Anda di halaman 1dari 77

Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan 1

,<5 m '

>v

7-

n c r , '\V5'o-

>

-, e

Judul dan nomar urut dalam seri ini adalah :


1. Apakah Perencanaan Pendidikan Itu ?
Philip H. Coombs
2. Hubungan
antara Eencana Pendidikan
dengan Eencana Ekonomi
Sosial
E . Poignant
3. Perencanaan Pendidilcan dan Sumber Pembangwnan Perkembangan
nnia
F . Harbison
4. Perencanaan dan Administrator
Pendidikan
C E . Beeby
5. Konteks Sosial Perencanaan
C. A. Anderson

dan

Ma-

Pendidikan

6. Biaya Eencana
Pendidikan
J . Vaizey, J.D. Chesswas
7. Masalah Pendidikan di Daerah Pedesaan
V.L. Griffiths
8. Perencanaan Pendidikan : Peranan
Penasihat
Adam Curie
9. Aspek Demografi
Ta Ngoo Chu

Perencanaan

Pendidikan

10. Analisis Biaya dan Pengehiaran untuk


Pendidikan
J . Hallak
11. Identitas Profesional Perencanaan
Pendidikan
Adam Curie
12. Kondisi untuk Keberhasilan Perencanaan
Pendidikan
G.C. Buseoe
13. Anlisis Biaya Keuntungan
dalam Perencanaan
Pendidikan
Maureen Woodhall
14. Eencana Pendidikan dan Pemuda tanpa Pelcerjaan
Archibald Callaway
15. Politik Perencanaan
C D . Eowley

Pendidikan

16. Perencanaan Pendidikan


Chai Hon-Chan

untuk

di Negara
Masyarakat

Berkembang
Majemuk

17. Perencanaan Kurikulum


H.W.E. Hawes

Sekolah Dasar di Negara

18. Belajar di Luar Negeri


William D. Carter

dan Perkembangan

19. Eencana Pendidikan


K.B. McKinnon

yang

20. Perencanaan Pendidikan


QM. Coverdale

Berkembang

Pendidikan

Realistik
dalam Hubungan

11

dengan Pembangunan

Pedesaan

21. Pilihcm dan Keputusan


John D. Montgomery
22. Merencandkan
Arieh Lewy

dalam Perencanaan

Kurikulum

23. Faktor Biaya dalam


Dean T. Jamison

Sekolah

Sistem

24. Perencanaan dan Pendidikan


Pierre Furter
25. Pendidikan
dan Lapangan
Martin Carnoy
26. Perencanaan Kebutuhan
Peter Wiliams
27. Perencanaan Pemeliharaan
Negara
Berkembang
Alastair, Heron

Perencanaan
Seumur

Pendidikan

Eerja : Sebuah

akan Tenaga

Teknologi

Hidup
Pendidikan

Pengajar

dan

yang

non-Formal

iii

Kritis

Penyediaannya

Anak pada Usia Dini dan Pendidikan

28. Media Komunikasi


di Bidang Pendidikan
Bendah : Sebuah Kesimpulan untuk
Emile G. McAnany dan John K. Mayo
29. Perencanaan Pendidikan
David E. Evans

Pendidikan

untuk Negara
Perencanaan

di

Berpenghasilan

3S

hu^uyr^

/kfuriA,^

3*"

''Vi

APAKAH PERENCANAAN PENDIDIKAN ITU?

Philip H. Coombs

Diterjemahkan oleh
Istiwidayanti

HEP DOCUMENTATION U P E

015373002009

1982
PENERBIT BHRATARA KARYA AKSARA JAKARTA
dan
UNESCO: Lembaga Intemasional untuk Perencanaan Pendidikan

Judnl asli: What it Educational

Planning!

Hak edisi bahasa Indonesia 1982 pada PT Bhratara Karya Aksara - Jakarta

vi

DAFTAR ISI
DASAR-DASAR RENCANA PENDIDIKAN

ix

PRAKATA

xi

PENDAHULUAN

xiii

I. CIRI PERTAMA

II. ASAL MULA PERENCANAAN PENDIDIKAN ...


III. MENGAPA SUATU PERENCANAAN
BARU SANGAT PENTING
1. Di Negara-Negara Industri 9
2. Di Negara-Negara Berkembang 15

YANG

IV. KEMAJUAN DI BIDANG TEORI DAN METODOLOGI YANG MUTAKHIR


1. Masalah-Masalah Pokok dalam Perencanaan 26
2. Pendekatan "Tuntutan Sosial" 31
3. Pendekatan "Tenaga Kerja" 34
4. Pendekatan "Nilai Imbalan" 38
V. KEMAJUAN MUTAKHIR PENERAPAN TEORI
KE DALAM PRAKTEK
1. Latinan dan Penelitian 43
2. Mengamalkan Perencanaan 46
Vii

5
9

25

43

VI.

T I N J A U A N MASA D E P A N
51
1. Perbaikan Tujuan 53
2. Pcnilaian Hasil dari Suatu Sistem 55
3. Cara Pendekatan Sistem terhadap Rencana Pendidikan 56
4. Gaya dan Ukuran Manajemen yang Baru 57
5. Intensifikasi Riset dan Pengembangan 59

viii

DASAR-DASAR RENCANA

PENDIDIKAN

Brosur-brosur dalam seri ini ditulis terutama untuk dua kelompok:


mercka yang berkecimpung atau mempersiapkan rencana dan penyelenggaraan pendidikan, khususnya di negara-negara yang
sedang berkembang; dan mereka yang lebih awam, seperti pejabatpejabat teras pemerinteh dan pimpinan masyarakat, yang mencari
pengertian mengenai rencana pendidikan pada umumnya serta
kegunaannya dalam perkembangan nasional. Brosur ini direncanakan untuk digunakan sebagai suatu bahan studi atau program
latinan formal.
Gagasan modern mengenai rencana pendidikan telah menarik
perhatian para ahli dari pelbagai disiplin. Masing-masing mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda. Tujuan dari beberapa
brosur ini adalah untuk membantu para ahli saling menjelaskan
sudut pandangnya dan mendidik mereka yang lebih muda yang
nantinya akan menggantikan mereka. Namun di balik keanekaragaman sudut pandang itu tumbuh suatu kesatuan pendapat.
Para ahli pejabat di negara yang sedang berkembang menerima
prinsip-prinsip dasar dan praktek-praktek tertentu dari berbagai
disiplin sebagai suatu sumbangan unik bagi pengetahuan yang
diberikan oleh para perintis yang telah berjuang mengatasi masalah pendidikan yang lebih mendesak dan lebih sulit dari masalah apa pun. Brosur yang lain dalam seri ini menyajikan pengalaman bersama tersebut dan beberapa gagasan serta pengalaman
yang terbaik sehubungan dengan aspek-aspek tertentu dari rencana
pendidikan dalam bentuk pedoman singkat.
Berhubung latar belakang pembaca sangat berlainan, dari
semula para pengarang mengalami kesulitan untuk menyajikan
ix

masalah mereka, menjelaskan istilah tcknis yang mungkin biasa


untuk beberapa orang tetapi aneh bagi yang lain, namun mereka
tetap mengikuti standar ilmiah dan tidak pernah menulis untuk
pembaca yang memiliki keahlian tertentu menerima tanpa kritik.
Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa brosur-brosur ini
dapat dengan cepat dimengerti oleh pembaca pada umumnya.
Meskipun seri ini, di bawah editor umum C.E. Beeby yaitu
penasehat Penelitian Pendidikan Selandia Baru, direncanakan
mengikuti pola tertentu, namun tidak diingkari adanya perbedaan
atau kontradiksi di antara para pengarang. Menurut pendapat
Lembaga, belum saatnya menetapkan secara rapi, teratur dan
resmi ajaran baru yang berkembang dengan cepat di bidang pengetahuan dan prakteknya ini. Jadi, meskipun sudut pandang yang
berbeda itu adalah tanggung jawab pengarang dan tidak selalu
disepakati oleh Unesco atau Lembaga ini, namun pandanganpandangan tersebut perlu diperhatikan dalam arena gagasan internasional. Singkatnya, ini merupakan saat yang tepat untuk membuat rangkuman yang nyata pendapat para pejabat yang gabungan
pengalaman mereka mencakup banyak disiplin dari sebagian besar
negara di dunia ini.

PRAKATA

Di sekitar lima tahun yang lain ketika Philip Coombs dan saya
merencanakan rangkaian buku ini tampaknya adaiah logis bahwa
seri nomor 1 ini hendaknya diberi judul Apakah Perencanaan Pendidikan itu? dan ia yang seharusnya menulis demikian. Namun ba~
nyak masalah sampingan yang timbul di samping masalah pokok itu
sendiri. Kenyataannya adaiah bahwa sekarang ini setelah diterbitkan nomor 13, seri ini memerhikan komentar. Penundaan ini seolah-olah disebabkan karena scbagai Direktur IIEP yang baru
saja dibentuk, ia terlalu sibuk untuk menulis; namun bagi mereka
yang tahu tentang kegiatannya pada masa-masa ini akan meragukan alasan tersebut. Tetapi bagi saya, saya percaya karena saya
tahu bahwa apabila ia terlibat dengan buku ini, maka hasil karyanya akan tiga kali lipat dan itu apabila ia mau menerima masalah
pendidikan ini sebagai konsep-konsep yang statis. Kesulitannya
adaiah pandangannya dan pandangan orang lain tentang perencanaan pendidikan demikian cepat berubah sehingga pada saat
ia sampai pada bab terakhir dari setiap tulisan, setiap kali ia kembali pada bab-bab pertama ditemukan cara pendekatan yang kurang memuaskan. Ironinya adaiah bahwa ia pribadi tidak sedikit
pun bertanggung jawab atas cepatnya perubahan itu karena lembaganya adaiah pusat kegiatan ilmiah para ahli teori dan para
perencana praktislah yang mengungkapkan dan memperbarui gagasan-gagasannya.
Akhirnya Dr. Coombs dapat mengatasi masalah ini secara
rapi dengan bertolak pada sejarah; dengan melacak asal mula
jalan pikiran tentang perencanaan pendidikan maka ia sampai
xi

kepada suatu kesimpulan tentang arah dari perencanaan pendidikan


itu. Dengan demikian, walaupun kejadian-kejadian dan imajinasinya sendiri bergerak sebelum buku dapat diterbitkan, namun kita
mempunyai data yang dapat dikelompokkan di dalam bidangnya
sehingga dapat terpakai sebagai perencanaan setahun kemudian.
Karena masalah perencanaan pendidikan itu masih begitu peka,
maka setiap orang yang terlibat di dalamnya akan banyak menemukan hal-hal di dalam buku ini yang tidak dapat disetujui,
tetapi tidak menjadi masalah karena ia akan disambut dengan
hangat. Misalnya sebagai administrator yang sudah lanjut usia
pada hemat saya, pengarang ini agak meremehkan masalah perencanaan jangka panjang yang sistematis terhadap beberapa sistem sekolah yang sudah baik, yang oleh beberapa negara dianggap
sebagai perencanaan yang dapat ditarik manfaatnya. Namun dengan
senang hati saya memaafkannya karena ia telah memberikan dimensi baru dalam perencanaan dan karena bantuannya terhadap perencanaan pendidikan bukan sekedar sebagai latihan para spesialis,
tetapi dalam bobot tertentu mengikutsertakan hampir setiap orang
yang terlibat dengan masalah pendidikan.
Tidak ada seorang pun yang lebih ahli dalam hai menulis
masalah ini selain Dr. Coombs. Mulai sebagai seorang guru besar
ilmu ekonomi, kemudian menjadi Direktur Riset Dana Ford Foundation untuk pendidikan tinggi dan kemudian di bawah Presiden
John F. Kennedy sebagai Pembantu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Setelah lima setengah tahun mengelol'a HEP pada tahun
1968 berhenti, selanjutnya sebagai penulis dan untuk beberapa
tahun kemudian menjadi Direktur Lembaga Riset. Akhir-akhir
ini ia menggabungkan diri dengan Pusat Penelitian Pendidikan
sebagai Direktur Penyelidikan Strategi Pendidikan dan ia masih
juga meluangkan waktu untuk pekerjaan riset dari lembaga tersebut.
Banyak tulisannya yang menyangkut ekonomi dan perencanaan
pendidikan. Salah satu bukunya yang terkenal adalah Krisis yang
Menimpa Dunia Pendidikan: Suatu Analisis Sistem.
Saya berharap Philip Coombs akan menulis buku semacam ini
lagi pada akhir lima tahun mendatang.
C E . Beeby
Editor umum .rangkaian ini
xii

PENDAHULUAN
Bagi mereka di mana pun di dunia ini yang terlibat dengan masa
depan pendidikan pemimpin politik, administrator, guru, para
mahasiswa, dan anggota masyarakat yang terpilih pada saat ini,
akan mengajukan banyak pertanyaan tentang perencanaan pendidikan. Ini boleh saja. Sebelum 1950 istilah perencanaan pendidikan belum banyak dikenal, tetapi sesudah itu tampak populer.
Sebagian besar pemimpin pendidikan dan pemimpin pemerintahan
secara bersama-sama memikirkan perencanaan pendidikan, badanbadan internasional memberi prioritas tertinggi untuk perencanaan
pendidikan, program latihan yang baru dibuat para ahli di bidang
ilmu kemasyarakatan, mengadakan riset subyek ini dan buku ilmiah
yang menyangkut hai ini senantiasa dikembangkan.
Walaupun perhatian sangat besar dicurahkan pada masalah
ini, namun perencanaan pendidikan masih tetap saja merupakan
suatu misteri bagi mereka yang menentukan berhasil tidaknya
suatu rencana pendidikan. Tidak mengherankan banyak yang
menuntut jawaban pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
Apakah perencanaan pendidikan itu? Bagaimana cara kerjanya? Meliputi masalah apa saja? Apakah perencanaan pendidikan itu dapat diterapkan di sembarang tempat atau hanya
di tempat tertentu?
Siapa para perencananya? Apa yang mereka lakukan? Bagaimana caranya menjadi seorang perencana? Kalau merencanakan apa bahayanya dan kalau tidak apa bahayanya?
Bagaimana perbedaan antara perencanaan pendidikan saat ini
dengan sebelumnya? Mengapa perlu dicari jenis perencanaan
xiii

yang baru? Bagaimana suatu negara itu nrulai membuat rencana pendidikannya? Kemajuan apa yang benar-benar terjadi?
Berapa jauh pcngetahuan para ahli itu? Masalah apa yang
menjadi pokok persesuaian den apa yang tidak? Walaupun
sudah ada perencanaan pendidikan baru, tetapi mengapa mas i ada krisis pendidikan?
Bagaimana masa depannya? Dapatkah perencanaan pendidikan
yang berlaku saat ini mencakup masalah-masalah yang timbul
di kemudian hari dalam kaitannya dengan sistem pendidikan?
Kalau tidak, dengan cara apa perencanaan itu dapat diperkuat?
Kalau Anda seorang ahli yang sudah mempunyai jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan di atas, maka akan sia-sia membaca
tulisan ini selanjutnya. Namun apabila Anda menganggap nrasih
perlu belajar banyak untuk mencari jawaban pertanyaan di atas,
maka buku ini akan sangat membantu. Buku ini dimaksudkan sebagai pengantar bagi orang awam yang ingin tahu perencanaan
pendidikan, sehingga buku ini masih banyak kekurangannya.
Di dalam buku ini tidak akan dijumpai jawaban yang pasti
dan meyakinkan atas pertanyaan-pertanyaan di atas, melainkan
sekedar jawaban tentatif dan tidak menyeluruh yang nantinya
masih dapat diperbaiki. Tentu saja yang diungkapkan mencerminkan latar belakang dan keahlian masing-masing dan kekeliruannya dapat dimengerti. Pernyataan ini bukan sekedar basa-basi
agar dimaafkan, tetapi memang demikian adanya. Seperti diketahui
perencanaan pendidikan itu sesungguhnya masih sangat muda,
namun berkembangnya sangat cepat, dan sebagai subyek rumusannya pasti masih sangat majemuk dan beraneka ragam. Itulah sebabnya maka belum ada definisi dari perencanaan pendidikan, melainkan hanya suatu teori yang secara umum dapat diterima.
Namun akhir-akhir ini perencanaan pendidikan mengalami
perubahan besar baik di bidang teori maupun praktek, orang-orang
teori dan orang-oxang praktek semakin mantap secara bersamaffama menghadapi banyak hai yang penting. Nanti akan kami coba
menguraikan beberapa contoh kemajuan ini, namun masih perlu
dikembangkan lebih lanjut.

xiv

Cara pendekatan yang dipakai di sini pada dasarnya bersifat


historis karena pada hemat pengarang cara yang terbaik untuk
dapat memahami perencanaan pendidikan adalah dengan mengamati bagaimana perencanaan pendidikan itu berkembang dari
waktu ke waktu, dalam bentuk apa saja dan di mana saja, sesuai
dengan kebutuhan tertentu. Dengan menyadari masalah historis
ini, maka kita mempunyai alat yang lebih baik untuk menjawab
pertanyaan yang behim terjawab. Pada tahun 1970-an jenis perencanaan pendidikan apa yang diperlukan oleh bangsa-bangsa
untuk membantu mengatasi masalah perkembangan pendidikan
mereka yang paling sulit yang sedang dihadapi sehubungan dengan perubahan dunia yang begitu cepat?
Sebagai kelanjutan dari yang telah disebut di atas adalah
bahwa perencanaan pendidikan itu dipandang sebagai suatu "ilmu
pengetahuan yang baru" atau sebagai suatu disiplin tersendiri
sebagai satu cabang ilmu pengetahuan seperti halnya fisika, ekonomi, psikologi, dan ilmu-ilmu lain yang telah diakui. Keadaan
ini akan mengakibatkan perencanaan pendidikan menjadi terisolasi
dari aliran sumber ilmiahnya, seperti halnya pendidikan dan ilmu
pendidikan yang saling terpisah satu sama lain.
Barangkali cara yang terbaik untuk mulai mengadakan penyelidikan adalah dengan menghilangkan beberapa mitologi yang ada
dan meletakkan beberapa asas perencanaan pendidikan sebagai
pendahuluan yang akan menjadi kerangka kerja yang akan diungkapkan dengan penuh gairah oleh penulis.

xv

i. CIRI P E R T A M A

Apa pun perencanaan pendidikan itu sesungguhnya bukan merupakan suatu obat untuk merabenahi sistem pendidikan, atau sebaliknya bukan sesuatu yang menakutkan. Dalam arti yang las, perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dari
anlisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan
agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para murid dan masyarakatnya.
Dipandang secara ideologis, perencanaan pendidikan bersifat
netral. Metodologinya cukup luwes, dapat disesuaikan dengan
situasi yang berbeda-beda di dalam ideologi, tingkat perkembangan, dan bentuk pemerintahan. Dasar logika, konsep, dan prinsip
perencanaan pendidikan itu secara umum dapat diterapkan, tetapi
metode praktis untuk pengamalannya dapat berkisar dari yang
kasar dan sederhana sampai yang sangat terperinci, tergantung
dari keadaan. Itulah sebabnya adalah keliru kalau perencanaan
pendidikan itu dianggap sebagai sesuatu yang kaku, suatu rumusan
yang berdiri sendiri yang harus diterima begitu saja dalam semua
keadaan.
Juga keliru kalau perencanaan pendidikan itu dianggap sebagai sesuatu yang berkaitan dengan perluasan pendidikan secara
kuantitatif, dengan cara membuat segala sesuatunya menjadi lebih
besar namun sama saja. Salah pengertian ini terjadi antara lain
karena kelemahan dalam cara penggunaan perencanaan pendidikan
itu, bukan karena kelemahan yang ada dalam perencanaan pendidikan itu sendiri. Salah pengertian ini juga karena di dalam pe1
Apakah Perencanaan Pendidikan itu (2)

rencanaan digunakan metode Statistik yang berlebihan (kalau ada).


Harus diingat bahwa Statistik itu hanya sekedar bayangan dari
suatu fakta dan fakta itu dapat berbentuk kualitatif maupun kuantitatif.
Perencanaan pendidikan berkaitan dengan masa depan ^ang
diperoleh dari kejadian-kejadian masa lalu. Perencanaan pendidikan merupakan batu loncatan untuk membuat keputusan dan
pelaksanaan di masa mendatang, bukan hanya sekedar suatu rencana. Perencanaan itu adalah suatu proses yang bersinambungan,
tidak saja berhubungan dengan ke mana harus pergi tetapi berhubungan pula dengan cara bagaimana dapat sampai dan melalui
jalan mana yang terbaik. Perencanaan itu tidak berarti selesai
kalau sudah ditulis dan mendapat persetujuan. Perencanaan yang
efektif harus dikaitkan dengan pelaksanaannya: dengan kemajuan
yang dicapai atau tidak dicapai, dengan hambatan-hambatannya
yang timbul namun tak terlihat dan bagaimana cara mengatasinya.
Rencana itu tidak dibuat, diukir di atas batu, tetapi diubah dan
disesuaikan kalau keadaan menuntut demikian. Bila rencana untuk
suatu masalah tertentu dilaksanakan, maka perencanaan berikutnya
harus dikerjakan dengan perencanaan pertama sebagai umpan
baliknya.
Perencanaan bukan merupakan suatu bentuk kegiatan persaingan para penguasa, walaupun para penguasa tersebut. seperti
halnya para pemimpin demokratis, dapat menggunakan perencanaan sebagai suatu alat yang sangat bermanfaat. Perencanaan itu
sendiri bukan hasil karya para pembuat kebijaksanaan dan pengambil keputusan, melainkan hasil karya mereka yang melaksanakan tanggung jawab baik dari tingkat atas maupun tingkat rendahan. Perencanaan itu atau seharusnya, adalah, suatu bagian
yang integral dengan proses pengelolaan pendidikan secara keseluruhan, dalam arti yang luas. Perencanaan ini dapat membantu
para pembuat keputusan di semua tingkat mulai dari para guru
kelas sampai pada para menteri dan para wakil rakyat sebagai
bahan pengambilan keputusan yang lebih baik. Dengan demikian
membantu mereka melihat secara jelas berbagai tujuan spesifik
yang ingin dicapai, berbagai kemungkinan yang timbul untuk sampai
kepada tujuan, dan adanya kemungkinan-kemungkinan yang saling
mempengaruhi. Perencanaan dapat membantu tercapainya hasil
yang lebih luas dan lebih baik di dalam keterbatasan sumber daya
2

yang ada.
Untuk sampai pada hasil seperti ini, perencanaan harus berpandangan luas sehingga variabel-variabel yang saling berkaitan
dapat dipusatkan dan semuanya itu dapat terlihat sebagai bagian
suatu keseluruhan yang dinamis, sebagai suatu sistem yang peka
terhadap sistem anlisis.
Dengan demikian sebelum menyarankan suatu langkah tertentu.
pertama-tama perencana harus melihat ruang lingkup untuk bergerak yang dimiliki oleh para pembuat keputusan. Misalnya mereka harus melihat keadaan masyarakat, ke mana mereka akan
pergi, dan apa yang akan dikehendaki melalui pendidikan dapat
sampai ke tujuannya; mereka harus melihat juga sifat para muridnya, kebutuhan mereka, keinginan-keinginan, dan masa depan
yang praktis; melihat keadaan pengetahuan itu sendiri, keadaan
pendidikan seni dan teknologi, dan akhirnya melihat kemampuan
sistem pendidikan yang ada, mengujinya secara kritis dan mengambil langkah-langkah yang bijaksana untuk meningkatkan hasilnya. Salah satu tugas utama perencanaan pendidikan adalah menentukan bagaimana membuat hubungan antara faktor-faktor dalam dan luar dari sistem pendidikan ini sebaik mungkin sehingga
menjadi sesuatu yang seimbang dan masuk akal dalam suasana
perubahan yang dinamis serta menjalinkannya secara teratur menuju ke arah yang dikehendaki.
Dengan sendirinya keadaan di atas merupakan suatu kriteria
ideal yang tidak pernah dicapai sepenuhnya oleh perencanaan
pendidikan mana pun; dan tidak harus demikian karena sepanjang
sejarah pendidikan yang kita kenal, sistem pendidikan jaman dahulu lebih sederhana daripada sistem pendidikan sekarang.
Sebelum Perang Dunia Kedua, di mana pun sistem pendidikan
itu tidak terlalu kompleks baik dalam artian struktur maupun isi,
lebih sempit dan tidak terlalu berkaitan dengan kehidupan bangsa
secara keseluruhan. Lagi pula lembaga pendidikan dan situasi
sekitarnya berkembang dan berubah secara lambat. Dengan demikian resikonya kecil untuk terjadi ketidakseimbangan yang serius
dan ketidakcocokan dapat segera diserap di antara bagian-bagian
dari sistem pendidikan itu atau diserap di antara sistem itu sendiri
dan lingkungan yang mengambil manfaatnya.
Namun demikian, walaupun di dalam masa yang tenang se3

perti ini harus ada sejenis perencanaan sebagai suatu bentuk perhatian yang wajar terhadap lembaga pendidikan. Perencanaan
itu sederhana dan terbatas, kurang dikenal dan merupakan bagian
administrasi pendidikan yang dirasakan sebagai hai yang rutin oleh
murid dan orang pemerintahan, atau malahan sebagai suatu kemewahan untuk membuat perencanaan pendidikan itu; tidak demikian halnya pada masa terjadi gejolak sosial.
Masalahnya bukan ini lagi. Dunia pendidikan telah berubah
dengan cepat dan drastis semenjak akhir Perang Dunia Kedua disebabkan adanya suatu perpaduan yang sekarang dikenal sebagai
kekuatan revolusioner yang telah menggoncangkan dunia secara
keseluruhan. Kemudian kita akan meneliti bentuk pengaruh yang
ditimbulkan oleh kekuatan revolusioner ini terhadap pendidikan
dan bagaimana semuanya itu membentuk suatu kebutuhan akan
bentuk perencanaan pendidikan baru yang mendasar. Untuk itu,
pertama-tama kita harus meninjau secara historis beberapa kejadian
yang mendahului perencanaan pendidikan yang baru ini.

II. ASAL M U L A P E R E N C A N A A N

PENDIDIKAN

Perencanaan pendidikan masa kini berasal dari jaman kuno yang


tidak pernah terputus-putus. Xenephon menceritakan (dalam
Lacedaemonian Constitution)
bagaimana 2500 tahun yang lalu
orang-orang Spartan merencanakan dengan baik pendidikan mereka untuk tujuan militer, sosial, dan ekonomi. Plato di dalam
Republik-nya mengusulkan suatu rencana pendidikan yang dapat
memenuhi kebutuhan pemimpin dan memenuhi kebutuhan politik
Athena. Cina selama pemerintahan Dinasti Han dan orang-orang
Inca di Peru merencanakan pendidikannya untuk tujuan khas
masyarakat mereka.
Contoh-contoh dari jaman kuno kini menekankan betapa
pentingnya fungsi perencanaan pendidikan dan kaitan sistem pendidikan dengan tujuan masyarakat, apa pun jenis tujuan itu. Contoh-contoh yang kemudian menunjukkan bagaimana perencanaan
pendidikan itu di dalam masa pergolakan sosial dan intelektual
mengambil jalan membantu perubahan suatu masyarakat agar
seirama dengan tujuan yang baru. Pembuat rencana seperti itu
umumnya adalah para pemikir masyarakat yang kreatif yang melihat bahwa pendidikan itu adalah suatu alat yang sangat kuat
untuk mencapai perubahan dan untuk memperoleh kehidupan yang
lebih baik.
Oleh karena itu pada pertengahan abad ke-16 John Knot
mengusulkan suatu rencana untuk sistem persekolahan dan kursus>
kursus nasional sehingga bangsa Scott memiliki suatu bentuk perpaduan antara kepuasan spiritual dan kesejahteraan material. Masa5

masa yang berat bagi libralisme baru di Eropah pada akhir abad
ke-18 dan permulaan abad ke-19 menghasilkan usulan yang sangat
banyak seperti "Rencana pendidikan" dan "Pembaruan pengajaran"
yang dimaksudkan untuk pembaruan dan peningkatan sosial. Salah
satu yang ternama adalah rencana Diderot "Plan d'une Universit
pour le Gouvernement de Russie", yang dipersiapkan atas permintaan Catherina II. Rencana lain adalah rencana Rousseau agar
setiap warganegara Polandia memperoleh pendidikan. (Rencana
yang satu ini sangat terperinci sehingga mengakibatkan hukuman
badan bagi yang membandel).
Sudah barang tentu usaha modem yang paling dahulu agar
perencanaaan pendidikan itu dapat membantu merealisasi suatu
masyarakat baru adalah rencana lima tahun yang pertama dari
angkatan muda Soviet dalam tahun 1923. Walaupun metodologinya yang pertama sangat kasar menurut standar saat ini, tetapi
rencana tersebut adalah permulaan dari proses perencanaan yang
bersinambungan dan terperinci yang membantu mengubah, dalam
waktu kurang dari 50 tahun, suatu bangsa yang mulai dengan
dua prtiga warganya buta huruf menjadi salah satu negara di
dunia yang paling maju pendidikannya. Selain orientasi ideologinya, pengalaman perencanaan Soviet ini menjadi pelajaran yang
berguna bagi negara-negara lain,
Beberapa contoh historis perencanaan pendidikan yang disebutkan di atas sangat berbeda dalam hai ruang lingkup, tujuan,
dan kemajemukkannya. Beberapa ditujukan untuk seluruh bangsa,
lainnya ditujukan kepada lembaga-lembaga secara sendiri-sendiri,
beberapa tidak diragukan jauh lebih efektif dari yang lain, beberapa hanya musiman, yang lain menyangkut proses yang terusmenerus dan dalam jangka yang cukup lama, beberapa di dalam
susunan yang sangat otoriter dan yang lain lebih demokratis dan
pluralistis. Semuanya harus diajarkan tetapi tidak satu pun yang
memiliki ciri yang dibutuhkan untuk perencanaan pendidikan modern.
Tetapi riwayat perencanaan pendidikan masa kini tidak berhenti dengan contoh-contoh yang lebih jelas dan dramatis yang
baru saja disebut di atas. Selama itu bentuk perencanaan lebih
tersebar dan bersifat rutin yang harus dihadapi oleh mereka yang
bertanggung jawab terhadap lembaga administrasi pendidikan, semenjak lembaga ini ada.
6

Sebagai gambaran seorang kepala administrasi sekolah umum


daerah di tahun 1920-an. Setiap tahun ia diwajibkan merencanakan
dan membuat berbagai persiapan untuk tahun ajaran berikutnya.
Semampunya ia hams membuat perkiraan berapa jumlah murid
yang akan diterima, berapa ruang kelas, guru, bangku, dan buku,
berapa biaya yang diperlukan, dari mana biayanya, dan bagaimana
serta kapan digunakannya. Bermacam-macam perkiraan ini dirangkum di dalam usulan anggaran tahun ajaran berikutnya dan berakhir dengan sejumlah bentuk keputusan dan pelaksanaan. Ini
adalah perencanaan pendidikan, walaupun kadangkala hanya sebagai istilah. Jelasnya ini adalah sebagian tugas administrator
pendidikan yang lumrah dan kalau ia seorang perencana yang
bodoh, maka ia akan segera mengalami kesulitan.
Seringkali proses ini sederhana sekali. Perencanaan di sekolah
atau kursus swasta yang kecil kadangkala hanya dibuat di balik
amplop. Namun setelah lembaga dan sistem pendidikan menjadi
besar, lebih majemuk, dan bila anggaran dan proses pengumpulan
dana menjadi lebih formal sifatnya, maka proses perencanaan
tu sendiri harus lebih masuk akal dan lebih formal. Tujuan utamanya adalah agar pengembangan pendidikan itu bersinambungan,
tahan lama, serta mempengaruhi perluasan setingkat demi setingkat dan dapat diperbaiki manakala keadaan memungkinkan.
Namun kebanyakan tujuan dan arti pendidikan bagi murid
dan masyarakat tidak menjadi pokok penelitian perencanaan tahunan ini. Benar-benar merupakan tugas rutin yang dilakukan
setiap tahun. Demikian pula kurikulum, metode instruksi, dan
seluruh sistem ujian. Oleh karena itu sorotan utama dari perencanaan adalah alat dan perbekalan pendidikan yang diperlukan oleh
sistem itu, bukan murid dan masyarakat.
Disimpulkan bahwa perencanaan pendidikan yang khas yang
berlaku di kebanyakan tempat sebelum Perang Dunia Kedua dan
yang berlaku untuk generasi-generasi sebelum itu mempunyai
cmpat ciri utama: ( 1 ) berpandangan jangka pendek, hanya berlaku
sampai tahun anggaran berikutnya, (kecuali apabila fasilitas-fasilitas harus dibuat atau suatu program utama yang baru ditambahkan, dalam hai ini ruang lingkup perencanaan sedikit diperluas);
(2) sistem pendidikan yang [ragmentaris sifatnya; bagian-bagian
direncanakan sendiri-sendiri. (3) tidak terintegrasi, dalam arti

lembaga pendidikan direncanakan sendiri tidak ada hubungan yang


nyata dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat serta ekonomi
pada umumnya; (4) bentuk perencanaan yang tidak dinamis, suatu
model pendidikan yang statis, ciri-cirinya tidak berubah dari tahun
ke tahun.
Sudah barang tentu ada pengecualian yang dapat dicatat dari
uraian di atas, tetapi barangkali merupakan gambaran sesungguhnya. Yang penting adalah bahwa rencana itu dilaksanakan. Dengan sendirinya lembaga pendidikan turut menghadapi masalah
dan para administrator menjadi pusing. Tetapi secara keseluruhan
pendidikan berjalan cukup lancar sesuai dengan kebiasaan yang
dilakukan dengan perencanaan yang sederhana ini. Perencanaan
pendidikan demikian cukup berhasil, sampai Perang Dunia Kedua
membuka suatu jaman baru dengan adanya perubahan besarbesaran yang menyentuh setiap segi kehidupan manusia di dunia
ini dan meruntuhkan dasar lembaga-lembaga yang lama.

III.

MENGAPA SUATU PERENCANAAN YANG


SANGAT PENTING

BARU

Selama 25 tahun dari 1945 sampai 1970 sistcm pendidikan dan


hal-hal yang berkaitan dengan itu di seluruh dunia ini dibebani
oleh sejumlah perubahan ilmu pengetahuan dan teknik, ekonomi
dan kependudukan, politik dan sosial yang menggoncangkan apa
saja yang terlihat. Akibatnya terhadap pendidikan timbul sejumlah tugas baru dan berat, serta timbulnya tekanan dan masalah yang jauh lebih banyak dan lebih majemuk yang semuanya
itu harus dihadapi. Mereka berhasil dengan baik mengatasi masalah-masalah tersebut, tetapi perencanaan dan manajemen sebagai alatnya telah terbukti sangat tidak tepat untuk situasi baru
ini. Kalau menengok ke belakang, kita harus mengagumi bahwa
mereka telah berhasil di dalam keadaan semacam ini dan bagaimanapun juga di bawah ketegangan-ketegangan ini berusaha menghindari kegagalan.
Dengan menguji beberapa pengalaman yang hebat ini kita
dapat mengerti lebih jelas mengapa suatu bentuk perencanaan yang
baru menjadi sangat penting dan ciri utama apa yang harus di
milikinya. Walaupun sorotan kita terutama ditujukan kepada negara yang sedang berkembang, nanrun melihat negara yang sudah
maju akan sangat membantu.
1. DI N E G A R A - N E G A R A

INDUSTRI

Secara sepintas negara-negara industri telah melewati tiga tahap


pendidikan dari 1945 sampai 1970 dan saat ini negara-negara
9

tersebut berada pada tahap keempat yang membingungkan:


(1) tahap rekonstruksi; (2) tahap kekurangan tenaga kerja;
(3) tahap perluasan yang besar-besaran; dan (4) tahap peremajaan. Masing-masing tahap ini menimbulkan banyak masalah perencanaan.
Sistem pcndidikan bangsa Eropah yang takut perang akibat
Perang Dunia Kedua, sangat tcrganggu dan menghadapi suatu
kebutuhan pendidikan yang sangat berat. Kebanyakan negara
dengan cepat mencoba menata pendidikannya agar normal kembali dengan membuat program jangka pendek: membangun sekolah, mengangkat tenaga guru, mengadakan latihan kilat, dan
sebagainya.
Segera tampak jelas bahwa perencanaan pendidikan yang
konvensional sebelum perang itu tidak dapat memenuhi tugas
rekonstruksi ini. Program yang besar yang mempengaruhi masyarakat luas, menjadi mendalam dan mengakibatkan kesulitan yang
berat dan parah terhadap ekonomi memerlukan perencanaan dan
penahapan yang lebih luas dan lebih kompleks, berpandangan
jaub dan lebih berhati-hati di dalam meneliti kemampuan ekonominya. Walaupun metode perencanaan yang dibuat diusahakan
agar dapat mengatasi situasi ini masih banyak kelemahannya,
namun metode ini cukup berhasil dan membuat pejabat pendidikan tetap berusaha mengatasi masalah perencanaan.
Sebagai contoh: walaupun sebelum perang berakhir, Inggris,
meskipun sistem pendidikannya desentralisasi dan secara tradisional pada umumnya tidak bergairah untuk membuat perencanaan
pada tahun 1944 membuat undang-undang pendidikan yang mewajibkan setiap pejabat pendidikan daerah di Inggris dan Wales
yang berjumlah 146 itu untuk membuat suatu rencana pengembangan yang disampaikan kepada Menteri Pendidikan. Walaupun
hasil rencana-rencana daerah ini tidak berkaitan satu sama lain
dengan rencana nasional yang diimbangi dengan sumber daya
yang ada, banyak di antaranya sedikit banyak mencerminkan kecerdikan dan kemampuan teknis yang memadai dalam hai ketertibannya memproyeksikan penduduk dan jumlah murid setempat
untuk jangka panjang, perpindahan penduduk, tempat sekolah,
persyaratan guru, kebutuhan keuangan sekolah, dan pajak daerah.
Perancis berbeda dalam menghadapi masalah pendidikan ini,
10

sistem pendidikan dan pemerintahannya lebih terpusat. Pada tahun


1946 dibuat rencana ekonomi yang menyeluruh dan terperinci
dan pada tahun 1951 dituangkan sebagai perencanaan pendidikan
nasional dalam rencana lima tahun yang kedua. Negara-negara
Eropah Barat yang lain mcngatasi masalah rekonstruksi perencanaan pendidikan ini dengan berbagai macam cara sesuai dengan
tradisi dan seleranya masing-masing. Rusia yang paling berat
menghadapai masalah ini, karena rekonstruksinya dibuat berdasar
atas pengalaman perencanaan sebelum perang. Dalam pada itu
negara-negara "sosialis" baru Eropah Timur berkiblat pada model
perencanaan Rusia yang baru ini.
Sementara itu bahkan di Amerika sekalipun gagasan perencanaan itu masih belum diterima, pejabat pendidikan daerah dan
pemerintah lebih giat mencari bentuk-bentuk perencanaan yang
dapat diterapkan untuk mengatasi kebutuhan pembangunan sekolah yang tertunda, untuk memenuhi kebutuhan pendidikan para
veteran yang kembali dan menyiapkan pendidikan sebagai konsekuensi peledakan penduduk akibat perang.
Tetapi ini semua tidak lain dari sekedar suatu rencana. Sistem pendidikan dapat segera ditata secara fisik, tetapi mereka
tidak pernah akan dapat kembali ke keadaan normal seperti sebelum perang. Mereka segera menghadapi masalah tenaga kerja,
sumber daya manusia yang dituntut untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi yang meluas sesudaih perang. Lebih penting lagi, mereka
akan segera dihadapkan pada peningkatan jumlah murid yang
ditimbulkan oleh faktor kependudukan, tetapi terutama disebabkan
oleh kebutuhan sesudah perang untuk memperoleh kesempatan
belajar yang demokratis secara besar-besaran.
Tertundanya tahap penyediaan tenaga kerja ini bukan karena
dampak praktisnya perencanaan pendidikan Eropah melainkan
karena pengaruh sampingan negara-negara yang sedang berkembang dan pengaruhnya yang besar terhadap tujuan para ahli ekonomi dalam perkembangan pendidikan.
Ekonomi Eropah Barat yang telah parah sekali dalam tempo
cepat mencapai peningkatan yang baru pulih pada tingkat produksi sebelum perang. Kepulihan yang cepat ini terutama disebabkan oleh dimasukkannya modal secara besar-besaran dan terencana dengan baik melalui rencana Marshall ke dalam sistem eko11

nomi yang dibantu oleh lembaga-lembaga ekonomi yang maju


dan adanya keterampilan serta pengetahuan yang modem (keadaan
seperti ini tidak dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang). Tetapi pada permulaan tahun 1950-an pembangunan kembali ekonomi ini telah sepenuhnya menyerap persediaan sumber
daya manusia yang terlatih; sehingga kesulitan tenaga kerja mulai
t2mpak sebagai suatu hambatan utama untuk kemajuan lebih lanjut.
Keadaan ini membawa ahli ekonomi Barat lebih memikirkan
tenaga kerja dan melihat pendidikan dengan kaca mata baru.
Pendidikan tidak lagi dilihat sebagai suatu "sektor ekonomi yang
tidak produktif yang menyerap penggunaan biaya" yang diperuntukkan bagi perkembangan ekonomi. Dengan memakai cap "penaaman modal" yang baru ini, pendidikan dapat menuntut anggaran
nasional secara lebih efektif, tetapi untuk membenarkan tuntutan
ini para pendidik harus lebih memikirkan tenaga kerja. Mereka
harus merencanakan dan berusaha menguasai penerimaan murid
dan hasilnya supaya sesuai dengan pola persyaratan tenaga kerja
yang dibenarkan oleh para ahli ekonomi demi sehatnya ekonomi.
Tetapi hai ini sangat sulit dicapai karena para pendidik terbiasa dengan tradisi yang liberal humanistik. Mereka lebih menyukai memperjuangkan anggaran yang besar atas alasan yang
lebih tinggi, yaitu bahwa pendidikan adaiah hak asasi setiap
anak. Kalau pendidikan dapat membantu kehidupan ekonomi menjadi lebih baik, namun jangan hendaknya pendidikan menjadi
budak ekonomi. Pendidikan adalah sesuatu yang baik, namun
lebih banyak pendidikan akan lebih baik lagi, apa pun macam dan
tingkatannya. Di atas segalanya para pendidik menghendaki agar
tiap anak didahulukan dan diutamakan sebagai suatu individu
bukan sebagai tenaga kerja.
Secara jujur para pendidik merasa takut bahwa "pikiran materialistis" para ahli ekonomi akan mengurangi tingginya nilai
dan tujuan pendidikan. Kadang kala tukar pendapat antara dua
golongan baru ini mirip seperti percakapan orang tuli. Mereka
berbicara melalui bahasa yang berbeda dan sering kali menggunakan istilah yang sama dengan arti yang berbeda. Baru setelah
mereka saling mempelajari, maka apa yang tampaknya berbeda
mulai luntur dan tercapai titik pertemuan.
Tetapi seperti pentingnya kebutuhan tenaga kerja yang jelas12

jelas tampak yang akhirnya diakui tu, mereka menghadapi kekuatan lain yang segera menguasai dunia pendidikan dan membuat
para penguasa di Eropah dan Amerika bagian utara memeras otak.
Kekuatan tersebut adaiah tuntutan masyarakat untuk memperoleh
kesempatan belajar yang meningkat secara eksplosif yang menyebabkan timbulnya "Tahap Perluasan Besar-besaran."
Para ahli ekonomi dapat saja berbicara seenaknya tentang
kebutuhan tenaga kerja, tetapi apa yang utama bagi para orang
tua adaiah kebutuhan anak-anaknya sendiri. Tanpa mempedulikan
apa yang mungkin dikatakan oleh para pendidik tentang tingginya
nilai dan tujuan pendidikan yang tidak materialises, bagi kebanyakan orang tua, pendidikan anak-anak adaiah yang pertama
dan utama sebagai jalan untuk memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Kekuatan dorongan manusiawi ini adaiah
suatu yang dimengerti oleh setiap ahli politik dan apa pun ideologinya tidak ada seorang pun yang dapat mengingkari.
Demikianlah maka sesudah pertengahan tahun 1950-an sebagai
tanggapan atas dorongan ini terjadilah peledakan penerimaan
murid baru di seluruih negara yang sudah maju, yang paling terasa
adaiah di tingkat sekolah lanjutan dan perguruan tinggi. Pendorongnya yang utama bukan masalah kependudukan atau kebutuhan
ekonomi, walaupun keduanya merupakan suatu faktor, tetapi meningkatnya tuntutan masyarakat senantiasa di luar jangkauan kemampuan sistem pendidikan untuk memenuhinya.
Harus ditambahkan bahwa di kebanyakkan negara barat yang
maju, kecuali Perancis, bentuk perencanaan pendidikan yang baru
itu kecil sekali peranannya dalam perluasan yang hebat ini. Dan
Perancis pun yang perencanaan pendidikannya dipakai untuk
seluruh bangsa pada semua tingkatan dan berhubungan erat dengan seluruh perencanaaan ekonomi dalam siklus lima tahun, terbatas pada perencanaan fasilitas fisik; tidak termasuk faktor yang
kritis seperti penyediaan tenaga guru, masalah biaya yang selalu
dihadapi, kebutuhan tenaga kerja, dan diperlukannya berbagai
bentuk pembaruan dan peremaijaan pendidikan.
Di mana pun strategi yang paling menonjol adaiah seeepat
raungkin memperluas model pendidikan dari sebelum perang
kurikulum, metode, ujian, dan semua hai yang bersangkutan
dengan itu dengan berpandangan memberi kesempatan seluas13

luasnya dan sebanyak-banyaknya kepada para pemuda dan itulah yang disebut "pendemokrasian" pendidikan. Ada suatu perkecualian yang khas terhadap sistem lama, yakni sekolah menengah tingkat atas di Swedia dan sekolah lyceum di Perancis yang
mengikuti arus non klasik. Namun demikian, dibanding dengan
perubahan yang begitu cepat yang terjadi di dunia mahasiswa,
ekonomi dan masyarakat, serta keadaan ilmu pengetahuan itu
sendiri, hampir semua sistem pendidikan tidak banyak mengalami
perubahan yang nyata sampai akhir tahun 1960-an. Karena tidak
ada usaha meneliti diri sendiri secara kritis dan memperbaikinya,
sistem pendidikan yang tradisicnal dan kebiasaan paedagogis yang
menyertainya tetap dipertahankan pada saat mereka dengan cepat
maju menjadi sistem pendidikan secara besar-besaran.
Kecenderungan untuk memakai bentuk-bentuk kuno ini meli ambah ketidaksesuaian antara sistem pendidikan dan kehidupan
ekonomi, masyarakat dan para mahasiswanya. Seperti halnya seceret air mendidih yang tertutup rapat di atas tungku yang besar apinya, lambat atau cepat pasti akan meledak. Keadaan inilah yang mereka alami karena hampir di semua negara industri, tahun 1967
merupakan tahun peledakan yang terbesar yang ditandai dengan
adanya protes para mahasiswa yang didukung oleh para guru,
orang tua, dan pihak yang mengkritik pendidikan tradisional. Namun kejadian pada tahun 1967 itu 'hanya merupakan permulaan
dari serangkaian peledakan yang senantiasa ada secara beruntun
dari satu bentuk ke bentuk yang lain sampai akhirnya lembagalembaga pendidikan diperbarui dan ditemukan kebenaran dari
kehendak masyarakat.
Perong.rongan ini memaksa sistem pendidikan negara-negara
industri menuju ke tahap ke-4 sesudah perang, yakni tahap peremajaan. Sistem pendidikan negara-negara industri pada saat ini
berada pada tahap ke-4 ini. Apa yang akan dicapai dari tahap ini
tetap belum terlihat apakah benar-benar akan ada peremajaan yang
penting dan peralihan yang dapat membawa pendidikan ke arah
penyesuaian dengan lingkungan yang dapat diterima atau apakah
melanjutkan kelemahan, sehingga akan mengundang ledakan yang
lebih besar dan lebih merusak. Namun sekurang-kurangnya menjadi jelas bahwa untuk mencapai peremajaan lain yang diperlukan,
seharusnya ada beberapa perencanaan yang penting dalam perencanaan pendidikan. Perencanaan yang hanya sekedar memenuhi
14

strategi perluasan yang linear tidak akan dibuat; sekarang ini perencanaan hams memenuhi strategi perubahan dan adaptasi pendidikan. Ini memerlukan konsep perencanaan yang baru dan alat
yang menyertainya. Ini yang sedang dilaksanakan.
2. DI N E G A R A - N E G A R A

BERKEMBANG

Kebanyakan dari apa yang tersebut di atas juga berlaku, malahan


dengan lebih hebat lagi, di negara-negara yang sedang berkembang selaraa tahun 1950-an dan 1960-an. Kebutuhan pendidikan
mereka lebih besar dan lebih penting, dan sistem pendidikan
mereka meskipun dilakukan berbagai macam usaha untuk memperluasnya bahkan kurang sesuai serta kurang memadai dengan
kebutuhan mereka.
Sama halnya dengan negara-negara yang sedang berkembang
mulai tahun 1950-an menyambut keadaan baru dengan suatu
strategi pendidikan perluasan linear. Pada permulaan tahun 1960an dalam serangkaian konferensi Unesco, para menteri pendidikan
Asia, Afrika, dan Amerika Latin menetapkan sasaran perluasan
pendidikan negara masing-masing secara ambisius yang harus
tercapai pada tahun 1980 (Amerika Latin tahun 1975). Sasaran
ini secara meluas diterima oleh masing-masing negara. Mereka
menghendaki partisipasi 100 persen pada pendidikan dasar dalam
priode akhir sasarannya dan peningkatan partisipasi yang lebih
tajam pada pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Dibuat perkiraan biaya dan pendapatan secara kasar yang
walaupun cenderung optimistik, namun tampak bahwa pencapaian
sasaran ini akan membutuhkan peningkatan G N P yang besar yang
diperuntukkan bagi pendidikan, ditambah dengan perluasan bantuan lua.r negeri yang lebih besar. Konferensi regional Unesco
juga membuat rekomendasi kualitatif tertentu, namun jelas bagi
semua pihak bahwa yang utama adaiah tingkat kemajuan untuk
masa datang -dan dasar yang penting untuk membandingkan
bangsa-bangsa- untuk mencapai sasaran ini akan ditingkatkan
jumlah penerimaan murid. Dengan pangkal tolak ini, negaranegara yang sedang berkembang secara bergairah bergerak memperluas pendidikan.
15

Jelas, sekalipun penganut laissez-faire yang kokoh hams merencanakan apa yang akan dilakukan agar dapat memakai sumber
dayanya dengan sebaik-baiknya. Persoalan "pendekatan ketenagakerjaan" khususnya sangat kuat di negara-negara yang sedang
berkembang karena pcrkembangan mereka secara keseluruhan
jelas-jelas terhambat disebabkan kekurangan segala macam tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi. Dengan demikian wajarlah apabila pertama-tama dipentingkan pendidikan jenis tenaga
kerja yang paling dibutuhkan untuk pengembangan ekonomi,
karena tanpa pengembangan yang demik'an perluasan pendidikan
jangka panjang yang diinginkan dan tujuan masyaxakat yang
penting lainnya tidak akan tercapai
Namun kesulitannya adalah bahwa bangsa-bangsa ini tidak
dibekali pengetahuan untuk membuat bentuk pendidikan dan perencanaan tenaga kerja yang dituntut oleh situasi itu. Dan bangsabangsa lain juga tidak memiliki bekal untuk dapat menolong mereka
karena keseluruhan dasar pengetahuan yang ada dan para ahli
untuk perencanaan semacam ini langka adanya. Untunglah Unesco,
ILO, dan bermacam-macam lembaga bantuan bilateral berusaha
kcras mengangkat penasehat-penasehat yang bermutu untuk mengisi permintaan yang meningkat dari negara-negara yang sedang
berkembang guna membantu membuat pzrencanaan, Kebanyakan
para ahli berhasil mengemban tugas. Bantuan mereka terhadap
perencanaan pendidikan terpaksa sebagian besar dibatasi oleh apa
yang mereka amati dalam pekerjaan karena tidak ada kepustakaan
yang baik tentang masalah ini yang ditulis dalam bahasa apa pun
pada permulaan tahun 1960-an atau tidak seorang pun yang dapat
menulis buku seperti itu.
Tetapi tindakan tidak dapat menunggu ilmu pengetahuan dan
keterampilan untuk dapat dilaksanakan. Oleh karena itu pimpinan
pendidikan di negara-negara yang sedang berkembang secara gagati berani bergerak maju mendorong penerimaan murid-murid
baru menuju ke sasaran secepat mungkin. Dan ternyata mereka
maju dengan pesat.
Namun
yang kritis,
suatu krisis
gara-negara
16

segera setelah itu mulailah timbul beberapa masalah


yang pada akhir tahun 1960-an meningkat sebagai
pendidikan yang gawat yang merajalela melanda neyang sedang berkembang. Hendaknya masalah ter-

sebut ditinjau secara singkat karena masalah i tu dihadapi dalam


tugas-tugas yang nyata pada saat ini dan harus diatasi oleh rencana pendidikan.
Walaupun masalah-masalah itu berbeda dalam bentuk dan
intensitasnya di masing-masing tempat, namun yang paling mengejutkan adalah bahwa masalah itu apa pun bentuk penampilannya terj adi di mana-mana.
a. Keseimbangan

yang tidak ada gunanya dalam sistem

pendidikan

Yang khas adalah bahwa perluasan pendidikan tingkat dasar,


menengah, dan tinggi yang didengungkan itu tidak terkoordinasikan. Bahkan prasarana dan sarana yang harus mengikuti pendidikan (guru, gedung, peralatan, buku-buku wajib, dan sebagainya)
yang justru penting untuk setiap tingkat tidak direncanakan, dijadwalkan, dan diprogramkan secara berhati-hati. Akibatnya yang
jelas munculnya serangkaian perbedaan yang merugikan diri sendiri.
Salah satu kasus yang pada umumnya terjadi adalah pembuatan
gedung sekolah menerima banyak prioritas, tetapi tidak ada perluasan pendidikan guru dan tidak tersedia buku-buku wajib. Akibatnya, murid-murid bar.u masuk ke .ruang kelas yang baru tanpa
guru atau buku-buku wajib. Seringkali terjadi hai yang lebih parah;
ada guru dan murid, tetapi tidak ada ruang kelas. Hampir di
semua tempat pada umumnya tidak cukup tersedia buku-buku.
Ada salah satu sarana yang tidak terpenuhi dan ada yang benarbenar parah.
Dalam kasus lain, banyak sekali sumber daya yang terserap
dalam perluasan perguruan tinggi tetapi pendidikan menengahnya
tertinggal. Sebagai akibatnya tempat di perguruan tinggi yang
baru ini kekurangan caln yang bermutu dari sekolah menengah
atau sebaliknya penerimaan murid di sekolah menengah sangat
meningkat dan perguruan tinggi segera kewalahan karena lebih
banyak caln yang akan masuk daripada yang dapat ditampung.
b.

Tuntutan

b'.bih tinggi daripada

kemampuan

Mencanangkan sasaran yang terlalu berani, membuat janji yang


muluk-muluk dan membuat perluasan pendidikan yang hebat me17
Apakah Perencanaaa Pendidikan itu (3)

nyebabkan meningkatnya harapan masyarakat sekaligus tuntutan


mereka untuk inemperoleh pendidikan itu sendiri dan akhirnya
tidak terpenuhi.
Jarak antara tuntutan untuk memperoleh pendidikan dan kemampuan yang makin lebar ini yang ditambah lagi dengan peledakan angkatan muda mengubah sasaran perluasan semula menjadi sasaran yang sangat menyibukkan. Anak-anak beramairamai pergi ke sekolah adalah suatu pemandangan yang menggembirakan di negeri itu, tetapi dapat juga membingungkan pejabatpejabat sekolah yang harus meluluskan mereka dalam jumlah
besar. Keadaan seperti ini terlalu gegabah. Demikianlah yang
terjadi sebagai cermin tuntutan masyarakat untuk memperoleh
pendidikan.
c. Peningkatan

biaya lebih cepat danpada

pendapatan

Walaupun tuntutan yang sangat besar ini secara praktis efektif


untuk mendesakkan anggaran pendidikan, namun anggaran tidak
mungkin dapat memenuhi peningkatan biaya dan jumlah pelajar.
Di beberapa negara penelitian sasaran yang dipandang dari segi
ekonomis belum pernah dilakukan. Bagaimanpun juga dengan alat
apa pun sasaran itu hendak dicapai masih tetap merupakan tekateki. Telah terbukti bahwa segi biaya senantiasa diremehkan dan
segi pendapatan selalu dibesar-besarkan; sehingga terbukti pula
bahwa dipandang dari segi ekonomi sasaran ini tidak realistis.
Apabila kenyataan yang sebenarnya menjadi jelas dan terjadi
goncangan keuangan, maka ada 3 macam kemungkinan pelaran.
Yang pertama adalah menciutkan sasaran semula, tetapi secara
politis sulit dilaksanakan. Kedua adalah mengurangi biaya dengan
meningkatkan efisiensi pendidikan; ini tampak baik, tetapi dalam
prakteknya sulit dilaksanakan. Pelaran yang ketiga adalah membagi sumber dana yang ada dalam jumlah yang lebih sedikit kepada lebih banyak pelajar, tetapi ini akan mempengaruhi mutu
dan efektivitas pendidikan. Yang terakhir inilah yang umumnya
dilakukan. Ini memungkinkan penerimaan murid-murid tetap raeningkat menuju ke sasaran, malahan kadangkala melebihi, tetapi
bentuk kemajuannya meragukan kalau kita selidiki di balik Statistik besarnya penerimaan murid dan melihat tingginya jumlah putus
sekolali dan yang tinggal kelas atau berdesaknya murid-murid di
IS

dalam kelas dan mengarnati apa yang sedang terjadi di sana sebagai yang disebut pendidikan.
d. Hambatan

di luar masalah

keuangan

Uang bukanlah satu-satunya hambatan. Sekurang-kurangnya ada


3 macam kekurangan yang menimpa perkembangan pendidikan
pada tahun 1960-an: (a) terbatasnya kemampuan administrasi
sistem pendidikan untuk merencanakan dan mengubah rencana
serta keuangan untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan, (b)
jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengangkat dan mengernbangkan petugas-petugas yang cakap untuk sekolah dan perguruan
tinggi yang baru adalah lama, dan (c) terbatasnya kemampuan
industri konstruksi setempat.
Hambatan pengadaan manusia dan peralatan ini sangat menentukan laju dan arah perkembangan sistem pendidikan serta
jumlah bantuan biaya yang dibutuhkan. Pada beberapa sistem ternyata disertai dengan besarnya konstruksi yang tidak mungkin
dapat dibiayai, pengadaan fasilitas baru yang tidak dapat dipemihi
tenaga kerjanya, peralatan yang tidak dapat mereka pergunakan,
rencana yang menarik dan penting yang tidak dapat diterapkan.
Lamanya penundaan untuk memperoleh persetujuan dan perwujudan proyek-proyek bantuan bantuan luar negeri akan lebih mempersulit keadaan ini.
e. Kumngnya

kesempatan

kecja orang-orang yang terdidik

Bagaimanapun yang dipikirkan oleh para ahli pendidikan adalah


tujuan dari pendidikan, namun bagi kebanyakan murid jelas tujuannya untuk memperoleh pekerjaan dan status yang baik di dalam
masyarakat. Pada umumnya ini berarti lari dari desa ke keramaian
kota dan dengan ijazah mencari pekerjaan kota, yang umumnya
terdapat di kantor-kantor pemerintah.
Pada mulanya masa depan pekerjaannya sangat baik; negara-negara yang baru merdeka ini sangat kekurangan tenaga
kerja yang terdidik di semua bidang untuk mangisi perluasan tugas
tugas pemerintah, mengganti tenaga-tenaga asing, dan untuk
mengelola tugas-tugas besar dalam pembangunan nasional. Setelah
berabad-abad mendambakan pendidikan formal, tampaknya tidak
dapat dibayangkan bahwa mereka akan berhasil dalam satu dasa19

warsa kemudian untuk memperoleh lebih banyak orang-orang yang


terdidik dibanding yang dapat diserap oleh kekuatan ekonominya.
Namun inilah yang sesungguhnya terjadi di setiap negara. Gejala
pengangguran orang-orang yang terdidik ini yang pertama-tama
tampak di negara-negara seperti India, Filipina, Republik Persatuan Arab, dan di beberapa negara Amerika Latin. Tetapi pada
akhir tahun 1960-an tidak dapat dimengerti bahwa keadaan ini
justru terjadi di negara-negara Afrika yang baru saja merdeka.
Alasannya adalah jelas, apabila kita meninjau ke belakang.
Pasaran tenaga kerja lebih
dengan penyerapan tenaga kerja.
dan lemah tidak terlalu menyolok
hai keseimbangan pasaran tenaga
kejutan yang hebat bagi sebagian
ganya.

cepat meningkat dibandingkan


Di dunia ekonomi yang kecil
perubahan yang terjadi dalam
kerja dan hai ini merupakan
besar murid-murid dan keluar-

Dari segi penyediaan tenaga kerja, setelah beberapa tahun


produksi pendidikan tertinggal, relatif sebagian besar dari lulusan
mulai mencari pekerjaan. Bersamaan dengan itu, mereka yang
pergi ke luar negeri untuk belajar sekarang kembali dengan gelar
kesarjanaannya. Dengan demikian kurva persediaan tenaga kerja
meningkat dengan pesat. Dari segi permintaan, lowongan pegawai
negeri sebagian besar telah diisi oleh tenaga-tenaga yang terbaik
yang diperoleh pada saat itu, walaupun kualifikasi mereka kadang
kala jauh di bawah standar yang dikehendaki dan di bawah mereka yang baru saja menyelesaikan pendidikannya dan akan segera masuk ke pasaran tenaga kerja. Sektor swasta yang
jumlah tenaga kerja terdidik lebih kecil daripada di pemerintahan dan yang secara perlahan-lahan membuka lapangan kerja
baru, mengarah kepada metode penghematan tenaga kerja dan
alat, kadang kala didorong oleh adanya peraturan gaji minimum
yang baru. Dengan demikian permintaan merosot dengan tajam
dan apa yang dahulu sebagai suatu pasar penjual tenaga kerja
berubah menjadi pasar pembeli tenaga kerja.
Salah satu titik cerah dari keadaan ini semua adalah bahwa
sistem pendidikan itu sendiri, sebagai pembeli, sekarang dapat
mulai menggaji tenaga-tenaga yang lebih bermutu sebagai guru,
walaupun kebanyakan mereka enggan, karena mengajar adalah
urutan terakhir dari daftar pekerjaan yang mereka inginkan.
20

Kekurangan tenaga kerja yang memiliki keahlian tertentu


berkelanjutan, khususnya di daerah yang tidak ada tempat latihannya. Keadaan ini mengubah keseimbangan dari kekurangan tenaga
kerja ke kelebihan tenaga kerja, sehingga menimbulkan masalah
kebijaksanaan baru yang serius dan memerlukan peninjauan kembali secara menyeluruh dan penyesuaian kembali atas perkiraan
dan harapan semula baik dari pihak pemerintah maupun masingmasing individu. Ini merupakan suatu proses yang menyedihkan.
Salah satu aspek yang sangat menyedihkan itu adaiah meningkatnya jumlah cendekiawan yang hijrah ke luar dari negara
itu, sebagian didorong oleh masa depan yang suram di negaranya
seperti apa yang tampak dari banyaknya mahasiswa yang pergi
ke luar negeri untuk belajar, tidak hanya keahlian mereka sia-sia
bagi negaranya sendiri bilamana mereka tidak berhasil pulang,
tetapi juga bekal yang berharga yang telah ditanamkan dalam
pendidikan mereka yang terdahulu juga akan menjadi sia-sia.
Keadaan ini membuat beberapa pengamat segera menarik kesimpulan yang sederhana bahwa pendidikan telah terlalu dikembangkan dan karenanya sekarang harus dikendalikan kembali agar
sesuai dengan kemampuan ekonomi dalam hai menciptakan lapangan ketfja. Tetapi sorotan yang lebih tajam menyarankan bahwa
sesungguhnya penyelesaiannya terutama terletak pada masalah
ekonomi itu sendiri. Diperlukan penataan kembali dan penyesuaian
sedemikian rupa, sehingga tenaga kerja yang terdidik dan tersedia
dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Para perencana tenaga kerja
dan perencana pendidikan yang cerdik mengemukakan bahwa tujuan utama pengembangan ekonomi seharusnya tidak sekedar
meningkatkan G N P , tetapi meninggikan tingkat lapangan kerja
dan memperbaiki pemerataan pendapatan. Dengan demikian yang
dihadapi oleh perencanaan tenaga kerja seharusnya tidak terbatas
pada mengatasi kesulitan sumber tenaga, melainkan memperbanyak junilah lapangan kerja semaksimal mungkin seirama dengan
laju perkembangannya, tetapi cara yang praktis untuk sampai pada
kebijaksanaan penerimaan tenaga kerja ini tidak terlalu jelas dan
tentu saja akan sangat sulit.
f.

Bentuk pendidikan

yang kelir

Tetapi para pendidik tidak dapat menghindari semua tanggung


jawab mengenai masalah tenaga kerja. Benar bahwa ekonomi itu
21

tidak menciptakan lapangan kerja yang banyak seperti apa yang


seharusnya, tetapi segi lain dari masalah ini adalah bahwa banyak
murid yang telah menerima 'jenis pendidikan yang keliru untuk
dapat terjun ke dalam dunia kerja. Banyak kritik yang dilancarkan
secara terbuka terhadap masih dominannya "jenis pendidikan yang
diimpor dari abad ke-19" sebagai suatu yang tidak tepat memenuhi
kebutuhan negara-negara yang miskin dan yang sedang mencoba
memodernisasi dirinya. Tetapi diragukan apakah jenis yang lain
"modern" yang sesuai bagi para pemuda untuk suatu jenis pekerjaan yang modern dan kehidupan kota adalah pendidikan yang
tepat bagi sejumlah pemuda yang keluar dari daerah pedesaan.
Yang seharusnya membiasakan mereka dengan kepemimpinan di
pedesaan dan perkembangan pertanian yang diperlukan oleh keseluruhan perkembangan bangsa, ternyata justru cenderung menjauhkan mereka dari lingkungan pedesaan.
Ada satu hai yang perlu diketahui bahwa yang keliru
adalah kurikulum yang tidak wajar dan tidak pada tempatnya,
dan bagaimana memperbaikinya. Tidak jelas adanya alternatifalternatif yang lebih baik dan kalaupun ada, sulit pelaksanaannya,
menyita waktu, dan terlalu mahal.
Di sana-sini diusahakan dengan sungguh-sungguh untuk mengganti kurikulum dan metode mengajar yang kuno dengan sesuatu
yang lebih tepat, kadang kala dengan hasil yang cukup baik. T e tapi di mana pun sistem itu berlandaskan pada kebiasaan yang
kuno, banyak pemimpin dan guru tahu benar bahwa hai itu tidak
akan ada hasilnya dan mereka merasa tidak mampu untuk mengubahnya.
Pendidikan yang tidak tepat adalah salah satu kerugian besar
bagi strategi perluasan linear dan bagi banyaknya penerimaan
murid yang meningkat dengan pesat. Hal lain adalah tragedi peningkatan jumlah putus sekolah, beratus-ratus ribu pemuda yang
bersekolah tetapi segera meninggalkan sekolah dan membaca pun
tidak bisa.
Keenam masalah tersebut di atas secara bersama-sama menyebabkan penghamburan sumber ekonomi yang sangat berharga
secara cepat dan berjuta manusia menderita. Tetapi apa yang
harus dilakukan? Pertama-tama, sistem pendidikan harus benarbenar sesuai dengan kebutuhan lingkungan dan penggunaan sum-

22

ber daya yang efektif tidak dapat diciptakan dalam satu hari atau
bahkan satu dasawarsa.
Menengok ke belakang, kita tidak dapat menyalahkan usaha
yang berani yang telah dibuat untuk mengembangkan pendidikan
di tahun 1950-an dan 1960-an oleh negara-negara yang sedang
berkembang dan oleh mereka yang dicari untuk membantu mereka.
Kalau sejarah dapat diubah, maka pastilah keadaannya tidak separan ini. Perencanaan yang lebih baik pasti dapat diadakan,
letapi tidak ada perencanaan yang dapat diubah dalam sesaat
untuk meniadakan kesulitan-kesulitan, keharusan-keharusan, dan
keinginan-keinginan dasar yang mula pertama menyebabkan
kejadian-kejadian itti. Yang mengherankan adalah bahwa tidak
semuanya buruk tetapi banyak juga yang baik. Sebagai hasil
akhirnya walaupttn tidak dapat diukur secara tepat dan banyak
keuntungan yang belum terpenuhi dapat tarcakup tentu saja
tampak lebih banyak ke arah positif.
Sebagaimana adanya, tujuan kita di sini adalah tidak untuk
memtji atau mengritik masa lalu, tetapi menemukan pelajaran untuk
masa datang. Dalam usaha menemukan pelarangan ini, kita harus
waspada terhadap pengertian yang dangkal bahwa perencanaan
yang lebih baik yang terbaik yang dibayangkan orang harus
sanggup meniadakan berbagai masalah yang diuraikan di atas.
Sebab-sebab utama terletak jauh terbentang di dalam dan masalahmasalah tadi timbul berkaitan. Tetapi perencanaan yang lebih baik
yang pernah ada pasti sanggup membantu mengatasi masalah
dengan lebih baik lagi. Khususnya sanggup membuat para pembuat
kebijaksanaan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan segera
melihat dengan jelas adanya masalah-masalah ini, melihat dengan
lebih jelas berbagai kemungkinan yang ada untuk mengatasinya,
membuat penilaian, dan mengkaji alternatif-alternatif itu. Singkatnya, perencanaan pendidikan yang dapat membuat mereka melihat dengan jelas dan merupakan suatu bahan pertimbangan untuk
mengambil keputusan yang disampaikan secara lebih baik.
Ini juga berlaku bagi negara-negara industri yang pada saat
ini kemajuan pendidikannya -yang dianggap bahwa sumbersumber daya manusia dan perlengkapannya jauh lebih besar, sistemi pendidikannya lebih mantap dan pengalamannya lebih lamadapat dikatakan mengungguli kemajuan negara-negara yang sedang berkembang.
23

Namun tidak dapat diingkari, bahwa walaupun kesulitankesulitan ini sedang memuncaknya, tidak pernah dibuat bentuk
perencanaan pendidikan yang dapat diterapkan secara lebih erektil. Banyak hai telah dilakukan seperti kenyataan sekilas berikut
ini.

24

IV. K E M A J U A N DI B I D A N G T E O R I D A N M E T O D O L O G I
YANG MUTAKHIR

Diskusi antara para pemimpin bidang pendidikan dan para ahli


ekonomi di awal tahun 1960-an menghasilkan persetujuan dengan
mudah atas lima usulan sebagai suatu kerangka kerja yang akan
dikembangkan kemudian.
Pertama, perencanaan pendidikan harus berpandangan jangka
panjang. Tentu saja ia mengandung segi jangka pendek (satu
atau dua tahun), jangka menengah (empat sampai lima tahun),
dan jangka panjang (sepuluh sampai lima belas tahun). Jelasnya
pandangannya akan semakin kurang tepat apabila semakin jauh
ke depan. Tetapi dengan mempzrhitungkan diperlukannya "waktu
pendahuluan" yang lama untuk meningkatkan kemampuan pendidikan dan untuk memperoleh hasil pendidikan yang bermacammacam, misalnya untuk meningkatkan jumlah dokter atau insinyur
dan bahkan guru sekolah dasar pun perlu direncanakan sedini
mungkin
Kedua, perencanaan pendidikan harus terperinci. Perencanaan
pendidikan itu harus mencakup sistem pendidikan secara keseluruhan dalam satu pandangan untuk menjamin harmonisnya perkembangan berbagai bagiannya. Terlebih lagi perencanaan pendidikan harus mencoba meluaskan pandangannya ke arah jenisjenis pendidikan dan latihan nonformal yang penting untuk menjamin integrasinya secara efektif dengan pendidikan formal dan
dengan mengutamakan kebutuhan dan tujuan masyarakat.
Ketiga, perencanaan pendidikan hams diintegrasikan

dengan
25

rencana ekonomi yang Iebih las dan perkembangan masyarakat.


Kalau pendidikan ditujukan untuk membantu individu dan pernbangunan nasional secara efektif dan agar sumber daya yang
langka dipakai sebaik-baiknya, maka pendidikan tidak dapat berjalan sendiri, mengabaikan realitas sekitarnya.
Keempat, perencanaan pendidikan hams merupakan suatu ba~
gian integral pengelolan pendidikan. Agar efektif, proses perencanaan harus berkaitan erat dengan proses pengambilan keputusan
dan pelaksanaannya. Kalau berdiri sendiri, maka perencanaan itu
akan murni sebagai karya akademis yang pengaruhnya terutama
akan membingungkan pihak yang terlibat.
Keima, (us.ulan ini lebih lambat menjadi kenyataan) rencana
pendidikan hams memperhitungkan segi kualitaf karena perkembangan pendidikan bukan perluasan secara kuantitatif saja. Hanya
dengan begitu, maka rencana pendidikan dapat menjadikan pendidikan lebih relevan, efisien, dan efektif.
Seperti halnya 10 perintah Allah, 5 usulan ini segera diterima
s:cara universal sebagai prinsip, tetapi masalahnya adalah bagaimana agar ditaati. Untuk itu diperlukan 3 macam langkah:
(1) konsep dan metodologi yang spesifik dikembangkan, (2) diadalah latinan untuk mereka yang akan melaksanakannya, (3)
organisasi dan administrasi ditata agar perencanaan dapat berjalan. Pada bagian berikut ini kita akan mengupas langkah pertama, sedangkan kedua langkah yang lain akan dibicarakan di
bagian berkutnya.
1.

MASALAH-MASALAH
NAAN

P O KOK

DALAM

PERENCA-

Sebagai langkah pertama, sepenting apa pun usulan-usulan di atas


sesungguhnya tidak sepenuhnya ditujukan untuk menjawab pertanyaan perencanaan pendidikan yang pokok yang dihadapi oleh
setiap bangsa. Pertanyaan-pertanyaan itu kadang kala terjawab
dengan kegagalan yang tidak terduga. Pertanyaan-pertanyaan
(timbul pada satu priode tertentu) yang terpenting adalah seperti
berikut.
1.

26

Tujuan dan fungsi pendidikan apa yang harus diprioritaskan


dengan masing-masing subsistemnya (termasuk di setiap tahap,
lembaga, tingkatan, pendidikan, kelas)?

2.

Alternatif apa yang terbaik yang mungkin dilaksanakan untuk


mencapai bermacam-macarn tu'juan dan fungsi ini? (Dalam
hai ini termasuk pertimbangan alternatif teknologi pendidikan,
biaya, waktu yang dibutuhkan, kemampuan praktis, efektivitas
pendidikan, dan sebagainya).

3.

Seberapa jauh sumber daya yang dimiliki oleh bangsa atau


masyarakat yang akan diikutsertakan dalam pendidikan di
samping hal-hal lain? Apa yang tampaknya menghambat kemampuan ini, dalam artian tidak hanya sumber dana tetapi
sumber daya yang nyata? Sumber daya mana yang secara
maksimal dan efektif dapat diserap oleh pendidikan dalam
suatu priode tertentu?

4.

Siapa yang akan membiayainya? Bagaimana biaya yang menjadi beban pendidikan itu dibagi di antara mereka yang langsung menikmati hasil pendidikan dan masyarakat pada umumnya dan di antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam
masyarakat? Bagaimana penerimaan pajak dari masyarakat
pada saat ini dan lain-lain sumber dana pendidikan untuk
memperoleh pemerataan sosial yang diinginkan atas kesulitan
dan sekaligus atas pendapatan yang diperuntukkan bagi pendidikan itu agar menjadi lancar?

5.

Bagaimana hendaknya semua sumber yang diperuntukkan bagi


pendidikan (beberapa pun jumlahnya) dibagi di antara bermacam-macam tingkat, jenis, dan segi-segi dari sistem itu
(misalnya pendidikan dasar terhadap pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi; pendidikan teknik terhadap pendidikan
umum, gaji guru terhadap gedung dan peralatan, dan terhadap
buku-buku wajib, jatah makanan, beasiswa, dan sebagainya)?
Para pendidik serta para ahli ekonomi, demikian pula ahli sosiologi, ahli politik, dan filsafat cenderung mendekati dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan ini dengan cara yang berbeda-beda, yang
mencerminkan perbedaan latar belakang, sudut pandang, dan gaya
berpikir mereka. Karena kenyataan menunjukkan bahwa sangat
tergantung dari bagaimana kelompok-kelompok yang berbeda tersebut mendekati perencanaan pendidikan di dalam dasawarsa
terakhir ini, maka kita harus berhenti sejenak, mempertimbangkan
bagaimana para pengelola pendidikan dan para ahli ekonomi memikirkan masalah ini.
27

Pengelola pendidikan yang baik adalah seo.rang idealis, pragmatis, dan ahli politik. la dapat menerima adanya kebutuhan
masyarakat yang penting lainnya, tetapi baginya jelas pendidikan
adalah yang utama; kepada pendidikan seluruh perhatian dan
loyalitasnya ditujukan. la benar-benar yakin bahwa setiap anak
muda harus memperoleh pendidikan yang nantinya dapat dipakai,
tetapi ia pun tahu bahwa hai demikian tidak dapat dengan segera
dimungkinkan. Dengan demikian pada masa pengajuan anggaran,
ia mengajukan untuk semua hai yang ia pikirkan sehingga dapat
dipakai secara efektif ditambah dengan jumlah kelebihan tertentu
karena ia tahu bahwa ia akan memperoleh kurang dari apa yang
dimintanya. Kemudian berusaha keras untuk memperoleh apa yang
diminta itu dan akhirnya diperoleh kesepakatan anggaran yang
harus dipakai seefektif mungkin. Pengeluaran yang melampaui
anggaran seringkali terjadi pula di sektor-sektor yang lain.
Bagi seseorang yang dihadapkan pada situasi seperti itu, masalah pokok dalam perencanaan yang paling menonjol adalah
sangat teoretis dan tidak praktis, terlebih lagi mereka menghadapi
ruang lingkup yang sangat las; apa yang terlihat adalah bahwa
tanggung jawabnya terhadap berapa biaya yang diperlukan untuk
pendidikan dan bagaimana membelanjakannya dengan baik. Dari mana uang itu diperoleh adalah bukan urusannya. Ia tidak dapat
menerima begitu saja jawaban "tidak", karena ia tahu dengan
pasti berapa banyaknya anak yang menunggu untuk memperoleh
pendidikan dan berapa jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk
itu. Setiap orang yang menahan dana yang diperlukan menganggap
masalah itu sebagai urusan nanti. Ta adalah orang yang dianggap
berjasa; biarkan mereka yang menghambat pemuda harapan bangsa
hidup terus dan diperhitungkan.
Sampai di sini para ahli ekonomi berada pada posisi taktis
yang kurang menguntungkan, mereka merasa seperti Scrooge dan
merupakan musuh anak-anak. Mungkin ia juga idealistis yang
juga menyayangi anak-anak dan menganggap pendidikan itu bernilai, tetapi ia kurang pragmatis dan kurang politis, ia lebih sebagai pembuat konsep dan analis daripada sebagai pengelola
pendidikan. Ia belum pernah mengelola suatu sistem pendidikan,
memenangkan usaha memperoleh anggaran atau menggaji. Ia terbiasa melihat ekonomi sebagai suatu keseluruhan dan mencari
keseimbangan yang optimal di antara sektor-sektornya atas ke28

terbatasan sumber secara keseluruhan. )adi, sementara ahli ekonomi menghendaki pendidikan berjalan dengan baik, ia tidak percaya bahwa pendidikan akan berhasil atau harus dengan prioritas
yang tak terbatas atau harus dengan mengeluarkan cek kosong
untuk segala sesuatu yang dibutuhkan (dan menurut pandangannya inilah yang tampaknya diminta oleh para pengelola pendidikan).
Ahli ekonomi disibukkan dengan dua masalah pokok: pertama,
bagaimana membagi dengan sebaik^baiknya kemampuan ekonomi
yang terbatas itu kepada berbagai macam pemakai yang saling
bersaing sehingga diperoleh hasil keseluruhannya yang terbaik,
"masalah alokasi"; kedua, bagaimana menggunakan sumber-sumber
tersebut setelah dialokasikan sehingga diperoleh hasil yang maksimal, "masalah efisiensi".
Dipandang dari segi ini, jelas bahwa pendidikanlah yang patut
memperoleh dana yang lebih banyak dari sektor-sektor lain; ini
berarti memperoleh prioritas yang memadai. Walau ada prioritas,
namun masih terdapat kterbatasan, yakni tidak ada satu sektor
pun, termasuk pendidikan, yang boleh mengambil seluruh sumber
ekonomi sekehendaknya, dan mengabaikan pembiayaan sektorsektor lain. Jadi bagi ahli ekonomi, masalah yang paling kritis
untuk membuat suatu kebijaksanaan adalah dengan terbatasnya
sumber dana bagaimana caranya membuat keseimbangan yang
tepat di antara para pemakai yang saling mengutamakan kepentingannya masing-masing.
Tentu saja masalah ini dapat diatasi dan seringkali dapat diatasi dengan pertimbangan dan persepakatan politis, yang akhirnya yang kuat yang akan menang. Tetapi keseimbangan kekuatan
politik tidak harus sejalan dengan keseimbangan pembagian sumber dana yang baik dalam kepentingan nasional secara keseluruhan.
Sama halnya dengan alokasi sumber dana di dalam sistem pendidikan sendiri pengelola yang tertinggilah yang harus menjadi
wasit.
Jadi ahli ekonomi, yang bergumul dengan kepentingan nasional yang lebih besar atau dengan kepentingan sistem pendidikan
secara keseluruhan, senantiasa mencari cara penyelesaian masalah
alokasi ini secara lebih rasional. Ia tidak mengharap cara penyelesaian dengan mengubah proses politik tetapi ia mengharap bahwa cara penyelesaian itu akan membantu proses politik dalam
usahanya mencari jawaban yang lebih rasional.
29

Penyelesaian teoretis "masalah alokasi" yang terbaik yang


dilakukan oleh para ahli ekonomi sampai sedemikian jauh adalah
memakai G N P sebagai kriteria pokok dan kemudian mengujinya
dengan perhitungan "untung rugi" terhadap masing-masing jcnis
alternatif atas kemungkinan alokasi untuk menemukan mana di
antaranya yang paling rendah anggaran biayanya namun yang
secara keseluruhan tertinggi hasil ekcnomisnya.
Sudan barang tentu secara logis diakui ada dua macam kelemahan dari cara pendekatan untung rugi ini. Pertama adalah kesulitan praktis di dalam mengukur kerugian dan keuntungan, khususnya keuntungan yang hanya dapat dicapai dalam jangka waktu
yang lama. (Sementara perkiraan para ahli ekonomi ditandai
dengan perhitungan untung ,rugi ini dan keputusan kebijaksanaan yang tidak dapat diubah berdasarkan perkiraan tersebut). Kelemahan lain adalah menyangkut kriterianya sendiri
dan sempitnya arti "keuntungan". Sudah barang tentu hasil dan
perkembangan ekonomilah yang terutama yang akan dicapai di
samping tujuan sosial pokok yang lain, termasuk pengembangan
yang pesat dan kesempatan pemerataan pendidikan. Tetapi mungkin juga ada bentuk keuntungan lain, khususnya dalam segi pendidikan yang tidak langsung mempunyai nilai ekonomis namun
sangat penting untuk individu dan bangsa. Kalau demikian masalahnya, maka perhitungan untung rugi dari ahli ekonomi, walaupun
cukup baik, namun terlalu sempit dan dapat menyesatkan para
pembuat kebijaksanaan secara serius, sehingga membuat alokasi
yang keliru. Bahaya dan akibat buruk kekeliruan ini tentu saja
dapat dikurangi apabila cara pendekatan untuk rugi ini diterapkan
kepada suatu proyek tertentu dan bukan pada sektor menyeluruh
yang luas.
dapun "masalah efisiensi" sepanjang dikaitkan dengan masalah pendidikan akan melibatkan para ahli ekonomi secara tepat
ke suatu masalah paedagogis yang sangat erat dan menimbulkan percaturan yang hampir tidak dapat dihindari. Inilah salah
satu alasan mengapa rencana pendidikan pada tahun 1950-an tetap
memusatkan diri pada parameter di Iuar sistem pendidikan dan
secara sadar mengabaikan apa yang terjadi di dalamnya sendiri.
Dengan memperhatikan cara-cara yang bertentangan antara
para pendidik dan para ahli ekonomi dalam melihat masalah yang
30

sama, barangkali luta dapat lebih baik menerima 3 macam "cara


pendekatan" yang berbeda terhadap perencanaan pendidikan yang
dianjurkan oleh aliran yang saling bersaing di tahun 1960-an.
Lazimnya cara pendekatan ini disebut "pendekatan tuntutan sosial", "pendekatan tenaga kerja", dan "pendekatan untung rugi"
(lebih tepatnya "pendekatan nilai imbalan"). Mari kita tinjau
bersama.
2.

PENDEKATAN "TUNTUTAN

SOSIAL"

Pendekatan ini yang paling wajar bagi pendidik dan sesungguhnya lebih meruapakan suatu uraian yang lazimnya ia kerjakan
daripada rumusan teoretis tentang bagaimana seharusnya ia menghadapi perencanaan.
"Tuntutan sosial" adalah suatu istilah yang kabur dan mengacaukan (jarang digunakan oleh para pendidik) dan dapat diaxtikan
macam-niacam. Arti yang paling umum digunakan adalah kumpulan tuntutan yang "umum" untuk memperoleh pendidikan, yakni
jumlah dari tuntutan individu akan pendidikan di satu tempat,
pada suatu waktu tertentu, di dalam suatu budaya politik dan
ekonomi tertentu. Apabila jumlah ruang kelas dan tempat lebih
kecil dari jumlah caln yang bersungguh-sungguh yang akan menempatinya, maka dikatakan bahwa tuntutan sosial melebihi apa
yang tersedia. Ada bukti yang bagus dari perbedaan tuntutan
dan penyediaan, yakni apabila para pejabat, pendidik, dan pemimpin politik menerima keluhan yang bertubi-tubi dari para
orang tua yang marah karena anaknya tidak memperoleh sekolah.
Ada dua hai yang penting yang perlu ditambahkan. Pertama,
yang menyangkut ketetapan pemerintah tentang wajib sekolah.
Bila ini terjadi, maka tuntutan secara tiba-tiba akan meningkat
dan dasarnya ditentukan oleh faktor kependudukan, bukan merupakan tuntutan sukarela lagi. Yang kedua adalah bahwa tuntutan
sukarela dapat dipengaruhi oleh bagaimana pandangan para pelajar dan orang tua terhadap biaya pendidikan, tidak hanya biayabiaya tunai (gaji, dan sebagainya), tetapi juga biaya-biaya yang
timbul karena hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan
dari pekerjaan di ladang keluarga yang tidak dilakukan sciama
pelajar pergi ke sekolah.
Dalam batas-batas wewenangnya para penguasa masyarakat
31

dapat mempengaruhi besar kecilnya tuntutan sosial, walaupun secara


praktis jauh lebih mudah menumbuhkan peningkatan daripada
sebaliknya. Misalnya kalau pemerintah berhasil, pemerintah dapat
menggalakkan tuntutan sosial dengan membuat persyaratan untuk
mengikuti pendidikan dan tidak memperdulikan faktor wajib usia
sekolah, dengan membebaskan uang sekolah (bahkan secara ekstrim
murid-murid atau orang tuanya dibiayai sebagai pengganti pendapatan yang hilang). Singkatnya, pemerintah dapat memakai
propaganda untuk merangsang tuntutan pihak swasta (secara
sukarela) untuk memperoleh pendidikan, tetapi kebudayaan sendiri, sikap dan pendirian tentang apa yang dapat ditarik manfaatnya dari pendidikan bagi masyarakat pasti merupakan faktor yang
paling berpengaruh di dalam menentukan tuntutan sosial akan
pendidikan, sepanyang yang dapat dilakukan oleh masyarakat.
Mengukur tuntutan sosial adalah selalu yang paling sulit dan
kadangkala tidak mungkin. Kecuali tentu saja, apabila wajib belajar itu disertai faktor kependudukan yang baik pada kelompok
tingkat usia yang relevan (yang pada umumnya terjadi di negaranegara industri tetapi tidak di kebanyakan negara yang sedang
berkembang). Untuk memperoleh pengukurangan tuntutan secara
sukarela yang mendekati ketepatan pada umumnya akan berupa
penelitian dari rumah ke rumah.
Sasaran-sasaran regional Unesco tersebut di atas merupakan
gambaran yang baik dari pendekatan tuntutan sosial. Metode yang
digunakan sangat sederhana, meskipun tidak mudah memperoleh
fakta-fakta dasar dan perkiraan untuk menerapkannya. Langkah
pertama adalah mengumpulkan perkiraan yang tepat mengenai
jumlah anak pada tingkatan usia tartentu yang ada di setiap daerah
dan berapa di antaranya yang telah mengikuti pendidikan dasar,
menengah, dan tinggi. Ini dibuat untuk mengetahui tingkat partisipasi yang sedang berjalan. Langkah berikut adalah meramalkan
setepat mungkin jumlah pemuda pada tiap tahap usia sampai
tahun 1980. Langkah ketiga adalah memilih beberapa tingkat sasaran partisipasi untuk tahun 1980 dan tahun-tahun antaranya dan
menerapkannya di dalam kerangka rencana kependudukan, kemudian menentukan sasaran penerimaan murid yang pasti.
Langkah yang terakhir ini adalah langkah yang paling sulit
karena secara logis diperlukan suatu penilaian yang menyeluruh
32

dari beberapa faktor; sampai pada tingkat pendidikan apa yang


dikehendaki oleh masyarakat, akan menelan biaya berapa, apa
yang akan dicapai, berapa jumlah tenaga ketfja tcrdidik yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi bangsa dan berapa
jumlah pekerjaan yang benar-benar dapat diciptakan, berapa besar bantuan luar negeri yang dapat diperoleh, dan sebagainya. Dalam kenyataannya dibuat perkiraan yang relatif sederhana, sementara tidak ada yang lebih baik dari itu. Salah satu perkiraan
yang penting adalah bahwa tuntutan masyarakat untuk memperoleh pendidikan itu akan senantiasa melampaui kemampuan pelayanannya. Hal lain adalah bahwa biaya pendidikan tiap unit
akan cukup tetap. Jelas bahwa sektor ekonomi dapat memanfaatkan semua orang yang telah memperoleh pendidikan dan pada
umumnya pembiayaan yang besar dan meluas untuk pendidikan
itu akan mempengaruhi perkembangan ekonomi. Sebagai ukuran
yang penting adalah diusahakan agar berkaitan dengan dana yang
tersedia. Dalam hai ini dibuat beberapa perkiraan yang lebih optimistik tentang biaya tiap unit, tingkat perkembangan ekonomi
dan bantuan luar negeri. Hasil akhirnya akan menimbulkan kritik
yang berdasarkan atas bermacam-macam alasan. Semua itu baik
namun selama memungkinkan dan tidak diragukan merupakan
sesuatu yang cukup efektif pada suatu saat untuk memperoleh
anggaran pendidikan yang lebih banyak (dan secara tidak langsung juga meningkatkan tuntutan sosial).
Contoh lain dari pendekatan sosial ini adalah apa yang terjadi di Perancis sehubungan dengan penerimaan mahasiswa di
perguruan tinggi. Peraturan di Perancis adalah bahwa setiap mahasiswa yang lulus baccalaurat pada akhir tingkat pendidikan
lycum (sekolah menengah) secara otomatis dapat masuk ke
perguruan tinggi. Penerimaan mahasiswa di Perancis yang secara
besar-besaran dan cepat ini, semenjak permulaan tahun 1950-an,
jelas membuktikan tuntutan masyarakat akan pendidikan tinggi
yang meningkat dengan tajam. (Keadaan ini juga merupakan
alasan utama yang memusingkan para perencana pendidikan di
Perancis dan para pengelola universitas yang tidak mempunyai
cara yang baik untuk meramalkan secara tepat berapa cepat peningkatan tututan masyarakat dan berapa jumlah mahasiswa
yang mendaftar pada setiap musim gugur. Biasanya lebih besar
yang mendaftar daripada yang diharapkan dan daripada jumlah
33
Apakah Perencanaan Pendidikan itu (4)

kclas yang tersedia; tentu saja hai ini merupakan faktor penyebab
yang penting di dalam "peristiwa di bulan Mei" yang menggoncangkan perguruan-perguruan tinggi di Perancis di tahun 1968.
Ada tiga kritik yang penting sehubungan dengan pendekatan
tuntutan sosial ini, khususnya yang dilancarkan oleli para ahli
ekonomi:
1.

pendekatan ini mengabaikan masalah besarnya sumber alokasi


nasional dan juga menganggap bahwa tidak menjadi masalah
berapa banyaknya sumber itu mengalir untuk pendidikan yang
seharusnya dapat dipakai dengan baik untuk perkembangan
nasional secara keseluruhan;

2.

pendekatan ini mengabaikan sifat dan macam tenaga kerja


yang dihasilkan yang diperlukan oleh sektor ekonomi, beberapa
jenis tertentu terlalu banyak dan jenis lain tidak; dan

3.

pendekatan ini cenderung terlalu merangsang timbulnya tuntutan


masyarakat untuk memperoleh pendidikan, meremehkan biaya,
dan memeratakan sumber-sumber dana yang terbatas untuk
terlalu banyak murid yang mengakibatkan menurunnya kualitas dan efektivitas sedemikian rupa sehingga pendidikan
menjadi suatu bentuk penanaman yang meragukan.

3. PENDEKATAN "TENAGA KERJA"


Seperti apa yang telah disebut terdahulu, bahwa para ahli ekonomi yang lebih menyukai pendekatan "tenaga kerja" untuk perencanaan pendidikan. Alasannya yang menguntungkan bagi
mereka adaiah sebagai berikut. Perkembangan ekonomi adaiah
batu loncatan ke arah perkembangan bangsa secara keseluruhan
sehingga harus merupakan suatu pertimbangan utama di dalam
membuat alokasi sumber-sumber nasional yang langka. Perkembangan ekonomi tidak hanya mernerlukan sumber-sumber fisik
dan fasilitas, tetapi juga sumber daya manusia untuk mengatur
dan memakai sumber-sumber tersebut. Dengan demikian pengembangan sumber daya manusia melalui sistem pendidikan adaiah
suatu syarat yang penting untuk perkembangan ekonomi dan merupakan suatu penanaman sumber daya yang langka yang baik,
hasil pola dan kualitas pendidikan digunakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja.
34

Anjuran yang dapat diterima yang tidak perlu dipertentangkan adal'ah bahwa pendidikan itu mempunyai tujuan lain yang
penting di samping menghasilkan tenaga kerja. Para ahli ekonomi
menghindari pertentangan dengan mengikutsertakan para perencana pendidikan untuk memikirkan adanya tujuan "yang lain"
selain ketenagakerjaan, namun masih meragukan dan belum sepenuhnya memuaskan.
Atas dasar alasan ini, pemerintah Tanzania misalnya, pada
permulaan tahun 1960-an secara berani memutuskan untuk menstabilkan laju partisipasi pendidikan dasar sekitar 50% untuk
memberikan prioritas sementara kepada tingkat pendidikan yang
lebih tinggi yang sepenuhnya berkaitan dengan kebutuhan tenaga
kerja di sektor ekonomi.
Sementara logika dari pendekatan tenaga kerja ini sulit dibantah, pengalaman praktisnya menunjukkan sejumlah kelimahan.
Pertama, hai ini hanya merupakan bimbingan yang terbatas kepada
para perencana pendidikan. Pendidikan dasar diabaikan (yang
dianggap tidak ada "hubungan dengan kerja") walaupun di
dalamnya tersimpul untuk menahan perluasan pendidikan dasar
sampai negara menjadi lebih kaya. Sebagian besar penelitian tenaga kerja membatasi perhatian pada tenaga kerja "tingkat tinggi"
yang dibutuhkan oleh "sektor modem" (yaitu terutama pekerjaan
perkotaan)Jadi para perencana tidak diberi petunjuk yang berguna tentang persyaratan pendidikan masyarakat, yang merupakan
tenaga kerja bangsa yang tersebar untuk masa depan, yaitu pekerja-pekerja setengah terampil dan tidak terampil di kota-kota
dan sejumlah besar pekerja yang tinggal di daerah pedesaan.
Kedua, penggolongan pekerjaan dan perbandingan tenaga
kerja (misalnya perbandingan yang baik antara insinyur dan teknisi, dokter dan perawat) digunakan pada sebagian besar penelitian tenaga kerja di negaia-negara yang sedang berkembang,
scbagaimana halnya anggapan kualihkasi pendidikan sesuai dengan tiap kategori pekerjaan biasanya dipirajam dari ekonomi
industri dan tidak sesuai dengan kenyataan ekonomi yang kurang
berkembang. Pekerjaan yang sebenarnya dari seorang pekerja
pembangunan perdagangan atau ahli pertanian atau petugas kesehatan di Afrika atau Asia misalnya, sangat berlainan dan
menuntut jenis persiapan yang berlainan pula dari pekerja-pekerja
35

yang sama di Inggris, Perancis, atau Amerika Serikat. Rencafla


pendidikan berdasarkan pada anggapan-anggapan yang salah seperti itu mengakibatkan banyak pelajar membuat persiapan yang
keliru dan berlebihan untuk mengisi lowongan pekerjaan.
Kesulitan yang ketiga adalah ketidakmungkinan membuat
ramalan yang dapat dipercaya tentang persyaratan-persyaratan
tenaga kerja jauh sebelumnya agar benar-benar bernilai bagi pelencanaan pendidikan, karena melibatkan banyak faktor ekonomi,
teknologi, dan hal-hal lain yang tidak pasti. Semakin khusus penggolongannya (misalnya "insinyur listrik" dan bukan "insinyur
segala jenis") dan semakin panjang jangkauan peramalannya (misalnya lima sampai sepuluh tahun dan bukan satu atau dua tahun),
semakin menjadi kabur perkiraannya dan kurang dapat dipercaya.
Pendekatan tenaga kerja dapat berguna bagi kesenjangan tenaga kerja dan ketidakseimbangan yang ekstrim dalam pola hasil
pendidikan yang membutuhkan perbaikan, tetapi ini hampir tidak
memerlukan penelitian Statistik yang terperinci. Pendekatan tenaga
kerja dapat juga memberikan bimbingan yang bermanfaat bagi
para pendidik tentang bagaimana kualifikasi pendidikan pekerjapekerja untuk dikembangkan di masa mendatang bagaimana seharusnya proporsi relatif dari orang-orang dengan pendidikan dasar
atau tingkat pendidikan yang lebih rendah, pendidikan menengah,
dan berbagai jumlah latiran setela!h pendidikan tingkat menengah.
Hai ini sangat berguna untuk diketahui para perencana pendidikan,
tetapi jauh berbeda dari syarat-syarat tenaga kerja yang terperinci.
Perencana pendidikan yang waspada, yang mengerti hambatan-hambatan yang terdahulu segera mempelajari tabel-tabel
Statistik perkiraan jangka panjang dari persyaratan-persyaratan
tenaga kerja, dijaba.rkan dalam kategori-kategori khusus, secara
lebih unik atau terperinci. Namun, pada saat yang bersamaan,
mereka mengambil manfaat dari pengarahan penelitian-penelitian
tenaga kerja, meskipun pengarahan-pengarahan tersebut belum
mencukupi apa yang dibutuhkan oleh para perencana.
Kelemahan-kelemahan pendekatan tenaga kerja yang disebut
di atas dianggap sebagai sangat besar manakala pasaran tenaga
kerja ternyata kurang dan bukan lebih sebagaimana disebutkan di
atas. Keadaan ini mendorong para perintis pendekatan tenaga ker36

ja seperti Profesor Frederick Harbison mempertimbaingkan kembali prinsip-prinsip mereka yang sangat penuh semangat (sekarang ini dikaitkan dengan apa yang disebut oleh Harbison srar/stical pyrotechnics) agar tidak terlalu berpandangan sempit dalam
kaitannya dengan pendekatan lapangan kerja yang lebih luas ini.
Ini berarti bahwa perencanaan ekonomi dan kebijaksanaan
perkembangan ekonomi bukan sekedar strategi pendidikan, yang
perlu dipertimbangkan kembali. Baru kemudian (pada akhir tahun
1960-an) tujuan pokok dan kriteria berhasilnya perencanaan ekonomi adalah meninggikan tingkat G N P secepat mungkin, tetapi
ini mulai tampak seperti penyederhanaan, seperti halnya tujuan
pendidikan yang diarahkan agar dapat menampung murid sebanyak-banyaknya. Apa kebaikan peningkatan G N P kalau disertai
dengan peningkatan jumlah pengangguran dan pengangguran semu
dan kalau pembagian kerja anta.ra warga negaranya sangat tidak
seimbang? Karena itu para perencana tenaga kerja mulai menekankan bahwa menciptakan kerja dan lapangan kerja yang banyak
harus seimbang dengan peningkatan G N P sebagai suatu tujuan
utama dari kebijaksanaan ekonomi. Beberapa orang juga mengemukakan bahwa hasil pendidikan yang tidak terlalu besar akan
meninggikan persyaratan tenaga kerja dan dapat merangsang
ekonomi untuk dapat berkembang lebih cepat. Kalau tersedia pekerja-pekerja yang mempunyai kemampuan yang baik, barangkali
ekonomi akan lebih dapat mempekerjakan mereka dan barangkali
beberapa di antara mereka akan mengambil inisiatif menciptakan
lapangan kerja merekan sendiri bila pendidikan mereka cukup dapat mendorong motipasi dan kewiraswastaan. Singkatnya anggapan yang lama itu diragukan yaitu bahwa ekonomi secara tersendiri menciptakan kebutuhan tenaga kerja sedangkan pendidikan
secara pasif mengimbanginya. Barangkali ekonomi seharusnya juga
mengimbangi pendidikan dan pendidikan dapat menciptakan lapangan kerjanya sendiri.
Namun semua hai ini disertai dengan kata "kalau". Pendidikan hanya dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang dituntut oleh ekonomi dan merangsang terciptanya lebih banyak lapangan kerja kalau ada jenis pendidikan yang tepat, kalau pendidikan itu menghsilkan orang-orang yang "senang akan kemajuan" dengan pengetahuan, keahlian, dan sikap yang sesuai untuk
37

meninggikan perkembangan bangsa. Kebanyakan pendidikan yang


ada sekarang ini tampaknya tidak sesuai dengan ciri-ciri ini.
4.

P E N D E K A T A N "NILAI

IMBALAN"

Tetapi kelompok ahli ekonomi yang lain, yang meninggalkan tradisi ekonomi neoklasik, menentang pendekatan tenaga kerja berdasarkan hal-hal lain yang telah disebutkan di atas. Mereka mengatakan bahwa akibat pendekatan ini sama buruknya dengan
pendekatan tuntutan masyarakat, yaitu mengabaikan "masalah alokasi" secara keseluruhan dan penyelesaiannya terletak pada keseimbangan antara keuntungan dan kerugian.
Prinsip "untung rugi" ini adalah apa yang dipakai oleh individu yang rasional kalau memutuskan secara gampang bagaimana
sebaiknya membelanjakan uangnya agar keinginannya tercapai.
la meneliti alternatif-alternatifnya, menimbang biaya masing-masing alternatif itu dan kepuasan yang menyertainya atau kegunaan
yang akan diperolehnya dan kemudian memilih kemungkinan-kemungkinan tertentu sebatas kemampuannya yang paling menguntungkan.
Para ahli ekonomi ini mengatakan bahwa para perencana
ekonomi dan pendidikan harus mengikuti cara berpikir yang sama
seperti ini apabila menghadapi masalah alokasi dari keseluruhan
sumber daa untuk sektor-sektor penting yang berbeda-beda itu
atau di dalam menghadapi alokasi dari keseluruhan sumber sistem
pendidikan untuk berbagai subsektornya dan tidak seorang pun
di antara para ahli ekonomi yang tidak setuju dengan pandangan
yang umum seperti ini. Pasti bahwa seorang hampir tidak mungkin
menjadi seorang perencana yang baik atau pembuat keputusan
yang baik apabila ia tidak berpikir secara intuitif dalam arti untungrugi ini.
Tetapi kesulitan praktis untuk benar-benar mengukur untungrugi itu lebih sulit daripada kesulitan pengukuran yang bersangkutpaut dengan tuntutan masyarakat dan teknik ketenagakerjaan. Pasti beberapa ahli ekonomi dan para insinyur telah berhasil dengan
perhitungan seperti itu yang dipakai untuk beberapa hai, misalnya pab.rik baja, bendungan-bendungan irigasi, dan pupuk tanaman. Tetapi mengukur untung-rugi atas bagian-bagian utama dari

38

sistem pendidikan jauh lebih rumit. Secara berani apa yang disebut pendekatan "nilai imbalan" diperjuangkan dengan sungguhsungguh dan dipergunakan di dalam sejumlah penelitian di beberapa
negara.
Namun para ahli ekonomi Iain terus-menerus melancarkan
kritik secara gencar dan dengan sikap permusuhan. Para pendidik
kebanyakan tidak mengetahui pertentangan ini. Kalaupun mereka
sadar bahwa hai itu memang ditentang (banyak yang tidak menyadarinya), mereka tidak mengerti apa yang dipertentangkan
ataupun menganggap hai itu sebagai sesuatu yang akademis sifatnya sehingga tidak dipandang berbahaya. Naluri mereka benar,
setidaknya pada tahap permulaan dari penelitian pendekatan nilai
imbalan. Keributan yang ditimbulkan oleh para ahli ekonomi adalah tidak pada tempatnya dan tidak ada relevansi yang langsung
antara penelitian tersebut dengan keputusan-keputusan kebijaksanaan. Namun demikian, masih selahi terdapat bahaya kalau-kalau
beberapa pembuat keputusan di tingkat tinggi yang polos tetap
bertahan pada angka-angka nilai imbalan yang dianggap sebagai
suatu kebenaran ilmiah sehingga membuat keputusan yang salah.
Inilah yang ditakuti dalam kritik, tetapi secara j'uj'ur harus dikatakan bahwa para penulis penelitian ini mungkin akan terkejut
bila mereka mengira bahwa kesimpulan-kesimpulan mereka yang
secara statistis lemah akan digunakan.
Akan berkepanjangan kiranya kalau diterangkan di sini secara
detail sejumlah kelemahan dari pendekatan tingkat imbalan ini.
Satu hai yakni data biaya dasar adalah sangat lemah dan kritik
dilontarkan sehubungan dengan perkiraan biaya untuk para mahasiswa, terlebih di negara yang dilanda pengangguran. Tetapi
kelemahan dari segi biaya ini mudah diatasi kalau datanya lebih
baik.
Kelemahan yang paling besar menyangkut perhitungan keuntungan yang diperoleh di masa mendatang; walaupun kelemahan tersebut dapat dikurangi dengan adanya data yang
lebih baik, tetapi tetap tidak dapat ditiadakan. Metode yang iimumnya dipakai adalah dengan menghitung tingkat perbedaan pendapatan orang selama kehidupannya sebagai akibat peningkatan
pendidikan, dikurangi dengan persentase yang berubah-ubah
sebagai penghargaan atas pendapatan tambahan yang disebabkan
39

oleh faktor-faktor di luar pendidikan (seperti kecerdasan yang


tinggi, motivasi, latar belakang keluarga, dan koncksi). Tetapi
perbedaan pendapatan di masa mendatang ini sehubungan dengan
perbedaan pendidikan, dihitung berdasarkan perbedaan masa lalu
dan masa sekarang, diduga besarnya pendapatan ini akan tetap
dalam masa mendatang. Perkiraan ini sangat kabur.
Kelebihan pendapatan dari masing-masing pribadi ini (setelah
dipotong pajak) sebagai akibat dari diperolehnya pendidikan tambaran dipakai sebagai ukuran pendapatan pribadi. Pendapatan
pribadi yang sama (sebelum kena pajak) yang juga dipakai sebagai sesuatu yang mewakili ukuran pendapatan masyarakat, oleh
beberapa pengritik dianggap sebagai sesuatu yang agak gegabah.
Salah satu perkiraan yang mendasari (dan meragukan) metode
penghitungan pendapatan masyarakat ini adalah bahwa perbedaan
tingkat upah dan gaji itu merupakan cerminan yang cukup tepat
dari produktivitas ekonomis yang nisbi dari bermacam-macam
orang. Banyak perkiraan baik yang lain yang diperlukan untuk
melengkapi perhitungan ini dan untuk memperoleh gambaran tingkat
imbalan.
Para penulis memperjelas bahwa metode mereka hanya mengukur pendapatan ekonomis secara langsung, tidak memperhitungkan pendapatan ekonomis yang tidak langsung dan pendapatan
yang non-ekonomis. Tidak diperhitungkannya bentuk-bentuk pendapatan di atas cukup dapat mengerti. Hal-hal yang senantiasa
menimbulkan pertanyaan perencana pendidikan adalah bentuk upah
tambahan apa yang harus dibuat untuk mengganti pendapatan
yang tidak diperhitungkan ini.
Cukup menarik perhatian bahwa walaupun pendidikan sekolah
dasar tidak dianggap sebagai suatu persiapan untuk bekerja, beberapa penyelidikan tentang tingkat imbalan, yang diiakukan secara
sendiri-sendiri di berbagai negara yang sedang berkembang, sampai pada kesimpulan yang sama: bahwa tingkat pendidikan dasar
yang dibutuhkan untuk sektor ekonomi di negara itu ternyata
lebih tinggi dibanding dengan tingkat pendidikan universitas. T e tapi hai ini tidak boleh dipakai sebagai hai yang lumrah atau
bahkan suatu kebenaran mutlak yang perlu di negara-negara tertentu ini; itu mungkin sekedar cerminan dari bias tertentu di dalam hai data dan metodologi. Namun gambaran suatu bentuk
40

hiptesis yang provokatif bahwa penyelidikan-penyelidikan semacam itu ada, dapat dikembangkan lebih lanjut dan berguna.
Semua kelemahan yang lain itu bagaimanapun juga dapat
diatasi, namun masih tetap akan ada kenyataan bahwa pendekatan tingkat imbalan itu hanya merupakan sebagian saja dari
apa yang ingin diketahui para perencana dan para pembuat keputusan. Pendekatan tingkat imbalan ini menunjukkan mereka
arah agar memakai lebih banyak sumber dengan sebaik-baiknya,
tetapi pendekatan ini tidak menunjukkan mereka sejauh mana
arah ini akan ditempuh, Masalah kedua barangkali merupakan
masalah mereka yang paling besar.
Disimpulkan dengan jelas bahwa pendekatan tingkat imbalan
dalam tingkat perkembangan eksperimental pada saat ini lebih
menunjukkan kepada kita tentang masa lalu daripada tentang
masa depan. Dan sementara kita mengambil manfaat dari sejarah,
akhirnya apa yang hendak dilakukan oleh negara yang sedang berkembang adalah mengulanginya. Kurangnya data yang baik untuk
diolah dan yang diperlukan setiap saat mengakibatkan kurang
tepatnya perkiraan secara keseluruhan tentang kehidupan ekonomi
masa depan. Namun angka-angka yang disimpulkan itulah yang
nantinya dipakai oleh para perencana praktis dan para pembuat
kebijaksanaan.
Meskipun demikian, pendekatan nilai imbalan ini seperti pendekatan tuntutan masyarakat dan pendekatan tenaga kerja diperlukan dan dapat dipakai untuk perencanaan pendidikan. Setidak-tidaknya pendekatan tersebut menekankan perlunya meneliti alternatif-alternatif secara terus-menerus dan memperhitungkan
untung rugi yang ditimbulkannya dengan sebaik mungkin sebelum
dibuat suatu keputusan, Dengan ditingkatkannya metodologi dan
data dasarnya, maka pendekatan itu dapat merupakan suatu pengarahan yang lebih mantap.
Sekarang menjadi jelas bahwa tidak satu pun dari cara pendekatan ini yang dapat dipakai sebagai landasan yang tepat untuk
perencanaan pendidikan. Pada saat ini para penganjur yang gigih
dari berbagai macam pendekatan ini mengakui bahwa gabungan
baru dari ketiga macam pendekatan inilah yang diperlukan. Pada
gabungan seperti itu pun masih ada kesenjangan yang harus ditiadakan. Kelemahan yang jelas dari ketiga pendekatan ini adalah
41

bahwa ketiganya sepenuhnya mempercayai sistem pendidikan yang


ada pada saat ini, namun juga mengabaikannya kecuali hanya
sebagai bahan pertimbangan. Ketiga pendekatan ini merupakan
alat yang penting dan sangat berguna untuk perencanaan makro.
Namun apa yang dapat kami simpulkan selanjutnya adalah bahwa
sekarang perencanaan pendidikan masuk dalam ruang lingkup
sistem ini dan mengubahnya menjadi lebih berarti, efisien, dan
produktif. Inilah cara yang utama yang meningkatkan masa depan
nilai imbalan atas penanaman modal di bidang pendidikan.

42

V. K E M A J U A N M U T A K H I R
DALAM P R A K T E K

PENERAPAN

TEORI

KE

Di samping konsep-konsep dan metodologi-metodologi yang lebih


las, yang baru saja dikupas, sciama tahun 1960-an telah dikembangkan dan ditingkatkan sejumlah teknik yang spesifik yang
bcrguna untuk percncanaan pendidikan. Ini mencakup misalnya:
metode Statistik yang lebih baik untuk membuat berbagai perkiraan
(misalnya untuk penerimaan murid baru, fasilitas gedung yang
diperlukan, guru-guru, peralatan dan bahan), cara-cara memperkirakan biaya untuk masa depan dan persyaratan keuangan yang
lebih dapat dipercaya, cara-cara menafsirkan data kependudukan
dan ketenagakerjaan ke dalam pola penerimaan murid di masa
mendatang, administrasi kemudian dipakai, sehingga perencanaan
itu dapat berfungsi.
Hal ini memuaskan bagi semua pihak yang percaya akan
pentingnya badan-badan multilateral yang mengamati, khususnya
Unesco tetapi juga O E C D untuk Eropa Barat yang memperoleh
kepercayaan untuk membatu seluruh dunia agar mendapat kemajuan dari ketiga macam kegiatan di atas selama tahun 1960-an.
Adal'ah sangat menarik untuk menggambarkan secara singkat apa
yang mereka kerjakan.
1.

LATIHAN DAN

PENELITIAN

Konferensi-konferensi Unesco setempat yang telah disebutkan


di atas pada tahun 1960-an membangkitkan sebagian besar
negara-negara yang sedang berkembang untuk memperoleh bantuan teknis di bidang perencanaan pendidikan. Meskipun ahli-ahi
43

bidang ini sangat langka, namun pada tahun 1960-an Unesco


mengirim lebih dari 150 misi jangka pendek dan lebih dari 190
orang ahli bidang perencanaan pendidikan yang akan menetap
untuk yangka waktu yang lama, meliputi 80 negara.
Namun ini hanya bentuk penyelesaian sementara. Jelas diperlukan pendidikan kader yang lebih bermutu sebagai ahli perencanaan pendidikan untuk pelayanan internasional. Yang lebih
penting adalah perlu membantu masing-masing negara untuk
memiliki ahli-ahli perencanaan pribumi agar secepat mungkiu
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Untuk memenuhi kebutuhan ini, Unesco membuat suatu rencana fasiiitas baru di bidang latinan dan penelitian. Antara tahun
19631963, bekerja sama dengan negara-negara yang sedang
berkembang sendiri, Unesco membzntuk pusat-pusat latihan untuk
Amerika Latin (di Santiago, Chili), untuk Asia (di New Delhi),
untuk negara-negara Arab (di Beirut) dan untuk negara-negara
Afrika (di Dakar). Pada tahun 1963 di Paris, Unesco membentuk
iembaga perencana Pendidikan Internasional ( I I E P ) , bekerja sama
dengan Bank Dunia, Ford Foundation, dan Pemerintah Perancis,
untuk membuat suatu gabungan: pusat-pusat latihan dari riset
regional ini dengan universitas-universitas dan badan-badan lain
yang mungkin tertarik pada bidang latihan dan mendorong penelitian. Kemudian Iembaga ini memperoleh dukungan yang baik
juga dari pemerintah masing-masing dan badan nonpemerintah.
Pada mulanya badan-badan baru bidang latihan ini harus
bekerja dengan seadanya karena tidak banyak kepustakaan karena perencanaan pendidikan ini bukan merupakan ilmu pengetahuan. Subyek tersebut baru dikembangkan dan sebagian dari tugas
mereka membantu proses tersebut. Dengan membentuk staf yang
interdisiplin sifatnya, bersinambungan, dan saling berhubungan
erat dengan negara-negara tempat diperoleh pengalaman, rambat
laun pusat-pusat regional dan IIEP ini menjadi pusat ilmu pengetahuan baru tempat segala keterangan disimpan maupun disebarluaskan karena tercetus dari hasil penelitian dan pengalaman yang
masih segar.
Khususnya IIEP mencari, membuat, dan mengembangkan ilmu
pengetahuan baru melalui program terbitan yang luas, mencakup
laporan hasil penelitian, bahan v/ajib yang digunakan sebagai jem44

batan kesenjangan komunikasi antara para penditi dan orangorang praktek serta berusaha meniadakan kelangkaan bahan latinan yang baik. Pada tahun 1969, enam tahun sesudah pembentukan lembaga ini, banyak terbitan semacam itu yang diterjemahkan ke dalam pelbagai macam bahasa, telah tersebar las, dan
dipakai di seluruh dunia.
Terlebih lagi kemudian beberapa ratus orang telah memperoleh latihan formal di IIEP dan pusat-pusat regional Unesco, berkisar dari beberapa minggu sampai setahun penuh. Kebanyakan
mereka adalah pejabat-pejabat dari negara-negara yang sedang
berkembang yang setelah pulang menerapkan apa yang mereka
telah pelajari. Mereka yang dilatih di IIEP pada tingkat yang
lebih tinggi juga termasuk sejumlah penasihat ahli internasional
yang akan melayani negara-negara yang sedang berkembang, mereka yang akan menjadi guru dan peneliti di bidang perencanaan
pendidikan di pusat-pusat regional, universitas serta lembaga
lembaga latihan nasional. IIEP juga merupakan suatu tempat pertemuan dan pusat pertukaran pendapat bagi para pejabat, sarjana,
dan mahasiswa da.ri sejumlah universitas dan badan-badan lain
yang membuat riset dan program-program latihn di bidang ini.
Unesco merupakan badn penengah utama bagi kegiatan ini,
terutama dengan penghargaan pada daerah-daerah yang sedang
berkembang, tetapi O E C D juga memainkan peranan yang penting
di dunia yang sudah maju. Kegiatan-kegiatan latihan O E C D terbatas, namun latihan itu mengumpulkan ahli-ahli yang berbakat
dari Eropa Barat, Amerika Utara, dan Jepang untuk melakukan
pekerjaan yang kreatif dalam perencanaan pendidikan di bidang
teoretis dan metodologi yang meningktkan minat dalam perencanaan di departeman pendidikan negara-negara anggotanya. Di
lu'ar itu, pada akhir tahun 1960-an, Komite Bantuan Pengembangan
dari O E C D merupakan alat pendorong negara-negara donor untuk
lebih memperhatikan dan membantu perencanaan dan pengembangan pendidikan di dalam program bantuan mereka kepada negara-negara yang sedang berkembang. Kemudian pada tahun 1968
O E C D membentuk Pusat Riset dan Pembaruan Pendidikan dengan wewenang membantu anggotanya yang terlambat memperbaiki dan memperbarui pendidikannya.
Pada tahun 1970 dengan sejujurnya dikatakan bahwa berkat
inisiatif yang diambil oleh badan-badan multilateral dan kerja sa45

ma yang erat dari para mahasiswa dan pihak-pihak kin, terciptalah masyarakat perencanaan pendidikan internasional Cabang
ilmu pengetahuan baru yang baik telah terbentuk dan disebarkan,
kader-kader perencana yang kokoh telah dilatih dan disebarluaskan di seluruh dunia dan telah terjalin kerja sama dan komunikasi yang efektif antara para penditi dengan para pemakai hasil
penelitian di bidang ini. Walaupun jalan masih panjang, namun
telah dibuat langkah pertama yang cukup besar. Akan sulit membandingkan kemajuan pest seperti ini dibidang-bidang teori dan
praktek yang lain.
2.

MENGAMALKAN

PERENCANAAN

Beberapa pertanyaan yang sulit segera dihadapi oleh program


latihan dan riset ini: Apakah perencana pendidikan itu? Apa tugasnya, di mana tempatnya yang sesuai, apa peranannya di dalam
pembentukan pendidikan? Apakah tanggung jawabnya sehubungan
dengan dan pembuatan keputusan? Keahlian dan keterampilan apa
yang diperlukan sebagai perencana pendidikan? Berapa jauh program latihan dan riset dapat membantu memenuhi persyaratan ini?
Para peserta yang berpandangan praktis terhadap program
latihan ini tidak lupa kadangkala harus kembali kepada para menteri dan badan-badan lain di dalam negeri yang mengharap mereka
membawa sesuatu yang berharga. Dengan segera mereka dapat
melihat nilai dan kegunaan dari metodologi-metodologi baru yang
disajikan ini dan segera ditanggapi untuk sistem pendidikannya
sendiri, membandingkannya dengan sistem pendidikan negara lain
yang ternyata ditemukan banyak masalah pokok dan kekurangankekurangan yang sama. Dan semuanya itu senantiasa mengundang
pertanyaan.
Apa yang dapat dilakukan terhadap apa yang telah dipelajari
setelah pulang kembali? Bagaimana menerapkan konsep-konsep
metodologi dan informasi baru ini ke dalam situasinya sendiri
sehingga ada perubahan dan peningkatan? Perubahan-perubahan
apa yang diperlukan di dalam susunan organisasi dan administras!
sehingga perencanaan itu dapat berarti? Apa yang dapat dilakukan
oleh satu orang untuk mengubah suatu keadaan men'jadi lebih
baik? Bagaimana caranya kita meyakinkan para pejabat tinggi
bahwa perubahan-perubahan itu adalah penting sekali yang apa46

bila tidak disadari pentingnya masalah ini maka perencanaan tidak


dapat dilaksanakan? Yang utama adalah apa yang harus dilakukan
untuk mengubah sikap dan pandangan dari semua pihak yang
bersangkutan supaya mereka semua dapat mengerti, dari atas sampai bawah dari guru kelas sampai perdana menteri harus "berpandangan perencanaan" dan harus menjadi perencana yang sejati?
Pertanyaan terakhir ini walaupun penuh dengan kekhawatiran,
memuaskan para staf pengajar karena hai itu membuktikan bahwa
usaha mereka tidak sia-sia. Inilah masalah utamanya, bagaimana
membuat perencanaan itu sebagai suatu bagian kehidupan dari
setiap orang di dalam sistem pendidikan. Perencanaan pendidikan
sebaik apa pun metodologinya tidak pernah akan dapat dilaksanakan dengan baik kecuali bila suasana administrasi baik. Hal ini
bukan masalah bagaimana kota-kotak itu disusun di dalam bagan
organisasi atau bagaimana bunyi urian jabatan, tetapi bagaimana
anggapan pihak-pihak yang terlibat terhadap perencanaan dan
bagaimana mereka memandang peranannya sendiri dalam hubungannya dengan proses perencanaan.
Kenyataan yang jelas, dan yang harus jelas bagi setiap orang
adalah bahwa susunan administrasi dan lingkungan yang oleh
sebagian besar dari sistem pendidikan terbawa dari masa lampau,
tidak pernah direncanakan untuk berperan di dalam suatu perencanaan yang modern, Kebanyakan susunan tersebut direncanakan
untuk membuat peraturan dan mengawasi sistem pendidikan yang
pemerintah pusat dan para penguasanya tidak banyak berperan.
Inisiatif dan tangg-ung jawab yang terpenting untuk membuat dan
mengelola lembaga-lembaga pendidikan, untuk pembiayaan, perluasan, dan perubahan terletak sebagian besar pada pihak-pihak
swasta atau pemerintah setempat. Dalam situasi seperti ini badn
pendidikan pusat biasanya ditandai dengan adanya pembagian
kerja yang jelas. Pimpinan, staf, dan inspektorat bertanggung
jawab mengawasi tingkat tertentu atau jenis pendidikan tertentu,
seperti pendidikan dasar menengah atau teknik, mengawasi sendiri dan tidak berhubungan dengan pihak-pihak lain. Masingmasing kelompok ini mempunyai tempatnya sendiri dalam suatu
organisasi, mempunyai anggarannya sendiri, dasar-dasar peraturan,
asas dan cara administrasi sendiri, seolah-olah saperti departemen
pendidikan atau kementrian pendidikan membiarkan saja, diken47

dalikan dengan ikatan yang tak tertulis dan dengan wasit di atasnya.
Keadaan ini cenderung menjadi masalah walaupun pemerintah
pusat berperan utama di dalam hai pembiayaan, ketenagakerjaan,
dan pelaksanaan sistem pendidikan. Bagian-bagian dalam organisasi itu tidak diikutsertakan dan komunikasinya sebagian besar
dari atas ke bawah; jarang sekali komunikasi horisontal di antara
bagian-bagian yang bersangkutan di dalam sistem itu.
Tidak mengherankan dalam keadaan seperti ini tidak seorang
pun yang benar-benar melihat sistem pendidikan sebagai suatu
sistem atau mencoba merencanakannya sebagai suatu keseluruhan.
Pada saat itu tidak terasa adanya kebutuhan untuk melihat sistem
pendidikan sebagai suatu sistem karena alasan-alasan yang telah
disebut di atas, tetapi perlu ditekankan di sini adalah pola-pola
peraturan dan undang-undang, asas dan falsafah, dan tidak kalah
pentingnya segala sikap birokrasi, hak-hak istimewa, serta pandangan tentang diri sendiri, yang kesemuanya itu sudah menjadi
kebiasaan yang telah berkembang menjadi suatu hambatan yang
serius manakala timbul kebutuhan untuk membuat bentuk perencanaan yang lebih maju.
Hambatan-hambatan tersebut yang masih tampak di sebagian
besar negara tidak dapat diatasi hanya sekedar dengan menyertakan suatu unit perencanaan yang baru ke dalam struktur administrasi yang lama. Unit itu dengan cepat akan lebur dan tidak
ikut berperan. Struktur administrasi yang lama terlalu sibuk untuk
menyertakan unit perencanaan baru ini dan memakainya secara
efektif untuk membantu kegiatan niereka atau mereka merasa
tidak senang atau mengabaikannya.
Tidak satu pun dari hai yang tersebut di atas dilontarkan
sebagai kritik terhadap individu-individu yang terlibat yang secara berani menghadapi tantangan baru ini, yang bekerja keras
di dalam kondisi yang masih coba-coba yang berhasil baik. Pokok
persoalannya adalah mereka merupakan hasil dan hamba dari
sistem administrasi yang usang dan yang berorientasi pada peraturan; yang sejak awal mula menghambat perencanaan yang baik
dan tindakan yang efisien. Tidak ada obat penangkal yang sederhana yang dapat meniadakan hambatan ini. Hanya dengan cara
mematahkan kelambanannya melalui perubahan sikap, struktur dan
48

prosedur, dan hanya dengan mcresapnya minat terhadap perencanaan yang baru ini dalam sistem keseluruhan barulah perencanaan
dapat berfungsi dengan baik dan perkembangan pendidikan maju
dengan lancar.
Hal ini menyatakan bahwa perencanaan pendidikan itu bukan
tugas khusus dari para perencana teknis yang ada di dalam unit
pusat perencanaan pendidikan. Peranan mereka adalah sangat
penting. Mereka harus dapat menggabungkan semua keterangan
dan gagasan yang diambil dari banyak sumber di dalam suatu
gambaran keseluruhan. Dengan memandang sistem tersebut dengan jangkauan yang luas, mereka dapat merumuskan kecenderungan, hubungan-hubungan, hambatan-hambatan, kemungkinan
kemungkinan, kebutuhan-kebutuhan, dan kesempatan-kesempatan
yang penting dan menyajikan kesemuanya ini untuk memperoleh
perhatian dari pihak-pihak lain agar memperoleh tanggapan dan
tindakan. Namun mereka juga tidak dapat merangkum maupun
menyimpulkan secara bijaksana tanpa ada kemauan dan kesinambungan keterlibatan dari para sejawat mereka di dalam bagian-bagian yang lain. Perencanaan menurut jaringan komunikasi
yang luas dan efisien yang berjalan ke segala arah.
Analisis terakhir adalah bahwa sistem pendidikan akan dapat
direncanakan dengan baik dan diterapkan dengan baik hanya
bila mereka yang bertanggung jawab terhadap bermacam-macam
bagiannya adalah perencana-perencana yang baik dan hanya apabila masing-masing mengakui bahwa bagian perencanaannya harus
ditengahi dan dileburkan dengan bagian-bagian perencanaan yang
lain ke dalam suatu keseluruhan yang utuh sehingga dapat memenuihi maksud dan tujuan sistem secara keseluruhan. Adalah menggernbirakan bahwa semakin banyak negara yang berada dalam
suasana baru ini dan perencanaan pendidikan makin efektif, tetapi
di dalam beberapa negara masih merupakan suatu angan-angan
dan sangat menimbulkan kebingunan.
Mereka yang pernah memperoleh kesempatan untuk membandingkan usaha perencanaan pendidikan di berbagai negara
mungkin semuanya sependapat bahwa perencanaan akan berhasil
dengan baik apabila: (a) para pemimpin politik dan pendidikan
benar-benar yakin akan pentingnya perencanaan itu, memberikan
dukungan yang kuat, dan meggunakannya secara bersungguhsungguh dalam pembuatan keputusannya, dan (b) pihak-pihak
49
Apakah Perencanaan Pendidikan itu (5)

lain menangani sistem pendidikan ini secara bersungguh-sungguh,


para pelaksana tingkat rendah, para guru, para murid, orang tua,
dan pegawai-pegawai diberi kesempatan meagungkapkan pendapatnya dalam proses perunrusan rencana untuk masa-masa mendatang.

50

VI. T I N J A U A N M A S A D E P A N
Di dalam buku ini kita telah berusaha untuk Iebih dapat mengerti
masalah perencanaan pendidikan dengan meneliti fungsi-fungsinya
serta mengamati bermacam-macam bentuk dan ragamnya yang
sesuai untuk berbagai kebutuhan. Khususnya kita telah meneliti
pergolakan sejarah yang hebat semenjak Perang Dunia Kedua
yang telah menimbulkan kebutuhan yang sangat besar akan adanya caxa-cara pendekatan baru pada bidang perencanaan pendidikan secara drastis di seluruh dunia. Pada bagian terakhir ini
kita kembali ke masalah masa depan dan bertanya ke mana arah
perencanaan pendidikan.
Meskipun telah ada kemajuan yang cukup baik namun tantangan-tantangan dari masa sebelum perang terhadap pendidikan
dan masalah-masalah yang berat yang ditimbulkannya masih tetap
jauh dari jangkauan. Benar, bahwa sesudah perluasan yang tidak
seirama selama lebih dari satu dasawarsa, di mana pun sistem
pendidikan dihadapkan pada keadaan krisis di masa datang. Sistem pendidikan berada dalam suasana yang tak menentu, dan
dikelilingi oleh masalah-masalah yang membingungkan yang akan
Iebih parah lagi. Bagaimana perencanaan pendidikan membantunya? Bagaimana agar lebih dapat mencapai sasarannya? Langkahlangkah baru yang bagaimana yang diperlukan?
Ada lima hai yang menyolok yang diperlukan untuk peningkatan kerangka kerja perencanaan pendidikan sebagaimana telah
diakui pada tahun-tahun terakhir ini. Pertama, tiga macam cara
pendekatan yang telah dikupas terdahulu (tuntutan sosia!, tenaga
kerja, dan nilai imbalan), sekarang harus digabungkan agar supaya lebih saling terkait, suatu pendekatan terpadu. Kedua, di51

perlukan sejumlah metodologi yang diperhalus dan diperkuat lagi


untuk mengamalkan pendekatan terpadu ini. Ketiga, usaha secara
besar-besaxan harus dilaksanakan oleh semua sistem pendidikan
untuk meningkatkan laju informasi yang diperlukan agar perencanaan menjadi efektif. Keempat, harus dilatih lebih banyak kaderkader yang memiliki kemampuan teknis yang las di bidang perencanaan dan harus ditanamkan sikap positif terhadap pihakpihak yang partisipasinya di dalam proses perencanaan itu penting. Kelima, pengaturan organisasi dan administras^ sikap dan
tingkah laku harus diubah secara drastis agar tercapai kesesuaian
yang efektif di dalam perencanaan.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas begitu jelas dan secara
las telah diakui dan pasti akan memperoleh perhatian utama di
tahun-tahun mendatang, tetapi apa yang tidak terlalu jelas adalah
walaupun semua ini penting namun tidak akan segera tercapai
karena ketiga jenis pendekatan perencanaan pendidikan yang telah
disebut terdahulu tidak memperhitungkan satu faktor yang penting.
Pendekatan-pendekatan itu telah menggambarkan hubungan yang
luas dari sistem pendidikan itu ke dalam suatu sorotan yang lebih
tajam tetapi tidak banyak membicarakan inti sistem yang diperlukan untuk perubahan yang drastis.
Apabila sistem pendidikan itu dimaksud demi murid dan masyarakat, maka sekarang sistem pendidikan harus mengubah intinya
melalui perubahan tujuan dan prioritasnya yang spesifik dalam
hai struktur, isi, dan metode, dalam hai latihan dan pemanfaatan
para guru, dalam hai proses belajar dan mengajar, dalam hai gaya
dan metode pengaturan serta pengelolaannya. Terlebih lagi, segisegi yang mengadakan tekanan terhadap kebutuhan pendidikan,
termasuk orang-orang yang berada di luar struktur pendidikan
formal, sekarang harus dihadapi dengan lebih bersungguh-sungguh
dan akhirnya dicapai penyelesaian yang dikehendaki. Gagasan
adanya pendidikan sepanjang kehidupan harus dinyatakan di
dalam realitas yang terbit bukan sekedar ucapan-ucapan yang
bersemangat belaka. Namun ini hanya terjadi apabila jarak yang
ditimbulkan oleh lembaga-lembaga tradisional dan faktor psikologis
antara hai belajar di sekolah dan di luar sekolah ditiadakan,
dan kedua bentuk kegiatan tersebut direncanakan secara bersama-sama serta lebih diintegrasikan.
52

Mengabaikan masalah-masalah penting ini akan membawa


bencana. Bila sistem pendidikan tradisional berlangsung terus
dengan strategi mengejar perluasan secara sederhana dengan cara
berpikir yang kuno, maka sistem pendidikan itu telah membuat
dirinya benar-benar tidak sesuai dengan masyarakat, akan membuang-buang sumber daya, menambah buruh krisis yang telah
melanda sistem pendidikan, tujuannya tak tercapai, membahayakan eksistensinya sendiri, dan membebankan akibat-akibatnya yang
berat kepada generasi yang akan datang.
Bila diagnose ini benar, maka selanjutnya perencanaan pendidikan, tanpa mengabaikan pandangan makronya, sekarang hams mengubah perhatiannya secara lebih bersungguh-sungguh lagi
ke dalam masalah-malah pendidikan itu sendiri. Tujuannya harus
untuk meningkatkan kegiatan sistem pendidikan melalui perubahanperubahan agar sistem tersebut lebih relevan dengan kebutuhan
para pemakainya, penggunaan sumber-sumbernya lebih efisien,
dan lebih memiliki kekuatan yang efektif untuk perkembangan individu dan masyarakat. Kegiatan yang lebih baile itu tidak sekedar berarti memperbaiki apa yang telah dilakukan, melainkan
berarti melakukannya dengan cara yang berbeda dan melakukan
hal-hal lain. Oleh karena itu sekarang penekanan utama strateginya adalah bukan pada sekedar msalah perluasan. Walaupun tentu
saja perluasan akan diperlukan, tetapi ditekankan pada perubahan
dan penyesuaian.
Bentuk perencanaan pendidikan apa yang diperlukan untuk
memenuhi strategi baru ini? Tentu saja harus dimasukkan perencanaan makro yang baik yang memusatkan perhatiannya pada
dimensi sistem yang luas dan hubungan-hubungannya dengan masalah ekonomi dan masyarakat. Namun di luar itu harus ada suatu
bentuk perencanaan mikro yang diterapkan pada proses-proses
dalam dari sistem itu dan terhadap sejumlah subsistemnya. Dengan
demikian lumrah apabila bidang baru untuk perencanaan pendidikan
di tahun-tahun mendatang akan meliputi lima hai pokok seperti
disebut di bawah ini.
1.

PERBAIKAN T U J U A N

Tanpa tujuan dan prioritas yang dinyatakan .secara jelas tidak


ada dasar yang memadai, baik untuk menilai kegiatan sistem pen53

didikan maupun untuk merencanakan masa depannya secara tepat.


Bila tujuan de facto sistem pendidikan (yang berbcda dari tujuan
yang dinyatakan) tidak konsisten dengan tujuan pokok masyarakat, maka akan berkembang ketidaksesuaian antara sistem pendidikan dengan masyarakat, dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat
akan dikalahkan. Sebaliknya bila tujuan khusus dari berbagai subsistem pendidikan bertentangan dengan tujuan keseluruhan sistem
yang lebih luas, maka akan terjadi pertentangan di dalam sistem
itu sendiri dan tujuan dasarnya akan terkalahkan. Yang paling
dirugikan dalam hai ini adalah murid. Karena alasan ini, langkah
pertama yang penting untuk meningkatkan kegiatan dan sistem
pendidikan adalah meneliti kembali dan menijelaskan prioritas
dan tujuan dasarnya dan tujuan yang lebih spesifik dari masingmasing subsistemnya, memastikan bahwa tujuan-tujuan tersebut
saling sesuai dan tidak bertentangan dengan tujuan pokok, prioritas, dan kebutuhan masyarakat.
Beberapa orang dapat menyerah dan mengatakan bahwa hai
tersebut tidak dapat dilakukan, bahwa hai itu sudah dicoba beberapa kali dan gagal, bahwa hai itu hanya akan berakhir dengan
ucapan-ucapan kabu.r yang dapat diterima oleh setiap orang, atau
lebih buruk lagi berakhir dengan pertentangan keras antara berbagai pihak. Tetapi ini sama artinya dengan mengakui bahwa
lembaga yang seharusnya mengembangkan perilaku yang baik
pada orang lain justru tidak dapat berbuat baik. bahwa sistem
pendidikan tidak mempunyai pilihan lain dan harus berjalan mengikuti jalan yang ada, melakukan kompromi yang melemahkan semangat.
Ini nampaknya suatu kesimpulan yang meragukan. Dalam
semua kejadian, situasinya mengharapkan usaha lebih lanjut, kali
ini tidak terlalu menyandarkan pada doktrin dan prasangka yang
berlaku, tetapi lebih banyak pada pengarahan berdasarkan anlisis
yang rasional. Pasti akan selalu sukar untuk merumuskan tujuan
yang luas dari setiap sistem pendidikan sebagai suatu keseluruhan
di dalam rumusan yang sangat umum sehingga pasti dapat diartikan bermacam-macam. Meskipun demikian, haruslah mungkin
bagi ahli-ahli ilmu sosial untuk meneliti berbagai cara kegiatan
sistem yang nyata dan kemampuan serta perilaku orang-orang
yang memproduksinya untuk menentukan apakah hal-hal tersebut
54

benar-benar konsisten dengan tujuan sistem yang tclah dinyatakan


dan tujuan serta kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang jelas.
Yang lebih penting dengan berpindahnya hai yang umum
ke hai yang lebih khusus, tujuan-tujuan sistem pendidikan secara keseluruhan yang luas ke tujuan-tujuan yang lebih spesifik dari sub-subsistem tertentu, adalah lebih memudahkan merumuskan tujuan-tujuan dalam istilah operasional yang berarti
dan menggunakan perumusan tujuan ini sebagai kriteria untuk
meneliti kegiatan. Terdapat perbedaan yang besar, misalnya,
an-ara tujuan yang luas untuk memproduksi "warganegara yang
ba'k" dan atau" orang-orang yang terdidik secara bebas" dan
tujuan khusus seperti meninggikan tingkat kemampuan membaca,
bei< 'tung atau penggunaan bahasa asing.
Kinyataannya, para ahli di bidang tes dan pengukuran pendidikan berkembang dengan sempurna dalam hai membuat alat
yang lebih luwes dan lebih beraneka ragam untuk menilai berbagai
macam hasil pendidikan yang dikehendaki dipandang dari segi
masing-masir- pelajar. Mengapa tidak mungkin mengambil beberapa alat ini dan selanjutnya memb.uat alat lain untuk menguji
sistem itu sendiri dianggap bahwa ada beberapa tujuan yang
jelas untuk menilai suatu hasil?
2.

P E N I L A I A N H A S I L DARI S U A T U

SISTEM

Suatu penjelasan dari tujuan pendidikan sangat penting, tidak


saja hanya untuk meyakinkan bahwa sistem tersebut berusaha
agar segala sesuatunya benar dan tepat, tetapi untuk memperoleh
dasar guna menguji seberapa baik sistem tersebut dapat diterapkan. Penjelasan tersebut juga dipakai sebagai dasar untuk membandingkan berbagai kemungkinan cara-cara untuk mencapai sasaran pendidikan tertentu dan untuk menentukan mana di antara
cara-cara tersebut yang paling tepat.
Ini adalah sebagian dari apa yang dimaksud dengan perubahan
pendidikan. Bagian yang lain meliputi perubahan sistem yang
Eedang berlaku, membuat sedemikian rupa sehingga lebih tepat
dan lebih mengikuti zaman; sebagian lagi termasuk perubahan
cara pelaksanaannya, agar prosesnya lebih efisien dan efektif.
Suatu sistem pendidikan dapat secara sangat efisien melakukan
hal-hal yang keliru atau sebaliknya, atau sangat tidak efisien
55

melakukan hal-hal yang benar. Kedua kemungkinan ini harus


diuji kalau kita hendak meneliti hasilnya.
Bila sistem pendidikan membuat perubahan-perubahan untuk
perbaikan dan tidak semata-mata hanya demi perubahan itu sendiri,
diperlukan berbagai alat-alat diagnostik untuk menilai hasilnya,
untuk merumuskan kesempatan-kesempatan bagi perbaikan dan
mencatat kemajuan setiap waktu.
3.

CARA P E N D E K A T A N SISTEM T E R H A D A P
NA P E N D I D I K A N

RENCA-

Karena sistem-sistem pendidikan itu akan lebih sering dan lebih


cepat berubah dibandingkan dengan masa lalu, maka diperlukan
teknik-teknik baru. Cara-cara yang biasa telah dipakai secara
khusus, sedikit demi sedikit secara tambal sulam, memberikan
sesuatu yang baru untuk menutupi yang lama yang sesungguhnya
tidak mengalami perubahan, seperti misalnya menambah televisi
alat pendidikan, laboratorium bahasa atau dipakai proyektor film
untuk pengajaran yang konvensional. Akibatnya itu semua mengubah sistem belajar-mengajar yang lama namun tidak merencanakan sesuatu yang baru secara sadar, karena tidak dilihat sebagai
suatu "sistem". Sebagai akibatnya komponen-komponen baru yang
memiliki kemampuan penuh tidak terlihat, biayanya akan merupakan beban terhadap biaya yang terdahulu dan peningkatan hasil
pengajaran akan terbukti mengecewakan. Seolah-olah seperti
seseorang diberi tugas untuk menempatkan manusia di bulan,
mulai dengan pesawat ganda dan mencoba menambah benda-benda
yang akan dibawa ke bulan.
Cara pendekatan lain adalah dengan menggunakan metode
system design yang telah dipakai dan berhasil sangat baik di
banyak bidang yang lain (termasuk pendaratan manusia di bulan).
Cara pendekatan ini berlainan dengan cara pendekatan pertama.
Sistem ini mulai dengan "kekhususan-kekhususan hasil" yakni
dengan merumuskan hasil yang diinginkan ("sasaran") dan berbagai pengawasan terhadap hambatan-hambatan serta faktor-faktor
lingkungan diamati (misalnya latar belakang para murid, pembatasan biaya dan waktu); bukan dimulai dengan sistem yang
lama yang tidak menunjukkan hasil yang memuaskan dan kemudian menambal sulam. Langkah berikutnya adalah membuat ber56

bagai macam alternatif "sistem" yang mungkin yang dapat dipakai untuk mencapai hasil yang tertentu. Masing-masing sistem
yang potensial itu akan menyangkut beberapa gabungan dari komponen-komponen yang berbeda (input) dan beberapa teknologi
yang berbeda pula. Biaya yang diperkirakan dan hasil yang dikehcndaki (output) juga akan berbeda dari sistem ke sistem yang
lain dan beberapa akan lebih tepat untuk tujuan yang umum
sipatnya daripada yang lain. Selanjutnya masalahnya adalah membandingkan kebaikan dan keburukan yang relatif di berbagai macam sistem ini dan memilih salah satu di antaranya yang setelah
semua hai diperhitungkan, tampaknya yang paling tepat untuk
suatu tujuan tertentu dan dalam keadaan tertentu.
Dalam membuat "sistem belajar dan mengajar" yang baru
dcngan cara ini untuk mencapai berbagai macam tujuan yang
telah diterapkan secara baik, maka kemungkinan-kemungkinan
yang paling optimal biasanya akan mencakup gabungan beberapa
hai yang lama dan yang baru yang disesuaikan dengan cara-cara
yang baru. Kemungkinan juga bahwa cara ini akan dapat
menguji berbagai bentuk sistem yang berbeda untuk fungsi
yang sama dalam sejumlah situasi yang dapat dibandingkan sehingga ditemukan bukti yang mantap sebagai alat untuk membandingkan antara biaya dan hasilnya. Cara tersebut juga akan
memperjelas bahwa sistem pendidikan akan bekerja sama dalam
hai riset dan rencana pengembangan yang las sehingga secara
bersama-sama mereka dapat menguji hal-hal dengan cara-cara
yang tidak dapat ditempuh sendiri-sendiri.
Landasan yang harus diikuti dalam membuat sistem pendidikan
sudah cukup jelas, tetapi teknik-teknik praktis masih memerlukan
pengembangan dan pengujian. Bua hai ini telah tercapai, maka
dapat menjadi suatu bagian yang terpadu dan efektif, proses
pembaruan pendidikan oleh dirinya sendiri yang bersinambungan.
4.

GAYA D A N U K U R A N M A N A J E M E N Y A N G BARU

Berbagai ukuran yang telah disebut merupakan alat yang penting


untuk memperoleh manajemen sistem pendidikan yang lebih baik.
(Arti manajer di sini termasuk para perencana, penilai, dan
pengambil keputusan, tidak hanya di tingkat departemen tetapi
juga di setiap ruang kelas). Naaaun alat-alat tambahan juga akan
57

diperlukan, banyak di antaranya yang telah tersedia dan tinggal


diperluas dan diuji lebih lanjut. Di antaranya ada metodologi yang
dipakai untuk riset pelaksanaan di bidang-bidang lain yang secara tepat dapat diterima, mungkin dapat berguna apabila diterapkan untuk pendidikan: rencana anggaran yang disesuaikan dengan
pencapaian sasaran tertentu; sistem PERT tentang pcnjadwalan
proyek-proyek dan rencana-rencana yang kompleks; berhasil macam metodc anlisis biaya dan pengujian efektivitas biaya serta
teknik-teknik anlisis untung rugi yang berhubungan dengan itu.
Perencanaan dan manajemen yang efektif dari sistem pendidiikan yang modern juga memerlukan indikator-indikator kritis
minimum, yang secara teratur mengungkapkan apa yang terjadi
pada variabel-variabel utama dan hubungan antar sistem dan apa
yang terjadi pada hubungan yang kritis antara sistem dengan
lingkungannya.
Misalnya tidak cukup hanya mengetahui jumlah murid yang
diterima setiap tahun pada tingkat-tingkat yang penting; namun
juga penting mengetahui bagaimana penyebarannya di tiap daerah; dan tingkatan-tingkatannya serta ruang lingkup programnya;
perubahan apa yang sedang terjadi di lapangan sosial ekonomi
cian persyaratan akademis para murid, berikut keterangan-keterangan yang penting tentang tingkat kenaikan dan pengurangan
berbagai bagian dari sistem tersebut.
Sama halnya tidak cukup mengetahui adanya kecenderungan
umum dan kemacetan pembiayaan yang disebabkan oleh anggaran
pendidikan nasional; juga perlu mengetahui apa yang sedang terjadi sehubungan dengan biaya per unit di dalam sistem itu sehubungan dengan pola pendapatan dari sumber-sumber dana,
hubungan antar biaya pendidikan dengan jumlah biaya masyarakat
dan G N P .
Kalau penyediaan guru, biaya. dan pemanfaatannya diperkirakan dan direncanakan secara lebih bijaksana, maka seharusnya
ada indikator yang menunjukkan beberapa gejala di dalam hai
distribusi para pengajar tentang hai usia, mutu, tingkat gaji, dan
masa kerja, perubahan-perubahan di dalam hai luasnya kelas di
berbagai bagian dalam sistem itu serta jam mengajar.
Hasil dan efektivitas dari sistem harus dicatat, tidak saja
dengan memakai indikator-indikator yang menunjukkan kecen58

derungan jumlah lulusan setiap tahtin di berbagai tingkatan kelas,


tetapi juga dengan indikator yang menunjukkan apa yang telah
terjadi pada para lulusan angkatan sebelumnya (dan yang tidak
lulus) merupakan batu ujian yang tajam dari hasil sistem pendidikan.
Apa yang mendasari sehingga dapat dikatakan sebagai indikator yang dikehendaki dari bentuk ini akan tergantung pada
apa yang penting dan yang mungkin di dalam setiap situasi;
semakin maju sistem pendidikan, dapat semakin luas sistem informasi manajemennya. Namun sesederhana dan sekecil apa pun perkembangan sistem pendidikan itu, atau masing-masing sekolah
atau masing-masing universitas, adalah sangat bermanfaat untuk
mengetahui lebih banyak lagi tentang keadaannya daripada sebelumnya. Saat ini pendidikan menjadi suatu usaha ekonomi yang
sangat besar di hampir sernua negara dan paling berpengaruh
terhadap ekonomi dan masyarakat secara keseluruhan; pendidikan
itu tidak dapat dicapai dengan manajemen gaya usaha keluarga.
Pendidikan harus dilaksanakan dengan berpandangan luas.
5. I N T E N S I F I K A S I

RISET

DAN

PENGEMBANGAN

Walaupun lembaga pendidikan telah menjadi tempat pengembangan ilmiah yang utama untuk pendobrakan teknologi secara
besar-besaran seperti bidang-bidang ilmu kedokteran, industri, dan
pertanian, namun semua itu di masa lalu terlampau kecil melibatkan kemampuannya untuk mencapai tingkat pendobrakan teknikteknik pendidikan itu sendiri. Riset bidang pendidikan yang tradisiona!, walaupun riset tersebut kadangkala menghasilkan sesuatu
yang berguna, riset itu terlalu sempit dan sebagian-sebagian sifatnya dan seringkali sangat tidak berhubungan dengan masalahmasalah yang sungguh-sungguh vital yang dihadapi oleh sistem
pendidikan sehingga tidak ada pengaruhnya secara keseluruhan.
Lebih-Iebih lagi kebanyakan riset semacam ini terlalu dangkal
dan terlalu berfokus pedagogis di dalam menjangkau masalahmasalah antardisiplin yang memberi ciri sistem pendidikan masa kini.
Satu-satunya cara agar perubahan dan pembaruan sistem
pendidikan itu dapat merupakan suatu proses yang bersinambungan dan merupakan suatu bentuk kejadian sehari-hari adalah
59

dengan lebih menggiatkan kemampuan masing-masing sistem itu


sendiri untuk tujuan tersebut, tcrmasuk berbagai disiplin yang
luas, nienanamkan uang lebih banyak lagi untuk bidang riset
dan pengembangan pendidikan serta membuat pengaturan kelembagaan yang perlu untuk mengikuti proses ini. Tanpa ini dan
tanpa semangat terhadap hal-hal ilmiah yang meresap, sistem
pendidikan akan senantiasa sebagai suatu penumpukan hal-hal
baru di atas keadaan yang lama seperti lapisan-lapisan tanah layaknya. Dan memaksakan pembaruan dari luar yang kurang tepat
terhadap sistem tersebut.
Bagi kebanyakan orang, termasuk mereka yang memahami
masalah perencanaan pendidikan, gambaran baru yang disebut
terdahulu sepintas lalu tampak sebagai sesuatu di luar kelaziman
di bidang perencanaan pendidikan. Tentu saja pandangan mereka
itu benar apabila batasan-batasan ini diterima sebagaimana anggapan di masa lalu. Namun ini hanya salah satu masalah; bahwa
batasan itu harus diperlukan. Untuk memenuhi kebutuhan yang
mendadak yang terjadi pada saat ini untuk mengubah sistem pendidikan dan memperbarui setiap segi sistem itu sendiri, gagasan
rencana pendidikan yang terdahulu harus tetap diperluas lebih
lanjut, mengikutsertakan perencanaan untuk perubahnn-perubahan
intdrn di dalam sistem ini.
Memperluas perencanaan pendidikan dengan cara ini jelas
akan berarti mendorongnya lebih erat dengan proses manajemen, pedagogi, serta riset, dan pengembangan. Keadaan ini
akan membuat perencanaan tidak terlalu berbeda dengan fungsifungsi yang lain, dan dianggap lebih bersifat interdisiplin. Perencanaan pendidikan akan menjadi suatu permasalahan pokok dalam setiap gerak di dalam sistem sampai pada para gurunya dan
bukannya dianggap sebagai masalah khusus yang dihadapi oleh
beberapa ahli perencana teknis yang menduduki posisi yang erat
berhubungan dengan menteri pendidikan.
Kita sampai pada akhir buku ini dengan suatu ramalan. Apabila di dalam satu atau dua dasawarsa mendatang, seseorang bertanya "Apakah perencanaan pendidikan itu?" Jawaban yang diperolehnya akan sangat berbeda, ja uh lebih panjang dan lebih
kompleks daripada jawaban sementara yang diperoleh dalam buku
ini. Tetapi satu hai akan tetap sama. Sebagaimana pengarang
60

buku ini, orang yang menjawab pertanyaan ini akan mulai dengan
mengamati bahwa percncanaan pendidikan sangat kompleks dan
las dan berubah secara sangat cepat agar sesuai dengan tiap
rumusan yang sederhana atau cocok dengan teori umum. Dan ia
pasti akan mengakhirinya dengan mengatakan bahwa walaupun
perencanaan pendidikan itu dapat memanfaatkan metode dan
cara-cara berpikir ilmiah namun bagaimanapun juga perencanaan
pendidikan, seperti pendidikan itu sendiri, adalah lebih sebagai
suatu seni daripada suatu ilmu.

6i

Bhr. 4 3 - 7 - 8 2

Anda mungkin juga menyukai