Anda di halaman 1dari 8

Kondisi non neurologis yang bisa menimbulkan edema otak

1. Patofisiologi ketoasidosis diabetikum menyebabkan edema otak


Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi yang potensial yang dapat mengancam nyawa
pada pasien yang menderita diabetes mellitus.ini terjadi terutama pada mereka dengan DM tipe
1, tetapi bisa juga mereka yang menderita DM tipe dalam keadaan tertentu. Kejadian KAD
(Ketoasidosis Diabetik) ini sering terjadi pada usia dewasa dan lansia dengan DM tipe 1. KAD
ini di sebabkan karena kekurangan insulin, dimana yang dapat mengancam kehidupan
metabolism. Dikarenakan sel beta dalam pancreas tidak mampu menghasilkan insulin, selain itu
hiperglikemi yang disebabkan karena hiperosmolaritas.
Gangguan metabolism glukosa mempunyai tanda-tanda:

Hiperglikemia (KGD sewaktu > 300 mg/dL),


Hiperketonemia/ ketonuria dan asidosis metabolik (pH darah < 7,3 dan bikarbonat darah
< 15 mEq/ L)

Hasil dari hiperosmolaritas adalah perpindahan cairan dari dalam sel ke serum, hal ini
menyebabkan hilangnya cairan dalam urin sehingga terjadi perubahan elektrolit dan dehidrasi
total pada tubuh. Gangguan metabolic lainnya terjadi karena insulin tidak memungkin glukosa
untuk masuk kedalam sel sehingga sel memecah lemak dan protein yang digunakan sebagai
bahan bakar. Proses ini menyebabkan pembentukan keton. Keton menurunkan pH darah dan
konsentrasi bikarbonat dikarenakan ketoasidosis.
Berat ringannya KAD dibagi berdasarkan tingkat asidosisnya:

RINGAN : pH darah < 7,3 , bikarbonat plasma < 15 mEq/L


SEDANG: pH darah < 7,2 , bikarbonat plasma < 10 mEq/L
BERAT : pH darah < 7,1 , bikarbonat plasma < 5 mEq/L

Patogenesis Diabetik Ketoasidosis


Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan Diabetic Ketoacidosis
(DKA) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan
gangguan metabolik yang ditemukan pada DKA (diabetic ketoacidosis) adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Perkembangan Ketoasidosis Diabetic

Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan


hyperglycaemia yang meningkatkan glycosuria. Meningkatnya lipolysis akan menyebabkan
over-produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (dirubah) menjadi

ketone, menimbulkan ketonnaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glycosuria akan


menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolite-seperti sodium,
potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi, bila terjadi secara hebat, akan
menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan shock hypofolemik. Asidosis metabolik
yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajat ventilasi (peranfasan
Kussmaul). Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air
dan elektrolite. Sehingga, perkembangan DKA adalah merupakan rangkaian dari iklus
interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme
karbohidrat dan lipid normal.

Manifestasi Klinis KAD

Dehydration dehidarsi
Rapid, deep, sighing (Kussmaul respiration) nafas cepat dan dalam (pernapasan
kussmaul)
Nausea, vomiting, and abdominal pain mimicking mual, muntah, nyeri abdomen
Progressive obtundation and loss of consciousness penurunan kesadaran
Increased leukocyte count with left shift perubahan peningkatan leukosit
Non-specific elevation of serum amylase tidak spesifik tingginya serum amilase
Fever only when infection is present demam ketika infeksi terjadi

Penyebab ketoasidosis diabetic:


1.
2.
3.
4.

Pasien baru DM tipe 1


Menurunnya atau menghilangnya dosis insulin
Stress
Penyakit atau keadaan yang meningkatkan kenaikan metabolism sehingga kebutuhan
insulin meningkat (infeksi, trauma)
5. Kehamilan
6. Peningkatan kadar hormone anti insulin (glucagon, epinefrin, kortisol)
Obat-obatan yang menggangu sekresi insulin:
1.
2.
3.
4.

Glukokortikoid (hydrocortisone, prednisone, dexamethasone)


Penitoin (dilantin)
Thiazide diuretic (hydroclorothiazide)
Sympathomimetics (albuterol, dobutamine, dopamine, epinephrine, norephinephrine,
phenylephrine).

Nilai-nilai laboratorium ketoasidosis diabetic:


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Serum glukosa (250 mg/dl)


Tingginya nilai BUN
Glukosuria
Meningkatnya serum osmolaritas ( > 300 mOsm/L )
Arterial pH < 7,35
Hiperkalemia (sering pada awal): > 5,4 mEq/L
Anion gap : > 20 mEq/L

PENATALAKSANAAN
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:
1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi)
2. Penggantian cairan dan garam yang hilang
3. Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian
insulin.
4. Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
5. Mencegah komplikasi dan mengembalikan keadaan fisiologis normal serta menyadari
pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
Penilaian Klinik Awal
1. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis (hiperventilasi),
derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.
5%
10 %
>10 %

Turgor Kulit menurun, mukosa kering


Capilary refill 3 detik, mata cowong
Shock, nadi lemah, hipotensi

2. Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), kadar


glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa gas darah.
Resusitasi
1.
2.
3.
4.

Pertahankan jalan napas.


Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB bolus.
Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik tube untuk menghindari
aspirasi lambung.

Observasi Klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :

Frekwensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap jam.


Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
Pengukuran balans cairan setiap jam.
Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri :
1. Pusing,
2. Penurunan Nadi / frekuensui denyut jantung
3. Perubahan status neurologis : gelisah, iritable drowsiness, kejang, inkontenensia
urine, reflek cahaya menurun, penurunan fungsi saraf kranial.
4. Peningkatan tekanan darah.

EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo/hiperkalemia.


Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat fasilitas).

Interpretasi Kadar keton darah


* Normal : < 0,5 mmol/L.
* Hiperketonimia : > 1 mmol/L
Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan resiko
terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
1. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
2. Gunakan cairan normal salin 0,9%.

3. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi
dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
4. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
5. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
Penggantian Natrium

Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.


Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang terjadi.

Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap


peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan NaCl
dan evaluasi kecepatan hidrasi.
Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema
serebri.

Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di
dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke
ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan
asidosis teratasi.
1. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan
pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L
cairan.
2. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda, pemberian
kalium segera dimulai setelah jumlah urine cukup adekuat.
Penggantian Bikarbonat
1. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.Pemberian bikarbonat hanya
dianjurkan pada KAD yang berat.
2. Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:
o
o
o
o
o
o

Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat.


Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan
Hipertonis dan kelebihan natrium
Meningkatkan insidens hipokalemia
Gangguan fungsi serebral
Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.

3. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7,1 dengan bikarbonat
serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang persistent.
walaupun demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap
merupakan indikasi pemberian bikarbonat.
3. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1
jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan dari kebutuhan.
Pemberian Insulin
1. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
2. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
3. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun
insulin belum diberikan.
4. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak < 2
tahun.
5. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml atau
bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL
NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
6. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
7. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 Salin.
8. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
9. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10
Salin.
10. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
11. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
12. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk menghentikan
ketosis dan merangsang anabolisme.
13. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi
penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian
insulin.
14. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau subkutan.
Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.

Tatalaksana edema serebri


Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat, meliputi:
1. Kurangi kecepatan infus.
2. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan pemberian
akan kurang efektif).
3. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
4. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
5. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil
kad/

serebri

Sumber dapus : http://medicallinkgo.wordpress.com/2012/04/20/ketoasidosis-diabetik-

2. Patofisiologi ensefalopati hepatikum pada sirosis hepatis menyebabkan edema

Latar Belakang.
Ensefalopati hepatikum (EH) merupakan komplikasi penting dalam perjalanan penyakit
sirosis hepatis dan merupakan prediktor mortalitas independen pada pasien dengan acute on
chronic liver failure. Pada kasus yang berat,pasien dapat menjadi koma atau meninggal.
Prevalensi EH pada pasien sirosis hepatis sekitar 30-70%. Faktor predisposisi EH yang
reversibelharus dicari dan ditangani, yang meliputi konstipasi, infeksi, dan perdarahan
gastrointestinal. Antibiotik merupakan pilihan terbaik dalam terapi EH.
Ensefalopati hepatik (EH) merupakan komplikasiyang sering ditemukan pada pasien
sirosis hepar. EH tidak hanya menyebabkan penurunan kualitas hidup, namun juga memberikan
prognosis buruk pada pasien dengan sirosis hepar. EH merupakan kejadian penting dalam
perjalanan penyakit sirosis dan merupakan prediktor mortalitas independen pada pasien dengan
acute on chronic liver failure. Pada kasus yang berat dapat menjadi koma atau meninggal.
Mortalitas sangat tinggi pada EH dengan edema serebral. Mortalitas 1 tahun pada pasien dengan
EH berat di ICU adalah 54%, dengan pemberian dukungan inotropik, dan acute kidney injury
diidentifikasi sebagai prediktor independen pada kematian di ICU dan mortalitas 1 tahun.
Terapeutik terbaru dan strategi terapi telah dikembangkan sejak the American College of
Gastroenterology mengeluarkan guidelines mereka untuk manajemen EH(Fichet et al.,2009). EH
adalah sebuah gangguan pada sistem saraf pusat sebagai akibat insufisiensi hepar, setelah
menyingkirkan penyebab lain, seperti metabolik, infeksi, vaskular intrakranial, atau spaceoccupying lesions. EH merupakan suatu sindrom atau spektrum abnormalitas neuropsikiatri pada
pasien dengan disfungsi hepar, setelah menyingkirkan penyakit otak lainnya. EH ditandai dengan
perubahan personalitas, gangguan intelektual, dan penurunan tingkat kesadaran. EH juga terjadi
pada pasien tanpa sirosis dengan shunt portosistemik spontan atau dibuat dengan bedah(Poh et
al.,2012).
EH yang mendampingi onset akut dari disfungsi sintetik hepatik berat, merupakan ciri
khas fulminant hepatic failure (FHF). Gejalaensefalopati pada FHF dibagi derajatnya memakai
skala yang sama dengan penilaian gejala ensefalopati pada sirosis. Ensefalopati sirosis dan FHF
memiliki banyak kesamaan mekanisme patogenik. Akan tetapi, edema otak lebih berperan pada
ensefalopati FHF daripada ensefalopati sirosis. Edema otak pada FHF merupakan akibat dari
peningkatan permeabilitas blood-brain barrier(BBB), gangguan osmoregulasi otak, dan
peningkatan cerebral blood flow (CBF). Sebaliknya, edema otak jarang dilaporkan pada pasien
dengan sirosis(Detry et al.,2006)
Sumber
;
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=122531&val=5502&title=
3. Patofisiologi meningitis menyebabkan edema otak
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan
dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak
dan medula spinalis yang superfisial.3Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan
perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan
serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosisdan
virus. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan
menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus.
Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.

Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet
infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok
penderita. Saluran nafas merupakan port dentre utama pada penularan penyakit ini. Bakteribakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi
sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan
serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada
selaput otak dan otak.
Infectious Agent Meningitis
Meningitis dapat disebabkan oleh virus,bakteri, riketsia, jamur, cacing dan protozoa.
Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri
berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan
gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.
Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur
tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli,S.beta hemolitikus dan
Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun (balita)disebabkan oleh H.influenzae,
Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus
influenzae, Neisseria meningitides dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20
tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan
Listeria.
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman Tuberculosis
dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik,
cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling sering
ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackievirus , sedangkan Herpes simplex
,Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptik(viral).
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak,
misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis.
Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan
yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus
kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan
fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid
menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan system
ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi;dalamwaktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear
ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang
terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin
sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri jugaterjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Trombosis serta
organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada
Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23705/4/Chapter%20II.pdf
4. patofisiologi hiponatremi menyebabkan edema otak
Hiponatremia disebabkan oleh kelebihan cairan maupun deplesi natrium. Deplesi natrium
mungkin terjadi akibat asupan yang tidak adekuat atau kehilangan yang berlebihan.
Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal pemberian cairan iso-osmotik yang
tidak mengandung natrium ke cairan ekstra sel dapat menimbulkan hiponatremia dengan
osmolalitas plasma normal. Termasuk dalam hal ini, keadaan hiperproteinemia dan
hiperlipidemia. Hiponatremia dengan osmolalitas plasma tinggi Pada keadaan osmolalitas
plasma yang tinggi, seperti pada keadaan hiperglikemia berat atau pemberian manitol intravena.
Cairan intrasel akan keluar ke ekstrasel menyebabkan dilusi cairan ekstrasel, dan menyebabkan
hiponatremia. Hiponatremia dengan osmolalitas plasma rendah Terjadi pada keadaan seperti
gagal jantung, sirosis, insufisiensi renal, sindroma nefrotik. Keadaan-keadaan ini terjadi dengan

volume CES yang meningkat. Pada SIADH, volume CES normal dan pada keadaan muntah atau
pada pemakaian diuretik, volume CES menurun. Hiponatremia akut diartikan sebagai kejadian
hiponatremia dalam jangka waktu kurang dari 48 jam. Pada keadaan ini tertjadi perpindahan
cairan dari ekstrasel ke intrasel, termasuk ke sel otak. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
edema otak yang mana keadaan ini merupakan keadaan berat yang dapat menyebabkan kejang
dan penurunan kesadaran. Edema otak yang terjadi, dibatasi oleh kranium disekitarnya, yang
mengakibatkan terjadinya hipertensi intrakranial dengan resiko brain injury.
Sumber
hiponatremia.html

http://risjanandi.blogspot.com/2013/03/hipernatremia-dan-

Anda mungkin juga menyukai