Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II

PENENTUAN TITIK BEKU LARUTAN

Nama Praktikan
NIM
Kelompok
Nama Asisten

: Anni Fiqrotus Zakkiyah


: 121810301013
:5
: Putri Zawah

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Titik beku larutan adalah temperatur pada saat larutan setimbang dengan
pelarut padatnya Larutan akan membeku pada temperatur lebih rendah dari
pelarutnya. Penurunan titik beku (Tf) dan kenaikan titik didih adalah akibat dari
penurunan tekanan uap. Adanya perbedaan tekananan uap pelarut murni dengan
tekanan uap larutan disebut dengan penurunan titik beku. Penurunan titik beku
(Tf) merupakan salah satu yang termasuk sifat koligatif larutan. Adanya zat
terlarut menyebabkan titik beku larutan lebih rendah daripada titik beku pelarut
murni, Sehingga pengukuran titik beku larutan didasarkan jumlah komponen zat
terlarut yang dinyatakan dengan fraksi mol. Menentukan penurunan titik beku
larutan dibutuhkan tetapan penurunan titik beku larutan.
Penurunan titik beku larutan mendiskripsikan bahwa titik beku suatu pelarut
murni akan mengalami penurunan jika kita menambahkan zat terlarut didalamnya.
Fenomena penurunan titik beku larutan sangat menarik perhatian para ilmuwan
karena hal ini bersinggungan langsung dengan kehidupan manusia contohnya,
penggunaan etilen glikol sebagai agen antibeku yang dipakai di radiator mobil
sehingga air ini tidak beku saat dipakai dimusim dingin. Beberapa ikan didaerah
artik mampu melepaskan sejumlah senyawa untuk menghindari darahnya beku,
atau dengan menggunakan teknik penurunan titik beku kita dapat menentukan
massa molar atau menentukan derajat disosiasi suatu zat.
Percobaan-percobaan juga menunjukkan bahwa penurunan titik beku tidak
bergantung kepada jenis zat terlarut, tetapi hanya bergantung pada konsentrasi
larutan. Untuk larutan encer, penurunan titik beku sebanding dengan kemolalan
larutan.

1.2 Tujuan Percobaan


Menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut dan menentukan
berat molekul zat non volatile yang tidak diketahui.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1

MSDS Bahan

2.1.1 Asam Asetat (CH3COOH)


Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam
organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam
bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut
asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik
beku 16,7C. Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari
senyawa ini, dan merupakan nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini
berasal dari kata Latin acetum, yang berarti cuka. Nama sistematis dari senyawa
ini adalah asam etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang
merujuk pada asam asetat yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena
asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7C, sedikit di bawah
suhu ruang (Atkins, 2005).
Sifat dari asam asetat antara lain, massa molar 60.05 g/mol, densitas dan
fase 1.049 gcm3 (padatan) dan 1.266 gcm3 (cairan), titik lebur 16.5 C, serta titik
didih 118.1 C, keasaman (pKa) 4.76 pada 25C. Asam asetat ini tidak berwarna
atau kristal. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana,
setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam
lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam
asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam
asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa
asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam
industri

makanan,

asam

asetat

digunakan

sebagai

pengatur

keasaman

(Atkins, 2005).

2.1.2 Naftalen
Naftalen merupakan senyawa dengan formula C10H8, yang berbentuk kristal,
berwarna putih, berbau tajam, titik lebur 80C, titik didih 218 C, tidak larut dalam

air dan larut dalam benzena, eter dan alkohol. Naftalen merupakan senyawa
hidrokarbon aromatik yang memiliki dua cincin benzena yang terfusi. Naftalen
digunakan dalam pembuatan hidrokarbon ion seperti naftol, dekalin dan tetralin.
Naftalen dihasilkan secara penyulingan bertingkat fase batu bara. Naftalen adalah
salah satu komponen yang termasuk benzena aromatik hidrokarbon, tetapi tidak
termasuk polisiklik. Sifat-sifat tersebut antara lain: sifat pembakaran yang baik,
mudah menguap sehingga tidak meninggalkan getah padat pada bagian-bagian
mesin. Penggunaan naftalen sebagai aditif memang belum terkenal karena masih
dalam tahap penelitian. Sampai saat ini memang belum diketahui akibat buruk
penggunaan naftalen terhadap lingkungan dan kesehatan, namun ia relatif aman
untuk digunakan (Anonim, 2014).

2.1.3

Natrium Klorida (NaCl)


Natrium klorida, juga dikenal dengan garam dapur, atau halit, adalah

senyawa kimia dengan rumus kimia NaCl. Senyawa ini adalah garam yang paling
mempengaruhi salinitas laut dan cairan ekstraselular pada banyak organisme
multiselular. Sebagai komponen utama pada garam dapur, natrium klorida sering
digunakan sebagai bumbu dan pengawet makanan. Sodium Chlorida atau Natrium
Chlorida (NaCl) yang dikenal sebagai garam adalah zat yang memiliki tingkat
osmotik yang tinggi. Massa molar 58.44 g/mol, tidak berwarna/berbentuk kristal
putih, densitas 2.16 g/cm3 ,titik leleh 801 C (1074 K), titik didih 1465 C (1738
K), kelarutan dalam air 35.9 g/100 mL (25 C). Natrium klorida (NaCl) yang
dikenal sebagai garam adalah zat yang memiliki tingkat osmotik yang tinggi.
Garam dapur tidak berbahaya bila tertelan namun jika dalam jumlah banyak dapat
menyebabkan penyakit tekanan darah tinggi dalam waktu yang lama. Jika terkena
kulit yang teriritasi akan menimbulkan rasa perih. Jika terkena mata dapat
menimbulkan iritasi ringan. Pertolongan yang harus dilakukan membilas mata dan
kulit yang terkena garam dapur selama kurang lebih 15 menit. Jika terjadi iritasi
atau gejala yang lebih parah segera hubungi petugas medis. Penyimpanan
seharusnya dilakukan di tempat yang sejuk, kering, dan tertutup (Anonim, 2014).

2.2

Titik Beku Larutan


Terdapat empat sifat yang berhubungan dengan larutan encer atau kira-kira

pada larutan yang lebih pekat, yang tergantung pada jumlah partikel terlarut yang
ada. Keempat sifat-sifat tersebut tidak tergantung pada jenis larutan. Keempat
sifat tersebut ialah penurunan tekanan uap, peningkatan titik didik, penurunan titik
beku, dan tekanan osmosis. Pada tahun 1880-an kimiawan Prancis F. M. Raoult
mendapati bahwa melarutkan suatu zat terlarut mempunyai efek penurunan
tekanan uap dari pelarut. Banyak penurunan tekanan uap (DP) terbukti sama
dengan hasil kali fraksi mol terlarut (XB) dan tekanan uap pelarut murni (PAo),
yaitu:
DP = XB.PAo
Dua larutan memiliki komponen, XA + XB = 1, maka XB = 1-XA. Juga
apabila tekanan uap pelarut di atas larutan dilambangkan PA, maka P = PAo-PA.
Sehingga dapat ditulis kembali menjadi:
PAo - PA = (1-XA) PAo
Penataan ulang persamaan ini menghasilkan bentuk yang umum dikenal
dengan Hukum Raoult. Hukum Raoult menyatakan bahwa Tekanan uap pelarut
di atas suatu larutan (PA) sama dengan hasil kali tekanan uap pelarut murni (PAo)
dengan fraksi mol dalam larutan (XA). Apabila zat terlarut mudah menguap dapat
ditulis pula PB = XB.PBo. Dalam larutan ideal semua komponen (pelarut dan zat
terlarut) mengikuti Hukum Raoult pada seluruh selang konsentrasi. Namun zat
terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Hendry, bukan Hukum
Raoult (Petrucci, 1984).
Larutan merupakan suatu campuran yang homogen dan dapat berwujud
padatan, maupun cairan. Akan tetapi larutan yang paling umum dijumpai adalah
larutan cair, dimana suatu zat tertentu dilarutkan dalam pelarut berwujud cairan
yang sesuai hingga konsentrasi tertentu (Brady, 2003 ).
Suhu dimana fase padat dan fase cair suatu zat dapat berada dalam keadaan
seimbang pada tekanan satu atmosfer disebut titik beku cairan, atau suhu di mana
bentuk padatan dan cairan suatu zat mempunyai tekanan uap sama. Titik beku

larutan lebih rendah daripada titik beku pelarutnya yang murni. Perbedaan titik
beku larutan dan pelarut murninya (Tf) disebut depresi titik beku (Arifin, 1993).
Pelarut murni akan terkristalisasi lebih dahulu sebelum ada zat terlarut yang
mengkristalisasi jika larutan encer didinginkan. Suhu dimana kristal-kristal
pertama dalam keseimbangan dengan larutan disebut titik beku larutan. Titik
beku larutan demikian selalu lebih rendah dari titik beku berbanding lurus dengan
banyaknya molekul zat terlarut (atau molnya) di dalam massa tertentu pelarut
(Syukri, 1999).
Titik beku larutan lebih rendah dari pada titik beku pelarut yang murni.
Larutan gula misalnya membeku di bawah suhu 0oC. Selisih antara titik beku
larutan dengan titik beku pelarut disebut penurunan titik beku larutan (Tf).
Penurunan titik beku larutan ini juga sebanding dengan konsentrasi zat yang
terlarut. Hubungan ini dapat dinyatakan dengan rumus
Tf = m. Kf
Seperti halnya dengan kenaikan titik didih, maka penurunan titik beku larutan ini
juga dapat dipakai untuk menentukan berat molekul zat yang dilarutkan
(Sastrawijaya, 1993).
Gejala penurunan titik beku analog dengan peningkatan titik didih. Jika zat
terlarut mengkristal bersama pelarut, maka situasinya akan lebih rumit. Pelarut
padat murni berada dalam kesetimbangan dengan tekanan tertentu dari uap
pelarut, sebagimana ditentukan oleh suhunya. Pelarut dalam larutan berada dalam
kesetimbangan dengan tekanan tertentu dari uap pelarut. Adanya zat padat dan
pelarut air dalam larutan bersama-sama, mereka harus memiliki tekanan uap yang
sama. Ini berarti bahwa suhu beku larutan dapat diidentifikasi selagi suhu ketika
kurva tekanan uap pelarut padat murninya berpotongan dengan kurva larutan. Jika
zat terlarut ditambahkan ke dalam larutan, tekanan uap pelarut turun dan titik
beku. Selisih dengan demikian bertanda negatif dan penurunan titik beku dapat
diamati (Oxtoby, 2001).
Zat terlarut harus diketahui agar bisa ditentukan ketergantungan sifat
koligatif larutan dengan konsentrasinya. Susunan kimia zat terlarut tidak menjadi
masalah, tetapi konsentrasi partikel zat terlarutnya yang penting. Karena itu, kita

dapat menggunakan gejala-gejala ini untuk menghitung massa molekul zat. Cara
untuk mendapatkan massa molekul suatu zat dalam percobaan harus ditentukan
dua macam nilai yaitu, massa dari zat dan jumlah molnya. Sesudah diketahui
maka perbandingan antara jumlah gram dan molnya merupakan harga dari massa
molekul zat (BM). Jika harga penurunan titik beku Tb, serta konstanta
penurunan titik beku diketahui maka dapat dihitung molalitas zat dalam larutan
dengan menggunakan persamaan:

Molalitas yang didapat menyatakan jumlah mol solut per kg solven. Jadi, harga
perbandingan ini dengan jumlah kilogram solven yang sebenarnya ada dalam
larutan akan didapat jumlah mol solut dalam larutan yang kita cari tersebut.
Akhirnya massa molekul atau berat molekul (Mr) adalah perbandingan gram solut
dan mol solut (Brady, 1999).
Larutan yang mengandung zat terlarut non volatil dapat menurunkan
tekanan uap pelarut. Semakin tinggi konsentrasinya maka semakin besar
penurunan tekanan uapnya. Biasanya bila berbicara tentang titik beku atau titik
didih, orang sepakat bahwa itu berlaku untuk kondisi 1 atm. Istilah yang lebih
eksak untuk titik itu adalah titik beku dan titik beku normal. Dalam lampiran kita
dapat mempunyai harga-harga Tf dan Tb untuk sejumlah zat. Metode untuk
menduga Tb biasanya kurang baik. Seperti yang diungkapkan oleh Bondi sfus
lebih besar bila molekul dapat memiliki sejumlah orientasi dalam fase cair
dibanding dalam wujud padatnya. Jadi sfus lebih kecil untuk molekul sferik, kauk
dan Tf lebih tinggi dari pada untuk molekul berukuran sama yang anisometrik dan
lentur. Bagaimanapun Eston mengusulkan penggunaan metode interpolasi untuk
mengkorelasikan titik-titik beku pada deret homolog. Deret yang seperti itu, Eston
membuat grafik (Tb.Tf) / Tf Vs berat molekul. Kecuali barang kali untuk anggota
pertama deret grafik tersebut menghasilkan sebuah garis lurus (Reis, 1999).
Perubahan suhu berbanding lurus dengan perubahan tekanan uap untuk
konsentrasi zat terlarut yang cukup rendah, penurunan titik beku berkaitan dengan
molalitas total melalui
Tf = Tfo - Tf = Kf m

Nilai Kf adalah tetapan positif yang hanya bergantung pada sifat pelarut.
Gejala penurunan titik beku menyebabkan kenyataan bahwa air laut yang
mengandung garam terlarut memiliki titik beku yang lebih rendah daripada air
segar. Larutan garam pekat memiliki titik beku yang lebih rendah lagi.
Pengukuran titik beku seperti halnya peningkatan titik didih yang dapat digunakan
untuk menentukan massa molar zat yang tidak diketahui. Apabila suatu zat
berdisosiasi dalam larutan maka molalitas total semua spesies yang ada (ionik atau
netral) harus digunakan dalam perhitungan (Norman, 2001).
Suatu zat terlarut bersifat tidak mudah menguap (non-volatil, artinya tidak
memiliki tekanan uap yang dapat diukur), tekanan uap dari larutan selalu lebih
kecil dari pada pelarut murninya. Jadi hubungan antara tekanan uap larutan dan
tekanan uap pelarut bergantung pada konsentrasi zat terlarut dalam larutan.
Hubungan itu dimasukkan dalam hukum Raoult (dari nama kimiawan Perancis
Francois Raoult), yang menyatakan bahwa tekanan parsial pelarut dari larutan, Pp
adalah tekanan uap pelarut murni, Pi dikalikan fraksi mol pelarut dalam larutan,
Xi = Pi = XiPi (Chang, 2004 ).
Garam memiliki titik beku yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
pelarut murni air. Apabila ke dalam air kita larutkan garam dan kemudian
suhunya diturunkan sedikit demi sedikit, maka dengan berjalannya waktu larutan
tersebut secara perlahan akan berubah menjadi fasa padat hingga pada suhu
tertentu akan berubah menjadi fasa padat secara keseluruhan. Keadaan umumnya
zat terlarut lebih suka berada pada fasa cair dibandingkan fasa padat, akibatnya
saat proses pendinginan berlangsung, larutan akan mempertahankan fasanya
dalam keadaan cair. Hal ini menyebabkan potensial kimia pelarut dalam fasa cair
akan lebih rendah sedangkan potensial kimia pelarut dalam fasa padat tidak
terpengaruh. Inilah sebab mengapa adanya zat terlarut akan menurunkan titik beku
larutannya (Anshory, 1994).

BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1

Alat dan Bahan

3.1. 1 Alat
-

Termometer alkohol

Tabung gelas 1

Pengaduk

Tabung gelas 2

Tabung gelas 3

Gelas ukur

Stopwatch

Gelas ukur

Gelas beker

3.1. 2 Bahan

3.2

Asam asetat

Aquades

Es

Garam

Naftalen

Skema Kerja

3.2.1 Skema Alat


A
B

Keterangan:
A. termometer alkohol
B. tabung gelas I
C. pengaduk
D. tabung gelas II
E. tabung gelas III
3.2.2 Persiapan
a.

Campuran air, es dan garam

Diisi ke dalam tabung gelas E (baskom kecil)


Hasil

b.

aquades

Diisi ke dalam tabung D (beaker glass 250 mL)


Hasil

c.

Asam cuka glasial

Diisi ke dalam tabung B (beaker glass 100 mL)


Hasil

3.2.3 Penentuan tetapan penurunan titik beku molal


Asam cuka glasial 20 ml

didinginkan

dicatat suhunya tiap-tiap menit

pelarut diamati (sudah membeku atau belum)

ditentukan titik beku pelarut murni

pelarut dibiarkan mencair

ditambahkan Naftalen

didinginkan

dicatat suhunya tiap-tiap menit

pelarut diamati (sudah membeku atau belum)

ditentukan titik beku pelarut murni

ditentukan Tf

hasil

3.2.4 Penentuan BM zat X


Larutan cair

ditambahkan zat X 2 gram

didinginkan

dicatat suhunya tiap-tiap menit

pelarut diamati (sudah membeku atau belum)

ditentukan titik beku pelarut murni

ditentukan Tf

hasil

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil percobaan


4.1.1 Pengukuran Titik Beku Asam Asetat Glasial
Menit keTemperatur (oC)
0
26
1
23
2
18
3
16
4
14
5
14
4.1.2 Pengukuran Titik Beku Asam Asetat Glasial Ditambah Naftalen
Menit keTemperatur (oC)
0
27
1
19
2
14
3
12
4
11
5
11
6
11
4.1.2 Pengukuran Titik Beku Asam Asetat Glasial Ditambahkan Naftalen dan
NaCl
Menit ke0
1
2
3
4
5
6
7

Temperatur (oC)
30
22
15
12
11
10
10
10

4.2 Pembahasan
Percobaan penentuan titik beku larutan ini dilakukan dengan tujuan
menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut dan menentukan berat
molekul zat non volatil. Bahan yang dipakai dalam percobaan ini adalah asam
cuka glasial, naftalena dan NaCl yang akan dicari berat molekulnya.

Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang hanya bergantung pada
konsentrasi zat terlarut dan tidak bergantung pada sifat partikel zat terlarut
tersebut. Sifat ini meliputi :
1.

Penurunan tekanan uap

2.

Kenaikan titik didih

3.

Penurunan titik beku

4.

Tekanan osmotik
Sifat koligatif ini berbanding lurus dengan banyaknya partikel yang ada

dalam larutan atau konsentrasi. Banyaknya partikel yang ada dalam larutan untuk
menentukan penurunan titik didih larutan umumnya menggunakan satuan
molalitas. Oleh karena itu, Penurunan titik beku berbanding lurus dengan jumlah
mol zat terlarut. Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi
larutan dan sifat larutan itu sendiri.
Titik beku adalah temperatur tetap dimana suatu zat tepat mengalami
perubahan wujud dari cair ke padat. Setiap zat yang mengalami pembekuan
memiliki tekanan 1 atm. Penambahan zat terlarut non volatil ke dalam suatu
pelarut menyebabkan terjadinya penurunan titik beku.
Perlakuan pertama yang dilakukan adalah pengukuran titik beku larutan.
langkah yang dilakukan yaitu menghancurkan es batu dan memasukkannya ke
dalam beaker gelas besar yang sudah diberi garam. Penambahan garam ini
berfungsi untuk menurunkan titik beku es jadi es tidak akan membeku pada suhu
0oC dan untuk menjaga agar suhunya konstan. Fungsi dari menurunkan titik beku
es yaitu agar es tidak cepat meleleh dan untuk mengatur pengukuran titik beku
larutan yang akan diuji apabila penurunan suhunya melewati 0oC. Kemudian
dimasukkan sebuah beaker gelas yang lebih kecil yang berisi aquades 100 mL dan
dilanjutkan dengan beaker gelas yang telah berisi 20 mL larutan asam asetat
glasial yang sudah diukur suhu awalnya, dimana suhu awalnya adalah 26oC.
Kemudian setiap satu menit suhu asam asetat glasial diukur dan dihentikan ketika
sudah didapatkan suhu yang konstan. Berdasarkan data perubahan titik beku asam
asetat glasial pada setiap waktu dibuat dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Grafik Penurunan Titik Beku Asam Asetat


25

Suhu

20
15
10

Series1

5
0
0

Menit ke-

Berdasarkan grafik tersebut, titik beku asam asetat glasial adalah 14oC. Menurut
literatur, suhu asam asetat glasial adalah 16,5 oC. Hasil percobaan menunjukkan
bahwa suhunya lebih rendah dari literatur, hal tersebut dimungkinkan terjadi
karena termometer terlalu dekat dengan dinding beaker gelas.
Percobaan selanjutnya dilakukan dengan langkah yang sama seperti di atas.
Namun asam asetat glasial yang sudah membeku dicairkan kembali dengan cara
membilas dinding beaker gelas dengan air. Ketika asam asetat glasial sudah cair,
ditambahkan sebanyak 2 gram naftalen yang dilarutkan dalam asetat glasial.
Berdasarkan data perubahan titik beku pada setiap waktu dibuat dalam bentuk
grafik sebagai berikut:
Grafik Penuruna Titik Beku Asam Asetat +
Naftalen
25

Suhu

20
15
10

Series1

5
0
0

Menit ke-

Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa penurunan titik beku asam asetat
glasial adalah 11 oC setelah ditambahkan dengan naftalen. Penambahan naftalen

ini dapat menurunkan titik beku asam asetat glasial. Penurunan ini diakibatkan
oleh adanya partikel naftalen yang menghalangi interaksi molekul asam asetat
glasial untuk menjadi padat. Naftalen melemahkan interaksi molekul-molekul
dalam asam asetat sehingga asam asetat terganggu dan suhu yang digunakan
untuk membeku menjadi semakin kecil. Sehingga titik beku larutan asam asetat
glasial akan menurun setelah terjadi penambahan naftalen.
Naftalen adalah zat non volatil yang berfungsi menurunkan energi bebas
dari pelarut sehingga kemampuan pelarut untuk berubah menjadi fase uapnya
akan menurun pula, oleh karena itu tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih
rendah bila dibandingkan dengan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan
murni. Penurunan tekanan uap sebanding dengan penurunan titik beku. Sehingga
jika tekanan uapnya turun maka perubahan titik beku juga akan turun, begitu pun
sebaliknya. Titik beku mengalami penurunan setelah ditambahkan naftalen dapat
dibuktikan melalui data yang diperoleh dari hasil percobaan. Berdasarkan
perhitungan nilai Kf dari asam asetat glasial sebesar 4,03 gK/mol, hasil tersebut
tidak jauh dari harga Kf secara teori yaitu sebesar 3,9 gK/mol.
Percobaan terakhir digunakan untuk menentukan berat molekul dari zat X
yaitu NaCl. Langkah yang dilakukan dalam percobaan sama dengan perlakuan
penambahan naftalen, dimana campuran asam asetat dan naftalen yang sudah
membeku dicairkan kembali dan ditambahkan dengan 2 gram NaCl. Berdasarkan
data perubahan titik beku pada setiap waktu dibuat dalam bentuk grafik sebagai
berikut:

Grafik Penurunan Titik Beku Asam Asetat +


Naftalen + NaCl
25

Suhu

20
15
10

Series1

5
0
0

Menit ke-

Berdasarkan grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pada menit pertama suhu
larutan sebesar 22 oC dan suhu konstan diperoleh sekitar 10 oC. Penambahan zat
kembali ke dalam larutan asam asetat glasial yang bercampur dengan naftalena
membuat titik beku larutan ini lebih rendah dari sebelumnya.
Penentuan berat molekul zat NaCl dilakukan dengan cara menggunakan
data perubahan titik beku di atas dan menggunakan rumus seperti di bawah ini:
{(

)}

Berdasarkan hasil perhitungan, berat molekul zat NaCl yang diperoleh yaitu 96,05
g/mol. Ketika larutan antara asam asetat glasial dengan naftalen dan zat NaCl
diperoleh larutan dengan bau seperti kapur barus atau kamper. Hal ini mungkin
disebabkan oleh terbentuknya kamper yang komposisi kimianya mengandung
naftalen.

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan dapat disimpulkan bahwa harga Kf sebesar 4,03
gK/mol dan berat molekul zat non volatile sebesar 96,05 g/mol.
5.2 Saran
- Sebaiknya beaker gelas yang digunakan untuk tempat es batu berukuran lebih
besar lagi agar mudah mengisi dan mengatur es batu yang digunakan.
- Sebaiknya penambahan es batu pada setiap percobaan dibuat konstan agar
temperatur yang dihasilkan sesuai dengan harapan.
- Sebaiknya pembacaan termometer dilakukan lebih teliti lagi.

DAFTAR PUTAKA

Syukri. 1999. Kimia Dasar Jilid 1. Bandung: ITB.


Tim Kimia Fisik. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Jember: Universitas
Jember.
Anshory, Irfan, 1994. Kimia Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti. Jakarta: Erlangga.
Norman, 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jakarta: Erlangga.
Petrucci, Ralph H. 1984. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta:
Erlangga.
Reis, 1999. Sifat-Sifat Gas dan Zat Cair. Jakarta: Gramedia.
Sastrawijaya, Tresna. 1993. Kimia Dasar 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Arifin. 1993. Diktat Kuliah: Kimia Dasar I (Kimia Anorganik). Banjarbaru:
Pustaka.
Brady, James.E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Bina Rupa
Aksara.
Brady, James.E. 2003. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Bina Rupa
Aksara.
Oxtoby, David W. 2001. Kimia Dasar, Prinsip dan Terapan Kimia Modern.
Jakarta: Erlangga.

LAMPIRAN
1. Penentuan nilai Kf
Tf asam cuka = 14C=287K
Tf naphtalen = 11C=284K
Tf 1 = Tf asam cuka - Tf naphtalen
= 287K 284K = 3K

2. Penentuan Mr zat X
Tf asam cuka = 14C=287K
Tf zat X = 10C=283K
Tf 2 = Tf asam cuka - Tf zat X
= 287K 283K = 4K
Tf total = Tf 2 + Tf 1
=4K+3K=7K
(

) {(

7 K = 192,09
7K=(

) {(

)
)

)}

)}

7K=

+3,00

= 384,18
= 96,05 gr/mol

Anda mungkin juga menyukai