Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA

PERCOBAAN IX
PENENTUAN PERSAMAAN LAJU
(KINETIKA KIMIA)

NAMA
NIM
KELOMPOK
HARI, TANGGAL PERCOBAAN
ASISTEN

: YUNITA PARE ROMBE


: H311 12 012
: III (TIGA)
: SELASA, 18 NOVEMBER 2014
: ERWIN WIYANTO

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bagi banyak ahli falsafah Yunani, tidak mungkin memiliki suatu
pengetahuan tentang sesuatu yang dalam proses menjadi sesuatu yang lain. Dimana
perubahan yang terjadi tidaklah tampak nyata. Perubahan yang terjadi ini yang
disebut sebagai suatu reaksi kimia, dan kemudian dipelajari oleh banyak ahli kimia.
Reaksi kimia ditentukan oleh tinjauan termodinamika dan kinetika.
Termodinamika memberi informasi kearah mana reaksi atau perubahan kimia
secara spontan dapat berlangsung. Sedangkan kinetika membahas permasalahan
laju reaksi dan mekanisme reaksi. Laju reaksi adalah perubahan jumlah pereaksi
dan hasil reaksi per satuan waktu, karena reaksi berlangsung kearah pembentukan
hasil, maka laju reaksi tak lain dari pengurangan jumlah pereaksi per satuan waktu,
atau pertambahan jumlah hasil reaksi persatuan waktu.
Salah satu faktor pada persamaan laju reaksi itu kecuali suhu, keadaan zat,
katalisator, dan kepekatan pereaksi adalah tingkat reaksi atau orde reaksi. Tingkat
reaksi ini ditentukan dari hasil percobaan yang menyatakan hubungan antara laju
reaksi dengan kepekatan pereaksi tersebut masing-masing. Metode yang umum
digunakan adalah melakukan pengubahan konsentrasi awal pereaksi, dimana pada
pelacakan tingkat reaksi suatu pereaksi, maka pereaksi-pereaksi yang lain dibuat
konstan.
Untuk mengamati kesesuaian antara teori dengan aplikasi hasil percobaan
dilaboratorium, serta menjadikan teori yang dimaksud lebih aplikatif dan mudah
dipahami, dilakukanlah percobaan penentuan hukum laju reaksi dari ionisasi aseton
dalam air yang terkatalisis oleh suatu asam.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan


1.2.1 Maksud Percobaan
Maksud percobaan ini adalah untuk megetahui dan mempelajari metode
penentuan hukum laju reaksi dengan metode kimia dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini yaitu:
1. Menentukan hukum laju reaksi iodinasi aseton dalam larutan berair yang
terkatalisis dengan asam.
2. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi iodinasi aseton
dalam larutan berair yang terkatalisis dengan asam.

1.1 Prinsip Percobaan


Prinsip percobaan ini yaitu penitaran larutan iod dalam larutan asam dengan
larutan natrium tiosulfat hingga larutan berubah warna dari biru menjadi tidak
berwarna dengan pengambilan cuplikan dalam selang waktu tertentu sehingga
dapat ditentukan jumlah iod yang tidak terikat oleh aseton yang bereaksi dengan
larutan natrium tiosulfat dengan menggunakan indikator amilum. Selanjutnya,
penentuan konsentrasi zat penyusun cuplikan berdasarkan volume larutan natrium
tiosulfat yang digunakan untuk menentukan konstanta laju reaksi dan orde reaksi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kinetika kimia dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu kimia yang


mempelajari laju reaksi kimia secara kuantitatif dan juga mempelajari faktor-faktor
yang mempengaruhi laju reaksi tersebut. Pengukuran kinetika reaksi pertama kali
dilakukan oleh Wilhelmy pada tahun 1850. Pada waktu itu Wilhelmy melakukan
pengukuran laju inversi sukrosa. Wilhelmy menyimpulkan bahwa laju reaksi pada
setiap waktu sebanding dengan konsentrasi sukrosa yang tersisa pada waktu itu,
secara matematik dapat ditulis

dc
dc
k1c ,
sering kali disebut sebagai
dt
dt

differential rate expression dan k1 adalah konstanta laju reaksi (Bird, 1993).
Tahap pertama dalam analisis kinetika tentang reaksi adalah menentukan
stoikiometri reaksi dan mengenali setiap reaksi samping. Dengan demikian, data
dasar tentang kinetika kimia adalah konsentrasi reaktan dan produk pada waktu
yang berbeda-beda setelah reaksi dimulai. Karena laju reaksi kimia pada umumnya
peka terhadap temperatur, maka temperatur campuran reaksi harus dijaga supaya
konstan selama reaksi berlangsung. Jika tidak, maka laju yang akan diamati akan
merupakan laju rata-rata pada temperatur berbeda-beda, yang tak berarti. Syarat ini
menyebabkan tuntutan yang keras pada perancangan eksperimen (Atkins, 1997).
Kinetika kimia berdasarkan dinamika reaksi kimia, reaksi berlangsung dan
dinilai berdasarkan kecepatan reaksi dari proses reaksi tersebut. Inti dari reaksi
tersebut adalah mekanisme reaksi hukum laju, yang menggambarkan hubungan
antara kecepatan reaksi dan konsentrasi pereaksi kimia. Tingkat konstan yang
didefinisikan sebagai tingkat konsentrasi suatu zat yang terlibat dalam reaksi

dengan tanda negatif atau positif, tergantung pada substansi merupakan reaktan
atau produk (Seoud, 2010).
Laju reaksi adalah jumlah mol reaktan per satuan volume yang bereaksi
dalam satuan waktu tertentu. Bentuk persamaan laju reaksi yang lebih umum
adalah laju = k[A]x [B]y [C]z ....., dan seterusnya . Sehingga dapat dikatakan bahwa
orde reaksi terhadap A adalah x, orde reaksi terhadap B adalah y, dan orde reaksi
terhadap C adalah z. Dan orde reaksi keseluruhan merupakan jumlah semua
pangkat dalam persamaan laju reaksi. Orde suatu reaksi nilainya ditentukan secara
percobaaan dan tidak dapat diturunkan secara teori, walaupun stoikiometrinya telah
diketahui (Bird, 1993).
Untuk beberapa reaksi, laju reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan
matematik yang dikenal sebagai hukum laju atau persamaan laju. Perhatikan reaksi
hipotetik,
aA + bB + gG + hH +
di mana a, b, merupakan koefisien reaksi. Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai l
laju reaksi = k[A]m[B]n..
Dalam rumusan tersebut, lambang [A], [B] merupakan konsentrasi molar. Pangkat
m, n, merupakan angka-angka bulat yang kecil, walaupun dalam beberapa kasus
dapat berupa pecahan ataupun negatif. Penting untuk diingat bahwa tidak ada
hubungan antara pangkat m, n dengan koefisien reaksi a, b,. Bila dalam
beberapa kasus keduanya identik (m = a, atau n = b), hal itu hanya suatu kebetulan,
dan tidak dapat diharapkan. Pangkat-pangkat dalam persamaan laju dinamakan
orde reaksi. Total jumlah pangkat m + n + merupakan orde reaksi total. Faktor k
disebut tetapan laju. Faktor tersebut merupakan sifat khas dari suatu reaksi, dan

hanya tergantung pada suhu. Laju reaksi biasa dinyatakan dalam satuan mol per
liter per satuan waktu, misalnya, mol L-1 det-1 atau mol L-1 men-1. Satuan k
tergantung dari orde reaksi (Petrucci, 1999).
Zeolit berperan penting sebagai katalis. Definisi katalis yang umum
diterima saat ini adalah zat yang meningkatkan laju reaksi kimia tanpa dirinya
sendiri terlibat dalam reaksi secara permanent. Dengan demikian pada akhir reaksi
katalis tidak tergabung dengan senyawa produk reaksi (Handoko, 2003).
Iod adalah padatan hitam dengan sedikit kilap logam. Pada tekanan
atmosfer, iod menyublim tanpa meleleh. Iod segera melarut dalam pelarut
nonpolar. Pembentukan cepat dalam reaksi kering dari klorida, bromida, dan iodida
biasanya diperlukan suhu yang tinggi (Cotton dkk., 1995).
Iod terdapat sebagai ioda dalam air laut, dan sebagai iodat dalam garam
chili (guano). Berbagai bentuk kehidupan laut mengkonsentrasikan iod. Produksi I2
menyangkut baik mengoksidasi I- ataupun mereduksi iodat menjadi I- diikuti oleh
oksidasi, MnO2 dalam larutan asam biasanya digunakan sebagai pengoksidasi
(Cotton dkk., 1995).
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi
(iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif
beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara
langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit . Akan
tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion
iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida
ditambahkan dengan pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan

iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara
iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Day dan Underwood, 1993).
Iodin hanya larut sedikit dalam air 0,00134 mol/liter pada 25 C, namun larut
cukup banyak dalam larutan-larutan yang mengandung ion iodida. Iodin
membentuk kompleks triiodida dan iodida,
I2 + I- I3Dengan konstanta kesetimbangan sekitar 710 pada 25 C. suatu kelebihan kalium
iodida ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan
keatsirian iodin (Day dan Underwood, 1998).
Banyak agen pengoksidasi yang kuat dapat dianalisa dengan menambahkan
kalium iodida berlebih dan menitrasi iodineyang dibebaskan. Karena banyak agen
pengoksidasi membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodin,
natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titrannya. Iodin mengoksidasi
tiosulfat menjadi ion tetrationat (Day dan Underwood, 1998) :
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62laju

BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1

Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aseton, larutan iod

(0,05 M dalam larutan KI), larutan Na2S2O3 0,01 M, larutan asam sulfat 1 M,
larutan CH3COONa 10%, larutan amilum 1%, akuades, tissue roll, dan aluminium
foil.

3.2

Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah labu erlenmeyer 300 mL,

labu erlenmeyer 100 mL, pipet volume 5 ml, pipet volume 10 ml, pipet volume 20
ml, pipet volume 25 mL, gelas piala 200 ml, gelas piala 500 mL, labu ukur 250 ml,
stopwatch, botol semprot, magnetik stirrer, dan barr, batang pengaduk, bulb, pipet
tetes, statif, klem, buret 50 ml.

3.3

Prosedur Kerja

3.3.1 Percobaan A
Dimasukkan 25 mL aseton dan 10 mL H2SO4 1 M ke dalam labu ukur 250 mL
dan diencerkan dengan akuades hingga tanda batas. Larutan tersebut dipindahkan
ke dalam erlenmeyer 300 mL dan dihomogenkan dengan magnetik stirrer. Setelah
itu, 25 mL larutan iod 0,01 M dipipet ke dalam larutan tersebut, dan bersamaan
dengan itu stopwatch dijalankan. Kemudian dipipet kembali 25 mL larutan tersebut
dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi 10 mL larutan

CH3COONa

10 % dan 1 mL larutan amilum 1 %. Campuran itu selanjutnya

dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 M sampai larutan berubah warna menjadi
bening. Cuplikan-cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 5 menit sampai
larutan sudah tidak berwarna lagi.
3.3.2 Prosedur Percobaan B
Diulangi prosedur percobaan A dengan mengambil 20 mL aseton dan 10
mL H2SO4 1 M. Cuplikan-cuplikan diambil tiap selang waktu 5 menit.
3.3.3 Prosedur Percobaan C
Diulangi prosedur percobaan A dengan mengambil 25 mL aseton dan 5 mL
H2SO4 1 M. Cuplikan-cuplikan diambil tiap selang waktu 5 menit.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 1. Tabel Pengamatan Titrasi Iodinasi Aseton
Volume Na2S2O3
Percobaan
Titrasi
0,01 M (ml)

Waktu (s)

21,00

300

17,10

600

10,00

900

1,00

1200

0,10

1500

24,09

300

18,20

600

11,20

900

6,10

1200

0,30

1500

0,10

1800

27,09

300

23,90

600

21,08

900

18,30

1200

15,30

1500

12,40

1800

9,00

2100

5,90

2400

2,3

2700

10

0,10

3000

Ket : A : 25 ml aseton, 10 ml H2SO4 diambil setiap 5 menit


B : 20 ml aseton, 10 ml H2SO4 diambil setiap 5 menit
C : 10 ml aseton, 10 ml H2SO4 diambil setiap 5 menit

4.2 Reaksi
4.2.1 Reaksi Iodinasi aseton
CH3-CO-CH3 + H+ CH3-C(OH)-CH3 + H2O
CH3-C(OH)-CH3 CH3-C(OH)=CH2 + H+
CH3-C(OH)=CH2 + I2 CH3-C(OH)(I)-CH2I
CH3-C(OH)(I)-CH2I CH3-CO-CH2I + HI
4.2.2 Reaksi iodometri
2Na2S2O3 + I2 Na2S4O6 + 2NaI

4.3 Perhitungan
4.3.1 Perhitungan mol I2
1 mol I2

2 mol Na2S2O3

n Na2S2O3 = M Na2S2O3 x V Na2S2O3


n I2 = x n Na2S2O3
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
a.

Percobaan A

Titrasi Iodin 1

n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 21,00 mL = 0,1050 mmol
Titrasi Iodin 2
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 17,10 mL = 0,0855 mmol
Titrasi Iodin 3
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 10,00 mL = 0,0500 mmol
Titrasi Iodin 4
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 1,00 mL = 0,0050 mmol
Titrasi Iodin 5
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 0,10 mL = 0,0005 mmol
b. Percobaan B
Titrasi Iodin 1
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 24,09 mL = 0,12045 mmol
Titrasi Iodin 2
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 18,20 mL = 0,0910 mmol
Titrasi Iodin 3
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 11,20 mL = 0,1120 mmol

Titrasi Iodin 4
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I21 = x 0,01 M x 6,10 mL

= 0,0305 mmol

Titrasi Iodin 5
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 0,30 mL

= 0,0015 mmol

Titrasi Iodin 6
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 0,10 mL
c.

= 0,0005 mmol

Percobaan C

Titrasi Iodin 1
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 27,09 mL = 1,3545 mmol
Titrasi Iodin 2
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 23,90 mL = 0,1195 mmol
Titrasi Iodin 3
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 21,08 mL = 0,1054 mmol
Titrasi Iodin 4
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I21 = x 0,01 M x 18,30 mL = 0,0915 mmol
Titrasi Iodin 5
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3

n I2 = x 0,01 M x 15,30 mL

= 0,0765 mmol

Titrasi Iodin 6
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 12,40 mL

= 0,0620 mmol

Titrasi Iodin 7
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 9,00 mL

= 0,0450 mmol

Titrasi Iodin 8
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 5,90 mL

= 0,0295 mmol

Titrasi Iodin 9
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 2,3 mL= 0,0115 mmol
Titrasi Iodin 10
n I2 = x M Na2S2O3 x V Na2S2O3
n I2 = x 0,01 M x 0,10 mL

= 0,0005 mmol

4.3.2 Perhitungan konsentrasi I2


a.

Percobaan A

Titrasi Iodin 1
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 21,00 mL
= 57,00 mL

[I2]1 =

n I2
total

0,1055 mmol
57,00 mL

1,8850 . 10-3

Titrasi Iodin 2
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 17,10 mL
= 53,1 mL

[I2]2 =

n I2
total

0,0855 mmol
53,1 mL

1,6101. 10-3 M

Titrasi Iodin 3
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 10,00 mL
= 46 mL

[I2]3 =

n I2
total

0,0500 mmol
46 mL

1,0869. 10-3 M

Titrasi Iodin 4
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 1,000 mL
= 37 mL

[I2]5 =

n I2
total

0,0050 mmol
37 mL

1,3513 . 10-4 M

Titrasi Iodin 5
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 0,10 mL
= 36,10 mL

[I2]5 =

n I2
total

0,0005 mmol
36,10 mL

1,3850 . 10-5 M

b. Percobaan B
Titrasi Iodin 1
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 24,09 mL
= 60,09

[I2]1 =

n I2
total

0,1204 mmol
60,09 mL

2,0036 . 10-3 M

Titrasi Iodin 2
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 18,20 mL
=54,2 mL

[I2]2 =

n I2
total

0,0920 mmol
54,2 mL

1,6974. 10-3 M

Titrasi Iodin 3
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 11,20 mL
= 47,2 mL

[I2]3 =

n I2
total

0,1120 mmol
47,2 mL

2,3728. 10-3 M

Titrasi Iodin 4
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 6,10 mL
= 42,1 mL

[I2]4 =

n I2
total

0,0305 mmol
42,1 mL

7,2446 . 10-4 M

Titrasi Iodin 5
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 0,30 mL
= 36,3 mL

[I2]5 =

n I2
total

0,0015 mmol
38,3 mL

3,9164 . 10-5 M

Titrasi Iodin 6
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 0,10 mL
= 36,1 mL

[I2]6 =
c.

n I2
total

0,0005 mmol
36,1 mL

1,3850 . 10-5 M

Percobaan C

Titrasi Iodin 1
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 27,09 mL
= 63,09 mL

[I2]1 =

n I2
total

1,3545 mmol
63,09 mL

2,1469 . 10-2 M

Titrasi Iodin 2
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 23,90 mL
=59,9 mL

[I2]2 =

n I2
total

0,1195 mmol
59,9 mL

1,9949. 10-3 M

Titrasi Iodin 3
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 21,08 mL
= 57,08 mL

[I2]3 =

n I2
total

0,1054 mmol
57,08 mL

1,8465. 10-3 M

Titrasi Iodin 4
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 18,30 mL
= 54,3 mL

[I2]4 =

n I2
total

0,0915 mmol
54,3 mL

1,6850 . 10-3 M

Titrasi Iodin 5
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 15,30 mL
= 51,3 mL

[I2]5 =

n I2
total

0,0765 mmol
51,3 mL

1,4912 . 10-3 M

Titrasi Iodin 6
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 12,40 mL
= 48,4 mL

[I2]6 =

n I2
total

0,0620 mmol
48,4 mL

1,2809 . 10-3 M

Titrasi Iodin 7
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL +9,00 mL
= 45 mL

[I2]7 =

n I2

total

0,0450 mmol
45 mL

1,0000 . 10-3 M

Titrasi Iodin 8
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 5,90 mL
= 41,9 mL

[I2]8 =

n I2

0,0295 mmol

total

41,9 mL

7,0405 . 10-4 M

Titrasi Iodin 9
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 2,3 mL
= 38,3 mL

[I2]9 =

n I2
total

0,0115 mmol
38,3 mL

3,0026 . 10-4 M

Titrasi Iodin 10
Volume total = V CH3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2O3
= 10 mL + 1 mL + 25 mL + 0,10 mL
= 36,1 mL

[I2]10 =

n I2
total

0,0005 mmol
36,1 mL

1,3850 . 10-5 M

4 .3.3 Laju reaksi

v
a.

-d I2
dt

=-

[I2 ] - [I2 ]0
t - t0

Percobaan A

Titrasi Iodin 1
V1 =

=-

[I2 ]

2 - [I2 ]1

t2 - t1
1,6101 .10-3

1,8850 . 10-3
s 300 s

= 9,1633 x 10-6 M/s


Titrasi Iodin 2
V2 =

=-

[I2 ]

3 - [I2 ]2

t3 - t2
1,0869 .10-3

1,6101 . 10-3

900 s 600 s

= 1,7440

x 10-6 M/s

Titrasi Iodin 3
V3 =

=-

[I2 ]

3 - [I2 ]2

t3 - t2
13513 .10-3

1200 s 900 s

= 3,1725

x 10-6 M/s

Titrasi Iodin 4
V4 =

1,0869 . 10-3

[I2 ]

3 - [I2 ]2

t3 - t2

13850 .10-4

=-

1,3513 . 10-4

1500 s 1200 s

= 4,0426

x 10-8 M/s

b. Percobaan B
Titrasi Iodin 1
[I2 ]

2 - [I2 ]1

V1 =

t2 - t1

=-

1,6974 .10-3

2,0036. 10-3

600 s 300 s

= 1,0206 x 10-6 M/s


Titrasi Iodin 2
V2 =

=-

[I2 ]

3 - [I2 ]2

t3 - t2
2,3728 .10-3

1,6974 . 10-3

900 s 600 s

= -2,2151 x 10-6 M/s (sampai d sni bru z krja)


Titrasi Iodin 3
V3 =

=-

[I2 ]

4 - [I2 ]3

t4 - t3
9,4595 .10-4

1,3928. 10-3
s 600 s

= 1,4895 x 10-6 M/s


Titrasi Iodin 4
V4 =

[I2 ]

5 - [I2 ]4

t5 - t4

=-

3,0026 .10-4

9,4595 . 10-4

1200 s 900 s

= 2,1523 x 10-6 M/s


c.

Percobaan C

Titrasi Iodin 1
[I2 ]

2 - [I2 ]1

V1 =

t2 - t1

=-

1,7093 .10-3

1,9336 . 10-3

300 s 0 s

= 7,4767 x 10-7 M/s


Titrasi Iodin 2
[I2 ]

3 - [I2 ]2

V2 =

t3 - t2

==

1,4912 .10-3

1,7093 . 10-3

600 s 300 s

7,2700 x 10-7 M/s

Titrasi Iodin 3
V3 =

=-

[I2 ]

4 - [I2 ]3

t4 - t3
1,2185 .10-3

1,4912 . 10-3

900 s 600 s

= 9,0900 x 10-7 M/s


Titrasi Iodin 4
V4 =

[I2 ]

5 - [I2 ]4

t5 - t4

=-

9,8214 .10-4

1,2185 . 10-3

1200 s 900 s

= 7,8787 x 10-7 M/s


Titrasi Iodin 5
[I2 ]

6 - [I2 ]5

V5 =

t6 - t5

=-

5,4455 .10-4

9,8214 . 10-3

1500 s 1200 s

= 3,0923 x 10-5 M/s


4.4 Grafik Penentuan Hukum Kecepatan Reaksi
a.

Percobaan A

Tabel 1. Penentuan Hukum Laju Reaksi


[I2] (M)

log [I2]

v (M/s)

log v

v regresi

1,3415 x 10-3

-2,8724

1,8143 x 10-6

-5,7413

-8,1066

7,2447 x 10-4

-3,1400

2,0568 x 10-6

-5,6868

-8,0590

Tabel 2. Regresi
y = ax + b
No.

xy

x2

y2

1.

-2,8724

-5,7413

16,4913

8,2506

32,9625

2.

-3,1400

-5,6868

17,8565

9,8596

32,3397

-6,0124

-11,4281

34,3478

18,1102

65,3022

xy - (x) (y) /n
2
2
a = x - (x) /n

34,3478 (-6,0124)(-11,4281/2)
18,1102 18,0744

37,2245 34,3551
18,1102 18,0774

= 0,8748
b = y - ax
= -5,7140 (0,8748)(-3,0062)
= -3,0842
a = slope = 0,8748
b = intercept = -3,0842
y = 0,8748x 3,0842
R2 = tetapan kelurusan grafik
R2 =
R2 =

)- ( )

( ) - ( )
0,2287 -11,4281)

-3,0842 34,3478 2 32,6503

(-11,4281)2 2 32,6503

= -2,6622
Persamaan garis y = 0,8748x 3,0842
R2 = -2,6622
Grafik 1. Hubungan antara log [I2] dan log v pada Titrasi Iodin I

0
-70,000

-60,000

-50,000

-40,000

-30,000

-20,000

-10,000
-10,000

-20,000

y = 0,8877x - 5,9009
R = 1

-30,000

-40,000

-50,000

-60,000

= slope = 0,8877

= intercept = -5,9000

= 0,8870x 5,9000

= k [I2]m

log V = log k + m log [I2]


jika x = log [I2] dan y = log V, maka :
log k = intercept = -5,9000
K

= 10-5,9000 = 1,2590 x 10-6

m = slope = 0,8870
sehingga persamaan laju reaksinya adalah :
V = 1,2590 x 10-6 [I2]0,8870

b. Percobaan B
Tabel 3. Penentuan Hukum Laju Reaksi
[I2] (M)

Log [I2]

V (M/s)

Log V

V regresi

1,7568 x 10-3

-2,7553

1,0013 x 10-6

-5,9994

-4,7538

1,3928 x 10-3

-2,8561

1,2133 x 10-6

-5,9160

-4,7850

9,4595 x 10-4

-3,0241

1,4895 x 10-6

-5,8270

-4,8184

3,0026 x 10-4

-3,5225

2,1532 x 10-6

-5,6669

-4,8784

Tabel 4. Regresi
y = ax + b
No.
1.

x
-2,7552

y
-5,9994

xy
16,5146

x2
7,5911

y2
35,9928

2.

-2,8561

-5,9160

16,8966

8,1573

34,9990

3.

-3,0241

-5,8270

17,6214

9,1451

33,9539

4.

-3,5225

-5,6669

19,9616

12,4080

32,1137

-12,1579

23,4093

71,0212

37,3015

137,0594

a=

xy - (x) (y) /n
x 2 - (x) 2 /n

71,0212 ((-12,1579)(-23,4093/4)
=
37,3015 (147,8145/4)
= -0,3748
b = y - ax
= -5,8523 (-0,3748)(-3,0394)
= -7,0024

7
5
,
4
3
2
6

7
5
,
3

a = slope = -0,3748
b = intercept = -7,0024
y = -0,03748x - 7,0024
R2 = tetapan kelurusan grafik
R2 =

a y + b y n y
yy(
y 2 + n (y)2

R2 =

71,0212 ((-

-0,3748
(-23,4093)
(71,0212)
4 (34,2497)
12,1579)(
-23,4093/4) 7,0024
yy(
71,0212
((yy(
(547,9953)
(34,2497)((-12,1579)(12,1579)(
-23,4093/4) 4 71,0212

23,4093/4)yy(
= -1,5220

71,0212 ((-12,1579)(-

Persamaan garis : 23,4093/4)


y = -0,3748x - 7,0024
R2 = -1,5220
Grafik 2. Hubungan antara log [I2] dan log V pada Titrasi Iodin II

-40,000 -35,000 -30,000 -25,000 -20,000 -15,000 -10,000

-56,000
-5,000
0
-56,500
-57,000

y = -0.41x - 70985
R = 0.9633

-57,500
-58,000
-58,500
-59,000
-59,500
-60,000
-60,500

V = K [I2]m
Log V = log K + m log [I2]
Jika x = log [I2] dan y = log V, maka
Log k = intercept = -7,0985

K = 10-7,0985 = 7,9707 x 10-8


m = slope = -0,4100
sehingga persamaan laju reaksinya adalah :
V = 7,9707 x 10-8 [I2]-0,4100
c. Percobaan C
Tabel 5. Penentuan Hukum Laju Reaksi
[I2] (M)

Log [I2]

V (M/s)

Log V

V regresi

1,7093 x 10-3

-2,7672

7,4767 x 10-7

-6,1262

4,6039

1,4912 x 10-3

-2,8265

7,2700 x 10-7

-6,1385

4,6442

1,2185 x 10-3

-2,9142

9,0900 x 10-7

-6,0414

4,3261

9,8214 x 10-4

-3,0078

7,8787 x 10-7

-6,1035

4,5296

5,4455 x 10-4

-3,2640

3,0923 x 10-5

-4,5097

-0,6924

Tabel 6. Regresi
y = ax + b
No.

xy

x2

y2

1.

-2,7671

-6,1262

16,9518

7,6568

37,5303

2.

-2,8264

-6,1385

17,3498

7,9885

37,6811

3.

-2,9141

-6,0414

17,6052

8,4919

36,4985

4.

-3,0078

-6,1035

18,3581

9,0468

37,2527

5.

-3,2639

-4,5097

14,7192

10,6530

20,3373

-14,7793

-28,9193

84,9841

43,8370

169,2999

a=

xy - (x) (y) /n
x 2 - (x) 2 /n

84,9841 ((-14,7793)(-28,9193)/5)
=

43,8370 43,6855
. -26,9998
84,9841 85,4805

43,8370 43,6855

= -3,2765
b = y - ax
= -5,7839 (-3,2765)(-2,9558)
= -15,4685
a = slope = -3,2765
b = intercept = -15,4685
y = -3,2765x 15,4685
R2 = tetapan kelurusan grafik
R2 =

a y + b y n y

y 2 + n (y)2
R2 =

-3,2765 (-28,9193) 15,4685 (84,9841) 4181,6295


71,0212
yy(yy(
71,0212
((-((836,3259 - 4181,6295
12,1579)(
-23,4093/4)
12,1579)(-23,4093/4)
= 1,6146
yy(
Persamaan
garis : y = -3,2765x 71,0212
15,4685 ((-12,1579)(2
Ryy(
= 1,6146
23,4093/4)

71,0212 ((-12,1579)(-

23,4093/4)
Grafik 3. Hubungan antara log [I2] dan log V pada Titrasi Iodin III

-33,000

-32,000

-31,000

-30,000

-29,000

0
-28,000
-27,000
-10,000
-20,000

y = -3.277x - 1,5471
R = 0.800

-30,000
-40,000
-50,000
-60,000
-70,000

= K [I2]m

Log V = log K + m log [I2]


Jika x = log [I2] dan y = log V, maka
Log k = intercept = -1,5471
K

= 10-1,5471 = 2,8372 x 10-2

= slope = 3,2770

sehingga persamaan laju reaksinya adalah :


V = 2,8372 x 10-2 [I2]3,2770
4.5 Pembahasan
Pada percobaan ini, dilakukan reaksi iodinasi aseton dalam larutan air yang
terkatalisis dengan asam. Proses pada percobaan ini dimulai dengan mencampur
aseton dengan larutan asam sulfat dan air. Dalam hal ini asam sulfat bertindak
sebagai katalis yang mempercepat ionisasi aseton dengan memberikan ion H+ ke
dalam larutan karena reaksi antara iod dan aseton dalam air berjalan lambat.
Larutan tersebut kemudian ditambahkan dengan sejumlah iod, serta menjalankan
stopwatch. Setelah itu dengan segera sebagian larutan diambil dan dimasukkan ke
dalam larutan yang terdiri dari campuran natrium asetat dan amilum. Adapun
natrium asetat berfungsi untuk memastikan reaksi berjalan sempurna, sedangkan
amilum digunakan sebagai indikator untuk menunjukkan titik akhir titrasi. Larutan
ini berwarna ungu sebab terbentuk kompleks iod dengan amilum. Selanjutnya
larutan dititrasi dengan natrium tiosulfat untuk mengetahui konsentrasi iod diawal
reaksi.
Cuplikan-cuplikan selanjutnya diambil dalam selang waktu 5 menit sejak
pertama kali penambahan iod ke dalam larutan aseton. Konsentrasi iod didalam
larutan sejalan dengan bertambahnya waktu akan terus mengecil, yang ditandai

dengan berkurangnya volume natrium tiosulfat yang digunakan untuk menitrasi


cuplikan. Oleh karenanya hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa selang waktu
tersebut memiliki hubungan berbanding terbalik dengan volume natrium tiosulfat.
Sementara larutan yang terdiri dari campuran aseton dan iod, sejalan dengan
bertambahnya waktu akan mengalami perubahan warna yang semakin bening. Hal
ini dikarenakan iod yang memberikan warna pada larutan diawal, konsentrasinya
semakin berkurang sejalan dengan berlangsungnya proses reaksi dengan aseton.
Dengan mengetahui volume natrium tiosulfat untuk titrasi, maka dapat
dihitung konsentrasi iod dalam larutan melalui persamaan reaksi yang terjadi.
Konsentrasi iod yang diperoleh sebagai fungsi terhadap waktu digunakan untuk
menentukan hukum laju reaksi dengan variabel tetapan laju (k) dan orde reaksi
yang dapat ditentukan.
Selain menentukan orde reaksi terhadap berkurangnya iod untuk
menentukan hukum laju reaksi, pada percobaan ini juga ditentukan orde reaksi
terhadap berkurangnya aseton dan pengaruh katalis asam terhadap laju reaksi. Hal
inilah yang coba diuraikan pada percobaan B dan C. Dimana pada percobaan B
dan C pengerjaan yang dilakukan hampir sama, namun pada percobaan B volume
aseton yang digunakan lebih kecil dari yang digunakan sebelumnya. Sedangkan
untuk percobaan C, karena pengaruh asam sebagai katalis yang akan diamati, maka
volume asam sulfat yang digunakan dibuat lebih kecil dari sebelumnya. Metode ini
dikenal metode laju awal.
Dari hasil grafik yang diperoleh pada percobaan A, B, dan C terlihat bahwa
saat konsentrasi iod besar dalam larutan maka laju reaksi ionisasi aseton juga

semakin besar. Hal ini mengindikasikan untuk mempercepat laju reaksi dapat
dilakukan dengan memperbesar konsentrasi reaktan, dalam hal ini iod dan aseton.
Pada percobaan A diperoleh nilai tetapan laju reaksi k 4,9.10-8 dan b
sebagai kemiringan -0,2565. Percobaan B diperoleh nilai tetapan laju reaksi k
7,8271.10-8 dan a sebesar -0,5112. Pada percobaan C diperoleh nilai tetapan laju
reaksi k 1,6519.10-15 dan c sebesar 24,8222. Sehingga, persamaan laju reaksinya
dapat dituliskan sebagai V = k[aseton]-0,5112[I2]-0,2565[H+]24,8222.
Persamaan laju yang diperoleh memiliki kejanggalan, dimana orde reaksi
untuk aseton dan I2 bernilai negatif, yang berarti bersifat menurunkan laju reaksi
dengan penambahan konsentrasi. Hal ini tidak sesuai dengan teori, dimana
penambahan konsentrasi pereaksi seharusnya dapat meningkatkan laju reaksi.
Kesalahan ini dapat disebabkan adanya ketidaktelitian pada percobaan, baik dalam
menghitung waktu, memindahkan cairan, menitrasi, maupun dalam pembacaan
skala pada buret.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
hukum laju reaksi iodinasi aseton dalam air yang terkatalis oleh asam ialah
V = k[aseton]-0,5112[I2]-0,2565[H+]24,8222.

5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Percobaan
Saran pada percobaan ini yaitu sebaiknya pada percobaan berikutnya asisten
lebih proaktif lagi dalam menjelaskan tujuan dan perhitungan dari percobaan ini,
agar praktikan lebih baik dalam memahami percobaan ini.
5.2.2 Saran Untuk Laboratorium
Saran untuk laboratorium yaitu sebaiknya sebelum praktikum telah
menyiapkan alat-alat sesuai dengan kebutuhan seperti gelas kimia yang kurang saat
praktikum, sehingga tidak menghambat jalannya praktikum dan untuk menghindari
kontaminasi larutan dengan larutan lain karena dipakai bergantian.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P., dan Paula, J.D., 2006, Physical Chemistry, Eighth Edition, Oxford
University Press, America.
Bird, T., 1993, Kimia Fisika Untuk Universitas, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Cotton, F.A., Wilkinson, G., dan Gaus, P.L., 1995, Basic Inorganic Chemistry,
Third Edition, John Wiley & Sons, New York.
Day, R.A., dan Underwood, A.L., 1993, Analisa Kimia Kuantitatif Edisi Keempat,
diterjemahkan oleh Soendoro, S., Erlangga, Jakarta.
Petrucci, R.H., dan Harwood, W.S., 1993, General Chemistry Principles and
Modern Aplications, Sixth Edition, Macmillan Publishing Company, New
York.
Seoud, A.L.A., dan Abdallah, L.A.M., Two Optimization Methods to Determine
the Rate Constants of a Complex Chemical Reaction using FORTRAN and
MATLAB, American Journal of Applied Sciences (online), 7 (4), 510-517,
(http://www.scipub.org/fulltext/ajas/ajas74509-517.pdf,
diakses
pada
tanggal 29 April 2014 pukul 04.47 WITA).

Handoko, D., S., P., 2003, Aktivitas Katalis Cr/Zeolit dalam Reaksi Konversi
Katalitik Fenol dan Metil Isobutil Keton, Jurnal Ilmu Dasar, 4 (2), 70-76.

LEMBAR PENGESAHAN

Makassar, 5 April 2010


Asisten

Tiur Mauli

Praktikan

Syadza Firdausiah

Anda mungkin juga menyukai