I. IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama
: Ny. S
Umur
: 18 tahun
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
Agama
: Islam
Alamat
: Tn. D
Umur
: 21 tahun
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: wirausaha
Agama
: Islam
Alamat
II. ANAMNESIS
Autoanamnesa
Keluhan utama
Anamnesis utama :
Pasien G1P0A0 datang dengan keluhan perut terasa mulas terus menerus sejak tujuh
jam SMRS. Enam jam SMRS, pasien merasakan cairan yang keluar berasal dari jalan lahir
bewarna putih. Pasien belum merasakan adanya rasa ingin mengejan. Lima jam SMRS,
pasien memutuskan pergi ke paraji untuk melahirkan. Namun karena belum ada rasa ingin
mengejan, pasien memutuskan pergi ke bidan. Tiga jam SMRS, pasien dirujuk ke rumah sakit
karena pasien belum merasakan rasa mengejan. Pasien kemudian dibawa ke rumah sakit oleh
bidan namun karena keterbatasan sarana, pasien kemudian dirujuk ke rumah sakit lain. Dua
jam SMRS, pasien datang ke Rs Rajawali dengan kondisi yang sama dan pasien belum
merasa ingin mengejan.
Anamnesis tambahan
Frekuensi BAK dan BAB dalam batas normal. Riwayat muntah, mual disangkal oleh pasien.
Pasien menyangkal adanya keluhan nyeri kepala hebat, padangan kabur maupun nyeri
uluhati. Riwayat tekanan darah tinggi, penyakit gula dan panas badan disangkal oleh pasien.
Riwayat Menstruasi
Menarche
: 12 tahun
Siklus
: 28 hari
Lamanya
: 7 hari
Banyaknya
Dismenore
: (-)
: 04 September 2014
Usia Kehamilan
: 41 minggu
Status Pernikahan:
Status
: Menikah
Pernikahan
: 1x
Riwayat Obstetrik
Hamil ini
ANC
Pasien memeriksakan dirinya ke bidan setiap bulan selama 9 bulan, pasien diberikan tablet Fe
dan kalsium. Pasien juga mendapat suntikan TT sebanyak 2 kali.
Riwayat KB
Pasien tidak menggunakan kontrasepsi
: baik
Kesadaran
: compos mentis
:140/80mmHg
: 100x/menit
: 360C
RR
: 24x/menit
BB sebelum hamil
: 50 Kg
BB sekarang
: 62 Kg
Tinggi badan
: 160 cm
BMI
: 24,3
Kepala
Wajah
Mata
Leher
Thorax
: simetris
Cor
Pulmo
Payudara
: simetris, nodul (-), hiperpigmentasi aerola mamae +/+, ASI -/-, puting
menonjol baik.
Aksila
Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Ekstremitas
+/+
Status Obstetrik
Inspeksi
Perut tampak membuncit sesuai kehamilan, striae gravidarum (+), linea nigra (+).
Palpasi
Leopold I
: teraba bagian kurang bulat dan kurang melintang pada bagian fundus uteri.
TFU (tinggi fundus uteri) pertengahan antara procesus xyphoideus dan pusat,
pada pengukuran 32 cm.
Leopold II
: teraba tahanan lebih besar pada bagian kanan, tahanan lebih kecil pada
bagian kanan. BJA 152x/ menit, reguler.
Leopold III
Leopold IV
: divergen
Pemeriksaan ginekologi :
Pemeriksaan dalam
Vulva / vagina : tidak ada kelainan
Portio
Pembukaan
: 10 cm (lengkap)
Ketuban
: tidak ada
VII. EDUKASI
1. Menjaga kebersihan alat kelamin dengan cara mengganti pakaian dalam sesaat setelah
mandi, mengganti pembalut setelah mandi.
2. Memperbanyak asupan makanan bergizi seperti buah- buahan, sayur- sayuran.
3. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan
4. Kontrol jahitan jalan lahir seminggu setelah melahirkan
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
Ad functionam
: bonam
IX. RESUME
Seorang pasien G1P0A0 inpartu 41 minggu. His dirasakan, kekuatan sedang dan terus
menerus, ketuban telah pecah. Pernikahan pasien pertama kali selama 1 tahun. Pasien tidak
menggunakan kontrasepsi setelah menikah. Riwayat haid baik, siklus 28 hari. ANC di bidan
sejak hamil 1 bulan, sejumlah 8 kali dan diberikan tablet diberikan tablet Fe, tablet kalsium
dan mendapatkan suntikan TT sebanyak 2 kali.
Pada pemeriksaan fisik, BMI termasuk preobese, penambahan berat badan selama
kehamilan adalah 12 kg. Tidak didapatkan kelainan pada organ-organ. Terdapat tanda-tanda
kehamilan seperti hiperpigmentasi aerola mamame, linea nigra dan striae gravidarum.
Pada pemeriksaan obstetri didapatkan :
Leopold I : bokong
Leopold II : punggung terletak sebelah kanan, BJA 152x/menit
Leopold III : kepala sudah tidak dapat digoyangkan
Leopold IV : divergen
Pemeriksaan dalam didapatkan vulva atau vagina tidak ada kelainan, portio tipis dan lunak,
pembukaan 10cm. Pemeriksaan inspekulo tidak dilakukan. Pemeriksaan penunjang (USG)
tidak dilakukan. Terapi yang diberikan adalah infus ringer laktat, infus proceta, argesid tablet,
prohelic tablet, dan lactamor tablet. Prognosis pasien ad vitam dan ad functionam adalah ad
bonam.
FOLLOW UP
Tanggal 13 September 2014
S : Pasien mengeluh nyeri pada luka operasi, frekuensi BAK tidak ada keluhan, tidak merasa
mual.
gas.
O : KU
: Baik
: 110/70 mmHg
Nadi
: 80x/menit
RR
: 24x/menit
Suhu
: 360C
Mata
: CA-/-, SI-/-
Leher
Pulmo
Cor
Abdomen
: Baik
: 120/80 mmHg
Nadi
: 84x/menit
RR
: 24x/menit
Suhu
: 360C
Mata
: CA-/-, SI-/-
Leher
Pulmo
Cor
Abdomen
PEMBAHASAN TEORI
PARTUS LAMA
Pendahuluan
Distosia secara harfiah berarti persalinan lama, ditandai dengan kemajuan persalinan
yang terlalu lambat. Secara umum, persalinan abnormal sering terjadi jika terdapat
ketidakseimbangan ukuran (disproporsi) antara bagian presentasi janin dan jalan lahir.
Distosia dapat terjadi karena beberapa kelainan berbeda yang melibatkan serviks,
uterus, tulang panggul ibu, atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan-kelainan ini secara
mekanis disederhanakan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists (1995)
menjadi tiga kategori yakni kelainan kekuatan (kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu),
kelainan jalan lahir (panggul), dan kelainan penumpang (janin).
Distosia merupakah hal kompleks dan meskipun defisni distosia adalah kemajuan
persalinan abnormal, namun belum ada konsensus mengenai yang dimaksud dengan
kemajuan abnormal. Definisi ketat persalinan adalah kontraksi uterus yang menyebabkan
pendataran dan pembukaan serviks secara nyata yang tidak selalu membantu dokter karean
diagnosis dipastikan dengan lahirnya bayi.1
Persalinan yang normal (Eutocia) adalah persalinan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung spontan dalam 18 jam.2
Manifestasi klinis
Fase Laten Memanjang
Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada persalinan untuk
menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan. Walaupun pada tahap persiapan (preaptory
division) hanya terjadi sedikit pembukaan serviks,cukup banyak perubahan yang terjadi pada
komponen jaringan ikat serviks. Tahap pembukaan/dilatasi (dilatational division)adalah saat
pembukaan paling cepat berlangsung. Tahap panggul (pelvic division) berawal dari fase
deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme klasik persalinan yang melibatkan gerakangerakan dasr janin pada presentasi kepala seperti masuknya janin ke panggul, fleksi, putaran
paksi dalam, ekstensi dan putaran paksi luar terutama berlangsung dalam fase panggul.
Namun dalam praktek, tahap panggul jarang diketahui dengan jelas (Gambar 1.0).
Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan persalinan normal adlah
kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviksa adalah fase laten yang sesuai dengan tahap
persiapan dan fase aktif yang sesuai dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi fase
aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng (kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi.
Gambar 1.1 Urutan rata-rata kurva pembukaan serviks pada persalinan nulipara 3
Awitan persalinan laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai merasakan kontraksi yang
teratur. Selama fase ini, orientsi kontraksi uterus berlangsung bersama pendataran dan
pelunakan serviks. Kriteria minimum Friedman untuk fase laten ke dalam fase aktif adalah
kecepatan pembukaan serviks 1,2cm/jam bagi nulipara dan 1,5 cm/jam untuk ibu multipara.
Kecepatan pembukaan serviks ini tidak dimulai pada pembukaan tertentu. Friedman dan
Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan sebagai apabila lama fase ini lebih dari
20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara. Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi
fase laten antara lain adalah anestesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks
yang buruk (misal: tebal, tidak mengalami pendataran atau tidak membuka) dan persalinan
palsu. Friedman mengklaim bahwa istirahat atau stimulasi oksitosin sama efektif ndan
amannya dalam dalam memperbaiki fase laten berkepanjangan. Istirahat lebih disarankan
karena persalinan palsu sering tidak disadari. Karena adanya kemungkinan persalinan palsu
tersebut, amniotomi tidak dianjurkan.
Pola persalinan
Nulipara
Multipara
- Pembukaan
<1,2 cm/jam
<1,5 cm/jam
- Penurunan
<1,0 cm/jam
<2,0 cm/jam
- Pembukaan
>2jam
>1jam
- Penurunan
>1jam
>1jam
Persalinan Lama
Persalinan Macet
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan
keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit unutk nulipara dan 20 menit untuk
multipara. Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineumnya sudah melebar, dua
atau tiga kali usaha mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin cukup untuk
mengeluarkan janin sebaliknya pada seorang ibu, dengan panggul sempit atau janin besar,
atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anestesia regional atau sedasi yang berat, maka
kala dua dapat memanjang. Kala II pada persalinann nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang
sampai 3 jam apabila menggunakan anestesi regional. Untuk multipara 1 jam diperpanjang
menjadi 2 jam pada penggunaan anestesia regional.3,5
Klasifikasi
Persalinan lama dapat digolongkan dalam tiga golongan yakni :
1. Distosia karena kekuatan mendorong anak tidak memadai yakni kelainan his merupakan
penyebab terpenting dan tersering dari distosia serta kekuatan mengejan kurang kuat seperti
adanya kelainan dinding perut (luka parut baru pada dinding perut, diastase muskulus rektus
abdominis ; atau kelainan keadaan umum ibu seperti sesak nafas atau adanya kelelahan ibu).
2. Distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin seperti presentasi
bahu, presentasi dahi, presentasi muka, presentasi bokong, anak besar, hidrosefal.
3. Distosia karena adanya kelainan pada jalan lahir baik bagian keras (tulang) seperti panggul
sempit (CPD), kelainan bawaan pada panggul maupun bagian lunak seperti tumor genitalia
interna dan pada visera lain di daerah panggul yang menghalangi jalan lahir.2
Inersia Uteri
Inersia uteri adalah pemanjangan fase laten atau fase aktif atau keduanya dari kala
pembukaaan. Pemanjangan fase laten disebabkan serviks belum matang atau karena
pemakaian analgetik terlalu dini, kelainan posisi, regangan dinding rahim, kehamilan ganda
dan perasaan takut dari ibu.
Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida khususnya primigravida tua. Pada
multipara lebih banyak ditemukan inersia uteri. Peregangan rahim yang berlebihan pada
kehamilan ganda ataupun hidramnion sebagai salah satu penyebab inersia uteri murni.
Dahulu inersia uteri dibagi menjadi inersia uteri primer yang terjadi jika his lemah
dari awal persalinan dan inersia uteri sekunder yang terjadi jika awal mula his baik namun
menjadi lemah karena otot-otot rahim lelah akibat persalinan berlangsung lama (inersia
karena kelelahan). Namun saat ini, pembagian inersia adalah inersia uteri hipotonis dan
inersia uteri hipertonis (tabel 1.1). Inersia uteri hipotonis terjadi saat kontraksi terkoodinasi
namun lemah. Dengan CTG, terlihat tekanan kurang dari 15 mmHg dan pada palpasi, his
jarang dan pada puncak kontraksi dinding rahum dapat ditekan kedalam. His dikatakan baik
jika tekanan intrauterin mencapai 50-60 mmHg dan umumnya terjadi pada fase aktif atau
kala dua. Oleh sebab itu, dapat dikatakan sebagai kelemahan his sekunder. Pada inersia uteri
hipertonis, kontraksi tidak terkoordinasi (misal kontraksi segmen tengah lebih kuat dari
segmen atas). Inersia uteri hipertonis sering disebut inersia spastis. Pasien merasakan
kesakitan. Inersia uteri hipertonis terjadi dalam fase laten. Oleh karena itu, dapat dikatakan
sebagai inersia uteri primer. Diagnosis inersi uteri paling sulit ditegakkan pada masa laten.
Kontraksi uterus yang disertai dengan rasa nyeri tidak cukup untuk menjadi dasar utam
diagnosis jika persalinan sudah dimulai. Penegakan diagnosis berdasarkan perubahan serviks
yakni pendataran dan atau pembukaan. Kesaalahan yang paling sering terjadi adalah terapi
untuk inersia uteri namun persalinan belum dimulai (fase laten).
KETERANGAN
HIPOTONIS
HIPERTONIS
Kejadian
4% dari persalinan
1% persalinan
Saat terjadinya
Fase aktif
Fase laten
Nyeri
Tidak nyeri
Nyeri berlebihan
Fetal distres
Lambat terjadi
Cepat
Baik
Tidak baik
Pengaruh sedatif
Sedikit
Besar
Penyulit inersia uteri adalah dapat menyebabkan kematian atau kesakitan, infeksi bertambah
disertai meningkatnya kematian perinatal, kehabisan tenaga ibu dan terjadi dehidrasi yang
ditandai dengan denyut nadi naik, suhu meninggi, asetonuria, nafas cepat, meteorismus, dan
turgor berkurang.Persalinan tidak boleh berlangsung lebih dari 24 jam. Oleh karena itu, untuk
mencegah faktor penyulit, persalinan harus dipantau dengan partograf.2
Penatalaksanaan
1. Inersia Uteri Hipotonis
Jika penyebab bukan inersi uteri karena kelainan panggul dan atau kelainan janin yang tidak
memungkinkan terjadinya persalinan pervaginam dan jika ketuban utuh, lakukan amniotomi.
Jika gagal, lanjutkan dengan pemberian pitosin drip. Sebelum pemberian pitosin drip,
kantung kencing dan rektum harus kosong serta berdasarkan skor bishop. Pitosin drip kurang
berhasil pada skor Bishop yang rendah (tabel 1.3). Cara pemberian oksitosin yakni 2 IU
dilarutkan kedalam 500cc glukosa 5%,diberikan dalam IV sebanyak 10 tetes per menit.
Tetesan dapat dinaikkan 10 tetes per menit setiap tiga puluh menit sampai diperoleh his yang
kekuatan, frekuensi dan lamanya his memadai. Jika his sudah memadai, jumlah tetesan
dipertahankan.2
SKOR
FAKTOR
Pembukaan serviks (cm)
0
0
1
1-2
2
3-4
3
5-6
0-30
40-50
60-70
>80
-3
-2
-1 atau 0
+1 atau 2
Konsistensi serviks
kaku
Kenyal
lunak
Arah serviks
belakang
Tengah
depan
Pemberian jumlah tetesan per menit (tpm) sebanyak 60 tpm. Jika jumlah tetesan mencapai 60
tpm, tidak boleh dinaikkan lagi meskipun his belum memadai. Dalam keadaan tertentu, pada
grande multipara jumlah tetesan maksimun yakni 40 tpm.2
Pemberian pitosin IV segera dihentikan jika his >50 detik dengan interval + 1menit,
bunyi jantung anak > 170/menit (takikardi), deselarasi lambat atau deselarasi variabel yang
frekuen. Jika pemberian satu botol belum ada hasil, istirahat dua jam dan dapat dicoba sekali
lagi. Namun setelah isitirahat, his membaik dan persalinan maju, tidak perlu dilanjutkan
oksitosin botol kedua. Jika setelah pemberian kedua kalinya, pemberian pitosin pembukaan
belum lengkap, dilakukan seksio sesarea. Namun, jika pemberian pitosin drip botol kedua
menampakan kemajuan nyata, dapat dipertimbangkan pemberian botol ketiga.
Pada kehamilan letak sungsang atau kehamilan serotin, maksimun pemberian pitosin
satu botol. Oksitosisn drip tidak boleh diberikan jika ada luka parut di rahim seperti bekas
operasi seksio sesarea atau miomektomi karena memudahkan terjadinya ruptur uteri.
Pemberian oksitosin bertujuan memperbaiki his sehingga serviks dapat membuka. Satu ciri
khas oksitosin adalah hasil pemberiannya nampak dalam waktu singkat. Pemberian oksitosin
terutama dalam kala dua diperlukan sebagai penambah kekuatan his agar persalinan dapat
diselesaikan dengan dosis 0,5 IU.2
2. Inersia uteri hipertonis
Pengobatan yang terbaik adalah pemberian petidin 50mg atau tokolitik seperti
ritodine, yang bertujuan untuk menimbulkan relaksasi dan istirahat, sehingga timbul his
normal.2
Partus Presipitatus
Partus presipitatus adalah partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam yang ditandai
dengan his normal, tonus otot diluar his juga biasa dan kelainan terletak di kekuatan his.
Bahaya partus presipitatus untuk ibu adalah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir
khususnya vagina dan perineum.3
Bahaya untuk anak adalah bayi mengalami perdarahan dalam tengkorak karena
mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat, trauma karena lahir sebelum adanya persiapan
yang cukup seperti jatuh ke lantai.2
Batas antara bagian atas dan segmen bawah rahim atau lingkaran retraksi menjadi
sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaan tersebut, lingkaran retraksi patologis atau
lingkaran bandl. Ligamen rotundum menjadi tegang dan lebih jelas teraba, penderita merasa
nyeri terus menerus dan menjadi gelisah. Jika tidak diberi pertolongan, regangan segmen
bawah uterus melampaui kekuatan jaringan sehingga dapat menyebabkan ruptur uteri. 3
Pemeriksaan dilakukan dengan jari pada usia kehamilan 36 minggu dengan cara
memasukkan dua jarinya (jari telunjuk dan tengah) ke jalan lahir hingga menyentuh bagian
tulang belakang atau promontorium. Setelah itu, dihitung jarak dari tulang kemaluan sampai
promontorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah panggul.
Melalui pemeriksaan ini kita akan mendapatkan conjugata diagonal (jarak antara
promontorium dengan simfisis bawah), untuk mendapatkan Conjugata vera, maka conjugata
diagonal 1,5 cm.
Apabila conjugata vera (CV) < 8 cm dilakukan seksio sesarea primer. Panggul
demikian disebut panggul sempit absolut. Pada CV 8,5cm- 10cm hasil persalinan bergantung
banyak faktor seperti riwayat persalinan yang lampau, besarnya presentasi dan posisi anak,
pecahya ketuban sebelum waktu memperburuk prognosis, his, lancarnya pembukaan, adanya
infeksi intrapartum, bentuk panggul dan derajat kesempitannya.2
Pemeriksaan osborn dipergunakan untuk pemeriksaan luar mengenai kemungkinan
kesempitan panggul dengan cara pasien terlentang dengan tungkai sedikit fleksi, kepala janin
ukaan jari pada permukaan anterior dari simfisis dan tentukan derajat tumpang tindih ketika
kepala janin ditekan ke bawah serta ke belakang. Jika tinggi sekitar dua jari diatas simfisis
disebut osborn positif yang memiliki kemungkinan panggul sempit.4
Jika seksio sesarea dilakukan saat pembukaan sudah lengkap dan atas indikasi
penyebab yang menetap (partus percobaan lengkap dan gagal), persalinan percobaan akan
gagal pada persalinan berikutnya.
Test of labor merupakan fase terakhir dari trial of labor karena test of labor dimulai
saat pembukaan sudah lengkap dan berakhir setelah satu jam. Jika dalam satu jam pembukaan
lengkap, kepala turun sampai hodge III, test of labor dikatakan berhasil. Jika upaya persalinan
per vaginam gagal, dilakukan ketentuan sama seperti partus percobaan. Saat ini test of labor
jarang dilakukan karena pada panggul sempit pembukaan menjadi tidak lengkap dan
kematian anak terlalu tinggi.2
Kelainan presentasi
Letak defleksi terdiri dari :
1. Presentasi muka
Ditandai dengan presentasi kepala dengan defleksi maksimal hingga oksiput mengenai
punggung dan muka terarah kebawah (kaudal terhadap ibu). Punggung terdapat dalam
lordosis dan umumnya terdapat di belakang.
Diagnosis presentasi muka dinilai berdasarkan :
- Dalam kehamilan letak muka terkadang dapat dicurigai jika tonjolan kepala teraba
sepihak dengan punggung dan antara belakang kepala dan punggung teraba sudut runcing
(sudut Fabre) ; tonjolan kepala bertentangan dengan pihak bagian kecil dan bunyi jantung
anak terdengar di bagian kecil. Diagnosis dapat diperkuatg dengan foto rontgen pelvis
anteroposterior dan lateral atau dengan ultrasonografi (USG).
- Dalam persalinan pada pemeriksaan dalam, pembukaan cukup besar teraba orbita,
hidung, tulang pipi, mulut, dan dagu. Harus dapat membedakan antara letak muka dengan
bokong.
Penyebab terpenting adalah panggul sempit dan anak yang besar. Secara lengkap
dibagi menjadi dua golongan yakni letak muka primer dan letak muka sekunder. Letak muka
primer disebabkan adanya kelainan pada anak dan tidak dapat diperbaiki seperti struma
kongenitalis, kelainan tulang leher, lilitan tali pusat banyak di leher, meningokel, anensefal,
dan anak lahir besar. Letak muka sekunder terjadi dengan tidak adanya kelainan pada anak
namun terdapat kelainan seperti panggul picak, dinding perut kendur hingga rahim jatuh
kedepan, bagian menumbung dan hidramnion. Letak defleksi dapat terjadi karena tonus otot
ekstensor anak lebih kuat dari tonus otot-otot fleksor.
Mekanisme persalinan
Pada awal persalinan, defleksi ringan. Namun dengan penurunan kepala, defleksi
bertambah hingga dagu menjadi bagian terendah. Hal ini terjadi karena jarak foramen
magnum ke belakang kepala lebih besar daripada jarak dari foramen magnum ke dagu
dengan diameter submentobregmatika (9 cm) melalui jalan lahir. Dagu paling mengalami
rintangan otot-otot dasar panggul hingga memutar ke depan kearah simfisis disebabkan dagu
merupakan bagiant terendah. Dalam vulva, mulut tampak lebih dahulu. Kepala lahir dengan
gerakan fleksi dan tulang lidah (hioid) menjadi hipomoklion ; berturut-turutlah lahirlah
hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya tulang belakang kepala.
2. Letak dahi
Ditandai dengan letak kepala dengan defleksi sedang hingga dahi menjadi bagian
terendah. Umummnya bersifat sementara dan dengan majunya persalinan menjadi letak muka
atau letak belakang kepala. Letak dahi menetap agak jarang terjadi. Penyebab letak dahi sama
seperti penyebab letak muka. Dalam kehamilan, letak dahi jarang dapat diketahui karena
dengan palpasi saja dapat dicurigai letak defleksi jika tonjolan kepala teraba pada punggung
anak dan bunyi jantung anak dan bagian kecil anak sepihak. Letak dahi dapat didiagnosis saat
persalinan jika pembukaan cukup besar. Oleh karena itu, teraba sutura frontalis, ubun-ubun
besar, pinggir orbita, dan pangkal hidung.
Mekanisme persalinan
Letak dahi merupakan presentasi paling buruk diantara letak kepala. Pada letak dahi
merupakan ukuran terbesar kepala yakni diameter mento-oksipialis (13 cm) melalui jalan
lahir yang lebih besar daripada pintu atas panggul. Pada anak yang cukup besar kepala tidak
dapat masuk kedalam pintu atas panggul namun pada anak agak kecil, kepala dapat masuk.
Dengan adanya molase kuat, terjadi putaran paksi sehingga dahi memutar kedepan kearah
simfisis. Dahi paling utama tampak pada vulva dan tulang rahang atas menjadi hipomoklion.
Dengan fleksi, lahirlah ubun-ubun besar dan belakang kepala. Setelah belakang kepala lahir
dengan gerakan defleksi, berturut-turut lahir mulut dan dagu. Vulva diregang oleh diameter
maksila oksipitalis. Kaput suksadenum terjadi pada dahi. Pada letak dahi bersifat sementara,
anak dapat lahir spontatn sebagai letak belakang kepala atau letak muka.
Jika letak dahi menetap, prognosis memburuk kecuali jika anak kecil. Jika pada persalinan
terdapat letak dahi, persalinan dilakukan dengan seksio sesarea mengingat bahaya untuk ibu
dan anak.2,3
3. Letak sungsang
Letak memanjang dengan bokong sebagai bagian terendah (presentasi bokong). Letak
sungsang dibagi menjadi letak bokong murni, letak bokong kaki, letak lutut dan letak kaki.
Pada letak bokong murni dengan presentasi bokong murni (frank breech) yang menjadi
bagian depatn sedangkan kedua tungkai lurus keatas.
Letak bokong kaki dengan presentasi bokong kaki disamping bokong teraba kaki
(complete breech) atau disebut dengan letak bokong kaki sempuran atau tidak sempurna jika
disamping bokong teraba kedua kaki atau satu kaki saja. Letak kaki dengan presentasi kaki
(incomplete breech). Pergerakaan anak teraba oleh ibu di bagian perut bawah, dibawah pusat
dan ibu sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga. Pada palpasi teraba bagian
keras, bundar, dan melenting pada fundus uteri. Punggung anak dapat diraba pada salah satu
sisi perut dan bagian kecil di bagian berlawanan. Diatas simfisis, teraba bagian kurang bundar
dan lunak. Bunyi jantung terdengar pada punggung anak setinggi pusat. Jika pembukaan
sudah besar, pada pemeriksaan dalam teraba tiga tonjolan tulang meruncing dengan deretan
prosesus spinosus ditengah tulang tersbeut. Diantara tiga tonjolan tulang tadi diraba anus dan
genitalia anak namun jenis kelamin anak hanya ditentukan jika edema tidak terlalu besar.
Mekanisme persalinan
Garis pangkal paha masuk menyerong kedalam pintu atas panggul. Pantat depan
memutar kedepan setelah mengalami rintangan dari otot-otot dasar panggul. Dengan
demikian terjadi laterofleksi badan untuk menyesuaikan diri dengan lengkungan panggul.
Pantat depan tampak lebih dahulu pada vulva dan dengan trokanter depan sebagai
hipomoklion dan laterofleski dari badan lahirlah pantat belakang pada pinggir depan
perineum disusul dengan kelahiran pantat depan.
Setelah bokong lahir, terjadi putaran paksi luar agar punggung berputar sedikit kedepan
sehingga bahu dapat masuk pintu atas panggul dalam ukuran serong dari pintu atas panggul.
Sesudah bahu turun, terjadi putaran paksi dari bahu sampai ukuran bisakromial dalam
ukuran muka belakang dari pintu bawah panggul. Oleh karena itu, punggung berputar lagi
kesamping. Pada saat bahu akan lahir, kepala fleksi masuk pintu atas panggul dengan
melintang. Kepala mengadakan putaran paksi sehingga kuduk dibawah simfisis dan dagu di
sebelah belakang. Berturut-turut lahir perineum, yakni dagu, mulut, hidung, dahi dan
belakang kepala.
Terapi
Usaha memperbaiki letak anak dengan versi luar. Versi luar dilakukan pada bulan
ketujuh dengan syarat pembukaan kurang 3-4cm, ketuban masih utuh dan bokong anak dapat
dibebaskan. Versi luar tidak boleh dipaksakan jika ada faktor penyulit seperti kelainan bentuk
rahim, tali pusat pendek. Jika dipaksakan, terjadi kerusakaan pada anak atau terjadi solutio
plasenta. Versi luar gagal jika plasenta terletak didepan. Persiapan versi luar yakni kandung
kencing harus kosong, pasien ditidurkan terlentang, bunyi jantung anak diperiksa dahulu (jika
BJA buruk, versi luar tidak dilakukan), kaki ditekut dengan lutut dan pangkal paha agar
dinding perut kendur.
Kesukaran versi luar adalah dinding perut tegang seperti primigravida, perasaan takut
atau nyeri, anak dalam letak bokong (frank breech), tali pusat pendek, implantasi plasenta
depan. Bahaya versi luar adalah solutio plasenta, ruputur uteri dan letak defleksi.
Kontraindikasi versi luar adalah tekanan darah tinggi karena mudah terjadi solutio plasenta,
luka parut dinding rahim (bekas seksio sesarea), panggul sempit absolut, hidramnion (mudah
berputar kembali), hidrosefalus, perdarahan antepartum, bunyi jantung anak buruk.2,3
3. Letak lintang
Pada letak lintang, sumbu anak tegak lurus atau hampir tegak lurus dengan sumbu
panjang ibu. Pada letak lintang bahu menjadi bagian terendah yakni presentasi bahu atau
presentasi akromnion. Jika punggung di depan disebut dorsoanterior dan jika terletak di
belakang disebut dorsoposterior. Penyebab letak lintang adalah dinding perut kendur
(multiparitas), panggul sempit, plasenta previa, prematuritas, kehamilan ganda. Diagnosis
letak lintang berdasarkan pemeriksaan fisik yakni inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi, perut
melebar kesamping dan pada kehamilan aterem, fundus uteri lebih rendah dari biasa, hanya
beberapa jari diatas pusat. Pada palpasi, fundus uteri dan bagian bawah rahim kosong,
sedangkan bagian besar (kepala dan bokong) teraba disamping kiri dan kanan di fosa iliaka.
Jika tahanan terbesar di depan, punggung di sebelah depan. Sebaliknya jika teraba tonjolan
disebabkan bagian kecil, punggung di sebelah belakang. Dalam persalinan, pemeriksaan
dalam diraba sisi toraks sebagai susunan tulang-tulang sejajar dan jika pembukaan sudah
besar, akan teraba skapula dan pada pihak bertentangan dengan skapula akan teraba
klavikula.
Pada permulaan persalinan letak lintang dapat berputar sendiri menjadi letak
memanjang disebut versio spontanea. Versio spontanea mungkin terjadi jika ketuban masih
utuh. Anak yang menetap dalam posisi melintang tidak dapat lahir spontan kecuali jika anak
berukuran kecil atau mati dan sudah mengalami maserasi dapat lahir secara spontan. Yang
tampak dahulu di vulva adalah daerah dada dibawah bahu, kepala, dan torak melalui rongga
panggul bersamaan. Penyebab kematian bayi adalah prolapsus funikuli dan asfiksia karena
kontraksi rahim terlalu kuat dan tekukan leher kuat dapat menyebabkan kematian. Prognosis
bayi dengan letak lintang tergantung pecahnya ketuban. Selama ketuban utuh, bahaya untuk
ibu dan anak kecil. Bahaya ketuban pecah adalah anak mengalami asfiksia karena gangguan
sirkulasi uteroplasenta, tali pusat menumbung, dan bahaya infeksi bertambah.
Terapi
Dalam kehamilan, usahakan versi luar segera setelah didiagnosis letak lintang. Jika
versi berhasil, kepala didorong kedalam pintu atas panggul agar kepala terfiksasi pintu atas
panggul dan anak tidak mudah memutar kembali. Dalam persalinan dapat dicoba versi luar
jika pembukaan kurang dari 3-4cm dan ketuban masih utuh. Jika versi luar gagal, dilakukan
seksio sesarea.2,3
4. Letak majemuk
Letak majemuk terjadi prolaps satu atau lebih ekstremitas pada presentasi kepala atau
bokong. Kepala memasuki panggul bersamaan dengan kaki dan atau tangan. Presenasi
majemuk terjadi jika bokong memasuki panggul bersamaan dengan tangan. Presentasi
majemuk tidak termasuk presentasi bokong-kaki, presentasi bahu atau prolaps tali pusat. Jika
bagian bawah tidak tertutup sempurna pintu atas panggul, presetansi majemuk terjadi. Faktor
yang meningkatkan kejadian presentasi majemuk adalah prematuritas, multiparitas, panggul
sempit, kehamilan ganda atau pecahnya selaput ketuban dengan bagian terendah janin masih
tinggi. Jenis presentasi majemuk sering terjadi adalah kombinasi kepala dengan tangan
menumbung, lengan menumbung atau kaki menumbung. Kaki yang menyertai kepala atau
tangan yang menyertai bokong jarang terjadi. Prolaps tali pusat dapat terjadi sebagai
komplikasi presentasi majemuk dengan kejadian 13-23%. Pada tangan menumbung hanya
teraba jari dan telapak tangan disamping kepala, tidak teraba pergelangan tangan. Jika
pergelangan tangan atau bagian proksimal lebih teraab disebut lengan menumbung. Prognosis
tangan menumbung lebih baik dari lengan menumbung karena tangan tidak banyak
mengambil tempat daripada lengan.
Tangan menumbung pada letak kepala tidak menghalangi turunnya kepala, namun
menyebabkan putaran paksi. Sebaliknya, lengan menumbung dapat menghalangi turunnya
kepala. Kaki menumbung disamping kepala jarang terjadi pada anak hidup cukup besar
namun kemungkinan pada anak yang sudah mengalami maserasi. Pada monstrum dan anak
kecil dapat terjadi pada kehamilan kembar dsamping kepala anak I menumbung kaki anak II
dalam letak sungsang. Penyebab letak majemuk jika pintu atas panggul tidak tertutup dengan
baik olh bagian depan anak seperti multipara (karena kepala sering masih tinggi pada
permulaan persalinan), disproporsi sefalopelvik, prematuritas, dan hidramnion.
Penanganan presentasi majemuk dimulai dengan menetapkan adanya prolaps tali
pusat atau tidak. Jika prolaps tiali pusat menimbulkan keaadaan emergensi janin dan
penanganan dengan melakukan bedah sesar ditujukan untuk mengatasi akibat prolaps tali
pusat daripada presentasi majemuk. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah presentasi janin,
ada tidaknya prolaps tali pusat, pembukaan serviks, keadaan selaput tuban, kondisi dan
ukuran janin serta ada tidaknya kehamilan kembar. Jika tidak ada prolaps tali pusat,
dilakukan pengamatan kemajuan persalinan dengan seksama. Pada kasus presentasi majemuk
dengan kemajuan persalinan baik (fase aktif pembukaan serviks minimal 1cm/jam, atau pada
kala dua terjadi penurunan kepala), umumnya terjadi reposisi spontan.
Setelah pembukaan lengkap, dengan semakin turunnya kepala, ekstremitas prolaps akan
tertinggal dan tidak memasuki panggul, maka pertolongan persalinan dilakukan sebagaiman
biasanya. Pada keadaan terjadi kemajuan persalinan lambat atau macet (umumnya
pembukaan serviks praktis lengkap), dilakukan upaya reposisi ekstremitas yang prolaps.
Tekanan ekstremitas prolaps oleh bagian terendah janin (kepala atau bokong) dilonggarkan
dulu dengan cara membuat ibu dalam posisi dada-lutut (knee-chest position). Jika ketuban
masih utuh dilakukan amniotomi terlebih dahulu. Dorong ekstremitas prolaps kearah kranial,
tahan hingga timbul his yang menekan kepala atau bokong memasuki panggul. Keberhasilan
upaya ditunjukkan dengan tidak teraba lagi ekstremitas yang prolaps. Jika tindakan reposisi
gagal, lakukan seksio sesarea untuk melahirkannya.2,3
Komplikasi Distosia
Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi, baik bagi ibu maupun bagi anak yang
dilahirkan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat persalinan lama antara lain :
Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama,
terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri dalam cairan amnion menembus amnion dan
menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu
dan janin. Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi adalah
konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan
bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama
apabila terjadi persalinan lama.
Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama partus
lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat seksio
sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul semakin besar sehingga kepala
tidak engageddan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus dapat menjadi sangat
teregang kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk cincin
retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan
melintang di uterus antara simfisi dan umbilikus. Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan
persalinan perabdominam segera. Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis
Bandl, yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan.
Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan penipisan
rupturnya seegmen bawah uterus. Pada keadaan ini, kadang-kadang dapat dilemaskan dengan
anestesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan secara normal, tetapi kadang-kadang seksio
sesarea yang dilakukan dengan segera menghasilkan prognosis yang lebih baik.
Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat pintu atas panggul, tetapi tidak maju
untuk jangka waktu yang cukup lama, jalan lahir yang terletak diantaranya dan dninding
panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi
nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan timbulnya fistula
vesikovaginal, vesikorektal atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada
persalinan kala dua yang berkepanjangan. Dahulu pada saat tindakan operasi ditunda selama
mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang , kecuali di negara-negara yang
belum berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Leveno KJ. Obstetri W: Panduan ringkas.Ed.21. Jakarta : EGC ; 2009.
2. Sastrawinata S. Ilmu kesehatan reproduksi ; obstetri patologi. Ed.2. Jakarta : EGC ;
2004.hal.121-169.
3. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ;
2009.hal.562-598.
4. Ida BGM. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta : EGC ; 2007.hal.231-233.
5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, dkk. Williams Obstetric.23rd Ed.United
States : The McGraw-Hills Companies. P.464-489.