dalam air), kondisi inang (ikan), dan adanya jasad pathogen (jasad penyakit). Dengan demikian
timbulnya serangan penyakit itu merupakan hasil dari interaksi yang tidak serasi antara
lingkungan, ikan, dan jasad/ organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan
stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjdi lemah dan
akhirnya mudah diserang penyakit.
Manusia memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya serangan penyakit pada
ikan budidaya, baik di kolam, keramba, tambak, maupun di wadah budidaya lainnya, yaitu
dengan cara memelihara keserasian interaksi antara tiga komponen di atas. Ini berarti kerugian
yang diderita karena serangan penyakit sebenarnya dapat dihindari apabila petani mempunyai
pengetahuan yang memadai mengenai cara menjaga keserasian antara ketiga komponen
penyebab penyakit itu.
Penyebab penyakit pada ikan atau peristiwa yang memicu terjadinya penyakit antara lain sebagai
berikut :
1. 1. Stress
Semua perubahan pada lingkungan dianggap sebagai penyebab stress bagi ikan dan untuk itu
diperlukan adanya adaptasi dari ikan. Beberapa faktor stress, misalnya suhu air dan salinitas, bisa
menyebabkan meningkatnya metabolism ikan, bila ikan dipindahkan dari air tawar yang
salinitasnya 0 ppt ke tambak atau laut yang salinitasnya di atas 20 ppt tidak secara bertahap maka
ikan akan mengalami kesulitan beradaptasi. Faktor lain misalnya transportasi, dapat
menyebabkan tekanan pada system kekebalan dan menghasilkan bermacam penyebab
meningkatnya penyakit dan kematian pada ikan. Oleh karena itu kadang-kadang ikan diberi obat
penenang sebelum ditransportasikan. Ada juga stres disebabkan dari segi makanan atau pakan
yang diberikan, seperti yang terjadi pada ikan lele, jika ikan muda (0,5-5,0 gram) diberi makanan
lebih dari 5% berat tubuh segar per hari, usus bagian belakang atau bagian tengah pecah
menimbulkan penyakit pada peritoneum. Kemudian timbul radang pada dinding perut yang
menyebabkan luka yang berasal dari dalam.
Untuk mengurangi stres pada saat penebaran benih harus hati-hati, ikan yang baru ditangkap atau
baru didatangkan tidak boleh langsung dicampurkan dengan ikan-ikan yang lama, namun perlu
dilakukan adaptasi suhu terlebih dahulu.
1. 2. Kekurangan gizi
Ikan yang kekurangan gizi juga merupakan sumber dan penyebab penyakit. Pakan yang
kandungan proteinnya rendah akan mengurangi laju pertumbuhan, proses reproduksi kurang
sempurna, dan dapat menyebabkan ikan menjadi mudah terserang penyakit. Kekurangan lemak
atau asam lemak akan menyebabkan pertumbuhan ikan terhambat, kesulitan reproduksi, dan
warna kulit yang tidak normal. Kekurangan karbohidrat dan mineral jarang terjadi, kecuali
yodium yang dapat menyebabkan gondok. Kekurangan vitamin dapat mengakibatkan
pertumbuhan menurun, mata ikan redup, anemia, kulit pucat, dan pertumbuhan tulang belakang
kurang baik.
Pakan yang tidak seimbang atau komponennya berlebihan juga dapat menimbulkan masalah,
seperti kelebihan protein dan lemak dapat menimbulkan penimbunan lemak di hati dan ginjal
(lipoid liver degeneration) sehingga ikan menjadi gemuk, nafsu makan berkurang, dan bengkat di
sekitar perut. Dan kelebihan karbohidrat juga dapat menyebabkan penimbunan lemak di hati dan
organ dalam lainya, rongga perut melebar, insang menjadi pucat, telur tertahan, dan kualitasnya
menurun.
Pencegahan dilakukan dengan memberikan ikan makanan yang mengandung gizi lengkap, tidak
kelebihan gizi, pemberian makanan cukup, tepat waktu, dan makanan tidak mengandung bahan
beracun.
1. 3. Pemberian pakan yang berlebihan
Selain kekurangan gizi sebagai pengebab mudahnya ikan terserang penyakit, pemberian
makanan juga mengakibatkan hal yang sama. Ada dua kejadian yang berbahaya bila ikan
diberikan pakan yang berlebihan, yaitu ikan mengalami kekenyangan yang berlebihan sehingga
usus ikan mudah pecah dan penurunan kualitas air.
Pakan yang berlebihan yang tidak habis dimakan oleh ikan akan tertimbun didasar kolam dan
tambak. Dengan demikian akan mempercepat penurunan kualitas air, karena pakan merupakan
sumbernbahan organik yang mengalami dekomposisi (terutama protein) akan menjadi ammonia.
Sedangkan konsentrasi ammonia yang berlebihan dapat menyebabkan timbulnya keracunan pada
ikan.
1. 4. Keracunan
Keracunan yang bayak dikenal adalah yang disebabkan oleh ion NO2- dan NH3. Tetapi ini terjadi
hanya pada kondisi lingkungan tertentu, misalnya penimbunan lumpur dan sisa pakan yang
banyak dikolam atau tambak. Gangguan kesehatan lainnya yang sangat tergantung pada
keadaan fisik adalah trauma gelembung gas atau disebut GBT (Gas Bubble Trauma). Penyakit
ini terjadi karena air terlalu jenuh dengan gas-gas terutama nitrogen. Tetapi trauma gelembung
gas atau GBT juga bisa terjadi karena terlalu jenuhnya oksigen. Terlalu jenuhnya darah dengan
gas bisa terjadi misalnya karena penggunakan air yang dipanaskan, air yang disediakan melalui
tekanan yang berlebihan, dan pengaliran air menggunakan pompa-pompa yang rusak dan
berlubang. Didalam tubuh ikan, dengan kejenuhan darah seperti tersebut di atas, akan timbul
suatu gelembung udara dengan tingkat tertentu dan hal ini akan menyumbat kapiler-kapiler
darah. Pecahnya kapiler-kapiler ini menghasilkan hemoragik.
Selain keracunan yang disebutkan di atas, kerucunan juga bisa berasal dari pakan. Misalnya dari
bahan baku yang digunakan, aktivitas mikroorganisme yang mencemari pakan dan penurunan/
pengrusakan komponen pakan selama penyimpanan. Ketengikan lemak dapat merusak fungsi
hati ikan. Mycotoksin dai Aspergilus flavus dapat menyebabkan tumor hati. Beberapa senyawa
lainnya yang tidak beracun tetapi dapat menurunkan kualitas pakan antara lain enzim thiaminase
yang dapat merusak thiamin (vitamin B1), trypsin inhibitor yang dapat menghambat aktivitas
enzim tripsin.
Keracunan juga bisa berasal dari limbah baik limbah rumah tangga seperti ditergen, limbah
pertanian seperti pestida maupun limbah industry seprti Cu, Cd, dan Hg serta berbagai bahan
pencemaran lainnya. Kesemuanya ini pada konsentrasi tinggi dapat membahayakan ikan dan
para pengkonsumsi ikan.
1. 5. Memar dan luka
Ikan mengalami memar dan luka karena saling mengigit atau penangganan yang kurang baik.
Penyakit ulcus syndrome pada ikan kerapu yang diidentifikasikan disebabkan oleh bakteri vibrio
sp. (vibriosis) berawal dari memar dan luka pada ikan (Anonim, 1994).
Selama pengangkutan perlu diperhatikan agar kondisi lingkungan dalam media pengangkut tetap
baik, sehingga ikan tidak mengalami gangguan. Untuk menjaga kondisi media pengangkut tetap
baik, perlu diperhatikan waktu pengangkutan, jumlah ikan yang diangkut, dan jarak yang
ditempuh. Di dalam wadah pengangkut, ukuran ikan harus seragam, terutama ikan-ikan yang
mempunyai sifat kanibal (saling memangsa) seperti ikan kerapu, kakap, kuwe, gabus, dan ikanikan karnivor lainya. Hal ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi saling menyerang antara ikan
yang dapat menyebabkan memar dan luka pada ikan. Sebab ikan yang memar dan luka hanya
cepat stres, tetapi bagian tubuh yang memar dan luka merupakan media potensial untuk diserang
penyakit.
1. 6. Cacat
Ikan cacat akan kesulitan memperoleh makanan, baik karena pergerakannya lambat atau karena
kecacatannya sehingga mengalami kekerdilan. Dan karena itu, sulit bersaing terutama dalam
memperoleh makanan. Walaupun demikian ikan cacat bukan hanya merupakan penyakit (noninfeksi) bawaan, tetapi juga karena perlakuan pembenih yang tidak tepat. Misalnya, ikan yang
mempunyai kebiasaan memakan makanan di dasar perairan, oleh pembenih diberikan makanan
terapung. Perlakuan seperti ini akan menyebabkan ikan menderita mata juling. Begitu juga ikan
yang mengalami pembengkokan tulang. Mungkin saja telur ikan ditetaskan terserang penyakit
terlebih dahulu sebelum menetas. Oleh karena itu, pembenih juga harus dapat memastikan media
air yang digunakan maupun telur yang hendak ditetaskan adalah dalam kondisi optimal.
1. 7. Kulitas air
Bila kualitas air tidak dalam kondisi optimum untuk keperluan kehidupan ikan, misalya tingkat
bahan organik di dasar kolam atau tambak yang tinggi. Kualitas air juga mempunyai potensi
untuk menyebabkan perubahan sito-patologi dan histo-patologi pada ikan. Kosentrasi amonia
yang tinggi bisa menyebabkan perubahan histologis pada jaringan insang walaupun secara
lambat tetapi terus menerus.
Menjaga agar kualitas air tetap optimum bagi kebutuhan ikan yang dibudidayakan, berarti
menjaga kesehatan ikan dan mencegah serangan penyakit. Kualitas air yang optimum dapat
dipertahankan dari kegiatan memilih lokasi yang ideal, menggunakan dan membuat wadah
budidaya yang cocok, dan melaksanakan pengololaan usaha budidaya ikan secara benar, seperti
memilih benih yang berkualitas, pemberian pakan yang cukup dan bermutu serta tepat waktu,
pergantian air, pengelolaan tanah, dan sebagainya.
1. 8. Hama
Penyakit juga dapat disebabkan oleh hama yang secara sengaja maupun tidak sengaja masuk ke
dalam wadah pemeliharaan. Hama selain mengganggu ikan pemeliharaan dalam bentuk
memangsa, menyaingi, dan merusak wadah budidaya, juga dapat membawa organisme penyakit
seperti virus, perasit, bakteri atau jamur. Ikan pemeliharaan yang terluka akibat terserang
pemangsa akan mudah stres, dan bagian yang memar atau terluka merupakan media yang
potensial terjadinya serangan penyakit infeksi.
pestida. Pengobatan dengan pestida ini hanya dilakukan sebagai cara terakhir, setelah cara yang
lain tidak yang efektif.
1. 5. Penyuntikan
Pengobatan melalui penyuntikan biasanya dilakukan untuk ikan-ikan yang berukuran besar atau
induk-induk ikan. Penyuntikan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai berikut:
1. Secara Intra Peritoneal (IP), yaitu penyuntikan dilakukan pada bagian belakang dari
rongga perut, tepat di depan sirip perut (diusahakan agar tidak melukai usus ikan).
2. Secara Intra Muscular (IM), yaitu penyuntikan dilakukan pada bagian tengah otot
punggung dekat sirip punggung (kurang lebih 3 sisik di bawah ujung belakang sirip
punggung).
1. 6. Pengobatan melalui makanan
Apabila ikan yang terserang penyakit masih mau makan (belum kehilangan nafsu makannya)
maka pengobatan dapat dilakukan melalui makanan. Caranya, obat yang hendak digunakan
dicampur dengan makanan (sesui dosis) sesaat sebelum makanan diberikan.
1. C. PENANGGULANGAN HAMA
Hama adalah organisme yang dapat menimbulkan ganguan pada ikan budidaya secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk menanggulangi serangan hama lebih ditekankan pada system
pengendalian hama terpadu, yaitu pemberantasan hama yang berasil, tetapi tidak mengakibatkan
kerusakan ekosistem, termasuk hewan ternak, ikan budidaya, manusia, dan musuh alami yang
mengkonsumsinya (hama). Dengan kata lain, apabila masih ada cara yang dapat dilakukan dan
ternyata memberikan hasil yang baik, maka tidak perlu menggunakan obat-obatan, apa lagi obatobatan buatan pabrik (pestisida anorganik). Oleh karena itu, penanggulangan hama umumnya
dilakukan dengan cara mekanis. Pemberantasan secara mekanis sebaiknya dilakukan petani ikan
pada saat sebelum penebaran benih. Cara ini merupakan tindakan pencegahan (preventif). Cara
pencegahan ini lebih menguntungkan karena tidak menimbulkan dampak yang merugikan pada
lingkungan, mudah dan murah pelaksanaannya, tidak berpengaruh buruk pada usaha budidaya
dan memberikan pengaruh yang cukup lama.
Tindakan pencegahan seperti menyiapkan kondisi kolam/ tambak yang sempurna dengan
perlakuan pengolahan tanah yang baik, pengeringan yang memenuhi syarat, pengapuran dengan
dosis yang sesuai pH dan sifat tanah, mempertinggi peranan dan fungsi saluran, pintu air dan alat
penyaringannya dalam kolam/tambak, akan memberikan andil yang sangat besar dalam usaha
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang disebut-sebut sebagai negara mega biodiversity karena
memiliki keanekaragaman hayati yang sangat lengkap. Negara ini dianugrahi kekayaan alam
yang melimpah serta kesuburan tanah untuk bercocok tanam. Kekayaan yang dimiliki menjadi
daya tarik bagi bangsa lain untuk mencari kekayaan alam yang melimpah ruah. Semenjak dulu,
sejarah telah mencatat beberapa bangsa di dunia telah berdatangan ke negara ini untuk mencari
rempah-rempah. Kini pun peneliti asing banyak berdatangan untuk meneliti potensi baru di alam
Indonesia mencari sesuatu yang memiliki potensi ekonomi tinggi di masa depan.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 gugusan pulau dengan total luas
perairan laut diperkirakan sebesar 5,8 juta km2 dan negara berpantai terpanjang kedua di dunia
setelah Kanada dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km. Potensi kelautan negara ini
sangat besar, berdasarkan data BPS 2009a, produksi perikanan laut yang dijual di Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) tahun 2009 mencapai 556.123 ton dan produksi perikanan tangkap tahun
2008 mencapai 5.196.328 ton (BPS, 2009b).
Ikan merupakan alternatif sumber protein hewani yang murah bagi masyarakat Indonesia. Ikan
memiliki kandungan nutrisi yang aman untuk balita hingga manula. Kandungan omega 3,6,dan 9
pada ikan bermanfaat untuk tumbuh kembang bayi, tingkat kecerdasan, dan membuat daya tahan
tubuh lebih kuat. Sayangnya rata-rata konsumsi protein masyarakat Indonesia masih rendah bila
dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Tingkat konsumsi ikan di
Indonesia tahun 2008 hanya 28 Kg per kapita per tahun (KKP, 2010). Pengetahuan masyarakat
yang masih rendah terhadap kandungan gizi pada ikan ditambah dengan kurang variatifnya
pengolahan makanan bersumber ikan menjadi salah satu faktor masih rendahnya konsumsi ikan
di negara ini.
Mengingat sangat besar manfaat ikan bagi masyarakat, maka perlu dilakukan upaya
kelestariannya. Ikan merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui, artinya jika pengelolaan
Tujuan
Karya tulis ini dibuat untuk membahas peran penting pertahanan terhadap penyakit ikan
eksotik agar kelestarian sumberdaya perikanan nasional tetap terjaga.
PEMBAHASAN
Penyakit Eksotik
Penyakit eksotik adalah penyakit hewan yang tidak ditemukan ada di Indonesia.
Penyakit-penyakit ini masuk ke Indonesia melalui kontaminasi impor ikan. Sebagai contoh,
penyakit bercak merah (Motil Aeromonas Septicaemia/MAS) yang menyerang ikan mas belum
ada di Indonesia sebelum tahun 1979. Penyakit ini baru muncul pada pertengahan tahun 1979.
MAS masuk ke Indonesia melalui impor ikan dari Taiwan (Pasaribu, 2005). Penyakit MAS
merupakan penyakit bakterial yang disebabkan oleh Aeromonas hydrophilia. Penyakit ini
mempunyai beberapa nama yaitu Hemorrhagic Septicemia, Ulcer Disease dan Red-Sore
Disease. Bakteri Aeromonas hydrophilia merupakan bakteri yang berasal dari air kolam dan
secara normal ada di dalam saluran pencernaan ikan (White, 1989). Penyakit MAS ini
menyerang semua jenis ikan air tawar. Ikan yang terserang penyakit MAS akan mengalami
penurunan nafsu makan, berenang tidak biasanya, insang pucat, kembung dan borok pada bagian
kulitnya. Organ dalam ikan seperti ginjal, hati, limpa dan pancreas juga akan mengalami
kerusakan. Ikan yang terserang penyakit ini akan mengalami kematian apabila tidak segera
diobati.
Penyakit berikutnya yang sebelumnya belum pernah ada di Indonesia dan sekarang ada adalah
KHV (Koi Herpes Virus). KHV masuk ke Indonesia tahun 2002 melalui ikan koi dari Cina. Ikan
koi dari Cina ini dalam sertifikatnya dinyatakan sehat tak menunjukkan gejala sakit. Namun
beberapa hari kemudian ketika ikan ini akan dibiakkan tampak gejala sakit dan mati. Ikan tadi
menularkan penyakitnya dalam kontes ikan koi se-Jawa di Blitar. Dalam waktu singkat, penyakit
meluas ke Bandung, Jawa Barat kemudian ke Subang. Melalui penjualan, penyakit ini menyebar
ke Bogor, Jakarta, Sumatera Barat, dan Danau Toba. Kerugian akibat penyakit ini mencapai Rp
200 miliar (Pasaribu, 2005). KHV merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
herpes yang mudah menular. Penyakit ini dapat menyerang berbagai ukuran ikan mulai dari larva
hingga induk dan dapat menyebabkan kematian sampai 70-100%. Ikan yang terinfeksi akan
terlihat pucat, sisik terkelupas, mata terlihat cekung, dan terdapat lendir pada kulit dan insang
(OIE, 2009).
Penyakit MAS dan KHV adalah dua contoh penyakit yang dulunya belum pernah ada di
Indonesia. Masih banyak penyakit lain yang merupakan penyakit bawaan dari negara lain yang
telah masuk ke Indonesia. Penyakit tersebut sulit diberantas karena dengan cepat menyebar
hampir ke seluruh pelosok daerah di negeri ini. Pembudidaya ikan tentu telah mengalami
kerugian yang besar akibat penyakit tersebut. Tentunya kerugian ekonomi tidak dapat dihindari,
tidak hanya kerugian ekonomi tetapi juga masyarakat terkena imbasnya. Apabila ketersediaan
ikan semakin berkurang akibat serangan penyakit, maka akan terjadi penurunan konsumsi ikan
yang selanjutnya akan terjadi juga penurunan asupan protein.
Penyakit yang diduga eksotik bagi Indonesia sekarang adalah Channel catfish virus disease,
Infectious Salmon anaemia, Piscirickketsiosis (Gyrodactylus salaries), White sturgeon iridoviral
disease, Infectious with Bonamia ostre, Marteilia refringens, Mykrocytos mackin, Perkinsus
marinus, Candidatus xenohaliotis, californiensis, Hapolosporodium costale, dan Crayfish plague
(Aphanomyces astaci) (KKP, 2010).
Penyakit-penyakit eksotik tersebut apabila sampai masuk ke Indonesia, maka akan sulit untuk
melakukan tindakan pembebasannya kembali. Sebagai contoh, Channel catfish virus disease
(CCVD) merupakan penyakit virus yang sangat berbahaya. Penyakit ini merupakan penyakit
yang disebabkan oleh virus herpes dengan tingkat kematian yang tinggi. CCVD tidak hanya
menyerang induk tetapi juga pada tingkatan larva. Ikan yang terserang CCVD akan mengalami
kembung pada bagian perut, mata menonjol keluar serta perdarahan yang meluas pada bagian
sirip, perut bagian bawah dan perdarah pada bagian otot. Organ bagian dalam ikan pun akan ikut
mengalami keruskan seperti ginjal dan limpa (AGDAFF, 2008). Penyakit ini harus mendapat
perhatian serius dari badan karantina ikan, agar jangan sampai masuk ke negara Indonesia.
Penyakit eksotik berikutnya yang harus diwaspadai adalah Infectious salmon Anemia (ISA),
penyakit ini disebabkan oleh isavirus yang bersifat sangat mudah menular. ISA pertamakali
ditemukan di Norwegia pada tahun 1984 kemudian menyebar ke Chile, Kanada, dan ke
Skotlandia pada tahun 2009. Kerugian yang dialami Skotlandia pada tahun 1998-1999 mencapai
32 juta dolar Amerika. Diperlukan pemahaman tentang epidemiologi yang menyeluruh untuk
mengendalikan penyakit ini. Ikan yang terserang ISA akan menunjukkan gejala klinis lemah,
anemia, perut kembung, mata menonjol keluar, perdarahan pada kantung mata dan kekuningan
pada bagian perut. Hampir semua organ dalam ikan juga akan mengalami perdarahan dan
peradangan (ISU, 2010). Dua penyakit ikan eksotik tersebut beserta ke sembilan penyakit ekostik
lainnya merupakan ancaman yang harus disikapi dengan serius melalui langkah-langkah
pencegahan yang tepat. Hidup berdampingan dengan penyakit merupakan kerugian yang terusmenerus, dibutuhkan tenaga dan biaya yang tidak sedikit untuk pengendaliannya.
lembaga. Kualitas yang dimaksud adalah mencakup kemampuan teknis individu dan mentalitas
yang baik. Kemampuan teknis yang baik diperlukan dalam melakukan pemeriksaan terhadap
ikan impor yang akan masuk ke Indonesia. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan dalam
mengenali gejala klinis terhadap ikan-ikan yang sakit, kemampuan untuk mendiagnosis,
kemampuan untuk melakukan pemeriksaan laboratoris sebagai bentuk peneguhan terhadap
diagnosis, dan kemampuan untuk melakukan terapi atau tindakan eradikasi yang tepat dan dapat
dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Kemampuan tersebut harus didukung oleh mentalitas
yang baik. Karena mentalitas pegawai adalah hal yang sangat penting dilapangan bagi pegawai
agar tidak mudah dipengaruhi oleh importir yang nakal. Mentalitas pegawai sekarang ini
merupakan faktor yang sedang disoroti secara nasional. Banyak oknum pegawai bermental buruk
yang mudah sekali disuap atau melakuan pungutan liar. Hal seperti ini harus menjadi perhatian
utama karena akan sangat berbahaya sekali bagi sumberdaya perikanan nasional.
Program pelatihan berkelanjutan adalah program yang harus dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan individu pegawai. Kemampuan yang handal akan terbentuk apabila diasah terusmenerus. Keinginan untuk meningkatkan kemampuan diri, akan muncul salah satunya dengan
memberikan reward and punishment. Pemberian hadiah bagi pegawai yang berprestasi tentu
akan merangsang pegawai lain untuk berupaya melakukan tugas dengan baik. Pemberian
hukuman juga merupakan hal yang tidak boleh di anggap remeh. Dengan memberi
hukuman kepada para pegawai yang melanggar tata aturan yang berlaku tentu akan
menimbulkan efek jera agar dilain waktu tidak melakukan hal yang serupa. Disini perlu
diterpkan suatu sistem pengawasan yang ketat terhadap para pegawai dari seorang atasan. Peran
atasan dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja pegawai harus terus dilakukan. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melihat langsung kinerja pegawai dilapangan tanpa
pemberitahuan sebelumnya. Upaya ini juga dapat dijadikan bahan evaluasi praktik nyata para
petugas lapang dalam menjalankan tugas-tugasnya.
1. Ketersediaan Alat Diagnostik yang Memadai
Hal yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa ketersediaan alat penunjang (diagnostik)
merupakan komponen yang sangat berperan dalam peneguhan suatu diagnosis. Keraguan dalam
menentukan diagnosa definitif akan mudah ditepis dengan melakukan pemeriksaan penunjang.
Salah satu alat yang paling baik saat ini dalam melakukan pemeriksaan terhadap adanya agen
penyakit adalah PCR (polymerase chain reaction). Ketersediaan alat ini mutlak diperlukan baik
oleh badan karantina maupun oleh stasiun karantina ikan. Keunggulan PCR ini adalah dapat
mengenali agen penyakit hingga ke tingkat molekuler. Oleh karena itu perlu diupayakan
ketersediaan PCR hingga ke stasiun karantina ikan kelas II.
Alat diagnostik juga penting dalam hal untuk membantu mengklasifikasikan hasil diagnosis dari
suatu penyakit. Dalam istilah karantina dikenal dua kelompok penyakit berdasarkan tingkat
bahayanya terhadap kelestarian sumber daya ikan, lingkungan dan kesehatan manusia, yaitu
Hama dan Penyakit Ikan Golongan I dan Hama dan Penyakit Ikan Golongan II. Hama dan
Penyakit Ikan Golongan I adalah semua hama dan penyakit ikan karantina yang tidak dapat
disucihamakan atau disembuhkan dari media pembawanya karena teknologi perlakuannya belum
dikuasai sedangkan yang dimaksud dengan Hama dan Penyakit Ikan Golongan II adalah semua
hama dan penyakit ikan karantina yang dapat disucihamakan dan/atau disembuhkan dari media
pembawanya karena teknologi perlakuannya sudah dikuasai. Penentuan penggolongan Hama dan
Penyakit Ikan ini sangat penting karena akan berbeda penanganannya. Apabila diketahui bahwa
termasuk Hama dan Penyakit Ikan Golongan I, maka dilakukan pemusnahan dan apabila
termasuk Hama dan Penyakit Ikan Golongan II, maka dilakukan perlakuan (pengobatan).
Tindakan terhadap penyakit eksotik adalah tindakan yang sama dengan tindakan untuk Hama
dan Penyakit Ikan Golongan I yaitu tindakan pemusnahan. Dari sisi ini, maka alat diagnostik
sebagai penunjang suatu diagnosis diperlukan. Kesalahan penentuan golongan penyakit dan
tindakan yang akan diambil, akan sangat berbahaya dalam hal penyakit eksotik terdeteksi untuk
pertama kalinya. Penyakit eksotik yang tidak terdeteksi di tempat pemasukan, akan menyebar
dengan cepat dan berbahaya bagi sumberdaya perikanan nasional. Sekali penyakit tersebut
masuk, maka sulit untuk dikendalikan dan tentunya membutuhkan tenaga dan biaya yang tidak
sedikit.
Alat diagnostik tentunya bukan satu-satunya unsur penting yang dapat menentukan atau
mengenali suatu penyakit. Hal yang perlu difahami adalah pada suatu alat berpeluang terjadi
kesalahan baik itu positif palsu atau negatif palsu. Positif palsu artinya suatu alat mendeteksi
adanya suatu penyakit yang seharusnya tidak terdeteksi. Negatif palsu adalah suatu alat menepis
terhadap adanya suatu penyakit yang seharusnya terdeteksi. Kepercayaan terhadap suatu alat
diagnosis tidak boleh sepenuhnya, karena kita harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan klinis
dan kondisi-kondisi lainnya. Hal yang paling penting adalah kemampuan handal petugas untuk
mendiagnosis suatu penyakit.
dilengkapi persyaratan dan melalui tempat yang semestinya. Hal ini tentu berbahaya apabila ikan
tersebut membawa penyakit yang akan mengancam kelestarian ikan-ikan lokal.
KESIMPULAN
Sistem pertahanan terhadap penyakit ikan eksotik harus diperkuat demi menjaga
kelestarian sumberdaya perikanan nasional. Peran ini tidak hanya dilakukan oleh balai dan
stasiun karantina sebagai ujung tombak utama, tetapi juga perlu peran serta masyarakat. Melalui
kerjasama yang baik antara karantina dengan masyarakat diharapkan dapat terwujud perikanan
nasional yang maju menuju negara maratim yang tangguh.
http://pustakavet.wordpress.com/2012/01/28/pertahanan-terhadap-penyakit-ikan-eksotik-demikelestarian-perikanan-nasional/
Soal
Jelaskan bagaimana cara anda memonitoring keadaan usaha budidaya sesuai dengan prinsip
manajemen kesehatan ikan agar usaha budidaya dapat berhasil sesuai dengan harapan pengusaha
tersebut.
Jawaban
1) Tata Letak Kolam, Tambak Dan Keramba
Unit kegiatan usaha budidaya didesain dengan baik, tata letak merupakan suatu hal yang dapat
meminimalkan resiko yang berhubungan dengan kontaminasi:
v Area budidaya hanya digunakan untuk pembudidaya ikan
1.
Unit usaha budidaya seharusnya mempunyai desain yang baik, dengan tata letak yang
meminimalkan resiko yang berhubungan dengan kontaminasi
2.
Wadah budidaya harus berada di lokasi yang jauh dari peternakan untuk meminimalkan bahaya
pencemaran limbah ternak.
3.
Tidak ada bukti adanya peternakan (sapi, unggas, dsb) atau limbah yang mengontaminasi
fasilitas budidaya ikan.
v Unit usaha budidaya mempunyai desain dan tata letak yang dapat mencegah kontaminasi silang
1.
Tata letaknya baik, area untuk wadah budidaya, tandon penyimpanan air, tandon pengelolaan
air, atau area pembuangan lumpur dan bangunan gudang serta fasilitas lain.
2.
Tata Letak dapat menjamin kemungkinan kontaminasi dan kontaminasi silang telah
dikendalikan.
3.
v Toilet, septic tank, gudang dan fasilitas lainnya terpisah dan tidak berpotensi mengontaminasi
produk budidaya.
1.
Mempunyai toilet dalam kondisi bersih, dan tidak berada di area yang mungkin dapat
mengontaminasi produk.
2.
3.
Drainase dari toilets/kamar mandi diberikan perlakuan khusus dan tidak dibuang ke saluran air
masuk maupun sistem drainase.
v Unit budidaya memiliki fasilitas pembuangan limbah cair/padat yang di area yang sesuai
v Tersedia fasilitas pembuangan sampah/limbah dan ditempatkan di lokasi yang tidak menyebabkan
resiko kontaminasi pada wadah budidaya, area panen/penanganan hasil, pemberian pakan
maupun fasilitas lain.
v Wadah budidaya (karamba, jaring) didesain dan dibangun agar meminamilisir kerusakan fisik
ikan selama pemeliharaan dan panen
1.
Perlengkapan seperti karamba dan jaring di-desain dan dibangun untuk menjamin minimalisir
kerusakan fisik ikan selama proses pembesaran dan panen
2.
Ketersediaan sumber air berkualitas bagus dan cukup sepanjang masa pemeliharaan ikan.
sumber air dapat diperoleh dari sumur, aliran irigasi, sungai, atau mata air. perlu diperhatikan
bahwa pada musim kemarau jumlah debit air berkurang dan pastikan lokasi yang anda pilih tidak
kekurangan air terutama musim kemarau. Sedangkan persyaratan air yang digunakan dalam
proses produksi benih harus layak dan sesuai dengan kebutuhan hidup dan pertumbuhan ikan
yang dipelihara (sesuai SNI). Kualitas dan kecukupan sumber air akan berdampak langsung
terhadap mutu benih ikan dan keberlangsungan usaha pembenihan. Sumber air yang digunakan
untuk proses produksi benih ikan harus tersedia sepanjang tahun serta bebas cemaran
mikroorganisme pathogen, bahan organik dan bahan kimia. Bagi unit pembenihan yang
memperoleh air dari sumber air yang keruh, maka unit pembenihan tersebut harus memiliki
sarana filtrasi/pengendapan air.
2.
Lokasi sebaiknya jauh dari lingkungan pabrik terutama jauh dari saluran pembuangan limbah
kimia pabrik. lokasi yang berdekatan dengan pabrik kimia sebaiknya dihindari karena kualitas air
yang ada di lokasi tersebut hampir bisa dipastikan telah tercemar oleh limbah buangan pabrik
yang sangat berbayaya. Pilih daerah yang jauh dari pemukiman padat penduduk. sebaiknya cari
lokasi yang tidak berada persisi di lingkungan padat penduduk karena usaha budidaya ini
mungkin menimbulkan gangguan yang tidak baik terhadap kenyamanan lingkungan sekitar
karena bau yang ditimbulkan dari kolam ikan. Sedangkan lokasi untuk unit usaha pembenihan
ikan, harus berada di daerah yang terbebas dari banjir, pengikisan daerah pantai serta terhindar
dari cemaran limbah industri, pertanian, pertambangan dan pemukiman. Kelayakan lokasi
tersebut dimaksudkan untuk menghindari risiko kerugian dan kegagalan operasional suatu unit
pembenihan akibat adanya kontaminasi cemaran dari lingkungan sekitar.
3.
Tidak ada bukti bahwa tanah dasar mengandung bahan kimia atau kandungan lain, yang
mungkin mengakibatkan tingkat kontaminasi yang tidak dapat diterima (sebelumnya digunakan
untuk industri)
4.
Pilih struktur tanah yang dapat menampung air (tidak porous). kecuali ingin membangun
kolam terpal jenis tanah tidak perlu dipertimbangkan. untuk kolam tanah, pemilihan struktur
tanah harus menjaddi bahan pertinbangan penting. Jenis tanah yang baik untuk kolam budidaya
kebanyakan ikan adalah tanah jenis liat atau lempung berpasir dengan kandungan 50 % tanah liat
dan sedikit kandungan pasir. jenis tanah ini apat menahan air ddalam kolam ddan tidak rembes.
5.
Sebaiknya lokasi dekat dengan jalan yang bisa dilalui mobil angkutan sehingga memudahkan
pada waktu pengangkutan hasil panen dan pengiriman pakan kelokasi kolam ikan.
6.
7.
Dekat dengan pedagang yang menjual kebutuhan pakan ikan dan sarana produksi laiinnya
sehingga dapat menekan biaya produksi.
8.
Untuk lebih menjamin kelancaran kegiatan operasional, maka lokasi unit budidaya ikan harus
berada di daerah yang mudah dijangkau serta tersedia sarana dan prasarana penunjang seperti
jaringan listrik, sarana komunikasi dan transportasi.
9.
Pada usaha pembenihan ikan sebaiknya tidak terletak dekat dengan kawasan budidaya. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari risiko terjadinya infeksi penyakit pada induk dan benih di unit
pembenihan apabila di kawasan budidaya tersebut terjadi wabah penyakit ikan. Bagi unit
pembenihan yang berdekatan dengan kawasan budidaya harus memiliki sarana pengolahan dan
sterilisasi air.
Sumber : http://eponco.blogspot.com/2012/06/pedoman-cara-budidaya-ikan.html dan DR. Ir.
Made L. Nurdjana pedoman umum CPBI
3) Kegiatan Budidaya
Agar kegiatan budidaya ikan dapat berjalan secara berkelanjutan serta sesuai manajemen
kesehatan ikan, maka harus memenuhi norma-norma sebagai berikut:
1. Penurunan keanekaragaman dan pencemaran genetik
Introduksi spesies ikan baru yang sesuai persyaratan biologi untuk dibudidayakan dapat
menguntungkan karena produktivitasnya tinggi. Namun apabila ikan introduksi bersifat invasif
dan lepas ke perairan umum bisa mengganti atau menempati habitat spesies asli (native spesies).
Bahaya introduksi ikan baru selain merusak biodiversitas ikan asli, juga bisa sebagai pembawa
parasit dan penyakit baru (FAO, 2010a). Adanya perkawinan kerabat dalam budidaya dan
penyusutan keragaman genetik menyebabkan sifat unggulnya menurun. Akibatnya pertumbuhan
ikan menjadi lambat, penggunaan pakan kurang efisien, daya tahan menurun, kematangan gonad
lebih cepat sehingga tidak ekonomis untuk dipelihara. Ikan budidaya dengan sifat genetik yang
kurang bervariasi dan rentan penyakit apabila lepas akan terjadi interaksi dengan ikan asli dan
menurunkan kualitas ikan asli.
2. Konversi lahan
Persepsi negatif perubahan lahan hutan menjadi tambak sejak 1996 terus didengungkan
oleh beberapa kelompok lingkungan untuk memboikot produk udang yang dihasilkan. Alasannya
karena pengusaha menebang hutan bakau untuk dibangun tambak sehingga lahan pesisir menjadi
gundul. Selama budidaya udang berjalan terjadi intrusi air asin ke darat, pembuangan limbah
budidaya ke perairan lingkungannya dan berjangkitnya penyakit yang berakibat pada kegagalan
panen (Diana, 2009). Setelah gagal, pembudidaya meninggalkan lahan yang telah gundul tanpa
mengembalikan lagi menjadi lahan yang produktif. Padahal hutan bakau mempunyai fungsi
ekologi dan memiliki karagaman hayati yang tinggi, apabila ditebang dapat menyebabkan
beberapa jenis organisme air dan binatang lain kehilangan habitatnya, kemampuan penyaring dan
penjangga air limbah juga hilang. Disamping itu, terjadi abrasi pantai akibat ombak dan angin
kencang yang tidak terhambat oleh hutan bakau.
3. Pencemaran lingkungan
Budidaya intensif udang dan ikan menghasilkan limbah berbentuk partikel dan cair
terutama berasal dari pemberian pakan (Gowen et al., 1994). Limbah partikel yang mengendap
di bawah budidaya KJA dan berdampak negatif terhadap binatang dasar (benthic), sedangkan
diversitas dan produksi ikan pelagis di sekitar perairan naik. Limbah organik terlarut dan
mengendap di bawah KJA akan terurai sehingga menyebabkan eutrofikasi perairan dan
menurunkan kualitas air. Akibatnya dapat menurunkan pertumbuhan ikan dan rentan terhadap
penyakit bahkan menyebabkan kematian ketika terjadi upwelling (Rustadi, 2008). Selain limbah
organik, budidaya perikanan intensif juga menghasilkan residu yang mencemari lingkungan.
Residu ini berasal dari penggunaan bahan kimia, obat-obatan dan bahan beracun lain untuk
mengendalikan predator, hama, penyakit dan gulma air, serta bahan kimia untuk mengontrol
biofouling pada KJA laut. Residu bahan kimia dan bahan beracun tersebut bisa tinggal dalam
ikan dan tanah selama beberapa waktu, dan dapat membahayakan kesehatan lingkungan. Apabila
konsentrasinya tinggi bisa tinggal lebih lama pada jaringan tertentu seperti ginjal, hati, kulit dan
tulang ikan (Schmid 1980 dalam Pillay, 1992).
4. Wabah parasit dan penyakit
Penurunan kualitas air dalam budidaya ikan monokultur yang padat dapat menyebabkan
berjangkitnya parasit dan penyakit (Chopin et al., 2001). Dalam kondisi padat tebar yang tinggi,
ikan menjadi stres dan mudah terserang parasit dan penyakit. Penyebab penyakit dapat menyebar
ke lintas perbatasan (transboundary aquatic animal diseases (TAAD) dengan cepat, bertahan
lama dan menyebabkan kerugian yang besar pada udang/ikan budidaya dan ikan liar. TAAD
yang serius adalah 1) epizootic ulcerative syndrome (EUS) yaitu penyakit fungi yang
menurunkan populasi ikan liar di Afrika tenggara; 2) white spot disease pada udang black tiger
yaitu penyakit virus yang paling serius dan menyebabkan industri budidaya udang hancur
disebabkan oleh SEMBV= Systemic Ectodermal and Mesodermal Baculovirus; dan 3) koi herpes
virus (KHV) yang menyerang ikan karper konsumsi dan ikan hias. Mewabahnya penyakit juga
disebabkan oleh timbulnya resistensi jasad pathogen akibat penggunaan antibiotik yang kurang
tepat dan karena perubahan iklim. Selain itu, pemindahan spesies ikan nonendemik atau endemik
bisa membawa jasad pathogen yang dapat menyerang ikan liar.
perairan umum yang mengalami eutrofikasi melalui pemanenan fitoplankton dengan metode
penebaran dan pemanen ikan (Rustadi, 2009).
3. Sistem budidaya polikultur dan terpadu.
Budidaya polikultur bertujuan untuk memanfaatkan ruang dan rantai makanan yang ada.
Dalam sistem budidaya ini tercipta hubungan simbiose antara spesies yang dipelihara dan tidak
terjadi persaingan mendapatkan makanan, yaitu antara ikan planktivora, herbivora dan karnifora.
Udang dipelihara bersama dengan rumput laut dan bandeng di tambak. Budidaya dengan trofik
makanan berbeda telah dikembangkan di laut dengan pendekatan Balanced Ecosystem dan
teknologi Integrated Multi- Trophic Aquaculture (IMTA). Teknologi ini telah digunakan secara
komersial untuk budidaya polikultur rumput laut-abalon, alga mikrokerang di bak-bak
pemeliharaan di Australia, China, dan Thailand, sedangkan ikan-kerang-rumput laut di perairan
pantai di China, Chile dan Canada (Neori et al., 2007). Sistem budidaya ikan terpadu dengan
komoditas lain seperti dengan tanaman (pertanian, kehutanan) dan/atau hewan peternakan.
Sistem budidaya terpadu ini secara efisien menggunakan sumber daya alam (lahan, air) dan
tenaga yang tersedia untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan diversifikasi produk. Pada
sistem budidaya terpadu mina-padi, hasil padi meningkat 10-15% dan tambahan hasil berupa
ikan, sedangkan budidaya ikan sebagai palawija dapat memotong siklus hidup hama tanaman
padi.
4. Pengurangan tepung ikan dan minyak ikan.
Substitusi bahan dasar pakan ikan dari tepung dan minyak ikan harus dilakukan ke bahan
dan minyak biji-bijian (cereal), antara lain dengan kedelai, limbah daging (tepung darah dan
tepung tulang) dan protein sel tunggal (Tacon & De Silva, 1997). Kandungan tepung dan minyak
ikan beberapa pakan telah banyak dikurangi. Dalam industri salmon, minyak ikan telah diganti
dengan yang lebih murah, namun penggantian secara komplit masih mengalami beberapa
kendala menyangkut kandungan gizi (asam amino dan asam lemak), daya cerna dan penerimaan
oleh konsumen. Gerakan ke arah substitusi parsial dari protein tanaman dan binatang terestrial
untuk protein ikan secara luas telah diterima dalam industri akuakultur.
5. Pengelolaan budidaya perikanan yang ramah lingkungan.
Untuk menghindari dampak negatif introduksi dan domestikasi ikan harus dilakukan
tindakan kehati-hatian, mencegah ikan budidaya tidak lepas dan tidak memelihara spesies ikan
yang invasif di luar habitat alamnya. Pemuliaan stok ikan harus dilaksanakan di pembenihan
untuk mengatasi penurunan kualitas akibat kawin kerabat.
Selain sesuai dengan daya dukung, pemanfaatan hutan manggove untuk budidaya udang dan
perairan umum untuk budidaya KJA harus sesuai dengan tata ruang. Demikian pula penerapan
teknologinya disesuaikan dengan kondisi lahan, sarana yang tersedia, keadaan sosial dan
ekonomi masyarakat setempat. Kawasan tambak yang hutan bakaunya terlanjur gundul harus
direhabilitasi melalui penanaman kembali jenis bakau yang cocok. Dalam praktek kegiatan
budidaya mengharuskan penggunaan jenis pakan yang efisien, pemberiannya sesuai dengan
ransum dan cara yang tepat. Penggunaan bahan kimia dan bahan beracun lain dalam budidaya
perikanan harus dipilih yang selektif target sasarannya, mudah terdegradasi dan penggunaannya
sesuai dengan takaran. Selain itu, pengendalian limbah organik dapat dilakukan dengan KJAganda, pemeliharaan ikan/kerang pembersih, penanganan air limbah (PAL), penggunaan
probiotik pada budidaya kolam dan tambak, serta pengembangan budidaya re-sirkulasi.
6. Pengendalian penyakit dan penggunaan benih tahan penyakit.
Untuk mencegah timbulnya wabah penyakit, setiap pemindahan ikan dan ikan yang ada
di pembenihan dan pemeliharan harus dilakukan monitoring secara teratur (FAO, 2010b).
Larangan harus diberlakukan apabila ada kemungkinan terjadi pemindahan hama dan penyakit.
Penggunaan benih bebas patogen (SPF = Specific Pathogen-Free, SPR = Specific Pathogen
Resistance) dan vaksinasi benih merupakan cara untuk mencegah terjadinya penyakit. Selain itu
pengendalian dilakukan dengan manajemen lingkungan, penggunaan obat-obatan yang sesuai
aturan. Penggunaan SPR ada kemungkinan menurunkan kecepatan pertumbuhan (GR=growth
rate), sebaliknya dengan seleksi, GR naik tetapi ketahanan menurun. Agar supaya GR tidak
turun, benih diseleksi dan divaksinasi. Ikan yang divaksin menghasilkan pertumbuhan yang
tinggi, tahan penyakit, aman bagi kesehatan konsumen dan lingkungan. Hasil beberapa penelitian
yang dilakukan oleh Kamiso dkk. (2003-2010), ikan yang divaksin ternyata laju sintasan (SR)
dan laju pertumbuhan meningkat, serta efisiensi pakan
(FCR) naik.
7. Biosafety (keamanan biologi).
Dengan semakin intensif dan beragam bahan masukan yang digunakan dalam budidaya
perikanan, semakin besar potensi bahaya dan resiko biologis yang ditimbulkan pada ikan,
manusia dan ekosistemnya. Bahaya yang ditimbulkan antara lain: penyakit infeksi, hama,
kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan residu, resistensi terhadap antibiotik, zoonosis
yaitu penyakit yang dapat menular antara binatang dan manusia (FAO, 2010a). Hal ini
mendorong pengamanan biologi yang semakin ketat dan pendekatan terpadu. Ikan sebagai bahan
makanan dan produk perikanan harus memenuhi kualitas dan keamanan pangan bagi konsumen.
Sistem yang digunakan dengan penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan
sekarang mengarah pada peraturan HACCP-based systems. Untuk produk perikanan ekspor
ditambah aturan internasional, the General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan
peraturan tiap negara atau regional yang berlaku (FAO, 2010a). Disamping itu, dilakukan
penerapan the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS) meskipun belum ada
kesepakatan pada aras internasional terhadap keamanan pangan atau ikan. Persetujuan tersebut
menggunakan dua konsep. Pertama tiap negara bisa menerapkan tindakan sanitary or
phytosanitary-nya berdasarkan standar, pedoman dan rekomendasi internasional yang telah
dibentuk oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) yang berhubungan dengan bahan
makanan aditif (food additives), obat-obatan hewan (veterinary drug), residu pestisida dan bahan
kontaminan. Kedua menggunakan kriteria untuk menentukan dasar level perlindungan yang
aman untuk sanitary dan phytosanitary.
Sumber : Prof. Dr. Ir. H. Rustadi, M.Sc. Peranan Dan Adaptasi Budidaya Perikanan Dalam
Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Universitas Gadjah Mada pada tanggal 16 November
2011 di Yogyakarta
Sumber:
http://eponco.blogspot.com/2012/06/pedoman-cara-budidaya-ikan.html
dan
materi
PENGELOLAAN AIR
Mutu air dan sedimen seharusnya dijaga pada level yang mencukupi untuk kesehatan lingkungan
budidaya dengan melakukan angka penebaran benih dan pakan yang sesuai.
Air pasok dan keluar di wadah budidaya seharusnya difiltrasi/ saring untuk mencegah masuknya
species yang tidak diinginkan termasuk parasit dalam air tawar.
Dilakukan filtrasi air atau pengendapan serta menja-min kualitas air sesuai untuk ikan
dibudidayakan :
Air difiltrasi selama pengisian wadah budidaya sebelum untuk untuk mencegah masuknya
hama/predator.
Tandon digunakan bila perlu untuk meningkatkan mutu air.
BENIH
Penggunaan obat ikan dan bahan kimia selama pembenihan dapat menimbulkan residu dan
beresiko pada keamanan pangan.
Mutu benih yang buruk dapat pula mengganggu kesehatan selama pembudidayaan dan akan
memicu penggunaan obat dan atau bahan kimia.
Benih sehat bersertifikat berasal dari hatchery yang bersertifikat dan atau memiliki
sertifikat bebas penyakit dan obat ikan :
Benih seharusnya berasal dari hatchery yang menggunakan bahan kimia dan obat-obatan yang
dapat diijinkan.
Menggunakan benih dari hatchery yang bersertifikat. Bila blm bersertifikat seharusnya
menyertakan bukti mutu dan bebas penyakit dan antibiotik.
Pembudidaya harus ada kesadaran mutu benih dan memiliki rekaman ttg pemasok & jumlah
pembelian benih.
4.
PAKAN
Pakan dapat menyebabkan masalah keamanan pangan dengan menarik datangnya hama pengerat,
penanganan pakan tidak tepat atau menjadi media penular pada udang/ikan.
Pada usaha budidaya, selain menggunakan pakan komersial yang dijual, pembudidaya terkadang
membuat sendiri pakannya.
Bahan baku pakan seharusnya tidak menggunakan pestisida, bahan kimia, termasuk logam berat
dan kontaminan lain yang dilarang dan membahayakan.
Pakan Ikan yang digunakan memiliki nomor pendaftaran/ sertifikat yang dikeluarkan
Direktur Jenderal atau surat jaminan dari institusi yang berkompeten :
Menggunakan pakan komersial yang terdaftar
Apabila membuat pakan sendiri menggunakan formula yang standar dan bahan baku yang tidak
mengandung bahan terlarang dan membahayakan (pestisida,bahan kimia,logam berat dan
kontaminan lain)
Pembudidaya menggunakan pakan yang terdaftar dari DJPB atau institusi berwenang lainnya.
Nomor pendaftaran seharusnya tertulis dalam label pakan.
Pakan ikan disimpan dengan baik dalam ruangan yang kering dan sejuk untuk menjaga
kualitas mutu serta digunakakan sebelum masa daluwarsanya :
Pakan tidak digunakan setelah masa daluwarsanya.
Tidak ada bukti telah daluwarsa atau rusak.
Pakan selalu tersimpan dalam kemasan/wadah yang baik.
Pakan yang kering disimpan dalam tempat yang sejuk dan terjaga ventilasinya serta terlindung
diarea yang kering untuk mencegah kerusakan, jamur dan kontaminasi.
Pakan basah seharusnya tersimpan dalam tempat dingin dan digunakan sesuai dengan saran
penyajian.
Penyimpanan, kondisi transportasi dan penggunaannya seharusnya sesuai dengan spesifikasi yang
ada pada label.
Pakan tidak dicampur bahan tambahan seperti antibiotik, obat ikan, bahan kimia lainnya
atau hormon yang dilarang : Pakan buatan sendiri harus dibuat dari bahan yang direkomendasikan dan tidak dicampur dengan bahan-bahan terlarang. Pemberian pakan dilakukan
dengan cara yang efisien mengikuti ratio pemberian yang dianjurkan :
Pemberian pakan yang baik membutuhkan air dan sedimen yang bermutu.
Pembudidaya menggunakan tadah pakan dan melakukan pemberian pakan yang efisien
berdasarkan kebutuhan.
Pakan berlabel/memiliki informasi yang mencantumkan komposisi, tanggal daluwarsa,
dosis dan cara pemberian dengan jelas.
5.
Bahaya yang berhubungan dengan obat ikan (termasuk antimikroba) dalam pembudidayaan
adalah residu pada produk akhir. Penerapan CBIB seharusnya dapat menurunkan penggunaan
obat ikan, dll.
Untuk itu perlu pengelolaan kesehatan yang efektif selama proses budidaya, dengan
meningkatkan sistem keamanan hayati dan menurunkan insiden wabah dan resiko yang
ditimbulkan.
Program preventif terhadap kesehatan ikan lebih diutamakan dari pada upaya pengobatan.
Hanya menggunakan obat ikan, bahan kimia dan biologis yang diijinkan (registrasi dari DJPB)
Obat ikan yang diijinkan digunakan sesuai petunjuk dan pengawasan
Obat ikan, bahan kimia dan biologis disimpan dengan baik sesuai spesifikasi.
Obat ikan, bahan kimia dan biologis sesuai pada label.
Dilakukan test untuk mendeteksi residu obat ikan & bahan kimia dengan hasil dibawah ambang
batas
Obat ikan, bahan kimia dan susbtansi biologi memiliki label yang jelas dan lengkap tentang
komposisi, dosis, indikasi, cara penggunan, masa daluwarsa dan periode withdraw dalam bahasa
indonesia.
6.
PANEN
Bahaya keamanan pangan dapat muncul dari teknik panen yang tidak sesuai, seperti
temperatur yang tinggi dapat menyebabkan pembusukan produk selama kegiatan panen. Selain
itu, dari penggunaan air atau es yang tercemar dan kurang bersihnya fasilitas dan peralatan.
Kerusakan ikan selama panen dapat menyebabkan pencemaran yang mengarah kepada saluran
usus atau pembusukan produk. Teknik panen yang sesuai akan memperkecil resiko pencemaran,
kerusakan fisik dan stres ikan.
Perlengkapan dan peralatan mudah dibersihkan dan dijaga dalam kondisi bersih dan higienis
Panen dipersiapkan dengan baik untuk hindari pengaruh temperatur tinggi pada ikan.
Pada saat panen dilakukan upaya untuk menghindari terjadinya penurunan mutu dan kontaminasi
ikan
Penanganan ikan dilakukan secara higienis dan efisien sehingga tidak menimbulkan kerusakan
fisik
7.
PENANGANAN HASIL
Peralatan dan perlengkapan untuk penanganan hasil mudah dibersihkan dan didesinfeksi
(bila perlu) serta selalu dijaga dalam keadaan bersih Ikan mati segera didinginkan dan
diupayakan suhunya mendekati 0 C di seluruh bagian. Proses penanganan (sortir, penimbangan,
pencucian, pembilasan, dll) dilakukan dengan cepat dan higienis tanpa merusak produk.
Berdasarkan persyaratan yang berlaku, bahan tambahan & kimia yang dilarang tidak digunakan
pada ikan, yang diangkut dalam kondisi mati atau hidup)
Sumber : http://eponco.blogspot.com/2012/06/pedoman-cara-budidaya-ikan.html
6) Transportasi
Peralatan dan fasilitas pengangkutan yang digunakan mudah dibersihkan dan selalu
terjaga kebersihannya (boks, wadah, dll) Pengangkutan dalam kondisi higienis untuk
menghindari kontaminasi sekitar (seperti udara, tanah, air, oli, bahan kimia, dll) dan kontaminasi
silang. Suhu produk selama pengangkutan mendekati suhu cair es (0C) pada seluruh bagian
produk Ikan hidup ditangani dan dijaga dalam kondisi yang tidak menyebabkan kerusakan fisik
atau kontaminasi :
Hanya ikan dan udang yang sehat yang dipilih untuk pemeliharaan dan transportasi dalam kondisi
hidup.
Selama transportasi stress harus ditekan dengan menjaga kualitas air dan kepadatan ikan yang
optimal. Air yang digunakan untuk wadah pengangkutan, atau untuk resirkulasi selama
pengangkutan atau untuk adaptasi ikan, harus sama kualitas dan komposisinya dengan air asal
untuk mengurangi stress pada ikan.
Air tidak boleh terkontaminasi oleh kotoran manusia atupun limbah industri. Wadah dan
peralatan transportasi harus dirancang dan dioperasionalkan dengan higienis untuk mencegah
kontaminasi;
Apabila menggunakan air laut dalam wadah pengangkutan, untuk spesies yang rentan terhadap
kontaminasi, air yang digunakan selama transportasi tidak boleh terkontaminasi apapun.
Tidak boleh melakukan pemberian pakan selama penampungan dan transportasi ikan.
Apabila menggunakan air laut dalam wadah pengangkutan, untuk spesies yang rentan terhadap
kontaminasi racun alga,air laut yang mengandung konsentrasi alga yang tinggi harus dihindari
atau disaring/filter terlebih dahulu.
Air tidak boleh diganti selama transportasi, idealnya menggunakan sistem resirkulasi, tetapi
apabila penggantian air perlu dilakukan, maka penggantian harus dilakukan dengan hati-hati dan
higienis.
Ikan hidup harus ditangan sedemikian upa untuk menghidari stress. Alat dan wadah transportasi
ikan hidup harus dirancang untuk mendukung penangan dengan cepat dan efisien tanpa
menyebabkan kerusakan fisik atau stress.
Sumber : http://eponco.blogspot.com/2012/06/pedoman-cara-budidaya-ikan.html
http://diyanpleiades.blogspot.com/2013/06/prinsip-manajemen-kesehatan-ikan-bagi.html