Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN PUSTAKA

BAB I
KELENJAR TIROID

ANATOMI KELENJAR TIROID


Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus, satu di sebelah kanan dan satu lagi disebelah
kiri. Keduanya dihubungkan oleh suatu struktur ( yang dinamakan isthmus atau ismus. Setiap
lobus berbentuk seperti buah pir. Kelenjar tiroid mempunyai satu lapisan kapsul yang tipis
dan pretracheal fascia. Pada keadaan tertentu kelenjar tiroid aksesoria dapat ditemui di
sepanjang jalur perkembangan embriologi tiroid. Kelenjar tiroid terletak di leher antara fasia
koli media dan fasia pravertebralis. Dibelakangnya terdapat kelenjar paratiroid, arteri carotis
komunis, arteri jugularis interna dan n. vagus terletak bersama dalam sarung tertutup di latero
dorsal tiroid.
Struktur ismus atau isthmus yang dalam bahasa latin artinya penyempitan merupakan struktur
yang menghubungkan lobus kiri dan kanan. Posisinya kira-kira setinggi cincin trakea 2-3 dan
berukuran sekitar 1,25 cm. Anastomosis di antara kedua arteri thyroidea superior terjadi di
sisi atas ismus, sedangkan cabang-cabang vena thyroidea inferior ber-anastomosis di
bawahnya. Pada sebagian orang dapat ditemui lobus tambahan berupa lobus piramidal yang
menjulur dari ismus kebawah. Kadang dijumpai a.tiroidea cabang dari trunkus brakiosefalika
yang sering menimbulkan perdarahan pada waktu trakeostomi.

HISTOLOGI KELENJAR TIROID


Kelenjar tiroid terdiri dari nodul nodul yang tersusun dari folikel folikel kecil yang
dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh suatu jaringan ikat. Folikel folikel tiroid dibatasi
oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid. Sel epitel folikel merupakan tempat
sintesis hormone dan mengaktifkan pelepasannya ke dalam sirkulasi. Zat koloid tirolobulin
merupakan tempat hormone tiroid sintesis dan pada akhirnya di simpan. Dua hormone utama
yang diproduksi folikel adalah tiroksin (T4) dan triyodotironin (T3). Sel penyekresi hormone
lain dalam kelenjar tiroid yaitu sel parafolikular atau sel C yang terdapat pada dasar folikel
dan berhubungan dengan membrane folikel, sel ini menyekresi kalsitonin.

FISIOLOGI KELENJAR TIROID


Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid ( T4 dan T3 ) yang membantu mengatur
temperature tubuh, metabolisme energi dan protein juga membantu pengaturan fungsi normal
sistem kardiovascular dan sistem saraf pusat. Selain itu tiroid juga menghasilkan kalsitonin
yang berfungsi mengatur jumlah kalsium di dalam darah.
Hormone T3 sebagian besar berasal dari konversi T4 menjadi T3 yang berlangsung
diluar kelenjar tiroid. Tirotropin Releasing Factor ( TRF ) yang dihasilkan hypothalamus
akan merangsang kelenjar hipofise mengeluarkan tirotropin (TSH). Tirotropin juga akan
merangsang pertumbuhan kelenjar tiroid.
Tiroksin ( T4 ) menunjukkan pengaturan timbal balik negatif dari sekresi TSH dengan
bekerja langsung pada tirotropin hipofisis. Beberapa obat dan keadaan dapat mengubah
sintesis, pelepasan dan metabolisme hormon tiroid. Obat obat seperti perklorat dan tiosianat
dapat menghambat sintesis tiroksin. Sebagai akibatnya, menyebabkan penurunan kadar
tiroksin dan melalui rangsangan timbal balik negatif, meningkatkan pelepasan TSH oleh
kelenjar hipofisis.
TES TES FUNGSI TIROID
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantaraan tes tes fungsi
tiroid. Tes tes berikut ini sekarang digunakan untuk mendiagnosis penyakit tiroid:
Kadar total tiroksin dan triyodotironin serum.
Diukur dengan radioligand assay. Pengukuran termasuk hormon terikat dan hormon yang
bebas. Kadar normal tiroksin adalah 4 sampai 11 g/dl; untuk triyodotironin kadarnya
berkisar dari 80 sampai 160 g/dl.
Tiroksin bebas.
Mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif.
Kadar TSH serum.
Dapat diukur dengan assay radioimunometrik; nilai normal dengan assay generasi ketiga,
berkisar dari 0,02 hingga 5,0 U/ml. Kadar TSH plasma sensitif dan dapat dipercaya sebagai
indikator fungsi tiroid.
Ambilan yodium radioisotop (123 I [RAI]).
Digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah
yodida. Normalnya, jumlah radioaktif yang diambil berkisar dari 10% hingga 35% dari dosis
pemberian

PENDAHULUAN
Bedah endokrin membahas pemeriksaan dan pengendalian keadaan bedah pada kelenjar
endokrin.
Penyakit kelenjar endokrin mempunyai bentuk yang terbatas. Kelenjar endokrin dapat
menghasilkan hormon secara berlebihan, umpamanya pada penyakit Graves, yaitu
hiperfungsi kelenjar tiroid atau menghasilkan terlalu sedikit hormon, misalnya pada
miksudem

akibat

hipofungsi

kelenjar

tersebut

(1,

3).

Kelainan grandula thyroidea dapat berupa gangguan fungsi seperti tirotoksikosis atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tiroid nodular. Berdasarkan
patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma (1, 3).
ANATOMI
Kelenjar tiroid mulai terlihat berbentuk pada janin berukuran 3,4 4 cm, yaitu pada akhir
bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara bronchial pouch
pertama dan kedua yang kemudian membentuk dua lobus. Penurunan ini terjadi pada garis
tengah. Saluran pada struktur ini menetap dan menjadi duktus tiroglosus, yang berasal dari
foraimen

sekum

di

basis

lidah.

Pada umumnya duktus ini akan menghilang setelah dewasa tetapi pada beberapa keadaan
masih

menetap.

Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh
ismus

dan

menutupi

cincin

trakea

dan

3.

Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakea sehingga pada setiap
gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar ke arah kranial.
Sifat inilah yang digunakan di klinik untuk menentukan suatu bentukan di leher berhubungan
dengan

kelenjar

tiroid

atau

tidak.

Pengaliran darah berasal dari : a. tiroidea superior (cabang a. karotis eksterna) dan a. tiroidea
inferior (cabang a. subklavia). Setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala limfatik,
sedangkan

sistem

venanya

berasal

dari

pleksus

perifolikuler.

Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis,
selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodul prelaring yang tepat berada di atas ismus serta ke
kelenjar getah bening pretrakealis dan paratrakealis, sebagian lagi bermuara di kelenjar getah
bening brakiosefatika dan sebagian ada yang langsung ke duktus torasikus (1, 3, 4, 7).

FISIOLOGI
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4), bentuk aktif hormon
ini adalah Triyodotironin (T3) yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di
perifer,

dan

sebagian

hasil

langsung

dibentuk

oleh

kelenjar

tiroid.

Yodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat
ini dipekatkan kadarnya menjadi 30 40 kali secara selektif di dalam kelenjar tiroid.
Yodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi
bagian dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoyodotirosin (MIT) atau
diyodotironin

(DIT).

Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan dalam
koloid kelenjar tiroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap di
dalam kelenjar yang kemudian mengalami deyodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang
(1,

3,

7).

Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsangan tiroid (thyroid
stimulating hormone, TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Kelenjar
ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam
sirkulasi, yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan
terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin (thyrotropine releasing hormone, TRH) dari
Hipotalamus.
Kelenjar tiroid juga mengeluarkan kalsitonin dari sel parafolikuler. Kalsitonin adalah
polipeptida yang menurunkan kadar kalsium serum, mungkin melalui pengaruhnya terhadap
tulang (1, 3, 7).
KLASIFIKASI
I.

Struma

endemik

hiperplastik

(Simple

difusa

(area

goiter)
endemik

dan

Eutiroid.

struma

pubertas).

a.

Struma

b.

stadium akhir dari (A), folikel-folikel terisi dengan koloid.Struma koloid

c. karena fluktuasi persisten kadar TSH nodul multiple.Struma nodular


II.
a.

Struma
Primer

Struma

b.

toksika

toksika
difusa

Sekunder
Struma

Struma nodular non toksika.

(penyakit

Grave).
(nodular)

nodular

toksika;

III.

Struma

neoplastik.

a.

Jinak.

b. Ganas.
IV.

Tiroiditis.

a.

Tiroiditis

b.

suburatif

Tiroiditis

c.

akut.

sub

akut.

Tiroiditis

hasimoto.

d. Tiroiditis Riedel (2, 6).


EPIDEMIOLOGI
Survey epidemiologi untuk gondok endemik sering ditemukan di daerah pegunungan seperti
pengunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan, dan sebagainya dan juga terlihat di dataran
rendah

seperti

Finlandia,

Belanda,

dan

sebagainya.

Untuk struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering pada wanita dibanding pria. Di
Inggris, prevalensi Hypertiroidisme pada praktek umum adalah 25 35 kasus dalam 10.000
wanita,

sedang

di

rumah

sakit

didapatkan

kasus

dalam

10.000

pasien.

Pada wanita ditemukan 20 27 kasus dalam 1.000 wanita, sedangkan pria 1 5 per 1.000
pria. Data dari Whickham Survey pada pemeriksaan penyaring kesehatan dengan
menggunakan Free Thyroxine Index (FT4) menunjukkan prevalensi Hipertiroidisme pada
masyarakat sebanyak 2% (1, 3, 5).
GRAVES

DISEASE

(STRUMA

TOKSIK

DIFUSA)

Penyakit Graves lazim juga disebut penyakit Basedow yang merupakan hipertiroidi yang
sering dijumpai, penyakit graves merupakan sindrom autoimun sistemik dengan penampilan
bervariasi yang meliputi goiter dengan hipertiroidisme, eksolftalmas, miksudema pretibia dan
acropachy. Walaupun etiologi penyakit graves tidak diketahui, tampaknya terdapat peran
antibodi terhadap reseptor TSH, yang menyebabkan peningkatan produksi tiroid. Penyakit ini
ditandai dengan peninggian penyerapan Iodium radio aktif oleh kelenjar tiroid (1, 2, 3, 7).
Gambaran

Klinis

Gejala dan tanda peningkatan metabolisme di segala sistem tubuh mungkin terlihat jelas dan
meliputi intoleransi terhadap panas, banyak keringat, berat badan turun, gerakan hiperkinetik,
insomnia, kelemahan otot proksimal, tremor, mensis sedikit, takikardia, dan fibrilasi atrium.
Gambaran penyakit Graves pada mata meliputi rangkaian kesatuan dari mata melotot dan
kelopak mata terbuka sampai hilangnya penglihatan akibat kornea atau nervus optikus
terkena (1, 4, 7).

Tes

Laboratorik

Kadar T3 dan T4 meninggi, ambilan yodium radio aktif biasanya meningkat. Menurut Bayer
MF10 kombinasi hasil pemeriksaan laboratorium Thyroid Stimulating Hormone Sensitif
(TSHS) yang tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat, jelas
menunjukkan

hipertiroidisme.

Pemeriksaan auto antibodi tiroid membantu untuk membedakan penyakti autoimun dengan
penyebab lain. Bila TSHS sub normal dan FT4 normal perlu diperiksa FT3 untuk
membedakan T3 toksikosis dan hipertiroidisme subklinis. Pemeriksaan sidik tiroid atau
RAIU digunakan untuk melengkapi diagnosa banding pada hipertiroidisme (4, 5).
Pengobatan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebih
dengan cara menekan produksi (obat anti tiroid) atau merusak jaringan tiroid (Yodium radio
aktif, tiroidoktomi sub total).
1.

Obat

Antitiroid.

Tirotoksikosis dapat dikendalikan dengan efektif oleh obat antitiroid. Sayangnya, obat ini
mungkin berhasil dalam menimbulkan pada remisi yang permanen hanya pada sebagian kecil
penderita dewasa dan kira-kira 20% anak-anak. Penggunaan obat untuk waktu lama terbatas
karena efek samping toksik, seperti ruam kulit, disfungsi hati, neuritis, artralgia, mialgia,
limfadenopati.
2.

Radio

iodine

Terapi radio iodine mungkin dipertimbangkan untuk tirotoksikosis kecuali pada bayi baru
lahir, pada wanita hamil, atau jika dihindari oleh uptake iodine yang rendah. Pengobatan
sangat efektif, walaupun hipotiroidisme progresif yang membutuhkan penggantian tiroid
sering terjadi.
3.

Tiroidoktomi

Indikasi

tiroidoktomi

Tidak

tahan
KI

subtotal
/

tidak
untuk

pada
patuh

subtotal.

penyakit
dengan
terapi

graves

disease

terapi
radio

obat

meliputi

antitiroid.
iodine.

Tiroidoktomi sub total merupakan indikasi untuk penyakit graves pada anak-anak dan dewasa
muda
Penanganan bedah hipertiroidisme ditinjau untuk mengangkat jaringan tiroid secukupnya
guna mempertahankan penderita dalam status eutiroid. Resiko pembedahan minimal tetapi

meliputi cedera nervus laringeus rekuren, hipoparatiroidisme, hipatiroidisme permanen. (4,


7).
Hasil
Tiroidoktomi subtotal secara efektif dan segera mengendalikan tirotoksikosis. Insiden
penyakit rekuren berbanding terbalik dengan insiden hipotiroidisme dan sebesar 1 5%.
Dalam 1 2 tahun, hipotiroidisme mungkin timbul pada 5 50% penderita dengan sedikit
peningkatan pada tahun-tahun berikutnya. Morbiditas yang menyertai, terutama sebanding
dengan kerusakan pada nervus laringeus rekuren dan kelenjar paratiroid, diperkirakan sebesar
0,5 3%.
STRUMA

NODOSA

Struma nodosa atau struma adenomentosa terutama ditemukan di daerah pegunungan karena
defisiensi yodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi yodium (1, 3, 5, 7).
Etiologi
Umumnya multi faktor, tetapi dapat disebabkan antara lain adalah defisiensi yodium atau
gangguan

kimia

intratiroid.

Akibat gangguan ini kapasitas kelenjar tiroid untuk mensekresi tiroksin terganggu,
mengakibatkan peningkatan kadar TSH dan hipersekresi dan hipertrofi folikel-folikel tiroid
(1, 3, 7).
Klasifikasi
Struma

nodosa

dan
dapat

diklasifikasikan

karakteristik
berdasarkan

beberapa

hal,

yaitu

Berdasarkan jenis nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut nodosa soliter, bila lebih
dari

satu

disebut

multi

nodosa.

Berdasarkan kemampuan : menangkap iodium radio aktif dikenal 3 bentuk : nodul dingin,
nodul

hangat,

nodul

panas.

Berdasarkan konsistensinya: nodul lunak, kistik, keras, sangat keras (5, 6, 7).
Biasanya penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipo atau
hipertiroidisme, nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinodular
yang tidak berfungsi. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur. Struma dapat
menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma
nodosa dapat hidup dengahn strumanya tanpa keluhan.
Gambaran

Klinis

Pasien dapat memperlihatkan penonjolan di sepertiga bagian bawah leher. Struma yang besar
dapat menimbulkan masalah kompresi mekanik, disertai pergeseran letak trakea dan

oesofagus dan gejala-gejala obstruksi. Biasanya struma adenomatosa benigna walaupun besar
tidak menyebabkan gangguan neurologik , muskuloskolotel, vaskuler, atau menelan karena
tekanan

atau

dorongan.

Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher, sewaktu menelan, trakea naik untuk menutup
laring dan epiglottis sehingga tiroid terasa berat karena terfiksasi pada trakea (1, 3, 7).
Tes

laboratorik

Hasil pengukuran T4, T3, TSH atau T3RU biasanya normal, tetapi ambilan radio yodium
dan kadar TSH dapat sedikit meningkat.
Pemeriksaan

lain

Pemeriksaan

sidik

tiroid.

Hasil pemeriksaan dengan radio isotop adalah ukuran, bentuk, lokasi dan yang utama ialah
fungsi

bagian

tiroid.

Pada pemeriksaan ini pasien diberi nal pol oral, dan setelah 24 jam secara fotografik
ditentukan konsentrasi yodium radio aktif yang ditangkap oleh tiroid (5,7).
Dari

hasil

sidik

tiroid

dapat

dibedakan

bentuk,

yaitu

1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini
menunjukkan

fungsi

yang

rendah.

2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya, keadaan ini
memperlihatkan

aktivitas

yang

berlebihan.

3. Nodul hangat bila penangkapan yoidum sama dengan sekitarnya, ini berarti fungsi nodul
sama dengan bagian tiroid yang lain.
-

Pemeriksaan

Ultrasonografi

(USG)

Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan yang padat dan cair. Selain itu, dengan berbagai
penyempurnaan sekarang, USG dapat membedakan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum
dapat

membedakan

dengan

pasti

apakah

suatu

nodul

itu

ganas

atau

jinak.

Gambaran USG yang dapat dibedakan atau dasar kelainan yang difus atau lokal yang
kemudian juga dibedakan atas dasar derajat ekonya, yaitu : hypoekoik, isoekoik, campuran.
(4, 5, 6, 7).
-

Biopsi

Aspirasi

Jarum

Halus.

Biopsi jarum sekarang diterima sebagai prosedur skrining diagnosis paling tepat untuk
membedakan nodul tiroid jinak dari yang ganas. Biopsi jarum halus tidak nyeri, tidak
menyebabkan

dan

hampir

tidak

ada

bahaya

penyebaran

sel-sel

ganas.

Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul, jadi
selain diagnostik, bias juga terapeutik.

Pengobatan
Terapi struma antara lain dengan penekanan TSH oleh hormon tiroid. Pengobatan dengan
tiroksin yang lama akan mengakibatkan penekanan TSH hipofisis dan penghambatan fungsi
tiroid disertai atropi kelenjar tiroid. Struma yang besar mungkin perlu dibedah untuk
menghilangkan

gangguan

mekanis

dan

kosmetik

yang

diakibatkannya.

Penanganan struma lama yaitu dengan tiriodoktomi sub total (3, 7).
Diagnosa

banding

tumor dermoid dan keganasan paru (1, 7). limfoma, timoma, Tumor lain di mediastinum
anterior seperti
TIROIDITIS

HASIMOTO

Adalah peradangan kronik kelenjar tiroid yang diduga merupakan fenomena oto-imun, nama
lainnya

ialah

struma

limfomatosa.

Tiroiditis autoimun yang terserang terutama wanita berusia antara 30 50 tahun dan dicirikan
dengan adanya kelenjar tiroid yang keras. Membesar difus, tak nyeri. Pasien biasanya
eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid. Titer antibodi biasanya tinggi dan ada imunitas
yang

cell

mediated

terhadap

antigen

tiroid.

Kelainan histopatologis dapat bermacam-macam yaitu antara lain infiltrasi limfosit yang
difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis (6, 8).
Diagnosa
Hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara histologis maupun biopsi, tetapi hasil biopsi
sering

tidak

dapat

dipercaya.

Diagnosa Presumtif dapat dibuat atas dasar gambaran klinis dan tingginya titer antibodi lebih
dari 1/32 untuk antibodi mikrosomal atau 1/100 untuk antibodi tiroglobulin (6, 8).
Pengobatan
Biasanya tidak diperlukan pengobatan karena strumanya kecil dan asimptomatik. Bila
kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan tindakan pengangkatan, tetapi operasi ini
sebaiknya ditunda karena kelenjar tiroid tersebut dapat mengecil sejalan dengan waktu.
Pemberian tiroksin dapat mempercepat hal tersebut. (4, 6, 8).
DAFTAR PUSTAKA
1. Widjosono Garjitno, Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor Syamsuhidayat
R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC,Jakarta, 1997 : 925 952.
2. Sachdova R. K., Tiroid : Catatan Ilmu Bedah, Editor Erlan, Edisi Kelima, Hipokrates, 1996
: 85 86.

3. Kariadi KS Sri hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik & Hipertiroidisme: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 1996 : 757 778.
4. Lyberty Kim H, Kelenjar Tiroid : Buku Teks Ilmu Bedah, Jilid Satu, Penerbit Binarupa
Aksara, Jakarta, 1997 : 15 19.
5. Allo D. Maria, L. John Cameron, Goiter Non Toksik Terapi Bedah Mutakhir, Edisi
Keempat, Jilid Dua, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1993 : 146 150.
6. Clark oila H, Bedah Endoktrin, Ilmu Bedah, Editor Dharma Asdji Petrus L., Edisi Ketujuh,
EGC, Jakarta, 1995 : 146 150.
7. Schteingert David E., Penyakit Kelenjar Tiroid, Patoksiologi, Edisi Keempat, Buku Dua,
EGC, Jakarta, 1995 : 1071 0178.
8. Sri hartini KS Kariadi, Struma Nodosa Non Toksik : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Editor Noor Syaifullah, Edisi Ketiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 1996 : 762 763.

Anda mungkin juga menyukai