven and Solubility Parameters. Delaware: US
Department of Commerce, the University of Delaware.
Bastaman S. 1989. Studies on degradation an extraction of chitin and chitosan
from prawn shell (Nephrops norregicus). [Tesis]. Belfast: The Department
of Mechanical, Manufacturing, Aeronautical and Chemical Engineering,
Faculty of engineering, Queen University.
Bough WA. 1975. Coagulation with chitosan and aid to recovery of by-products
from egg breaking wastes. J. Poultry Sci. 54 : 1904-1912.
British Standard 757. 1975. Sampling and Testing of Agar.

36

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1998. Standar Nasional Indonesia 01-26901998: Rumput Laut Kering. Jakarta : Dewan Standardisasi Nasional.
Chapman VJ, Chapman DJ 1980. Seaweeds and Their Uses. London. New York.
Cotrel IW, Kovacs P. 1980. Alginates. Di dalam Davidson RL (ed). Handbook of
Water Soluble Gum and Resin. New York: McGraw-Hill Book Co.
[Deptan] Departemen Pertanian. 11-12 Maret 1991. Prosiding Temu Karya
Ilmiah, Teknologi Pasca Panen, Rumput Laut. Subbalai Penelitian dan
Perikanan Laut Slipi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Balai
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Riset Pengembangan Produk
Agarosa dari Rumput Laut. www.dkp.go.id. [3 Pebruari 2008].
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Buku Saku Statistik Perikanan
Budidaya Tahun 2005. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya.
[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Station. 1987. The Wild
Harvest and Culture of the Economically Important Species of Gelidium in
Chile. www.fao.org. [4 November 2008].
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
.1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Penerbit PAU-Pangan dan
Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gelrite. 2003. Gellan-Gum. Kelco Division. USA.
Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloid Vol II. CRC Press, Inc. Boca Raton.
Florida. 199 hlm.
Istini S, Abraham S, dan Zatnika A. Desember 2001. Proses Pemurnian Agar dari
Gracilaria sp. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 3(9) : 89-93.
Kadi A dan WS Atmadja. 1988. Rumput Laut, Jenis, Reproduksi, produksi,
budidaya dan pasca panen. Seri Sumberdaya Alam. P3O-LIPI. Jakarta
Kett Electric Laboratory. 1981. Operating Instruction Kett Digital Whiteness
Meter. Unpublished
Knorr D. 1984. Function properties chitin and chitosan. J. Food Sci. 48 : 36-41.
Larry BA, Davidson PM, Salminen S. 1990. Food Additives. New York and
Basel: March Dekker R, Inc.
Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Penerjemah Thenawidjaja M.
Principles of Biochemistry. Jakarta : Erlangga.

37

McHugh DJ. 2003. A Guide To The Seaweed Industry. www.fao.org/seaweed.


[3Pebruari 2008].
Murti AW. 2007. Pemurnian Agar-agar dengan Metode Absorbsi Khitosan.
[Skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Muzzarelli RAA. 1977. Chitin. Pergamon Press. Oxford.
Pelczar MJ, Chan ECS. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid I. Penerjemah
Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL. Elements of
Microbiology. Jakarta: UI Press.
Phillips GO, Williams PA. 2000. Handbook of Hydrocolloids. Cambridge
England: Woodhead Publishing Limited.
Poncomulyo T, Maryani H, Kristiani L. 2006. Budi Daya dan Pengolahan
Rumput Laut. Jakarta: PT. Agro Media Pustaka.
Prashanth KVH, Tharanathan RN. 2007. Chitin/Chitosan: modification and their
unlimited application potential-an overview. Trends in Food Science and
Technology. 18 : 117-131.
Putra SE. 4 Desember 2006. Alga Laut sebagai Biotarget Industri. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia Perpustakaan BBRP2B Tahun 1982-2005.
www.digilibbrp2b.blogspot.com. [3 Pebruari 2008]
Rees, D.A. 1969. Agar. Dalam Advances in Carbohydrate Chemistry and
Biochemistry. Vol. 24. M.L. Wolfrom dan S. Tipson. Academic Press,
New York.
Renn DW. 1986. Uses of Marine Algae in Biotechnology and Industry. In
Workshop on Marine Algae Biotechnology. National Academy Press.
Washington DC.
RifaI M. 2005. Pembuatan Agar Bakto dari Gracilaria verucosa dengan
Menggunakan Kitin sebagai Absorben. [Skripsi]. Bogor: Program Studi
Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor.
Santos GA dan Doty MS. 1983. Agarose from Gracilaria cylindrical. Botanica
Marina Vol.XXVI.pp.31-34.
Sharon C dan Komarow W. 1999. Gelidium. www.mbari.org. [3 Pebruari 2008].
Steel PGD dan JH Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Geometrik. Tejemahan B. Sumantri. Jakarta: PT Gramedia

38

Suptijah dkk. 2006. Deskripsi, Karekteristik, Fungsional dan Aplikasi Kitin


Kitosan. Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 7 : 102-108.
Tensika. 1997. Pengaruh Konsentrasi Pengekstrak dan Konsentrasi Bahan
Pemucat Terhadap Rendemen dan Mutu Alginat dari Rumput Laut
Sargassum sp. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran, Bandung.
Towle AG. 1973. Carrageenan. Di dalam Industrial Gums. Whistler RL (ed). New
York: Academic Press.
Wassenaar T. 2001. Bacto Agar. http://www.newton.dep.anl.gov/archieve.htm.
[14 Juni 2008]
Winarno FG. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Yunizal. 2002. Teknologi Ekstraksi Agar-agar dari Rumput Laut Merah
(Rhodophyceae). Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi
Kelautan dan Perikanan. Pusat Riset Kelautan dan Perikanan.Departemen
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

39

1. Hasil Analisis Mutu Agar Bakto


perlakuan

Khit 0%

ulangan

Rendeman

Kadar

Kadar

Derajat

Viskositas

(%)

air (%)

abu

putih

(cps)

(%)

(%)

pH

Kadar

Kekuatan

sulfat

gel

(%)

(g/cm )

27,9

18,876

6,346

28,5

19,1

8,85

3,03

41,28

37,98

18,185

6,187

29,82

5,55

9,56

2,05

46,445

24,15

18,06

5,197

33,865

20

8,66

2,30

59,24

34,29

18,062

4,995

33,595

5,25

9,14

2,34

72,77

39,49

17,891

3,47

33,685

9,22

2,16

103,65

32,02

18,3255

3,403

33

5,5

8,19

2,15

100,15

32,52

18,1715

4,221

25,45

6,79

2,37

122,695

25,73

17,2705

4,252

25,64

9,42

2,72

115,245

2
Khit 0,5%

2
Khit 1%

1
2

Khit 1,5%

40

2. Hasil Uji Statistika Agar Bakto

a. Tabel analisis ragam mutu agar bakto

Rendeman

Sum of Squares
61,495
153,166

df
3
4

214,660

0,957
0,443
1,400

Between Groups
Within Groups
Total

Between Groups
Within Groups
Total

Kadar air

Mean Square
20,498
38,291

F
0,535

Sig.
0,683

0,319

2,879

0,167

4
7

0,111

2,796

932

1,021

0,472

3,650

913

6,447

44,553

14,851

64,676

0,001

0,919

0,230
0,713

0,593

Between Groups
Within Groups
Total

Kadar abu

Derajat putih

Between Groups
Within Groups
Total

45,472

Between Groups

109,698

36,566

Within Groups

205,208

51,302

Total

314,905

Between Groups

6,438

2,146

Within Groups

0,249

0,062

Total

6,686

Between Groups

0,215

0,072

Within Groups

0,536

0,134

Viskositas

pH

Kadar sulfat

Total
Kekuatan gel

Between Groups
Within Groups
Total

0,752

7754,94

2584,98

3630,995

907,749

11385,936

b. Uji lanjut wilayah Duncan untuk nilai kadar air


Subset for alpha = 0,05
perlakuan
1,5%
0,5%
1%
0%
Sig.

N
2

1
17,5808

2
2

18,0610
18,2485

18,0610
18,2485

0,120

18,5305
0,237

34,525

0,003

0,534

0,683

2,848

0,169

41

c. Uji lanjut wilayah Duncan untuk nilai derajat putih


Subset for alpha = 0,05
perlakuan
0%
0,5%
1%
1,5%
Sig.

N
2
2

1
29,1600

33,5950

2
2

33,6850
35,5900
1,000

0,860

1,000

42

3. Jumlah Koloni Bakteri

Pengenceran Agar

Khit 0%

Khit 0,5%

Khit 1%

Khit 1,5%

bakto
1, Ulangan I
Ulangan II
2,Ulangan I
Ulangan II
3, Ulangan I
Ulangan II
4, Ulangan I
Ulangan II
5, Ulangan I
Ulangan II
6, Ulangan I
Ulangan II
7, Ulangan I
Ulangan II

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

TBUD

385

378

443

450

474

360

392

443

421

460

47*

47*

63*

51*

45*

42*

56*

48*

61*

54*

Keterangan : * jumlah koloni bakteri terpilih

Anda mungkin juga menyukai