Anda di halaman 1dari 30

STATUS OBSTETRI

I. IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama

: Ny. S

Umur

: 18 tahun

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: ibu rumah tangga

Agama

: Islam

Alamat

: Desa Tanjung Rt 05/ 02

Identitas Suami Pasien


Nama

: Tn. D

Umur

: 21 tahun

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: wirausaha

Agama

: Islam

Alamat

: Desa Tanjung RT 05/02

II. ANAMNESIS
Autoanamnesa

: Tanggal 13 September 2014

Keluhan utama

: Perut terasa mulas-mulas

Anamnesis utama :
Pasien G1P0A0 datang dengan keluhan perut terasa mulas terus menerus sejak tujuh
jam SMRS. Enam jam SMRS, pasien merasakan cairan yang keluar berasal dari jalan lahir
bewarna putih. Pasien belum merasakan adanya rasa ingin mengejan. Lima jam SMRS,
pasien memutuskan pergi ke paraji untuk melahirkan. Namun karena belum ada rasa ingin
mengejan, pasien memutuskan pergi ke bidan. Tiga jam SMRS, pasien dirujuk ke rumah sakit
karena pasien belum merasakan rasa mengejan. Pasien kemudian dibawa ke rumah sakit oleh
bidan namun karena keterbatasan sarana, pasien kemudian dirujuk ke rumah sakit lain. Dua
jam SMRS, pasien datang ke Rs Rajawali dengan kondisi yang sama dan pasien belum
merasa ingin mengejan.

Anamnesis tambahan
Frekuensi BAK dan BAB dalam batas normal. Riwayat muntah, mual disangkal oleh pasien.
Pasien menyangkal adanya keluhan nyeri kepala hebat, padangan kabur maupun nyeri
uluhati. Riwayat tekanan darah tinggi, penyakit gula dan panas badan disangkal oleh pasien.

Riwayat Menstruasi
Menarche

: 12 tahun

Siklus

: 28 hari

Lamanya

: 7 hari

Banyaknya

: 2-3 kali ganti pembalut / hari

Dismenore

: (-)

Hari Pertama Haid Terakhir : 29 Desember 2013


Taksiran Partus

: 04 September 2014

Usia Kehamilan

: 41 minggu

Status Pernikahan:
Status

: Menikah

Pernikahan

: 1x

Lama menikah : 1 tahun

Riwayat Obstetrik
Hamil ini

ANC
Pasien memeriksakan dirinya ke bidan setiap bulan selama 9 bulan, pasien diberikan tablet Fe
dan kalsium. Pasien juga mendapat suntikan TT sebanyak 2 kali.

Riwayat KB
Pasien tidak menggunakan kontrasepsi

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum

: baik

Kesadaran

: compos mentis

Tanda- tanda vital


TD

:140/80mmHg

: 100x/menit

: 360C

RR

: 24x/menit

BB sebelum hamil

: 50 Kg

BB sekarang

: 62 Kg

Tinggi badan

: 160 cm

BMI

: 24,3

Kepala

: normocephali, distribusi rambut merata

Wajah

: choasma (-), simetris

Mata

: conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher

: KGB tidak membesar, tiroid normal

Thorax

: simetris
Cor

: BJ 1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Payudara

: simetris, nodul (-), hiperpigmentasi aerola mamae +/+, ASI -/-, puting
menonjol baik.

Aksila

: KGB tidak membesar

Abdomen :
Inspeksi

: cembung lembut, linea nigra (+), striae gravidarum (+)

Palpasi

: Nyeri tekan (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising Usus (+)

Ekstremitas

: Edema -/-, akral hangat +/+, varises -/-/-

+/+

Status Obstetrik
Inspeksi
Perut tampak membuncit sesuai kehamilan, striae gravidarum (+), linea nigra (+).
Palpasi
Leopold I

: teraba bagian kurang bulat dan kurang melintang pada bagian fundus uteri.
TFU (tinggi fundus uteri) pertengahan antara procesus xyphoideus dan pusat,
pada pengukuran 32 cm.

Leopold II

: teraba tahanan lebih besar pada bagian kanan, tahanan lebih kecil pada
bagian kanan. BJA 152x/ menit, reguler.

Leopold III

: sudah tidak dapat digoyangkan

Leopold IV

: divergen

Pemeriksaan ginekologi :
Pemeriksaan dalam
Vulva / vagina : tidak ada kelainan
Portio

: teraba tipis dan lunak

Pembukaan

: 10 cm (lengkap)

Ketuban

: tidak ada

Presentasi bagian terendah : teraba (hodge 3)


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
V. DIAGNOSIS
P1A0 partus serotinus spontan
VI. Terapi
Non medikamentosa
- Diet : nasi
Medikamentosa
- - Proceta (IV) 2x1 gram
- Argesid 3x1
- Lactamor 2x1
- Prohelic tab 3x1

VII. EDUKASI
1. Menjaga kebersihan alat kelamin dengan cara mengganti pakaian dalam sesaat setelah
mandi, mengganti pembalut setelah mandi.
2. Memperbanyak asupan makanan bergizi seperti buah- buahan, sayur- sayuran.
3. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan
4. Kontrol jahitan jalan lahir seminggu setelah melahirkan

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam

: bonam

Ad functionam

: bonam

IX. RESUME
Seorang pasien G1P0A0 inpartu 41 minggu. His dirasakan, kekuatan sedang dan terus
menerus, ketuban telah pecah. Pernikahan pasien pertama kali selama 1 tahun. Pasien tidak
menggunakan kontrasepsi setelah menikah. Riwayat haid baik, siklus 28 hari. ANC di bidan
sejak hamil 1 bulan, sejumlah 8 kali dan diberikan tablet diberikan tablet Fe, tablet kalsium
dan mendapatkan suntikan TT sebanyak 2 kali.
Pada pemeriksaan fisik, BMI termasuk preobese, penambahan berat badan selama
kehamilan adalah 12 kg. Tidak didapatkan kelainan pada organ-organ. Terdapat tanda-tanda
kehamilan seperti hiperpigmentasi aerola mamame, linea nigra dan striae gravidarum.
Pada pemeriksaan obstetri didapatkan :
Leopold I : bokong
Leopold II : punggung terletak sebelah kanan, BJA 152x/menit
Leopold III : kepala sudah tidak dapat digoyangkan
Leopold IV : divergen
Pemeriksaan dalam didapatkan vulva atau vagina tidak ada kelainan, portio tipis dan lunak,
pembukaan 10cm. Pemeriksaan inspekulo tidak dilakukan. Pemeriksaan penunjang (USG)
tidak dilakukan. Terapi yang diberikan adalah infus ringer laktat, infus proceta, argesid tablet,
prohelic tablet, dan lactamor tablet. Prognosis pasien ad vitam dan ad functionam adalah ad
bonam.

FOLLOW UP
Tanggal 13 September 2014
S : Pasien mengeluh nyeri pada luka operasi, frekuensi BAK tidak ada keluhan, tidak merasa
mual.
gas.
O : KU

: Baik

Kesadaran : compos mentis


TD

: 110/70 mmHg

Nadi

: 80x/menit

RR

: 24x/menit

Suhu

: 360C

Mata

: CA-/-, SI-/-

Leher

: KGB tidak membesar

Pulmo

: vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-

Cor

: BJ1-2 reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

: soepel, datar, TFU 2jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik

A : P1A0 serotinus spontan


P : Terapi umum
- diet : nasi
- belajar mobilisasi
Terapi khusus
- Infus RL 20tpm
- Lactamor tab 2x1
- Prohelic tab 1x1
- Argesid tab 3x1

Tanggal 14 September 2014


S : Nyeri pada luka operasi sudah berkurang, frekuensi BAK dan BAB tidak ada keluhan.
O : KU

: Baik

Kesadaran : compos mentis


TD

: 120/80 mmHg

Nadi

: 84x/menit

RR

: 24x/menit

Suhu

: 360C

Mata

: CA-/-, SI-/-

Leher

: KGB tidak membesar

Pulmo

: vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-

Cor

: BJ1-2 reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

: soepel, datar, TFU 2jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik

A : P1A0 serotinus spontan


P : Terapi umum
- diet : nasi
- belajar mobilisasi
Terapi khusus
- Infus RL 20tpm
- Lactamor tab 2x1
- Prohelic tab 1x1
- Argesid tab 3x1

PEMBAHASAN TEORI
PARTUS LAMA

Pendahuluan
Distosia secara harfiah berarti persalinan lama, ditandai dengan kemajuan persalinan
yang terlalu lambat. Secara umum, persalinan abnormal sering terjadi jika terdapat
ketidakseimbangan ukuran (disproporsi) antara bagian presentasi janin dan jalan lahir.
Distosia dapat terjadi karena beberapa kelainan berbeda yang melibatkan serviks,
uterus, tulang panggul ibu, atau obstruksi lain di jalan lahir. Kelainan-kelainan ini secara
mekanis disederhanakan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists (1995)
menjadi tiga kategori yakni kelainan kekuatan (kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu),
kelainan jalan lahir (panggul), dan kelainan penumpang (janin).
Distosia merupakah hal kompleks dan meskipun defisni distosia adalah kemajuan
persalinan abnormal, namun belum ada konsensus mengenai yang dimaksud dengan
kemajuan abnormal. Definisi ketat persalinan adalah kontraksi uterus yang menyebabkan
pendataran dan pembukaan serviks secara nyata yang tidak selalu membantu dokter karean
diagnosis dipastikan dengan lahirnya bayi.1
Persalinan yang normal (Eutocia) adalah persalinan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung spontan dalam 18 jam.2

Manifestasi klinis
Fase Laten Memanjang
Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada persalinan untuk
menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan. Walaupun pada tahap persiapan (preaptory
division) hanya terjadi sedikit pembukaan serviks,cukup banyak perubahan yang terjadi pada
komponen jaringan ikat serviks. Tahap pembukaan/dilatasi (dilatational division)adalah saat
pembukaan paling cepat berlangsung. Tahap panggul (pelvic division) berawal dari fase
deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme klasik persalinan yang melibatkan gerakangerakan dasr janin pada presentasi kepala seperti masuknya janin ke panggul, fleksi, putaran
paksi dalam, ekstensi dan putaran paksi luar terutama berlangsung dalam fase panggul.
Namun dalam praktek, tahap panggul jarang diketahui dengan jelas (Gambar 1.0).

Gambar 1.0 Perjalanan Persalinan

Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan persalinan normal adlah
kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviksa adalah fase laten yang sesuai dengan tahap
persiapan dan fase aktif yang sesuai dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi fase
aktif menjadi fase akselerasi, fase lereng (kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi.

Gambar 1.1 Urutan rata-rata kurva pembukaan serviks pada persalinan nulipara 3

Awitan persalinan laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai merasakan kontraksi yang
teratur. Selama fase ini, orientsi kontraksi uterus berlangsung bersama pendataran dan
pelunakan serviks. Kriteria minimum Friedman untuk fase laten ke dalam fase aktif adalah
kecepatan pembukaan serviks 1,2cm/jam bagi nulipara dan 1,5 cm/jam untuk ibu multipara.
Kecepatan pembukaan serviks ini tidak dimulai pada pembukaan tertentu. Friedman dan
Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan sebagai apabila lama fase ini lebih dari
20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara. Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi
fase laten antara lain adalah anestesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks
yang buruk (misal: tebal, tidak mengalami pendataran atau tidak membuka) dan persalinan
palsu. Friedman mengklaim bahwa istirahat atau stimulasi oksitosin sama efektif ndan
amannya dalam dalam memperbaiki fase laten berkepanjangan. Istirahat lebih disarankan
karena persalinan palsu sering tidak disadari. Karena adanya kemungkinan persalinan palsu
tersebut, amniotomi tidak dianjurkan.

Fase Aktif Memanjang


Kemajuan peralinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus karena kurva-kurva
memperlihatkan perubahan cepat dalam kecuraman pembukaan serviks antara 3-4 cm. Dalam
hal ini, fase aktif persalinan dari segi kecepatan pembukaan serviks tertinggi. Secara
konsistensi berawal dari saat pembukaan serviks 3-4 cm atau lebih, diserati kontraksi uterus,
dapat secara meyakinkan digunakan sebagai batas awal persalinan aktif. Demikian pula
kurva-kurva ini memungkinkan para dokter mengajukan pertanyaan, karena awal persalinan
dapat secara meyakinkan didiagnosis secara pasti, berapa lama fase aktif harus berlangsung.
Kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk persalinan pada nulipara adalah
1,2cm/jam, maka kecepatan normal minimum adalh 1,5 cm/jam. Secara spesifik, ibu nulipara
yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan tiga hingga empat sentimeter dapat diharapkan
mencapai pembukaan 8- 10cm dalam tiga sampai empat jam. Penurunan dimulai pada saat
tahap akhir dilatasi aktif, dimulai pada pembukaan sekitar 7-8cm. Friedman membagi lagi
masalah fase aktif menjadi gangguan protraction(berkepanjangan/berlarut-larut) dan
arest(macet, tak maju). Ia mendefinisikan protraksi sebagai kecepatran pembukaan atau
penurunan yang lambat, yang untuk nulipara, adalah kecepatan pembukaan kurang dari 1,2
cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm per jam. Untuk multipara, protraksi didefinisikan
sebagai kecepatan pembukaan kurang dari 1,5 cm per jam atau penurunan kurang dari dua
sentimeter per jam.

Sementara itu, ia mendefinisikan arrest sebagai berhentinya secara total pembukaan


atau penurunan. Kemacetan pembukaan didefinisikan sebagai tidak adanya perbahan serviks
dalam dua jam, dan kemacetan penurunan sebagai tidak adanya penurunan janin dalam satu
jam. Pada persalinan yang berkepanjang dan macet, Friedman menganjurkan pemeriksaan
fetopelvik untuk mendiagnosis disproporsi sefalopelvik. Terapi yang dianjurkan untuk
persalinan yang berkepanjangan adalah penatalaksanaan menunggu, sedangkan oksitosin
dianjurkan untuk persalinan yang macet tanpa disproporsi sefalopelvik. Untuk membantu
mempermudah diagnosa kedua kelainan ini, WHO mengajukan penggunaan partograf dalam
tatalksana persalinan berdasarkan partograf ini, partus lama dapat didagnosa bila pembukaan
serviks kurang dari 1cm per jam selama minimal empat jam. Sementara itu, American
College of Obstetrician and Gynecologists memiliki kriteria diagnosa yang berbeda (tabel
1.0).

Pola persalinan

Nulipara

Multipara

- Pembukaan

<1,2 cm/jam

<1,5 cm/jam

- Penurunan

<1,0 cm/jam

<2,0 cm/jam

- Pembukaan

>2jam

>1jam

- Penurunan

>1jam

>1jam

Persalinan Lama

Persalinan Macet

Tabel 1.0 Kriteria Diagnostik Kelainan Persalinan

Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan
keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit unutk nulipara dan 20 menit untuk
multipara. Pada ibu dengan paritas tinggi yang vagina dan perineumnya sudah melebar, dua
atau tiga kali usaha mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin cukup untuk
mengeluarkan janin sebaliknya pada seorang ibu, dengan panggul sempit atau janin besar,
atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anestesia regional atau sedasi yang berat, maka
kala dua dapat memanjang. Kala II pada persalinann nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang
sampai 3 jam apabila menggunakan anestesi regional. Untuk multipara 1 jam diperpanjang
menjadi 2 jam pada penggunaan anestesia regional.3,5

Klasifikasi
Persalinan lama dapat digolongkan dalam tiga golongan yakni :
1. Distosia karena kekuatan mendorong anak tidak memadai yakni kelainan his merupakan
penyebab terpenting dan tersering dari distosia serta kekuatan mengejan kurang kuat seperti
adanya kelainan dinding perut (luka parut baru pada dinding perut, diastase muskulus rektus
abdominis ; atau kelainan keadaan umum ibu seperti sesak nafas atau adanya kelelahan ibu).
2. Distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin seperti presentasi
bahu, presentasi dahi, presentasi muka, presentasi bokong, anak besar, hidrosefal.
3. Distosia karena adanya kelainan pada jalan lahir baik bagian keras (tulang) seperti panggul
sempit (CPD), kelainan bawaan pada panggul maupun bagian lunak seperti tumor genitalia
interna dan pada visera lain di daerah panggul yang menghalangi jalan lahir.2

A. Distosia karena kelainan his


Baik tidaknya his dapat dinilai dari kemajuan persalinan, sifat-sifat his (frekuensi,
kekuatan, dan lamanya his. Kekuatan his dinilai dengan cara menekan dinding rahim pada
puncak kontraksi) serta besarnya kaput suksadaneum.
Kemajuan persalinan dinilai dari kemajuan pembukaan serviks, kemajuan turunnya
bagian terendah janin, dan jika janin sudah sampai di bidang Hodge III atau lebih rendah
dinilai dari ada atau tidaknya putaran paksi dalam. Penilaian kekuatan his dilakukan dengan
pemeriksaan fisik yakni menilai secara manual sifat-sifat his dengan palpasi atau bantuan
CTG (cardiotocography). Kekuatan his tidak boleh dinilai dari perasaan nyeri penderita. His
dikatakan kurang kuat jika terlalu lemah (palpasi pada puncak his), terlalu pendek (dinilai
dari lama kontraksi), dan terlalu jarang (dipantau dari waktu sela antara dua his). Dalam
pemantauan kemajuan persalinan, ketiga sifat harus dinilai secara objektif dengan penilaian
manual (palpasi abdomen) sekurang-kurangnya selama sepuluh menit. Menurut WHO,his
dinyatakan baik jika his kuat minimal tiga kali dalam sepuluh menit dengan durasi lebih dari
empat puluh detik. His yang terjadi tanpa masa istirahat disebut tetania uteri. 2

Inersia Uteri
Inersia uteri adalah pemanjangan fase laten atau fase aktif atau keduanya dari kala
pembukaaan. Pemanjangan fase laten disebabkan serviks belum matang atau karena
pemakaian analgetik terlalu dini, kelainan posisi, regangan dinding rahim, kehamilan ganda
dan perasaan takut dari ibu.

Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida khususnya primigravida tua. Pada
multipara lebih banyak ditemukan inersia uteri. Peregangan rahim yang berlebihan pada
kehamilan ganda ataupun hidramnion sebagai salah satu penyebab inersia uteri murni.
Dahulu inersia uteri dibagi menjadi inersia uteri primer yang terjadi jika his lemah
dari awal persalinan dan inersia uteri sekunder yang terjadi jika awal mula his baik namun
menjadi lemah karena otot-otot rahim lelah akibat persalinan berlangsung lama (inersia
karena kelelahan). Namun saat ini, pembagian inersia adalah inersia uteri hipotonis dan
inersia uteri hipertonis (tabel 1.1). Inersia uteri hipotonis terjadi saat kontraksi terkoodinasi
namun lemah. Dengan CTG, terlihat tekanan kurang dari 15 mmHg dan pada palpasi, his
jarang dan pada puncak kontraksi dinding rahum dapat ditekan kedalam. His dikatakan baik
jika tekanan intrauterin mencapai 50-60 mmHg dan umumnya terjadi pada fase aktif atau
kala dua. Oleh sebab itu, dapat dikatakan sebagai kelemahan his sekunder. Pada inersia uteri
hipertonis, kontraksi tidak terkoordinasi (misal kontraksi segmen tengah lebih kuat dari
segmen atas). Inersia uteri hipertonis sering disebut inersia spastis. Pasien merasakan
kesakitan. Inersia uteri hipertonis terjadi dalam fase laten. Oleh karena itu, dapat dikatakan
sebagai inersia uteri primer. Diagnosis inersi uteri paling sulit ditegakkan pada masa laten.
Kontraksi uterus yang disertai dengan rasa nyeri tidak cukup untuk menjadi dasar utam
diagnosis jika persalinan sudah dimulai. Penegakan diagnosis berdasarkan perubahan serviks
yakni pendataran dan atau pembukaan. Kesaalahan yang paling sering terjadi adalah terapi
untuk inersia uteri namun persalinan belum dimulai (fase laten).
KETERANGAN

HIPOTONIS

HIPERTONIS

Kejadian

4% dari persalinan

1% persalinan

Saat terjadinya

Fase aktif

Fase laten

Nyeri

Tidak nyeri

Nyeri berlebihan

Fetal distres

Lambat terjadi

Cepat

Reaksi terhadap oksitosin

Baik

Tidak baik

Pengaruh sedatif

Sedikit

Besar

Tabel 1.1 Perbedaan inersia uteri hipotonis dan hipertonis

Penyulit inersia uteri adalah dapat menyebabkan kematian atau kesakitan, infeksi bertambah
disertai meningkatnya kematian perinatal, kehabisan tenaga ibu dan terjadi dehidrasi yang
ditandai dengan denyut nadi naik, suhu meninggi, asetonuria, nafas cepat, meteorismus, dan
turgor berkurang.Persalinan tidak boleh berlangsung lebih dari 24 jam. Oleh karena itu, untuk
mencegah faktor penyulit, persalinan harus dipantau dengan partograf.2
Penatalaksanaan
1. Inersia Uteri Hipotonis
Jika penyebab bukan inersi uteri karena kelainan panggul dan atau kelainan janin yang tidak
memungkinkan terjadinya persalinan pervaginam dan jika ketuban utuh, lakukan amniotomi.
Jika gagal, lanjutkan dengan pemberian pitosin drip. Sebelum pemberian pitosin drip,
kantung kencing dan rektum harus kosong serta berdasarkan skor bishop. Pitosin drip kurang
berhasil pada skor Bishop yang rendah (tabel 1.3). Cara pemberian oksitosin yakni 2 IU
dilarutkan kedalam 500cc glukosa 5%,diberikan dalam IV sebanyak 10 tetes per menit.
Tetesan dapat dinaikkan 10 tetes per menit setiap tiga puluh menit sampai diperoleh his yang
kekuatan, frekuensi dan lamanya his memadai. Jika his sudah memadai, jumlah tetesan
dipertahankan.2

SKOR

FAKTOR
Pembukaan serviks (cm)

0
0

1
1-2

2
3-4

3
5-6

Pendataran serviks (%)

0-30

40-50

60-70

>80

Turunnya bagian terendah (stadiun)

-3

-2

-1 atau 0

+1 atau 2

Konsistensi serviks

kaku

Kenyal

lunak

Arah serviks

belakang

Tengah

depan

Tabel 1.3 Skor Bishop

Pemberian jumlah tetesan per menit (tpm) sebanyak 60 tpm. Jika jumlah tetesan mencapai 60
tpm, tidak boleh dinaikkan lagi meskipun his belum memadai. Dalam keadaan tertentu, pada
grande multipara jumlah tetesan maksimun yakni 40 tpm.2

Pemberian pitosin IV segera dihentikan jika his >50 detik dengan interval + 1menit,
bunyi jantung anak > 170/menit (takikardi), deselarasi lambat atau deselarasi variabel yang
frekuen. Jika pemberian satu botol belum ada hasil, istirahat dua jam dan dapat dicoba sekali
lagi. Namun setelah isitirahat, his membaik dan persalinan maju, tidak perlu dilanjutkan
oksitosin botol kedua. Jika setelah pemberian kedua kalinya, pemberian pitosin pembukaan
belum lengkap, dilakukan seksio sesarea. Namun, jika pemberian pitosin drip botol kedua
menampakan kemajuan nyata, dapat dipertimbangkan pemberian botol ketiga.
Pada kehamilan letak sungsang atau kehamilan serotin, maksimun pemberian pitosin
satu botol. Oksitosisn drip tidak boleh diberikan jika ada luka parut di rahim seperti bekas
operasi seksio sesarea atau miomektomi karena memudahkan terjadinya ruptur uteri.
Pemberian oksitosin bertujuan memperbaiki his sehingga serviks dapat membuka. Satu ciri
khas oksitosin adalah hasil pemberiannya nampak dalam waktu singkat. Pemberian oksitosin
terutama dalam kala dua diperlukan sebagai penambah kekuatan his agar persalinan dapat
diselesaikan dengan dosis 0,5 IU.2
2. Inersia uteri hipertonis
Pengobatan yang terbaik adalah pemberian petidin 50mg atau tokolitik seperti
ritodine, yang bertujuan untuk menimbulkan relaksasi dan istirahat, sehingga timbul his
normal.2

Partus Presipitatus
Partus presipitatus adalah partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam yang ditandai
dengan his normal, tonus otot diluar his juga biasa dan kelainan terletak di kekuatan his.
Bahaya partus presipitatus untuk ibu adalah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir
khususnya vagina dan perineum.3
Bahaya untuk anak adalah bayi mengalami perdarahan dalam tengkorak karena
mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat, trauma karena lahir sebelum adanya persiapan
yang cukup seperti jatuh ke lantai.2
Batas antara bagian atas dan segmen bawah rahim atau lingkaran retraksi menjadi
sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaan tersebut, lingkaran retraksi patologis atau
lingkaran bandl. Ligamen rotundum menjadi tegang dan lebih jelas teraba, penderita merasa
nyeri terus menerus dan menjadi gelisah. Jika tidak diberi pertolongan, regangan segmen
bawah uterus melampaui kekuatan jaringan sehingga dapat menyebabkan ruptur uteri. 3

B. Distosia karena panggul sempit


Panggul sempit secara fungsional yakni perbandingan antara kepala dan panggul yang tidak
serasi. Kesempitan panggul menjadi kesempitan pintu atas panggul, kesempitan bidang
tengah panggul, kesempitan pintu bawah panggul, dan kombinasi kesempitan pintu atas
panggul, bidang tengah dan pintu bawah panggul.2

Kesempitan pintu atas panggul (pelvic inlet)


Pintu atas panggul dinilai sempit jika konjugata vera <10cm atau jika diameter transversa
<12cm. Konjugata vera dilalui oleh diameter biparietalis +9 cm dan terkadang mencapai
10cm. Penyebab timbulnya kelainan panggul disebabkan oleh :
1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan :
a. Panggul sempit seluruhnya semua ukuran panggul kecil.
b. Panggul picak ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa.
c. Panggul sempit picak semua ukuran kecil, namun ukuran muka belakang lebih sempit
d. Panggul corong pintu atas panggul biasa, pintu bawah panggul sempit.
e. Panggul belah simfisis terbuka

2. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya :


a. Panggul rakhitis panggul picak, panggul sempit, seluruh panggul sempit picak.
b. Panggul osteomalasia panggul sempit melintang
c. Radang artikulasi sakroiliaka panggul sempit miring

3. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang :


a. Kifosis di daerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong.
b. Skoliosis di daerah tulang punggung menyebabkan panggul sempit miring.

Pengaruh panggul sempit pada kehamilan dan persalinan


Pengaruh pada kehamilan :
a. Menimbulkan retroflexi uteri gravidi inacrcreta
b. Fundus lebih tinggi dari ukuran seharusnya dan timbul sesak nafas terutama pada
primigravida karena kepala tidak dapat turun.
c. Terkadang fundus menonjol kedepan hingga perut menggantung
d. Perut menggantung pada seorang primigravida merupakan tanda panggul sempit (abdomen
pendulum)

e. Kepala tidak dapat turun pada bulan terakhir


f. Dapat menimbulkan letak muka, sungsang, dan lintang
g. Ukuran anak dengan ibu panggul sempit lebih kecil daripada ukuran bayi yang dengan ibu
tanpa panggul sempit (rata-rata).2

Pengaruh pada persalinan :


a. Persalinan membutuhkan waktu lebih lama dari umummnya karena gangguan pembukaan,
waktu lama untuk molase kepala anak. Kelainan pembukaan terjadi karena ketuban pecah
sebelum waktunya karena bagian depan kurang menutup pintu atas panggul, serviks karena
tertahan pada pintu atas panggul.
b. Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi (pada panggul picak
sering terjadi letak defleksi supaya diameter bitemporalis lebih kecil dari diameter biparietalis
dapat melalui konjugata vera sempit.
c. Terjadi ruptur uteri jika his menjadi terlalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan yang
ditimbulkan oleh panggul sempit.
d. Jika otot rahim melemah karena rintangan panggul sempit, dapat terjadi infeksi intrapartum
yang dapat menyebabkan kematian ibu dan anak dalam rahim. Akibat infeksi ini timbul
timpania uteri atau physometra.
e. Terjadinya fistel yakni tekanan lama pada jaringan yang dapat menimbulkan iskemik
sehingga timbul nekrosis. Nekrosis menimbulkan fisutla vesikovaginalis atau rektovaginalis.
Fistul rektovaginalis timbul karena kandung kencing tertekan antara kepala anak dan simfisi,
sedangkan rektum jarang tertekan karena adanya lengkungan rongga sakrum.
Pengaruh pada anak :
a. Kematian perinatal meningkat pada partus lama misal lebih dari 24 jam atau kala 2 lebih
dari 1 jam jika ketuban pecah sebelum waktunya.
b. Prolapsus funikuli menimbulkan kematian anak
c. Moulage kuat menimbulkan perdarahan otak terutama jika diameter biparietal kurang lebih
dari cm. Panggul sempit diduga jika pada primipara kepala anak belum turun setelah
minggu ke 36 dan perut menggantung, riwayat persalinan sulit pada multigravida, kelainan
letak janin pada hamil tua, terdapat kelainan bentuk badan ibu (pendek, skoliosis, pincang),
tanda osborn positif, dan pemeriksaan pelvimetri dengan pemeriksaan dalam.

Pemeriksaan dilakukan dengan jari pada usia kehamilan 36 minggu dengan cara
memasukkan dua jarinya (jari telunjuk dan tengah) ke jalan lahir hingga menyentuh bagian
tulang belakang atau promontorium. Setelah itu, dihitung jarak dari tulang kemaluan sampai
promontorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul dan pintu tengah panggul.
Melalui pemeriksaan ini kita akan mendapatkan conjugata diagonal (jarak antara
promontorium dengan simfisis bawah), untuk mendapatkan Conjugata vera, maka conjugata
diagonal 1,5 cm.
Apabila conjugata vera (CV) < 8 cm dilakukan seksio sesarea primer. Panggul
demikian disebut panggul sempit absolut. Pada CV 8,5cm- 10cm hasil persalinan bergantung
banyak faktor seperti riwayat persalinan yang lampau, besarnya presentasi dan posisi anak,
pecahya ketuban sebelum waktu memperburuk prognosis, his, lancarnya pembukaan, adanya
infeksi intrapartum, bentuk panggul dan derajat kesempitannya.2
Pemeriksaan osborn dipergunakan untuk pemeriksaan luar mengenai kemungkinan
kesempitan panggul dengan cara pasien terlentang dengan tungkai sedikit fleksi, kepala janin
ukaan jari pada permukaan anterior dari simfisis dan tentukan derajat tumpang tindih ketika
kepala janin ditekan ke bawah serta ke belakang. Jika tinggi sekitar dua jari diatas simfisis
disebut osborn positif yang memiliki kemungkinan panggul sempit.4

Kesempitan bidang tengah panggul (midpelvis)


Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah simfisis dan spina os ischii
dan memotong sakrum kira-kira pada pertemuan ruas sakral keempat dan kelima. Ukuran
yang terpenting dari bidang ini adalah diameter transversa (interspinosa) 10,5cm, diameter
anteroposterior dari pinggir bawah simfisis ke pertemuan ruas sakral keempat dan kelima
11,5cm, dan diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antarkedua spina ke
pertemuan sakral keempat dan kelima 5cm. Bidang tengah panggul sempit jika jumlah
diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5cm atau kurang (normal 10,5cm +
5cm = 15,5cm) dan diameter antarspina kurang dari 9cm. Ukurang bidang tengah panggul
tidak didapat secara klinis namun harus diukur melalui rontgenologis namun kita dapat
menduga bidang panggul sempit jika spian isiadika sangat menonjol, dinding samping
panggul konvergen, dan diameter antara tuber ischii 8,5cm atau kurang. Kesempitan bidang
tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi jika diameter antara kedua spina
<9cm.

Jika persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul sebaiknya


digunakan ekstraktor vakum karena ekstraksi dengan forseps kurang memuaskan (forseps
memperkecil ruangan jalan lahir). Upaya ini digolongkan sebagai ekstraksi vakum percobaan
yang tidak boleh dipaksakan.2

Kesempitan pintu bawah panggul (pelvic outlet)


Pintu bawah panggul terdiri atas dua segitinga dengan jarak antar kedua tuber
isciadika sebagai dasar bersamaan. Ukuran-ukuran yang penting yakni diameter transversa
(diameter antar tuber isdiaka -- 11cm), diameter anteroposterior (AP) dari pinggir bawah
simfisi ke ujung os sakrum--11,5 cm, diameter sagitalis posterior dari pertengah diameter
antar kedua tuber isiadika ke ujung os sakrum7,5cm. Pintu bawah panggul dikatakan
sempit jika jarak antara tuber os ischii <8cm. Jika jarak ini berkurang, arkus pubis meruncing.
Besarnya arkus pubis dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah panggul.
Jika segitiga depan dibatasi oleh arkus pubis, segitiga belakang tidak memiliki batas
tulang sebelah samping. Jika jarak antar kedua tuber isiadika sempit, kepala dipaksa keluar ke
sebelah belakang dan keberhasilan persalinan bergantung pada besarnya segitiga belakang.
Lahirnya kepala pada segitiga belakang umumnya menimbulkan robekan perineum besar.
Menurut Thoms, distosia terjadi jika ukuran kedua tuber ischii (ukuran normal dan diameter
sagitalis posterior <15cm (normal 11cm + 7,5 cm = 18,5 cm). Pintu bawah panggul sempit
disertai dengan bidang tengah panggul sempit. Kesempitan pintu bawah panggul dapat
menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan pintu bawah panggul jarang
menyebabkan persalinan melalui seksio sesarea. Persalinan dengan kesempitan pintu bawah
panggul dapat dilakukan dengan memakai bantuan forseps dan episiotomi yang luas.2

Persalinan percobaan (trial of labor)


Persalinan percobaan adalah persalinan pervaginam pada wanita dengan panggul
relatif sempit. Persalinan percobaan hanya dilakukan jika letak belakang kepala. Persalinan
percobaan dikatakan berhasil jika anak lahir per vaginam secara spontan atau dibantu dengan
ekstraksi (forseps atau vakum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik. Persalinan percobaan
dihentikan jika pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannya, keadaan ibu atau anak
menjadi kurang baik, lingkarang rektrasi patologis, seetelah pembukaan lengkap dan ketuban
pecah walaupun his baik dan dilakukan pimpinan persalinan baik, bagian kepala dengan
diameter terbesar dalam satu jam namun tidak mau melewati pintu atas panggul, forseps atau
vakum gagal. Apabila persalinan percobaan gagal, dilakukan seksio sesarea.

Jika seksio sesarea dilakukan saat pembukaan sudah lengkap dan atas indikasi
penyebab yang menetap (partus percobaan lengkap dan gagal), persalinan percobaan akan
gagal pada persalinan berikutnya.
Test of labor merupakan fase terakhir dari trial of labor karena test of labor dimulai
saat pembukaan sudah lengkap dan berakhir setelah satu jam. Jika dalam satu jam pembukaan
lengkap, kepala turun sampai hodge III, test of labor dikatakan berhasil. Jika upaya persalinan
per vaginam gagal, dilakukan ketentuan sama seperti partus percobaan. Saat ini test of labor
jarang dilakukan karena pada panggul sempit pembukaan menjadi tidak lengkap dan
kematian anak terlalu tinggi.2

C. Distosia karena kelainan posisi, presentasi dan kelainan janin


Kelainan posisi (posisi occipito posteriro persistens)
Umumnya persalinan dengan posisi oksipito posterior, kepala mengalami putaran paksi
sehingga anak lahir dengan oksiput dibawah simfisis, namun karena sudut pemutaran besar
(umumnya 1350), kala dua sedikit lebih lama. Putaran paksi ini baru terjadi di hodge tiga dan
terkadang di hodge empat. Jika pada posisi oksipito posterior, ubun-ubun kecil berputar
kearah belakang disebut posisi oksipito posterior persisten. Penyebab tidak terjadinya putaran
paksi putaran paksi adalah panggul antropoid, panggul android, kesempitan bidang tengah
panggul, ketuban pecah sebelum waktunya, fleksi kepala kurang dan inersia uteri.
Adakalanya oksiput berputar kebelakang dan anak lahir dengan muka dibawah simfisis. Ini
terutama terjadi jika fleksi kepala berkurang. Untuk menghidari ruptura perinei totalis,
episiotomi harus dibuat lebar kaena dalam hal tersebut perineum diregang oleh
sirkumferensia oksipito frontalis. Hanya sebagian kecil (4%) dari posisi oksipito posterior
yang membutuhkan pertolongan pembedahan. Umumnya dapat lahir spontan namun jika
lahir spontan dapat dibantu dengan vakum atau forseps. Ekstraksi forseps dengan cara anak
dilahirkan dengan oksiput tetap dibekang dan terutama dilakukan jika aada faktor penyulit
rotasi ke depan seperti panggul anthropoid atau android, anak dilahirkan dengan oksiput
depan jika tidak ada faktor penyulit yang menghalangi rotasi. Ekstraksi vakum mengikuti
arah putaran ubun-ubun kecil dan hanya dilakukan dengan penarikan kepala kebawah dengan
arah tarikan disesuaikan dengan mengikuti penurunan kepala.2

Kelainan presentasi
Letak defleksi terdiri dari :
1. Presentasi muka
Ditandai dengan presentasi kepala dengan defleksi maksimal hingga oksiput mengenai
punggung dan muka terarah kebawah (kaudal terhadap ibu). Punggung terdapat dalam
lordosis dan umumnya terdapat di belakang.
Diagnosis presentasi muka dinilai berdasarkan :
- Dalam kehamilan letak muka terkadang dapat dicurigai jika tonjolan kepala teraba
sepihak dengan punggung dan antara belakang kepala dan punggung teraba sudut runcing
(sudut Fabre) ; tonjolan kepala bertentangan dengan pihak bagian kecil dan bunyi jantung
anak terdengar di bagian kecil. Diagnosis dapat diperkuatg dengan foto rontgen pelvis
anteroposterior dan lateral atau dengan ultrasonografi (USG).
- Dalam persalinan pada pemeriksaan dalam, pembukaan cukup besar teraba orbita,
hidung, tulang pipi, mulut, dan dagu. Harus dapat membedakan antara letak muka dengan
bokong.
Penyebab terpenting adalah panggul sempit dan anak yang besar. Secara lengkap
dibagi menjadi dua golongan yakni letak muka primer dan letak muka sekunder. Letak muka
primer disebabkan adanya kelainan pada anak dan tidak dapat diperbaiki seperti struma
kongenitalis, kelainan tulang leher, lilitan tali pusat banyak di leher, meningokel, anensefal,
dan anak lahir besar. Letak muka sekunder terjadi dengan tidak adanya kelainan pada anak
namun terdapat kelainan seperti panggul picak, dinding perut kendur hingga rahim jatuh
kedepan, bagian menumbung dan hidramnion. Letak defleksi dapat terjadi karena tonus otot
ekstensor anak lebih kuat dari tonus otot-otot fleksor.

Mekanisme persalinan
Pada awal persalinan, defleksi ringan. Namun dengan penurunan kepala, defleksi
bertambah hingga dagu menjadi bagian terendah. Hal ini terjadi karena jarak foramen
magnum ke belakang kepala lebih besar daripada jarak dari foramen magnum ke dagu
dengan diameter submentobregmatika (9 cm) melalui jalan lahir. Dagu paling mengalami
rintangan otot-otot dasar panggul hingga memutar ke depan kearah simfisis disebabkan dagu
merupakan bagiant terendah. Dalam vulva, mulut tampak lebih dahulu. Kepala lahir dengan
gerakan fleksi dan tulang lidah (hioid) menjadi hipomoklion ; berturut-turutlah lahirlah
hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya tulang belakang kepala.

Vulva direngang oleh diameter submento-oksipitalis 11 cm. Kaput suksadenum


terbentuk di daerah mulut hingga muka anak moncong. Presentasi muka dapat lahir spontan
jika dagu di depan. Pada umumnya, partus lebih lama yang menyebabkan meningkatnya
angka kematian janin dan ruptur perinei lebih besar.
Terapi
Jika menemukan letak muka sebaiknya diperiksa untuk mengetahui ada atau tidaknya
kelainan panggul. Jika tidak ada kelainan panggul, penanganan persalinan bersifat konserfatif
mengingat letak muka anak dapat lahir spontan dan jika dagu di sebelah belakang masih
memungkinkan dagu memutar kedepan dan persalinan dapat berlangsung spontan. Jika
terdapat indikasi menyelesaikan persalinan, forseps digunakan sebagia dengan syarat yakni
kepala sudah sampai di hodge empat dan dagu terdapat di sebelah depan. Jika syarat tersebut
tidak terpenuhi, lebih baik dilakukan seksio sesarea.
Jika dagu tetap di belakang (mento posterior persisten), persalinan tidak dapat
berlangsung spontan untuk menyesuaikan diri dengan lengkung panggul sehingga anak harus
menambah defleksinya sampai defleksi maksimal.2,3

2. Letak dahi
Ditandai dengan letak kepala dengan defleksi sedang hingga dahi menjadi bagian
terendah. Umummnya bersifat sementara dan dengan majunya persalinan menjadi letak muka
atau letak belakang kepala. Letak dahi menetap agak jarang terjadi. Penyebab letak dahi sama
seperti penyebab letak muka. Dalam kehamilan, letak dahi jarang dapat diketahui karena
dengan palpasi saja dapat dicurigai letak defleksi jika tonjolan kepala teraba pada punggung
anak dan bunyi jantung anak dan bagian kecil anak sepihak. Letak dahi dapat didiagnosis saat
persalinan jika pembukaan cukup besar. Oleh karena itu, teraba sutura frontalis, ubun-ubun
besar, pinggir orbita, dan pangkal hidung.
Mekanisme persalinan
Letak dahi merupakan presentasi paling buruk diantara letak kepala. Pada letak dahi
merupakan ukuran terbesar kepala yakni diameter mento-oksipialis (13 cm) melalui jalan
lahir yang lebih besar daripada pintu atas panggul. Pada anak yang cukup besar kepala tidak
dapat masuk kedalam pintu atas panggul namun pada anak agak kecil, kepala dapat masuk.
Dengan adanya molase kuat, terjadi putaran paksi sehingga dahi memutar kedepan kearah
simfisis. Dahi paling utama tampak pada vulva dan tulang rahang atas menjadi hipomoklion.

Dengan fleksi, lahirlah ubun-ubun besar dan belakang kepala. Setelah belakang kepala lahir
dengan gerakan defleksi, berturut-turut lahir mulut dan dagu. Vulva diregang oleh diameter
maksila oksipitalis. Kaput suksadenum terjadi pada dahi. Pada letak dahi bersifat sementara,
anak dapat lahir spontatn sebagai letak belakang kepala atau letak muka.
Jika letak dahi menetap, prognosis memburuk kecuali jika anak kecil. Jika pada persalinan
terdapat letak dahi, persalinan dilakukan dengan seksio sesarea mengingat bahaya untuk ibu
dan anak.2,3

3. Letak sungsang
Letak memanjang dengan bokong sebagai bagian terendah (presentasi bokong). Letak
sungsang dibagi menjadi letak bokong murni, letak bokong kaki, letak lutut dan letak kaki.
Pada letak bokong murni dengan presentasi bokong murni (frank breech) yang menjadi
bagian depatn sedangkan kedua tungkai lurus keatas.
Letak bokong kaki dengan presentasi bokong kaki disamping bokong teraba kaki
(complete breech) atau disebut dengan letak bokong kaki sempuran atau tidak sempurna jika
disamping bokong teraba kedua kaki atau satu kaki saja. Letak kaki dengan presentasi kaki
(incomplete breech). Pergerakaan anak teraba oleh ibu di bagian perut bawah, dibawah pusat
dan ibu sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga. Pada palpasi teraba bagian
keras, bundar, dan melenting pada fundus uteri. Punggung anak dapat diraba pada salah satu
sisi perut dan bagian kecil di bagian berlawanan. Diatas simfisis, teraba bagian kurang bundar
dan lunak. Bunyi jantung terdengar pada punggung anak setinggi pusat. Jika pembukaan
sudah besar, pada pemeriksaan dalam teraba tiga tonjolan tulang meruncing dengan deretan
prosesus spinosus ditengah tulang tersbeut. Diantara tiga tonjolan tulang tadi diraba anus dan
genitalia anak namun jenis kelamin anak hanya ditentukan jika edema tidak terlalu besar.

Mekanisme persalinan
Garis pangkal paha masuk menyerong kedalam pintu atas panggul. Pantat depan
memutar kedepan setelah mengalami rintangan dari otot-otot dasar panggul. Dengan
demikian terjadi laterofleksi badan untuk menyesuaikan diri dengan lengkungan panggul.
Pantat depan tampak lebih dahulu pada vulva dan dengan trokanter depan sebagai
hipomoklion dan laterofleski dari badan lahirlah pantat belakang pada pinggir depan
perineum disusul dengan kelahiran pantat depan.

Setelah bokong lahir, terjadi putaran paksi luar agar punggung berputar sedikit kedepan
sehingga bahu dapat masuk pintu atas panggul dalam ukuran serong dari pintu atas panggul.
Sesudah bahu turun, terjadi putaran paksi dari bahu sampai ukuran bisakromial dalam
ukuran muka belakang dari pintu bawah panggul. Oleh karena itu, punggung berputar lagi
kesamping. Pada saat bahu akan lahir, kepala fleksi masuk pintu atas panggul dengan
melintang. Kepala mengadakan putaran paksi sehingga kuduk dibawah simfisis dan dagu di
sebelah belakang. Berturut-turut lahir perineum, yakni dagu, mulut, hidung, dahi dan
belakang kepala.

Penyebab kematian anak letak sungsang :


- Setelah pusat lahir, kepala anak mulai masuk kedalam rongga panggul sehingga tali pusat
tertekan antara kepala dan rongga panggul. Diduga kepala harus lahir dalam delapan menit
sesudah pusat lahir agak anak lahir dengan selamat.
- Dapat terjadi perdarahan otak karena kepala dilahirkan dengan cepat.
- Terjadi kerusakan tulang belakang karena tarikan badan anak.
- Lebih sering terjadi tali pusat menumbung karena bagian depan anak kurang baik menutup
bagian bawah rahim.

Terapi
Usaha memperbaiki letak anak dengan versi luar. Versi luar dilakukan pada bulan
ketujuh dengan syarat pembukaan kurang 3-4cm, ketuban masih utuh dan bokong anak dapat
dibebaskan. Versi luar tidak boleh dipaksakan jika ada faktor penyulit seperti kelainan bentuk
rahim, tali pusat pendek. Jika dipaksakan, terjadi kerusakaan pada anak atau terjadi solutio
plasenta. Versi luar gagal jika plasenta terletak didepan. Persiapan versi luar yakni kandung
kencing harus kosong, pasien ditidurkan terlentang, bunyi jantung anak diperiksa dahulu (jika
BJA buruk, versi luar tidak dilakukan), kaki ditekut dengan lutut dan pangkal paha agar
dinding perut kendur.
Kesukaran versi luar adalah dinding perut tegang seperti primigravida, perasaan takut
atau nyeri, anak dalam letak bokong (frank breech), tali pusat pendek, implantasi plasenta
depan. Bahaya versi luar adalah solutio plasenta, ruputur uteri dan letak defleksi.
Kontraindikasi versi luar adalah tekanan darah tinggi karena mudah terjadi solutio plasenta,
luka parut dinding rahim (bekas seksio sesarea), panggul sempit absolut, hidramnion (mudah
berputar kembali), hidrosefalus, perdarahan antepartum, bunyi jantung anak buruk.2,3

3. Letak lintang
Pada letak lintang, sumbu anak tegak lurus atau hampir tegak lurus dengan sumbu
panjang ibu. Pada letak lintang bahu menjadi bagian terendah yakni presentasi bahu atau
presentasi akromnion. Jika punggung di depan disebut dorsoanterior dan jika terletak di
belakang disebut dorsoposterior. Penyebab letak lintang adalah dinding perut kendur
(multiparitas), panggul sempit, plasenta previa, prematuritas, kehamilan ganda. Diagnosis
letak lintang berdasarkan pemeriksaan fisik yakni inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi, perut
melebar kesamping dan pada kehamilan aterem, fundus uteri lebih rendah dari biasa, hanya
beberapa jari diatas pusat. Pada palpasi, fundus uteri dan bagian bawah rahim kosong,
sedangkan bagian besar (kepala dan bokong) teraba disamping kiri dan kanan di fosa iliaka.
Jika tahanan terbesar di depan, punggung di sebelah depan. Sebaliknya jika teraba tonjolan
disebabkan bagian kecil, punggung di sebelah belakang. Dalam persalinan, pemeriksaan
dalam diraba sisi toraks sebagai susunan tulang-tulang sejajar dan jika pembukaan sudah
besar, akan teraba skapula dan pada pihak bertentangan dengan skapula akan teraba
klavikula.
Pada permulaan persalinan letak lintang dapat berputar sendiri menjadi letak
memanjang disebut versio spontanea. Versio spontanea mungkin terjadi jika ketuban masih
utuh. Anak yang menetap dalam posisi melintang tidak dapat lahir spontan kecuali jika anak
berukuran kecil atau mati dan sudah mengalami maserasi dapat lahir secara spontan. Yang
tampak dahulu di vulva adalah daerah dada dibawah bahu, kepala, dan torak melalui rongga
panggul bersamaan. Penyebab kematian bayi adalah prolapsus funikuli dan asfiksia karena
kontraksi rahim terlalu kuat dan tekukan leher kuat dapat menyebabkan kematian. Prognosis
bayi dengan letak lintang tergantung pecahnya ketuban. Selama ketuban utuh, bahaya untuk
ibu dan anak kecil. Bahaya ketuban pecah adalah anak mengalami asfiksia karena gangguan
sirkulasi uteroplasenta, tali pusat menumbung, dan bahaya infeksi bertambah.
Terapi
Dalam kehamilan, usahakan versi luar segera setelah didiagnosis letak lintang. Jika
versi berhasil, kepala didorong kedalam pintu atas panggul agar kepala terfiksasi pintu atas
panggul dan anak tidak mudah memutar kembali. Dalam persalinan dapat dicoba versi luar
jika pembukaan kurang dari 3-4cm dan ketuban masih utuh. Jika versi luar gagal, dilakukan
seksio sesarea.2,3

4. Letak majemuk
Letak majemuk terjadi prolaps satu atau lebih ekstremitas pada presentasi kepala atau
bokong. Kepala memasuki panggul bersamaan dengan kaki dan atau tangan. Presenasi
majemuk terjadi jika bokong memasuki panggul bersamaan dengan tangan. Presentasi
majemuk tidak termasuk presentasi bokong-kaki, presentasi bahu atau prolaps tali pusat. Jika
bagian bawah tidak tertutup sempurna pintu atas panggul, presetansi majemuk terjadi. Faktor
yang meningkatkan kejadian presentasi majemuk adalah prematuritas, multiparitas, panggul
sempit, kehamilan ganda atau pecahnya selaput ketuban dengan bagian terendah janin masih
tinggi. Jenis presentasi majemuk sering terjadi adalah kombinasi kepala dengan tangan
menumbung, lengan menumbung atau kaki menumbung. Kaki yang menyertai kepala atau
tangan yang menyertai bokong jarang terjadi. Prolaps tali pusat dapat terjadi sebagai
komplikasi presentasi majemuk dengan kejadian 13-23%. Pada tangan menumbung hanya
teraba jari dan telapak tangan disamping kepala, tidak teraba pergelangan tangan. Jika
pergelangan tangan atau bagian proksimal lebih teraab disebut lengan menumbung. Prognosis
tangan menumbung lebih baik dari lengan menumbung karena tangan tidak banyak
mengambil tempat daripada lengan.
Tangan menumbung pada letak kepala tidak menghalangi turunnya kepala, namun
menyebabkan putaran paksi. Sebaliknya, lengan menumbung dapat menghalangi turunnya
kepala. Kaki menumbung disamping kepala jarang terjadi pada anak hidup cukup besar
namun kemungkinan pada anak yang sudah mengalami maserasi. Pada monstrum dan anak
kecil dapat terjadi pada kehamilan kembar dsamping kepala anak I menumbung kaki anak II
dalam letak sungsang. Penyebab letak majemuk jika pintu atas panggul tidak tertutup dengan
baik olh bagian depan anak seperti multipara (karena kepala sering masih tinggi pada
permulaan persalinan), disproporsi sefalopelvik, prematuritas, dan hidramnion.
Penanganan presentasi majemuk dimulai dengan menetapkan adanya prolaps tali
pusat atau tidak. Jika prolaps tiali pusat menimbulkan keaadaan emergensi janin dan
penanganan dengan melakukan bedah sesar ditujukan untuk mengatasi akibat prolaps tali
pusat daripada presentasi majemuk. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah presentasi janin,
ada tidaknya prolaps tali pusat, pembukaan serviks, keadaan selaput tuban, kondisi dan
ukuran janin serta ada tidaknya kehamilan kembar. Jika tidak ada prolaps tali pusat,
dilakukan pengamatan kemajuan persalinan dengan seksama. Pada kasus presentasi majemuk
dengan kemajuan persalinan baik (fase aktif pembukaan serviks minimal 1cm/jam, atau pada
kala dua terjadi penurunan kepala), umumnya terjadi reposisi spontan.

Setelah pembukaan lengkap, dengan semakin turunnya kepala, ekstremitas prolaps akan
tertinggal dan tidak memasuki panggul, maka pertolongan persalinan dilakukan sebagaiman
biasanya. Pada keadaan terjadi kemajuan persalinan lambat atau macet (umumnya
pembukaan serviks praktis lengkap), dilakukan upaya reposisi ekstremitas yang prolaps.
Tekanan ekstremitas prolaps oleh bagian terendah janin (kepala atau bokong) dilonggarkan
dulu dengan cara membuat ibu dalam posisi dada-lutut (knee-chest position). Jika ketuban
masih utuh dilakukan amniotomi terlebih dahulu. Dorong ekstremitas prolaps kearah kranial,
tahan hingga timbul his yang menekan kepala atau bokong memasuki panggul. Keberhasilan
upaya ditunjukkan dengan tidak teraba lagi ekstremitas yang prolaps. Jika tindakan reposisi
gagal, lakukan seksio sesarea untuk melahirkannya.2,3

Komplikasi Distosia
Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi, baik bagi ibu maupun bagi anak yang
dilahirkan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi akibat persalinan lama antara lain :

Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus lama,
terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri dalam cairan amnion menembus amnion dan
menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu
dan janin. Pneumonia pada janin, akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi adalah
konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan
bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama
apabila terjadi persalinan lama.
Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama partus
lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat seksio
sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul semakin besar sehingga kepala
tidak engageddan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus dapat menjadi sangat
teregang kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin terbentuk cincin
retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan
melintang di uterus antara simfisi dan umbilikus. Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan
persalinan perabdominam segera. Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis
Bandl, yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan.

Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan penipisan
rupturnya seegmen bawah uterus. Pada keadaan ini, kadang-kadang dapat dilemaskan dengan
anestesia umum yang sesuai dan janin dilahirkan secara normal, tetapi kadang-kadang seksio
sesarea yang dilakukan dengan segera menghasilkan prognosis yang lebih baik.
Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat pintu atas panggul, tetapi tidak maju
untuk jangka waktu yang cukup lama, jalan lahir yang terletak diantaranya dan dninding
panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi
nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan timbulnya fistula
vesikovaginal, vesikorektal atau rektovaginal. Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada
persalinan kala dua yang berkepanjangan. Dahulu pada saat tindakan operasi ditunda selama
mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang , kecuali di negara-negara yang
belum berkembang.

Cedera Otot-otot Dasar Panggul


Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera otot-otot dasar
panggul atau persarafan atau fasi penghubungnya merupakan konsekuensi yang tidak
terelakkan pada persalinan pervaginam, terutama apabila persalinannya sulit.saat kelahiran
bayi, dasar panggul mendapatkan tekanan langsung dari kepala janin dan tekanan ke bawah
akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan melebarkan dar panggul,
sehingga terjadi perubahan anatomik dan fungsional otot, saraf dan jaringan ikat. Terdapat
semakin besar kekhawatiran bahwa efek-efek pada otot dasar panggul selama melahirkan ini
akan menyebabkan inkontinensia urin dan alvi serta prolaps organ panggul.
Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang
besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan
menyebabkan kesalahan diagnosis yang serius. Kaput dapat hempir mencapai dasar panggul
sementara kepala belum engaged. Dokter yang kurang berpengalaman dapat melakukan
upaya secara prematur dan tidak bijak untuk melakukan ekstraksi forceps.

Molase Kepala Janin


Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang
tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang disebut molase (molding,
moulage). Perubahan ini biasanya tidak menimbulkan kerugian yang nyata. Namun, apabila
distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi
pembuluh darah janin dan perdarahan intrakranial pada janin. berlebihan segmen bawah
uterus.
Tanda-tanda khas penekanan dapat terbentuk di kulit kepala, pada bagian kepala yang
melewati promontorium. Dari lokasi tanda-tanda tersebut, sering dapat dipastikan gerakan
yang dialami kepala sewaktu melewatu pintu atas panggul. Walaupun jarang, tanda-tanda
serupa timbul pada bagian kepala yang pernah berkontak dengan simfisi pubis. Tanda-tanda
ini biasanya hilang dalam beberapa hari.
Fraktur tengkorak terkadang dijumpai setelah dilakukan upaya paksa persalinan.
Fraktur ini dapat terjadi pada persalinan spontan atau bahkan seksio sesarea. Fraktur akan
tampak sebagai alur dangkal atau cekungan berbentuk sendok tepat di posterior sutura
koronaria. Alur dangkal relatif sering dijumpai namun hanya mengenai lempeng tulang
eksternal dan fraktur tersebut bersifat tidak berbahaya. Namun, pada fraktur berbentuk
sendok jika tidak diperbaiki secara bedah dapat menyebabkan kematian neonatus karena
fraktur meluas mengenai seluruh ketebalan tengkorak dan bentuk tonjolan-tonjolan
permukaan dalam melukai otak.

DAFTAR PUSTAKA
1. Leveno KJ. Obstetri W: Panduan ringkas.Ed.21. Jakarta : EGC ; 2009.
2. Sastrawinata S. Ilmu kesehatan reproduksi ; obstetri patologi. Ed.2. Jakarta : EGC ;
2004.hal.121-169.
3. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ;
2009.hal.562-598.
4. Ida BGM. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta : EGC ; 2007.hal.231-233.
5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, dkk. Williams Obstetric.23rd Ed.United
States : The McGraw-Hills Companies. P.464-489.

Anda mungkin juga menyukai