1258 1371 1 PB
1258 1371 1 PB
Abstrak
Infeksi saluran kemih (ISK) sering ditemukan pada kehamilan. ISK dibagi menjadi ISK bagian
bawah (bakteriuria asimtomatik, sistitis akut) dan ISK bagian atas (pielonefritis). Perubahan
morfologis dan fisiologis pada sistem genitourinaria semasa kehamilan meningkatkan risiko
ISK. Infeksi saluran kemih berhubungan dengan akhir yang buruk pada kehamilan, seperti
persalinan preterm, pertumbuhan janin terhambat, korioamnionitis, dan janin lahir mati,
sehingga meningkatkan mortalitas neonatal. Oleh sebab itu, skrining untuk bakteriuria
asimtomatik dianjurkan sebagai salah satu komponen pemeriksaan rutin asuhan antenatal.
Pemeriksaan yang paling ideal untuk deteksi ISK adalah kultur urin, tetapi pemeriksaan ini
mahal, tidak praktis, dan membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan hasilnya. Uji nitrit
dengan tes celup urin merupakan pemeriksaan yang lebih murah dan cepat dapat dilihat
hasilnya, sehingga dapat digunakan sebagai pemeriksaan alternatif untuk skrining ISK pada
kehamilan. Bila sarana memungkinkan, hasil uji nitrit positif sebaiknya dilanjutkan dengan
pemeriksaan kultur urin. Di pelayanan kesehatan yang sarananya terbatas tidak mungkin
dilakukan kultur urin, maka hasil uji nitrit positif sudah dapat dijadikan dasar diagnosis ISK
pada kehamilan. Semua ISK pada kehamilan harus diterapi secara adekuat, termasuk bakteriuria
asimtomatik. Pilihan antibiotik yang dapat digunakan dengan aman, baik terhadap ibu maupun
janin semasa kehamilan memang sangat terbatas. Amoksisilin dan seftriakson termasuk
antibiotik yang aman digunakan sepanjang masa kehamilan. Nitrofurantoin hanya boleh
digunakan untuk terapi ISK pada trimester pertama dan kedua, dan kotrimoksazol hanya
boleh digunakan pada trimester kedua kehamilan. J Indon Med Assoc. 2012;62:482-7.
Kata kunci: infeksi saluran kemih, bakteriuria asimtomatik, kehamilan
482
Abstract
Urinary tract infection (UTI) is a common problem in pregnancy. The spectrum of these infections
ranges from lower urinary tract disease (asymptomatic bacteriuria, acute cystitis) to upper urinary tract disease (acute pyelonephritis). Morphological and physiological changes in the genitourinary tract during pregnancy increase the risk of acquiring UTI. Adverse effects of UTI in
pregnancy include preterm labor, intrauterine growth retardation, chorioamnionitis, and stillbirth, resulting in a higher neonatal mortality rate. Consequently, screening for asymptomatic
bacteriuria (ASB) is a routine examination in antenatal care. The ideal test for diagnosing UTI
and ASB is urine culture, but it is expensive, not practical, and the result is not immediate. Nitrite
test in urine dipstick is a quick and inexpensive test and can be used for screening UTI in
pregnancy. If possible, a positive nitrite test should be followed by a urine culture. In facilities
where doing culture is impossible, nitrite tests could be used to diagnose UTI in pregnancy. All
UTI in pregnancy, including asymptomatic bacteriuria must be treated adequately. The selection
of an appropriate antimicrobial agent to treat urinary tract infection in pregnancy is limited by the
safety of the drug to the mother and the fetus. Amoxicillin and ceftriaxone can be safely used to
treat UTI throughout pregnancy. Nitrofurantoin can only be used for UTI treatment in the first and
second trimester of pregnancy, while cotrimoxazole can only be used in the second trimester of
pregnancy. J Indon Med Assoc. 2012;62:482-7.
Keywords: urinary tract infection, asymptomatic bacteriuria, pregnancy
Pendahuluan
Infeksi saluran kemih (ISK) sering ditemukan pada
kehamilan, dengan prevalensi rerata sekitar 10%.1 Infeksi saluran kemih dibagi menjadi ISK bagian bawah (bakteriuria
asimtomatik, sistitis akut), dan ISK bagian atas (pielonefritis).
ISK tidak bergejala (bakteriuria asimtomatik) dan ISK bergejala (sistitis akut dan pielonefritis) masing-masing ditemukan
pada 2-13% dan 1-2% ibu hamil.2 Di Indonesia, prevalensi
bakteriuria asim-tomatik pada kehamilan adalah 7,3%.3
Perubahan fisiologis pada saluran kemih sepanjang
kehamilan meningkatkan risiko ISK. Pengaruh hormon
progesteron dan obstruksi oleh uterus menyebabkan dilatasi
sistem pelviokalises dan ureter, serta peningkatan refluks
vesikoureter. Tekanan oleh kepala janin juga menghambat
drainase darah dan limfe dari dasar vesika, sehingga daerah
tersebut mengalami edema dan rentan terhadap trauma.4
ISK telah diketahui berhubungan dengan kesudahan
kehamilan yang buruk, seperti persalinan preterm, pertumbuhan janin terhambat, bahkan janin lahir mati (stillbirth).
Komplikasi ini bukan hanya akibat ISK bergejala, tetapi bakteriuria asimtomatik juga dapat menyebabkan komplikasi
tersebut.1 Bakteri patogen dari vesika dapat membentuk
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 12, Desember 2012
koloni pada saluran genitalia bagian bawah, dan menyebabkan korioamnionitis.5 Oleh sebab itu, sangat penting bagi
seorang dokter dapat melakukan upaya skrining, diagnosis,
serta pemberian terapi yang sesuai pada ibu hamil dengan
ISK.
Pada sebuah studi yang melibatkan 4290 sampel kultur
urin positif dilaporkan bahwa bakteri patogen tersering pada
ISK adalah Escherichia coli, diikuti dengan Klebsiella
pneumoniae. Pada penelitian ini juga dilaporkan bahwa bakteri
gram positif yang paling sering ditemukan pada ISK adalah
stafilokokus koagulase negatif.6
Kriteria Diagnosis
Pemeriksaan yang paling ideal untuk deteksi adanya
ISK adalah kultur urin. Untuk menegakkan diagnosis ISK
bergejala (sistitis akut dan pielonefritis), nilai ambang batas
yang digunakan adalah 103 colony forming units/ml (cfu/
mL).7 Untuk ISK tak bergejala (bakteriuria asimtomatik), nilai
ambang batas yang digunakan adalah 105 cfu/mL. Dalam diagnosis bakteriuria asimtomatik pada perempuan, termasuk
ibu hamil, harus digunakan sampel yang berasal dari urin
pancar tengah yang diambil secara bersih (midstream, clean483
Gambar 1. Pengambilan sampel urin pancar tengah yang diambil secara bersih.
(a) Pasien membersihkan vulva dengan kapas/kasa/tisu steril/DTT dari arah orifisium uretra ke vagina. (b) Pasien
membuka labia dengan dua jari sebelum mengeluarkan sedikit urin tanpa ditampung. (c) Menampung urin pada
wadah yang diletakkan sedekat mungkin dengan muara uretra tanpa menyentuh daerah genitalia.17
484
Lama terapi
Amoksisilin 3 x 500 mg
Sefadroksil 2 x 500 mg
Sefaleksin 3 x 250 mg
Fosfomisin 3 g dosis tunggal
Nitrofurantoin 3 x 100 mg (tidak digunakan pada trimester tiga)
Kotrimoksazol 2 x 960 mg (hanya boleh digunakan pada trimester kedua)
Sefuroksim 3 x 750 mg 1.5 g
Amoksisilin 3 x 1 gSeftriakson 1 x 2 g
Ampisilin-sulbaktam 4 x 3 g (2 g ampisilin + 1 g sulbaktam) Gentamisin 5-7 mg/kg sebagai dosis awal.
Dosis berikutnya diberikan 3-5 mg/kg/hari dalam 3 dosis terbagi, dengan tetap memantau kadar
gentamisin serum. Gentamisin digunakan pada wanita dengan alergi terhadap, atau organisme
resisten terhadap penisilin dan sefalosporin.
Bakteriuria asimtomatik: 3 hari Sistitis akut: 5-7 hariPielonefritis: 10-14 hari
Tata laksana
Semua ISK pada kehamilan, baik bergejala maupun tidak,
harus diterapi.15,17 Oleh sebab itu, skrining bakteriuria
asimtomatik pada kehamilan dilakukan minimal satu kali pada
setiap trimester.18 Pilihan terapi pada ISK kehamilan serta lama
terapi dapat dilihat pada Tabel 1. Nitrofurantoin harus
dihindari pada trimester ketiga karena berisiko menyebabkan
anemia hemolitik pada neonatus.19
Beberapa penelitian menemukan adanya resistensi
antibiotik yang cukup tinggi pada bakteri patogen yang
menyebabkan ISK, antara lain extended spectrum betalactamase E.coli (ESBL) dan MRSA (methicillin resistant
staphylococcus aureus). Golongan antibiotik yang sudah
dilaporkan mengalami resistensi adalah golongan betalaktam, kuinolon, dan aminoglikosida.6 Antibiotik yang masih
jarang dilaporkan resistens adalah golongan glikopeptida,
nitrofurantoin, dan karbapenem.20 Oleh sebab itu, sangatlah
penting untuk memilih antibiotik berdasarkan profil bakteri
patogen dan sensitivitas antibiotik setempat.
Pencegahan
Sekitar 15% ibu hamil akan mengalami ISK berulang
sehingga dibutuhkan pengobatan ulang dan upaya pencegahan.15 Beberapa negara sudah mengeluarkan panduan
untuk pencegahan ISK berulang dengan antimikroba, baik
secara terus-menerus maupun pascasanggama, dan dengan
terapi non-antimikroba seperti konsumsi jus cranberry.7,22
Pemberikan antibiotik profilaksis secara terus-menerus
hanya dianjurkan pada wanita yang sebelum hamil memiliki
riwayat ISK berulang, atau ibu hamil dengan satu episode
ISK yang disertai dengan salah satu faktor risiko berikut ini:
riwayat ISK sebelumnya, diabetes, sedang menggunakan
obat steroid, dalam kondisi penurunan imunitas tubuh,
penyakit ginjal polikistik, nefropati refluks, kelainan saluran
kemih kongenital, gangguan kandung kemih neuropatik, atau
adanya batu pada saluran kemih.15, 21
Antibiotik profilaksis pascasanggama diberikan pada
ibu hamil dengan riwayat ISK terkait hubungan seksual. Pada
kondisi ini, ibu hamil hanya minum antibiotik setelah
melakukan berhubungan seksual, sehingga efek samping
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 12, Desember 2012
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
485
10.
11.
12.
13.
14.
486
15. Nelson-Piercy C. Renal disease. In: Luesley DM, Baker PN, editors. Obstetrics and Gyneacology: and evidence-based text for
MRCOG. 2 ed. London: Hodder Arnold; 2010. p. 87-8.
16. National Institute of Health. Clean catch urine sample. [updated
30/08/201229 Jan]; Available from: http://www.nlm.nih.gov/
medlineplus/ency/article/007487.htm.
17. Kladensky J. Urinary tract infections in pregnancy: when to
treat, how to treat, and what to treat with. Ceska Gynekol.
2012;77(2):167-71.
18. McIsaac W, Carroll JC, Biringer A, Bernstein P, Lyons E, Low
DE, et al. Screening for asymptomatic bacteriuria in pregnancy.
J Obstet Gynaecol Can. 2005;27(1):20-4.
19. Bruel H, Guillemant V, Saladin-Thiron C, Chabrolle JP, Lahary A,
Poinsot J. Hemolytic anemia in a newborn after maternal treatment with nitrofurantoin at the end of pregnancy. Arch Pediatr.
2000 Jul;7(7):745-7.
20. Sabharwal ER. Antibiotic susceptibility patterns of uropathogens
in obstetric patients. N Am J Med Sci. 2012;4(7):316-9.
21. Epp A, Larochelle A, Lovatsis D, Walter JE, Easton W, Farrell
SA, et al. Recurrent urinary tract infection. J Obstet Gynaecol
Can. 2010;32(11):1082-101.