Anda di halaman 1dari 42

No.

7 / 14 / DPNP Jakarta, 18 April 2005

SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA

Perihal : Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum


________________________________________________________________

Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia


Nomor 7/3/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4472), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank
Indonesia sebagai berikut:

I. UMUM

A. Salah satu penyebab kegagalan Bank adalah Penyediaan Dana yang


tidak didukung oleh kemampuan Bank mengelola konsentrasi portofolio
Penyediaan Dana. Konsentrasi tersebut selain ditimbulkan oleh eksposur
kredit, juga dapat ditimbulkan oleh eksposur yang berlebihan terhadap
faktor pasar tertentu atau eksposur yang timbul dari kegiatan pendanaan
dimana suatu Bank secara khusus bergantung pada segmen peminjam
atau sumber pendanaan tertentu.

B. Seiring …
B. Seiring dengan pesatnya inovasi dan perkembangan jenis produk
perbankan, Bank harus mengembangkan teknik pengukuran terhadap
beberapa bentuk risiko konsentrasi yang timbul dari Penyediaan Dana.
Hal ini khususnya terdapat pada bentuk Penyediaan Dana tidak langsung
ataupun Penyediaan Dana yang dikaitkan dengan tagihan yang diperkuat
dengan jaminan ataupun agunan dalam berbagai bentuk.

C. Dengan semakin kompleksnya hubungan antara perseorangan dengan


suatu perusahaan, dan atau suatu perusahaan dengan perusahaan lain
maka Bank harus dapat secara akurat mengidentifikasi dan menentukan
pihak lawan transaksi (counterparty) dalam kaitannya dengan
pengukuran eksposur risiko konsentrasi tersebut.

II. MANAJEMEN RISIKO

A. Dalam melakukan Penyediaan Dana, Bank wajib menerapkan prinsip


kehati-hatian serta mengelola risiko yang timbul sebagai akibat
Penyediaan Dana tersebut. Penerapan prinsip kehati-hatian dan
pengelolaan risiko ini antara lain dilakukan dengan menetapkan batas
(limit) Penyediaan Dana. Penetapan batas (limit) Penyediaan Dana
tersebut harus dilakukan berdasarkan analisis dampak Penyediaan Dana
terhadap struktur neraca dan profil risiko Bank, yaitu dengan
mempertimbangkan besaran, jenis, jangka waktu Penyediaan Dana
maupun dampak Penyediaan Dana terhadap kebijakan dan strategi
diversifikasi portofolio Bank secara menyeluruh. Selain penetapan limit
terhadap eksposur kepada pihak tertentu, maka untuk keperluan internal,
Bank dapat menetapkan limit berdasarkan area geografis (geographic
limits) dan sektor industri tertentu (certain industries).

B. Analisa …
B. Analisa dampak Penyediaan Dana terhadap struktur neraca dan profil
risiko tersebut dilakukan antara lain dengan cara mengukur risiko kredit
terhadap sekumpulan Penyediaan Dana (pools of provision of funds)
yang memiliki karakteristik yang serupa, dari sisi besaran, jenis, dan
atau jangka waktu. Risiko kredit tersebut diukur antara lain berdasarkan
data historis tingkat kegagalan (historical default rate) dan perpindahan
kualitas Penyediaan Dana (credit rating migration) selama periode
tertentu.

C. Analisa terhadap risiko konsentrasi tersebut selanjutnya dijabarkan


dalam suatu batas (limit) maksimum Penyediaan Dana yang dapat
diberikan untuk Peminjam. Batas (limit) maksimum Penyediaan Dana
tersebut pada umumnya ditentukan berdasarkan kerugian maksimum
dari Penyediaan Dana yang dapat ditolerir oleh permodalan Bank
(maximum loss rate as percentage of capital).

D. Selain melakukan analisa terhadap konsentrasi Penyediaan Dana kepada


Peminjam dan sekumpulan Penyediaan Dana sebagaimana dijelaskan
diatas, Bank juga harus melakukan analisa terhadap alokasi yang
ditetapkan untuk masing-masing komponen portofolio Penyediaan Dana.
Hal ini dimaksudkan agar Bank dapat memiliki komposisi portofolio
yang optimum dari struktur neraca Bank secara keseluruhan. Dalam
menentukan alokasi tersebut, Bank harus mempertimbangkan korelasi
risiko antara komponen portofolio Penyediaan Dana maupun tingkat
volatilitas dari masing-masing komponen portofolio.

III. PIHAK …
III. PIHAK TERKAIT DAN KELOMPOK PEMINJAM

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, dengan berkembangnya


struktur kelompok usaha, konsepsi dasar dalam menentukan pihak lawan
transaksi (counterparty) untuk pengukuran eksposur risiko konsentrasi juga
mengalami perubahan yang cukup signifikan. Oleh karena itu sebagaimana
diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 12 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, dilakukan penyempurnaan
terhadap konsepsi dasar penentuan Pihak Terkait dan kelompok Peminjam
dengan menggunakan unsur “pengendalian” baik secara langsung maupun
tidak langsung sebagai faktor penentu. Unsur pengendalian dapat dianalisa
berdasarkan hubungan kepemilikan, kepengurusan dan atau keuangan.
Adapun cara-cara perseorangan atau perusahaan/badan melakukan
pengendalian dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Pengendalian tersebut antara lain melalui kepemilikan saham secara
langsung, hak opsi, maupun acting in concert. Walaupun tidak memiliki
saham, pengendalian juga dapat dilakukan melalui kemampuan dalam
penentuan kepengurusan maupun kemampuan dalam menentukan kebijakan
operasional atau kebijakan keuangan Bank.

A. Kepemilikan Saham.

Hubungan pengendalian antara lain dapat timbul sebagai akibat


kepemilikan saham suatu pihak, baik itu berbentuk perseorangan atau
perusahaan/badan terhadap suatu perusahaan/badan. Kepemilikan ini
dijabarkan dalam bentuk kepemilikan saham yang memiliki hak suara
pada suatu perusahaan/badan. Dalam menentukan kepemilikan saham,
termasuk didalamnya kepemilikan saham secara bersama-sama atau

melalui …
melalui pihak lain, seperti saham dari Pihak Terkait/anggota kelompok
lainnya ataupun saham dari keluarganya.

1. Pihak Terkait dengan Bank

a. Pengendali Bank Berdasarkan Kepemilikan Saham

Suatu pihak dianggap mempunyai hubungan pengendalian


dengan Bank apabila pihak tersebut memiliki 10% (sepuluh
perseratus) atau lebih saham Bank.
Apabila pihak yang menjadi pengendali Bank dikendalikan
oleh pihak lain, baik berbentuk perseorangan atau
perusahaan/badan, maka pengendali dari pengendali
ditetapkan pula sebagai pengendali Bank. Dalam menentukan
pengendali dari pengendali tersebut tidak ada batas jenjang
tertentu, sehingga penentuan pengendali dari pengendali
hendaknya ditelusuri sampai dengan pengendali akhir.
Apabila pengendali Bank adalah perorangan, maka pihak yang
mempunyai hubungan keluarga baik vertikal maupun
horisontal dari perseorangan tersebut juga merupakan
pengendali Bank. Adapun pihak-pihak yang mempunyai
hubungan keluarga dimaksud termasuk suami atau istri dari
saudara kandung/tiri/angkat perseorangan yang bersangkutan.
Pengendalian terhadap Bank sebagaimana dijelaskan diatas
dapat dicontohkan dengan struktur kepemilikan sebagaimana
digambarkan dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2.
b. Perusahaan/Badan Dimana Bank Bertindak Sebagai
Pengendali

Sesuai …
Sesuai Pasal 8 ayat (1) huruf b PBI Nomor 7/3/PBI/2005
tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum,
antara lain diatur bahwa suatu perusahaan/badan dianggap
dibawah pengendalian Bank apabila Bank memiliki 10%
(sepuluh perseratus) atau lebih saham perusahaan/badan
tersebut.
Sebagaimana dalam menentukan pengendali dari pengendali
Bank, tidak ada batas jenjang tertentu untuk menentukan
perusahaan/badan yang berada dibawah pengendalian Bank.
Penelusuran perusahaan/badan yang berada dibawah
pengendalian Bank dilakukan sampai dengan
perusahaan/badan terakhir (ultimate subsidiary). Hal ini antara
lain dicontohkan dalam Lampiran 3.
c. Pengendali Lain Dari Perusahaan/Badan Yang Dibawah
Pengendalian Bank

Sesuai Pasal 8 ayat (1) huruf c PBI Nomor 7/3/PBI/2005


tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum,
antara lain diatur bahwa pengendali lain dari
perusahaan/badan yang dibawah pengendalian Bank dengan
kepemilikian 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham,
dianggap sebagai Pihak Terkait. Hal ini antara lain
dicontohkan pada Lampiran 4.
d. Perusahaan/Badan Dibawah Pengendalian Pihak-Pihak Dalam
Huruf a dan Huruf c

Sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) huruf d PBI Nomor


7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit

Bank …
Bank Umum, perusahaan/badan lain yang dikendalikan
oleh pengendali Bank serta perusahaan/badan yang
dikendalikan oleh pengendali lain dari anak perusahaan Bank
juga ditetapkan sebagai Pihak Terkait. Dalam menentukan
parameter pengendalian dari sisi kepemilikan saham,
persentase yang digunakan adalah sebesar:
1) 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dan porsi kepemilikan
tersebut merupakan porsi terbesar; atau
2) 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih kepemilikan
atas saham perusahaan/badan tersebut.
Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 5.
e. Kontrak Investasi Kolektif (KIK)

Kontrak investasi kolektif secara umum didefinisikan sebagai


suatu kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian
yang mengikat pemegang efek dimana manajer investasi
diberi wewenang untuk mengelola portfolio investasi kolektif
dan bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan
penitipan kolektif. Dalam konteks BMPK, manajer investasi
KIK ditetapkan sebagai subjek untuk menentukan hubungan
pengendalian. Apabila Bank dan atau Pihak Terkait dengan
Bank memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham
pada suatu manajer investasi KIK maka penanaman dana pada
KIK yang dikelola manajer investasi tersebut dan atau
Penyediaan Dana kepada manajer investasi tersebut ditetapkan
sebagai Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait. Hal ini antara
lain dicontohkan dalam Lampiran 6.

2. Kelompok …
2. Kelompok Peminjam Bukan Pihak Terkait.

Dari sisi kepemilikan saham, untuk menentukan hubungan


pengendalian antara 1 (satu) Peminjam dengan Peminjam lain
adalah sebagai berikut:
a. Peminjam, baik secara langsung maupun tidak langsung,
memiliki saham sebesar 10% (sepuluh perseratus) atau lebih
saham Peminjam lain dan porsi kepemilikan tersebut adalah
porsi terbesar; atau

b. Peminjam, baik secara langsung maupun tidak langsung,


memiliki saham sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau
lebih saham Peminjam lain.

Apabila 1 (satu) Peminjam memiliki saham Peminjam lain dengan


persentase sebagaimana dijelaskan pada huruf a atau huruf b, maka
kedua Peminjam tersebut digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok
Peminjam. Penggolongan kelompok Peminjam berlaku pula apabila
1 (satu) pihak yang sama menjadi pengendali beberapa Peminjam,
yaitu apabila pihak tersebut memiliki saham di beberapa Peminjam
dengan persentase sebagaimana dijelaskan pada huruf a dan atau
huruf b. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 7.

B. Kepengurusan

Hubungan pengendalian dapat timbul sebagai akibat hubungan


kepengurusan.

1. Pihak …
1. Pihak Terkait.

a. Sesuai Pasal 8 ayat (1) huruf e dan Pasal 8 ayat (1) huruf f
angka 2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum, Komisaris, Direksi dan atau
Pejabat Eksekutif Bank beserta keluarganya ditetapkan sebagai
Pihak Terkait. Adapun yang dimaksud dengan keluarga disini
termasuk suami/istri dari saudara kandung/tiri/angkatnya. Hal
ini antara lain dapat dicontohkan dalam Lampiran 8 dalam
bentuk garis putus-putus yang melingkari Bank.
b. Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif dari pihak-pihak
yang telah ditetapkan sebagai Pihak Terkait termasuk juga
sebagai Pihak Terkait dengan Bank sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) huruf g PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang
Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Hal ini antara
lain dicontohkan dalam Lampiran 8 dalam bentuk garis putus-
putus yang melingkari pengendali Bank dan pihak-pihak yang
dikendalikan oleh Bank.
c. Pasal 8 ayat (1) huruf i PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum lebih lanjut
menyatakan bahwa perusahaan/badan dimana Komisaris,
Direksi dan atau Pejabat Eksekutif yang telah ditetapkan
sebagai Pihak Terkait memiliki pengendalian, maka
perusahaan/badan tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait.
Hal ini dapat dicontohkan dalam Lampiran 8.

d. Pasal …
d. Pasal 8 ayat (1) huruf h PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum menyatakan pula
bahwa apabila Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif
yang telah ditetapkan sebagai Pihak Terkait merangkap jabatan
pada suatu perusahaan/badan lain, maka perusahaan/badan
tersebut ditetapkan pula sebagai Pihak Terkait.
e. Selain dari pengaturan yang terdapat dalam PBI Nomor
7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank
Umum, hubungan kepengurusan diatur pula dalam Pasal 11
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Dalam undang-undang tersebut antara lain diatur pula bahwa
perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan
dari keluarga Dewan Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat
Eksekutif Bank termasuk dalam pengertian Pihak Terkait. Oleh
karena itu, perusahaan-perusahaan dimana keluarga dari Dewan
Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif Bank bertindak
sebagai Dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif
ditetapkan sebagai Pihak Terkait dengan Bank. Selain itu,
keluarga dari pengendali perseorangan Bank merupakan Pihak
Terkait dengan Bank. Dengan demikian, perusahaan-
perusahaan dimana keluarga dari pengendali tersebut bertindak
sebagai Dewan Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif
juga merupakan Pihak Terkait dengan Bank.
Hal-hal tersebut diatas antara lain dicontohkan dalam
Lampiran 8.

2. Kelompok …
2. Kelompok Peminjam Bukan Pihak terkait

Unsur dasar penentu hubungan pengendalian melalui kepengurusan


antara beberapa Peminjam bukan Pihak Terkait, secara umum sama
dengan Pihak Terkait.
Dalam hal Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam
juga mendapatkan Penyediaan Dana dari Bank, maka eksposur
Penyediaan Dana baik kepada Peminjam serta kepada Direksi,
Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam tersebut
diperhitungkan sebagai satu kesatuan dan Peminjam beserta Direksi,
Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam ditetapkan sebagai
1 (satu) kelompok Peminjam.
Sebagaimana halnya dengan perlakuan untuk Pihak Terkait apabila
terdapat beberapa perusahaan yang Komisaris, Direksi, dan atau
Pejabat Eksekutifnya merupakan pihak yang sama, maka
perusahaan-perusahaan tersebut ditetapkan sebagai 1 (satu)
kelompok Peminjam.

C. Keuangan.

Hubungan pengendalian dapat pula diakibatkan melalui hubungan


keuangan. Hubungan keuangan itu sendiri ditetapkan berdasarkan
beberapa unsur sebagai berikut:

1. Ketergantungan keuangan (financial interdependence)

Salah satu faktor yang digunakan untuk menentukan adanya


ketergantungan keuangan antara 2 (dua) pihak adalah dengan
melihat nilai transaksi antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal
terdapat transaksi yang materiil antara 1 (satu) pihak dengan pihak

lain …
lain yang mengakibatkan kesehatan keuangan pihak tersebut
dipengaruhi secara langsung oleh pihak lain lain, maka antara pihak-
pihak tersebut ditetapkan memiliki ketergantungan keuangan
(financial interdependence). Beberapa faktor yang dapat digunakan
dalam menganalisa hubungan transaksi antar pihak yang dapat
menyebabkan ketergantungan keuangan antara lain adalah
ketergantungan penjualan pada pihak tertentu dan atau
ketergantungan terhadap pinjaman maupun sumber dana dari pihak
tertentu. Analisa ketergantungan keuangan sebagaimana dijelaskan
diatas dititikberatkan hanya kepada hubungan transaksional antara
1 (satu) pihak secara langsung dengan pihak lain. Pihak-pihak
tersebut dapat digolongkan kedalam satu kelompok Peminjam
apabila cash flow dari satu pihak akan terganggu secara signifikan
akibat gangguan cash flow dari pihak lain, sehingga secara
signifikan mempengaruhi kemampuan masing-masing pihak dalam
membayar kewajibannya kepada Bank.

2. Pengalihan Risiko Melalui Penjaminan

Faktor lain yang digunakan untuk menentukan adanya


ketergantungan keuangan antara 2 (dua) pihak adalah adanya
pengalihan risiko kredit melalui penjaminan dimana pihak yang
menjamin akan mengambil alih sebagian atau keseluruhan risiko
keuangan dari pihak yang dijamin.
Bentuk penjaminan yang diberikan dalam menentukan hubungan
keuangan dapat terdiri dari berbagai bentuk seperti: personal
guarantee, corporate guarantee, dan atau aval.

Hubungan …
Hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas berlaku baik untuk
Pihak Terkait dengan Bank maupun bukan. Dalam penentuan Pihak
Terkait, apabila diantara pihak-pihak yang mempunyai hubungan
keuangan merupakan Pihak Terkait dengan Bank maka keseluruhan
pihak yang mempunyai hubungan keuangan tersebut ditetapkan sebagai
Pihak Terkait dengan Bank.
Hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas tidak berlaku untuk
fasilitas Penyediaan Dana yang diberikan Bank kepada debiturnya
dalam rangka kegiatan usaha Bank pada umumnya seperti pinjaman dan
atau penjaminan yang diberikan dalam berbagai bentuk seperti;
performance bond, bid bonds, atau akseptasi. Tidak termasuk pula
dalam pengertian hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas
adalah hubungan penjaminan karena kegiatan perasuransian oleh
perusahaan asuransi dan jaminan yang diberikan oleh pemerintah, baik
itu Pemerintah Republik Indonesia atau pemerintah negara lain.

IV. PERHITUNGAN BMPK

Bank dinyatakan melakukan pelanggaran BMPK, apabila terdapat selisih


lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase
Penyediaan Dana terhadap Modal Bank yang terjadi pada saat pemberian
Penyediaan Dana. Bank dinyatakan melakukan pelampauan BMPK apabila
terdapat selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan
persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank yang terjadi pada
tanggal laporan.

A. Batas …
A. Batas (limit) Penyediaan Dana

1. Pihak Terkait dengan Bank

Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas


Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, seluruh portofolio
Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dengan Bank ditetapkan
paling tinggi 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Bank. Hal ini
berarti setiap Penyediaan Dana kepada 1 (satu) Peminjam yang
ditetapkan sebagai Pihak Terkait dan total Penyediaan Dana kepada
pihak-pihak yang ditetapkan sebagai Pihak Terkait ditetapkan paling
tinggi 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Bank.

2. Peminjam Bukan Pihak Terkait Dengan Bank.

PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian


Kredit Bank Umum mengatur Penyediaan Dana untuk Peminjam
yang bukan merupakan Pihak Terkait dengan Bank sebagai berikut:
a. 1 (satu) Peminjam secara individu ditetapkan paling tinggi
20% (dua puluh perseratus) dari Modal Bank; dan
b. 1 (satu) kelompok Peminjam ditetapkan paling tinggi 25%
(dua puluh lima perseratus) dari Modal Bank.
Dalam hal pada satu kelompok Peminjam terdapat pelanggaran
terhadap BMPK kelompok Peminjam serta pelanggaran terhadap
salah satu Peminjam yang merupakan anggota kelompok Peminjam
tersebut, maka perhitungan pelanggaran hanya terhadap kelompok
Peminjam, namun action plan penyelesaian pelanggaran hendaknya
dilakukan untuk kedua pelanggaran BMPK tersebut. Contoh
perhitungan BMPK untuk kelompok Peminjam dapat digambarkan
dalam Lampiran 9.

B. Modal …
B. Modal

Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas


Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, yang dimaksud dengan
Modal Bank adalah:

1. untuk Bank yang berkantor pusat di Indonesia adalah modal inti dan
modal pelengkap;

2. untuk Unit Usaha Syariah dari Bank yang melakukan kegiatan usaha
konvensional adalah modal inti dan modal pelengkap yang dihitung
secara konsolidasi dari unit yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional dan unit usaha syariah Bank.

3. untuk kantor cabang bank asing adalah dana bersih kantor pusat dan
kantor-kantor cabang lainnya di luar negeri atau yang dikenal
dengan Net Head Office Funds.
Modal sebagaimana dimaksud diatas tidak termasuk modal pelengkap
tambahan dan tidak dikurangi penyertaan.
Penempatan yang dilakukan kantor cabang bank asing pada kantor-
kantor cabang dan kantor pusatnya di luar negeri merupakan komponen
pengurang Net Head Office Funds. Oleh karena itu sesuai Pasal 9 PBI
Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank
Umum, bagi kantor cabang bank asing, penempatan pada kantor-kantor
cabang dan kantor pusatnya diluar negeri tidak termasuk Penyediaan
Dana dalam perhitungan BMPK. Adapun Penyediaan Dana dari kantor
cabang bank asing kepada Pihak Terkait dengan kantor pusat dari
kantor cabang bank asing tersebut, termasuk Penyediaan Dana kepada
Pihak Terkait.

Untuk …
Untuk menentukan jumlah modal dalam perhitungan pelanggaran
BMPK, modal yang digunakan adalah posisi modal bulan terakhir
sebelum realisasi Penyediaan Dana.

C. Penyediaan Dana

1. Kredit
Sesuai PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum, Kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan
pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Termasuk
dalam pengertian Kredit adalah:
a. Cerukan (overdraft) yaitu saldo negatif pada rekening giro
nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;
b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang;
c. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.
Penyediaan Dana berupa Kredit ditetapkan sebagai eksposur
terhadap Peminjam atau debitur Kredit tersebut. Sementara itu untuk
menghitung BMPK, Penyediaan Dana berupa Kredit dihitung
berdasarkan baki debet. Hal ini antara lain dicontohkan dalam
Lampiran 10.

2. Surat Berharga

Penyediaan Dana berupa Surat Berharga ditetapkan sebagai


eksposur terhadap penerbit Surat Berharga tersebut. Sementara itu
untuk menghitung BMPK, Penyediaan Dana berupa Surat Berharga

dihitung …
dihitung berdasarkan harga beli Surat Berharga. Kecuali ditetapkan
tersendiri kedua pengaturan diatas berlaku untuk Surat Berharga
secara umum.
a. Surat Berharga Yang Dibeli Dengan Janji Dijual Kembali
(reverse repurchase agreement).
Pembelian Surat Berharga secara repo bagi reverse party,
ditetapkan sebagai Penyediaan Dana terhadap pemilik Surat
Berharga yang dijual secara repo (repo party). Sementara itu,
bagi repo party, Surat Berharga yang direpokan tetap
diperhitungkan sebagai Penyediaan Dana kepada penerbit
Surat Berharga (issuer). Lampiran 11 merupakan contoh
umum mekanisme transaksi Surat Berharga secara repo.
b. Surat Berharga Yang Dihubungkan/Dijamin dengan aset
tertentu yang mendasari (underlying reference asset).
Yang dimaksud dengan Surat Berharga yang
dihubungkan/dijamin dengan aset tertentu yang mendasari
(underlying reference asset) adalah bentuk Surat Berharga
dimana harga/nilai dari Surat Berharga tersebut ditentukan
antara lain berdasarkan harga/nilai dari suatu instrumen
tertentu yang ditetapkan sebagai instrumen dasar seperti
reksadana atau efek beragun aset.
Pengaturan untuk Surat Berharga sebagaimana dimaksud
diatas dapat dibagi 2 sebagai berikut:
1) Pass-Through dan Non-Redemption
Yang dimaksud dengan pass-through adalah apabila
pembayaran kewajiban Surat Berharga sepenuhnya

terkait …
terkait langsung dengan aset/instrumen yang mendasari
penerbitan Surat Berharga, yaitu apabila pembayaran
pokok dan bunga Surat Berharga tersebut sepenuhnya
berasal dan merupakan penerusan dari pembayaran
pokok dan bunga aset/instrumen yang mendasari.
Sementara itu yang dimaksud dengan non-redemption
adalah apabila:
a) Surat Berharga tersebut tidak dapat dicairkan
kepada penerbit sebelum Surat Berharga jatuh
tempo;
b) pada saat jatuh tempo, pembayaran/pencairan Surat
Berharga tersebut sepenuhnya bergantung pada
kualitas aset/instrumen yang mendasari Surat
Berharga tersebut. Risiko atas terjadinya
wanprestasi pembayaran dari aset/instrumen yang
mendasari yang menyebabkan terjadinya
wanprestasi pembayaran Surat Berharga,
sepenuhnya diambil alih oleh pembeli Surat
Berharga tersebut; dan
c) tidak dapat dibeli kembali oleh Penerbit Surat
Berharga.
Pembelian Surat Berharga yang dihubungkan/ dijamin
dengan aset/instrumen tertentu yang mendasari
(underlying reference asset) dan memenuhi kriteria
pass-through dan non-redemption sebagaimana
dijelaskan di atas ditetapkan sebagai Penyediaan Dana

kepada …
kepada Reference Entity. Sementara itu, BMPK untuk
masing-masing Reference Entity tersebut dihitung
secara proporsional berdasarkan proporsi aset/instrumen
dasar dari masing-masing Reference Entity terhadap
Surat Berharga secara keseluruhan.
Lampiran 12 merupakan contoh transaksi efek
beragun aset.
2) Non-Pass Through dan atau Redemption
Pembelian Surat Berharga yang dihubungkan/ dijamin
dengan aset/instrumen tertentu yang mendasari
(underlying reference asset) dan tidak memenuhi
kriteria pass-through dan non-redemption sebagaimana
dijelaskan pada angka 1) diatas ditetapkan sebagai
Penyediaan Dana baik kepada Reference Entity maupun
kepada penerbit dari Surat Berharga tersebut. Lampiran
13 merupakan contoh transaksi reksadana.

3. Derivatif Kredit

BMPK untuk derivatif kredit ditetapkan sesuai dengan risiko kredit


yang melekat pada masing-masing instrumen derivatif kredit.
Berikut adalah contoh-contoh transaksi derivatif kredit.
a. Credit Default Swap
Dalam credit default swap, pihak yang mengambil alih
risiko/investor (protection seller) hanya memberikan
pembayaran kepada pihak yang mengalihkan risiko
(protection buyer) apabila terjadi suatu credit event
pada reference asset. Sementara itu, protection buyer hanya

melakukan …
melakukan pembayaran terhadap jaminan yang diberikan
protection seller dalam bentuk premi. Mekanisme transaksi
credit default swap sebagaimana dijelaskan diatas antara lain
dapat dicontohkan dalam Lampiran 14.
Pembayaran oleh protection seller pada saat terjadi credit
event dapat dilakukan sebagai berikut:
1) sebesar nilai par (par value) yang ditukarkan dengan
pengiriman fisik (physical delivery) dari reference asset;
2) dalam bentuk kompensasi sebesar selisih antara nilai par
(par value) dan nilai pengembalian (recovery value) dari
reference asset pada saat terjadi credit event; atau
3) jumlah tetap yang telah diperjanjikan sebelumnya.
Bagi protection seller, yaitu pihak yang mengambil alih risiko
reference asset, jaminan yang diberikan atas reference asset
merupakan subjek BMPK dan ditetapkan sebagai eksposur
kepada reference entity. Adapun nilai dari jaminan yang
diberikan tersebut diperhitungkan dalam BMPK sebesar
jumlah maksimum kerugian yang mungkin ditanggung oleh
protection seller dalam hal terjadi credit event pada reference
asset, sebagaimana telah ditetapkan dalam kontrak/perjanjian
transaksi credit default swap dimaksud.
b. Total (rate of) Return Swap
Lampiran 15 merupakan contoh transaksi total (rate of) return
swap. Dalam contoh tersebut diatas, protection buyer
menukarkan (swap) pendapatan (return) yang diterima dari

reference …
reference aset ditambah dengan margin tertentu (termasuk
kenaikan nilai reference asset), kepada protection seller.
Sebagai gantinya, protection seller akan memberi pembayaran
dalam jumlah tertentu kepada protection buyer ditambah
dengan kompensasi atas turunnya nilai dari reference asset.
Dengan pola transaksi total (rate of) return swap sebagaimana
dijelaskan diatas, maka protection seller mengambil alih
keseluruhan risiko kredit (dan risiko pasar) dari reference
asset selama periode transaksi.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka bagi protection seller,
yaitu pihak yang mengambil alih risiko reference asset,
jaminan yang diberikan atas kerugian nilai dari reference asset
merupakan subjek BMPK dan ditetapkan sebagai eksposur
kepada reference entity. Adapun nilai dari jaminan yang
diberikan tersebut diperhitungkan dalam BMPK sebesar
jumlah maksimum kerugian yang mungkin ditanggung oleh
protection seller, sebagaimana telah ditetapkan dalam
kontrak/perjanjian transaksi total (rate of) return) swap
dimaksud.
c. Credit Linked Notes
Credit linked notes atau CLN merupakan Surat Berharga yang
diterbitkan oleh protection buyer yang akan dibayarkan
sebesar nilai par pada saat jatuh tempo dengan persyaratan
tidak terjadi credit event terhadap reference aset sampai
dengan Surat Berharga tersebut jatuh tempo. Dalam hal terjadi

credit …
credit event maka pemegang CLN mencairkan CLN tersebut
kepada penerbit CLN (dengan nilai antara lain sebesar selisih
antara nilai par (par value) dan nilai pengembalian (recovery
value) dari reference asset pada saat terjadi credit event).
Berdasarkan karakteristiknya CLN merupakan kombinasi
antara obligasi dan credit default swap, sehingga sebagaimana
halnya credit default swap, hanya risiko kredit dari reference
asset yang dijamin. Namun terdapat perbedaan antara CLN
dan credit default swap atau total (rate of) return swap yaitu
dalam hal CLN, pihak pembeli CLN atau protection seller
membeli/melakukan pembayaran dimuka sebesar nilai
reference asset yang mendasari CLN.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka eksposur yang timbul
dari pembelian CLN ditetapkan sebagai eksposur kepada 2
(dua) pihak, yaitu:
1) sebagai eksposur kepada penerbit CLN; dan
2) sebagai eksposur kepada reference entity,
dan masing-masing eksposur tersebut ditetapkan sebagai
subjek BMPK. BMPK kepada penerbit untuk pembelian CLN
dihitung sebagaimana halnya pembelian Surat Berharga pada
umumnya, yaitu sebesar harga beli. Sementara itu, BMPK
terhadap reference entity diperlakukan sebagaimana halnya
jaminan yang diberikan kepada reference entity dan dihitung
secara proporsional berdasarkan proporsi aset yang mendasari.

d. Lainnya …
d. Lainnya
Untuk derivatif kredit yang mempunyai karakteristik yang
berbeda dengan ketiga bentuk yang telah dijelaskan pada huruf
a. sampai dengan huruf c., maka BMPK untuk derivatif kredit
tersebut ditetapkan berdasarkan risiko kredit yang melekat
serta besarnya risiko yang dialihkan/diambil alih dari
instrumen derivatif kredit tersebut. Dalam hal Bank akan
melakukan Penyediaan Dana dalam bentuk pembelian
derivatif kredit, Bank hendaknya mengacu pula pada PBI
Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko
Bank Umum, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan
risiko produk dan aktivitas baru. Sehubungan dengan itu,
sepanjang Penyediaan Dana dalam bentuk derivatif kredit
cukup signifikan dan mempengaruhi profil risiko Bank, Bank
harus melaporkannya kepada Bank Indonesia.

4. Tagihan Akseptasi

Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas


Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, Penyediaan Dana
berupa Tagihan Akseptasi ditetapkan sebagai eksposur kepada pihak
yang wajib melunasi Tagihan Akseptasi tersebut.
Untuk Tagihan Akseptasi yang telah diaksep bank lain without
recourse, pihak yang berkewajiban melunasi Tagihan Akseptasi
tersebut adalah bank yang mengaksep tagihan tersebut. Sementara
itu, untuk Tagihan Akseptasi yang telah diaksep bank lain dengan
syarat with recourse atau tagihan akseptasi yang tidak diaksep oleh

bank …
bank, maka pihak yang berkewajiban melunasi Tagihan Akseptasi
dalam kaitannya dengan perhitungan BMPK adalah nasabah tersebut
atau pihak lain yang wajib melunasi Tagihan Akseptasi. Adapun
BMPK, untuk Tagihan Akseptasi tersebut dihitung sebesar nilai
wesel yang diaksep yaitu sebesar nilai bruto tagihan terhadap pihak
yang menjamin.

5. Jaminan yang diterbitkan, letter of credit (L/C), standby letter of


credit (SBLC)

Penyediaan Dana berupa jaminan yang diterbitkan, letter of credit


(L/C), standby letter of credit (SBLC) atau instrumen serupa
lainnya, yang tercatat pada rekening administratif ditetapkan sebagai
Penyediaan Dana kepada pemohon (applicant) yaitu pihak yang
memperoleh fasilitas jaminan, letter of credit (L/C), standby letter of
credit (SBLC), dan atau fasilitas pengganti kredit (credit substitute)
lainnya. Sementara itu, BMPK untuk transaksi-transaksi diatas
dihitung sebesar nilai yang telah diterbitkan (outstanding).

6. Transaksi Derivatif

a. Penyediaan Dana berupa transaksi derivatif yang didasari oleh


suku bunga atau valuta asing ditetapkan sebagai eksposur
kepada pihak lawan transaksi (counterparty). Contoh transaksi
derivatif tersebut di atas antara lain seperti single currency
interest rate swap, forward rate agreements, cross currency
swap, cross currency interest rate swap, forward foreign
exchange contracts atau instrumen serupa lainnya. Tidak
termasuk dalam pengertian transaksi derivatif disini adalah
transaksi derivatif berupa derivatif kredit.

b. BMPK …
b. BMPK untuk transaksi derivatif sebagaimana tersebut diatas
dihitung berdasarkan risiko kredit transaksi derivatif tersebut.
Risiko kredit transaksi derivatif adalah penjumlahan dari:
1) Tagihan derivatif yaitu jumlah positif potensi keuntungan
suatu perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang diperoleh
dari proses mark to market dari perjanjian/kontrak transaksi
derivatif (selisih positif antara nilai kontrak dengan nilai
wajar transaksi derivatif); dan
2) Potential Future Credit Exposure yaitu seluruh potensi
keuntungan suatu perjanjian/kontrak transaksi derivatif
selama umur perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang
ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari nilai
nosional perjanjian/kontrak transaksi derivatif tersebut.
Besarnya persentase tertentu yang ditetapkan sebagai faktor
konversi untuk menentukan jumlah Potential Future Credit
Exposure ditentukan berdasarkan jangka waktu dan faktor
yang mendasari perjanjian/kontrak transaksi derivatif
sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut ini.

FAKTOR YANG MENDASARI TRANSAKSI


MATRIKS
FAKTOR KONVERSI suku bunga nilai tukar
(interest rate contracts) (foreign exchange contracts)
JANGKA WAKTU
(MATURITY)

0-1 Tahun 0.0 % 1,0 %


>1-5 Tahun 0,5 % 5,0 %
> 5 Tahun 1,5 % 7,5 %

Sementara …
Sementara itu, yang dimaksud dengan nilai nosional dari
suatu perjanjian/kontrak adalah nilai nosional efektif yang
digunakan/ditetapkan untuk menentukan jumlah arus
pembayaran antara para pihak yang terlibat dalam transaksi.
c. Jangka waktu untuk menghitung Potential Future Credit
Exposure adalah jangka waktu perjanjian/kontrak transaksi
derivatif, kecuali ditetapkan tersendiri sebagai berikut:
1) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang secara
otomatis kembali menjadi 0 (nol) (automatically reset to
zero) setelah pembayaran, jangka waktu yang digunakan
adalah sisa jangka waktu sampai dengan pembayaran
berikutnya. Dalam hal perjanjian/kontrak transaksi
derivatif berdasarkan suku bunga memiliki jangka waktu
lebih dari 1 (satu) tahun, maka persentase konversi yang
ditetapkan serendah-rendahnya 0.5% (nol koma lima
perseratus) walaupun periode reset kurang dari 1 (satu)
tahun;
2) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang
melakukan penyesuaian tingkat bunga (interest rate
adjustment), jangka waktu yang digunakan adalah sisa
jangka waktu sampai dengan penyesuaian tingkat bunga
berikutnya. Dalam hal perjanjian/kontrak transaksi
derivatif berdasarkan suku bunga memiliki jangka waktu
lebih dari 1 (satu) tahun, maka persentase konversi yang
ditetapkan serendah-rendahnya 0.5% (nol koma lima
perseratus) walaupun periode penyesuaian tingkat bunga
kurang dari 1 (satu) tahun;

3) Untuk …
3) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang
didasarkan pada suatu instrumen referensi yang
mempunyai jangka waktu, jangka waktu yang digunakan
adalah jangka waktu dari instrumen referensi tersebut.
d. Dalam hal transaksi derivatif merupakan transaksi yang berbasis
nilai tukar, maka Potential Future Credit Exposure dihitung
dengan menggunakan kurs yang telah diperjanjikan dalam
transaksi.
Lampiran 16 merupakan contoh perhitungan Potential Future Credit
Exposure.
e. Perhitungan risiko kredit beberapa transaksi derivatif yang
dilengkapi dengan perjanjian saling hapus antara pihak yang
melakukan transaksi (bilateral netting agreement), dilakukan
dengan menghitung eksposur bersih (net exposures) dari
masing-masing transaksi tersebut, baik untuk komponen
Potential Future Credit Exposure maupun komponen tagihan
derivatif. Perhitungan eksposur bersih untuk komponen
Potential Future Credit Exposure dalam menentukan risiko
kredit transaksi derivatif dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:

A net = [0,4 x A gross + (0,6 x NGR x A gross)],

dimana:
1) Anet adalah eksposur bersih (net exposure) Potential
Future Credit Exposure (adjusted sum Potential Future
Credit Exposure);

2) Agross …
2) Agross adalah jumlah seluruh eksposur kotor (gross
exposure) Potential Future Credit Exposure dari masing-
masing transaksi derivatif; dan
3) NGR adalah rasio eksposur bersih terhadap eksposur kotor
(net to gross ratio)
Sementara itu, untuk menghitung eksposur bersih tagihan
derivatif untuk transaksi yang dilengkapi perjanjian saling hapus
dilakukan dengan menjumlahkan jumlah positif dan jumlah
negatif nilai mark to market dari transaksi-transaki yang
dilengkapi dengan perjanjian saling hapus tersebut. Apabila
hasil penjumlahan tersebut adalah negatif, maka nilai yang
digunakan adalah 0 (nol).
Lampiran 17 merupakan contoh perhitungan Potential Credit
Exposure untuk transaksi yang dilengkapi perjanjian saling
hapus.

7. Penyertaan Modal

Penyediaan Dana berupa Penyertaan Modal ditetapkan sebagai


eksposur kepada perusahaan tempat Bank melakukan Penyertaan
(investee).
Sesuai PBI, definisi Penyertaan Modal adalah penanaman dana
Bank dalam bentuk saham pada bank atau perusahaan di bidang
keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku seperti perusahaan sewa guna usaha, modal
ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring
penyelesaian dan penyimpanan, termasuk penanaman dalam bentuk
surat konversi utang (convertible bonds) dengan opsi saham (equity

options …
options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki
atau akan memiliki saham pada bank dan atau perusahaan yang
bergerak di bidang keuangan lainnya.
Adapun jumlah Penyediaan Dana dalam bentuk penyertaan saham
adalah sebesar harga perolehan, yakni seluruh biaya yang
dikeluarkan dalam rangka penyertaan. Untuk penanaman dalam
bentuk surat konversi utang (convertible bonds) dengan opsi saham
(equity options), yang diperhitungkan adalah sebesar nilai saham
atau penyertaan yang akan diperoleh Bank apabila surat konversi
utang (convertible bonds) dikonversi menjadi saham. Untuk jenis
transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki
saham seperti transaksi opsi saham, Penyediaan Dana yang
diperhitungkan dalam BMPK adalah sebesar nilai keseluruhan
saham yang akan dimiliki apabila opsi tersebut di-exercise.
Adapun transaksi opsi saham yang termasuk dalam Penyertaan
adalah opsi saham dimana Bank memiliki pengendalian berdasarkan
2 faktor sebagai berikut:
a. Faktor Potential Voting Rights yakni yang dilihat berdasarkan
1) hak atas keuntungan/laba yang diperoleh investee, 2) risiko
dalam menanggung kerugian investee dan atau 3) hak untuk
menggunakan hak suara atau mengurangi hak suara pemegang
saham lain; serta
b. Faktor waktu kepemilikan (presently exercisable) atas
Potential Voting Rights yakni apakah hak ataupun risiko
sebagaimana dijelaskan pada huruf a telah berada/dapat
digunakan investor pada saat transaksi opsi saham dilakukan.

Dalam …
Dalam hal ini perlu diperhatikan apakah opsi saham dapat di-
exercise sewaktu-waktu (exercise at any time); atau apakah
transaksi opsi saham distruktur sedemikian rupa sehingga
opsi tersebut wajib di-exercise (mandatory exercise), misalnya
penetapan strike price opsi yang sedemikian rupa sehingga
mengharuskan opsi di-exercise pada saat jatuh tempo atau
perpanjangan terus menerus dari opsi yang mengindikasikan
keinginan dari pihak pemegang opsi untuk meng-exercise opsi
tersebut. Adapun kemampuan keuangan (financial capability)
dari Bank untuk dapat menggunakan hak tersebut tidak
mempengaruhi penilaian faktor waktu kepemilikan
sebagaimana dijelaskan diatas.
Dalam melakukan transaksi opsi saham, Bank hendaknya mengacu
pula pada SK DIR Bank Indonesia Nomor 28/119/KEP/DIR
Tanggal 29 Desember 1995 tentang Transaksi Derivatif. Sesuai
ketentuan tersebut, transaksi derivatif yang diperkenankan adalah
transaksi derivatif yang didasarkan atas suku bunga dan nilai tukar.
Sementara itu, transaksi derivatif atas dasar saham hanya
diperkenankan apabila transaksi tersebut memenuhi persyaratan
yang diatur dalam ketentuan BMPK dan ketentuan prinsip kehati-
hatian dalam kegiatan penyertaan modal. Adapun transaksi derivatif
atas dasar saham yang diperuntukan untuk jual beli saham, yaitu
transaksi yang tidak memenuhi persyaratan dalam kedua ketentuan
diatas, tidak diperkenankan.

V. PELAMPAUAN …
V. PELAMPAUAN BMPK

Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas


Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, Penyediaan Dana oleh Bank
dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK apabila terdapat selisih lebih
antara persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank dengan
persentase BMPK yang diperkenankan yang disebabkan oleh penurunan
Modal Bank, perubahan nilai tukar, perubahan nilai wajar, penggabungan
usaha dan atau perubahan struktur kepengurusan yang menyebabkan
perubahan Pihak Terkait dan atau kelompok Peminjam, dan atau perubahan
ketentuan.
Perhitungan Pelampauan BMPK didasarkan pada nilai tercatat pada tanggal
laporan (carrying value) dari penyediaan dana yang dicatat sesuai Standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku. Untuk transaksi derivatif, nilai tercatat
pada tanggal laporan termasuk Potential Future Credit Exposure yang telah
ditetapkan untuk transaksi tersebut.

A. Penurunan Modal Bank

Yang dimaksud dengan penurunan Modal Bank dalam kaitannya dengan


Pelampauan BMPK adalah penurunan modal inti dan atau modal
pelengkap atau NHOF, yang mengakibatkan Modal Bank, sebagai
faktor penyebut untuk perhitungan BMPK, menjadi lebih kecil.

B. Perubahan Nilai Tukar dan atau Nilai Wajar.

Perubahan nilai tukar dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai


tercatat Penyediaan Dana dalam bentuk valuta asing, sehingga dapat
mengakibatkan Pelampauan BMPK. Sesuai standar akuntansi keuangan,
penyesuaian atas nilai tukar hanya dilakukan untuk akun-akun dalam
bentuk monetary asset, sehingga penyertaan modal dalam valuta asing
tidak disesuaikan dengan kurs pada tanggal laporan.

Yang …
Yang dimaksud dengan perubahan nilai wajar adalah perubahan nilai
sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku, misalnya pencatatan
Surat Berharga sesuai nilai pasar dan pencatatan penyertaan dengan
menggunakan equity method. Sesuai PBI Nomor 5/10/PBI/2003 tentang
Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal, peningkatan
jumlah penyertaan akibat equity method yang belum melampaui jangka
waktu 1 (satu) tahun, tidak diperhitungkan sebagai pelampauan BMPK.
Penyertaan yang dikonsolidasi dan menghasilkan goodwill, dapat
diamortisasi dalam jangka waktu tertentu. Sejalan dengan itu, maka nilai
penyertaan dalam laporan keuangan bank secara individual juga
dianggap mengalami penurunan nilai (impairement) sebesar amortisasi
goodwill tersebut. Penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian atas
penurunan nilai penyertaan dan mengurangi nilai tercatat pada laporan
keuangan bank secara individual.
Untuk transaksi derivatif yang dinilai kembali (repricing), komponen
Potential Future Credit Exposure dihitung kembali pada waktu
dilakukannya penilaian kembali.

C. Penggabungan Usaha dan atau Perubahan Struktur Kepengurusan

Penggabungan usaha, baik dalam bentuk akuisisi, merger, atau


perubahan struktur kepemilikan lainnya, dan atau perubahan struktur
kepengurusan baik yang dilakukan oleh Bank penyedia dana maupun
oleh Peminjam dapat mengakibatkan berubahnya pihak-pihak yang
ditetapkan sebagai Pihak Terkait atau kelompok Peminjam. Sehubungan
dengan itu, sebagai akibat terjadinya penggabungan usaha dan atau
perubahan struktur kepengurusan tersebut, Bank harus mengevaluasi

ulang …
ulang jumlah eksposur yang dimilikinya atas Peminjam berkaitan
dengan batasan (limit) yang ditetapkan PBI Nomor 7/3/PBI/2005
tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum untuk Pihak
Terkait dan atau kelompok Peminjam.

VI. PENGECUALIAN

A. Penyediaan Dana yang dijamin Agunan Tunai

Sesuai Pasal 27 ayat (1) huruf c angka 1) PBI Nomor 7/3/PBI/2005


tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, bagian
Penyediaan Dana yang dijamin oleh agunan tunai dikecualikan dari
ketentuan BMPK. Latar belakang penggunaan agunan tunai sebagai
agunan yang dapat digunakan dalam pengecualian BMPK adalah bahwa
agunan tunai bersifat sangat likuid, mudah dicairkan, dan mempunyai
nilai yang relatif tetap. Oleh karena itu, risiko Penyediaan Dana yang
dijamin agunan tunai tersebut dapat dimitigasi secara menyeluruh.
Apabila fungsi mitigasi tersebut tidak dapat dipenuhi oleh agunan tunai
yang diberikan, antara lain disebabkan bahwa agunan tunai berasal dari
Penyediaan Dana yang diberikan Bank penyedia dana, maka agunan
tunai tersebut tidak dapat diakui sebagai agunan yang dapat digunakan
dalam pengecualian BMPK.
Agunan yang memenuhi syarat agunan tunai sesuai ketentuan tersebut
diatas adalah agunan tunai yang memenuhi persyaratan-persyaratan
yang ditetapkan dalam ketentuan termasuk jangka waktu pemblokiran
yang paling kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana serta
jangka waktu pengajuan klaim. Sehubungan dengan itu agunan tunai

tersebut …
tersebut adalah agunan yang digunakan untuk menjamin Penyediaan
Dana yang bersifat sebagai utang piutang dan tidak termasuk
Penyediaan Dana dalam bentuk Penyertaan.

B. Penyediaan Dana yang dijamin Prime Bank serta Penempatan kepada


Prime Bank.

Sesuai Pasal 33 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum


Pemberian Kredit Bank Umum, bagian Penyediaan Dana kepada
Peminjam yang dijamin Standby Letter of Credit (SBLC) yang
diterbitkan prime bank dikecualikan dari perhitungan BMPK sepanjang
SBLC tersebut memenuhi persyaratan tertentu. Pengecualian tersebut
ditetapkan paling tinggi:
1. 90% (sembilan puluh perseratus) dari modal Bank, untuk
Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait;
2. 80% (delapan puluh perseratus) dari modal Bank, untuk Penyediaan
Dana kepada 1 (satu) Peminjam yang bukan merupakan Pihak
Terkait;
3. 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari modal Bank, untuk
Penyediaan Dana kepada 1 (satu) kelompok Peminjam yang bukan
merupakan Pihak Terkait.
Sementara itu, Pasal 34 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum mengatur pula bahwa
Penempatan kepada setiap prime bank tidak diperhitungkan dalam
BMPK dengan jumlah paling tinggi masing-masing sebesar Modal
Bank. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 18.

C. Penempatan …
C. Penempatan

Sesuai Pasal 30 ayat (2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas


Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, diatur bahwa dalam hal
Penempatan tidak merupakan cakupan program penjaminan Pemerintah,
maka bagian dari Penempatan berupa Penempatan kepada Bank lain di
Indonesia melalui Pasar Uang Antar Bank (PUAB) untuk tujuan
manajemen likuiditas dengan jangka waktu sampai dengan 14 (empat
belas) hari dikecualikan dari BMPK.
Pengaturan ini berlaku untuk counterparty Bank yang merupakan Bank
lain di Indonesia baik yang merupakan peserta program penjaminan
Pemerintah ataupun tidak. Disamping itu, pengaturan dalam Pasal 30
ayat (2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian
Kredit Bank Umum berlaku pula untuk counterparty Bank yang
merupakan Bank lain di Indonesia dan tergolong Pihak Terkait dengan
Bank. Pasar Uang Antar Bank (PUAB) yang dimaksud dalam
pengaturan ini adalah PUAB di Indonesia sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.

D. Penyertaan Modal.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 31 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang


Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, Penyertaan Modal
kepada bank lain di Indonesia dapat dikecualikan dari BMPK sepanjang
memenuhi persyaratan tertentu. Salah satu persyaratan yang wajib
dipenuhi untuk pengecualian Penyertaan Modal tersebut adalah Bank
dan investee bersedia memberikan komitmen secara tertulis kepada
Bank Indonesia untuk menerapkan pengawasan Bank dan investee

Secara …
secara individual maupun konsolidasi. Adapun penerapan pengawasan
secara konsolidasi tersebut meliputi penerapan ketentuan kehati-hatian
yaitu kewajiban penyediaan modal minimum, batas maksimum
pemberian kredit, dan posisi devisa neto serta tindak lanjut pengawasan
dan penetapan status Bank. Rasio-rasio yang diperhatikan dalam
penetapan pengawasan khusus dan pengawasan intensif, antara lain
mencakup giro wajib minimum, rasio kredit bermasalah terhadap total
kredit, dan penilaian tingkat kesehatan. Penerapan pengawasan secara
individual maupun secara konsolidasi sebagaimana dimaksud diatas
diilustrasikan dalam Lampiran 19 dan Lampiran 20.

E. Penyediaan Dana kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Sesuai Pasal 40 ayat (1) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas


Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum diatur bahwa Penyediaan
Dana Bank kepada BUMN untuk tujuan pembangunan dan
mempengaruhi hajat hidup orang banyak ditetapkan paling tinggi
sebesar 30% (tiga puluh perseratus) dari Modal Bank.
Berkaitan dengan ketentuan tersebut di atas, yang dimaksud dengan
Penyediaan Dana untuk pembangunan dan mempengaruhi hajat hidup
orang banyak adalah pembiayaan untuk:
1. sektor pertanian yang berkaitan dengan pengadaan pangan oleh
Badan Usaha Logistik;
2. pengadaan rumah sangat sederhana antara lain oleh Perum
Perumnas;
3. pengadaan/penyediaan/pengelolaan bahan baku mentah minyak dan
gas bumi oleh PT. Pertamina dan Perusahaan Gas Negara;

4. pengadaan …
4. pengadaan/penyediaan/pengelolaan air minum oleh Perusahaan Air
Minum (PT. PAM);
5. pengadaan/penyediaan/pengelolaan listrik oleh PT. Perusahaan
Listrik Negara (PLN); dan atau
6. pengadaan infrastruktur penunjang transportasi darat, laut dan/atau
udara berupa pembangunan jalan, jembatan, rel kereta api,
pelabuhan laut dan bandar udara, oleh PT.Jasa Marga, PT. Angkasa
Pura, PT. Pelabuhan Indonesia, dan PT. Kereta Api Indonesia.
Perhitungan Penyediaan Dana kepada 1 (satu) BUMN didasarkan pada
keseluruhan Penyediaan Dana yang telah diterima BUMN tersebut, baik
untuk tujuan sebagaimana dicantumkan pada angka 1 sampai dengan
angka 6 diatas, maupun untuk tujuan lainnya. Selain itu Penyediaan
Dana yang diperhitungkan selain Penyediaan Dana secara langsung
kepada BUMN yang bersangkutan, maupun kepada kelompok BUMN
tersebut. Hal ini dapat diilustrasikan pada Lampiran 21.
Batasan 30% (tiga puluh perseratus) sebagaimana dimaksud dalam PBI
Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank
Umum diberlakukan apabila antara Bank dengan BUMN yang
menerima Penyediaan Dana tidak mempunyai hubungan pengendalian.
Dalam hal terdapat hubungan pengendalian, selain karena adanya
kepemilikan pemerintah, maka BMPK untuk BUMN tersebut mengikuti
BMPK untuk Pihak Terkait dengan Bank.

F. Keterkaitan Bank-Bank yang dimiliki Pemerintah dengan Peminjam


Berbentuk BUMN dan BUMD.

Dalam Pasal 40 ayat (2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas


Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, hubungan antara Bank yang
berbentuk BUMN dan atau BUMD dengan Peminjam yang berbentuk
BUMN dan atau BUMD dikecualikan dari pengertian Pihak Terkait.

Pengecualian …
Pengecualian dari pengertian Pihak Terkait tersebut juga diberlakukan
untuk Bank non-BUMN/BUMD yang terdapat kepemilikan saham
Pemerintah Indonesia melalui PPA dengan jumlah 10% atau lebih,
sepanjang hubungan tersebut semata-mata disebabkan karena
kepemilikan langsung Pemerintah Indonesia. Dengan demikian apabila
antara Bank dengan BUMN/BUMD tersebut antara lain memiliki
hubungan kepengurusan, maka penyediaan dana kepada BUMN/BUMD
tersebut diperhitungkan BMPK kepada Pihak Terkait.

VII. LAIN – LAIN

A. Kelompok Peminjam

Dalam pengelompokan Peminjam, terdapat kemungkinan dimana


beberapa kelompok Peminjam memiliki pengendalian terhadap 1 (satu)
Peminjam. Dalam perhitungan BMPK, eksposur yang dimiliki Bank
terhadap Peminjam ditambahkan kedalam eksposur masing-masing
kelompok Peminjam tersebut, dan Peminjam tersebut ditetapkan
sebagai anggota masing-masing kelompok Peminjam tersebut di atas.
Perhitungan BMPK dan pengelompokan Peminjam sebagaimana
dimaksud di atas dapat dicontohkan dalam Lampiran 22 dan
Lampiran 23.
Apabila hubungan pengendalian disebabkan semata-mata karena
hubungan keuangan yang disebabkan oleh adanya penjaminan,
maka eksposur BMPK bagi Peminjam di atas dihitung secara
proporsional untuk masing-masing kelompok Peminjam berdasarkan

proporsi …
proporsi penjaminan yang diterima atas Penyediaan Dana Bank
kepada Peminjam. Sementara itu, bentuk jaminan yang diakui untuk
menghitung BMPK secara proporsional sebagaimana dijelaskan di atas
adalah jaminan berupa corporate guarantee. Apabila jaminan yang
diterima berbentuk selain corporate guarantee, maka BMPK tidak
dihitung secara proporsional.
Pengelompokan Peminjam karena adanya jaminan sebagaimana
dimaksud di atas dapat dicontohkan dalam Lampiran 23.

B. Penyediaan Dana kepada Pemeritah Daerah (Pemda)

Sesuai dengan PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum


Pemberian Kredit Bank Umum, kepemilikan saham 10% (sepuluh
perseratus) atau lebih pada Bank mengakibatkan pihak yang memiliki
saham tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait. Ketentuan ini berlaku
pula untuk Pemda dimana apabila Pemda memiliki 10% (sepuluh
perseratus) atau lebih pada suatu Bank maka Pemda tersebut ditetapkan
sebagai Pihak Terkait dengan Bank.
Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku pinjaman
daerah dapat bersumber dari lembaga keuangan Bank. Dalam
memberikan Penyediaan Dana kepada Pemda bank wajib
memperhatikan prinsip kehati-hatian serta mematuhi ketentuan
mengenai persyaratan Pinjaman Daerah yang antara lain diatur dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, antara lain;

1. Jumlah …
1. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah dengan jumlah pinjaman
yang akan ditarik tidak melebihi dari 75% (tujuh puluh lima
perseratus) penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) pada tahun sebelumnya;
2. Pemda memiliki rasio kemampuan daerah minimum sesuai yang
telah ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku;
3. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang
berasal dari Pemerintah;
4. Telah tercantum dan dianggarkan dalam APBD pada tahun yang
bersangkutan;
5. Telah disetujui oleh DPRD; dan
6. Dilengkapi dengan surat otorisasi kepala daerah.
Dalam pengelompokan Peminjam, dapat dikemukakan pula bahwa
berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, antara Pemda Tingkat I dan Pemda Tingkat II, mempunyai
independensi yang antara lain dituangkan dalam bentuk
penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah
masing-masing, termasuk pengelolaan kekayaan dan APBD yang
terpisah, sehingga antara Pemda Tingkat I dan Pemda Tingkat II serta
antara masing-masing Pemda Tingkat II, tidak ditetapkan sebagai
kelompok Peminjam.

C. Daftar Rincian Pihak Terkait

Pasal 10 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian


Kredit Bank Umum mengatur bahwa Bank wajib memiliki dan
menatausahakan daftar rincian Pihak Terkait dengan Bank serta
menyampaikannya kepada Bank Indonesia, yaitu:

1. Direktorat …
1. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta
10110,bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat
Bank Indonesia; atau
2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di
luar wilayah kantor pusat Bank Indonesia.
Daftar rincian Pihak Terkait tersebut ditandatangani oleh Direksi Bank.
Daftar rincian Pihak Terkait paling kurang memuat rincian pemegang
saham, pengurus, sektor bisnis/usaha, serta hubungan pengendalian dari
dan antara masing-masing Pihak Terkait. Dalam hal memungkinkan
penyusunan daftar rincian Pihak Terkait juga memuat diagram struktur
kelompok usaha (corporate tree) dari Pihak Terkait dengan Bank.
Dalam menyusun daftar rincian Pihak Terkait ini Bank mencantumkan
semua pihak-pihak yang termasuk dalam definisi Pihak Terkait, baik
pihak-pihak yang mempunyai eksposur secara langsung atau tidak
langsung, maupun tidak mempunyai eksposur pada Bank. Namun
demikian, khusus untuk keluarga dari Direksi, Komisaris, dan atau
Pejabat Eksekutif, yang dicantumkan pada daftar rincian Pihak Terkait
hanya pihak-pihak keluarga dimana Bank memiliki eksposur, baik
secara langsung maupun tidak langsung.

VIII. PENUTUP

Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 31/16/UPPB tanggal 31 Desember 1998 perihal Batas
Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 18 April 2005.

Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Demikian agar Saudara maklum.

BANK INDONESIA

MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR

Anda mungkin juga menyukai