Anda di halaman 1dari 6

Dasar teori pemeriksaan urin

Urin merupakan hasil metabolism tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal. Komposisi zat dalam
urin bervariasi tergantung jenis makanan serta air yang diminumnya. Urine normal berwarna
jernih transparan, sedangkan warna urine kunging muda berasal dari zat warna empedu (bilirubin
dan biliverdin). Urin normal pada manusia terdiri dari air, urea, asam urat, amoniak, kreatinin,
asam laktat, asam fosfat, asam sulfat, asam klorida, garam-garam terutama garam dapur dan zatzat yang berlebihan di dalam darah isalnya vitamin C dan obat-obatan. (Kus Irianto, Kusno
Waluyo, 2004)
Secara umum, dapat dikatakan bahwa Pemeriksaan urin merupakan salah satu test yang
dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan fungsi ginjal (fungsi gmerulus dan fungsi tubulus)
srta untuk mengetahui kelainan-kelainan di berbagai organ tubuh seperti hati, salura empedu,
pancreas dan lain-lain. Selama ini dikenal pemeriksaan urin rutin dan lengkap. Yang dimaksud
denga pemeriksaan urin rutin adalah pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimia urin
yang melipuuti pemeriksaan protein dan glukosa. Sedangkan yang dimaksud pemeriksaan rutin
lengkap adalah pemeriksaan urin rutin yang dilengkapi dengan pemeriksaan senyawa ketonn,
blirubi, urobilinogen, nitrit, dan darah samar. Pemeriksaan makroskopik meliputi pemerksaan
volume, warna, kejernihan, berat jenis, baud an pH urin pemeriksaan mikroskopik yaitu
pemeriksaan sedimen urin. Sedangkaan pemeriksaan kimia urin meliputi pemeriksaan pH,
protein, glukosa, keton, bilirubin, darah, kreatinin, urobilinogen dan nitrit. Pengambilan sampel
urin dilakukan dengan jalan mengumpulkan urin yang diekskresikan selama 24 jam. Hal ini
sangat penting dilakukan untuk mengetahui periode aktifitas metabolisme tubuh beradasarkan
urin yang diekskresikan.
a. Penentuan berat jenis urin
Penentuan berat jenis urine merupakan barometer untuk mengukur jumlah solid yang
terlarut dalam urine dan digunakan untuk menetahui adanya daya konsentrasi dan daya
ilusi ginjal (Pusdiknakes, 1989).
Berat jenis urine tergantung dari jumlah zat yang terlarut dalam urine atau terbawa dalam
urine. Berat jenis pplasma tanpa protein adalah 1010. Bila ginjal mengenverkan urine
(misalnya sesudah minum air) maka berat jenisnya kurang dari 1010. Bila ginjal

memekatkan urine (sebagaimana fungsinya) maka berat jenis urine naik di atas 1010.
(Evelin C. pearce, 2006)
Pemeriksaan berat jenis urine bertalian dengan faal pemekatan ginjal, dapat dilakukan
dengan berbagai caa yaitu dengan memakai falling drop, gravimetric, piknometer,
urinometer, refraktometer dan ragens pita. Berat jenis urin berhubungan erat dengan
diuresi, semakin besar diuresa makin rendah berat jenisnya dan sebalikya. Makin pekat
urin makin tinggi berat jenisnya. Urine yang mempunyai berat jenis lebih dari normal,
dapat disebabkan karena demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urine yang kurang
dari normal dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis dan
kegagalan ginjal yang menahun. (R. wirawan, dkk). Berikut beberapa metode
pemeriksaan berat jenis urine, yaitu:
1. Metode refraktometer
Cara menentukan berat jenis urine dengan menggunakan refraktometer makin banyak
diapakai karena cara ini hanya memerlukan bebrapa tets urine saja. Indeks reraksi
suatu cairan bertambah secara linier dengan banyaknya zat yang terlarut, jadi indeks
refraksi urine mempunyai hubungan erat degan berat jenis urine. Refraktometer yang
khusus dibuat untuk pemakaian dalam laboratorium mempunyai skala berat jenis
disamping skala indeks rfraksi, sehingga hasil penetapan dapat langsung dibaca. Berat
jenis yang dibaca pada refraktometer dipengaruhi oleh glukosa dan protein dalam
urine. Refraktometer tidak memerlukan koreksi untuk suhu. (R. Gandasoebrata, 2006)
2. Metode Urinometer
Di dalam laboratorium klini, berat jenis urine ditetukan dengan suatu alat yang
disebut urinometer. Penetapan berat jenis urine biasanya cukup teliti dengan
urinometer. Prinsip penetapan berat jenis urine ini adalah berat jenis diukur dengan
alat urinometer yang mempunyai skala 1000-1060, dimana tempertaur urine harus
diperhatikan koreksinya terhadap hasl yang diperoleh.
b. Uji benedict (semikuantitatif)
Uji benedict merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan gula pereduksi
dalam urin. Adanya glukosa dalam urin (glikosuria) menandakan beban filtrate glukosa
telah melampaui kemampuan tubuus ginjal untuk mengabasorbsi seluruh ekses glukosa.
Hal ini biasanya mencerminkan hiperglikemia dan karena itu perlu pertimbangan uji lain

untuk menilai diabetes mellitus. Prinsip uji benedict yaitu adanya glukosa yang dengan
pemanasan dengan larutan tembaga alkalis, akan terkonversi menjadi senyawa enediols.
Enediols akan mereduksi ion tembaga (Cu 2+) yang ada dalam reagen menjadi ion
cuprooksida (Cu+) membentuk endapan berwarna merah bata. Warna endapan yang
diperoleh memberikan gambaran tentang jumlah gula yang ada dalam urin, sehingga tes
ini disebut semi kuanitatif.
Berikut acuan kadar gula dalam urin:

c. Uji obermeyer
Uji ini dilakukan untuk mengetahui adanya indikan dalam urin. Indikan adalah produk
yang dihasilkan dari pembusukan dengan dekonjugasi bakteri triptofan menjadi indol
dalam usus halus. Tingkat indikan secara langsung berhubungan dengan aktivitas bakteri
dalam usus. Biasanya, hanya sejumlah keccil indikan yang ditemukan dalam urin. Jumlah
indikan meningkat dengan diet protein tinggi atau terganggunya penceraan protein. Jika
rotein tidak dicerna secara memadai, bakteri bertindak atas protein yang menyebabkan
pembusukan di usus dan menghasilkan indol, yang kemudian diserap dan diubah dalam
hati menjadi indikan. Peningkatan kadar indicant menunjukan pertumbuhan yang tinggi
dari bakteri anaerob atau terjadinya toksemia usu, pembusukan makanan di lambung,
gangguan lambung (sembelit, malabsorbsi), gangguan usus dan insufisiensi pancreas. Uji
obermeyer merupakan test yang akurat, sederhana, cepat murah yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi pembusukan protein dalam saluran cerna. Deteksi indikan dalam
urin tergantung pada dekomposisi dan oksidasi selanjutnya indoksil membentuk indikan
biru dan penyerapan ke dalam lapisan kloroform. Warna yang dihaasilkan secara visual
dibandingkan dengan bagan warna berikut:

d. Uji Rothera (Zat Keton)


Keton meruapakan molekul yang larut dalam air, diroduksi oleh sel hati dari asam lemak
ketika asupan makanan rendah (puasa) atau pembatasan karbohidrat yang digunakan oleh
sel tubuh sebagai energy. Ketika peningkatan jalur metabolise ini mencapai titik tertentu,
pemanfaatan asam lemak menjadi produk antara terjadi di darah dan urin. Produk ini
adalah aseton, asetoasetat dan -hidroksibutirat. Kehadiran keton dalam urin (ketonuria)
biasanay mengindikasikan terjadinya diabetes mellitus yang tidak terkontrol, kelaparan
atau diet karbohidrat yang sangt rendah. Dalam skala laboratorium, untuk mendeteksi
adanya keton dalam urin digunakan uji rothera. Prinsip dari uji rothera yaitu asam
asetoasetat (zat keton) akan membentuk kompleks dengan nitroprusida dalam larutan
tembaga alkali menghasilkan warna ungu.
e. Pemeriksaan kadar kreatinin urin (Folin)
Kreatinin dalam urin terbentuk dari fosfokreatinin. Kecepatan ekskresi kreatinin relative
konstan dari hari ke hari. Oleh karena itu ekskresi kreatinin dari setiap individu manusia
hanpir selalu konstan seperti halnya kadar kalium di dalam tubuh manusia. Dengan
demikian cara terbaik untuk mengetahui volume urin yang diekskresikan selama 24 jam
adalah melalui penetapan kadar kreatinin dengan berdasarkan fraksinya yang relatif
konstan terhadap laju kreatinin setiap hari. Pengukuran kreatinin sebagai petunjuk laju
ekskresi urin seperti yang telah dilakukan oleh Folin adalah pengukuran warna merah
kreatinin pikrat dalam larutan alkali. Tubuh manusia mengandung kira-kira 120 gr kreatin
fosfat yang hamper seluruhnya berada dalam otot sebagai mata rantai perpindahan energi
kimia menjadi energy kinetic dari otot besar. Laju ekskresi kreatinin tidak tergantung
pada jumlah aktivitas fisik atau latihan yang keras. Jumlah kreatinin tidak berbeda
banyak pada seseorang yang sedang diet walaupun kreatinin banyak diekskresikan

melalui urine. Kreatinin yang ada di dalam urine sebagian besar berasal dari filtrasi
glomular dan tidak berpengaruh terhadap kreatinin dalam plasma darah yang jumlahnya
lebih besar. Laju ekskresi urin kreatinin dalam urin berbeda pada setiap individu.
Kreatinin lebih banyak diekskresikan oleh laki-Iaki dari wanita. Dasar perbedaan ini
dapat dilihat pada pertumbuhan otot antara laki-Iaki dan wanita. Bayi mempunyai laju
ekskresi urin rendah dan akan terus bertambah pada masa kanak-kanak dan remaja.
f. Uji Heller (Protein)
Uji heller dilakukan untuk mendeteksi adanya protein dalam urin (proteinuria).
Proteinuria dapat menandakan ekskresi ginjal yang abnormal (baik akibat glomerulus
yang bocor secara abnormal ataupun ketidakmampuan tubulus untuk mereabsorbsi
protein secara normal); proteinuria bias juga hanya mencerminkan adanya sel atau darah
di dalam urine. Prinsip dari uji ini yaitu adanya protein dalam urin akan mengalami
denaturasi dengan penambahan asam nitrat pekat, dalam bentuk cincin putih pada
perbatasan kedua cairan.

Daftar pustaka
digilib.batan.go.id/e-prosiding/.../Kesehatan/.../Elistina%20110.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=1912
www.pua.edu.eg/.../Week%209%20Practical%20..

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=obermeyer's%20test%20principle&source=web&cd=2&cad=
rja&uact=8&ved=0CCIQFjAB&url=http://www.bioassaysys.com/file_dir/I1000D.pdf&ei=BvtJVOy2Odf48
AX854KAAw&usg=AFQjCNHlXNLWb_UKUiqDDewsqnm0WcHluQ&sig2=KUXvgFYjXNC1QggKA7Rg9Q&bv
m=bv.77880786,d.dGc (diakses pada Jumat, 24 Oktober 2014, pukul 14.18 WIB)
http://www.drkaslow.com/html/urine_indican.html (diakses pada Jumat, 24 Oktober 2014, pukul 14.24
WIB)
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=heller's%20ring%20test%20urine&source=web&cd=7&cad=
rja&uact=8&ved=0CEYQFjAG&url=http://mstudygroup.com/home/wp-content/uploads/2014/07/18.Heller%25E2%2580%2599s-ring-test (Diakses pada Jumat, 24 Oktober 2014, pukul 14.46 WIB)

Anda mungkin juga menyukai