Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

MEMBUAT KERAJINAN DOMPET HP DAN


GANTUNGAN KUNCI DARI KAIN FLANEL
UNTUK PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL DAN HARGA DIRI RENDAH
DI DESA WONOREJO KECAMATAN BANTUR
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Jiwa

Oleh:
Anisful Lailil Munawaroh
105070201131005

JURUSAN KEPERAWATAN-K3LN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

HALAMAN PENGESAHAN

PROPOSAL KEGIATAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)


MEMBUAT KERAJINAN DOMPET HP DAN
GANTUNGAN KUNCI DARI KAIN FLANEL
UNTUK PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL DAN HARGA DIRI RENDAH
DI DESA WONOREJO KECAMATAN BANTUR

Diajukan untuk Memenuhi kompetensi Praktek Profesi Departemen CMHN

Oleh:
Anisful Lailil Munawaroh
105070201131005

Telah diperiksa kelengkapannya pada:


Hari

Tanggal

Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Perseptor Klinik

Perseptor Akademik

Ns. Soebagijono, S.Kep, M.M. Kes.


NIP. 19681009 1999003 1003

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dan

lingkungan dari luar dirinya baik itu lingkungan keluarga, kelompok dan komunitas.
Dalam berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan strategi
koping yang efektif agar dapat beradaptasi. Hubungan interpersonal yang
dikembangkan dapat menghasilkan perubahan diri individu diantaranya perubahan
nilai

budaya,

perubahan

sistem kemasyarakatan,

pekerjaan,

serta akibat

ketegangan antar idealisme dan realita yang dapat menyebabkan terganggunya


keseimbangan mental emosional. Tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dari
perubahan tersebut, akibatnya akan menimbulkan ketegangan atau stres yang
berkepanjangan sehingga dapat menjadi faktor pencetus dan penyebab serta juga
mengakibatkan suatu penyakit. Faktor yang dapat mempengaruhi stres adalah
pengaruh genetik, pengalaman masa lalu dan kondisi saat ini (Suliswati, 2005).
Penyebab gangguan jiwa salah satunya karena stresor psikologis. Yang
merupakan suatu keadaan atau suatu peristiwa yang menyebabkan adanya
perubahan

dalam

kehidupan

seseorang

hingga

orang

tersebut

terpaksa

mengadakan adaptasi dalam menaggulangi stressor tersebut. Pasien yang


mengalami gangguan jiwa kronik sering kali hanya berdiam diri dirumah tanpa
melakukan kegiatan apapun. Hal ini yang dapat menyebabkan pasien dikucilkan
dalam masyarakat. Harga Diri Rendah pada pasien gangguan jiwa dapat
mempengaruhi kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Harga Diri
Rendah tampak dari ketidakmauan melakukan aktivitas apapun secara mandiri.
Salah satu terapi aktivitas yang dapat diberikan pada pasien gangguan jiwa
dengan harga diri rendah adalah terapi aktivitas kelompok dengan membuat
kerajinan pada kain flannel.
1.2

Tujuan
Tujuan umum TAK membuat kerajinan dompet hp dan gantungan kunci dari
kain flanel yaitu peserta dapat meningkatkan kemauan dalam melakukan aktivitas
dan merangsang kembali kemampuan motorik halus. Tujuan khususnya adalah:
1. Peserta mampu memperkenalkan diri
2. Peserta mampu membuat kerajinan dompet hp dan gantungan kunci dari kain
flanel
3. Peserta mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAK yang
telah dilakukan.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Bagi Klien

Sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan klien dengan isolasi social dan
harga diri rendah agar mempunyai kemauan dalam melakukan aktivitas dan
1.3.2

merangsang kembali kemampuan motorik halus.


Manfaat Bagi Terapis
Sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa secara

1.3.3

holistik
Sebagai terapi modalitas yang dapat dipilih untuk mengoptimalkan Strategi

Pelaksanaan dalam implementasi rencana tindakan keperawatan klien


Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai informasi untuk pihak akademisi, pengelola dan sebagai bahan
kepustakaan, khususnya bagi mahasiswa Ilmu Keperawatan sebagai aplikasi
dari pelayanan Mental Health Nurse yang optimal pada klien dengan Isolasi

1.3.4

Sosial dan Harga Diri Rendah.


Manfaat Bagi Ponkesdes Wonorejo
Sebagai masukkan dalam implementasi asuhan keperawatan yang holistik
pada pasien dengan Harga Diri Rendah dan Isolasi Sosial, pada khususnya,
sehingga diharapkan keberhasilan terapi lebih optimal.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1

Harga Diri Rendah

2.1.1

Definisi
Menurut Schult & Videbeck (1998), gangguan harga diri rendah adalah
penilaian negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan
secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan harga diri rendah
digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapaikeinginan (Budi
Ana Keliat, 1999).

2.1.2

Penyebab
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag
tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber
internal dan eksternal seperti :
1.

Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika

2.

kejadian yang megancam.


Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jeis transisi

peran :
a.Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan
dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilainilai tekanan untuk peyesuaian diri.
b.Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c.Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian
tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh,
perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.

Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara:
a.
Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai
suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu
(korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perneal).
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/ sakit/ penyakit.
Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa
b.

persetujuan.
Kronik

Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit
dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada
klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa. Dalam
tinjauan life span history klien, penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh
kembang,

misalnya

sering

disalahkan,

kurang

dihargai,

tidak

diberi

kesempatan dan tidak diterima dalam kelompok (Yosep, 2007)


Tanda dan Gejalanya:
Data subjektif: mengungkapkan ketidakmampuan dan meminta bantuan
orang lain dan mengungkapkan malu dan tidak bisa bila diajak melakukan
sesuatu.
Data objektif: tampak ketergantungan pada orang lain, tampak sedih dan
tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dapat dilakukan, wajah tampak
murung.

2.1.3

Manifestasi Klinis
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 352); Keliat, B.A (1994 : 20)
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak
2.

setelah mendapat terapi sinar pada kanker


Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika
saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri

3.

sendiri.
Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu,

4.

saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa


Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu

5.

dengan orang lain, lebih suka sendiri.


Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang

6.

memilih alternatif tindakan.


Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

2.1.4

Tindakan Keperawatan
1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.

Untuk membantu pasien dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek


positif yang masih dimilikinya , perawat dapat :
Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, di rumah, dalam
keluarga dan lingkungan adanya keluarga dan lingkungan terdekat
pasien.
Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu dengan
pasien penilaian yang negatif.
2) Membantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk
tindakan tersebut, saudara dapat :
Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat digunakan
saat ini.
Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan pasien.
Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif

3) Membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih


Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
Mendiskusikan dengan pasien beberapa kegiatan yang dapat dilakukan
dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari.
Bantu pasien menetapkan kegiatan mana yang dapat pasien lakukan
secara mandiri, mana kegiatan yang memerlukan bantuan minimal dari
keluarga dan kegiatan apa saja yang perlu batuan penuh dari keluarga
atau lingkungan terdekat pasien. Berikan contoh cara pelaksanaan
kegiatan yang dapat dilakukan pasien. Susun bersama pasien dan buat
daftar kegiatan sehari-hari pasien.
4) Melatih kemampuan yang dipilih pasien
Untuk tindakan keperawatan tersebut saudara dapat melakukan:

Mendiskusikan dengan pasien untuk melatih kemampuan yang dipilih

Bersama pasien memperagakan kegiatan yang ditetapkan

Berikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat dilakukan
pasien.

5) Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih


Untuk mencapai tujuan tindakan keperawatan tersebut, saudara dapat
melakukan hal-hal berikut :

Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah


dilatihkan
Beri pujian atas kegiatan/kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap
hari
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan
setiap kegiatan
Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah dilatih
Berikan kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah pelaksanaan
kegiatan
2.2. Isolasi Sosial
2.2.1. Pengertian
Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain,
tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang lain
(Balitbang, 2007 dalam Fitria, 2009).
Merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawlins, 1993
dalam Fitria, 2009).
Kerusakan interaksi

sosial

merupakan

suatu

gangguan

hubungan

interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial (Depkes RI, 2000 dalam Fitria, 2009).
Merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang
lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan.

Klien mengalami

kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang


dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup
berbagi pengalaman (Balitbang, 2007 dalam Fitria, 2009).
2.2.2. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala (Fitria, 2009)
a. Kurang spontan
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal

f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

Mengisolasi diri
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
Asupan makanan dan minuman terganggu
Retensi urin dan feses
Aktivitas menurun
Kurang energi/ tenaga
Rendah diri
Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi
tidur)
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah

sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak
dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan peruabahan persepsi
sesori: halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri, orang lain bahkan
lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan
intoleransi aktivitas yang akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan
untuk melakukan perawatan secara mandiri. Seseorang yang mempunyai harga
diri rendah awalnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan
masalah dalam hidupnya, sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal
(koping individu tidak efektif). Peranan keluarga cukup besar dalam mendorong
klien agar mampu menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, bila sistem
pendukungnya tidak baik (koping keluarga tidak efektif) maka akan mendukung
seseorang memiliki harga diri rendah (Fitria, 2009).

Rentang respons

Respons adaptif
Menyendiri
Otonomi
Bekerja sama

Respons maladaptif
Merasa sendiri
Depedensi
Curiga

Menarik diri
Ketergantungan
Manipulasi
Curiga

interdependen
Gambar 1. Rentang respons isolasi sosial (Stuart, 2006; Townsend, 1998 dalam Fitria,
2009)
Respons yang terjadi pada isolasi sosial (Fitria, 2009)
a. Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang masi dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain, individu
tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini
adalah sikap yang termasuk respons adapatif:
i. Menyendiri, respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa
yang telah terjadi di lingkungan sosialnya
ii. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial
iii. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama
lain
iv. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal.
b. Respons maladaptif
c. Respons maladaptif adalah respons yang menyimpang dari norma sosial dan
kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respons
maladaptif:
i. Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain
ii. Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
sehingga tergantung dengan orang lain
iii. Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu
sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
iv. Curiga, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang
lain.
Faktor predisposisi (Fitria, 2009)
a.
Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-

tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
Tabel 1. Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan
interpersonal (Stuart, 2006; Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009)
Tahap
Tugas
Perkembangan
Masa bayi
Menetapkan rasa percaya
Masa bermain
Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
mandiri
Masa pra sekolah
Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung
jawab, dan hati nurani
Masa sekolah
Belajar berkompetisi, bekerja sama dan
berkompromi
Masa pra remaja
Menjalin hubungan intim dengan teman
sesama jenis kelamin
Masa remaja
Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau
bergantung pada orang tua
Masa
dewasa Menjadi saling bergantung antara orang tua
muda
dan teman, mencari pasangan, menikah dan
mempunyai anak
Masa tengah baya
Belajar menerima hasil kehidupan yang
sudah dilalui
Masa dewasa tua
Berduka
karena
kehilangan
dan
mengembangkan
perasaan
ketertarikan
dengan budaya
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga meninmbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu
keadaan di mana seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam
keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar
keluarga.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu
faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, di mana setiap
anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis dan
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
d. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien

skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur


yang abnormal pada otak seperti atrofi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk
sel dalam limbik dan daerah kortikal.
Faktor presipitasi (Fitria, 2009)
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan
eksternal seseorang. Faktor stresor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Faktor eksternal
Contohnya adalah stresor sosial budaya, yaitu stres yang ditimbulkan oleh faktor
sosial budaya seperti keluarga
b. Faktor internal
Contohnya adalah stresor psikologis, yaitu stres terjadi akibat ansietas yang
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan
individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
2.3 Terapi Aktivitas Kelompok
a. Definisi kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan 1 dengan yang lain,
saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (stuart dan Laraia, 2001).
Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus
ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif,
kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik (Yolam, 1995 dalam stuart
dan laraia, 2001). Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok,
ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berarti dalam
berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.
b. Tujuan dan Fungsi Kelompok
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain
serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada
pada konstribusi dari setiap anggota dan pimpinan dalam mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu
satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok
merupakan laboraturium tempat untuk mencoba dan menemukan hubungan
interpersonal yang baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota
kelompok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensi nya oleh anggota
kelompok yang lain.
c. Jenis Terapi Kelompok
1. Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan
waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi

kelompok adalah membuat sadar diri (self-awareness), peningkatan hubungan


interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.
2. Kelompok terapeutik
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi, penyakit fisik krisis,
tumbuh kembang, atau penyesuaian sosial, misalnya, kelompok wanita hamil
yang akan menjadi ibu, individu yang kehilangan, dan penyakit terminal. Banyak
kelompok terapeutik yang dikembangkan menjadi self-help-group. Tujuan dari
kelompok ini adalah sebagai berikut:
a. mencegah masalah kesehatan
b. mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok
c. mengingatkan kualitas kelompok. Antara anggota kelompok saling membantu
dalam menyelesaikan masalah.
3. Terapi Aktivitas Kelompok
Wilson dan Kneisl (1992), menyatakan bahwa TAK adalah manual, rekreasi,
dan teknik kreatif untik menfasilitasi pengalaman seseorang serta meningkatkan
respon sosial dan harga diri. Aktivitas yang digunakan sebagai erapi didalam
kelompok yaitu membaca puisi, seni, musik, menari, dan literatur. Terapi aktivitas
kelompok dibagi menjadi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas
kelompok stimulasi realita, dan terpi aktivitas kelompok Stimulasi Sensori.
Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi melatih mempersepsikan
stimulus yang disediakan atau stimulud yang pernah dialami, diharapkan respon
klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif. Terapi aktivitas
kelompok stimulasi sensori digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Terapi
aktivitas kelompok orientasi realita melatih klien mengorientasikan pada
kenyataan yang ada disekitar klien. Terapi aktivitas kelompok Stimulasi Sensori
untuk membantu klien melakukan Stimulasi Sensori dengan individu yang ada
disekitar klien.

BAB III
PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI
3.1 KARAKTERISTIK KLIEN DAN PROSES SELEKSI
Karakteristik klien
a. Klien yang tidak mengalami gangguan fisik
c. Klien yang mudah mendengarkan dan mempraktekannya.
d. Klien dengan harga diri rendah.
e. Klien yang mudah diajak berinteraksi.
Proses Seleksi
a. Mengobservasi klien dengan riwayat harga diri rendah.
b. Mengumpulkan keluarga klien yang termasuk dari karakteristik masalah harga
diri rendah untuk mengikuti TAK.
3.2 TUGAS DAN WEWENANG
1. Tugas Leader dan Co-Leader
-

Memimpin acara: menjelaskan tujuan dan hasil yang diharapkan.

Menjelaskan peraturan dan membuat kontrak dengan klien

Memberikan motivasi kepada klien

Mengarahkan acara dalam pencapaian tujuan

Memberikan reinforcemen positif terhadap klien

2. Tugas Fasilitator
-

Ikut serta dalam kegiatan kelompok

Memastikan lingkungan dan situasi aman dan kondusif bagi klien

Menghindarkan klien dari distraksi selama kegiatan berlangsung

Memberikan stimulus/motivasi pada klien lain untuk berpartisipasi aktif

Memberikan reinforcemen terhadap keberhasilan klien lainnya

Membantu melakukan evaluasi hasil

3. Tugas Klien
-

Mengikuti seluruh kegiatan

Berperan aktif dalam kegiatan

Mengikuti proses evaluasi

3.3 PERATURAN KEGIATAN


1. Klien diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hinggga akhir
2. Klien dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai dilaksanakan
3. Klien yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi :
-

Peringatan lisan

3.4 TEKNIK PELAKSANAAN


TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
Tema

: Terapi Aktivitas Kelompok Membuat Kerajinan Dompet hp dan

Sasaran
Hari/ tanggal
Waktu
Tempat
Terapis:

:
:
:
:

gantungan kunci dari kain Flanel


Pasien Harga Diri Rendah dan Isolasi Sosial
Sabtu, 14 Juni 2014
45 menit
Di Polindes Desa Wonorejo Kecamatan Bantur
1.
2.
3.
4.

Tahapan Sesi:

Leader
Co Leader
Fasilitator 1
Fasilitator 2

: Anisful Lailil Munawaroh


: Resti Lovita
: Sabita Normaliya
: Larasati Wibawani

Sesi 1: Memperkenalkan diri


Sesi 2: Membuat kerajinan dompet hp dan gantungan kunci dari
kain flannel

A.

Tujuan
Sesi 1: Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan: nama

lengkap, nama panggilan


Sesi 2: klien mampu membuat kerajinan dompet hp dan gantungan kunci dari
kain flanel

B.
C.

Sasaran
1. Kooperatif
2. Tidak terpasang restrain
Nama Klien
1. Karyaningsih
2. Nanto
3. Mistun
4. Ririn

5. Jatuh
6. Yuli
7. Kris
D. Setting
Terapis dan klien duduk bersama dalam satu lingkaran
Ruangan nyaman dan tenang
E. MAP

L
K

F
C

Keterangan :
L : Leader
C: Co Leader
F : Fasilitator
K : Klien
F.

Alat dan Bahan


Benang Sulam
Gunting
Kain Flanel
Dagron
Jarum tangan
Spidol Snowman

G. Metode
Dinamika kelompok
Diskusi dan tanya jawab
H. Langkah-Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi
b. Membuat kontrak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Memberi salam terapeutik: salam dari terapis
b. Evaluasi/validasi: menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak: Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu memperkenalkan diri

3. Tahap kerja
SESI 1
a. Peserta memperkenalkan diri sendiri, meliputi : nama
b. Memberi pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi
tepuk tangan
SESI 2
a. Membagikan kain flannel, dakron dan gunting yang sudah disediakan oleh
terapis.
b. Menginstruksikan peserta untuk menggunting benang kain flanel yang
sudah diukur.
c. Memberi pujian untuk setiap anggota kelompok dengan memberi tepuk
tangan
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
b. Rencana tindak lanjut
Menganjurkan tiap anggota kelompok melakukan kegiatan tersebut secara
berkala
c. Kontrak yang akan datang
Menyepakati kegiatan berikutnya
Menyepakati waktu dan tempat

5. Evaluasi Hasil
a. Kemampuan verbal
No.
1
2
5
6

Nama klien

Aspek yg dinilai
Menyebutkan nama lengkap
Menyebutkan nama panggilan
Menanyakan nama lengkap
Menanyakan nama panggilan
Jumlah

b. Kemampuan nonverbal
No.

Nama klien

Aspek yg dinilai

1
2
3

Kontak mata
Duduk tegak
Menggunakan bahasa tubuh yg

sesuai
Mengikuti

kegiatan

dari

awal

sampai akhir
Jumlah
c. Kemampuan Membuat Kerajinan dompet hp dan gantungan kunci dari kain
flanel
No.
1
2
3
4
5

Nama klien

Aspek yg dinilai
Menggunting pola kain
Mengisi dakron ke pola kain
Menjait kain flannel
Menempelkan Kain Flanel
Memasang Dompet hp dan
gantungan kunci
Jumlah

BAB IV
HASIL EVALUASI
a. Kemampuan verbal
No.
1
2
4
5
6
8

Nama klien

Aspek yg dinilai
Menyebutkan nama lengkap
Menyebutkan nama panggilan
Menyebutkan hobi
Menanyakan nama lengkap
Menanyakan nama panggilan
Menanyakan hobi
Jumlah

b. Kemampuan nonverbal
No.

Nama klien

Aspek yg dinilai

1
2
3

Kontak mata
Duduk tegak
Menggunakan bahasa tubuh yg

sesuai
Mengikuti

kegiatan

dari

awal

sampai akhir
Jumlah
c. Kemampuan Membuat Kerajinan dari Kain Flanel

No.
1
2
3
4
5

Aspek yg dinilai
Menggunting pola kain
Mengisi dakron ke pola kain
Menjait kain flannel
Menempelkan Kain Flanel
Memasang Dompet hp dan
gantungan kunci
Jumlah

Nama klien

DAFTAR PUSTAKA
Hamid, A.Y.S. 1999. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada Anak dan
Remaja, Widya Medika, Jakarta.
Hurlock, E. 1998. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan SEpanjang Rentang
Kehidupan, Edisi 5, Erlangga, Jakarta.
Rasmun. 2004. Stress, Koping, dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah Keperawatan,
Sagung Seto, Jakarta.
Stuart, Gail and Laraia, M. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th
edition, Mosby, St. Louis.
Stuart & Sundeen. 1995. Principles an Practice of Psychiatric Nursing, fifth edition,
Mosby, St.Louis.

Anda mungkin juga menyukai