Anda di halaman 1dari 11

KEPERAWATAN PROFESIONAL

SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEPERAWATAN


DI INDONESIA

DISUSUN OLEH:
Nama: Eny Nopi Lestari
NIM: PO. 62.20.1.12.061
Kelas: Reguler VX B
Dosen: Ns. Maria Maghdalena Purba, S.Kep, MMedEd

POLTEKKES KEMENKES PALANGKARAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
T.A 2012/2013

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan professional yang merupakan
bagian integral dari layanan kesehatan yang berdasarkan pada ilmu dan etika keperawatan.
Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan menentukan
mutu dari pelayanan kesehatan. Tenaga keperawatan secara keseluruhan jumlahnya
mendominasi tenaga kesehatan yang ada, dimana keperawatan memberikan konstribusi yang
unik terhadap bentuk pelayanan kesehatan sebagai satu kesatuan yang relatif, berkelanjutan,
koordinatif dan advokatif. Keperawatan sebagai suatu profesi menekankan kepada bentuk
pelayanan professional yang sesuai dengan standart dengan memperhatikan kaidah etik dan
moral sehingga pelayanan yang diberikan dapat diterima oleh masyarakat dengan baik lanjut.
Pada masa lalu, pasang surut keperawatan selalu berkaitan dengan peperangan, serta
kemakmuran. Perkembangam keperawatan di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi sosial
ekonomi yaitu pada saat penjajahan kolonial Belanda, Inggris dan Jepang. Pada umumnya
pelayanan orang-orang sakit tersebut dipandang sebagai suatu tindakan amal.

2. Tujuan Penulisan
2.1 Pembaca dapat mengetahui sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia.
2.2 Pembaca dapat mengetahui sejarah keperawatan di Indonesia.
3.

Metode Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab utama. Bab I berisi tentang latar
belakang dari penulisan makalah ini, tujuan di adakannya penulisan, dan metode penulisan
makalah ini. Bab II merupakan bagian yang berisi materi/pokok bahasan makalah ini,yakni
Sejarah Perkembangan Pendidikan Di Indonesia. Bab III merupakan bagian terakhir yang
berisi kesimpulan dan saran.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Sejarah Keperawatan di Indonesia


1.1 Masa Sebelum Kemerdekaan
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, perawat berasal dari penduduk pribumi
yang disebut Verpleger dengan dibantu Zieken Oppaser sebagai penjaga orang sakit.
Mereka bekerja pada rumah sakit Binnen Hospital di Jakarta yang didirikan pada tahun
1799 untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda. Usaha pemerintah Belanda
pada masa itu antara lain membentuk Dinas Kesehatan Tentara dan Dinas Kesehatan
Rakyat. Pendirian rumah sakit ini termasuk usaha Deandels mendirikan rumah sakit di
Semarang dan Surabaya. Karena tujuannya hanya untuk kepentingan tentara belanda,
maka tidak diikuti perkembangan keperawatan. Sebaliknya, Gubernur Jenderal Inggris,
Raffless, sangat memperhatikan kesehatan rakyat. Semboyannya adalah kesehatan adalah
milik manusia, ia melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan
penduduk pribumi antara lain mengadakan pencacaran umum, membenahi cara
perawatan pasien gangguan jiwa serta memperhatikan kesehatan dan perawatan para
tahanan.
Setelah pemerintah kolonial kembali ke tangan Belanda, usaha-usaha peningkatan
kesehatan penduduk mengalami kemajuan. Pada tahun 1819 di Jakarta didirikan beberapa
rumah sakit, salah satu diantaranya adalah Rumah Sakit Stadverband berlokasi di Glodok
Salemba yang sekarang bernama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Saat ini
RSCM menjadi rumah sakit pusat rujukan nasional dan pendidikan nasional. Pada kurun
waktu 1816-1942 berdiri bebrapa rumah sakit swasta milik Misionaris Katolik dan
Zending Protestan antara lain Rumah sakit PGI Cikini, Rumah Sakit St. Carolus Salemba,
Rumah Sakit St. Boromeus Bandung dan Rumah Sakit Elisabeth Semarang. Bersamaan
dengan berdirinya rumah sakit diatas, didirikan sekolah perawat. RS PGI Cikini tahun
1906

menyelenggarakan

pendidikan

juru

rawat,

RSCM

tahun

1912

ikut

menyelenggarakan pendidikan juru rawat. Itulah sekolah perawat pertama yang berdiri di
Indonesia meskipun baru pendidikan okupasional. Kekalahan tentara sekutu dan

kedatangan tentara Jepang tahun 1942-1945 menyebabkan perkembangan keperawatan


mengalami kemunduran karena pekerja perawat pada masa Belanda dan Inggris sudah
dikerjakan oleh perawat yang telah dididik, maka pada masa Jepang tugas perawat
dilakukan oleh mereka yang tidak dididik untuk menjadi perawat.

1.2 Masa Setelah Kemerdekaan


1.2.1 Periode tahun 1945-1962
Tahun 1945-1950 merupakan periode awal kemerdekaan dan merupakan masa
transisi Pemerintah Republik Indonesia sehingga dapat dimaklumi jika masa ini
boleh dikatakan tidak ada perkembangan. Demikian pula tenaga perawat yang
digunakan diunit-unit pelayanan keperawatan adalah tenaga yang ada, pendidikan
tenaga keperawatan masih meneruskan sistem pendidikan yang telah ada (lulusan
pendidikan Perawat Pemerintah Belanda).
Pendidikan keperawatan dari awal kemerdekaan sampai tahun 1953 masih berpola
pada pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Sebagai
contoh, sampai dengan tahun 1950 pendidikan tenaga keperawatan yang ada adalah
pendidikan tenaga keperawatan dengan dasar pendidikan umum Mulo +3 tahun
untuk mendapatkan ijazah A (perawat umum) dan ijazah B untuk perawat jiwa. Ada
juga pendidikan perawat dengan dasar sekolah rakyat +4 tahun pendidikan yang
lulusannya disebut mantri juru rawat. Baru pada tahun 1953 dibuka sekolah pengatur
rawat dengan tujuan untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang lebih berkualitas.
Namun, pendidikan dasar umum tetap SMP yang setara dengan Mulo dengan lama
pendidikan tiga tahun. Pendidikan ini dibuka di tiga tempat (yaitu di Jakarta, di
Bandung dan di Surabaya), kecuali pendidikan perawat di Bandung, keduanya berada
dalam institusi rumah sakit.
Tahun 1955 di buka Sekolah Djuru Kesehatan (SDK) dengan pendidikan dasar
umum sekolah rakyat ditambah pendidikan satu tahun dan Sekolah Pengamat
Kesehatan yaitu sebagai pengembangan SDK ditambah pendidikan satu tahun.
Ditinjau dari aspek pengembangannya sampai dengan tahun 1955 ini tampak
pengembangan keperawatan tidak berpola, baik tatanan pendidikannya maupun pola
ketenagaan yang diharapkan.

Tahun 1962 dibuka Akademi Perawatan, yaitu pendidikan tenaga keperawatan


dengan dasar pendidikan umum SMA di Jakarta, di RSUP Cipto Mangunkusumo
yang sekarang kita kenal sebagai Poltekkes Jurusan Keperawatan Jakarta yang
berada di Jalan Kimia No. 17 Jakarta Pusat. Sekalipun sudah ada keinginan bahwa
pendidikan tenaga perawat berada pada pendidikan tinggi, namun konsep-konsep
pendidikan tinggi belum tampak. Hal ini dapat ditinjau dari kelembagaannya yang
berada dalam organisasi rumah sakit, kegiatan institusi yang belum mencerminkan
konsep pendidikan tinggi yaitu kemandirian dan pelaksanaan fungsi perguruan tinggi
yang disebut Tri Dharma Perguruan Tinggi, di samping itu Akademi Keperawatan
tidak berada dalam sistem pendidikan tinggi nasional namun, berada dalam struktur
organisasi institusi pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit. Demikian juga penerapan
kurikulumnya yang masih berorientasi pada keterampilan tindakan dan belum
dikenalkannya konsep-konsep keperawatan.

1.2.2 Periode tahun 1963-1982


Pada masa tahun 1963 hingga 1982 tidak terlalu banyak perkembangan di bidang
keperawatan, sekalipun sudah banyak perubahan dalam pelayanan, tempat tenaga
lulusan Akademi Keperawatan banyak diminati oleh rumah sakit-rumah sakit,
khususnya rumah sakit besar.

1.2.3 Periode tahun 1983-sekarang


Sejak adanya kesepakatan pada lokakarya nasional (Januari 1983) tentang
pengakuan dan diterimanya keperawatan sebagai suatu profesi, dan pendidikannya
berada pada pendidikan tinggi, terjadi perubahan mendasar dalam pandangan tentang
pendidikan keperawatan. Pendidikan keperawatan bukan lagi menekankan pada
penguasaan keterampilan, tetapi lebih pada penumbuhan, pembinaan sikap dan
keterampilan profesional keperawatan, disertai dengan landasan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu keperawatan.
Tahun 1983 merupakan tahun kebangkitan profesi keperawatan di Indonesia,
sebagai perwujudan lokakarya tersebut di atas pada tahun 1984 diberlakukan
kurikulum

nasional

untuk

Diploma

III

Keperawatan.

Dari

sinilah

awal

pengembangan profesi keperawatan Indonesia, yang sampai saat ini masih perlu
perjuangan, karena keperawatan di Indonesia sudah diakui sebagai suatu profesi
maka pelayanan atau asuhan keperawatan yang diberikan harus didasarkan pada ilmu
dan kiat keperawatan. Hal ini sejalan dengan tuntutan UU No. 23 Tahun 1992
tentang

Kesehatan,

terutama

pada

pasal

32

yang

berbunyi:

Ayat 3: Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu


kedokteran atau ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ayat 4: Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran
atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
Tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia dan kurikulum pendidikan tenaga keperawatan jenjang S1 juga
disahkan.
Tahun 1992 merupakan tahun penting bagi profesi keperawatan karena pada tahun
ini secara hukum keberadaan tenaga keperawatan sebagai profesi diakui dalam
undang-undang yaitu yang dikenal dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan sebagai penjabarannya.
Tahun 1995 dibuka lagi Program Studi Keperawatan di Indonesia, yaitu di
Universitas Padjajaran Bandung dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
berubah menjadi Fakultas Keperawatan.
Tahun 1998 dibuka kembali program Keperawatan yang ketiga yaitu Program
Studi Ilmu Keperawatan di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kurikulum Ners.
disahkan, digunakannya kurikulum ini merupakan hasil pembaharuan kurikulum S1
Keperawatan tahun 1985.
Tahun 1999 Program S1 kembali dibuka, yaitu Program Studi Ilmu Keperawatan
(PSIK) di Universitas Airlangga Surabaya, PSIK di Universitas Brawijaya Malang,
PSIK di Universitas Hasanuddin Ujung Pandang, PSIK di Universitas Sumatera
Utara, PSIK di Universitas Diponegoro Jawa Tengah, PSIK di Universitas Andalas,
dan dengan SK Mendikbud No. 129/D/0/1999 dibuka juga Sekolah Tinggi Ilmu
Keperawatan (STIK) di St. Carolus Jakarta. Pada tahun ini juga (1999) kurikulum

DIII Keperwatan selesai diperbaharui dan mulai didesiminasikan serta diberlakukan


secara nasional.
Tahun 2000 diterbitkan SK Menkes No. 647 tentang Registrasi dan Praktik
Perawat sebagai regulasi praktik keperawatan sekaligus kekuatan hukum bagi tenaga
perawat

dalam

menjalankan

praktik

keperawatan

secara

professional.

2. Perkembangan Pendidikan Keperawatan di Indonesia


Keperawatan adalah sebuah profesi, di mana di dalamnya terdapat sebuah body of
knowledge yang jelas. Profesi Keperawatan memiliki dasar pendidikan yang kuat, sehingga
dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal ini menyebabkan Profesi Keperawatan selalu
dituntut untuk mengembangkan dirinya untuk berpartisipasi aktif dalam Sistem Pelayanan
Kesehatan di Indonesia dalam upaya meningkatakan profesionalisme Keperawatan agar dapat
memajukan pelayanan masyarakat akan kesehatan di negeri ini.
Berdasarkan pemahaman tersebut dan untuk mencapainya, dibentuklah suatu Sistem
Pendidikan Tinggi Keperawatan, yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatakan
pelayanan kesehatan yang berkualitas. Dalam melaksanakan hal ini tentunya dibutuhkan
sumber daya pelaksana kesehatan termasuk di dalamnya terdapat tenaga keperawatan yang
baik, baik dalam kuantitas maupun dalam kualitas.
Saat ini, kebanyakan pendidikan Keperawatan di Indonesia masih merupakan pendidikan
yang bersifat vocational, yang merupakan pendidikan keterampilan, sedangkan idealnya
pendidikan Keperawatan harus bersifat profesionalisme, yang menyeimbangkan antara teori
dan praktik. Oleh karena itu diperlukan adanya penerapan Sistem Pendidikan Tinggi
Keperawatan, yaitu dengan didirikannya lembaga-lembaga Pendikan Tinggi Keperawatan.
Hal ini telah dilakukan oleh Indonesia dengan membentuk sebuah lembaga Pendidikan Tinggi
Keperawatan yang dimulai sejak tahun 1985, yang kemudian berjalan berdampingan dengan
pendidikan-pendidikan vocational.
Selanjutnya,

dalam

perjalanan

perkembangan

keprofesionalismeannya,

ternyata

keprofesionalismean Keperawatan sulit tercapai bila pendidikan vocational lebih banyak dari
pada pendidikan yang bersifat profesionalisme, dalam hal ini pendidikan tinggi Keperawatan.

Oleh karena itu, diperlukan adanya standarisasi kebijakan tentang pendidikan Keperawatan
yang minimal berbasis S1 Keperawatan.
Terkait hal tersebut, Direktorat Pendidikan Tinggi mengeluarkan SK No 427/ dikti/ kep/
1999, tentang landasan dibentuknya pendidikan Keperawatan di Indonesia berbasis S1
Keperawatan. SK ini didasarkan karena Keperawatan yang memiliki body of knowladge
yang jelas, dapat dikembangkan setinggi-tingginya karena memilki dasar pendidikan yang
kuat2. Selain itu, jika ditelaah lagi, penerbitan SK itu sendiri tentu ada pihak-pihak yang
terkait yang merekomendasikannya, dalam hal ini yakni Departemen Kesehatan (DepKes) dan
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Jika dilihat dari hal ini, maka dapat
disimpulkan adanya kolaborasi yang baik antara Depkes dan PPNI dalam rangka memajukan
dunia Keperawatan di Indonesia.
Namun dalam kenyataannya tidaklah demikian. Banyak sekali kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh Depkes yang sangat merugikan dunia keperawatan, termasuk kebijakan
mengenai dibentuknya pendidikan Keperawatan DIV (Diploma IV) di Politeknik-politeknik
Kesehatan (Poltekes), yang disetarakan dengan S1 Keperawatan, dan bisa langsung
melanjutkan ke pendidikan strata dua (S2). Padahal beberapa tahun lalu telah ada beberapa
Program Studi Ilmu Keperawatan di negeri ini seperti PSIK Univesitas Sumatera Utara dan
PSIK Universitas Diponegoro yang telah membubarkan dan menutup pendidikan DIV
Keperawatan karena sangat jelas menghambat perkembangan profesi keperawatan. Selain itu
masih beraktivitasnya poltekes-poltekes yang ada di Indonesia sekarang ini sebetulnya
melanggar hukum Sistem Pendidikan Nasional yang ada tentang pendirian Poltekes, yakni
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Kedinasan, di mana pendirian
Poltekes yang langsung berada dalam wewenang Depkes bertujuan dalam rangka mendidik
pegawai negeri atau calon pegawai negeri di bidang kesehatan, sehingga setelah lulus,
lulusan-lulusan Poltekes tersebut akan langsung diangkat menjadi pegawai negeri. Sedangkan
saat ini, Poltekes bukan lagi merupakan Lembaga Pendidikan Kedinasan, sehingga para
lulusannya tidak lagi mendapat ikatan dinas menjadi pegawai negeri. Oleh karena itu,
seharusnya Poltekes-Poltekes yang sekarang ada ini tidak dapat lagi melakukan aktivitasnya
memberikan pendidikan keperawatan.
Selain itu akhir-akhir ini Depkes telah membuat kebijakan yang mengghentikan utilisasi S1
Keperawatan, dan walaupun masih ada, mereka dijadikan perawat-perawat S1 yang siap

dikirim ke luar negeri. Hal ini bertujuan untuk menggoalkan DIV Keperawatan.
Hal ini tentu saja sudah sangat keterlaluan. Profesi Keperawatan secara sedikit demi sedikit
melalui cara-cara yang sistematis dibawa pada jurang kehancuran. Namun, Jika memang
perawat professional di zaman ini mau berusaha utuk memperbaiki nasibnya di masa depan ,
mungkin tidak akan ada kesulitan bagi generasi selanjutnya untuk mengecap pendidikan
keperawatan samapai strata 1 (S1).

3. Pendirian Fakultas Ilmu Keperawatan


Pendirian Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) pada tahun 1985 merupakan
momentum kebangkitan profesi keperawatan di Indonesia. Sebagai embrio dari Fakultas Ilmu
Keperawatan, institusi ini dipelopori oleh tokoh-tokoh keperawatan di Indonesia antar lain,
Achir Yani S, Hamid, DN. Sc.,mendiang Dra. Christin S Ibrahim, MN, Phd., Tien Gartinah,
MN, dan Dewi Irawaty, MA., dibantu beberapa pakar dari Konsorsium Ilmu Kesehatan dan
sembilan pakar Keperawatan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Tujuan pendiriannya
adalah menghasilkan sarjana keperawatan sebagai perawat profesional. Agar perawat dapat
bermitra dengan dokter dan perawat dapat bekerja secara ilmiah, tidak hanya berdasarkan
intruksi dokter, tegas Prof. Dr. Asri Rasyad, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesi,
tempat diselenggarakannya PSIK pertama di Indonesia, ketika melantik lulusan PSIK
angkatan pertama, 1988. Secara konseptual pendirian Program Studi Ilmu keperawatan
bertujuan menghasilkan sarjana keperawatan sebagai perawat profesional memantapkan peran
dan fungsi perawat sebagai pendidik, pelaksana, pengelola, peneliti di bidang keperawatan
profesional yang dapat mengimbangi kemajuan dan ilmu pengetahuan terutama iptek di
bidang kedokteran.
Pendidikan program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) tidak dapat dipisahkan dari peran
Konsorsium Ilmu Kesehatan (CHS) di samping tokoh-tokoh keperawatan diatas. Dalam hal
ini peran Prof. Dr. Marifin Husein selaku Ketua Konsorsium Ilmu Kesehatan. Meskipun
beliau berprofesi sebagai dokter, beliau sangat gigih membantu pendirian PSIK sebagai cikal
bakal Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK-UI) yang merupakna institusi pendidikan tinggi
keperawatan profesional pertama di Indonesia, setingkat sajana.
Saat ini melalui surat keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 1995, PSIKFKUI telah berubah status sebagai fakultas mandiri menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia (FIK-UI). Melengkapi Fakultas Ilmu Keperawatan-UI, pada Universitas


Pajajaran Bandung di tahun 1994 didirikan pula Program Studi Ilmu Keperawatan dan telah
berubah status menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK-UNPAD).

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Keperawatan merupakan sebuah ilmu dan profesi yang memberikan pelayanan kesehatan
guna untuk meningkatkan kesehatan bagi masyarakat. Keperawatan ternyata sudah ada sejak
manusia itu ada dan hingga saat ini Profesi keperawatan berkembang dengan pesat. Sejarah
perkembangan keperawatan di Indonesia tidak hanya berlangsung di tatanan praktik, dalam
hal ini layanan keperawatan, tetapi juga di dunia pendidikan keperawatan. Tidak asing lagi,
pendidikan keperawatan memberi pengaruh yang besar terhadap kualitas layanan
keperawatan. Karenanya, perawat harus terus meningkatkan kompetensi dirinya, salah
satunya melalui pendidikan keperawatan yang berkelanjutan.

2. Saran
Dari kesimpulan yang ada maka kita sebagai perawat atau calon perawat harus terus
meningkatkan kompetensi dirinya, salah satunya melalui pendidikan keperawatan yang
berkelanjutan, sehingga kita tidak mengalami ketertinggalan dari keperawatan internasional.

10

DAFTAR PUSTAKA
Gaffar, La Ode Jumadi. Pengantar Keperawatan Profesional. 1999. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
http://zohrahs.blogspot.com/2012/08/sejarah-perkembangan-keperawatan-di.html.
tanggal 28 Oktober 2013.

11

Diunduh

Anda mungkin juga menyukai