Anda di halaman 1dari 10

Optimasi Produktivitas Gas Metana pada Campuran Limbah Cair Tahu

dan Kotoran Sapi dengan Pengontrolan Derajat Keasaman (pH)


Gery Rheynhard Manurung1, Amaliyah Rohsari Indah Utami, S.T., M.Si.2, Indra Chandra, M.Si.3
1,2,3
Program Studi S1 Teknik Fisika Universitas Telkom

Jalan Telekomunikasi, Terusan Buah Batu, Bandung, Indonesia Telp. (022) 7564108
rheyn.ghery@yahoo.com
Abstrak-Biogas merupakan salah satu bahan bakar yang dapat digunakan sebagai sumber
energi alternatif . Biogas menghasilkan berbagai jenis gas yang dapat dijadikan sebagai
sumber energi, salah satu nya adalah CH4. Derajat keasaman merupakan faktor yang
mempengaruhi produktivitas gas metana. Tujuan penelitian ini adalah mengatur pH
substrat campuran limbah cair tahu dan kotoran sapi agar dicapai produktivitas gas metana
yang maksimum. Telah dilakukan pengamatan pH pada dua reaktor identik dengan
perlakuan yang berbeda. Reaktor 1 berisi substrat yang dilakukan pengontrolan pH dan
reaktor 2 berisi substrat yang tidak dilakukan pengontrolan pH. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengontrolan pH pada nilai 7 setiap harinya pada reaktor 1, metana
yang dihasilkan adalah sebesar

83.176,5 ppm dengan rata-rata produktivitas sebesar

9241,833ppm ppm. Sedangkan pH yang dihasilkan pada substrat campuran kotoran sapi
dan limbah tahu yang tidak dilakukan pengontrolan pH adalah sebesar 28.280 ppm dengan
rata-rata produktivitas harian sebesar 3.142 ppm. Terdapat perbedaan sebesar 3 kali lipat
hasil metana yang dihasilkan perhari dan pada total metana yang dihasilkan pada reaktor 1
dan 2.

Abstract- Biogas is one of the fuel that can be used as an alternative energy source. Substrates
that can be used in producing biogas is a mixture of tofu waste water and cow manure.
Biogas producing various types of gas that can be used as energy sources, one of them is CH4.
The degree of acidity (pH) is a factor that affects the productivity of methane gas. Substrate
as well as a place to live and food source for bacterial need to be controlled optimally. The
degree of acidity (pH) of need to be controlled so the productivity of methane can be
optimum. PH has been observed in two identical reactors with different treatments. The
reactor is equipped with a methane sensor, temperature sensor, injector CaCO3, and the
motor stirrer. Characterization of each sensor and actuator have been performed in order to
make sure that each sensor can measure the variabel precisily. pH value of subtrate on
reactor 1 controlled at 7. While pH value of substrate on reactor 2 is not controlled. The
study was conducted for 9 days and observed variables of temperature, pH, and volume of
methane produced for each day. The results showed that controlling the pH value of 7 for
each day at reactor 1, cause the productivity of methane is 83.176 ppm with an average

productivity of 9241 ppm for each day. While in reactor 2 which pH value of substrate is not
controlled, show that the productivity of methane is 22.280 ppm with an average
productivity is 3.142 ppm for each day. There is a difference of 60.096 ppm between reactor
1 and reactor 2. It show that by controlling the pH of substrate can increase the productivity
of methane.

Kata Kunci- methana, (CH4), temperature, pH, cow manure, tofu waste water

I. PENDAHULUAN
Saat ini permasalahan yang dihadapi dan harus segera diatasi adalah keterbatasan
bahan bakar minyak (BBM). Eksploitasi sumber daya alam sampai saat ini, terutama
minyak bumi, akan mencapai batas dimana akan habis karena minyak bumi merupakan
sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Untuk mengatasi hal tersebut, maka
diperlukan adanya energi alternatif untuk diversifikasi ketersedian sumber energi untuk
masa mendatang.
Salah satu contoh energi alternatif adalah penggunaan biogas. Banyak jenis substrat
yang dapat digunakan sebagai penghasil biogas. Salah satu substrat yang berpotensi
dijadikan sumber biogas yaitu Limbah cair tahu dan kotoran sapi yang akan dicampur.
Upaya pengelolaan limbah tahu dan kotoran sapi menjadi produk yang bermanfaat seperti
biogas telah lama dilakukan, meskipun aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari masih
sulit untuk diterapkan. Permasalahan lain yang mempengaruhi produksi gas Metana yaitu
derajat keasaman (pH) yang akan dijelaskan lebih lanjut pada tulisan ini.
Biogas terbentuk karena aktivitas perombakan substrat kompleks berbagai bakteri.
Pertumbuhan bakteri yang terlibat dalam proses tersebut sangat dipengaruhi oleh derajat
keasaman (pH) didalam digester. Pada awal reaksi, pembentukan biogas bakteri penghasil
asam akan aktif terlebih dahulu sehingga pH digester menjadi rendah. Namun pH yang
terlalu rendah tidak cocok untuk bakteri penghasil metana. pH yang terlalu rendah
menyebabkan bakteri penghasil metana mati. Karena bakteri penghasil metana berkurang
karena mati, produktivitas metana juga berkurang Yadvika et al(2004) menyebutkan
bahwa pH dalam digester harus dijaga pada kisaran 6,8 7. Untuk itu digunakan CaCO3
sebagai penggembali alkalinitas dari pH substrat. Dan ,CaCO3 tidak menjadi racun bagi
bakteri metanogen.

II. METODOLOGI
Pengamatan dilakukan selama 9 hari. Selama 9 hari tersebut diamati nilai pH pada
kedua reaktor. Pada reaktor pertama yaitu reaktor yang nilai pH nya dikontrol, dilakukan
pengukuran nilai pH pada pagi hari pukul 09.00. pH diukur dengan mengeluarkan substrat
sebanyak 10mL melalui katup pada bagian bawah reaktor. Pengambilan sampel dilakukan 2
kali untuk memastikan nilai pengukuran pH substrat. Penambahan CaCO3 dilakukan apabila
terjadi perubahan nilai pH diluar nilai optimal yaitu 6,8-7 dengan cara disuntikkan kedalam
reaktor. CaCO3 ditambahkan setiap 220 mL pada substrat. pH diukur kembali untuk
memastikan nilai optimum pH substrat. CaCO3 ditambahkan sebanyak 220 mL kembali apabila
nilai pH masih belum pada range optimum. Hal tersebut terus dilakukan sampai mendapat nilai
pH berada di range pH optimal yaitu 6,8-7. Berdasarkan percobaan, dibutuhkan 220 mL larutan
kapur dengan pH 7,7 untuk menaikkan pH substrat sebesar 0,1 dengan tujuan menetralkan nilai
pH.
Pengadukan dilakukan dengan menggunakan motor pengaduk yang berada di dalam
reaktor agar penambahan CaCO3 homogen pada substrat. Pada reaktor kedua, pH substrat
diukur setiap hari selama 9 hari namun nilai pH tidak dilakukan pengontrolan sampai hari ke-9.
Variabel lain yang diamati adalah nilai ppm dari konsentrasi gas metana yang
dihasilkan. Gas metana yang dihasilkan dari reaksi anaerob pada reaktor ditampung di dalam
balon. Sensor gas metana TGS2611 dipasang pada pipa yang terhubung dengan balon untuk
mengukur volume dari gas metana yang dihasilkan setiap hari, sehingga bisa diamati besar
penambahan gas metana yang dihasilkan. Gas yang telah terkumpul di dalam balon dilakukan
pengecekan kandungan gas metana pada hari ke-9. Pengecekan dilakukan dengan
menggunakan alat kromatografi gas pada Laboratorium Teknik Kimia, Institut Teknologi
Bandung. Kromatografi gas adalah jenis kromatografi yang digunakan untuk menguji
kemurnian zat tertentu atau memisahkan berbagai komponen dari campuran pada gas. Grafik
perbandingan masing-masing konsentrasi gas yang dihasilkan dari reaktor biogas dapat
diperoleh dengan recorder pada alat kromatografi gas. Terdapat berbagai macam gas yang
dihasilkan dari proses fermentasi bakteri, yaitu karbondioksida (CO2), metana (CH4), dan
nitrogen (N2). Reaktor yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Dua buah reaktor identik skala laboratorium

Pada reaktor dipasang sebuah injeksi larutan kapur (CaCO3) dengan tujuan
untuk mengontrol pH substrat pada nilai 6,8-7 agar aktivitas bakteri metanogen
sebagai penghasil gas metana dapat berproduksi secara optimal. Adapun tabung
injeksi yang digunakan untuk memasukkan CaCO3 kedalam substrat ditunjukkan
pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Tabung Injeksi CaCO3

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


a.

Karakterisasi Substrat
Karakterisasi substrat bertujuan untuk melihat nili gizi pada substrat sebagai bahan

makanan bakteri penghasil biogas. Adapun Hasil uji rasio C/N substrat adalah sebesar 50.
Rasio C/N yang optimal untuk menghasilkan gas metana adalah 25.Nilai rasio C/N yang
substrat yang digunakan dalam penelitian ini kurang optimal, sehingga diperlukan faktor
lain untuk mengoptimalkan produktivitas biogas. Konsentrasi gas metana yang dihasilkan

dari proses fermentasi lebih sedikit karena rasio C/N campuran limbah cairan tahu dan
kotoran sapi berada diluar jangakauan rasio C/N optimal.

b. Pengaruh pH terhadap Produktivitas Gas Metana


Derajat keasaman (pH) mempengaruhi produktivitas gas metana dalam biogas.
Substrat merupakan habitat sekaligus sumber nutrisi bagi mikroorganisme, sehingga perlu
dikontrol agar mikroorganisme dapat menghasilkan gas metana dengan optimal.
Berdasarkan dari pengumpulan data yang telah dilakukan, dapat dilihat pengaruh dari pH
terhadap produktivitas gas metana. Penjabaran mengenai hubungan pH dengan konsentrasi
gas metana yang dihasilkan pada reaktor 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan
Gambar 3.2

Gambar 3.1 Grafik Hubungan pH dengan Konsentrasi Gas Metana Reaktor 1

Gambar 3.2 Grafik Hubungan pH dengan Konsentrasi Gas Metana Reaktor 2

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa pH mengalami penurunan setiap harinya. Penurunan


pH yang terjadi rata-rata sebesar 0,2-0,3 dari nilai pH netral yaitu 7. Penurunan pH tertinggi
terjadi pada hari ke 2. Hal tersebut diakibatkan karena pada hari ke-2 merupakan tahap
hidrolisis dan asidogenesis dimana bakteri mengubah protein sederhana menjadi asam laktat
dan butirat yang dibutuhkan bagi bakteri metanogen untuk mengahasilkan metana.
Pengontrolan pH yang dilakukan pada substrat campuran limbah cair tahu dan kotoran
sapi di reaktor 1 menyebabkan terjadinya perbedaan konsentrasi metana yang dihasilkan. Besar
perbedaan gas metana yang dihasilkan pada hari pertama dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan
Gambar 3.2. Pada reaktor 1 yaitu reaktor yang berisi substrat yang dilakukan pengontrolan pH
terdapat metana sebesar 1858 ppm. Sedangkan pada reaktor 2 yaitu reaktor yang berisi substrat
yang tidak dilakukan pengontrolan pH terdapat metana sebesar 1091 ppm. Dapat dilihat dari
produksi metana yang dihasilkan pada kedua reaktor memiliki perbedaan sebesar 767 ppm.
Gambar 3.1 dan 3.2 menjelaskan bahwa produktivitas metana pada hari pertama sampai
hari ke 4 memiliki rasio yang tidak terlalu signifikan. Hal ini diakibatkan karena pH pada
reaktor 2 belum terlalu rendah. Saat pH reaktor 1 bernilai 5,9 pada hari ke-6 menyebabkan
terjadinya perbedaan yang cukup signifikan pada produktivitas metana antara reaktor 1 yang
berisi substrat campuran yang dilakukan pengontrolan pH dengan reaktor 2 yang berisi substrat
campuran yang tidak dilakukan pengontrolan pH. Pada hari ke-6 produksi metana yang
dihasilkan pada reaktor 1 yaitu sebesar 25620 ppm. Sedangkan pada reaktor 2 hanya
menghasilkan metana sebesar 9939 ppm. Terjadi perbedaan yang cukup besar dalam
produktivitas metana pada hari ke-6 antara reaktor pertama dan kedua yaitu sebesar 15.680
ppm. Peningkatan secara signifikan mulai terjadi sejak hari keenam sampai pada hari ke
sembilan. Total konsentrasi gas metana yang dihasilkan sampai hari ke-9 pada reaktor 1 adalah
sebesar 83.176 ppm. Sedangkan pada reaktor 2 yang berisi substrat campuran yang tidak
dilakukan pengontrolan pH hanya menghasilkan gas metana sebesar 28.280 ppm.
Produktivitas harian gas metana semakin meningkat seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4.4. Gas metana paling tinggi dihasilkan pada hari ke-8 yaitu sebesar 23796 ppm. Hal
tersebut terjadi karena dilakukan pengontrolan pH pada reaktor 1 dan waktu metana yang
dihasilkan mendekati waktu optimum metana dihasilkan yaitu hari ke-10 sehingga mendukung
metana yang dihasilkan akan tinggi. Kenaikan produktivitas metana terus mengalami
peningkatan yang cukup tinggi perharinya yaitu sebesar 9241 ppm/hari seiring dengan
dilakukan pengontrolan pH pada reaktor 1. Pada reaktor 2 kenaikan produktivitas metana
mengalami peningkatan lebih sedikit yaitu sebesar 3.142 ppm/hari. Peningkatan konsentrasi gas

metana yang dihasilkan pada reaktor 1 disebabkan karena dilakukan pengontrolan pH secara
teratur setiap hari pada pH optimum yaitu 7.
Pengontrolan pH menyebabkan Hidrolic Retention Time (HRT) dari pembentukan gas
metana menjadi lebih cepat. Hidrolic Retention Time adalah waktu dimana pembentukan gas
metana terjadi perubahan secara signifikan (memasuki masa pembentukan gas metana secara
optimum)[4].
Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 menjelaskan bahwa HRT pada reaktor 1 terjadi pada hari
ke-5 dan pada reaktor 2 terjadi pada hari ke-8. Semakin cepat HRT maka semakin cepat pula
dihasilkan gas metana secara optimum. Hal ini diakibatkan karena dilakukan pengontrolan pH
pada reaktor 1. Keadaan pH yang optimum bagi bakteri metanogen menyebabkan pertumbuhan
bakteri metanogen semakin cepat. Selain itu, dengan ditambahkan larutan CaCO3 menyebabkan
proses fermentasi menjadi lebih cepat akibat kalor yang dihasilkan dari pencampuran air
dengan serbuk CaCO3. Kalor yang dihasilkan dari larutan CaCO3 tersebut yang menyebabkan
laju fermentasi yang dilakukan oleh bakteri menjadi lebih cepat dan optimum.

c. Pengaruh Suhu terhadap Produktivitas Gas Metana


Suhu substrat berpengaruh terhadap produktivitas metana. Produktivitas gas metana
akan menurun saat suhu substrat rendah dibandingkan saat dalam kondisi suhu optimal. Suhu
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas gas metana[7]. Sama halnya
dengan pH, suhu optimum juga diperlukan oleh mikroorganisme untuk menghasilkan gas
metana secara maksimum. Untuk itu diamati perubahan suhu yang terjadi dalam reaktor 1 dan
reaktor 2. Pengaruh perubahan suhu terhadap produktivitas gas metana pada reaktor 1 dan
reaktor 2 dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4.

Gambar 3.3 Grafik Hubungan Suhu dengan Produktivitas Gas Metana Reaktor 1

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Suhu dengan Produktivitas Gas Metana Reaktor 2

Berdasarkan Gambar 4.6 dan Gambar 4.7 dilihat bahwa adanya perubahan suhu
mempengaruhi produktivitas gas metana harian. Terdapat kesamaan pola pada Gambar 4.6 dan
Gambar 4.7 bahwa terjadinya penurunan suhu pada substrat mempengaruhi jumlah gas metana
yang dihasilkan.

akibat aktivitas bakteri didalam reaktor yang mengasilkan kalor dan pengaruh ekster
-

tas metana yang dihasilkan


merupakan produktivitas gas metana paling rendah. Berdasarkan Gambar 4.6 dan Gambar 4.7,
pada hari ke-3 produktivitas gas metana pada reaktor 1 sebesar 820 ppm. Sedangkan
produktivitas gas metana pada reaktor 2 sebesar 848 ppm. A
menyebabkan terjadinya penurunan pada produktivitas gas metana. Dengan dilakukan
pengontrolan pH secara rutin dari hari ke-1 sampai hari ke-9, pengaruh suhu terhadap
produktivitas metana semakin kecil. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 4.6 bahwa walaupun
suhu mengalami penurunan pada hari ke-8 namun produktivitas metana tidak mengalami
penurunan.

IV.

KESIMPULAN

1. Telah berhasil dirancang suatu sistem pengontrolan pH pada reaktor biogas yang
menghasilkan peningkatan konsentrasi produksi metana. Sensor metana, thermistor, dan pH
dapat mengukur variabel yang diamati dengan ketelitian yang tinggi. Selain itu, aktuator
juga berfungsi sesuai dengan pengontrolan yang diinginkan.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan dilakukannya pengontrolan pH pada
substrat campuran limbah cair tahu dan kotoran sapi menghasilkan peningkatan
produktivitas gas metana yang dihasilkan. Pengontrolan pH substrat pada nilai 7
menyebabkan

produktivitas

metana

meningkat

sebesar

9241,833

ppm/hari.

Dibandingkan dengan substrat yang tidak dilakukan pengontrolan pH pada reaktor 2,


produktivitas metana sangat kecil yaitu sebesar 3.142,222 ppm/hari. Terdapat perbedaan
sebesar 3 kali lipat hasil metana yang dihasilkan perhari dan pada total metana yang
dihasilkan pada reaktor 1 dan 2.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Arifiantari, Pratiwi Nur.2009.Pengaruh Rasio C/N terhadap Degradasi Material
Organik Dalam Sampah Pasar Secara Anaerob.Laporan Tugas Akhir. Teknik
Lingkungan ITB.Bandung
[2] Budiyono.dkk.2013. Pengaruh Metode Fermentasi, Komposisi Umpan, pH awal, dan
Variasi

Pengenceran

terhadap

Produksi

Biogas

dari

Vinasse.

Universitas.

Dipenogoro.Semarang
[3] Dacosta, Jaquim.2010.Optimization of Biogas Production on Anaerobic

Digester

Biogas Horizontal Type Raw Material of Cow Manure Control by Temperature and
Mixer
[4] Darsono, V.2007. Pengolahan Limbah Cair Tahu Secara Anaerob dan Aerob, Jurnal
Teknologi Industri. Vol IX No.1 Hlm. 9 20.
[5] Horikawa. 2004. Teknologi Biogas: Pembuatan, Operasional, dan Pemanfaatan
[6] P. Miftah, Ervid, dkk.2012.Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol.2, No.3 , Halaman
143-147. Universitas Dipenogoro.Semarang
[7] Risnojatiningsih.Sri. 2009. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik Vol.9, No.1 Juni 2009 : 3847.Teknik Kimia FTI-UPNV.Jawa Timur
[8] Sadzali, Imam. 2010. Potensi Limbah Tahu Sebagai Biogas,Jurnal UI Untuk Bangsa
Seri Kesehatan, Sains, dan Teknologi. Vol I.

Anda mungkin juga menyukai