SKENARIO
Talita, 5-year-old girl, was referred to MH hospital for poor weight gain. Her mother said that she
frequently suffers from respiratory tract infection. Sometimes she complains of shortness of
breath after activities and easily fatigue. Post natal history: her birth weight was 3 kg.
Physical examination:
Talitas body weight: 10 kg, body height: 70 cm, temp: 37C, RR: 28x/min, HR: 100 bpm regular,
BP: 90/70 mmHg.
Chest: precordial bulging, hyperactive precordium, second heart sound (S2) is fixed and widely
split. A non specific 3/6, almost vibratory systolic ejection murmur is best heard at the upper left
sternal border, and there is also a mid diastolic rumble murmur at the lower left sterna.
ECG: sinus rhythm, right bundle branch block (RBBB) pattern, right ventricular hypertrophy (RVH),
right atrial hypertrophy (RAH).
Chest X-Ray: Cardiothoracic ratio 60%, upward apex, increased pulmonary vascular markings.
2. KLARIFIKASI ISTILAH
2.1
2.2
2.3
2.4
Fatigue
2.5
Precordial bulging : Daerah permukaan anterior tubuh yang menutupi jantung dan
: Kelelahan
dada bagian bawah yang lebih menonjol dari dinding toraks yang lain
2.6
2.7
2nd heart sound : Bunyi jantung yang dihasilkan oleh penutupan katup semilunaris
2.8
Widely split
kedua, menunjukkan pemisahan unsur bunyi kedua menjadi dua, yang lebar
1
2.9
Systolic ejection murmur : Jenis murmur sistolik yang terutama terdengar ketika
volume ejeksi dan kecepatan aliran darah pada keadaan maksimum seperti pada
stenosis aorta dan pulmonal
2.10 Mid diastolic rumble murmur : Suara bising jantung yang terdengar seperti gemuruh,
terdengar pada fase middiastolik
2.11 RBBB
berkas His sehingga impuls terlebih dahulu mencapai ventrikel kemudian menjalar ke
ventrikel lain
2.12 RVH
3. IDENTIFIKASI MASALAH
PRIORITAS
MASALAH
MASALAH
Talita, 5-year-old girl, was referred to MH hospital for poor weight gain.
VVV
Her mother said that she frequently suffers from respiratory tract infection.
VV
VV
fatigue.
Post natal history: her birth weight was 3 kg.
Physical examination:
Talitas body weight: 10 kg, body height: 70 cm, temp: 37C, RR: 28x/min,
HR: 100 bpm regular, BP: 90/70 mmHg.
Chest: precordial bulging, hyperactive precordium, second heart sound (S2)
VV
is fixed and widely split. A non specific 3/6, almost vibratory systolic
ejection murmur is best heard at the upper left sternal border, and there is
also a mid diastolic rumble murmur at the lower left sterna.
ECG: sinus rhythm, right bundle branch block (RBBB) pattern, right
VV
2
VV
vascular markings.
4. PRIORITAS MASALAH
4.1
Talita, 5-year-old girl, was referred to MH hospital for poor weight gain.
4.2
Her mother said that she frequently suffers from respiratory tract infection.
4.3
Sometimes she complains of shortness of breath after activities and easily fatigue.
4.4
4.5
ECG results.
4.6
4.7
5. ANALISIS MASALAH
5.1
Talita, 5-year-old girl, was referred to MH hospital for poor weight gain.
5.1.1
Rumus yang dikutip dari Behrman, 2000[1] untuk memperkirakan berat badan anak
adalah sebagai berikut:
Umur
Lahir
3,25 kg
3-12 bulan
Umur (bulan) + 9
2
1-6 tahun
Umur (tahun) x 2 + 8
Tabel
dikutip
dari
Binarupa
Behrman,dkk. 2000. Nelson Textbook
of Pediatrics. Jakarta: EGC
Dapat pula digunakan standar dari Direktorat Kesehatan Gizi, Departemen Kesehatan
RI pada tabel di bawah ini [2] :
Umur
Berat 80 % (gr)
Tinggi 80 % (cm)
5.1.2
kasus ini?
Pada talita, ia mengalami gangguan kongenital pada jantungnya yaitu ASD. Seperti
yang telah kita pelajari dan ketahui bahwa ASD mengakibatkan stroke volume serta
cardiac output menurun dikarenakan sirkulasi yang terjadi mengalami gangguan
sehingga aliran darah ke jaringanpun menjadi kurang. Hal ini mengakibatkan jaringan
tidak mendapatkan nutrisi dan oksigen yang cukup. Akibatnya tubuh sulit untuk
melakukan metabolism, sehingga talita tidak tumbuh dan berkembang dengan baik
akibat ada gangguan metabolism tubuhnya. [3]
5.2
Her mother said that she frequently suffers from respiratory tract infection.
5.2.1
ini?
Saluran pernafasan memiliki berbagai macam system pertahanan untuk mengeluarkan
zat asing yang masuk, mulai dari bulu hidung sampai makrofag alveolar. Makrofag
alveolar merupakan sel fagositik dengan sifat dapat bermigrasi dan aktivitas enzimatik
yang unik. Setelah makrofag ini memfagosit zat asing, zat tersebut dibawa ke pembulih
limfe atau ke bronkiolus dimana mereka akan dibuangoleh escalator mukolaris. Namun
pada penderita atrial septal defek (ASD), darah dari atrium kiri dapat masuk ke atrium
kiri dan menambah jumlah darah yang disalurkan kedalam paru dan meningkatkan
tekanan paru sehingga menyebabkan transudasi cairan keruang interstisial. Transudasi
yang berlebihan akan mengganggu kinerja system limfatik sehingga zat asing yang
sudah difagosit oleh makrofag tidak dikeluarkan lagi secara efektif sehingga penderita
sering mengalami infeksi yang berulang.
Defek septum atrium ini juga menyebabkan jumlah cardiac output menurun akibat
adanya pirau dari atrium kiri ke atrium kanan. Penurunan ini mampu menyebabkan
terjadinya hipoperfusi di jaringan, sehingga jaringan kekurangan nutrisi dan imunitas
dari host menurun. Penyebab infeksi saluran pernapasan lebih sering terjadi adalah
karena kontak dengan udara yang tidak dapat dihindari. [3]
5.2.2
ISPA berkaitan erat dengan kurang energi protein pada balita. Selain itu berbagai hasil
penelitian menunjukan terjadinya penurunan berat badan anak selama ISPA
berlangsung. Mekanisme malnutrisi pada balita dapat bermacam-macam baik secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama yaitu:
a. Penurunan intake zat gizi akibat kurang nafsu makan, menurunnya absorbsi dan
kebiasaan mengurangi makanan pada saat sakit
b. Peningkatan kehilangan cairan/zat gizi
c. Meningkatnya kebutuhan akibat sakit dan parasit yang teradapat dalam tubuh.
Seorang anak balita yang menderita penyakit ISPA akan mengakibatkan meningkatnya
kebutuhan kalori karena meningkatnya suhu tubuh. Kebutuhan energi pada saat
infeksi bisa mencapai dua kali kebutuhan normal karena meningkatnya metabolisme
basal sehingga apabila konsumsi kurang beberapa hari akan menyebabkan kekurangan
energi bila berlanjut beberapa minggu akan menyebabkan KEP pada anak balita.
Penyakit infeksi dan status gizi terjadi hubungan timbal balik atau sinergisme,
gangguan gizi memperburuk kemampuan anak untuk mengatasi infeksi, karena gizi
kurang menghambat reaksi pembentukan kekebalan tubuh sehingga anak akan lebih
mudah terkena penyakit infeksi dan sebaliknya penyakit infeksi berpengaruh besar
terhadap terjadinya kejadian gizi pada anak balita, seorang anak yang menderita suatu
penyakit infeksi seperti ISPA akan mengakibatkan terjadinya gangguan metabolisme,
gangguan penyerapan dan selera makan menurun dengan demikian intake makanan
menurun sehingga pertumbuhan terganggu.
Seseorang dengan ASD juga rentan mengalami infeksi paru yang berulang akibat
meningkatnya aliran darah pulmoner cenderung mengakibatkan banyaknya cairan
yang mengalir menuju paru, membanjiri paru dan menyebabkan paru lebih rentan
terhadap infeksi mikroorganisme. [4]
5.3
Sometimes she complains of shortness of breath after activities and easily fatigue.
5.3.1
Atrial Septal Defect Shunting dari LA ke RA darah yang mengandung oksigen yang
masuk ke LV berkurang penyebaran O2 tidak adekuat tubuh kekurangan O2
kompensasi tubuh untuk meningkatkan pasokan O2 Sesak napas
6
5.3.2
Pada kasus Talita yang mengalami kebocoran pada dinding atriumnya (Atrial Septal
Defect), akan mengakibatkan shunt atau baliknya darah bersih dari atrium kiri menuju
atrium kanan. Baliknya aliran darah bersih dari atrium kiri menuju atrium kanan justru
mengakibatkan kurangnya beban diastol atrium kiri menuju ventrikel kiri. Hal ini
mengakibatkan ventrikel kiri kekurangan jumlah darah yang harus di pompakan ke
seluruh tubuh melalui ejeksi sekuncupnya.
Akibatnya Cardiac Output berkurang. Hal ini berakibat pada perfusi Oksigen ke jaringan
(termasuk otot rangka) berkurang. Ketika beraktivitas, kebutuhan otot akan Oksigen
meningkat. Tapi suplai oksigen ke otot berkurang, sehingga kebutuhan oksigen pada
saat aktivitas tersebut tidak tercukupi. Tubuh mengatasinya dengan melakukan
metabolisme anaerob dan mengakibatkan produksi asam laktat meningkat yang
berakibat pada keluhan mudah lelah. [5]
5.3.3
Pada penyakit Atrial Septum Defect (ASD), ada defek pada septum atrium di jantung.
Hal ini menyebabkan darah dari LA dapat masuk ke RA yang akan berdampak pada
peredaran darah sistemiknya. Sesak napas yang dialami Talita, disebabkan darah ke LA
dari vena pulmonal yang seharusnya masuk ke LV, masuk juga ke RA yang
menyebabkan adanya penambahan tekanan pada RV, sehingga volume darah yang
masuk ke arteri pulmonalis menuju paru bertambah dan menyebabkan tekanan pada
paru meninggi. Hal ini berujung pada sesak napas yang diderita oleh Talita. Fatique
saat beraktivitas walaupun hanya sedikit disebabkan karena gangguan pada supali
darah sistemik oleh karena banyaknya darah yang masuk ke arteri pulmonal.
Kekurangan darah yang masuk ke LV untuk di pompakan seluruh tubuh, merangsang
pons di otak, member sinyal kelelahan karena jaringan ditubuh kekurangan suplai
darah sebagai sumber energi dan juga ketika kurang suplai darah, tubuh akan
melakukan metabolism anaerob yang memproduksi asam laktat. Penumpukan asam
laktat di otot akan menyebabkan kelelahan. [5]
5.4
Mengapa berat badan Talita rendah pada umur 5 tahun, sedangkan berat
lahirnya normal?
Klasifikasi berat badan bayi baru lahir dapat dibedakan atas:
a. Bayi dengan berat badan normal, yaitu > 2500 gram.
b. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), yaitu antara 1500 gram
2500 gram.
c. Bayi dengan berat badan sangat rendah (BBLSR), dimana berat lahirnya
adalah 1000-1500 gram
Bayi dengan berat lahir ekstrem rendah (BBLER), dimana berat lahirnya adalah <
1000 gram. [6]
Talita lahir dengan berat normal mengindikasikan bahwa ia mendapat nutrisi yang baik
selama dalam kandungan. Serta karena nutrisi selama tahap janin disuplai oleh
plasenta.
Berat badan Talita sulit naik berkaitan dengan progresi dari kelainan ASD yang
dialaminya, karena ASD akan menyebabkan penurunan distribusi nutrisi ke sel-sel
tubuh.
5.5
Physical examination
Talitas body weight: 10 kg, body height: 70 cm, temp: 37C, RR: 28x/min, HR: 100
bpm regular, BP: 90/70 mmHg. Chest: precordial bulging, hyperactive precordium,
second heart sound (S2) is fixed and widely split. A non specific 3/6, almost vibratory
systolic ejection murmur is best heard at the upper left sternal border, and there is
also a mid diastolic rumble murmur at the lower left sterna.
5.5.1
-
Temp: 37C
Normal. Kisarannya adalah 36OC 37,2OC
RR: 28x/min
Respiration Rate
o Normal: 24-40
o Interpretasi: Normal
Heart Rate
o Normal: 80-100
o Interpretasi: normal batas tinggi
9
Umur
(mmHg)
Neonatus
1-12 bulan
1-3 tahun
4-8 tahun
9-15 tahun
Tabel dikutip dari Sastroasmoro, Madiyono. 1994. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta: Binarupa
Aksara
Bulging precordial adalah daerah precordial yang lebih menonjol dari dinding thorax
yang lain, Bulging precordial menunjukkan kemungkinan pembesaran ventrikel. [9]
Hyperactive precordium
ASD volume atrium kanan meningkat volume pengisian cepat ventrikel kanan
meningkat volume diastolic akhir ventrikel kanan meningkat volume ejeksi
meningkat volume sistolik akhir menurun curah isi sekuncup ventrikel kanan
meningkat hyperactive precordium
Hipertrofi pada atrium dan ventrikel kanan tersebut menyebabkan daerah dada diatas
jantung tampak bergerak. Ini lah yang disebut sebagai Hyperactive precordium. [9]
volume jantung kanan akibat pirau dari atrium kiri ke atrium kanan menyebabkan
waktu ejeksi ventrikel kanan memanjang, sehingga bunyi jantung II terpecah lebar. [9]
A non specific 3/6, almost vibratory systolic ejection murmur is best heard at the
upper left sternal border
Menunjukkan suara murmur yang mudah di dengar namun keras (nyaring ). hal ini bisa
terjadi karena turbulensi aliran darah dalam hal ini mengacu pada mur-mur ejeksi
sistolik yang paling jelas terdengar pada upper LSB . Murmur pada kasus ASD ini,
disebabkan peningkatan aliran darah menuju paru dari ventrikel kanan akibat volume
load yang disertai suatu peningkatan resistensi vaskular paru. Sehingga saat fase sistolik
darah yang dipacu dari ventrikel kanan sangat banyak volumenya dan dengan tekanan
yang tinggi melewati katup pulmoner menimbulkan turbulensi yang menimbulkan
murmur. Karena turbulensi cukup kuat maka hampir getarannya sampai ke dinding
dada atau almost vibratory dan paling jelas terdengar di upper LSB karena disitu letak
mendengar katup pulmoner paling jelas. [9]
Intensitas dari murmur biasanya diderajatkan pada skala 6 titik seperti berikut:
-
derajat 2/6 : bising yang lemah tetapi mudah terdengar, dengan penjalaran minimal.
derajat 3/6 : bising yang keras tetapi tidak disertai getaran bising, penjalaran
sedang.
-
derajat 4/6 : bising yang keras dan disertai getaran bising, penjalarannya luas.
derajat 5/6 : bising yang sangat keras, yang tetap terdengar bila stetoskop tetap
derajat 6/6 : bising yang paling keras, tetap terdengar meskipun steteskop diangkat
atrium kiri, dinding ventrikel kanan yang lebih tipis juga memiliki kemampuan untuk
menampung darah tambahan lebih baik dibandingkan dengan ventrikel kiri yang
berdinding lebih tebal menyebabkan terjadi shunt left-right pada atrium jantung.
Selain itu, pada mekanisme normalnya atrium kanan juga menampung darah balik
yang berasal dari seluruh tubuh melalui vena cava, terjadi overload darah di atrium
kanan, lalu darah akan mengalir ke ventrikel kanan melalui katup tricuspid. Katup
tricuspid ini dalam hal tertentu dapat menyempit (stenosis) jika aliran darah yang
melalui ostium tricuspid terlalu banyak. Akibat 2 keadaan ini maka terdengar
middiastolic rumble murmur berfrekuensi rendah pada ICS IV kiri atau kanan.
Sebenarnya murmur ini dapat terdengar pada ostium pulmonal di ICS II namun karena
ostium tricuspid lebih besar daripada ostium pulmonal maka yang terdengar dominan
di ICS IV. [9]
5.6
ECG: sinus rhythm, right bundle branch block (RBBB) pattern, right ventricular
hypertrophy (RVH), right atrial hypertrophy (RAH).
5.6.1
- Sinus rhythm
Karakteristik sinus ritme:
-
Laju
: 60-100X/menit
Durasi QRS : kurang dari 0,10 detik kecuali ada gangguan konduksi
intraventrikel [10]
Sinus rhythm adalah adanya gelombang P diikuti oleh kompleks QRS-T pada
gambaran elektrokardiograf (EKG). Terjadinya gelombang sinus rhthym disebabkan
karena adanya hantaran listrik pada jantung. Bila impuls mendekati electrode
terjadi defleksi positif, bila impuls menjauhi electrode terbentuk defleksinegatif. (I)
impuls melalui dinding atrium dari nodus SA ke nodus AV, terjadi depolarisasi
atrium yang membentuk gelombang P. Di V1 P bisa positif, bifasik atau inverse; di
V6 selalu positif karena impuls mendekati electrode V6. (II) Impuls melalui nodus AV,
mengalami perlambatan, kemudian melalui bundle his. Terbentuk segmen P-R yang
isoelektris. (III) Impuls mengaktifkan septum ventrikel dengan arah dari kiri ke
12
kanan. Di V1 terjadi defleksi positif (r), di V6 terjadi defleksi negative (q). (IV)
Aktivasi kedua ventrikel. Karena impuls yang ke ventrikel kiri lebih kuat, maka di V1
terbentuk gelombang S, dan di V6 terbentuk defleksi positif R. (V) Aktivasi konus
pulmmonalis di ventrikel kanan menyebabkan defleksi positif di V1 (r). pada saat
yang sama terjadi aktivasi pada bagian posterobasal ventrikel kiri dengan impuls
menjauhi V6 hingga terbentuk gelombang di V6. [10]
Tiap keadaan yang memperlambat systole ventrikel kanan, baik secara elektris
maupun mekanis, akan memperlambat P2 dan menimbulkan pelebaran bunyi
jantung ke dua yang terpisah (splitting). Pengisian ventrikel kanan akan diperlambat
oleh blok cabang berkas kanan atau stenosis pulmonal. [10]
13
5.6.2
RBBB pattern
RVH
ST segment depression and T wave inversion in right precordial leads is usually seen
in severe RVH such as in pulmonary stenosis and pulmonary hypertension.
14
RAH
Gelombang P yang tinggi (lebih dari 2,5 mm) dan runcing di sadapan II, III, dan aVF.
Gelombang P merupakan gambaran proses depolarisasi atrium. Biasa disebut P
pulmonal.
5.7
Chest X-Ray: Cardiothoracic ratio 60%, upward apex, increased pulmonary vascular
markings.
5.7.1
-
Karena terjadi hipertrofi maka CTR menjadi diatas 50% (CTR normal <50%)
Upward apex
Perubahan bentuk pada siluet jantung dapat menjelaskan adanya abnormalitas pada
struktur spesifik jantung. Upward apex atau apeks yang terangkat menjelaskan adanya
hipertrofi ventrikel kanan dengan melihat perpindahan dari apeks ventrikel kiri yang
upward dan ke arah lateral.
Pada atrial septal defect, terjadi perbesaran ukuran jantung pada batas jantung kanan
akibat perbesaran atrium kanan. Arteri pulmoner penuh dan tampak terlihat bahkan
pada perifer lapangan paru mengindikasikan adanya peningkatan vaskularisasi
pulmoner. [8]
5.7.2
Setelah foto thorax PA sudah jadi, maka untuk membuat perhitungan CTR nya kita
harus membuat garis-garis yang akan membantu kita dalam perhitungan CTR ini.
1. Buat garis lurus dari pertengahan thorax (mediastinum) mulai dari atas sampai ke
bawah thorax
2. Tentukan titik terluar dari kontur jantung sebelah kanan dan namakan sebagai titik A.
3. Tentukan titik terluar dari kontur jantung sebelah kiri dan namakan sebagai titik B.
4. Buat garis lurus yang menghubungkan antara titik A dan B
5. Tentukan titik terluar bayangan paru kanan dan namakan sebagai titik C.
6. Buat garis lurus yang menghubungkan antara titik C dengan garis mediastinum.
Jika foto thorax digambar dengan menggunakan aturan di atas maka akan di dapatkan
foto thorax yang sudah di beri garis seperti di bawah ini :
16
Setelah dibuat garis-garis seperti di atas pada foto thorax, selanjutnya kita hitung
dengan menggunakan rumus perbandingan sebagai berikut :
CTR=A+B/C
Keterangan :
A : jarak MSP dengan dinding kanan terjauh jantung.
B : jarak MSP dengan dinding kiri terjauh jantung.
C : jarak titik terluar bayangan paru kanan dan kiri.
Jika CTR>0.5 maka dikategorikan sebagai Cardiomegaly
Ketentuan : Jika nilai perbandingan di atas nilainya 50% (lebih dari/sama dengan 50%
maka dapat dikatakan telah terjadi pembesaran jantung (Cardiomegally). [8]
5.7.3
b. EKG :
17
c. Echocardiogram
Dapat ditemukan dilatasi areteri pulmonal dan dilatasi RV dan RA dengan pergerakan
septum ventrikel abnormal (paradoxical) karena volume berlebihan pada jantung
kanan. ASD dapat dilihat langsung dengan two-dimensional imaging, color flow
imaging,
or
echocontrast.
Pada
kebanyakan
institusi
two
dimensional
Transesophageal
echocardiography
diindikasikan
jika
transthoracic
echocardiogram masih meragukan, paling sering dilakukan pada kasus tipe sinus
venosus atau disaat catheter device closure.
d. Cardiac catheterization
Dilakukan jika terdapat hasil inkonsistensi data klinis, jika dicurigai terjadi hipertensi
pulmonal atau malformasi terkait, atau jika terdapat kemungkinan penyakit arteri
koroner. [8]
5.7.4
Pemeriksaan tambahan dapat dilakukan untuk mendiagnosis kondisi secara pasti atau
mendapatkan bukti-bukti yang mengarah pada diagnosis yang diperoleh dari
pemeriksaan sebelumnya, berupa laboratorium (baik pemeriksaan darah, urine dan
feces), rontgen dada, EKG/Treatmill test, USG abdomen, dan bagi wanita pemeriksaan
ditambah dengan mamografi, USG payudara dan pap smear.
Pemeriksaan yang
18
19
20
Anatomi Jantung
7.2
Fisiologi Jantung
7.3
Embriologi Jantung
7.4
TOPIK
YANG SAYA
YANG SAYA
TAHU
TIDAK TAHU
Letak jantung,
Anatomi
Ruang Jantung,
Jantung
Katup jantung,
dst
Fisiologi
Jantung
Embriologi
Jantung
Atrial Septal
Defect
YANG HARUS
DIBUKTIKAN
KEMBALI
Buku Teks
Kelainan
anatomi jantung
SUMBER
pada ASD
Jurnal
Kelainan siklus
Mekanisme terjadinya
Sumber
jantung pada
online yang
ASD
terpercaya
Jantung berasal
Proses
Kelainan
dari jaringan
organogenesis
organogenesis
endoderm
jantung
Siklus Jantung
Patofisiologi
kelainankelainan pada
ASD
21
8. SINTESIS
8.1 ANATOMI JANTUNG
Gambar dikutip dari Putz, R., Pabst. R. 2003. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21. Jakarta: EGC.
Bentuk jantung seperti kerucut dengan puncak (Apex) kedepan lateral kiri dan basis
di Posterior. Beratnya (tanpa darah) adalah 300 gr; Capacitas ruangannya adalah 300
cc (dilatasi) dimana 120 cc masing-masing untuk bilik kiri/kanan. Besar jantung
sewaktu Cositractie adalah sebesar tinju (12,5 x 3,5 x 2,5 cm).
Jantung mempunyai 3 Facies (permukaan) yaitu Facies Sternocostalis (depan atas,
lateral kiri dan kanan) Facies Diaphragmatica (lnferior) dan Basis (belakang).
Jantung ini adalah alat pompa darah untuk mengalirkan darah arterial keseluruh
tubuh yang
tidak boleh berhenti lebih dari 5 detik. Jantung bekerja diluar kehendak kita. Selubung
jantung adalah Pericardium yang terdapat sebagai kantong dan Epicadium sebagai
lapisan luar jantung. Pericardium adalah jaringan Serosa Fibrous agak tebal dimana
permukaan dalam adalah Serous Mucous yang menghasilkan cairan pelicin sedikit.
22
PERMUKAAN JANTUNG
Jantung mempunyai tiga permukaan: facies sterno-costalis (anterior), facies
diaphragmatica (inferior), dan basis cordis (facies posterior), Jantung juga mempunyai
apex yang arahnya ke bawah, depan, dan kiri. [11]
Facies sternocostalis terutama dibentuk oleh atrium dextrum dan ventriculus dexter,
yang dipisahkan satu sama lain oleh sulcus atrioventricularis.
Pinggir kanannya dibentuk oleh atrium dextrum dan pinggir kirinya oleh ventriculus
sinister dan sebagian auricula sinistra. Ventriculus dexter dipisahkan dari ventriculus
sinister oleh sulcus interventricularis anterior.
Facies diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh ventriculus dexter dan
sinister yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior. Permukaan inferior
atrium dextrum, tempat bermuara vena cava inferior, juga ikut membentuk facies
diaphragmatica.
Basis cordis, atau facies posterior terutama dibentuk oleh atrium sinistrum, tempat
bermuara empat venae pulmonales. Basis cordis terletak berlawanan dengan apex
cordis.
Apex cordis, dibentuk oleh ventriculus sinister, mengarah ke bawah, depan, dan kiri.
Apex terletak setingi spatium intercostale V sinistra, 9 cm dari garis tengah. Pada
daerah apex, denyut apex biasanya dapat dilihat dan diraba pada orang hidup.
Perhatikan bahwa basis cordis dinamakan basis karena jantung berbentuk piramid
dan basisnya terletak berlawanan dengan apex. Jantung tidak terletak pada basisnya;
jantung terletak pada facies diaphragmatica (inferior).
BATAS JANTUNG
Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium dextrum, batas kiri oleh auricula sinistra
dan di bawah oleh ventriculus sinister. Batas bawah terutama dibentuk oleh
ventriculus dexter tetapi juga oleh atrium dextrum dan apex oleh ventriculus sinister.
Batas-batas ini penting pada pemeriksaan radiografi jantung.
RUANG-RUANG JANTUNG
Jantung dibagi oleh septa vertikal menjadi empat ruang: atrium dextrum, atrium
sinistrum, ventriculus dexter, dan ventriculus sinister. Atrium dextrum terletak anterior
terhadap atrium sinistrum dan ventriculus dexter anterior terhadap ventriculus sinister.
23
Dinding jantung tersusun atas otot jantung, myocardium, yang di luar terbungkus
oleh pericardium serosum, yang disebut epicardium, dan di bagian dalam diliputi oleh
selapis endothel disebut endocardium.
= Atrium Sinister
Bilik kanan
= Ventriculus Dexter
Bilik kiri
= Veritricuius Sinister
Serambi kanan menerima darah Venous yang miskin oksigen dari seluruh tubuh
melalui V. cava superior dan V. cava lnferior. Muara ke 2 Vena ini boleh dikatakan tidak
mempunyai klep.
Serambi kanan kedepan berhubungan dengan bilik kanan melalui klep Atrio
Ventricular Tricuspidalis (3 buah klep). Atrium Dexter ini mempunyai ruangan yang
dibatasi 6 dinding yaitu dinding Posterior, dinding anterior, dinding lateral, dinding
medial, dinding Superior, dan dinding lnferior.
Pada dinding posterior kita dapati pelurusan ke 2 V. Cavae, dilateral pelurusan V.
Cavae ini kita jumpai Crista Terminalis. Pada dinding medial bagian belakang terdapat
Fossa Ovalss dan pada bagian depannya terdapat Annulus Limbus Ovalis.
Pada dinding lnferior terdapat muara V. Cava lnferior, kedepan muara V. Cava
lnferior terdapat Valvulae Sinus Coronarius (muara pembuluh Venous terbesar untuk
jantung). Pada dinding depan terdapat Klep Tricuspid (3 buah klep). Pada dinding atas
terdapat muara V. Cava Superior dan Cristae disebut M. Pectinati yang merupakan
serabut-serabut otot jantung.
M. Pectinatus ini adalah dinding dari Auriculum Cordis yaitu inangan dari atrium.
Pada dinding lateral yang merupakan kesatuan dengan dinding atas terdapat Musculi
Pectinati. Pada ruangan atrium kiri terdapat di dinding Posterior 4 buah (empat buah)
muara V. Puimonalis; dinding Superior dengan Musculi Pectinati, dinding medial
merupakan Septum Atriorum, dinding lnferior, dinding depan dengan klep Bicuspid (2
klep).
Ruangan Ventrikel kiri kebelakang dibatasi dinding posterior dengan klep Bicuspid
(dilateral kiri) dan klep Aorta (dimedial). Dinding medial merupakan Septum
Ventriculare. Dinding selebihnya melengkung. Pada permukaan dalam ruangan
24
Lapisan dalam berjalan melengkung dari arah depan kebelakang (Ada sedikit
Lapisan luar yang tipis dengan serabut-serabut arah Spiral, bersatu untuk ke 2
Ventrikel.
Lapisan tengah tebal, lapisan ini untuk Ventrikel kanan, serabut-serabut medius
Serabut purkinje.
Titik tolak Conductie adalah Sinu Atrial Node yang terletak pada ujung atas Sulcus
25
Terminalis (bayangan diluar dari Crista Terminalis pada atrium kanan). Titik tolak
conductie berikutnya adalah Atrio Ventricular Node yang terdapat pada Septum Atriale
didepan Ostium Sinus Coronarius.
Sebagai penerus conduksi adalah Atrio Ventricular Bundle (Hiss Bundle) yang
dimulai dari Atrio-Ventricular Node ke Hiss Bundle yang terdapat pada Septum
Ventriculare.
lnnervasi system Conductie ini secara teratur adalah oleh N. Vagus; Sino Atrial Node
disyarafi oleh Serabut Vagus kanan. Atrio Ventricular Node disyarafi oleh serabut N.
Vagus kiri. Bila Atrium berkontraksi akan diikuti oleh contraksi ventrikel. Serabutserabut otot dan A. coronaria disyarafi oleh serabut-serabut Symphatis lewat N.
Cardiacii dan serabut-serabut Afferent dilakukan juga melalui N. Cardiaci
spatium intercostale.
Valva mitralis terletak di belakang setengah bagian kiri sternum setinggi cartilage
costalis.
Valva trunci pulmonalis terletak di belakang ujung medial cartilage costalis III
Valva aortae terletak di belakang setengah bagian kiri sternum pada spatium
intercostale III.
Valva tricuspidalis paling baik didengarkan sekitar ujung bawah kanan corpus
sterni.
Valva mitralis paling baik didengarkan di sekitar denyut apex, yaitu setinggi
Valva aortae paling baik didengar di sekitar ujung medial spatium intercostale II
kanan. [12]
Sel kontraktil (99 %) merupakan sel yang memiliki fungsi mekanik (memompa
darah), dalam keadaan normal tidak dapat menghasilkan sendiri potensial aksinya
2.
bertanggung jawab untuk kontraksi sel sel pekerja. Sel otoritmik ini dapat ditemukan
di lokasi lokasi berikut :
Nodus sinoatrium (SA), daerah kecil khusus di dinding atrium kanan dekat muara
vena cava superior
Nodus atrioventrikel (AV), terletak di dasar atrium kanan dekat septum, tepat di
atas hubungan antara atrium dan ventrikel
Berkas His (berkas atrioventrikel), suatu jaras sel sel khusus yang berasal dari
nodus AV dan masuk ke septum interventrikular. Pada septum interventrikular
jaras ini bercabang dua (kanan dan kiri), kemudian berjalan ke bawah melalui
septum, melingkari ujung ventrikel dan kembali ke atrium di sepanjang dinding
luar.
Serat Purkinje, merupakan serat terminal halus yang berjalan dari berkas His dan
menyebar ke seluruh miokardium ventrikel. [13]
27
Sel sel otoritmik jantung tidak memiliki potensial istirahat melainkan mereka
memiliki aktivitas pacemaker yaitu depolarisasi yang terjadi secara perlahan pada
membrane sel sel tersebut hingga mencapai ambang dan kemudian menimbulkan
potensial aksi. Penyebab terjadinya depolarisasi ini diperkirakan sebagai akibat dari :
1. Arus keluar K+ yang berkurang diirngi dengan arus masuk Na+ yang konstan
Permeabilitas membrane terhadap K+ menurun antara potensial potensial aksi,
karena saluran K+ diinaktifkan sehingga aliran keluar ion positif menurun. Sementara
itu, influks pasif Na+ dalam jumlah kecil tidak berubah akibatnya bagian dalam
membrane menjadi lebih positif dan secara bertahap mengalami depolarisasi hingga
mencapai ambang.
2. Peningkatan arus masuk Ca2+
Setelah mencapai ambang dan saluran Ca2+ terbuka, terjadi influks Ca2+ secara cepat
menimbulkan fase naik dari potensial aksi spontan.
Sel sel otoritmik berbeda kecepatannya untuk menghasilkan potensial aksi karena
terdapat perbedaan kecepatan depolarisasi. Sel sel jantung yang terletak di nodus SA
memiliki kecepatan pembentukan potensial aksi tertinggi. Sekali potensial aksi timbul
di salah satu sel otot jantung, potensial aksi tersebut akan menyebar ke seluruh
miokardium melalui gap junction dan penghantar khusus.
Eksitasi dan kontraksi atrium harus selesai sebelum kontraksi ventrikel dimulai.
2.
Eksitasi serat serat otot jantung harus dikoordinasi untuk memastikan bahwa
setiap bilik jantung berkontraksi sebagai suatu kesatuan untuk menghasilkan daya
pompa yang efisien. Apabila serat serat otot di bilik jantung tereksitasi dan
berkontraksi secara acak, tidak simultan dan terkoordinasi (fibrilasi) maka darah tidak
akan dapat terpompa.
3.
sehingga kedua pasangan tersebut berkontaksi secara simultan. Hal ini memungkinkan
darah terpompa ke sirkulasi paru dan sistemik
28
Eksitasi atrium. Suatu potensial aksi yang berasal dari nodus SA pertama kali
menyebar ke kedua atrium, terutama dari sel ke sel melalui gap junction. Selain itu,
terdapat jalur penghantar khusus yang mempercepat penghantaran impuls dari atrium,
yaitu :
Jalur antarnodus, berjalan dari nodus SA ke nodus AV. Karena atrium dan
ventrikel dihubungkan oleh jaringan ikat yang tidak menghantarkan listrik, maka satu
satunya cara agar potensial aksi dapat menyebar ke ventrikel adalah dengan melewati
nodus AV.
Transmisi antara Atrium dan Ventrikel. Potensial aksi dihantarkan relative lebih
lambat melalui nodus AV. Kelambanan ini memberikan waktu untuk memungkinkan
atrium mengalami depolarisasi sempurna dan berkontraksi sebelum depolarisasi dan
kontraksi ventrikel terjadi. Hal ini bertujuan agar ventrikel dapat terisi sempurna.
Eksitasi ventrikel. Setelah perlambatan itu, kemudian impuls dengan cepat berjalan
melalui berkas His dan ke seluruh miokardium ventrikel melalui serat serat purkinje.
Sistem penghantar ventrikel lebih terorganisasi dan lebih penting daripada jalur
antaratrium dan antarnodus, karena massa ventrikel jauh lebih besar daripada massa
atrium.
membran sehingga mempertahankan fase datar. Fase turun potensial aksi yang
berlangsung cepat terjadi akibat inaktivasi Ca2+ channel dan peningkatan permeabilitas
K+.
Mekanisme dasar terjadinya kontraksi sel miokardium apabila terdapat potensial aksi
serupa dengan proses eksitasi-kontraksi otot rangka. Bedanya, selama potensial aksi
sel miokardium berlangsung, sejumlah besar ion Ca akan berdifusi dari ekstrasel ke
sitosol, menembus membran plasma untuk mempertahankan potensial aksi sel
miokardium, melewati T-tubule dan memicu terbukanya kanal ion Ca dari lateral sacs
retikulum sarkoplasma memperpanjang masa kontraksi cukup waktu untuk
memompa darah. Peran Ca2+ di sitosol adalah untuk berikatan dengan kompleks
troponin-tropomiosin sehingga memungkinkan terjadinya kontraksi.
Siklus Jantung
Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung dan awal dari
denyutan selanjutnya. Setiap siklus dimulai oleh pembentukan potensial aksi yang
spontan di nodus sinus. Siklus jantung terdiri dari periode sistol dan diastol. Sistol
adalah periode kontraksi dari ventrikel, dimana darah akan dikeluarkan dari jantung.
Diastol adalah periode relaksasi dari ventrikel, dimana terjadi pengisian darah.
Diastol dapat dibagi menjadi dua proses yaitu relaksasi isovolumetrik dan ventricular
filling. Pada relaksasi isovolumetrik terjadi ventrikel yang mulai relaksaasi, katup
semilunar dan katup atrioventrikularis tertutup dan volume ventrikel tetap tidak
berubah. Pada ventricular filling dimana tekanan dari atrium lebih tinggi dari tekanan
di ventrikel, katup mitral dan katup trikuspid akan terbuka sehingga ventrikel akan
terisi 80% dan akan mencapai 100 % jika atrium berkontraksi. Volume total yang
masuk ke dalam diastol disebut End Diastolic Volume .
Sistolik dapat dibagi menjadi dua proses yaitu kontraksi isovolumetrik dan ejeksi
ventrikel. Pada kontraksi isovolumetrik, kontraksi sudah dimulai tetapi katup katup
tetap tertutup. Tekanan juga telah dihasilkan tetapi tidak dijumpai adanya
pemendekan dari otot. Pada ejeksi ventrikel , tekanan dalam ventrikel lebih tinggi
dibandingkan dengan tekanan pada aorta dan pulmoner sehingga katup aorta dan
katup pulmoner terbuka dan akhirnya darah akan dipompa ke seluruh tubuh. Pada
saat ini terjadi pemendekan dari otot. Sisa darah yang terdapat di ventrikel disebutEnd
Systolic Volume.
30
Cardiac Output. Merupakan volume darah yang dipompa oleh setiap ventrikel per
menitnya. CO dari setiap ventrikel secara normal sama, walaupun terdapat sedikit
variasi. Penentu utama CO adalah detak jantung dan stroke volume (= Volume darah
yang dikeluarkan masing-masing ventrikel). Jika dalam keadaan istirahat, detak jantung
= 70 x/menit dan SV = 70 ml/detak, maka: Cardiac Output= Detak jantung x SV. Dalam
keadaan istirahat, curah jantung (cardiac output) dapat mencapai 5 L per menit. Saat
berolahraga, curah jantung yang dihasilkan dapat mencapai sekitar 20-25 L per menit.
Selisih antara curah jantung saat istirahat dengan curah jantung maksimal
disebut cardiac reserve.
Stroke Volume. Diatur oleh dua factor , yaitu intrinsic (aliran vena) dan ekstrinsik
(stimulasi
simpatik).
Factor
intrinsic
diatur
oleh
mekanisme
hukum Franks
Starling pada jantung. Semakin banyak aliran vena yang masuk ke dalam jantung
semakin besar pula volume diastole akhir dan jantung menjadi semaikn tertarik dan
melebar. Karena keadaan otot jantung yang semakin panjang sebelum kontraksi ini,
maka semakin kuat pula kontraksinya. [14]
dan rongga selom intraembrional yang terletak diatas daerah ini nantinya akan
berkembang menjadi rongga perikardium.Selain pleksus yang membentuk tapal kuda
ini , kelompok-kelompok sel angiogenik lain muncul bilateral, sejajar dan dekat garis
tengah cakram mudigah. Kelompok-kelompok ini juga memperoleh lumen dan
membentuk sepasang pembuluh memanjang, aorta dorsale. Pada tingkat lebih lanjut,
pembuluh-pembuluh darah ini berhubungan, melalui lengkung-lengkung aorta, dengan
pleksus membentuk tapal kuda tadi dan akan membentuk tabung jantung.
arteri sistemik, tekanan di atrium kiri meningkat melebihi tekanan di atrium kanan
sehingga terjadi penutupan fungsional foramen ovale.
2. Septum Interventrikular
Septum interventrikular dibentuk antara minggu keempat dan kedelapan getasi.
Septum ini terbentuk oleh fusi suatu rigi otot intraventrikel yang tumbuh keatas dari
apeks jantung ke partisi membranosa tipis yang tumbuh kebawah dari bantalan
endokardium. Regio basal atau membranosa adalah bagian terakhir dari septum yang
tumbuh dan merupakan tempat dimana sekitar 70 % defek septum berada.
3. Katup-katup Atrioventrikular
Setelah
bantalan-bantalan
endokardium
bersatu,
masing-masing
orifisium
Kelainan
pembentukan
organ
(malformasi)
paling
banyak
terjadi
pada trimester pertama (12 minggu pertama) kehamilan, yang merupakan masa-masa
pembentukan organ dimana embrio sangat rentan terhadap efek obat-obatan
atau virus. Karena itu seorang wanita hamil sebaiknya tidak menjalani immunisasi atau
mengkonsumsi obat-obatan pada trimester pertama kecuali sangat penting untuk
33
sedikitnya berusia 5 tahun atau memiliki berat badan lebih dari 20 kg. Pada defek
kurang dari 3 mm yang didiagnosis sebelum usia 3 bulan, penutupan secara spontan
terjadi pada hampir 100% pasien pada usia 11/2 tahun. Defek ukuran 3 sampai 8 mm
menutup pada usia 11/2 tahun pada 80% pasien, dan defek lebih besar dari 8 mm
jarang menutup spontan.
Langkah diagnostik
1. Anamnesis
Sebagian besar anak yang mengalami DSA tidak menimbulkan gejala klinis dan tampak
sehat. Pada umumnya gejala baru timbul pada usia dekade 2 dan 3 dimana sudah
terjadi peningkatan tekanan vaskular paru sehingga PJB jenis ini kadang baru
terdiagnosa pada usia dewasa. Namun, jika DSA-nya cukup besar, sebagian besar
darah akan masuk ke jantung bagian kanan, lalu ke atrium kanan, ventrikel kanan, dan
kemudian ke paru sehingga terjadi gagal jantung kanan. Beberapa gejala yang mungkin
timbul adalah: anak mudah lelah, lemas, berkeringat, pernapasan menjadi cepat,
napas pendek-pendek, pertumbuhannya akan terganggu. Gejala ini dapat menyerupai
gangguan medis lain atau masalah jantung lainnya sehingga sering tidak terdiagnosis.
2. Pada pemeriksaan fisis didapatkan:
Anak tampak kurus, berat badan kurang dari persentil ke-10
Pada auskultasi, bunyi jantung 2 (S2) terpisah lebar yang menetap pada saat inspirasi
maupun ekspirasi disertai bising ejeksi sistolik di daerah pulmonal.Pada pirau dari kiri
ke kanan besar dapat terdengar bising mid-diastolik pada tepi kiri sternum bagian
bawah.
3. Pemeriksaan penunjang
Elektrokardiografi : deviasi sumbu QRS ke kanan (+ 90 sampai 180), hipertrofi
ventrikel kanan, blok cabang berkas kanan (RBBB) dengan pola rsR pada V1.
Foto Rontgen toraks: kardiomegali dengan pembesaran atrium kanan dan ventrikel
kanan. Arteri pulmonalis tampak menonjol disertai tanda peningkatan vaskular paru.
Ekokardiografi dapat menentukan lokasi dan besarnya defek, dimensi atrium kanan,
ventrikel kanan dan dilatasi arteri pulmonalis.Dengan Doppler berwarna dapat dilihat
aliran/pirau.
35
Sampai 5 tahun yang lalu, semua DSA hanya dapat ditangani dengan operasi/ bedah
jantung terbuka. Operasi penutupan DSA, baik dengan jahitan langsung ataupun tidak
langsung menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali
dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul ditemukannya
mesin pintasan jantung-paru (cardio-pulmonary bypass) setahun sebelumnya.
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat)
memberikan hasil yang baik, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%,
angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan survival (ketahanan hidup)
pasca-operasi mencapai 98% dalam pemantauan 27 tahun setelah tindakan bedah,
pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia
saat dioperasi maka angka ketahanan hidupnya akan semakin menurun, berkaitan
dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh
darah paru. Namun demikian, tindakan operasi tetap memerlukan masa pemulihan
dan perawatan di rumah sakit yang cukup lama, dengan trauma bedah (luka operasi)
dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman bagi penderita maupun keluarganya.Hal
ini memacu para ilmuwan untuk menemukan alternatif baru penutupan DSA dengan
tindakan intervensi non bedah (tanpa operasi), dalam hal ini, alat yang pernah diteliti
antara lain Straflex device, Helex device dan yang terakhir Amplatzer septal occluder.
Beberapa alat tersebut sebelumnya telah menjalani percobaan klinis, di bawah ini akan
dibahas satu per satu berdasarkan urutan alfabet seperti di bawah ini.
pada bulan Desember 2001. Di Indonesia, tindakan ASO mulai dilakukan pada tahun
2002. Di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita selama periode September 2002
September 2008 telah dilakukan pemasangan ASO pada 177 pasien DSA, terdiri dari 46
pasien laki-laki dan 131 perempuan, usia antara 2 59 tahun. Implantasi ASO berhasil
dilakukan pada 154 (87%) pasien.Komplikasi embolisasi terjadi pada 7 (6%) pasien, 3 di
antaranya berhasil dikeluarkan dengan kateter pengait sedangkan sisanya diambil saat
dilakukan operasi penutupan DSA.Tidak ditemukan kematian pada prosedur ini.42 Di
PJT RSCM sejak tahun 2002, telah dilakukan penutupan DSA pada 76 kasus. Pasien
terdiri dari 53 perempuan dan 23 laki-laki dengan berat badan berkisar antara 8
sampai 75 kg, dengan rata-rata 20 kg. Angka kematian juga dilaporkan nol. Tindakan ini
juga sudah dilakukan di RS Dr. Soetomo Surabaya.
Intervensi non-bedah pada DSA menunjukkan hasil yang baik, angka kesakitan periprosedural yang minimal, dapat mengurangi kejadian aritmia atrium dan dapat
digunakan pada DSA berdiameter sampai dengan 34 mm. Keuntungan lain adalah
risiko infeksi pasca-tindakan yang minimal dan masa pemulihan-perawatan di rumah
sakit yang lebih singkat, trauma bedah minimal serta secara subyektif dirasakan lebih
nyaman bagi penderita dan keluarga karena tidak memerlukan tindakan bedah jantung
terbuka.43 Kendala yang masih muncul adalah besarnya biaya yang diperlukan karena
harga alat ASO yang relatif mahal, dan belum adanya jaminan pembiayaan kesehatan
yang memadai di negara kita. Vida VL, et.al melaporkan bahwa biaya pemasangan ASO
di negara berkembang masih lebih tinggi dibandingkan dengan biaya penutupan DSA
dengan tindakan bedah konvensional.44
Kriteria pasien DSA yang akan dilakukan pemasangan ASO, antara lain :45
1. DSA sekundum
2. Diameter kurang atau sama dengan 34 mm
3. Flow ratio lebih atau sama dengan 1,5 atau terdapat tanda-tanda beban volume
pada ventrikel kanan
4. Mempunyai rim posterior minimal 5 mm dari vena pulmonalis kanan
5. Defek tunggal dan tanpa kelainan jantung lainnya yang memerlukan intervensi
bedah
6. Muara vena pulmonalis normal ke atrium kiri
7. Hipertensi pulmonal dengan resistensi vaskuler paru (Pulmonary Artery Resistance
Index = PARI) kurang dari 7 - 8 Wood Unit
37
8. Bila ada gagal jantung, fungsi ventrikel (EF) harus lebih dari 30%.
38
Secara anatomi, DSA primum dan DSA tipe sinus venosus dengan anomali drainase
vena pulmonalis tidak cocok untuk penutupan dengan transkateter.Untungnya,
sebagian besar DSA sekundum dapat ditutup dengan Amplatzer septal occluder (ASO).
DSA yang paling ideal untuk dilakukan penutupan dengan transkateter menggunakan
ASO adalah bila diameter lubangnya kurang dari 20 mm dan memiliki batas yang tegas
terhadap katup mitral, dasar aorta dan orifisium vena cava serta sinus koronarius agar
mampu menunjang pinggang atrium.
merupakan
pemeriksaan
yang
penting
dan
dengan
pemeriksaan
ini
memungkinkan dilakukan penilaian yang menyeluruh dan akurat pada morfologi DSA
tanpa mengganggu sterilitas lapangan operasi atau mengganggu fluoroskopi. Tepi
septum dapat divisualisasi dengan jelas dan jarak dari tepi defek ke vena pulmonal
kanan, vena kava inferior dan superior, sinus koronaria serta katup mitral dapat
dengan mudah diukur. Variasi septum atrium seperti fenestrasi dan aneurisma yang
mungkin tidak terlihat dengan pemeriksaan transthoracic echocardiography terutama
pada pasien dewasa dapat diidentifikasi dengan baik oleh TEE.Fenestrasi di septum
atrium menyulitkan prosedur jika pengukuran dilakukan secara kurang hati-hati karena
dilakukan melalui defek yang lebih kecil.Jadi jika terdapat fenestrasi, masuknya guide
wire, balon pengukur serta delivery sheet harus dilakukan melalui defek mayor.Setelah
39
alat dimasukkan, pemeriksaan TEE digunakan untuk menilai posisi alat, hubungannya
dengan daerah sekitar dan stabilitasnya. Sisa pirau (residual shunts) juga paling baik
diperlihatkan melalui TEE. Sisa pirau yang terjadi setelah penutupan harus diperiksa
dengan colour Doppler echocardiograhy dan berikut ini adalah pengklasifikasiannya : trivial : diameter kurang dari 1 mm - kecil : diameter 1-2 mm - sedang : diameter 3-4
mm - besar : diameter lebih dari 4 mm.
Agar alat yang dimasukkan dapat optimal, secara rutin pemasukan alat dilakukan
dibawah
anestesia
umum
dengan
penuntun
transesophageal
Komplikasi
Jenis dan tingkat komplikasi berbeda-beda pada masing-masing alat. Komplikasi mayor
meliputi semua kejadian yang menyebabkan hal berikut ini: (1) kematian; (2)
dekompensasi hemodinamik yang mengancam nyawa sehingga memerlukan terapi
segera; (3) memerlukan intervensi bedah; dan (4) menimbulkan lesi fungsional atau
anatomik yang bersifat permanen dan signifikan akibat tindakan kateterisasi.
Sedangkan komplikasi minor didefinisikan sebagai kejadian sementara dan dapat
diatasi dengan terapi spesifik. Berikut ini tabel yang memperlihatkan tingkat dan jenis
komplikasi pada masing-masing alat yang dilaporkan oleh beberapa peneliti. [8]
40
9. TEMPLATE
9.1 Differential Diagnosis
Pemeriksaan
PDA
ASD
CA
VSD
Pemeriksaan fisik
-
shortness of breath
cough
anorexia
mudah lelah
keringat dingin
frequent respiratory
infection
ortophnea
pale
temperature 37.5C
HR= 120x/menit
+
+
+
+
+
+
+
Diastolic tetap
regular
-
+
+
Chest precordial
bulging
-
Hyperactive
pericardium
A systolic thrill in
A grade 4/6
continous murmur
at the left
Lower sternal
border
infraclavicular area
-
An apical diastolic
rumble
+
Grade 5/6
41
Pulmonary crackle
hepatomegaly
+
+
+
ECG
-
Sinus rhytm
Normal axis
HR= 120x/menit,
regular
Left atrial
hypertrophy
Left ventricle
hypertorphy
+
Right ventricle
hypertrophy
Chest X ray
-
Cardiothoracic ratio
60 %
Downward apex
Increase pulmonary
vascular marking
+
+
+
+
( arteri
pulmonal
bagian distal)
42
Pemeriksaan fisik:
Palpasi: Aktivitas ventrikel kanan jelas (hiperdinamik) di parasternal kanan.
Pertambahan isi arteria pulmonalis yang melebar teraba di sela iga III kiri dan juga
penutupan katup pulmonal. Getaran bising di sela iga II atau III kiri ( berarti
hemodinamik PS) atau pada fosa suprasternalis.
Auskultasi: Split bunyi jantung II tanpa bising sering menunjukkan gejala pertama dan
satu-satunya petunjuk untuk diagnosis ASD. Dengan bertambahnya umur makan jarak
split akan bertambah pula. Jarak antara komponen aorta-pulmonal bunyi jantung II
pada inspirasi atau ekspirasi tetap sama sehingga disebut fixed splitting.
ASD (Atrial septal defect) sering tidak terdeteksi sampai dewasa karena biasanya
asimptomatik dan tidak mendapat gambaran diagnosis fisik yang jelas.
Elektrokardiografi (EKG)
EKG menunjukkan aksis ke kanan (ASD sekundum) dan aksis ke kiri (ASD primum), blok
bundel kanan, hipertrofi ventrikel kanan, interval PR memanjang, dan aksis gelombang
P abnormal. Bila sumbu gelombang P negatif maka terdapat kemungkinan defek sinus
venosus.
Ekokardiografi
Pada EKG memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan dan septum interventrikular yang
bergerak paradox. Dengan memakai ekokardiografi transtorakal dan dopler berwarna
43
dapat ditentukan lokasi defek atrium, arah shunt, ukuran atrium, dan ukuran ventrikel
kanan.
9.3 Epidemiologi
Insidens PJB berkisar 6 8 penderita tiap 1000 kelahiran hidup dan 1 tiap 1000 anak
berumur kurang dari 10 tahun. Menurut kepustakaan ada 8 bentuk PJB ( 85% ) yang
seringkali ditemukan yaitu defek septum ventrikel ( VSD ), defek septum atrium ( ASD ),
duktus atriosus persisten ( PDA), koartasio aorta ( KoA ), stenosis pulmonal ( PS ),
stenosis aorta ( AS ), Tetralogi of Fallot ( TOF ) dan transposisi arteri besar ( TGA ).
Sisanya ( 15% ) terdiri atas bentuk bentuk yang lebih kompleks dan jarang ditemukan.
Di antara semua bentuk PJB, VSD merupakan lesi yang paling banyak dilaporkan.Di
antara kelompok PJB sianosis, teranyata TF dan TGA menempati urutan pertama dan
kedua terbanyak. Umumnya frekuensi PJB sama pada laki laki dan perempuan,
walaupun beberapa lesi lebih sering terjadi pada anak laki laki, PDA dan ASD lebih
banyak terlihat pada anak perempuan. Kalau ada anak dalam satu keluarga menderita
PJB maka kemungkinan anak berikutnya menderita PJB 3 4 kali lebih banyak daripada
keluarga yang tidak mempunyai riwayat PJB. Kebanyakan PJB yang meninggal terjadi
pada bulan bulan pertama setelah kelahiran (30%) atau sebelum mencapai umur 1
tahun ( 10%).[17]
9.4 Prognosis
Akan baik bila penanganan dilakukan secara cepat dan tepat. Kardiomegali perlahan
lahan akan berkurang setelah 1-2 tahun pasca operasi. Pada pasien yang dioperasi
pada usia lebih dari 20 tahun, ada kemungkinan terjadi komplikasi pasca bedah seperti
gagal jantung dan atrial fibrillation. Akibat sulitnya dan ketiadaan tanda yang khas
pada kelainan ini, penemuan secara insidental biasanya telah menunjukkan suatu
kondisi yang cukup berat. Hipertensi pulmoner merupakan kondisi yang paling sering
ditemui. Demikian pula dengan flutter atrium dan fibrilasi atrium yang semakin
meningkat kejadiannya seiring dengan pertambahan usia. Keadaan yang berat tanpa
intervensi cenderung mengakibatkan gagal jantung. Penyebab kematian tersering
orang dengan ASD adalah emboli pulmoner, trombosis pulmoner, emboli paradoksikal
(akibat pirau yang terjadi), abses otak, maupun infeksi (terutama infeksi paru). [3]
44
9.5 Komplikasi
Biasanya muncul pada usia dewasa, sekitar 30 tahun atau lebih tua. Komplikasi jarang
terjadi pada bayi dan anak. Beberapa kemungkinannya adalah:
Gagal jantung kanan. Pada ASD jantung kanan bekerja keras untuk memompa darah
lebih dari jumlah normal. Seiring dengan berjalannya waktu jantung menjadi lelah dan
tak mampu bekerja dengan baik
Aritmia. Darah yang berlebihan pada atrium menyebabkan dinding atrium teregang
dan berdilatasi, hal ini dapat menyebabkan aritmia. Gejalanya palpitasi dan
peningkatan denyut jantung.
Stroke. Biasanya, paru mendapatkan bekuan darah kecil yang berasal dari paru kanan
hal ini dapat menyebabkan embolisme paru. Bekuan darah dapat pindah dari atrium
kanan ke atrium kiri lewat ASD dan dipompa ke seluruh tubuh. Dan bekuan ini dapat
dipompa keseluruh tubuh dan menyumbat pembuluh darah otak dan menyebabkan
stroke.
jantung.[18]
Persistensi
gejala
mengindikasi penutupan
defek
melalui
Pada dewasa atau umur yang lebih lanjut perlu evaluasi periodic, terutama bila
saat operasi telah ada kenaikan tekanan arteri pulnomal, gangguan irama, atau
disfungsi ventrikel.
9.7 KDU
Tingkat kemampuan 2 : mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. [19]
46
RA blood volume
Remodeling
CTR 60%,
upward apex,
RBBB pattern
RV diastolic volume
constantly
Delay closure
pulmonary valve
Pulmonal
hypertension
Pulmonary vascular
markings
Qp > Qs
Hyper perfusion
pulmonal
Dyspnea
deffort
Systolic ejection
murmur
Frequently
suffers from
respiratory
tract
infection
level of tissue
perfusion inadequate
47
11. KESIMPULAN
Talita, anak perempuan berusia 5 tahun, mengalami gejala kesulitan penambahan berat
badan disertai infeksi saluran nafas yang berulang, dyspnea deffort, dan mudah lelah,
akibat adanya left to right shunt yang terjadi pada Atrial Septal Defect (ASD).
48
2. Direktorat Kesehatan Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Berat dan
Tinggi Standar Bayi Baru Lahir dan Balita.
3. Jason H. Brown and Edward W. Fong, MD. 2003. Case Based Pediatrics For Medical
Students and Residents. Department of Pediatrics, University of Hawaii John A. Burns
School of Medicine
4. Gausche, Mariann, et al. 2004. Pediatric airway management 1st ed. Canada: Jones and
Bartlett Publisher, Inc.
5. Stefan Silbernagl, Florian Lang. 2007. Jantung dan Sirkulasi, Dalam: Teks dan Atlas
Berwarna Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. Kenner, Carole & Wright, Judy. 2007. Comprehensive Neonatal Care an Interdisciplinary
Approach. United States of America: Saunders Elsevier
8. Sastroasmoro, Madiyono. 1994. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta: Binarupa Aksara
9. Swartz, Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
10. Pratanu, S. 2004. Buku Pedoman Kursus Elektrokardiografi. Magelang: Bagian Kardiologi
dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
11. Putz, R., Pabst. R. 2003. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
49
12. Luhulima, JW. 2004. Anatomi Systema Kardiovaskuler. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
13. Guyton, Arthur C, M.D dan John E. Hall, Ph.D. 1997. Otot Jantung: Jantung Sebagai Sebuah
Pompa. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
14. Sherwood L. 2007. Human Physiology from Cells to Systems. 6th ed. USA: Thomson
Brooks/Cole.
15. Sadler T.W. 2000. Sistem Kardiovaskular, Bagian II Embriologi Khusus, Dalam: Embriologi
Kedokteran Langman, Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
16. Ghanie A. 2009. Penyakit Jantung Kongenital pada Dewasa. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing
17. Roguin N, Du ZD, Barak M, Nasser N, Hershkowitz S, Milgram E. 1995. High prevalence of
muscular atrial septal defect in neonates. J Am Coll Cardiol
50