Tingkah Laku Ikan Tuna Termoklin
Tingkah Laku Ikan Tuna Termoklin
Oleh
Wayan Kantun
A. LATAR BELAKANG
Suhu adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan
organisme di perairan, karena suhu mempengaruhi aktivitas dan
perkembangbiakan dari organisme tersebut. Oleh karena itu banyak
dijumpai bermacam-macam jenis ikan yang terdapat di berbagai tempat di
dunia yang mempunyai toleransi tertentu terhadap suhu. Ada yang
mempunyai toleransi yang besar terhadap perubahan suhu, disebut
bersifat euryterm. Sebaliknya ada pula yang toleransinya kecil, disebut
bersifat stenoterm. Ikan di daerah sub-tropis dan kutub mampu mentolerir
suhu yang rendah, sedangkan ikan di daerah tropis menyukai suhu yang
hangat. Ikan
yang
berada
pada
suhu
yang
cocok
satu
jenis
ikan
yang
dalam
pergerakannya
sangat
dipengaruhi oleh suhu adalah ikan tuna. Tuna adalah ikan yang memiliki
nilai komersial tinggi.
Page 1
air yang lebih dingin dan dapat bertahan dalam kondisi yang beragam
(Cayre and Marsac. 1993).
Dalam
pemanfaatan
ikan
tuna
di
perairan
salah
satunya
spesies oceanik yang ditemui di bawah dan di atas termoklin, pada suhu
180-310C. Distribusi vertikal mereka dipengaruhi oleh struktur panas dari
kolom air, seperti adanya korelasi antara mudah tertangkapnya ikan oleh
purse siene, kedalaman dari swimming layer, dan kekuatan dari gradien
suhu pada termokline (Trump dan Leggette. 1980). Umumnya ditemui di
bagian atas dari kedalaman 100 meter pada kolom air yang cukup
oksigen. Di bawah termokline kandungan oksigen sangat rendah biasanya
dibawah 2 ml/l sehingga ikan perenang cepat ini jarang ditemukan (Meza
and Garcia.
B. IKAN TUNA
Page 2
Page 3
Gambar 1. Morfologi Tuna Madidihang (Sun et al,. 2005 and New South
Walles (NSW), 2007).
Mayoritas
hewan
laut
termasuk
hewan
ektotherm
dimana
ektotherm
tidak
mampu
menyesuaikan
produksi
panas
Jenis
binatang
yang
demikian
itu
hanya
mampu
Page 4
Ikan tuna tuna ekor kuning adalah spesies oceanik yang ditemui
dibawah dan diatas termokline, pada suhu 17-310C, pada kedalaman 0400 m dan pada salinitas perairan 32-35 . Keberhasilan penangkapan
yellowfin tuna kebanyakan diperoleh pada suhu 20oC dan sering hidup
bergerombol dengan lumba-lumba pada suhu permukaan laut 28oC.
Dengan mengetahui penyebaran ikan ini berdasarkan suhu dapat di
desain jenis alat tangkap yang digunakan untuk mengelolanya (Meza dan
Garcia, 2003).
Ikan mempunyai temperatur internal yang sedikit lebih tinggi
daripada temperatur air sekitarnya. Akan tetapi, bedanya itu biasanya
kecil. Laju metabolisme pada ikan rendah. Perpindahan panas antara
jaringan ikan dan lingkungan air adalah tinggi. Jadi, panas tubuh ikan
banyak yang hilang melalui konduksi. Kehilangan panas terjadi hampir
secepat panas tersebut dihasilkan. Dengan demikian, ikan selalu
berusaha agar temperatur tubuhnya berada dalam kisaran normal.
Aktivitas ikan yang meningkat menghasilkan panas yang lebih
banyak. Akan tetapi, karena ikan memerlukan banyak ventilasi lewat
insang, laju kehilangan panasnya juga meningkat. Temperatur tubuh
sebagian besar ikan umumnya 1oC lebih tinggi daripada temperatur air.
Karena itu, pengaturan temperatur pada ikan bergantung sepenuhnya
kepada pengaturan perilaku berupa pemilihan bagian lingkungan air yang
mempunyai temperatur yang dapat diterima oleh ikan tersebut. Bila suatu
spesies ikan terperangkap dalam lingkungan air yang temperaturnya
berada di atas kisaran temperatur normalnya (lebih hangat) atau di
bawahnya (lebih dingin), ikan tersebut akan beraklimatisasi dengan
berbagai cara (Kitagawa. 2006).
A. SUHU PERAIRAN
Suhu di perairan dapat mempengaruhi kelarutan oksigen. Apabila
suhu meningkat maka kelarutan oksigen berkurang. Oksigen terlarut yang
biasanya dihasilkan oleh fitoplankton dan tanaman laut, keberadaannya
Page 5
Page 6
ditentukan
oleh
kondisi
perairan
seperti
ikan
mengalami
stres
yang
biasanya
diikuti
oleh
menurunnya daya cerna. Oksigen terlarut pada air yang ideal adalah 5-7
ppm.
Jika
kurang
dari
itu
maka
resiko
kematian
dari
ikan
lewat
tubuhnya dengan mencari perairan yang lebih cocok suhunya. Suhu dapat
mempengaruhi kandungan oksigen di perairan. Oksigen biasanya lebih
tinggi di permukaan karena adanya pertukaran oksigen antara air dan
udara. Ketika kadar oksigen berkurang dalam suatu perairan maka ikan
akan berusaha mengambil atau memanfaatkan oksigen dalam jumlah
volume yang banyak. Hal ini dilakukan ikan dengan meningkatkan aktifitas
pernafasannya sehingga oksigen yang dipompa lebih banyak daripada
keadaan normal. Ketika ada peningkatan suhu maka ada penurunan
oksigen terlarut, maka akan terjadi peningkatan metabolisme dalam tubuh
ikan. Metabolisme yang meningkat disebabkan oleh meningkatnya
aktivitas respirasi (Sunarso. 2003).
Menurut Sunarso (2003) pada ekosistem perairan, keberadaan
oksigen sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain distribusi
temperatur, keberadaan produser autotrop yang mampu melakukan
fotosintesis, serta proses difusi oksigen dari udara. Di perairan umumnya
Page 7
oksigen memiliki distribusi yang tidak merata secara vertikal . Distribusi ini
berkaitan dengan kelarutan oksigen yang dipengaruhi oleh temperatur
perairan. Kelarutan oksigen bertambah seiring dengan penurunan
temperatur perairan, walaupun hubungan ini tidak selamanya berjalan
secara linier (Gambar 2).
35
30
T = -46.081Ln(DO) + 122.54
R2 = 0.9958
n=8
Temperature (oC)
25
20
15
10
5
0
0
10
12
14
16
-5
Disolve Oksigen (m g/l)
Temperatur (o)
Disolve Oksigen
Gambar 2. Hubungan antara temperatur dan kelarutan oksigen di perairan
(Chanlett. 1979 dalam Sunarso. 2003).
Distribusi suhu bergradien negatif seiring dengan kedalaman
perairan sehingga pada kedalaman yang semakin tinggi kondisi oksigen
semakin rendah. Penurunan tersebut bahkan sampai pada kondisi
anaerob pada bagian substrat dasar perairan. Hal ini dimungkinkan
karena sedikitnya intensitas cahaya yang dapat menembus kedalaman
sehingga proses fotosintesis tidak berjalan dengan baik, akibatnya
oksigen yang dihasilkanpun rendah. Sementara menurut Kitagawa et al
(2006) bahwa perbedaan suhu permukaan laut berkaitan erat dengan La
Nia dan El Nio.
Page 8
ikan.
Suhu
akan
mempengaruhi
proses
Page 9
intensitas
cahaya
sangat
mempengaruhi
pola
2. Faktor internal
a. Kematangan gonad
Page 10
pusat
(thermodetektor
pusat)
utamanya
terdapat
pada
tulang
belakang.
Penyensor
temperatur
perifer
Page 11
timpani
(bagian
otak)
menunjukkan
bahwa
Page 12
yang
ada
di
penghambatan
bagian
ini
dengan
membentuk
neuron
hubungan
simpatik
pada
sinaptik
hipotalamus
pembuluh
darah
kecil
pada
kulit,
yang
kelenjar
perangsangan
juga
secara
disebabkan
langsung
oleh
oleh
meningkatnya
saraf
parasimpatik
posterior
memberikan
sedikit
respon
terhadap
temperatur-dingin
meningkatkan
laju
perangsangannya.
bekerja
beberapa
mekanisme
penting
untuk
Page 13
thiroksin.
Hormon
tersebut
juga
terlibat
dalam
panas
di
hipotalamus
anterior
(sistem
saraf)
tersebut
menyebabkan
simpatikoadrenomedularis
dan
pengaktifan
meningkatkan
sekresi
sistem
hormon
Page 14
5. Kandungan Pigmen
yang
ada, mioglobin
adalah
hemoprotein
yang
Page 15
D. MODEL PENGELOLAAN
Teknologi
sangat
berperan
penting
dalam
pemanfaatan
E.
KESIMPULAN
Setiap organisme hidup, berusaha mempertahankan temperatur
tubuhnya agar berada dalam kisaran yang mampu ditolerir oleh tubuhnya.
Secara umum, upaya thermoregulasi itu meliputi penyesuaian perilaku,
seperti misalnya mencari bagian lingkungan yang temperaturnya sesuai
dengan yang diinginkan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Respon
fisiologi biota laut terhadap lingkungan atau habitatnya sangat penting
diketahui untuk memudahkan dalam model pengelolaannya.
Page 16
BAHAN BACAAN
Aryono, A.M. 2008. Ekspor Tuna Indonesia. http://www.solopos.com
/berita.php?ct=24369&d1=ekonomi%20bisnis. Diakses, 23 Maret 2009
Cayr, P., and F. Marsac. 1993. Modeling the yellowfin tuna (Thunnus
albacares) vertical distribution using sonic tagging results and local
environmental parameters. Aquat. Living Resour. 6:114
Collette, B.B. and C.E. Nauen, 1983. FAO species catalogue. Vol. 2.
Scombrids of the world. An annotated and illustrated catalogue of
tunas, mackerels, bonitos and related species known to date. FAO
Fish. Synop.,(125)2:137 p.
Diasz, P. and M. Uribe. 2006. Spatial differentiation in the eastern Pacific
yellowfin tuna revealed by microsatellite variation. Instituto de
Ciencias del Mar y Limnologa, Universidad Nacional Autnoma de
Mxico, Circuito Exterior de Ciudad Universitaria, Mxico D.F.
04510. FISHERIES SCIENCE 2006; 72: 590596.
FAO, 1997. Review of The State of World Fishery Resources: Marine
Fisheries. Marine Resources Service, Fishery Resources Division,
Fisheries Department, FAO, Rome, Italy.
Kitagawa T, Nakata H, Kimura S, Itoh T, Tsuji S, Nitta A. 2000. Effect of
ambient temperature on the vertical distribution and movement of
Pacific bluefin tuna (Thynnus thynnus orientalis). Mar. Ecol. Prog.
Series 2000; 206: 251260.
Kitagawa, T., A. Sartimbul, H. Nakata., S. Kimura and A. Akira. 2006.
The effect of water temperature on habitat use of young Pacific
bluefin tuna Thunnus orientalis in the East China Sea. Ocean
Research Institute, University of Tokyo, Nakano, Tokyo. Journal
FISHERIES SCIENCE 2006; 72 : 11661176
Kitagawa T, Nakata H, Kimura S, Yamada H. 2006. Thermal adaptation of
Pacific bluefin tuna Thunnus orientalis to temperate waters. Fish.
Sci. 2006; 72: 149156.
Matsumura Y. 1989. Factor affecting catch of young tuna Thunnus
orientalis in waters around the Tsushima islands. Nippon Suisan
Gakkaishi 1989; 55: 17031706.
Mengapa
Daging
Ikan
http://seputarberita.blogspot.com
Berwarna
Merah?
/2008/07/ mengapa-daging-
Page 17
ikan-berwarna-merah-atau.html.
Dikases,
20
April
2009
Meza, E.B and S.O. Gracia. 2003. Spatial and Temporal Variation of
Yellowfin Tuna Set Associated with Spotted Dolphin and their
Relationship with Sea Suaface Temperature. Proceedings of the
54th Annual Tuna Conference Lake Arrowhead, California, May 1316 2003.
New South Wales, 2007. Yellowfin Tuna (Thunnus albacares). Status of
Fisheries Resources. Wild Fieheries Research Program.
perubahan
Suhu
tingkah-laku-ikan-terhadap-
Trump, C.L., and W.C Leggett,. 1980. Optimum swimming speeds in fish:
the problem of currents. Can. J. Fish. Aquat. Sci. 37: 10861092. In
Nttestad, L., J.Chr. Holst. J. Giske and G. Huse . 1999. A lengthbased hypothesis for feeding migrations in pelagic fish Institute of
Marine Research, Department of Fisheries and Marine Biology,
University of Bergen, Norway.
Page 18
Wild, A., 1989. A Review Of The Biology And Fisheries For Yellowfin
Tuna, Thunnus Albacares, In The Eastern Pacific Ocean. InterAmerican Tropical Tuna Commission La Jolla, California.
Yan, X. H., C. R. Ho, Q. Zheng, and V. Klemas. 1992. Temperature and
size variabilities of the western Pacific warm pool. Science,
258:1643-1645.
Yesaki, M. 1983. Observations on the biology of yellowfin (Thunnus
albacares) and skipjack (Katsuwonus pelamis) tunas in Philippine
waters. FAO./UN D P. Indo-Pac. Tuna Dev. Mgt.Programme,
IPTP/83/WP/7: 66 p.
Page 19