PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan.
Saat ini kanker serviks menduduki urutan ke dua dari penyakit kanker yang
menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang
berkembang. Dari data Badan Kesehatan Dunia (WHO), diketahui terdapat
493.243 jiwa per tahun penderita kanker serviks baru di dunia dengan angka
kematian karena kanker ini sebanyak 273.505 jiwa per tahun. 1,2
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kanker serviks disebabkan
oleh infeksi virus HPV (Human Pappiloma Virus) yang tidak sembuh dalam
waktu yang lama. Jika kekebalan tubuh berkurang, maka infeksi ini bisa
mengganas dan menyebabkan terjadinya kanker serviks. Kanker serviks
mempunyai insiden yang tinggi di negara-negara yang sedang berkembang yaitu
menempati urutan pertama, sedang dinegara maju ia menempati urutan ke 10, atau
secara keseluruhan ia menempati urutan ke 5. 1,3
Di negara maju, angka kejadian kanker serviks sekitar 4% dari seluruh
kejadian kanker pada wanita, sedangkan di negara berkembang mencapai diatas
15%. Amerika Serikat dan Eropa Barat, angka insiden kanker serviks telah terjadi
penurunan. Hal ini disebabkan oleh alokasi dana kesehatan yang mencukupi,
promosi kesehatan yang bagus, serta sarana pencegahan dan pengobatan yang
mendukung. 1,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia
epitel di daerah scuamocolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina
dan mukosa kanalis servikalis.1
EPIDEMIOLOGI
Karsinoma serviks uteri merupakan keganasan yang sering dijumpai pada
wanita. Di negara-negara maju keganasan ini menempati urutan ketiga setelah
kanker payudara dan kanker endometrium, sedangkan di negara-negara
berkembang penyakit ini masih menempati urutan pertama di antara penyakit
kanker lainnya yang dialami oleh wanita. 2,3
Di seluruh dunia, diperkirakan terjadi sekitar 500.000 kanker serviks baru
dan 250.000 kematian setiap tahunnya yang 80% terjadi di negara-negara
sedang berkembang. Di Indonesia, insidens kanker serviks diperkirakan 40.000
kasus pertahun dan masih merupakan kanker wanita yang tersering. Dari jumlah
itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu terjadi karena
pasien datang dalam stadium lanjut. 2,3
Penyakit kanker leher rahim saat ini menempati urutan pertama daftar
kanker yang diderita kaum wanita. Saat ini di Indonesia ada sekitar 100 kasus per
100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya. Kanker serviks yang
sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu
relatif cepat. Selain itu, lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah sakit
ditemukan dalam keadaan stadium lanjut. 1,3
ETIOLOGI
Etiologi karsinoma serviks sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti, tetapi faktor-faktor predisposisi keganasan ini telah banyak dikenal. Data
epidemologi yang tersusun selama akhir abad ini menyingkap kemungkinan
adanya hubungan yang kuat antara neoplasia intraepitelial serviks (NIS) dan
karsinoma serviks uteri dengan infeksi virus human papiloma. Virus human
papiloma adalah DNA virus yang menimbulkan proliferasi pada permukaan
epidermal dan mukosa. Infeksi virus ini sering terdapat pada wanita yang aktif
secara seksual. Dari beberapa pemeriksaan laboratorium terbukti bahwa lebih dari
90% kondiloma serviks, semua neoplasma intraepitelial serviks dan karsinoma
serviks mengandung DNA virus human papiloma. 1,4
Virus human papiloma tipe 6, 11, 42, 43 dan 44 jarang ditemukan pada
neoplasma, sedangkan tipe 16, 18, 31, 33, 35, 45, 51, 52, 56 dan 58 sering
ditemukan pada kanker dan prakanker. Virus tipe 16 ditemukan pada sekitar 50%
kasus lesi intraepitelial skuamosa derajat berat dan karsinoma serviks.1,3,4
FAKTOR RISIKO
Beberapa faktor yang mempengaruhi kanker serviks antara lain: 3,4
1. Pola hubungan seksual dan hubungan seksual dengan pria
yangmempunyai pasangan seksual lebih dari satu
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara lesi pra kanker dan kanker serviks dengan aktivitas
seksual pada usia dini, khususnya sebelum umur 17 tahun. Hal ini diduga
ada hubungan dengan belum matangnya daerah transformasi pada usia
tersebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungan seksual berpengaruh
terhadap lebih tingginya risiko pada usia, tetapi tidak pada kelompok usia
lebih tua. Jumlah pasangan seksual menimbulkan konsep pria berisiko
tinggi sebagai vektor yang dapat menimbulkan infeksi yang berkaitan
dengan penyakit hubungan seksual.
Terjadinya perubahan pada sel leher rahim pada wanita yang sering
berganti-ganti pasangan, penyebabnya adalah sering terendamnya sperma
dengan kadar PH yang berbeda-beda sehingga dapat mengakibatkan
perubahan dari displasia menjadi kanker.
2. Paritas
Kanker serviks sering terjadi pada wanita yang sering melahirkan.
Semakin sering melahirkan, semakin besar risiko mendapatkan kanker
serviks. Paritas dapat meningkatkan insiden kanker serviks, lebih banyak
merupakan refleksi dari aktivitas seksual dan saat mulai kontak seksual
pertama kali daripada akibat trauma persalinan. Pada wanita dengan
paritas 5 atau lebih mempunyai risiko terjadinya kanker serviks 2,5 kali
lebih besar dibandingkan dengan wanita dengan paritas 3 atau kurang.
3. Merokok
Dilihat
berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi
epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina
yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa
pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ,
yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel
skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut
daerah transformasi. 3,4
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu
faktor penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis
asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah
sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel.26 Sel yang mengalami mutasi
tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia
berat dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma
invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat prakanker. Displasia mencakup pengertian berbagai gangguan maturasi epitel
skuamosa yang secara sitologik dan histologik berbeda dari epitel normal, tetapi
tidak memenuhi persyaratan sel karsinoma. Perbedaan derajat displasia
didasarkan atas tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya
kelainan pada sel. Sedangkan karsinoma in-situ adalah gangguan maturasi epitel
skuamosa yang menyerupai karsinoma invasif tetapi membrana basalis masih
utuh. 2,3,4
MANIFESTASI KLINIK
Pada tahap permulaan kanker, sudah menimbulkan perdarahan melalui
vagina, misalnya:
3, 7
10
terjadi karena obstruksi ureter. Perdarahan rektum dapat terjadi karena penyebaran
sel kanker yang juga. 3,7
STADIUM KLINIK
Pemeriksaan untuk menentukan stadium klinik dilakukan secara bimanual
vaginal dan rektal sebelum pengobatan diberikan. Tujuan penentuan stadium
klinik adalah untuk menetapkan jenis pengobatan, meramalkan pronogsis dan
sebagai studi perbandingan di antara berbagai institusi.
Berbagai stadium klinik telah diajukan oleh para ahli, namun stadium klinik
yang dianut sekarang yaitu yang telah disetujui oleh International Federation of
Gynecology and Obstetrics (FIGO. Pembagian ini didasarkan atas pemeriksaan
klinik (inspeksi, palpasi, kolposkopi), radiologi (paru-paru, ginjal), sistoskopi,
rektoskopi, kuretase endoserviks dan biopsi. 5,6
Stadium
Karakteristik
IA1
IA2
IB1
IB2
II
IIA
11
IIB
III
IIIA
IIIB
IV
IVA
IVB
DIAGNOSIS
Gejala dan Tanda
Lesi pra-kanker dan kanker stadium dini biasanya asimtomatik dan hanya
dapat terdeteksi dengan pemeriksaan sitologi. Jika sudah terjadi kanker akan
timbul gejala yang sesuai dengan penyakitnya, yaitu dapat lokal atau tersebar.
Gejala yang timbul dapat berupa perdarahan pasca-sanggama atau dapat juga
terjadi perdarahan di luar masa haid dan pasca menopause. Jika tumornya besar,
dapat terjadi infeksi dan menimbulkan cairan (duh) berbau yang mengalir keluar
dari vagina. Bila penyakitnya sudah lanjut, akan timbul nyeri panggul, gejala yang
berkaitan dengan kandung kemih dan usus besar. 3,4,7
Gejala lain yang timbul dapat berupa gangguan organ yang terkena
misalnya otak (nyeri kepala, gangguan kesadaran), paru (sesak atau batuk darah),
tulang (nyeri atau patah), hati (nyeri perut kanan atas, kuning, atau
pembengkakan), dan lain-lain. 3,4,7
12
Penegakan Diagnosis
Diagnosis definitive harus didasarkan pada konfirmasi histopatologi dari
hasil biopsi lesi sebelum sebelum pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut
dilakukan. 3,7
Tes IVA
Tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 2%) dan
larutan iosium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang terjadi
setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat adanya sel yang mengalami
displasia sebagai salah satu metode skrining kanker serviks.1
13
a.
Normal.
Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear
menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk
melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsi
yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsi yang menggunakan
anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks.
Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan
memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja. 8,9
Kolposkopi
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses
metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear,
karena kolposkopi memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam
mengetes darah yang abnormal. 7,9
14
Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada
saluran pelvik atau peroartik limfe.
b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks
tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter
terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi
kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena
(IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging
(MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai
penyebaran lokal dari tumor dan / terkenanya nodus limpa regional. 8,9
15
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling
luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah
ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.
Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker
bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap
smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika
penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani
histerektomi. Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif
maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan
penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan.
Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan
penderita. 3,4,8
Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya
dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien
sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada
pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit
umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar. 3,8,9
16
17
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya
untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan
pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiag nosis.
Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat
sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin
hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit
dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker
menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk
memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah
digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal
belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan
pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin
Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain lain.
3,4,9
18
19