Anda di halaman 1dari 48

Makalah Antihistamin

Obat Anti Histamin


Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Farmakologi I

Disusun oleh :

Anggi Nurinda Hanum


Candra Kurniawan

(09.007)

(09.016)

AKADEMI FARMASI
YAYASAN PUTERA INDONESIA MALANG
TAHUN AJARAN 2009-2010
MALANG, DESEMBER 2010

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam hidup sehari-hari, manusia tidak terpisah dengan makhluk lainnya baik hewan,
tumbuhan maupun benda-benda mikroskopik seperti debu, tungau, serbuk bunga sampai
berbagai makanan yang kita konsumsi sehari-hari seperti susu, telur, kacang-kacangan dan
seafood.
Alergi merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi di tubuh akibat masuknya suatu zat
asing. Zat asing yang dinamakan alergen tersebut masuk ke dalam tubuh melalui saluran
nafas (inhalan) seperti debu, tungau, serbuk bunga. Alergen juga dapat masuk melalui saluran
percernaan (ingestan) seperti susu, telur, kacang-kacangan dan seafood. Di samping itu juga
dikenal alergen kontak yang menempel pada kulit seperti komestik dan perhiasan. Penyebab
Gatal-gatal karena Alergi) Saat alergen masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas atau
kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan dengan membuat antibodi yang disebut
Imunoglobulin E. Imunoglobulin E tersebut kemudian menempel pada sel mast (mast cell).
Pada tahap berikutnya, alergen akan mengikat Imunoglobulin E yang sudah menempel pada
sel mast. Ikatan tersebut memicu pelepasan senyawa Histamin dalam darah. Peningkatan
Histamin menstimulasi rasa gatal melalui mediasi ujung saraf sensorik. Senyawa Histamin

yang teramat banyak juga bisa disebabkan oleh stress dan depresi. Penyebab Gatal-gatal
karena Alergi)
Pengobatan gatal-gatal karena alergi dilakukan dengan jalan pemberian obat antihistamin
yang banyak dijual secara bebas. Efek samping dari pemakaian obat diantaranya linglung,
pusing, sembelit, sulit berkemih dan penglihatan kabur, namun jarang ada penderita yang
mengalami hal tersebut. Dewasa ini terdapat obat antihistamin generasi terbaru yang tidak
berefek sedatif (mengantuk) dan beraksi lebih lama, namun harganya lebih mahal dan harus
ditebus dengan resep dokter.
Sesungguhnya pemakaian obat antihistamin hanya menghilangkan gejala alergi dan
menghindari serangan yang lebih besar di masa mendatang, tidak menyembuhkan alergi. Jika
penderita kontak lagi dengan alergen, maka alergi akan muncul kembali. Oleh karena itu,
yang terbaik untuk mengatasi alergi adalah dengan menghindari kontak dengan alergen,
menjaga kebersihan diri dan lingkungan, meningkatkan sistem kekebalan tubuh serta
menjauhi stress.

BAB II
DASAR TEORI

HISTAMIN
2.1.1 Definisi Histamin
Histamin adalah suatu alkaloid yang disimpan di dalam sel mast, dan menimbulkan berbagai
proses faalan dan patologik. Histamin pada manusia adalah mediator penting untuk reaksireaksi alergi yang segera dan reaksi inflamasi, mempunyai peranan penting pada sekresi asam
lambung, dan berfungsi sebagai neurotransmitter dan modulator. (Udin Sjamsudin: 1995)
Histamin adalah senyawa jenis amin yang terlibat dalam reaksi imun lokal, selain itu senyawa
ini juga berperan dalam pengaturan fungsi fisiologis di lambung dan sebagai
neurotransmitter. Jika tubuh terpapar patogen, maka tubuh memproduksi histamin di dalam
basofil dan sel mast, dengan adanya histamin maka terjadi peningkatan permeabilitas kapilerkapiler terhadap sel darah putih dan protein lainnya. Hal ini akan mempermudah sel darah
putih dalam memerangi infeksi di jaringan tersebut.
Histamin adalah suatu amin nabati (bioamin) yang ditemukan oleh dr. Paul Ehlirch (1878)
dan merupakan produk normal dari pertukaran zat histidin melalui dekarboksilasi enzimatis.
(Tan Hoan Tjai: 2006)

Histamin didapatkan pada banyak jaringan,sehingga dinamakan histamine (histos= jaringan)


memiliki efek fisiologis dan patologis yang kompleks melalui bebagai subtype reseptor, dan
sering kali dilepaskan setempat. Histamine dan serotonin bersama dengan peptide endogen,
prostaglandin dan leukotrien . histamine dihasilkan oleh bakteri yang terkontaminasi ergot.
(Anonim, 2007)
Histamin adalah suatu senyawa nitrogen organik lokal yang terlibat dalam respon imun serta
mengatur fungsi fisiologis dalam usus dan bertindak sebagai neurotransmitter. Jika tubuh
terpapar patogen, maka tubuh memproduksi histamin di dalam basofil dan sel mast, dengan
adanya histamin maka terjadi peningkatan permeabilitas kapiler-kapiler terhadap sel darah
putih dan protein lainnya. Hal ini akan mempermudah sel darah putih dalam memerangi
infeksi di jaringan tersebut.
Jadi Histamin adalah senyawa jenis amin yang disimpan dalam sel mast dan dikeluarkan
ketika tubuh terpapar oleh antigen sebagai respon dar sistim kekebalan tubuh.

2.1.2 Sintesis Dan Metabolisme Histamin


Histamin berasal dari dekarboksilasi dari asam amino histidin , reaksi dikatalisis oleh enzim histidin dekarboksilase L yang merupakan hidrofilik vasoaktif amina .
Setelah dibentuk, histamin disimpan dan di nonaktifkan oleh enzim histamin-Nmethyltransferase atau oksidase diamina . Dalam SSP, histamin dilepaskan ke dalam sinaps
dan diuraikan oleh histamin-N-methyltransferase. Bakteri juga mampu menghasilkan
dekarboksilase histamin menggunakan enzim yang berbeda dengan enzim yang ditemukan
pada hewan. Bentuk non infeksi penyakit dari keracunan makanan adalah karena produksi
histamin oleh bakteri dalam makanan basi, terutama ikan.

2.1.3 Penyimpanan Dan Pelepasan Histamin


Histamin dapat dibebaskan dari sel mast oleh beberapa factor:

Rusaknya sel

Histamine banyak dibentuk di jaringan yang sedang berkembang dengan cepat atau sedang
dalam proses perbaikan, misalnya luka.

Senyawa kimia

Banyak obat atau zat kimia bersifat antigenic, sehingga akan melepaskan histamine dari sel
mast dan basofil. Contohnya adalah enzim kemotripsin, fosfolipase, dan tripsin.

Reaksi hipersensitivitas

Pada orang normal, histamine yang keluar dirusak oleh enzim histamin dan diamin oksidase
sehingga histamine tidak mencapai reseptor Histamin. Sedangkan pada penderita yang
sensitif terhadap histamine atau mudah terkena alergi jumlah enzim-enzim tersebut lebih
rendah daripada keadaan normal.

Sebab lain

Proses fisik seperti mekanik, thermal, sinar UV, atau radiasi cukup untuk merusak sel
terutama sel mast yang akan melepaskan histamin.

2.1.4 Mekanisme Kerja Histamin


Histamin memegang peranan utama pada proses peradangan dan system daya tangkis.
Kerjanya berlangsung melaui beberapa reseptor. Histamin memiliki khasiat farmakologi yang
hebat, antara lain dapat menyebabkan vasodilatasi yang kuat dari kapiler-kapiler, serentak
dengan konstriksi (penciutan) dari vena-vena dan arteri-arteri, sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah perifer. Sehubungan dengan sirkulasi darah yang tidak sempurna
ini, maka diuresis dihalangi. Juga permeabilitas dari kapiler-kapiler menjadi lebih tinggi,
artinya lebih mudah ditembusi, sehingga cairan dan protein-protein plasma dapat mengalir
ke cairan diluar sel dan menyebabkan udema. Disamping ini organ-organ yang memiliki
otot-otot licin, sebagai kandungan dan saluran lambung usus, mengalami konstriksi, sehingga
menimbulkan rasa nyeri, muntah-muntah, diare. Begitu pula di paru-paru terjadi konstriksi
dari ranting-ranting tenggorok (bronchioli) dengan akibat nafas menjadi sesak (dyspnoe)
atau timbulnya serangan asma (bronchiale).
Histamin juga mempertinggi sekresi kelenjar-kelenjar, misalnya ludah, asam dan getah
lambung, air mata dan juga adrenalin. Dalam keadaan normal jumlah histamin dalam darah
adalah sedikit sekali, sehingga tidak menimbulkan efek-efek tersebut diatas. Histamin yang
berlebihan diuraikan oleh enzim histaminase (=diamino-oksidase) yang terdapat pada ginjal,
paru-paru, selaput lendir usus, dan jaringan-jaringan lainnya.
Table 2.1 Reseptor Dan Aktifitas Histamin
Jenis
Lokasi
Fungsi
Reseptor histamine H1
Ditemukan pada otot polos , endotel , dan sistem saraf pusat jaringan

Penyebab, bronkokonstriksi , bronkial otot polos kontraksi, pemisahan sel-sel endotel


(bertanggung jawab untuk gatal-gatal ), dan nyeri dan gatal-gatal karena sengatan serangga,
reseptor utama yang terlibat dalam rhinitis alergi gejala dan mabuk ; peraturan tidur
Reseptor histamine H2
Terletak di sel parietal dan sel-sel otot polos pembuluh darah
Terutama yang terlibat dalam vasodilatasi. Juga merangsang sekresi asam lambung
Reseptor histamine H3
Ditemukan pada sistem saraf pusat dan tingkat yang lebih rendah sistem saraf perifer jaringan
Penurunan neurotransmiter rilis: histamin, asetilkolin , norepinefrin , serotonin
Reseptor histamine H4
Ditemukan terutama di basofil dan di sumsum tulang . Hal ini juga ditemukan pada timus ,
usus kecil , limpa , dan usus .
Memainkan peran dalam chemotaxis

ALERGI
2.2.1 Defininisi Alergi
Alergi (hipersensitifitas) menggambarkan reaktivitas khusus host terhadap suatu unsure
eksogen pada kontak kedua kali. Reaksi hipersensitivitas meliputi sejumlah peristiwa
autoimun dan alergi serta merupakan kepekaan berbeda terhadap suatu antigen eksogen atas
dasar proses imunologi. (Hoan Tjai: 2007)
Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh
seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang
umumnya imunogenik (antigenik)atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik.
Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan
yang oleh tubuh dianggap asing dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang
yang tidak bersifat atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut
alergen.
Alergi adalah sebuah reaksi yang dilakukan tubuh terhadap masuknya sebuah benda asing.
Ketika sebuah substansi tak dikenal masuk, antigen, tubuh serta merta akan meningkatkan
daya imunitasnya untuk bekerja lebih giat.
reaksi alergi merupakan respon sistem kekebalan yang diperkuat secara tidak tepat atau buruk
terhadap sesuatu yang tidak membahayakan. pada umumnya, reaksi alergi dapat berbentuk
rasa sakit kepala atau kelelahan, bersin-bersin, mata berair dan hidung tersumbat.

Menurut berbagai pengertian di atas , dapat diambil kesimpulan bahwa alergi merupakan
reaksi berlebihan yang dilakukan tubuh terhadap masuknya antigen (allergen), sebagai respon
system kekebalan tubuh.
2.2.2 Patofisiologis Alergi
Bila suatu protein asing (antigen masuk) berulangkali ke dalam aliran darah seseorang yang
berbakat hipersensitif, maka limfosit b akan membentuk antibodies dari tipe Ig E. IgE ini
yang juga disebut reagin , mengikat diri pada membrane sel mast tanpa menimbulkan gejala.
Apabila kemudian antigen (allergen ) yang sama atau yang mirip rumus bangunnya
memasuki darah lagi, maka IgE akan mengenali dan mengikat padanya. (Hoan Tjai: 2007)
Hasilnya adalah suatu reaksi alergi akibat pecahnya membrane sel mast (degranulasi).
Sejumlah zat perantara (mediator dilepaskan yakni histamine bersama serotonin, bradikinin
dan asam arachidonat), yang kemudian diubah menjadi prostaglandin dan leukotrien. Zat itu
menarik makrofag dan neutrofil ke tempat infeksi untuk memusnahkan penyerbu. Disamping
itu mengakibatkn beberapa gejala, seperti vasodilatasi, bronchoconstriksi dan pembengkakan
jaringan sebagai reaksi terhadap masuknya antigen. (Hoan Tjai: 2007)

2.2.3 Mekanisme Terjadinya Alergi


Hipersensitivitas terjadi dalam reaksi jaringan terjadi dalam beberapa menit setelah antigen
bergabung dengan antibodi yang sesuai. Ini dapat terjadi sebagai anafilaksis sistemik
(misalnya setelah pemberian protein heterolog) atau sebagai reaksi lokal (misalnya alergi
atopik seperti hay fever). (Brooks: 2005)
Urutan kejadian reaksi hipersensitifias adalah sebagai berikut: (Baratawidjaja, 2006).
Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh
reseptor spesifik (Fc-R) pada permukaan sel mast dan basofil.
Fase Aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang
spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediatormediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik.
Mekanisme alergi, misalnya terhadap makanan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Secara
imunologis, antigen protein utuh masuk ke sirkulasi dan disebarkan ke seluruh tubuh. Untuk
mencegah respon imun terhadap semua makanan yang dicerna, diperlukan respon yang
ditekan secara selektif yang disebut toleransi atau hiposensitisasi. Kegagalan untuk
melakukann toleransi oral ini memicu produksi antibodi IgE berlebihan yang spesifik
terhadap epitop yang terdapat pada alergen. Antibodi tersebut berikatan kuat dengan reseptor

IgE pada basofil dan sel mast, juga berikatan dengan kekuatan lebih rendah pada makrofag,
monosit, limfosit, eosinofil, dan trombosit. (Rengganis dan Yunihastuti: 2007).
Ketika protein melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang dengan antibodi tersebut,
akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast. Selanjutnya sel mast melepaskan
berbagai mediator (histamine, prostaglandin, dan leukotrien) yang menyebabkan vasodilatasi,
sekresi mukus, kontraksi otot polos, dan influks sel inflamasi lain sebagai bagian dari
hipersensitivitas cepat. Sel mast yang teraktivasi juga mengeluarkan berbagai sitokin lain
yang dapat menginduksi reaksi tipe lambat (Rengganis dan Yunihastuti: 2007).
2.2.4 Penggolongan Alergi
Reaksi hipersensitivitas menurut Coombs dan Gell dibagi menjadi 4 tipe reaksi berdasarkan
kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe I, II, III, dan IV. Kemudian Janeway
dan Travers merivisi tipe IV Gell dan Coombs menjadi tipe IVa dan IVb.
Tipe 1, gangguan gangguan alrrgi (reaksi segala, immediate) berdasarkan reaksi antara
allergen-antibody (IgE) dengan degranulasi mast-cells dan khusus terjadi pada orang yang
berbakat genetic (keturunan). Tipe-I ini juga dinamakan alergi atopis atau reaksi anafilaksis
dan terutama berlangsung disaluran nafas (serangan pollinosis, rhinitis, asma) dan di kulit
(eksim resam = dermatitis atopis), jarang di cerna (alergi makanan) dan di pembuluh (shock
anafilaksis). Mulai reaksi nya cepat , dalam waktu 5 sampai 20 menit setelah terkena alergen,
maka sering kali di sebut reaksi segera. Gejalanya bertahan lebih kurang 1 jam.
Tipe 2, autoimunitas ( reaksi sitolitis). Antigen yang terikat yang terikat pada membrane sel
beraksi dengan IgG atau IgM dalam darah dan menyebabkan sel musnah (cytos=sel, lysis=
melarut ). Reaksi ini terutama berlangsung di sirkulasi darah. Contohnya adalah
gagguanauto-imun akibat obat, seperti anemia hemolitis(akibat pinisilin) agranulotosis
(akibat sulfamida) arhitis rheumatika SLE (system lupus erymetodes) akibat hedrolazim
atau prekaimida. Reaksi autonium jenis ini umumnya sembu dalam waktu berapa bulan
setelah penggunaan obat berhenti.
Timbulnya penyakit auto-imun adalah bila system imun tidak mengenali jaringan tubuh
sendiri dan menyerangnya. Gangguan ini bercirikan terdapatnya auto-antibodies atau sel-selT autoreaktif dan lazimnya dibagi dalam dua kelompok, yang berdasarkan:
auto-imunitas organ-pesifik (menyangkut organ tunggal), mis. Animia pernicoios, addiisons
diaese, lih bab 46, ACTH.
auto-imunitas nonorgan spesifik (menyangkut pelbagai organ), mis SLE, MS.
Tipe 3, gangguan ilmun-komplek (reaksi arthus). Pada paristiwa ini, antigen dalam sirkulasi
bergabung dengan terutama

IgG menjadi suatu imun-kompleks, yang diendapkan pada

endotel pembulu. Di tempat itu sebagai respons terjadi peradangan, yang disebut penyakit
serum yang bercirikan urticaria, demam dan nyeri otot serta sendi. Reaksinya dimulai 4-6 jam
setelah terkena (exposure) dan lamanya 4-12 hari. Obat-obat yang dapat menginduksi
reaksi ini adalah sulfanamidin, penisilin dan iodide. Imun-kompleks dapat terjadi di jaringan
yang menimbulkan reaksi local (arthus) atau dalam srikulasi (gangguan sistemis).
Tipe 4 (reaksi lambat,delenyet). Anti gen terdiri dari suatu kompleks hapten+protein, yang
bereaksi dengan T-limposit yang sudah disensitasi. Limfokin tertentu (=sitokin dari limfosit)
dibebaskan, yang menarik magrofog dan neutrofil, sehinga terjadi reaksi peradangan. Proses
penarikan itu disebut chemotaxis.mulai reaksi sesudah 24-48 jam dan bertahan beberapa hari.
Contohnya adalah reaksi tuberculin dan dermatitis kontak.

Bentuk alergi tipe 1 s/d 3 berkaitan dengan dan imunitas imonoglobulin homolar (lat.
Humor=cairan tubuh), artinya adahubungan dengan plasma. Hanya tipe 4 berdasarkan
imunitas-sekuler (liimfosit-T) (Hoan Tjai: 2007)

Table 2.2 penggolongan jenis-jenis hipersensitifitas


Jenis Hipersensitivitas
Mekanisme Imun Patologik
Mekanisme Kerusakan Jaringan dan Penyakit
Tipe I Hipersensitivitas cepat
IgE
Sel mast dan mediatornya (amin vasoaktif, mediator lipid, dan sitokin)
Tipe II
Reaksi melalui antibodi

IgM, IgG terhadap permukaan sel atau matriks antigen ekstraseluler


Opsonisasi & fagositosis sel
Pengerahan leukosit(neutrofil, makrofag) atas pengaruh komplemen dan FcR Kelainan fungsi
seluler (misal dalam sinyal reseptor hormone)
Tipe III
Kompleks imun
Kompleks imun (antigen dalam sirkulasi dan IgM atau IgG)
Pengerahan dan aktivasi leukosit atas pengaruh komplemen dan Fc-R
Tipe IV (melalui sel T)

Tipe IVa
Tipe IVb
CD4+ : DTH
CD8+ : CTL

Aktivasi makrofag, inflamasi atas pengaruh sitokin


Membunuh sel sasaran direk, inflamasi atas pengaruh sitokin
Sumber: Baratawidjaja, 2006

2.2.5 Penyebab Alergi


Penyebab alergi yang lazim ditemukan antara lain sebagai berikut:
(http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/alergi.htm)
Sengatan lebah atau serangga lain.
Makanan, khususnya kacang, ikan, seafood.
Gigitan serangga.
Obat.
Serbuk sari.
Debu.
Udara panas atau udara dingin.
2.2.6 Nutrisi Dan Alergi
Makanan merupakan salah satu penyebab reaksi alergi yang berbahaya. Seperti alergen lain,
alergi terhadap makanan dapat bermanifestasi pada salah satu atau berbagai organ target:
kulit (urtikaria, angiodema, dermatitis atopik), saluran nafas (rinitis, asma), saluran cerna
(nyeri abdomen, muntah, diare), dan sistem kardiovaskular (syok anafilaktik) (Rengganis dan
Yunihastuti, 2007). Urtikaria akibat alergi makanan biasanya timbul setelah 30-90 menit
setelah makan dan biasa disertai gejala lain seperti diare, mual, kejang perut, hidung buntu,
bronkospasme, hingga gangguan vaskular. Semua gejala ini diperantarai oleh IgE (Baskoro,
2007).
Hampir setiap jenis makanan memiliki potensi untuk menimbulkan reaksi alergi. Alergen
dalam makanan terutama berupa protein yang terdapat di dalamnya. Namun, tidak semua
protein dalam makanan mampu menginduksi produksi IgE. Penyebab tersering alergi pada
orang dewasa adalah kacang-kacangan, ikan, dan kerang. Sedangkan penyebab alergi
tersering pada anak adalah susu, telur, kacang-kacangan, ikan, dan gandum. Sebagian besar
alergi hilang setelah pasien menghindari makanan tersebut, dan melakukan eliminasi

makanan, kecuali terhadap kacang-kacangan, ikan, dan kerang cenderung menetap atau
menghilang setelah jangka waktu yang sangat lama. (Rengganis dan Yunihastuti, 2007)
Ikan dapat menimbulkan sejumlah reaksi. Alergen utama dalam codfish adalah Gad c1 telah
diisolasi dari fraksi miogen. Udang mengandung beberapa alergen. Antigen II dianggap
sebagai alergen utama. Otot udang mengandung glikoprotein otot yang mengandung Pen a1
(tropomiosin). Gambaran klinis reaksi alergi terhadap makanan terjadi melalui IgE dan
menunjukkan manifestasi terbatas: gastrointestinal, kulit dan saluran nafas. Tanda dan
gejalanya disebabkan oleh pelepasan histamine, leukotrien, prostaglandin, dan sitokin.
Alergen yang dimakan dapat menimbulkan efek luas, berupa respon urtikaria di seluruh
tubuh, karena distribusi random IgE pada sel mast yang tersebar di seluruh tubuh (Rengganis
dan Yunihastuti, 2007).

2.2.7 Tanda Dan Gejala Penyakit Alergi


Tanda-tanda reaksi alergi diantaranya:
(http://k34437h.multiply.com/journal/item/282/TANDA-TANDA_ALERGI)
Sistem Pernapasan:
pada bayi, napas sering berbunyi grok-grok, batuk, pilek, bersin, mimisan, hidung buntu,
sesak (asma), sering menggerak-gerakkan/mengusap-usap hidung.
Sistem Pembuluh Darah dan jantung:
palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka kemerahan), nyeri dada, kolaps (jatuh), pingsan,
serta tekanan darah rendah.
Sistem Pencernaan:
Pada bayi: sering rewel, kolik/menangis terus-menerus tanpa sebab pada malam hari, sering
cegukan, sering "buang bair besar (BAB) mengejan," kembung, sering gumoh, BAB
berwarna hitam atau hijau, BAB timbul warna darah.
Pada anak: nyeri perut, sering BAB lebih dari 3 kali sehari, gangguan BAB (kotoran keras,
BAB tidak setiap hari, BAB di celana, BAB berwarna hitam atau hijau, BAB mengejan)
kembung, muntah, sulit BAB, sering buang angin (flatus), sariawan, mulut berbau.
Kulit:
Pada bayi sering timbul penebalan merah di pipi, daerah popok dan telinga, timbul kerak di
kulit
kepala, sering gatal, dermatitis, bengkak di bibir, lebam biru kehitaman, bekas hitam seperti
digigit nyamuk, berkeringat berlebihan.
Sistem Saluran Kemih:

Sering kencing, nyeri kencing


Sistem Susunan Saraf Pusat:
Bayi: sensitif, sering kaget dengan rangsangan suara/cahaya, gemetar.
Anak: Sering sakit kepala, migrain, gangguan tidur, keterlambatan bicara dan gangguan
perilaku.
Gangguan perilaku yang sering terjadi adalah emosi berlebihan, agresif, overaktif, gangguan
belajar, gangguan konsentrasi, gangguan koordinasi, hiperaktif hingga autisme.
Perilaku: impulsif, sering marah, agresif.
Sistem Hormonal:
Gangguan tidur, chronic fatique symptom (sering lemas), gampang marah, emosi meningkat,
histeris
Jaringan otot dan tulang:
Nyeri tulang, nyeri otot, bengkak di leher seperti gondong.
Mata:
Mata berair, mata gatal, sering belekan, bintil pada mata, kulit di bawah mata kehitaman

2.2.8 Pencegahan Alergi


Sebenarnya, alergi dapat dihindari dengan cara-cara berikut ini:
( http://www.anneahira.com/alergi)
Hindari pemicu alergi, misalnya makanan atau obat. Cari tahu komposisi atau kandungan
makanan atau obat. Biasakan membaca label yang tertera di luar kemasan.
Jika anak Anda alergi makanan tertentu, kenalkan jenis makanan baru dalam porsi kecil
sehingga Anda dapat mengetahui reaksi alerginya.
Penderita alergi sebaiknya selalu membawa kartu atau daftar jenis alergi atau alergen yang
dideritanya. Simpan dalam dompet untuk keadaan darurat.
Selalu bawa obat anti alergi sesuai rekomendasi dokter Anda.

2.2.9 Penegakan Diagnosis Penyakit Alergi


Bila seorang pasien datang dengan kecurigaan menderita penyakit alergi, langkah pertama
yang harus dilakukan adalah memastikan terlebih dahulu apakah pasien benar-benar
menderita penyakit alergi. Selanjutnya baru dilakukan pemeriksaan untuk mencari alergen
penyebab, selain juga faktor-faktor non alergik yang mempengaruhi timbulnya gejala.
(Tanjung dan Yunihastuti, 2007).

Prosedur penegakan diagnosis pada penyakit alergi meliputi beberapa tahapan berikut:
(Tanjung dan Yunihastuti, 2007).
1) Riwayat Penyakit. Didapat melalui anamnesis, sebagai dugaan awal adanya keterkaitan
penyakit dengan alergi.
2) Pemeriksaan Fisik. Pemeriksaan fisik yang lengkap harus dibuat, dengan perhatian
ditujukan terhadap penyakit alergi bermanifestasi kulit, konjungtiva, nasofaring, dan paru.
Pemeriksaan difokuskan pada manifestasi yang timbul.
3) Pemeriksaan Laboratorium. Dapat memperkuat dugaan adanya penyakit alergi, namun
tidak untuk menetapkan diagnosis. Pemeriksaan laboaratorium dapat berupa hitung jumlah
leukosit dan hitung jenis sel, serta penghitungan serum IgE total dan IgE spesifik.
4) Tes Kulit. Tes kulit berupa skin prick test (tes tusuk) dan patch test (tes tempel) hanya
dilakukan terhadap alergen atau alergen lain yang dicurigai menjadi penyebab keluhan
pasien.
5) Tes Provokasi. Adalah tes alergi dengan cara memberikan alergen secara langsung kepada
pasien sehingga timbul gejala. Tes ini hanya dilakukan jika terdapat kesulitan diagnosis dan
ketidakcocokan antara gambaran klinis dengan tes lainnya. Tes provokasi dapat berupa tes
provokasi nasal dan tes provokasi bronkial . (Tanjung dan Yunihastuti, 2007).

ANTIHISTAMIN
Definisi
Antihistaminika adalah zat zat yang dapat mengurangi atau menghalagi efek hisyamin
terhadap tubuh dengan jalan mengeblok reseptor histamine ( penghambatan saingan) pada
awalnya hanya di kenal 1 tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor
kusus pada tahun 1972, yang disebut reseptor H2, maka secara farmakologis reseptor
histamine dapat di bagi dalam 2 tipe yaitu reseptor H1 dan reseptor H2. (Hoan Tjai, 2006,
815)
Berdasarkan penemuan ini, antihistaminika juga dapat dibagi dalam 2 kelompok, yakni
antagonis reseptor H1(singkatnya disebut H1 blokers atau antihistaminika ) antagonis
reseptor H2(H2 blokers atau zat penghambat asam) . (Hoan Tjai, 2006, 815)
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja
histamin. Istilah antihistamin dapat digunakan untuk menjelaskan antagonis histamin yang
mana pun, namun seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik
yang bekerja pada reseptor histamin H1. (http://www.apoteker.info/arsip_pojok_herbal.htm)

Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang disebabkan oleh
tanggapan berlebihan tubuh terhadap alergen (penyebab alergi), seperti serbuk sari tanaman.
Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin dalam jumlah signifikan di tubuh.
(http://www.apoteker.info/arsip_pojok_herbal.htm)

Penggolongan
Antihistaminika dapat digolongkan menurut struktur kimianya sebagai berikut :
Persenyawaan-persenyawaan aminoalkileter (dalam rumus umum X = O) difenhidramin dan
turunan-turunannya; klorfenoksamin (Systral), karbinoksamin (Rhinopront), feniltoloksamin
dalam Codipront. Persenyawaan-persenyawaan ini memiliki daya kerja seperti atropin dan
bekerja depresif terhadap susunan saraf pusat. Efek sampingannya: mulut kering, gangguan
penglihatan dan perasaan mengantuk.
Persenyawaan-persenyawaan alkilendiamin (X = N) tripelenamin, antazolin, klemizol dan
mepiramin. Kegiatan depresif dari persenyawaan ini terhadap susunan saraf pusat hanya
lemah. Efek sampingannya: gangguan lambung usus dan perasaan lesu.
Persenyawaan-persenyawaan alkilamin (X = C) feniramin dan turunan-turunannya, tripolidin.
Didalam kelompok antihistaminika ini terdapat zat-zat yang memiliki kegiatan merangsang
maupun depresif terhadap susunan saraf pusat.
Persenyawaan-persenyawaan piperazin: siklizin dan turunan-turunannya, sinarizin
Pada percobaan binatang beberapa persenyawaan dari kelompok ini ternyata memiliki
kegiatan teratogen, yang berkaitan dengan struktur siklis etilaminnya. Walaupun sifat
teratogen ini tidak dapat dibuktikan pada manusia, namun sebaiknya obat-obat demikian
tidak diberikan pada wanita hamil.
Sebelumnya antihistamin dikelompokkan menjadi 6 grup berdasarkan struktur kimia, yakni
etanolamin, etilendiamin, alkilamin, piperazin, piperidin, dan fenotiazin. Penemuan
antihistamin baru yang ternyata kurang bersifat sedatif, akhirnya menggeser popularitas
penggolongan ini. Antihistamin kemudian lebih dikenal dengan penggolongan baru atas dasar
efek sedatif yang ditimbulkan, yakni generasi pertama, kedua, dan ketiga.
Generasi pertama dan kedua berbeda dalam dua hal yang signifikan. Generasi pertama lebih
menyebabkan sedasi dan menimbulkan efek antikolinergik yang lebih nyata. Hal ini
dikarenakan generasi pertama kurang selektif dan mampu berpenetrasi pada sistem saraf
pusat (SSP) lebih besar dibanding generasi kedua. Sementara itu, generasi kedua lebih
banyak dan lebih kuat terikat dengan protein plasma, sehingga mengurangi kemampuannya
melintasi otak.

Sedangkan generasi ketiga merupakan derivat dari generasi kedua, berupa

metabolit

(desloratadine dan fexofenadine) dan enansiomer (levocetirizine). Pencarian generasi ketiga


ini dimaksudkan untuk memperoleh profil antihistamin yang lebih baik dengan efikasi tinggi
serta efek samping lebih minimal. Faktanya, fexofenadine memang memiliki risiko aritmia
jantung yang lebih rendah dibandingkan obat induknya, terfenadine. Demikian juga dengan
levocetirizine atau desloratadine, tampak juga lebih baik dibandingkan dengan cetrizine atau
loratadine.
Pengelompokan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamine:
Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina,
loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek
samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.
Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi
asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan
untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani
peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina,
famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif.
Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia.
Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan
analgesik. Contohnya adalah tioperamida.
Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat
antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan
sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan
histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.

Menisme Kerja
Antihistaminika adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghindarkan efek atas tubuh
dari histamin yang berlebihan, sebagaimana terdapat pada gangguan-gangguan alergi.

Bila dilihat dari rumus molekulnya, bahwa inti molekulnya adalah etilamin, yang juga
terdapat dalam molekul histamin. Gugusan etilamin ini seringkali berbentuk suatu rangkaian
lurus, tetapi dapat pula merupakan bagian dari suatu struktur siklik, misalnya antazolin.
Antihistaminika tidak mempunyai kegiatan-kegiatan yang tepat berlawanan dengan histamin
seperti halnya dengan adrenalin dan turunan-turunannya, tetapi melakukan kegiatannya
melalui persaingan substrat atau competitive inhibition.
Obat-obat inipun tidak menghalang-halangi pembentukan histamin pada reaksi antigenantibody, melainkan masuknya histamin kedalam unsur-unsur penerima didalam sel
(reseptor-reseptor) dirintangi dengan menduduki sendiri tempatnya itu. Dengan kata lain
karena antihistaminik mengikat diri dengan reseptor-reseptor yang sebelumnya harus
menerima histamin, maka zat ini dicegah untuk melaksanakan kegiatannya yang spesifik
terhadap jaringan-jaringan. Dapat dianggap etilamin lah dari antihistaminika yang bersaing
dengan histamin untuk sel-sel reseptor tersebut. Sebagai inverse agonist, antihistamin H1
beraksi dengan bergabung bersama dan menstabilkan reseptor H1 yang belum aktif, sehingga
berada pada status yang tidak aktif. Penghambatan reseptor histamine H1 ini bisa mengurangi
permiabilitas vaskular, pengurangan pruritus, dan relaksasi otot polos saluran cerna serta
napas. Tak ayal secara klinis, antihistamin H1 generasi pertama ditemukan sangat efektif
berbagai gejala rhinitis alergi reaksi fase awal, seperti rhinorrhea, pruritus, dan sneezing.
Tapi, obat ini kurang efektif untuk mengontrol nasal congestion yang terkait dengan reaksi
fase akhir.
Sementara itu antihistamin generasi kedua dan ketiga memiliki profil farmakologi yang lebih
baik. Keduanya lebih selektif pada reseptor perifer dan juga bisa menurunkan lipofilisitas,
sehingga efek samping pada SSP lebih minimal. Di samping itu, obat ini juga memiliki
kemampuan antilergi tambahan, yakni sebagai antagonis histamin. Antihistamin generasi
baru ini mempengaruhi pelepasan mediator dari sel mast dengan menghambat influks ion
kalsium melintasi sel mast/membaran basofil plasma, atau menghambat pelepasan ion
kalsium intraseluler dalam sel. Obat ini menghambat reaksi alergi dengan bekerja pada
leukotriene dan prostaglandin, atau dengan menghasilkan efek anti-platelet activating factor.
Selain berefek sebagai anti alergi, antihistamin H1 diduga juga memiliki efek anti inflamasi.
Hal ini terlihat dari studi in vitro desloratadine, suatu antihistamin H1 generasi ketiga. Studi
menunjukkan, desloratadine memiliki efek langsung pada mediator inflamatori, seperti
menghambat pelepasan intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) oleh sel epitel nasal,
sehingga memperlihatkan aktivitas anti-inflamatori dan imunomodulatori. Kemampuan
tambahan inilah yang mungkin menjelaskan kenapa desloratadine secara signifikan bisa

memperbaiki nasal congestion pada beberapa double-blind, placebo-controlled studies. Efek


ini tak ditemukan pada generasi sebelumnya, generasi pertama dan kedua. Sehingga perlu
dilakukan studi lebih lanjut untuk menguak misteri dari efek tambahan ini.

2.3.4 Nasib Antihistamin H1 Dalam Tubuh


Pemberian antihistamin H1 secara oral bisa diabsorpsi dengan baik dan mencapai konsentrasi
puncak plasma rata-rata dalam 2 jam. Ikatan dengan protein plasma berkisar antara 78-99%.
Sebagian besar antihistamin H1 dimetabolisme melalui hepatic microsomal mixed-function
oxygenase system. Konsentrasi plasma yang relatif rendah setelah pemberian dosis tunggal
menunjukkan kemungkinan terjadi efek lintas pertama oleh hati.
Waktu paruh antihistamin H1 sangat bervariasi. Klorfeniramin memiliki waktu paruh cukup
panjang sekitar 24 jam, sedang akrivastin hanya 2 jam. Waktu paruh metabolit aktif juga
sangat berbeda jauh dengan obat induknya, seperti astemizole 1,1 hari sementara metabolit
aktifnya, N-desmethylastemizole, memiliki waktu paruh 9,5 hari. Hal inilah yang mungkin
menjelaskan kenapa efek antihistamin H1 rata-rata masih eksis meski kadarnya dalam darah
sudah tidak terdeteksi lagi. Waktu paruh beberapa antihistamin H1 menjadi lebih pendek
pada anak dan jadi lebih panjang pada orang tua, pasien disfungsi hati, danm pasien yang
menerima ketokonazol, eritromisin, atau penghambat microsomal oxygenase lainnya.

2.3.5 Obat-Obat Antihistamin


Antagonis reseptor H1
Difenhidramin : Benadryl (Parke Davis)
Disamping khasiat antihistaminiknya yang kuat, difenhidramin juga bersifat spasmolitik
sehingga dapat digunakan pada pengobatan penyakit parkinson, dalam kombinasi dengan
obat-obat lain yang khusus digunakan untuk penyakit ini.
Dosis : oral 4 kali sehari 25 50 mg, i.v. 10-50 mg
Dimenhidrinat: difenhidramin-8-klorotheofilinat, Dramamin (Searle), Antimo (Phapros).
Pertama kali digunakan pada mabuk laut (motion sickness) dan muntah-muntah sewaktu
hamil.
Dosis : oral 4 kali sehari 50 100 mg, i.m. 50 mg.
Metildifenhidramin : Neo-Benodin (Brocades)
Adalah derivat, yang khasiatnya sama dengan persenyawaan induknya, tetapi sedikit lebih
kuat.
Dosis : oral 3 kali sehari 20 40 mg.

Tripelenamin : Pyribenzamin (Ciba-Geigy), Azaron (Organon)


Rumus bangun dari zat ini menyerupai mepiramin, tetapi tanpa gugusan metoksil (OCH3).
Khasiatnya sama dengan difenhidramin, hanya efek sampingannya lebih sedikit.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 100 mg.
Antazolin : fenazolin, Antistine (Ciba-Geigy)
Khasiat antihistaminiknya tidak begitu kuat seperti yang lain, tetapi kebaikannya terletak
pada sifatnya yang tidak merangsang selaput lendir. Maka seringkali digunakan untuk
mengobati gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) Antistine-Pirivine, Ciba
Geigy
Dosis : oral 2 4 kali sehari 50 100 mg
Feniramin : profenpiridamin, Avil (hoechst)
Terutama digunakan sebagai garam p-aminosalisilatnya
Dosis : oral 3 kali sehari 25 mg
klorfenamin (klorfeniramin, Methyrit-SKF; CTM, KF; Pehaclor, Phapros)
adalah derivateklor, Substitusi dari satu atom klor pada molekul feniramin meningkatkan
khasiatnya 20 kali lebih kuat, tetapi derajat toksisitasnya praktis tidak berubah.

Efek

sampingan dari obat ini hanya sedikit dan tidak memiliki sifat menidurkan.
Dosis : oral 4 kali sehari 2 8 mg, parenteral 5 10 mg.

deksklorfeniramin (Polaramin, Schering)


adalah d- isomer dari klorfeniramin (terdiri dari suatu campuran rasemis) yang terutama
bertanggung jawab untuk kegiatan antihistaminiknya. Toksisitasnya dari campuran d-isomer
ini tidak melebihi daripada campuran rasemiknya.
Dosis : oral 3 kali sehari 2 mg.
Siklizin : Marezin (Burroughs Welcome)
Zat ini khusus digunakan sebagai obat mabuk perjalanan.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 mg.
meklozin (meclizin,Suprinal)
Sifat antihistaminiknya kuat dan terutama digunakan untuk menghindarkan dan mengobati
perasaan mual karena mabuk jalan dan pusing-pusing (vertigo). Mulai bekerjanya lambat,
tetapi berlangsung lama (9 24 jam). Berhubung dengan peristiwa thalidomide, zat ini
dilarang penggunaannya di Indonesia. Kerja teratogennya hingga kini belum dibuktikan.
Sinarizin : Cinnipirine(ACF), Stugeron (Jansen)

Adalah suatu antihistaminika dengan daya kerja lama dan sedikit saja sifat menidurkannya.
Disamping ini juga memiliki sifat menghilangkan rasa pusing-pusing, maka sangat efektif
pada bermacam-macam jenis vertigo (dizzines, tujuh keliling); mekanisme kerjanya belum
diketahui.
Selain itu sinarizin memiliki khasiat kardiovaskuler, yakni melindungi jantung terhadap
rangsangan-rangsangan iritasi dan konstriksi. Perdarahan di pembuluh-pembuluh otak dan
perifer (betis, kaki, tangan) diperbaiki dengan jalan vasodilatasi, tetapi tanpa menyebabkan
tachycardia dan hipertensi secara reflektoris seperti halnya dengan vasodilator-vasodilator
lainnya.
Dosis : pada vertigo 1 3 kali sehari 25 50 mg, untuk memperbaiki sirkulasi: oral 3 kali
sehari 75 mg
primatour (ACF)
adalah kombinasi dari sinarizin 12,5 mg dan klorsiklizin HCl 25 mg. Preparat ini adalah
kombinasi dari dua antihistaminika dengan kerja yang panjang dan Singkat. Obat ini khusus
digunakan terhadap mabuk jalan dan mulai kerjanya cepat,

yaitu sampai jam dan

berlangsung cukup lama.


Dosis : dewasa 1 tablet.
Oksomemazin : Doxergan, Toplexil (Specia)
Adalah suatu persenyawaan fenothiazin dengan khasiat antihistaminikum yang sangat kuat,
tetapi toksisitasnya rendah. Penggunaan dan efek sampingannya sama seperti antihistaminika
lain dari golongan fenothiazin.
Dosis : 10 40 mg seharinya
Promethazin : Phenergan (Rhodia)
Persenyawaan fenothiazin ini adalah antihistaminikum yang kuat dan memiliki kegiatan yang
lama (16 jam). Memiliki kegiatan potensiasi untuk zat-zat penghalang rasa nyeri (analgetika)
dan zat-zat pereda (sedativa).
Berhubung sifat menidurkannya yang kuat maka sebaiknya diberikan pada malam hari.
Dosis : oral 3 kali sehari 25 50 mg; parenteral 25 mg lazimnya sampai 1 mg per Kg berat
badan
promethazin-8-klorotheofilinat (Avomin)
adalah turunan dari promethazin yang memiliki khasiat dan penggunaan yang sama dengan
dimenhidrinat, tetapi tanpa efek menidurkan.
Thiazinamium : Multergan (Specia)

Disamping khasiatnya sebagai antihistaminikum juga memiliki khasiat antikolinergik yang


kuat, sehingga banyak dugunakan pada asma bronchiale dengan sekresi yang berlebihan.
Siproheptadin : Periactin (Specia)
Persenyawaan piperidin ini adalah suatu antihistaminikum dengan khasiat antikolinergik
lemah dan merupakan satu-satunya zat penambah nafsu makan tanpa khasiat hormonal.
Zat ini merupakan antagonis serotonin seperti zat dengan rumus pizotifen (Sandomigran),
sehingga dianjurkan sebagai obat interval pada migrain.
Efek sampingannya : perasaan mengantuk, pusing-pusing, mual dan mulut kering. Tidak
boleh diberikan pada penderita glaucoma, retensi urine dan pada wanita hamil.
Mebhidrolin : Incidal (Bayer)
Mengandung 50 mg zat aktif, yakni suatu antihistaminikum yang praktis tidak memiliki sifatsifat menidurkan.
Dosis : rata-rata 100 300 mg seharinya
Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi
asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan
untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani
peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina,
famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif.
Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia.
Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan
analgesik. Contohnya adalah tioperamida. Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat
antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina
adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai
antihistamin.
(http://konsultasiobat.wordpress.com/)

2.3.6 Indikasi
Antihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi hipersensitifitas, reaksi tipe I
yang mencakup rhinitis alergi musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor, alergi

konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan.
Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain disamping untuk reaksi
alergi. Difenhidramin digunakan sebagai antitusif, sleep aid, anti-parkinsonism atau motion
sickness. Hidroksizin bisa digunakan sebagai pre-medikasi atau sesudah anestesi umum,
analgesik adjuvan pada pre-operasi atau prepartum, dan sebagai anti-emetik. Prometazin
digunakan untuk motion sickness, pre- dan postoperative atau obstetric sedation.
(http://agungrakhmawan.wordpress.com/anti-histamin/)

2.3.7 Kontraindikasi
Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara
struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu menyusui, narrow-angle glaucoma, stenosing
peptic ulcer, hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction, penyumbatan
pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma), pasien yang menggunakan
monoamine

oxidase

inhibitor

(MAOI),

dan

pasien

tua.

(http://agungrakhmawan.wordpress.com/anti-histamin/)
Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau
terkait secara struktural.
2.3.8 Efek Samping
Terjadi pada 15 -25% pasien yang di beri antihistamin, dengan derajat intensitas yang berada
secara individual. (Imam Budi: 2008)
Depresi atau stimulasi susunan saraf pusat
Depresi susunan saraf pusat berupa sedasi bahkan sampai spoor sering menggangu aktivitas
sehari-hari, teqadi pada pemakaian golongan amino alkil ether dan phenothiazine, tolerans
terhadap efek sedasi dapat terjadi setelah beberapa hari pemberian.
Efek terhadap susunan syaraf pusat yang lain dizinus, tinnitus, gangguan koordinasi,
konsentrasi berkurang dan gangguan penglihatan/ diplopia.
Stimulasi susunan saraf pusat berupa nervous, irritable, insomnia dan tremor dapat terjadi
pada pemakaian golongan alkylamine.
efek anti kolinergik berupa : retensi urine, disuri, impotensia dan mulut/ mukosa kering dapat
terjadi pada pemakaian golongan amino ethyl ether, phenothrazine dan piperazine.
Hipotensi dapat terjadi pada pemberian anti histamine intravena yang terlalu cepat.
Dermatitis, erupsi obat menetap, fotosensitisasi, urtikaria dan patechiae di kulit terutama
setelah pemakaian secara topical.
Keracunan akut terutama pada anak anak seperti keracunan atropine berupa

halusinasi, ataksia, gangguan koordinasi, konvulsi dan efek entikolinergik (flusing, pupil
lebar, febris).

2.3 9 Kontra Indikasi Dan Interaksi Obat


Dermatitis kontak alergi dapat terjadi pada pemakaian antihistamin H-1 secara topical
golongan ethylene diamine pada penderita yang telah mendapat obat lain yang mempunyai
struktur yang mirip( aminophiline).
Efek sedasi akan meningkat bila antihistsmine H1 diberikan bersama dengan obat
antidepresan obat anti alcohol.
Golongan phenothiazine dapat menghambat efek vasopressor dari epinephrine.
Efek anti kolinergik dari antihistamine akan menjadi lebih berat dan lebih lama di berikan
bersama obat inhibitor monoamine (procarbazine, furazolidone, isocarboxazid).
Golongan piperazine pada binatang percobaan dapat menimbulkan efekteratogenik.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Alergi merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi di tubuh akibat masuknya suatu zat
asing. Saat alergen masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas atau kekebalan tubuh bereaksi
secara berlebihan dengan membuat antibodi yang disebut Imunoglobulin E. Imunoglobulin E
tersebut kemudian menempel pada sel mast. Pada tahap berikutnya, alergen akan mengikat
Imunoglobulin E yang sudah menempel pada sel mast. Ikatan tersebut memicu pelepasan
senyawa Histamin dalam darah. Peningkatan Histamin menstimulasi rasa gatal melalui
mediasi ujung saraf sensorik. Senyawa Histamin yang teramat banyak juga bisa disebabkan
oleh stress dan depresi.
Pengobatan gatal-gatal karena alergi dilakukan dengan jalan pemberian obat antihistamin
yang banyak dijual secara bebas. Sesungguhnya pemakaian obat antihistamin hanya
menghilangkan gejala alergi dan menghindari serangan yang lebih besar di masa mendatang,
tidak menyembuhkan alergi.

SARAN
Sebaiknya, alergi dapat dihindari dengan cara-cara berikut ini.

Hindari pemicu alergi, misalnya makanan atau obat. Cari tahu komposisi atau kandungan
makanan atau obat. Biasakan membaca label yang tertera di luar kemasan.
Jika anak Anda alergi makanan tertentu, kenalkan jenis makanan baru dalam porsi kecil
sehingga Anda dapat mengetahui reaksi alerginya.
Penderita alergi sebaiknya selalu membawa kartu atau daftar jenis alergi atau alergen yang
dideritanya. Simpan dalam dompet untuk keadaan darurat.
Selalu bawa obat anti alergi sesuai rekomendasi dokter Anda.

DAFTAR PUSTAKA
Anang Endaryanto, Ariyanto Harsono, Prospek Probiotik dalam pencegahan alergi melalui
induksi aktif toleransi imunologis: Divisi Alergi Imunologi: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Anak FK-Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya
Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21.
Jakarta: Salemba Medika.
Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta:
FKUI
Budi, Imam. 2008. Pemakaian Antihistamin Pada Anak : FK-USU.
Rengganis, Iris. Yunihastuti, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tan, Hoan Tjai. Obat-obat Penting. 2007.Jakarta: PT. Gramedia
Sukandar, Elin Yulinah, ISO Farmakoterapi. 2008. Jakarta: PT. ISFI

Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
x

Contoh Makalah
Contoh Makalah Blog. Membantu Mahasiswa Mengerjakan Makalah.

Obat Antihistamin
OBAT ANTIHISTAMIN
A.PENGERTIAN

Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap
tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin (penghambatan saingan). Pada awalnya
hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus
pada tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka secara farmakologi reseptor histamin dapat
dibagi dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 da reseptor-H2.
Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni
antagonis reseptor-H1 (singkatnya disebut H1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis
reseptor H2 ( H2-blockers atau zat penghambat-asam
1.H1-blockers (antihistaminika klasik)
Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding
pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek
histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis,
antihistmin tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi Dahulu antihistamin dibagi
secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan dalam 2 kelompok
atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.
a.Obat generasi ke-1: prometazin, oksomemazin, tripelennamin, (klor) feniramin,
difenhidramin, klemastin (Tavegil), siproheptadin (periactin), azelastin (Allergodil), sinarizin,
meklozin, hidroksizin, ketotifen (Zaditen), dan oksatomida (Tinset).
Obat-obat ini berkhasiat sedatif terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek antikolinergis

b.Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin (Semprex), setirizin,
loratidin, levokabastin (Livocab) dan emedastin (Emadin). Zat- zat ini bersifat khasiat
antihistamin hidrofil dan sukar mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal), maka pada dosis
terapeutis tidak bekerja sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma t2-nya yang lebih
panjang, sehingga dosisnya cukup dengan 1-2 kali sehari. Efek anti-alerginya selain
berdasarkan,

juga

berkat

dayanya

menghambat

sintesis

mediator-radang,

seperti

prostaglandin, leukotrin dan kinin.


2.H2-blockers (Penghambat asma)
Obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat
histamine, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah
berkurangnya hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah
menurun. Senyawa ini banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi
sekresi HCl dan pepsin, juga sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan

kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama suatu zat stimulator motilitas lambung
(cisaprida) pada penderita reflux. Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan
adalah simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawasenyawa heterosiklis dari histamin.

PENGGUNAAN UMUM :
Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis, urtikaria dan
angiodema, dan sebagai terapi adjuvant pada reaksi anafilaksis. Beberapa antihistamin
digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan (dimenhidrinat dan meklizin), insomnia
(difenhidramin), reaksi serupa parkinson (difenhidramin), dan kondisi nonalergi lainnya.
Lazimnya dengan antihistaminika selalu dimaksud H-1 blockers. Selain bersifat
antihistamin,

obat-obat

ini

juga

memiliki

berbagai

khasiat

lain,

yakni

daya

antikolinergis,antiemetis dan daya menekan SSP (sedative),dan dapat menyebabkan


konstipasi, mata kering, dan penglihatan kabur, sedangkan beberapa di antaranya memiliki
efek antiserotonin dan local anestesi (lemah). Berdasarkan efek ini, antihistaminika
digunakan secara sistemis (oral,injeksi) untuk mengobati simtomatis bermacam-macam
gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan histamine. Di samping rhinitis, pollinosis
dan alergi makanan/obat, juga banyak digunakan pada sejumlah gangguan berikut:

1. Asma yang bersifat alergi, guna menanggulangi gejala bronchokonstriksi.


Walaupun kerjanya baik, namun efek keseluruhannya hanya rendah berhubung tidak berdaya
terhadap mediator lain (leukotrien) yang juga mengakibatkan penciutan bronchi. Ada indikasi
bahwa penggunaan dalam bentuk sediaan inhalasi menghasilkan efek yang lebih baik. Obatobat ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah degranulasi dari mastcells dan efektif
untuk mencegah serangan.
2.Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung a.l. histamine dan suatu
enzim yang mengakibatkan pembebasannya dari mastcells. Untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan, obat perlu diberikan segera dan sebaiknya melalui injeksi adrenalin i.m. atau
hidrokortison i.v.
3.Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat terhadap meningkatnya
permeabilitas kapiler dan gatal-gatal, terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin seperti
alimemazin (Nedeltran), azatadin dan oksatomida. Khasiat antigatal mungkin berkaitan pula
dengan efek sedative dan efek anestesi local.

4.Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian menaikkan
berat badan, yakni siproheptadin ( dan turunannya pizotifen) dan oksatomida. Semua zat ini
berdaya antiserotonin.
5.Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya prometazin dan
difenhidramin serta turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan batuk,
sehingga banyak digunakan dalam sediaan obat batuk popular.
6.Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya difenhidramin dan
turunan 4-metilnya (orfenadrin) yang juga berkhasiat spasmolitis.
7.Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang juga berkaitan
dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin,meklizin dan dimenhidrinat, sedangkan
sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
8.Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid. selain itu,
antihistaminika banyak digunakan dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan flu.

MACAM
Menurut struktur kimianya antihistaminika dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yang
mana sejumlah memiliki rumus dasar sebagai berikut:
R-X-C-C-N=R1 dan R2
Dimana X= atom O,N atau C; R= gugus aromatic dan/atau heterosiklik, R1 dan R2 = gugus
metal atau heterosiklik. Dapat dilihat bahwa inti molekul terdiri atas etilamin, yang juga
terdapat dalam molekul histamine. Adakalanya gugus ini merupakan bagian dari suatu
struktur siklik, seperti umpamanya pada antazolin dan klemastin.
Zat-zat ini berdaya
1.DERIVAT ETANOLAMIN (X=O)
a.Difenhidramin : Benadryl
Di samping daya antikolinergik dan sedative yang kuat, antihistamin ini juga bersifat
spasmolitik, anti-emetik dan antivertigo (pusing-pusing). Berguna sebagai obat tambahan
pada Penyakit Parkinson, juga digunakan sebagai obat anti-gatal pada urticaria akibat alergi
(komb. Caladryl, P.D.)
Dosis: oral 4 x sehari 25-50mg, i.v. 10-50mg.
2-metildifenhidramin = orfenadrin (Disipal, G.B.)
Dengan efek antikolinergik dan sedative ringan, lebih disukai sebagai obat tambahan
Parkinson dan terhadap gejala-gejala ekstrapiramidal pada terapi dengan neuroleptika.
Dosis: oral 3 x sehari 50mg.

4-metildifenhidramin (Neo-Benodin)
Lebih kuat sedikit dari zat induknya. Digunakan pada keadaan-keadaan alergi pula.
Dosis: 3 x sehari 20-40mg
Dimenhidrinat (Dramamine, Searle)
Adalah senyawa klorteofilinat dari difenhidramin yang digunakan khusus pada mabuk
perjalanan dan muntah-muntah sewaktu hamil.
Dosis: oral 4 x sehari 50-100mg, i.m. 50mg
Klorfenoksamin (Systral, Astra)
Adalah derivate klor dan metal, yang antara lain digunakan sebagai obat tambahan pada
Penyakit Parkinson.
Dosis: oral 2-3 x sehari 20-40mg (klorida), dalam krem 1,5%.
Karbinoksamin : (Polistin, Pharbil)
Adalah derivat piridil dan klor yang digunakan pada hay fever.
Dosis: oral 3-4 x sehari 4mg (maleat, bentuk,dll).
b.Kiemastin: Tavegyl (Sandos)
Memiliki struktur yang mirip klorfenoksamin, tetapi dengan substituent siklik (pirolidin).
Daya antihistaminiknya amat kuat, mulai kerjanya pesat, dalam beberapa menit dan bertahan
lebih dari 10 jam. Antara lain mengurangi permeabilitas dari kapiler dan efektif guna
melawan pruritus alergis (gatal-gatal).
Dosis: oral 22.DERIVAT ETILENDIAMIN (X=N)
Obat-obat dari kelompok ini umumnya memiliki data sedative yang lebih ringan.
Antazolin : fenazolin, antistin (Ciba)
Daya antihistaminiknya kurang kuat, tetapi tidak merangsang selaput lender. Maka layak
digunakan untuk mengobati gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) sebagai
preparat kombinasi dengan nafazolin (Antistin-Privine, Ciba).
Dosis: oral 2-4 x sehari 50-100mg (sulfat).
Tripelenamin (Tripel, Corsa-Azaron, Organon) kini hanya digunakan sebagai krem 2% pada
gatal-gatal akibat reaksi alergi (terbakar sinar matahari, sengatan serangga, dan lain-lain).
Mepirin (Piranisamin)
Adalah derivate metoksi dari tripelenamin yang digunakan dalam kombinasi dengan
feniramin dan fenilpropanolamin (Triaminic, Wander) pada hay fever.
Dosis: 2-3 x sehari 25mg.
Klemizol ( Allercur, Schering)

Adalah derivate klor yang kini hanya digunakan dalam preparat kombinasi anti-selesma
(Apracur, Schering) atau dalam salep/suppositoria anti wasir (Scheriproct, Ultraproct,
Schering).
3.DERIVAT PROPILAMIN (X=C)
Obat-obat dari kelompok ini memiliki daya antihistamin kuat.
a.Feniramin : Avil (Hoechst)
Zat ini berdaya antihistamink baik dengan efek meredakan batuk yang cukup baik, maka
digunakan pula dalam obat-obat batuk.
Dosis: oral 3 x sehari 12,5-25mg (maleat) pada mala hari atau 1 x 50mg tablet retard; i.v. 1-2
x sehari 50mg; krem 1,25%.
Klorfenamin (Klorfeniramin. Dl-, Methyrit, SKF)
Adalah derivate klor dengan daya 10 kali lebih kuat, sedangkan derajat toksisitasnya praktis
tidak berubah. Efek-efek sampingnya antara lain sifat sedatifnya ringan. Juga digunakan
dalam obat batuk. Bentuk-dextronya adalah isomer aktif, maka dua kali lebih kuat daripada
bentuk dl (rasemis)nya: dexklorfeniramin (Polaramin, Schering).
Dosis: 3-4 x sehari 3-4mg (dl, maleat) atau 3-4 x sehari 2mg (bentuk-d).
Bromfeniramin (komb.Ilvico, Merck)
Adalah derivate brom yang sama kuatnya dengan klorfenamin, padamana isomer-dextro juga
aktif dan isomer-levo tidak. Juga digunakan sebagai obat batuk.
Dosis: 3-4 x sehari 3mg (maleat).
b.Tripolidin : Pro-Actidil
Derivat dengan rantai sisi pirolidin ini berdaya agak kuat, mulai kerjanya pesat dan bertahan
lama, sampai 24 jam (sebagai tablet retard).
Dosis: oral 1 x sehari 10mg (klorida) pada malam hari berhubung efek sedatifnya.
4.DERIVAT PIPERAZIN
Obat-obat kelompok ini tidak memiliki inti etilamin, melainkan piperazin. Pada umumnya
bersifat long-acting, lebih dari 10 jam.
a.Siklizin : Marzine
Mulai kerjanya pesat dan bertahan 4-6 jam lamanya. Terutama digunakan sebagai anti-emetik
dan pencegah mabuk jalan. Namun demikian obat-obat ini sebaiknya jangan diberikan pada
wanita hamil pada trimester pertama.
Meklozin (Meklizin, Postafene/Suprimal)
Adalah derivat metilfenii dengan efek lebih panjang, tetapi mulai kerjanya baru sesudah 1-2
jam. Khusus digunakan sebagai anti-emetik dan pencegah mabuk jalan.

Dosis: oral 3 x sehari 12,5-25mg.


Buklizin (longifene, Syntex)
Adalah derivate siklik dari klorsiklizin dengan long-acting dan mungkin efek antiserotonin.
Disamping anti-emetik,juga digunakan sebagai obat anti pruritus dan untuk menstimulasi
nafsu makan.
Dosis: oral 1-2 x sehari 25-50mg.
Homoklorsiklizin (homoclomin, eisai)
Berdaya antiserotonin dan dianjurkan pada pruritus yang bersifat alergi.
Dosis: oral 1-3 x sehari 10mg.
b.Sinarizin : Sturegon (J&J), Cinnipirine(KF)
Derivat cinnamyl dari siklizin ini disamping kerja antihistaminnya juga berdaya vasodilatasi
perifer. Sifat ini berkaitan dengan efek relaksasinya terhadap arteriol-arteriol perifer dan di
otak (betis,kaki-tangan) yang disebabkan oleh penghambatan masuknya ion-Ca kedalam sel
otot polos. Mulai kerjanya agak cepat dan bertahan 6-8 jam, efek sedatifnya ringan. Banyak
digunakan sebagai obat pusing-pusing dan kuping berdengung (vertigo, tinnitus).
Dosis: oral 2-3 x sehari 25-50mg.
Flunarizin (Sibelium, Jansen)
Adalah derivat difluor dengan daya antihistamin lemah. Sebagai antagonis-kalsium daya
vasorelaksasinya kuat. Digunakan pula pada vertigo dan sebagai pencegah migran.
5.DERIVAT FENOTIAZIN
Senyawa- senyawa trisiklik yang memiliki daya antihistamin dan antikolinergik yang tidak
begitu kuat dan seringkali berdaya sentral kuat dengan efek neuroleptik.
a.Prometazin: (Phenergan (R.P.))
Antihistamin tertua ini (1949) digunakan pada reaksi-reaksi alergi akibat serangga dan
tumbuh-tumbuhan, sebagai anti-emetik untuk mencegah mual dan mabuk jalan. Selain itu
juga pada pusing-pusing (vertigo) dan sebagai sedativum pada batuk-batuk dan sukar tidur,
terutama pada anak-anak. Efek samping yang umum adalah kadang-kadang dapat terjadi
hipotensi,hipotermia(suhu badan rendah), dan efek-efek darah (leucopenia, agranulocytosis)
Dosis: oral 3 x sehari 25-50mg sebaiknya dimulai pada malam hari; i.m. 50mg.
Tiazinamium (Multergan, R.P.)
Adalah derivat N-metil dengan efek antikolinergik kuat, dahulu sering digunakan pada terapi
pemeliharaan terhadap asma.
Oksomemazin (Doxergan, R.P.)

Adalah derivat di-oksi (pada atom-S) dengan kerja dan penggunaan sama dengan prometazin,
antara lain dalam obat batuk.
Dosis: oral 2-3 x sehari 10mg.
Alimemazin (Nedeltran)
Adalah analog etil denagn efek antiserotonin dan daya neuroleptik cukup baik. Digunakan
sebagai obat untuk menidurkan anak-anak, adakalanya juga pada psikosis ringan.
Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg.
Fonazin (Dimetiotiazin)
Adalah derivat sulfonamida dengan efek antiserotonin kuat yang dianjurkan pada terapi
interval migraine.
Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg.
b.Isotipendil: Andantol (Homburg)
Derivat aso-fenotiazin ini kerjanya pendek dari prometazin dengan efek sedatif lebih ringan.
Dosis: ora; 3-4 x sehari 4-8mg, i.m. atau i.v. 10mg.
Mequitazin (Mircol, ACP)
Adalah derivat prometazin dengan rantai sisi heterosiklik yang mulai kerjanya cepat, efekefek neurologinya lebih ringan. Digunakan pada hay fever, urticaria dan reaksi-reaksi alergi
lainnya.
Dosis: oral 2 x sehari 5mg.
Meltidazin (Ticaryl, M.J.)
Adalah derivat heterosiklik pula (pirolidin) dengan efek antiserotonin kuat. Terutama
dianjurkan pada urticaria.
Dosis: oral 2 x sehari 8mg.
Sewaktu diketahui bahwa histamine mempengaruhi banyak proses faalan dan patologik,
maka dicarikan obat yang dapat mengantagonis efek histamine. Epinefrin merupakan
antagonis faalan pertama yang digunakan. Antara tahun 1937-1972, beratus-ratus
antihistamin ditemukan dalam terapi, tetapi efeknya tidak banyak berbeda.
Antihistamin misalnya antergan, neoantergan, difenhidramin dan tripelenamin dalam dosis
terapi efektif untuk mengobati udem, eritem dan pruritus terapi tidak dapat melawan efek
hipersekresi asam lambung akibat histamin. Antihistamin tersebut di atas digolongkan dalam
antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1).
ANTAGONISME TERHADAP HISTAMIN AH1 menghambat efek histamine pada
pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk

mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamine
endogen berlebihan.
Otot polos: secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamine pada otot polos
(usus,bronkus).

Permeabilitas kapiler: peninggian permeabilitas kapiler dan udem akibat histamin, dapat
dihambat dengan efektif oleh AH1
Reaksi anafilaksis dan alergi: reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi refrakter terhadap
pemberian AH1, karena disini bukan histamine saja yang berperan tetapi autakoid lain juga
dilepaskan. Efektivitas AH1 melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung
beratnya gejala akibat histamin.
Kelenjar eksokrin: efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat
dihambat oleh AH1. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain
akibat histamin.
Susunan saraf pusat: AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek perangsangan
yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah insomnia, gelisah dan eksitasi.
Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya
kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat.
Antihistamin yang relative baru misalnya terfenadin, astemizol, tidak atau sangat sedikit
menembus sawar darah otak sehingga pada kebanyakan pasien biasanya tidak menyebabkan
kantuk, gangguan koordinasi atau efek lain pada SSP. AH1 juga efektif untuk mengobati
mual dan muntah akibat peradangan labirin atau sebab lain.

Anestesi lokal: beberapa AH1 bersifat anestetik lokal dengan intensitas berbeda. AH1 yang
baik sebagai anestesi lokal ialah prometazin dan pirilamin. Akan tetapi untuk menimbulkan
efek tersebut dibutuhkan kadar yang beberapa kali lebih tinggi daripada sebagai antihistamin.
Antikolinergik: banyak AH1 bersifat mirip atropin. Efek ini tidak memadai untuk terapi,
tetapi efek antikolinergik ini dapat timbul pada beberapa pasien berupa mulut kering,
kesukaran miksi dan impotensi. Sistem kardiovaskular: dalam dosis terapi, AH1 tidak
memperlihatkan

efek

yang

berarti

pada

system

kardiovaskular.

Beberapa

AH1

memperlihatkan sifat seperti kuinidin pada konduksi miokard berdasarkan sifat anestetik
lokalnya.
FARMAKOKINETIK.

Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30
menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah
pemberian dosis tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam.
Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah
setelah kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian
dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam.

Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan kulit
kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada
paru-paru dan ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan
klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin setelah
24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

EFEK SAMPING
Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius
dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang paling sering ialah
sedasi, yang justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu
banyak tidur. Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi
sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau
penggunaan AH1 jenis lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin,
loratadin tidak atau kurang menimbulkan sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan
efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia,
euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek samping yang termasuk sering juga ditemukan
ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,
efek samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi,
hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping karena efek
antikolinergik tersebut kurang pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif. AH1 bisa
menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat penggunaan lokal
berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi. Selain
itu pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang mendapat
ketokonazol, troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat memperpanjang interval
QT dan mencetuskan terjadinya aritmia ventrikel. Hal ini juga dapat terjadi pada pasien
dengan gangguan fungsi hati yang berat dan pasien-pasien yang peka terhadap terjadinya

perpanjangan interval QT (seperti pasien hipokalemia). Kemungkinan adanya hubungan


kausal antara penggunaan antihistamin non sedative dengan terjadinya aritmia yang berat
perlu dibuktikan lebih lanjut.
INTOKSIKASI AKUT AH1
Keracunan akut AH1 terjadi karena obat golongan ini sering terdapat sebagai obat persediaan
dalam rumah tangga. Pada anak, keracunan terjadi karena kecelakaan, sedangkan pada orang
dewasa akibat usaha bunuh diri. Dosis 20-30 tablet AH1 sudah bersifat letal bagi anak.
Efek sentral AH1 merupakan efek yang berbahaya. Pda anak kecil efek yang dominan ialah
perangsangan dengan manifestasi halusinasi, eksitasi, ataksia, inkoordinasi, atetosis dan
kejang. Kejang ini kadang-kadang disertai tremor dan pergerakan atetoid yang bersifat tonikklonik yang sukar dikontrol. Gejala lain mirip gejala keracunan atropine misalnya midriasis,
kemerahan di muka dan sering pula timbul demam. Akhirnya terjadi koma dalam dengan
kolaps kardiorespiratoar yang disusul kematian dalam 2-18 jam. Pada orang dewasa,
manifestasi keracunan biasanya berupa depresi pada permulaan, kemudian eksitasi dan
akhirnya depresi SSP lebih lanjut.

PENGOBATAN
Pengobatan diberikan secara simtomatik dan suportif karena tidak ada antidotum spesifik.
Depresi SSP oleh AH1 tidak sedalam yang ditimbulkan oleh barbiturate. Pernapasan biasanya
tidak mengalami gangguan yang berat dan tekanan darah dapat dipertahankan secara baik.
Bila terjadi gagal napas, maka dilakukan napas buatan, tindakan ini lebih baik daripada
memberikan analeptic yang justru akan mempermudah timbulnya konvulsi. Bila terjadi
konvulsi, maka diberikan thiopental atau diazepam.

Diabetes mellitus atau kencing manis terjadi karena kadar gula dalam darah meningkat akibat
gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu
memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Glukosa sangat penting bagi kesehatan
karena merupakan sumber energi utama bagi otot dan jaringan.

Jika anda memiliki diabetes tipe apapun, itu berarti anda memiliki terlalu banyak glukosa.
Terlalu banyak glukosa dalam darah akan menyebabkan masalah yang serius. Diabetes kronis
terdiri dari diabetes tipe 1 dan tipe 2.
Beberapa gejala klasik penderita diabetes mellitus antara lain: sering buang air kecil, sering
merasa haus dan lapar, serta badan lemas dan sering mengantuk.

Minggu, 13 Mei 2012

Antihistamin
FARMAKOLOGI
ANTIHISTAMIN

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH S.W.T, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita bersama sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
tanpa rintangan yang berarti.
Dan tak lupa pula salawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar
Muhammad S.A.W yang telah menjadi suri tauladan bagi kita. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Dosen yang telah memberi bimbingan sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Makalah ini dapat dipergunakan bagi
pembaca sesuai dengan kebutuhan ataupun keperluan.

Padang, November 2011


penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan

A.
B.
C.
D.
E.
1.
2.

BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Antihistamin
Macam-macam Antihistamin
Mekanisme Kerja
Efek Samping
Kontraindikasi
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 1940 untuk pertama kali diperkenalkan obat antihistami. Sejak
itu secara luas digunakan dalam pengobatan simtomatik penyakit alergi.Pada
umumnya antihistamin yang beredar di Indonesia mempunyai spektrum luas artinya
mempunyai efek lain seperti antikolinergik, anti serotonin, antibradikinin dan alfa
adrenoreseptor bloker. Golongan obat ini disebut antihistamin (AH1) klasik. Penderita
yang mendapat obat AH1 klasik akan menimbulkan efek samping,mengantuk, kadangkadang timbul rasa gelisah, gugup dan mengalami gangguan koordinasi. Efek samping
ini sering menghambat aktivitas sehari-hari, dan menimbulkan masalah bila obat
antihistamin ini digunakan dalam jangka panjang.Dekade ini muncul antihistamin
baru yang digolongkan ke dalam kelompok AH1 sedatif yang tidak bersifat sedasi, yang
memberikan harapan cerah.
B. Tujuan
Untuk mengetahui manfaat dari antihistamin serta macam-macam antihistamin yang
digunakan untuk mengatasi penyakit alergi dan juga untuk mengetahui efek samping
yang ditimbulkan oleh obat antihistamin supaya antihistamin tidak disalahgunakan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Atihistamin
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja
histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H-1,
H-2 dan H-3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak dapat
menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada
umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama
dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor
khas. Antihistamin sebagai penghambat dapat mengurangi degranulasi sel mast yang
dihasilkan
dari
pemicuan
imunologis
oleh
interaksi
antigen
IgE. Cromolyn dan Nedocromil diduga mempunyai efek tersebut dan digunakan pada
pengobatan asma, walaupun mekanisme molekuler yang mendasari efek tersebut
belum diketahui hingga saat ini.
B. Macam-macam Antihistamin
1. Antihistamin (AH1) non sedatif
a. Terfenidin
Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin diabsorbsi sangat
cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian. Mempunyai mula kerja
yang cepat dan lama kerja panjang. Obat ini cepat dimetabolisme dan didistribusi luas
ke berbagai jaringan tubuh. Terfenidin diekskresi melalui faeces (60%) dan urine
(40%). Waktu paruh 16-23 jam. Efek maksimum telah terlihat sekitar 3-4 jam dan
bertahan selama 8 jam setelah pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2 X sehari.
b. Astemizol
Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin benzimidazol,
struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak dalam darah
akandicapai setelah 1 jam pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja panjang. Waktu
paruh 18-20 hari. Di metabolisme di dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak aktif
dan di distriibusi luas keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi sangat
lambat, terdapat dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14 hari. Ginjal bukan
alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6% obat ini dalam urine.
Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.
c. Mequitazin
Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1. Absorbsinya cepat
pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 6 jam pemberian.
Waktu paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of action lama. Dosis 5 mg 2 X
sehari atau 10 mg 1 X sehari (malam hari).

d. Loratadin
Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom C1
meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar puncak
dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat cepat dan
lama kerja adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-loratadin 18-24 jam. Pada
pemberian 40 mg satu kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan kadar puncak
dan waktu yang diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke berbagai jaringan tubuh.
Matabolitnya
yaitu
descarboetboxy-loratadin
(DCL)
bersifat
aktif
secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin dibiotransformasi dengan
cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di dalam urine dan 40% melalui empedu. Pada
waktu ada gangguan fiungsi hati waktu paruh memanjang. Dosis yang dianjurkan
adalah 10 mg 1 X sehari.
2. Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan
sasaran kerjanya terhadap reseptor histamin.
1. Antagonis Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah:
difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin
merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.
2. Antagonis Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan
sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2)
dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula
dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus.
Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan
lafutidina.
3. Antagonis Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan
kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan
schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
4. Antagonis Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan
analgesik. Contohnya adalah tioperamida.
Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat
antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya
ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah
penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah
degranulasinya.

C. Mekanisme kerja
Antihistamin bekerja dengan cara menutup reseptor syaraf yang menimbulkan
rasa gatal, iritasi saluran pernafasan, bersin, dan produksi lendir (alias ingus).
Antihistamin ini ada 3 jenis, yaitu Diphenhydramine, Brompheniramine, dan
Chlorpheniramine. Yang paling sering ditemukan di obat bebas di Indonesia adalah
golongan klorfeniramin (biasanya dalam bentuk klorfeniramin maleat). Antihistamin
menghambat efek histamin pada reseptor H1. Tidak menghambat pelepasan histamin,
produksi antibodi, atau reaksi antigen antibodi. Kebanyakan antihistamin memiliki
sifat antikolinergik dan dapat menyebabkan kostipasi, mata kering, dan penglihatan
kabur. Selain itu, banyak antihistamin yang banyak sedasi. Beberapa fenotiazin
mempunyai sifat antihistamin yang kuat (hidroksizin dan prometazin).
1. Antihistamin H1
Meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1. Selain memiliki
kefek antihistamin, hampir semua AH1 memiliki efek spasmolitik dan anastetik lokal
2. Antihistamin H2
Bekerja tidak pada reseptor histamin, tapi menghambat dekarboksilase histidin
sehinnga memperkecil pembentukan histamin jika pemberian senyawa ini dilakukan
sebelum pelepasan histamin. Tapi jika sudah terjadi pelepasa histamin, indikasinya
sama denfan AH 1.
D. Efek samping
Promethazine, antihistamin jenis fenotiazin yang digunakan secara luas karena
sifat antimuntah dan penenang yang dimilikinya, telah dilaporkan menyebabkan
agitasi, halusinasi, kejang, reaksi distonik, sudden infant death syndrome, dan henti
napas. Efek samping ini umumnya lebih berat dan signifikan pada bayi, sehingga
pabrik pembuatnya memperingatkan agar tidak diberikan pada anak di bawah usia 2
tahun. Namun, efektivitas promethazine sebagai sedatif (penenang) dapat
disalahgunakan oleh orang tua untuk menangani anak yang berteriak-teriak.
Antihistamin generasi kedua mempunyai efek samping antikolinergik lebih sedikit dan
dianggap tidak menimbulkan efek sedatif pada anak dalam dosis terapi.
Efek sedasi, dari hasil penelitian oleh perocek, dibandingkan difenhidramin 2x50 mg
dengan loratadine dosis tunggal 20 mg. Hasilnya memperlihatkan efek sedasi
difenhidramin lebih besar dibanding loratadine. Jadi loratadine tidak mempengaruhi
kemampuan mengendarai, tingkat kewaspadaan siang hari dan produktifitas kerja.
Juga loratadin menghilangkan gejala rhinitis alergi musiman secara efektif dan
absorbsi oralnya sangat cepat serta memiliki masa kerja yang panjang, sehingga cukup
diberikan sekali dalam sehari.

Gangguan psikomotor yaitu gangguan dalam pekerjaan yang melibatkan fungsi


psikomotor, merupakan masalah yang menjadi perhatian dalam terapi yang
menggunakan antihistamin. Efek samping terlihat saat pasien melakukan kegiatan
dengan resiko fisik seperti mengendarai mobil, berenang, gulat, atau melakukan
pekerjaan tangan. Gangguan fungsi psikomotor adalah efek yang berbeda dari
terjadinya sedasi (rasa mengantuk). Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa
loratadin tidak mengganggu kemampuan mengendarai dan tidak memperkuat efek
alkohol.
Gangguan kognitif adalah gangguan terhadap kemampuan belajar, konsentrasi
atau ketrampilan di tempat bekerja. Dari hasil penelitian memperlihatkan antihistamin
generasi pertama terutama difenhidramin menyebabkan gangguan kemampuan
belajar, konsentrasi, atau ketrampilan di tempat kerja. Sedangkan loratadin
meniadakan efek negative dari rhinitis alergi terhadap kemampuan belajar. Dengan
menggunakan loratadin tampaknya memperbaiki kemampuan belajar anak, penderita
rhinitis alergi.

Efek kardiotoksisitas, antihistamin selama ini dianggap sebagai obat yang aman,
tetapi sejak akhir tahun 80-an mulai muncul beberapa jenis antihistamin yang
digunakan dengan dosis yang berlebihan. Sehingga dapat menyebabkan pasien yang
menggunakan mengalami gangguan pada jantung (kardiotoksisitas). Namun dari hasil
penelitian, loratadin merupakan antihistamin yang tidak berhubungan dari serangan
kardiovaskuler
yang
membahayakan
jiwa
itu.
Untuk pasien yang aktif bekerja harus berhati-hati dalam menggunakan antihistamin,
karena beberapa antihistamin memiliki efek samping sedasi (mengantuk), gangguan
psikomotor,dan gangguan kognitif. Akibatnya bila digunakan oleh orang yang
melakukan pekerjaan dengan tingkat kewaspadaan tinggi sangat berbahaya.Untuk itu
pasien yang aktif bekerja sebaiknya gunakan antihistamin yang aman dan efektif
seperti loratadin, sudah terbukti tidak menimbulkan sedasi, tidak mengakibatkan
terganggunya fungsi psikomotor dan fungsi kognitif. Juga terbukti aman tidak
menyebabkan kardiotoksisitas dan efektif karena cukup diminum 1x sehari, karena
memiliki masa kerja yang panjang serta diabsorbsi secara cepat.
Antihistamin Generasi Pertama:
1. Alergi fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
2. Kardiovaskular hipotensi postural, palpitasi, refleks takikardia,
trombosis vena pada sisi injeksi (IV prometazin)
3. Sistem Saraf Pusat drowsiness, sedasi, pusing, gangguan koordinasi, fatigue,
bingung, reaksi extrapiramidal bisa saja terjadi pada dosis tinggi
4. Gastrointestinal epigastric distress, anoreksi, rasa pahit (nasal spray)
5. Genitourinari urinary frequency, dysuria, urinary retention

6. Respiratori dada sesak, wheezing, mulut kering, epitaksis dan nasal burning
(nasal spray)

Antihistamin Generasi Kedua Dan Ketiga:


1. Alergi fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
2. SSP* mengantuk/ drowsiness, sakit kepala, fatigue, sedasi
3. Respiratori** mulut kering
4. Gastrointestinal** nausea, vomiting, abdominal distress
fexofenadine)

(cetirizine,

*Efek samping SSP sebanding dengan placebo pada uji klinis, kecuali cetirizine yang
tampak lebih sedatif ketimbang placebo dan mungkin sama dengan generasi pertama.
**Efek samping pada respiratori dan gastrointestinal lebih jarang dibanding generasi
pertama.

E. Kontraindikasi
Hipersensitivitas dan glaucoma sudut sempit. Jangan digunakan pada bayi baru
lahir dan premature. Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap
antihistamin khusus atau terkait secara struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu
menyusui, narrow-angle glaucoma, stenosing peptic ulcer, hipertropi prostat
simptomatik, bladder neck obstruction, penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran
napas atas (termasuk asma), pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor
(MAOI), dan pasien tua. Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif
terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

ANTI HISTAMIN
Histamin

Di dalam semua organ dan jaringan tubuh terdapat histamin, suatu persenyawaan amino,
yang merupakan hasil biasa dari pertukaran zat. Histamin ini dibentuk di dalam usus oleh
bakteri-bakteri atau didalam jaringan-jaringan oleh enzim histidin-dekrboksilase, bertolak
dari histidin (suatu asam amino) dengan

mengeluarkan karbondioksidanya (proses

dekarboksilasi) menjadi histamin.


Juga sinar matahari, khususnya sinar ultra violet, dapat mengakibatkan terbentuknya
histamin. Hal ini merupakan sebab dari kepekaan seseorang terhadap cahaya matahari.
Histamin memiliki khasiat farmakologi yang hebat, antara lain dapat menyebabkan
vasodilatasi yang kuat dari kapiler-kapiler, serentak dengan konstriksi (penciutan) dari venavena dan arteri-arteri, sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah perifer. Sehubungan
dengan sirkulasi darah yang tidak sempurna ini, maka diuresis dihalangi. Juga permeabilitas
dari kapiler-kapiler menjadi lebih tinggi, artinya lebih mudah ditembusi, sehingga cairan dan
protein-protein plasma dapat mengalir ke cairan diluar sel dan menyebabkan udema.
Disamping ini organ-organ yang memiliki otot-otot licin, sebagai kandungan dan saluran
lambung usus, mengalami konstriksi, sehingga menimbulkan rasa nyeri, muntah-muntah,
diare. Begitu pula di paru-paru terjadi konstriksi dari ranting-ranting tenggorok (bronchioli)
dengan akibat nafas menjadi sesak (dyspnoe) atau timbulnya serangan asma (bronchiale).
Histamin juga mempertinggi sekresi kelenjar-kelenjar, misalnya ludah, asam dan getah
lambung, air mata dan juga adrenalin. Dalam keadaan normal jumlah histamin dalam darah
adalah sedikit sekali, sehingga tidak menimbulkan efek-efek tersebut diatas. Histamin yang
berlebihan diuraikan oleh enzim histaminase (=diamino-oksidase) yang terdapat pada ginjal,
paru-paru, selapit lendir usus, dan jaringan-jaringan lainnya.

Alergi
Bilamana suatu protein tertentu dimasukkan ke dalam aliran darah kita, maka zat asing ini
mengakibatkan terbentuknya protein-protein spesifik, yang disebut antibodies. Apabila
kemudian protein yang sama itu, yang disebut antigen, masuk lagi ke dalam tubuh kita
maka terjadilah reaksi antara antibody dan antigen. Sebagai akibat dari reaksi ini, histamin
yang berada diantara sel-sel dalam keadaan inaktif dibebaskan, mungkin dibawah pengaruh
serotonin, suatu hormon saraf yang banyak terdapat didalam sel-sel. Dengan demikian
kadar histamin

dalam darah naik secara mendadak, sehingga mengakibatkan efek-efek

farmakologi seperti diuraikan diatas.


Keadaan ini dinamakan alergi dan gejala-gejalanya berkisar dari gatal-gatal (urticaria,
eczema) yang bersifat ringan hingga demam, muntah-muntah, diarrea dan reaksi-reaksi

anafilaksi yang hebat dan mematikan (ana = tanpa, phylaxis = perlindungan; dalam arti
kata, bahwa pemberian protein yang pertama meninggalkan badan tanpa perlindungan
terhadap pemberian protein selanjutnya).
Dalam pada ini termasuk juga gejala hebat yang disebut shock, dan disebabkan antara lain
oleh cedera-cedera besar dan luka-luka terbakar hebat. Shock ini diakibatkan oleh
pengaruhnya histamin yang dilepaskan oleh jaringan-jaringan mati.
Pada umumnya zat-zat yang berkhasiat sebagai antigen dan dengan demikian menimbulkan
sensibilisasi (sensitasi) adalah protein-protein, tetapi juga polisakarida dan lemak-lemak yang
bermolekuler tinggi dapat menyebabkan alergi. Begitu pula obat-obat kimiawi dengan berat
molekul rendah, kadang-kadang mempunyai kerja antigenik, misalnya alkohol, penisilin dan
sulfonamida-sulfonamida. Obat-obat ini diperkirakan berlaku sebagai hapten, yaitu bagian
dari antigen yang menentukan spesifitas imunologinya, yang setelah bersenyawa dengan
suatu protein darah dapat mendorong terbentuknya antibodies itu.
Tiap-tiap protein dapat menimbulkan sensibilisasi, misalnya protein-protein yang dimakan
(udang, ikan dan sebagainya) atau yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas (debu).
Setelah sensibilisasi ini terjadi, maka hanya jumlah yang sangat kecil saja dari antigen
spesifik yang sama, misalnya bekas-bekas protein dalam bentuk rambut hewan yang selalu
ada dalam debu, dapat menimbulkan reaksi-reaksi alergi dan anafilaksi. Kini diterima oleh
umum, bahwa kecenderungan akan sensibilasi adalah sifat yang turun-temurun.

Obat-obat anti-alergi
Dalam mencari obat-obat yang dapat memusnahkan atau melawan efek-efek histamin pada
alergi, maka pertama-tama telah digunakan enzim histaminase yang terdapat dijaringan paruparu, selaput lendir usus, hati dan terutama didalam plasenta. Kadar histaminase ini dalam
tubuh menurun pada keadaan-keadaan alergi. Hasil pengobatan dengan enzim ini
mengecewakan, karena dengan sendirinya mudah terurai.
Kemudian digunakan obat-obat simpatomimetik yang dalam khasiatnya merupakan antagonis
dari histamin yang dapat dianggap sebagai suatu zat parasimpatolitik seperti asetilkolin.
Ternyata bahwa obat-obat ini, yaitu efedrin,

fenilpropanolamin dan terutama adrenalin

manjur sekali untuk menghilangkan gejala dari reaksi-reaksi alergi dan anafilaksi.
Akhirnya baru ditemukan zat-zat antihistaminik yang sangat berguna untuk memperlunak
gejala gejala alergi.

Sifat-sifat dan mekanisme kerja antihistaminika

Antihistaminika adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghindarkan efek atas tubuh
dari histamin yang berlebihan, sebagaimana terdapat pada gangguan-gangguan alergi.
Bila dilihat dari rumus molekulnya, bahwa inti molekulnya adalah etilamin, yang juga
terdapat dalam molekul histamin. Gugusan etilamin ini seringkali berbentuk suatu rangkaian
lurus, tetapi dapat pula merupakan bagian dari suatu struktur siklik, misalnya antazolin.
Antihistaminika tidak mempunyai kegiatan-kegiatan yang tepat berlawanan dengan histamin
seperti halnya dengan adrenalin dan turunan-turunannya, tetapi melakukan kegiatannya
melalui persaingan substrat atau competitive

inhibition. Obat-obat inipun tidak

menghalang-halangi pembentukan histamin pada reaksi antigen-antibody, melainkan


masuknya histamin kedalam unsur-unsur penerima didalam sel (reseptor-reseptor) dirintangi
dengan menduduki sendiri tempatnya itu. Dengan kata lain karena antihistaminik mengikat
diri dengan reseptor-reseptor yang sebelumnya harus menerima histamin, maka zat ini
dicegah untuk melaksanakan kegiatannya yang spesifik terhadap jaringan-jaringan. Dapat
dianggap etilamin lah dari antihistaminika yang bersaing dengan histamin untuk sel-sel
reseptor tersebut.

Penggunaan
Pada pengobatan dari berbagai gangguan alergi dan anafilaksi, antihistaminika dapat
menghilangkan sebagian besar dari gejala-gejala tanpa melenyapkan sebab-sebab utamanya.
Meskipun kerjanya tidak begitu lengkap dan cepat seperti adrenalin atau aminofilin, namun
obat-obat antihistaminik kini banyak digunakan untuk mengobati keadaan-keadaan alergi.
Misalnya pada keadaan gatal-gatal (kaligata), urticaria karena makanan (udang) atau obatobat tertentu (asetosal, penisilin), dan penyakit serum (serum sickness) setelah suntikan
dengan suatu serum asing. Juga untuk mencegah atau mengurangi reaksi-reaksi alergi,
seringkali diberikan antihistaminika satu jam sebelum dilakukan penyuntikan dengan suatu
antigen spesifik (misalnya serum, penisilin). Untuk mengobati penyakit asma (bronchiale),
antihistaminika tidak begitu berkhasiat, karena hanya dapat meringankan saja gejalagejalanya.
Penggunaan lainnya adalah sebagai obat anti emetik yang dapat melawan rasa mual dan
muntah-muntah pada mabuk perjalanan (motion sickness) dan selama hamil (morningsickness, hyperemesis gravidarum).
Untuk maksud ini biasanya digunakan garam klorotheofilinatnya, misalnya difenhidramin
dan

promethazin

klorotheofilinat,

persenyawaan induknya.

yang

lebih

berkhasiat

daripada

persenyawaan-

Disamping peranannya dalam persaingan substrat dengan histamin, antihistaminika juga


memiliki khasiat antikolinergik lemah dan kegiatan vasokonstriksi. Berdasarkan hal ini
antihistaminika seringkali digunakan untuk meringankan gejala common cold misalnya
selesma, dengan atau tanpa dikombinasi dengan analgetika. Begitupula banyak sirop batuk
mengandung obat-obat ini, guna mengurangi rasa gatal di tenggorokan.
Antihistaminika juga berkhasiat terhadap vertigo (pusing-pusing) dengan jalan menekan
kegiatan reseptor-reseptor saraf vestibuler di bagian dalam telinga dan merintangi kegiatan
kolinergik sentral. Dalam hal ini antihistaminika yang sering digunakan adalah sinarizin,
siklizin, dimenhidrinat, meklozin dan promethazin.
Antihistaminika dapat diberikan secara oral atau parenteral dengan resorpsi yang baik. Pada
pemberian oral, efek mulai tampak setelah 15 30 menit, sedangkan pada umumnya lama
kerjanya hanya lebih kurang 4 jam, terkecuali promethazin, meklizin dan buklizin, yang
memiliki kerja panjang (lebih kurang 16 jam).
Khasiat dan terutama dosisnya, juga toleransi untuk obat-obat ini adalah sangat individual;
suatu antihistaminika yang manjur untuk mengobati A dengan dosis kecil, mungkin sama
sekali tidak ada efeknya untuk mengobati penyakit yang sama pada B.

Dosis
Pada umumnya antihistaminika diberikan oral 3 4 kali sehari 1 satuan dosis (tablet, kapsul).
Hanya pada obat-obat yang memiliki kerja panjang (promethazin) cukup dengan 1 2 dosis
sehari. Untuk feniramin dosisnya adalah lebih kecil, yaitu 3 4 kali sehari 2 4 mg.
Efek sampingan
Karena antihistaminika juga memiliki khasiat menekan pada susunan saraf pusat, maka efek
sampingannya yang terpenting adalah sifat menenangkan dan menidurkannya. Sifat sedatif
ini adalah paling kuat pada difenhidramin dan promethazin, dan sangat ringan pada pirilamin
dan klorfeniramin. Kadang-kadang terdapat stimulasi dari pusat, misalnya pada fenindamin.
Guna melawan sifat-sifat ini yang seringkali tidak diinginkan pemberian antihistaminika
dapat disertai suatu obat perangsang pusat, sebagai amfetamin. Kombinasi dengan obat-obat
pereda dan narkotika sebaiknya dihindarkan.
Efek sampingan lainnya adalah agak ringan dan merupakan efek daripada khasiat
parasimpatolitiknya yang lemah, yaitu perasaan kering di mulut dan tenggorokan, gangguangangguan pada saluran lambung usus, misalnya mual, sembelit dan diarrea. Pemberian
antihistaminika pada waktu makan dapat mengurangi efek sampingan ini.

Perintang-perintang reseptor-reseptor H2
Antihistaminika yang dibicarakan diatas ternyata tidak dapat melawan seluruh efek histamin,
misalnya penciutan otot-otot licin dari bronchia dan usus serta dilatasi pembuluh-pembuluh
perifer dirintangi olehnya, dimana efeknya berlangsung melalui jenis reseptor tertentu yang
terdapat dipermukaan sel-sel efektor dari organ-organ bersangkutan yang disebut reseptorresep[tor H1. Sedangkan efek terhadap stimulasi dari produksi asam lambung berlangsung
melalui reseptor-reseptor lain, yaitu reseptor-reseptor H2 yang terdapat dalam mukosa
lambung.
Penelitian-penelitian akan zat-zat yang dapat melawan efek histamin H2 tersebut telah
menghasilkan penemuan suatu kelompok zat-zat baru yaitu antihistaminika reseptor-reseptor
H2 atau disingkat H2- blockers seperti burimamida, metiamida dan simetidin. Zat-zat ini
merupakan antagonis-antagonis persaingan dari histamin, yang memiliki afinitas besar
terhadap reseptor-reseptor H2 tanpa sendirinya memiliki khasiat histamin. Dengan
menduduki reseptor-reseptor tersebut, maka efek histamin dirintangi dan sekresi asam
lambung dikurangi.
Dari ketiga obat baru tersebut hanya imetidin digunakan dalam praktek pada pengobatan
borok-borok lambung dan usus. Obat-obat lambung burimamida kurang kuat khasiatnya dan
resorpsinya dari usus buruk sedangkan metiamida diserap baik, tetapi toksis bagi darah
(agranulocytosis).

Penggolongan
Antihistaminika dapat digolongkan menurut struktur kimianya sebagai berikut :
A.
dan

Persenyawaan-persenyawaan aminoalkileter (dalam rumus umum X = O) difenhidramin


turunan-turunannya;

klorfenoksamin

(Systral),

karbinoksamin

(Rhinopront),

feniltoloksamin dalam Codipront. Persenyawaan-persenyawaan ini memiliki daya kerja


seperti atropin dan bekerja depresif terhadap susunan saraf pusat. Efek sampingannya: mulut
kering, gangguan penglihatan dan perasaan mengantuk.
B.

Persenyawaan-persenyawaan alkilendiamin (X = N) tripelenamin, antazolin, klemizol

dan mepiramin. Kegiatan depresif dari persenyawaan ini terhadap susunan saraf pusat hanya
lemah. Efek sampingannya: gangguan lambung usus dan perasaan lesu.
C.

Persenyawaan-persenyawaan alkilamin (X = C) feniramin dan turunan-turunannya,

tripolidin.

Didalam kelompok antihistaminika ini terdapat zat-zat yang memiliki kegiatan

merangsang maupun depresif terhadap susunan saraf pusat.

D. Persenyawaan-persenyawaan piperazin: siklizin dan turunan-turunannya, sinarizin


Pada percobaan binatang beberapa persenyawaan dari kelompok ini ternyata memiliki
kegiatan teratogen, yang berkaitan dengan struktur siklis etilaminnya. Walaupun sifat
teratogen ini tidak dapat dibuktikan pada manusia, namun sebaiknya obat-obat demikian
tidak diberikan pada wanita hamil.

1.

Difenhidramin : Benadryl (Parke Davis)

Disamping khasiat antihistaminiknya yang kuat, difenhidramin juga bersifat spasmolitik


sehingga dapat digunakan pada pengobatan penyakit parkinson, dalam kombinasi dengan
obat-obat lain yang khusus digunakan untuk penyakit ini.
Dosis : oral 4 kali sehari 25 50 mg, i.v. 10-50 mg

Dimenhidrinat: difenhidramin-8-klorotheofilinat, Dramamin (Searle), Antimo (Phapros).

Pertama kali digunakan pada mabuk laut (motion sickness) dan muntah-muntah sewaktu
hamil.
Dosis : oral 4 kali sehari 50 100 mg, i.m. 50 mg.

Metildifenhidramin : Neo-Benodin (Brocades)

Adalah derivat, yang khasiatnya sama dengan persenyawaan induknya, tetapi sedikit lebih
kuat.
Dosis : oral 3 kali sehari 20 40 mg.

2. Tripelenamin : Pyribenzamin (Ciba-Geigy), Azaron (Organon)


Rumus bangun dari zat ini menyerupai mepiramin, tetapi tanpa gugusan metoksil (OCH3).
Khasiatnya sama dengan difenhidramin, hanya efek sampingannya lebih sedikit.
Dosis : oral 3 kali sehari 50 100 mg.

3. Antazolin : fenazolin, Antistine (Ciba-Geigy)


Khasiat antihistaminiknya tidak begitu kuat seperti yang lain, tetapi kebaikannya terletak
pada sifatnya yang tidak merangsang selaput lendir. Maka seringkali digunakan untuk
mengobati gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) Antistine-Pirivine, Ciba
Geigy
Dosis : oral 2 4 kali sehari 50 100 mg

4. Feniramin : profenpiridamin, Avil (hoechst)


Terutama digunakan sebagai garam p-aminosalisilatnya

Dosis : oral 3 kali sehari 25 mg

klorfenamin (klorfeniramin, Methyrit-SKF; CTM, KF; Pehaclor, Phapros) adalah derivat

klor, Substitusi dari satu atom klor pada molekul feniramin meningkatkan khasiatnya 20 kali
lebih kuat, tetapi derajat toksisitasnya praktis tidak berubah. Efek sampingan dari obat ini
Dosis : oral 4 kali sehari 2 8 mg,

hanya sedikit dan tidak memiliki sifat menidurkan.


parenteral 5 10 mg.

* deksklorfeniramin (Polaramin, Schering) adalah d- isomer dari klorfeniramin (terdiri dari


suatu

campuran

rasemis)

yang

terutama

bertanggung

jawab

untuk

kegiatan

antihistaminiknya. Toksisitasnya dari campuran d-isomer ini tidak melebihi daripada


campuran rasemiknya. Dosis : oral 3 kali sehari 2 mg.

5. Siklizin : Marezin (Burroughs Welcome)


Zat ini khusus digunakan sebagai obat mabuk perjalanan. Dosis : oral 3 kali sehari 50 mg.
* meklozin (meclizin,Suprinal)
Sifat antihistaminiknya kuat dan terutama digunakan untuk menghindarkan dan mengobati
perasaan mual karena mabuk jalan dan pusing-pusing (vertigo). Mulai bekerjanya lambat,
tetapi berlangsung lama (9 24 jam). Berhubung dengan peristiwa thalidomide, zat ini
dilarang penggunaannya di Indonesia. Kerja teratogennya hingga kini belum dibuktikan.

6. Sinarizin : Cinnipirine(ACF), Stugeron (Jansen)


Adalah suatu antihistaminika dengan daya kerja lama dan sedikit saja sifat menidurkannya.
Disamping ini juga memiliki sifat menghilangkan rasa pusing-pusing, maka sangat efektif
pada bermacam-macam jenis vertigo (dizzines, tujuh keliling); mekanisme kerjanya belum
diketahui.
Selain itu sinarizin memiliki khasiat kardiovaskuler, yakni melindungi jantung terhadap
rangsangan-rangsangan iritasi dan konstriksi. Perdarahan di pembuluh-pembuluh otak dan
perifer (betis, kaki, tangan) diperbaiki dengan jalan vasodilatasi, tetapi tanpa menyebabkan
tachycardia dan hipertensi secara reflektoris seperti halnya dengan vasodilator-vasodilator
lainnya.
Dosis : pada vertigo 1 3 kali sehari 25 50 mg, untuk memperbaiki sirkulasi: oral 3 kali
sehari 75 mg

* primatour (ACF) adalah kombinasi dari sinarizin 12,5 mg dan klorsiklizin HCl 25
mg. Preparat ini adalah kombinasi dari dua antihistaminika dengan kerja yang panjang dan
Singkat. Obat ini khusus digunakan terhadap mabuk jalan dan mulai kerjanya cepat, yaitu
sampai jam dan berlangsung cukup lama. Dosis : dewasa 1 tablet.

7.

Oksomemazin : Doxergan, Toplexil (Specia)

Adalah suatu persenyawaan fenothiazin dengan khasiat antihistaminikum yang sangat kuat,
tetapi toksisitasnya rendah. Penggunaan dan efek sampingannya sama seperti antihistaminika
lain dari golongan fenothiazin.
Dosis : 10 40 mg seharinya

8.

Promethazin : Phenergan (Rhodia)

Persenyawaan fenothiazin ini adalah antihistaminikum yang kuat dan memiliki kegiatan yang
lama (16 jam). Memiliki kegiatan potensiasi untuk zat-zat penghalang rasa nyeri (analgetika)
dan zat-zat pereda (sedativa).
Berhubung sifat menidurkannya yang kuat maka sebaiknya diberikan pada malam hari.
Dosis : oral 3 kali sehari 25 50 mg; parenteral 25 mg lazimnya sampai 1 mg per Kg berat
badan

* promethazin-8-klorotheofilinat (Avomin)
adalah turunan dari promethazin yang memiliki khasiat dan penggunaan yang sama dengan
dimenhidrinat, tetapi tanpa efek menidurkan.

9.

Thiazinamium : Multergan (Specia)

Disamping khasiatnya sebagai antihistaminikum juga memiliki khasiat antikolinergik yang


kuat, sehingga banyak dugunakan pada asma bronchiale dengan sekresi yang berlebihan.

10.

Siproheptadin : Periactin (Specia)

Persenyawaan piperidin ini adalah suatu antihistaminikum dengan khasiat antikolinergik


lemah dan merupakan satu-satunya zat penambah nafsu makan tanpa khasiat hormonal.
Zat ini merupakan antagonis serotonin seperti zat dengan rumus pizotifen (Sandomigran),
sehingga dianjurkan sebagai obat interval pada migrain.
Efek sampingannya : perasaan mengantuk, pusing-pusing, mual dan mulut kering. Tidak
boleh diberikan pada penderita glaucoma, retensi urine dan pada wanita hamil.

11.

Mebhidrolin : Incidal (Bayer)

Mengandung 50 mg zat aktif, yakni suatu antihistaminikum yang praktis tidak memiliki sifatsifat menidurkan. Dosis : rata-rata 100 300 mg seharinya

Anda mungkin juga menyukai