,<5 m '
>v
7-
n c r , '\V5'o-
>
-, e
dan
Ma-
Pendidikan
6. Biaya Eencana
Pendidikan
J . Vaizey, J.D. Chesswas
7. Masalah Pendidikan di Daerah Pedesaan
V.L. Griffiths
8. Perencanaan Pendidikan : Peranan
Penasihat
Adam Curie
9. Aspek Demografi
Ta Ngoo Chu
Perencanaan
Pendidikan
Pendidikan
untuk
di Negara
Masyarakat
Berkembang
Majemuk
dan Perkembangan
yang
Berkembang
Pendidikan
Realistik
dalam Hubungan
11
dengan Pembangunan
Pedesaan
dalam Perencanaan
Kurikulum
Sekolah
Sistem
Perencanaan
Seumur
Pendidikan
Eerja : Sebuah
akan Tenaga
Teknologi
Hidup
Pendidikan
Pengajar
dan
yang
non-Formal
iii
Kritis
Penyediaannya
Pendidikan
untuk Negara
Perencanaan
di
Berpenghasilan
3S
hu^uyr^
/kfuriA,^
3*"
''Vi
Philip H. Coombs
Diterjemahkan oleh
Istiwidayanti
HEP DOCUMENTATION U P E
015373002009
1982
PENERBIT BHRATARA KARYA AKSARA JAKARTA
dan
UNESCO: Lembaga Intemasional untuk Perencanaan Pendidikan
Planning!
Hak edisi bahasa Indonesia 1982 pada PT Bhratara Karya Aksara - Jakarta
vi
DAFTAR ISI
DASAR-DASAR RENCANA PENDIDIKAN
ix
PRAKATA
xi
PENDAHULUAN
xiii
I. CIRI PERTAMA
YANG
5
9
25
43
VI.
T I N J A U A N MASA D E P A N
51
1. Perbaikan Tujuan 53
2. Pcnilaian Hasil dari Suatu Sistem 55
3. Cara Pendekatan Sistem terhadap Rencana Pendidikan 56
4. Gaya dan Ukuran Manajemen yang Baru 57
5. Intensifikasi Riset dan Pengembangan 59
viii
DASAR-DASAR RENCANA
PENDIDIKAN
PRAKATA
Di sekitar lima tahun yang lain ketika Philip Coombs dan saya
merencanakan rangkaian buku ini tampaknya adaiah logis bahwa
seri nomor 1 ini hendaknya diberi judul Apakah Perencanaan Pendidikan itu? dan ia yang seharusnya menulis demikian. Namun ba~
nyak masalah sampingan yang timbul di samping masalah pokok itu
sendiri. Kenyataannya adaiah bahwa sekarang ini setelah diterbitkan nomor 13, seri ini memerhikan komentar. Penundaan ini seolah-olah disebabkan karena scbagai Direktur IIEP yang baru
saja dibentuk, ia terlalu sibuk untuk menulis; namun bagi mereka
yang tahu tentang kegiatannya pada masa-masa ini akan meragukan alasan tersebut. Tetapi bagi saya, saya percaya karena saya
tahu bahwa apabila ia terlibat dengan buku ini, maka hasil karyanya akan tiga kali lipat dan itu apabila ia mau menerima masalah
pendidikan ini sebagai konsep-konsep yang statis. Kesulitannya
adaiah pandangannya dan pandangan orang lain tentang perencanaan pendidikan demikian cepat berubah sehingga pada saat
ia sampai pada bab terakhir dari setiap tulisan, setiap kali ia kembali pada bab-bab pertama ditemukan cara pendekatan yang kurang memuaskan. Ironinya adaiah bahwa ia pribadi tidak sedikit
pun bertanggung jawab atas cepatnya perubahan itu karena lembaganya adaiah pusat kegiatan ilmiah para ahli teori dan para
perencana praktislah yang mengungkapkan dan memperbarui gagasan-gagasannya.
Akhirnya Dr. Coombs dapat mengatasi masalah ini secara
rapi dengan bertolak pada sejarah; dengan melacak asal mula
jalan pikiran tentang perencanaan pendidikan maka ia sampai
xi
PENDAHULUAN
Bagi mereka di mana pun di dunia ini yang terlibat dengan masa
depan pendidikan pemimpin politik, administrator, guru, para
mahasiswa, dan anggota masyarakat yang terpilih pada saat ini,
akan mengajukan banyak pertanyaan tentang perencanaan pendidikan. Ini boleh saja. Sebelum 1950 istilah perencanaan pendidikan belum banyak dikenal, tetapi sesudah itu tampak populer.
Sebagian besar pemimpin pendidikan dan pemimpin pemerintahan
secara bersama-sama memikirkan perencanaan pendidikan, badanbadan internasional memberi prioritas tertinggi untuk perencanaan
pendidikan, program latihan yang baru dibuat para ahli di bidang
ilmu kemasyarakatan, mengadakan riset subyek ini dan buku ilmiah
yang menyangkut hai ini senantiasa dikembangkan.
Walaupun perhatian sangat besar dicurahkan pada masalah
ini, namun perencanaan pendidikan masih tetap saja merupakan
suatu misteri bagi mereka yang menentukan berhasil tidaknya
suatu rencana pendidikan. Tidak mengherankan banyak yang
menuntut jawaban pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
Apakah perencanaan pendidikan itu? Bagaimana cara kerjanya? Meliputi masalah apa saja? Apakah perencanaan pendidikan itu dapat diterapkan di sembarang tempat atau hanya
di tempat tertentu?
Siapa para perencananya? Apa yang mereka lakukan? Bagaimana caranya menjadi seorang perencana? Kalau merencanakan apa bahayanya dan kalau tidak apa bahayanya?
Bagaimana perbedaan antara perencanaan pendidikan saat ini
dengan sebelumnya? Mengapa perlu dicari jenis perencanaan
xiii
yang baru? Bagaimana suatu negara itu nrulai membuat rencana pendidikannya? Kemajuan apa yang benar-benar terjadi?
Berapa jauh pcngetahuan para ahli itu? Masalah apa yang
menjadi pokok persesuaian den apa yang tidak? Walaupun
sudah ada perencanaan pendidikan baru, tetapi mengapa mas i ada krisis pendidikan?
Bagaimana masa depannya? Dapatkah perencanaan pendidikan
yang berlaku saat ini mencakup masalah-masalah yang timbul
di kemudian hari dalam kaitannya dengan sistem pendidikan?
Kalau tidak, dengan cara apa perencanaan itu dapat diperkuat?
Kalau Anda seorang ahli yang sudah mempunyai jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan di atas, maka akan sia-sia membaca
tulisan ini selanjutnya. Namun apabila Anda menganggap nrasih
perlu belajar banyak untuk mencari jawaban pertanyaan di atas,
maka buku ini akan sangat membantu. Buku ini dimaksudkan sebagai pengantar bagi orang awam yang ingin tahu perencanaan
pendidikan, sehingga buku ini masih banyak kekurangannya.
Di dalam buku ini tidak akan dijumpai jawaban yang pasti
dan meyakinkan atas pertanyaan-pertanyaan di atas, melainkan
sekedar jawaban tentatif dan tidak menyeluruh yang nantinya
masih dapat diperbaiki. Tentu saja yang diungkapkan mencerminkan latar belakang dan keahlian masing-masing dan kekeliruannya dapat dimengerti. Pernyataan ini bukan sekedar basa-basi
agar dimaafkan, tetapi memang demikian adanya. Seperti diketahui
perencanaan pendidikan itu sesungguhnya masih sangat muda,
namun berkembangnya sangat cepat, dan sebagai subyek rumusannya pasti masih sangat majemuk dan beraneka ragam. Itulah sebabnya maka belum ada definisi dari perencanaan pendidikan, melainkan hanya suatu teori yang secara umum dapat diterima.
Namun akhir-akhir ini perencanaan pendidikan mengalami
perubahan besar baik di bidang teori maupun praktek, orang-orang
teori dan orang-oxang praktek semakin mantap secara bersamaffama menghadapi banyak hai yang penting. Nanti akan kami coba
menguraikan beberapa contoh kemajuan ini, namun masih perlu
dikembangkan lebih lanjut.
xiv
xv
i. CIRI P E R T A M A
Apa pun perencanaan pendidikan itu sesungguhnya bukan merupakan suatu obat untuk merabenahi sistem pendidikan, atau sebaliknya bukan sesuatu yang menakutkan. Dalam arti yang las, perencanaan pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dari
anlisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan
agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para murid dan masyarakatnya.
Dipandang secara ideologis, perencanaan pendidikan bersifat
netral. Metodologinya cukup luwes, dapat disesuaikan dengan
situasi yang berbeda-beda di dalam ideologi, tingkat perkembangan, dan bentuk pemerintahan. Dasar logika, konsep, dan prinsip
perencanaan pendidikan itu secara umum dapat diterapkan, tetapi
metode praktis untuk pengamalannya dapat berkisar dari yang
kasar dan sederhana sampai yang sangat terperinci, tergantung
dari keadaan. Itulah sebabnya adalah keliru kalau perencanaan
pendidikan itu dianggap sebagai sesuatu yang kaku, suatu rumusan
yang berdiri sendiri yang harus diterima begitu saja dalam semua
keadaan.
Juga keliru kalau perencanaan pendidikan itu dianggap sebagai sesuatu yang berkaitan dengan perluasan pendidikan secara
kuantitatif, dengan cara membuat segala sesuatunya menjadi lebih
besar namun sama saja. Salah pengertian ini terjadi antara lain
karena kelemahan dalam cara penggunaan perencanaan pendidikan
itu, bukan karena kelemahan yang ada dalam perencanaan pendidikan itu sendiri. Salah pengertian ini juga karena di dalam pe1
Apakah Perencanaan Pendidikan itu (2)
yang ada.
Untuk sampai pada hasil seperti ini, perencanaan harus berpandangan luas sehingga variabel-variabel yang saling berkaitan
dapat dipusatkan dan semuanya itu dapat terlihat sebagai bagian
suatu keseluruhan yang dinamis, sebagai suatu sistem yang peka
terhadap sistem anlisis.
Dengan demikian sebelum menyarankan suatu langkah tertentu.
pertama-tama perencana harus melihat ruang lingkup untuk bergerak yang dimiliki oleh para pembuat keputusan. Misalnya mereka harus melihat keadaan masyarakat, ke mana mereka akan
pergi, dan apa yang akan dikehendaki melalui pendidikan dapat
sampai ke tujuannya; mereka harus melihat juga sifat para muridnya, kebutuhan mereka, keinginan-keinginan, dan masa depan
yang praktis; melihat keadaan pengetahuan itu sendiri, keadaan
pendidikan seni dan teknologi, dan akhirnya melihat kemampuan
sistem pendidikan yang ada, mengujinya secara kritis dan mengambil langkah-langkah yang bijaksana untuk meningkatkan hasilnya. Salah satu tugas utama perencanaan pendidikan adalah menentukan bagaimana membuat hubungan antara faktor-faktor dalam dan luar dari sistem pendidikan ini sebaik mungkin sehingga
menjadi sesuatu yang seimbang dan masuk akal dalam suasana
perubahan yang dinamis serta menjalinkannya secara teratur menuju ke arah yang dikehendaki.
Dengan sendirinya keadaan di atas merupakan suatu kriteria
ideal yang tidak pernah dicapai sepenuhnya oleh perencanaan
pendidikan mana pun; dan tidak harus demikian karena sepanjang
sejarah pendidikan yang kita kenal, sistem pendidikan jaman dahulu lebih sederhana daripada sistem pendidikan sekarang.
Sebelum Perang Dunia Kedua, di mana pun sistem pendidikan
itu tidak terlalu kompleks baik dalam artian struktur maupun isi,
lebih sempit dan tidak terlalu berkaitan dengan kehidupan bangsa
secara keseluruhan. Lagi pula lembaga pendidikan dan situasi
sekitarnya berkembang dan berubah secara lambat. Dengan demikian resikonya kecil untuk terjadi ketidakseimbangan yang serius
dan ketidakcocokan dapat segera diserap di antara bagian-bagian
dari sistem pendidikan itu atau diserap di antara sistem itu sendiri
dan lingkungan yang mengambil manfaatnya.
Namun demikian, walaupun di dalam masa yang tenang se3
perti ini harus ada sejenis perencanaan sebagai suatu bentuk perhatian yang wajar terhadap lembaga pendidikan. Perencanaan
itu sederhana dan terbatas, kurang dikenal dan merupakan bagian
administrasi pendidikan yang dirasakan sebagai hai yang rutin oleh
murid dan orang pemerintahan, atau malahan sebagai suatu kemewahan untuk membuat perencanaan pendidikan itu; tidak demikian halnya pada masa terjadi gejolak sosial.
Masalahnya bukan ini lagi. Dunia pendidikan telah berubah
dengan cepat dan drastis semenjak akhir Perang Dunia Kedua disebabkan adanya suatu perpaduan yang sekarang dikenal sebagai
kekuatan revolusioner yang telah menggoncangkan dunia secara
keseluruhan. Kemudian kita akan meneliti bentuk pengaruh yang
ditimbulkan oleh kekuatan revolusioner ini terhadap pendidikan
dan bagaimana semuanya itu membentuk suatu kebutuhan akan
bentuk perencanaan pendidikan baru yang mendasar. Untuk itu,
pertama-tama kita harus meninjau secara historis beberapa kejadian
yang mendahului perencanaan pendidikan yang baru ini.
II. ASAL M U L A P E R E N C A N A A N
PENDIDIKAN
masa yang berat bagi libralisme baru di Eropah pada akhir abad
ke-18 dan permulaan abad ke-19 menghasilkan usulan yang sangat
banyak seperti "Rencana pendidikan" dan "Pembaruan pengajaran"
yang dimaksudkan untuk pembaruan dan peningkatan sosial. Salah
satu yang ternama adalah rencana Diderot "Plan d'une Universit
pour le Gouvernement de Russie", yang dipersiapkan atas permintaan Catherina II. Rencana lain adalah rencana Rousseau agar
setiap warganegara Polandia memperoleh pendidikan. (Rencana
yang satu ini sangat terperinci sehingga mengakibatkan hukuman
badan bagi yang membandel).
Sudah barang tentu usaha modem yang paling dahulu agar
perencanaaan pendidikan itu dapat membantu merealisasi suatu
masyarakat baru adalah rencana lima tahun yang pertama dari
angkatan muda Soviet dalam tahun 1923. Walaupun metodologinya yang pertama sangat kasar menurut standar saat ini, tetapi
rencana tersebut adalah permulaan dari proses perencanaan yang
bersinambungan dan terperinci yang membantu mengubah, dalam
waktu kurang dari 50 tahun, suatu bangsa yang mulai dengan
dua prtiga warganya buta huruf menjadi salah satu negara di
dunia yang paling maju pendidikannya. Selain orientasi ideologinya, pengalaman perencanaan Soviet ini menjadi pelajaran yang
berguna bagi negara-negara lain,
Beberapa contoh historis perencanaan pendidikan yang disebutkan di atas sangat berbeda dalam hai ruang lingkup, tujuan,
dan kemajemukkannya. Beberapa ditujukan untuk seluruh bangsa,
lainnya ditujukan kepada lembaga-lembaga secara sendiri-sendiri,
beberapa tidak diragukan jauh lebih efektif dari yang lain, beberapa hanya musiman, yang lain menyangkut proses yang terusmenerus dan dalam jangka yang cukup lama, beberapa di dalam
susunan yang sangat otoriter dan yang lain lebih demokratis dan
pluralistis. Semuanya harus diajarkan tetapi tidak satu pun yang
memiliki ciri yang dibutuhkan untuk perencanaan pendidikan modern.
Tetapi riwayat perencanaan pendidikan masa kini tidak berhenti dengan contoh-contoh yang lebih jelas dan dramatis yang
baru saja disebut di atas. Selama itu bentuk perencanaan lebih
tersebar dan bersifat rutin yang harus dihadapi oleh mereka yang
bertanggung jawab terhadap lembaga administrasi pendidikan, semenjak lembaga ini ada.
6
III.
BARU
INDUSTRI
jelas tampak yang akhirnya diakui tu, mereka menghadapi kekuatan lain yang segera menguasai dunia pendidikan dan membuat
para penguasa di Eropah dan Amerika bagian utara memeras otak.
Kekuatan tersebut adaiah tuntutan masyarakat untuk memperoleh
kesempatan belajar yang meningkat secara eksplosif yang menyebabkan timbulnya "Tahap Perluasan Besar-besaran."
Para ahli ekonomi dapat saja berbicara seenaknya tentang
kebutuhan tenaga kerja, tetapi apa yang utama bagi para orang
tua adaiah kebutuhan anak-anaknya sendiri. Tanpa mempedulikan
apa yang mungkin dikatakan oleh para pendidik tentang tingginya
nilai dan tujuan pendidikan yang tidak materialises, bagi kebanyakan orang tua, pendidikan anak-anak adaiah yang pertama
dan utama sebagai jalan untuk memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Kekuatan dorongan manusiawi ini adaiah
suatu yang dimengerti oleh setiap ahli politik dan apa pun ideologinya tidak ada seorang pun yang dapat mengingkari.
Demikianlah maka sesudah pertengahan tahun 1950-an sebagai
tanggapan atas dorongan ini terjadilah peledakan penerimaan
murid baru di seluruih negara yang sudah maju, yang paling terasa
adaiah di tingkat sekolah lanjutan dan perguruan tinggi. Pendorongnya yang utama bukan masalah kependudukan atau kebutuhan
ekonomi, walaupun keduanya merupakan suatu faktor, tetapi meningkatnya tuntutan masyarakat senantiasa di luar jangkauan kemampuan sistem pendidikan untuk memenuhinya.
Harus ditambahkan bahwa di kebanyakkan negara barat yang
maju, kecuali Perancis, bentuk perencanaan pendidikan yang baru
itu kecil sekali peranannya dalam perluasan yang hebat ini. Dan
Perancis pun yang perencanaan pendidikannya dipakai untuk
seluruh bangsa pada semua tingkatan dan berhubungan erat dengan seluruh perencanaaan ekonomi dalam siklus lima tahun, terbatas pada perencanaan fasilitas fisik; tidak termasuk faktor yang
kritis seperti penyediaan tenaga guru, masalah biaya yang selalu
dihadapi, kebutuhan tenaga kerja, dan diperlukannya berbagai
bentuk pembaruan dan peremaijaan pendidikan.
Di mana pun strategi yang paling menonjol adaiah seeepat
raungkin memperluas model pendidikan dari sebelum perang
kurikulum, metode, ujian, dan semua hai yang bersangkutan
dengan itu dengan berpandangan memberi kesempatan seluas13
luasnya dan sebanyak-banyaknya kepada para pemuda dan itulah yang disebut "pendemokrasian" pendidikan. Ada suatu perkecualian yang khas terhadap sistem lama, yakni sekolah menengah tingkat atas di Swedia dan sekolah lyceum di Perancis yang
mengikuti arus non klasik. Namun demikian, dibanding dengan
perubahan yang begitu cepat yang terjadi di dunia mahasiswa,
ekonomi dan masyarakat, serta keadaan ilmu pengetahuan itu
sendiri, hampir semua sistem pendidikan tidak banyak mengalami
perubahan yang nyata sampai akhir tahun 1960-an. Karena tidak
ada usaha meneliti diri sendiri secara kritis dan memperbaikinya,
sistem pendidikan yang tradisicnal dan kebiasaan paedagogis yang
menyertainya tetap dipertahankan pada saat mereka dengan cepat
maju menjadi sistem pendidikan secara besar-besaran.
Kecenderungan untuk memakai bentuk-bentuk kuno ini meli ambah ketidaksesuaian antara sistem pendidikan dan kehidupan
ekonomi, masyarakat dan para mahasiswanya. Seperti halnya seceret air mendidih yang tertutup rapat di atas tungku yang besar apinya, lambat atau cepat pasti akan meledak. Keadaan inilah yang mereka alami karena hampir di semua negara industri, tahun 1967
merupakan tahun peledakan yang terbesar yang ditandai dengan
adanya protes para mahasiswa yang didukung oleh para guru,
orang tua, dan pihak yang mengkritik pendidikan tradisional. Namun kejadian pada tahun 1967 itu 'hanya merupakan permulaan
dari serangkaian peledakan yang senantiasa ada secara beruntun
dari satu bentuk ke bentuk yang lain sampai akhirnya lembagalembaga pendidikan diperbarui dan ditemukan kebenaran dari
kehendak masyarakat.
Perong.rongan ini memaksa sistem pendidikan negara-negara
industri menuju ke tahap ke-4 sesudah perang, yakni tahap peremajaan. Sistem pendidikan negara-negara industri pada saat ini
berada pada tahap ke-4 ini. Apa yang akan dicapai dari tahap ini
tetap belum terlihat apakah benar-benar akan ada peremajaan yang
penting dan peralihan yang dapat membawa pendidikan ke arah
penyesuaian dengan lingkungan yang dapat diterima atau apakah
melanjutkan kelemahan, sehingga akan mengundang ledakan yang
lebih besar dan lebih merusak. Namun sekurang-kurangnya menjadi jelas bahwa untuk mencapai peremajaan lain yang diperlukan,
seharusnya ada beberapa perencanaan yang penting dalam perencanaan pendidikan. Perencanaan yang hanya sekedar memenuhi
14
strategi perluasan yang linear tidak akan dibuat; sekarang ini perencanaan hams memenuhi strategi perubahan dan adaptasi pendidikan. Ini memerlukan konsep perencanaan yang baru dan alat
yang menyertainya. Ini yang sedang dilaksanakan.
2. DI N E G A R A - N E G A R A
BERKEMBANG
Jelas, sekalipun penganut laissez-faire yang kokoh hams merencanakan apa yang akan dilakukan agar dapat memakai sumber
dayanya dengan sebaik-baiknya. Persoalan "pendekatan ketenagakerjaan" khususnya sangat kuat di negara-negara yang sedang
berkembang karena pcrkembangan mereka secara keseluruhan
jelas-jelas terhambat disebabkan kekurangan segala macam tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi. Dengan demikian wajarlah apabila pertama-tama dipentingkan pendidikan jenis tenaga
kerja yang paling dibutuhkan untuk pengembangan ekonomi,
karena tanpa pengembangan yang demik'an perluasan pendidikan
jangka panjang yang diinginkan dan tujuan masyaxakat yang
penting lainnya tidak akan tercapai
Namun kesulitannya adalah bahwa bangsa-bangsa ini tidak
dibekali pengetahuan untuk membuat bentuk pendidikan dan perencanaan tenaga kerja yang dituntut oleh situasi itu. Dan bangsabangsa lain juga tidak memiliki bekal untuk dapat menolong mereka
karena keseluruhan dasar pengetahuan yang ada dan para ahli
untuk perencanaan semacam ini langka adanya. Untunglah Unesco,
ILO, dan bermacam-macam lembaga bantuan bilateral berusaha
kcras mengangkat penasehat-penasehat yang bermutu untuk mengisi permintaan yang meningkat dari negara-negara yang sedang
berkembang guna membantu membuat pzrencanaan, Kebanyakan
para ahli berhasil mengemban tugas. Bantuan mereka terhadap
perencanaan pendidikan terpaksa sebagian besar dibatasi oleh apa
yang mereka amati dalam pekerjaan karena tidak ada kepustakaan
yang baik tentang masalah ini yang ditulis dalam bahasa apa pun
pada permulaan tahun 1960-an atau tidak seorang pun yang dapat
menulis buku seperti itu.
Tetapi tindakan tidak dapat menunggu ilmu pengetahuan dan
keterampilan untuk dapat dilaksanakan. Oleh karena itu pimpinan
pendidikan di negara-negara yang sedang berkembang secara gagati berani bergerak maju mendorong penerimaan murid-murid
baru menuju ke sasaran secepat mungkin. Dan ternyata mereka
maju dengan pesat.
Namun
yang kritis,
suatu krisis
gara-negara
16
pendidikan
Tuntutan
kemampuan
pendapatan
dalam kelas dan mengarnati apa yang sedang terjadi di sana sebagai yang disebut pendidikan.
d. Hambatan
di luar masalah
keuangan
kesempatan
Bentuk pendidikan
yang kelir
22
ber daya yang efektif tidak dapat diciptakan dalam satu hari atau
bahkan satu dasawarsa.
Menengok ke belakang, kita tidak dapat menyalahkan usaha
yang berani yang telah dibuat untuk mengembangkan pendidikan
di tahun 1950-an dan 1960-an oleh negara-negara yang sedang
berkembang dan oleh mereka yang dicari untuk membantu mereka.
Kalau sejarah dapat diubah, maka pastilah keadaannya tidak separan ini. Perencanaan yang lebih baik pasti dapat diadakan,
letapi tidak ada perencanaan yang dapat diubah dalam sesaat
untuk meniadakan kesulitan-kesulitan, keharusan-keharusan, dan
keinginan-keinginan dasar yang mula pertama menyebabkan
kejadian-kejadian itti. Yang mengherankan adalah bahwa tidak
semuanya buruk tetapi banyak juga yang baik. Sebagai hasil
akhirnya walaupttn tidak dapat diukur secara tepat dan banyak
keuntungan yang belum terpenuhi dapat tarcakup tentu saja
tampak lebih banyak ke arah positif.
Sebagaimana adanya, tujuan kita di sini adalah tidak untuk
memtji atau mengritik masa lalu, tetapi menemukan pelajaran untuk
masa datang. Dalam usaha menemukan pelarangan ini, kita harus
waspada terhadap pengertian yang dangkal bahwa perencanaan
yang lebih baik yang terbaik yang dibayangkan orang harus
sanggup meniadakan berbagai masalah yang diuraikan di atas.
Sebab-sebab utama terletak jauh terbentang di dalam dan masalahmasalah tadi timbul berkaitan. Tetapi perencanaan yang lebih baik
yang pernah ada pasti sanggup membantu mengatasi masalah
dengan lebih baik lagi. Khususnya sanggup membuat para pembuat
kebijaksanaan dan pihak-pihak lain yang berkepentingan segera
melihat dengan jelas adanya masalah-masalah ini, melihat dengan
lebih jelas berbagai kemungkinan yang ada untuk mengatasinya,
membuat penilaian, dan mengkaji alternatif-alternatif itu. Singkatnya, perencanaan pendidikan yang dapat membuat mereka melihat dengan jelas dan merupakan suatu bahan pertimbangan untuk
mengambil keputusan yang disampaikan secara lebih baik.
Ini juga berlaku bagi negara-negara industri yang pada saat
ini kemajuan pendidikannya -yang dianggap bahwa sumbersumber daya manusia dan perlengkapannya jauh lebih besar, sistemi pendidikannya lebih mantap dan pengalamannya lebih lamadapat dikatakan mengungguli kemajuan negara-negara yang sedang berkembang.
23
Namun tidak dapat diingkari, bahwa walaupun kesulitankesulitan ini sedang memuncaknya, tidak pernah dibuat bentuk
perencanaan pendidikan yang dapat diterapkan secara lebih erektil. Banyak hai telah dilakukan seperti kenyataan sekilas berikut
ini.
24
IV. K E M A J U A N DI B I D A N G T E O R I D A N M E T O D O L O G I
YANG MUTAKHIR
dengan
25
MASALAH-MASALAH
NAAN
P O KOK
DALAM
PERENCA-
26
2.
3.
4.
Siapa yang akan membiayainya? Bagaimana biaya yang menjadi beban pendidikan itu dibagi di antara mereka yang langsung menikmati hasil pendidikan dan masyarakat pada umumnya dan di antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam
masyarakat? Bagaimana penerimaan pajak dari masyarakat
pada saat ini dan lain-lain sumber dana pendidikan untuk
memperoleh pemerataan sosial yang diinginkan atas kesulitan
dan sekaligus atas pendapatan yang diperuntukkan bagi pendidikan itu agar menjadi lancar?
5.
Pengelola pendidikan yang baik adalah seo.rang idealis, pragmatis, dan ahli politik. la dapat menerima adanya kebutuhan
masyarakat yang penting lainnya, tetapi baginya jelas pendidikan
adalah yang utama; kepada pendidikan seluruh perhatian dan
loyalitasnya ditujukan. la benar-benar yakin bahwa setiap anak
muda harus memperoleh pendidikan yang nantinya dapat dipakai,
tetapi ia pun tahu bahwa hai demikian tidak dapat dengan segera
dimungkinkan. Dengan demikian pada masa pengajuan anggaran,
ia mengajukan untuk semua hai yang ia pikirkan sehingga dapat
dipakai secara efektif ditambah dengan jumlah kelebihan tertentu
karena ia tahu bahwa ia akan memperoleh kurang dari apa yang
dimintanya. Kemudian berusaha keras untuk memperoleh apa yang
diminta itu dan akhirnya diperoleh kesepakatan anggaran yang
harus dipakai seefektif mungkin. Pengeluaran yang melampaui
anggaran seringkali terjadi pula di sektor-sektor yang lain.
Bagi seseorang yang dihadapkan pada situasi seperti itu, masalah pokok dalam perencanaan yang paling menonjol adalah
sangat teoretis dan tidak praktis, terlebih lagi mereka menghadapi
ruang lingkup yang sangat las; apa yang terlihat adalah bahwa
tanggung jawabnya terhadap berapa biaya yang diperlukan untuk
pendidikan dan bagaimana membelanjakannya dengan baik. Dari mana uang itu diperoleh adalah bukan urusannya. Ia tidak dapat
menerima begitu saja jawaban "tidak", karena ia tahu dengan
pasti berapa banyaknya anak yang menunggu untuk memperoleh
pendidikan dan berapa jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk
itu. Setiap orang yang menahan dana yang diperlukan menganggap
masalah itu sebagai urusan nanti. Ta adalah orang yang dianggap
berjasa; biarkan mereka yang menghambat pemuda harapan bangsa
hidup terus dan diperhitungkan.
Sampai di sini para ahli ekonomi berada pada posisi taktis
yang kurang menguntungkan, mereka merasa seperti Scrooge dan
merupakan musuh anak-anak. Mungkin ia juga idealistis yang
juga menyayangi anak-anak dan menganggap pendidikan itu bernilai, tetapi ia kurang pragmatis dan kurang politis, ia lebih sebagai pembuat konsep dan analis daripada sebagai pengelola
pendidikan. Ia belum pernah mengelola suatu sistem pendidikan,
memenangkan usaha memperoleh anggaran atau menggaji. Ia terbiasa melihat ekonomi sebagai suatu keseluruhan dan mencari
keseimbangan yang optimal di antara sektor-sektornya atas ke28
terbatasan sumber secara keseluruhan. )adi, sementara ahli ekonomi menghendaki pendidikan berjalan dengan baik, ia tidak percaya bahwa pendidikan akan berhasil atau harus dengan prioritas
yang tak terbatas atau harus dengan mengeluarkan cek kosong
untuk segala sesuatu yang dibutuhkan (dan menurut pandangannya inilah yang tampaknya diminta oleh para pengelola pendidikan).
Ahli ekonomi disibukkan dengan dua masalah pokok: pertama,
bagaimana membagi dengan sebaik^baiknya kemampuan ekonomi
yang terbatas itu kepada berbagai macam pemakai yang saling
bersaing sehingga diperoleh hasil keseluruhannya yang terbaik,
"masalah alokasi"; kedua, bagaimana menggunakan sumber-sumber
tersebut setelah dialokasikan sehingga diperoleh hasil yang maksimal, "masalah efisiensi".
Dipandang dari segi ini, jelas bahwa pendidikanlah yang patut
memperoleh dana yang lebih banyak dari sektor-sektor lain; ini
berarti memperoleh prioritas yang memadai. Walau ada prioritas,
namun masih terdapat kterbatasan, yakni tidak ada satu sektor
pun, termasuk pendidikan, yang boleh mengambil seluruh sumber
ekonomi sekehendaknya, dan mengabaikan pembiayaan sektorsektor lain. Jadi bagi ahli ekonomi, masalah yang paling kritis
untuk membuat suatu kebijaksanaan adalah dengan terbatasnya
sumber dana bagaimana caranya membuat keseimbangan yang
tepat di antara para pemakai yang saling mengutamakan kepentingannya masing-masing.
Tentu saja masalah ini dapat diatasi dan seringkali dapat diatasi dengan pertimbangan dan persepakatan politis, yang akhirnya yang kuat yang akan menang. Tetapi keseimbangan kekuatan
politik tidak harus sejalan dengan keseimbangan pembagian sumber dana yang baik dalam kepentingan nasional secara keseluruhan.
Sama halnya dengan alokasi sumber dana di dalam sistem pendidikan sendiri pengelola yang tertinggilah yang harus menjadi
wasit.
Jadi ahli ekonomi, yang bergumul dengan kepentingan nasional yang lebih besar atau dengan kepentingan sistem pendidikan
secara keseluruhan, senantiasa mencari cara penyelesaian masalah
alokasi ini secara lebih rasional. Ia tidak mengharap cara penyelesaian dengan mengubah proses politik tetapi ia mengharap bahwa cara penyelesaian itu akan membantu proses politik dalam
usahanya mencari jawaban yang lebih rasional.
29
PENDEKATAN "TUNTUTAN
SOSIAL"
Pendekatan ini yang paling wajar bagi pendidik dan sesungguhnya lebih meruapakan suatu uraian yang lazimnya ia kerjakan
daripada rumusan teoretis tentang bagaimana seharusnya ia menghadapi perencanaan.
"Tuntutan sosial" adalah suatu istilah yang kabur dan mengacaukan (jarang digunakan oleh para pendidik) dan dapat diaxtikan
macam-niacam. Arti yang paling umum digunakan adalah kumpulan tuntutan yang "umum" untuk memperoleh pendidikan, yakni
jumlah dari tuntutan individu akan pendidikan di satu tempat,
pada suatu waktu tertentu, di dalam suatu budaya politik dan
ekonomi tertentu. Apabila jumlah ruang kelas dan tempat lebih
kecil dari jumlah caln yang bersungguh-sungguh yang akan menempatinya, maka dikatakan bahwa tuntutan sosial melebihi apa
yang tersedia. Ada bukti yang bagus dari perbedaan tuntutan
dan penyediaan, yakni apabila para pejabat, pendidik, dan pemimpin politik menerima keluhan yang bertubi-tubi dari para
orang tua yang marah karena anaknya tidak memperoleh sekolah.
Ada dua hai yang penting yang perlu ditambahkan. Pertama,
yang menyangkut ketetapan pemerintah tentang wajib sekolah.
Bila ini terjadi, maka tuntutan secara tiba-tiba akan meningkat
dan dasarnya ditentukan oleh faktor kependudukan, bukan merupakan tuntutan sukarela lagi. Yang kedua adalah bahwa tuntutan
sukarela dapat dipengaruhi oleh bagaimana pandangan para pelajar dan orang tua terhadap biaya pendidikan, tidak hanya biayabiaya tunai (gaji, dan sebagainya), tetapi juga biaya-biaya yang
timbul karena hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan
dari pekerjaan di ladang keluarga yang tidak dilakukan sciama
pelajar pergi ke sekolah.
Dalam batas-batas wewenangnya para penguasa masyarakat
31
kclas yang tersedia; tentu saja hai ini merupakan faktor penyebab
yang penting di dalam "peristiwa di bulan Mei" yang menggoncangkan perguruan-perguruan tinggi di Perancis di tahun 1968.
Ada tiga kritik yang penting sehubungan dengan pendekatan
tuntutan sosial ini, khususnya yang dilancarkan oleli para ahli
ekonomi:
1.
2.
3.
Anjuran yang dapat diterima yang tidak perlu dipertentangkan adal'ah bahwa pendidikan itu mempunyai tujuan lain yang
penting di samping menghasilkan tenaga kerja. Para ahli ekonomi
menghindari pertentangan dengan mengikutsertakan para perencana pendidikan untuk memikirkan adanya tujuan "yang lain"
selain ketenagakerjaan, namun masih meragukan dan belum sepenuhnya memuaskan.
Atas dasar alasan ini, pemerintah Tanzania misalnya, pada
permulaan tahun 1960-an secara berani memutuskan untuk menstabilkan laju partisipasi pendidikan dasar sekitar 50% untuk
memberikan prioritas sementara kepada tingkat pendidikan yang
lebih tinggi yang sepenuhnya berkaitan dengan kebutuhan tenaga
kerja di sektor ekonomi.
Sementara logika dari pendekatan tenaga kerja ini sulit dibantah, pengalaman praktisnya menunjukkan sejumlah kelimahan.
Pertama, hai ini hanya merupakan bimbingan yang terbatas kepada
para perencana pendidikan. Pendidikan dasar diabaikan (yang
dianggap tidak ada "hubungan dengan kerja") walaupun di
dalamnya tersimpul untuk menahan perluasan pendidikan dasar
sampai negara menjadi lebih kaya. Sebagian besar penelitian tenaga kerja membatasi perhatian pada tenaga kerja "tingkat tinggi"
yang dibutuhkan oleh "sektor modem" (yaitu terutama pekerjaan
perkotaan)Jadi para perencana tidak diberi petunjuk yang berguna tentang persyaratan pendidikan masyarakat, yang merupakan
tenaga kerja bangsa yang tersebar untuk masa depan, yaitu pekerja-pekerja setengah terampil dan tidak terampil di kota-kota
dan sejumlah besar pekerja yang tinggal di daerah pedesaan.
Kedua, penggolongan pekerjaan dan perbandingan tenaga
kerja (misalnya perbandingan yang baik antara insinyur dan teknisi, dokter dan perawat) digunakan pada sebagian besar penelitian tenaga kerja di negaia-negara yang sedang berkembang,
scbagaimana halnya anggapan kualihkasi pendidikan sesuai dengan tiap kategori pekerjaan biasanya dipirajam dari ekonomi
industri dan tidak sesuai dengan kenyataan ekonomi yang kurang
berkembang. Pekerjaan yang sebenarnya dari seorang pekerja
pembangunan perdagangan atau ahli pertanian atau petugas kesehatan di Afrika atau Asia misalnya, sangat berlainan dan
menuntut jenis persiapan yang berlainan pula dari pekerja-pekerja
35
ja seperti Profesor Frederick Harbison mempertimbaingkan kembali prinsip-prinsip mereka yang sangat penuh semangat (sekarang ini dikaitkan dengan apa yang disebut oleh Harbison srar/stical pyrotechnics) agar tidak terlalu berpandangan sempit dalam
kaitannya dengan pendekatan lapangan kerja yang lebih luas ini.
Ini berarti bahwa perencanaan ekonomi dan kebijaksanaan
perkembangan ekonomi bukan sekedar strategi pendidikan, yang
perlu dipertimbangkan kembali. Baru kemudian (pada akhir tahun
1960-an) tujuan pokok dan kriteria berhasilnya perencanaan ekonomi adalah meninggikan tingkat G N P secepat mungkin, tetapi
ini mulai tampak seperti penyederhanaan, seperti halnya tujuan
pendidikan yang diarahkan agar dapat menampung murid sebanyak-banyaknya. Apa kebaikan peningkatan G N P kalau disertai
dengan peningkatan jumlah pengangguran dan pengangguran semu
dan kalau pembagian kerja anta.ra warga negaranya sangat tidak
seimbang? Karena itu para perencana tenaga kerja mulai menekankan bahwa menciptakan kerja dan lapangan kerja yang banyak
harus seimbang dengan peningkatan G N P sebagai suatu tujuan
utama dari kebijaksanaan ekonomi. Beberapa orang juga mengemukakan bahwa hasil pendidikan yang tidak terlalu besar akan
meninggikan persyaratan tenaga kerja dan dapat merangsang
ekonomi untuk dapat berkembang lebih cepat. Kalau tersedia pekerja-pekerja yang mempunyai kemampuan yang baik, barangkali
ekonomi akan lebih dapat mempekerjakan mereka dan barangkali
beberapa di antara mereka akan mengambil inisiatif menciptakan
lapangan kerja merekan sendiri bila pendidikan mereka cukup dapat mendorong motipasi dan kewiraswastaan. Singkatnya anggapan yang lama itu diragukan yaitu bahwa ekonomi secara tersendiri menciptakan kebutuhan tenaga kerja sedangkan pendidikan
secara pasif mengimbanginya. Barangkali ekonomi seharusnya juga
mengimbangi pendidikan dan pendidikan dapat menciptakan lapangan kerjanya sendiri.
Namun semua hai ini disertai dengan kata "kalau". Pendidikan hanya dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang dituntut oleh ekonomi dan merangsang terciptanya lebih banyak lapangan kerja kalau ada jenis pendidikan yang tepat, kalau pendidikan itu menghsilkan orang-orang yang "senang akan kemajuan" dengan pengetahuan, keahlian, dan sikap yang sesuai untuk
37
P E N D E K A T A N "NILAI
IMBALAN"
Tetapi kelompok ahli ekonomi yang lain, yang meninggalkan tradisi ekonomi neoklasik, menentang pendekatan tenaga kerja berdasarkan hal-hal lain yang telah disebutkan di atas. Mereka mengatakan bahwa akibat pendekatan ini sama buruknya dengan
pendekatan tuntutan masyarakat, yaitu mengabaikan "masalah alokasi" secara keseluruhan dan penyelesaiannya terletak pada keseimbangan antara keuntungan dan kerugian.
Prinsip "untung rugi" ini adalah apa yang dipakai oleh individu yang rasional kalau memutuskan secara gampang bagaimana
sebaiknya membelanjakan uangnya agar keinginannya tercapai.
la meneliti alternatif-alternatifnya, menimbang biaya masing-masing alternatif itu dan kepuasan yang menyertainya atau kegunaan
yang akan diperolehnya dan kemudian memilih kemungkinan-kemungkinan tertentu sebatas kemampuannya yang paling menguntungkan.
Para ahli ekonomi ini mengatakan bahwa para perencana
ekonomi dan pendidikan harus mengikuti cara berpikir yang sama
seperti ini apabila menghadapi masalah alokasi dari keseluruhan
sumber daa untuk sektor-sektor penting yang berbeda-beda itu
atau di dalam menghadapi alokasi dari keseluruhan sumber sistem
pendidikan untuk berbagai subsektornya dan tidak seorang pun
di antara para ahli ekonomi yang tidak setuju dengan pandangan
yang umum seperti ini. Pasti bahwa seorang hampir tidak mungkin
menjadi seorang perencana yang baik atau pembuat keputusan
yang baik apabila ia tidak berpikir secara intuitif dalam arti untungrugi ini.
Tetapi kesulitan praktis untuk benar-benar mengukur untungrugi itu lebih sulit daripada kesulitan pengukuran yang bersangkutpaut dengan tuntutan masyarakat dan teknik ketenagakerjaan. Pasti beberapa ahli ekonomi dan para insinyur telah berhasil dengan
perhitungan seperti itu yang dipakai untuk beberapa hai, misalnya pab.rik baja, bendungan-bendungan irigasi, dan pupuk tanaman. Tetapi mengukur untung-rugi atas bagian-bagian utama dari
38
sistem pendidikan jauh lebih rumit. Secara berani apa yang disebut pendekatan "nilai imbalan" diperjuangkan dengan sungguhsungguh dan dipergunakan di dalam sejumlah penelitian di beberapa
negara.
Namun para ahli ekonomi Iain terus-menerus melancarkan
kritik secara gencar dan dengan sikap permusuhan. Para pendidik
kebanyakan tidak mengetahui pertentangan ini. Kalaupun mereka
sadar bahwa hai itu memang ditentang (banyak yang tidak menyadarinya), mereka tidak mengerti apa yang dipertentangkan
ataupun menganggap hai itu sebagai sesuatu yang akademis sifatnya sehingga tidak dipandang berbahaya. Naluri mereka benar,
setidaknya pada tahap permulaan dari penelitian pendekatan nilai
imbalan. Keributan yang ditimbulkan oleh para ahli ekonomi adalah tidak pada tempatnya dan tidak ada relevansi yang langsung
antara penelitian tersebut dengan keputusan-keputusan kebijaksanaan. Namun demikian, masih selahi terdapat bahaya kalau-kalau
beberapa pembuat keputusan di tingkat tinggi yang polos tetap
bertahan pada angka-angka nilai imbalan yang dianggap sebagai
suatu kebenaran ilmiah sehingga membuat keputusan yang salah.
Inilah yang ditakuti dalam kritik, tetapi secara j'uj'ur harus dikatakan bahwa para penulis penelitian ini mungkin akan terkejut
bila mereka mengira bahwa kesimpulan-kesimpulan mereka yang
secara statistis lemah akan digunakan.
Akan berkepanjangan kiranya kalau diterangkan di sini secara
detail sejumlah kelemahan dari pendekatan tingkat imbalan ini.
Satu hai yakni data biaya dasar adalah sangat lemah dan kritik
dilontarkan sehubungan dengan perkiraan biaya untuk para mahasiswa, terlebih di negara yang dilanda pengangguran. Tetapi
kelemahan dari segi biaya ini mudah diatasi kalau datanya lebih
baik.
Kelemahan yang paling besar menyangkut perhitungan keuntungan yang diperoleh di masa mendatang; walaupun kelemahan tersebut dapat dikurangi dengan adanya data yang
lebih baik, tetapi tetap tidak dapat ditiadakan. Metode yang iimumnya dipakai adalah dengan menghitung tingkat perbedaan pendapatan orang selama kehidupannya sebagai akibat peningkatan
pendidikan, dikurangi dengan persentase yang berubah-ubah
sebagai penghargaan atas pendapatan tambahan yang disebabkan
39
hiptesis yang provokatif bahwa penyelidikan-penyelidikan semacam itu ada, dapat dikembangkan lebih lanjut dan berguna.
Semua kelemahan yang lain itu bagaimanapun juga dapat
diatasi, namun masih tetap akan ada kenyataan bahwa pendekatan tingkat imbalan itu hanya merupakan sebagian saja dari
apa yang ingin diketahui para perencana dan para pembuat keputusan. Pendekatan tingkat imbalan ini menunjukkan mereka
arah agar memakai lebih banyak sumber dengan sebaik-baiknya,
tetapi pendekatan ini tidak menunjukkan mereka sejauh mana
arah ini akan ditempuh, Masalah kedua barangkali merupakan
masalah mereka yang paling besar.
Disimpulkan dengan jelas bahwa pendekatan tingkat imbalan
dalam tingkat perkembangan eksperimental pada saat ini lebih
menunjukkan kepada kita tentang masa lalu daripada tentang
masa depan. Dan sementara kita mengambil manfaat dari sejarah,
akhirnya apa yang hendak dilakukan oleh negara yang sedang berkembang adalah mengulanginya. Kurangnya data yang baik untuk
diolah dan yang diperlukan setiap saat mengakibatkan kurang
tepatnya perkiraan secara keseluruhan tentang kehidupan ekonomi
masa depan. Namun angka-angka yang disimpulkan itulah yang
nantinya dipakai oleh para perencana praktis dan para pembuat
kebijaksanaan.
Meskipun demikian, pendekatan nilai imbalan ini seperti pendekatan tuntutan masyarakat dan pendekatan tenaga kerja diperlukan dan dapat dipakai untuk perencanaan pendidikan. Setidak-tidaknya pendekatan tersebut menekankan perlunya meneliti alternatif-alternatif secara terus-menerus dan memperhitungkan
untung rugi yang ditimbulkannya dengan sebaik mungkin sebelum
dibuat suatu keputusan, Dengan ditingkatkannya metodologi dan
data dasarnya, maka pendekatan itu dapat merupakan suatu pengarahan yang lebih mantap.
Sekarang menjadi jelas bahwa tidak satu pun dari cara pendekatan ini yang dapat dipakai sebagai landasan yang tepat untuk
perencanaan pendidikan. Pada saat ini para penganjur yang gigih
dari berbagai macam pendekatan ini mengakui bahwa gabungan
baru dari ketiga macam pendekatan inilah yang diperlukan. Pada
gabungan seperti itu pun masih ada kesenjangan yang harus ditiadakan. Kelemahan yang jelas dari ketiga pendekatan ini adalah
41
42
V. K E M A J U A N M U T A K H I R
DALAM P R A K T E K
PENERAPAN
TEORI
KE
LATIHAN DAN
PENELITIAN
batan kesenjangan komunikasi antara para penditi dan orangorang praktek serta berusaha meniadakan kelangkaan bahan latinan yang baik. Pada tahun 1969, enam tahun sesudah pembentukan lembaga ini, banyak terbitan semacam itu yang diterjemahkan ke dalam pelbagai macam bahasa, telah tersebar las, dan
dipakai di seluruh dunia.
Terlebih lagi kemudian beberapa ratus orang telah memperoleh latihan formal di IIEP dan pusat-pusat regional Unesco, berkisar dari beberapa minggu sampai setahun penuh. Kebanyakan
mereka adalah pejabat-pejabat dari negara-negara yang sedang
berkembang yang setelah pulang menerapkan apa yang mereka
telah pelajari. Mereka yang dilatih di IIEP pada tingkat yang
lebih tinggi juga termasuk sejumlah penasihat ahli internasional
yang akan melayani negara-negara yang sedang berkembang, mereka yang akan menjadi guru dan peneliti di bidang perencanaan
pendidikan di pusat-pusat regional, universitas serta lembaga
lembaga latihan nasional. IIEP juga merupakan suatu tempat pertemuan dan pusat pertukaran pendapat bagi para pejabat, sarjana,
dan mahasiswa da.ri sejumlah universitas dan badan-badan lain
yang membuat riset dan program-program latihn di bidang ini.
Unesco merupakan badn penengah utama bagi kegiatan ini,
terutama dengan penghargaan pada daerah-daerah yang sedang
berkembang, tetapi O E C D juga memainkan peranan yang penting
di dunia yang sudah maju. Kegiatan-kegiatan latihan O E C D terbatas, namun latihan itu mengumpulkan ahli-ahli yang berbakat
dari Eropa Barat, Amerika Utara, dan Jepang untuk melakukan
pekerjaan yang kreatif dalam perencanaan pendidikan di bidang
teoretis dan metodologi yang meningktkan minat dalam perencanaan di departeman pendidikan negara-negara anggotanya. Di
lu'ar itu, pada akhir tahun 1960-an, Komite Bantuan Pengembangan
dari O E C D merupakan alat pendorong negara-negara donor untuk
lebih memperhatikan dan membantu perencanaan dan pengembangan pendidikan di dalam program bantuan mereka kepada negara-negara yang sedang berkembang. Kemudian pada tahun 1968
O E C D membentuk Pusat Riset dan Pembaruan Pendidikan dengan wewenang membantu anggotanya yang terlambat memperbaiki dan memperbarui pendidikannya.
Pada tahun 1970 dengan sejujurnya dikatakan bahwa berkat
inisiatif yang diambil oleh badan-badan multilateral dan kerja sa45
ma yang erat dari para mahasiswa dan pihak-pihak kin, terciptalah masyarakat perencanaan pendidikan internasional Cabang
ilmu pengetahuan baru yang baik telah terbentuk dan disebarkan,
kader-kader perencana yang kokoh telah dilatih dan disebarluaskan di seluruh dunia dan telah terjalin kerja sama dan komunikasi yang efektif antara para penditi dengan para pemakai hasil
penelitian di bidang ini. Walaupun jalan masih panjang, namun
telah dibuat langkah pertama yang cukup besar. Akan sulit membandingkan kemajuan pest seperti ini dibidang-bidang teori dan
praktek yang lain.
2.
MENGAMALKAN
PERENCANAAN
dalikan dengan ikatan yang tak tertulis dan dengan wasit di atasnya.
Keadaan ini cenderung menjadi masalah walaupun pemerintah
pusat berperan utama di dalam hai pembiayaan, ketenagakerjaan,
dan pelaksanaan sistem pendidikan. Bagian-bagian dalam organisasi itu tidak diikutsertakan dan komunikasinya sebagian besar
dari atas ke bawah; jarang sekali komunikasi horisontal di antara
bagian-bagian yang bersangkutan di dalam sistem itu.
Tidak mengherankan dalam keadaan seperti ini tidak seorang
pun yang benar-benar melihat sistem pendidikan sebagai suatu
sistem atau mencoba merencanakannya sebagai suatu keseluruhan.
Pada saat itu tidak terasa adanya kebutuhan untuk melihat sistem
pendidikan sebagai suatu sistem karena alasan-alasan yang telah
disebut di atas, tetapi perlu ditekankan di sini adalah pola-pola
peraturan dan undang-undang, asas dan falsafah, dan tidak kalah
pentingnya segala sikap birokrasi, hak-hak istimewa, serta pandangan tentang diri sendiri, yang kesemuanya itu sudah menjadi
kebiasaan yang telah berkembang menjadi suatu hambatan yang
serius manakala timbul kebutuhan untuk membuat bentuk perencanaan yang lebih maju.
Hambatan-hambatan tersebut yang masih tampak di sebagian
besar negara tidak dapat diatasi hanya sekedar dengan menyertakan suatu unit perencanaan yang baru ke dalam struktur administrasi yang lama. Unit itu dengan cepat akan lebur dan tidak
ikut berperan. Struktur administrasi yang lama terlalu sibuk untuk
menyertakan unit perencanaan baru ini dan memakainya secara
efektif untuk membantu kegiatan niereka atau mereka merasa
tidak senang atau mengabaikannya.
Tidak satu pun dari hai yang tersebut di atas dilontarkan
sebagai kritik terhadap individu-individu yang terlibat yang secara berani menghadapi tantangan baru ini, yang bekerja keras
di dalam kondisi yang masih coba-coba yang berhasil baik. Pokok
persoalannya adalah mereka merupakan hasil dan hamba dari
sistem administrasi yang usang dan yang berorientasi pada peraturan; yang sejak awal mula menghambat perencanaan yang baik
dan tindakan yang efisien. Tidak ada obat penangkal yang sederhana yang dapat meniadakan hambatan ini. Hanya dengan cara
mematahkan kelambanannya melalui perubahan sikap, struktur dan
48
prosedur, dan hanya dengan mcresapnya minat terhadap perencanaan yang baru ini dalam sistem keseluruhan barulah perencanaan
dapat berfungsi dengan baik dan perkembangan pendidikan maju
dengan lancar.
Hal ini menyatakan bahwa perencanaan pendidikan itu bukan
tugas khusus dari para perencana teknis yang ada di dalam unit
pusat perencanaan pendidikan. Peranan mereka adalah sangat
penting. Mereka harus dapat menggabungkan semua keterangan
dan gagasan yang diambil dari banyak sumber di dalam suatu
gambaran keseluruhan. Dengan memandang sistem tersebut dengan jangkauan yang luas, mereka dapat merumuskan kecenderungan, hubungan-hubungan, hambatan-hambatan, kemungkinan
kemungkinan, kebutuhan-kebutuhan, dan kesempatan-kesempatan
yang penting dan menyajikan kesemuanya ini untuk memperoleh
perhatian dari pihak-pihak lain agar memperoleh tanggapan dan
tindakan. Namun mereka juga tidak dapat merangkum maupun
menyimpulkan secara bijaksana tanpa ada kemauan dan kesinambungan keterlibatan dari para sejawat mereka di dalam bagian-bagian yang lain. Perencanaan menurut jaringan komunikasi
yang luas dan efisien yang berjalan ke segala arah.
Analisis terakhir adalah bahwa sistem pendidikan akan dapat
direncanakan dengan baik dan diterapkan dengan baik hanya
bila mereka yang bertanggung jawab terhadap bermacam-macam
bagiannya adalah perencana-perencana yang baik dan hanya apabila masing-masing mengakui bahwa bagian perencanaannya harus
ditengahi dan dileburkan dengan bagian-bagian perencanaan yang
lain ke dalam suatu keseluruhan yang utuh sehingga dapat memenuihi maksud dan tujuan sistem secara keseluruhan. Adalah menggernbirakan bahwa semakin banyak negara yang berada dalam
suasana baru ini dan perencanaan pendidikan makin efektif, tetapi
di dalam beberapa negara masih merupakan suatu angan-angan
dan sangat menimbulkan kebingunan.
Mereka yang pernah memperoleh kesempatan untuk membandingkan usaha perencanaan pendidikan di berbagai negara
mungkin semuanya sependapat bahwa perencanaan akan berhasil
dengan baik apabila: (a) para pemimpin politik dan pendidikan
benar-benar yakin akan pentingnya perencanaan itu, memberikan
dukungan yang kuat, dan meggunakannya secara bersungguhsungguh dalam pembuatan keputusannya, dan (b) pihak-pihak
49
Apakah Perencanaan Pendidikan itu (5)
50
VI. T I N J A U A N M A S A D E P A N
Di dalam buku ini kita telah berusaha untuk Iebih dapat mengerti
masalah perencanaan pendidikan dengan meneliti fungsi-fungsinya
serta mengamati bermacam-macam bentuk dan ragamnya yang
sesuai untuk berbagai kebutuhan. Khususnya kita telah meneliti
pergolakan sejarah yang hebat semenjak Perang Dunia Kedua
yang telah menimbulkan kebutuhan yang sangat besar akan adanya caxa-cara pendekatan baru pada bidang perencanaan pendidikan secara drastis di seluruh dunia. Pada bagian terakhir ini
kita kembali ke masalah masa depan dan bertanya ke mana arah
perencanaan pendidikan.
Meskipun telah ada kemajuan yang cukup baik namun tantangan-tantangan dari masa sebelum perang terhadap pendidikan
dan masalah-masalah yang berat yang ditimbulkannya masih tetap
jauh dari jangkauan. Benar, bahwa sesudah perluasan yang tidak
seirama selama lebih dari satu dasawarsa, di mana pun sistem
pendidikan dihadapkan pada keadaan krisis di masa datang. Sistem pendidikan berada dalam suasana yang tak menentu, dan
dikelilingi oleh masalah-masalah yang membingungkan yang akan
Iebih parah lagi. Bagaimana perencanaan pendidikan membantunya? Bagaimana agar lebih dapat mencapai sasarannya? Langkahlangkah baru yang bagaimana yang diperlukan?
Ada lima hai yang menyolok yang diperlukan untuk peningkatan kerangka kerja perencanaan pendidikan sebagaimana telah
diakui pada tahun-tahun terakhir ini. Pertama, tiga macam cara
pendekatan yang telah dikupas terdahulu (tuntutan sosia!, tenaga
kerja, dan nilai imbalan), sekarang harus digabungkan agar supaya lebih saling terkait, suatu pendekatan terpadu. Kedua, di51
PERBAIKAN T U J U A N
P E N I L A I A N H A S I L DARI S U A T U
SISTEM
CARA P E N D E K A T A N SISTEM T E R H A D A P
NA P E N D I D I K A N
RENCA-
bagai macam alternatif "sistem" yang mungkin yang dapat dipakai untuk mencapai hasil yang tertentu. Masing-masing sistem
yang potensial itu akan menyangkut beberapa gabungan dari komponen-komponen yang berbeda (input) dan beberapa teknologi
yang berbeda pula. Biaya yang diperkirakan dan hasil yang dikehcndaki (output) juga akan berbeda dari sistem ke sistem yang
lain dan beberapa akan lebih tepat untuk tujuan yang umum
sipatnya daripada yang lain. Selanjutnya masalahnya adalah membandingkan kebaikan dan keburukan yang relatif di berbagai macam sistem ini dan memilih salah satu di antaranya yang setelah
semua hai diperhitungkan, tampaknya yang paling tepat untuk
suatu tujuan tertentu dan dalam keadaan tertentu.
Dalam membuat "sistem belajar dan mengajar" yang baru
dcngan cara ini untuk mencapai berbagai macam tujuan yang
telah diterapkan secara baik, maka kemungkinan-kemungkinan
yang paling optimal biasanya akan mencakup gabungan beberapa
hai yang lama dan yang baru yang disesuaikan dengan cara-cara
yang baru. Kemungkinan juga bahwa cara ini akan dapat
menguji berbagai bentuk sistem yang berbeda untuk fungsi
yang sama dalam sejumlah situasi yang dapat dibandingkan sehingga ditemukan bukti yang mantap sebagai alat untuk membandingkan antara biaya dan hasilnya. Cara tersebut juga akan
memperjelas bahwa sistem pendidikan akan bekerja sama dalam
hai riset dan rencana pengembangan yang las sehingga secara
bersama-sama mereka dapat menguji hal-hal dengan cara-cara
yang tidak dapat ditempuh sendiri-sendiri.
Landasan yang harus diikuti dalam membuat sistem pendidikan
sudah cukup jelas, tetapi teknik-teknik praktis masih memerlukan
pengembangan dan pengujian. Bua hai ini telah tercapai, maka
dapat menjadi suatu bagian yang terpadu dan efektif, proses
pembaruan pendidikan oleh dirinya sendiri yang bersinambungan.
4.
GAYA D A N U K U R A N M A N A J E M E N Y A N G BARU
RISET
DAN
PENGEMBANGAN
Walaupun lembaga pendidikan telah menjadi tempat pengembangan ilmiah yang utama untuk pendobrakan teknologi secara
besar-besaran seperti bidang-bidang ilmu kedokteran, industri, dan
pertanian, namun semua itu di masa lalu terlampau kecil melibatkan kemampuannya untuk mencapai tingkat pendobrakan teknikteknik pendidikan itu sendiri. Riset bidang pendidikan yang tradisiona!, walaupun riset tersebut kadangkala menghasilkan sesuatu
yang berguna, riset itu terlalu sempit dan sebagian-sebagian sifatnya dan seringkali sangat tidak berhubungan dengan masalahmasalah yang sungguh-sungguh vital yang dihadapi oleh sistem
pendidikan sehingga tidak ada pengaruhnya secara keseluruhan.
Lebih-Iebih lagi kebanyakan riset semacam ini terlalu dangkal
dan terlalu berfokus pedagogis di dalam menjangkau masalahmasalah antardisiplin yang memberi ciri sistem pendidikan masa kini.
Satu-satunya cara agar perubahan dan pembaruan sistem
pendidikan itu dapat merupakan suatu proses yang bersinambungan dan merupakan suatu bentuk kejadian sehari-hari adalah
59
buku ini, orang yang menjawab pertanyaan ini akan mulai dengan
mengamati bahwa percncanaan pendidikan sangat kompleks dan
las dan berubah secara sangat cepat agar sesuai dengan tiap
rumusan yang sederhana atau cocok dengan teori umum. Dan ia
pasti akan mengakhirinya dengan mengatakan bahwa walaupun
perencanaan pendidikan itu dapat memanfaatkan metode dan
cara-cara berpikir ilmiah namun bagaimanapun juga perencanaan
pendidikan, seperti pendidikan itu sendiri, adalah lebih sebagai
suatu seni daripada suatu ilmu.
6i
Bhr. 4 3 - 7 - 8 2