Anda di halaman 1dari 28

PENDAHULUAN

Rinosinusitis akut hampir selalu merupakan komplikasi dari infeksi virus yang
melibatkan saluran nafas atas. Rata-rata anak mengalami 6-8 episode infeksi saluran nafas
atas per tahun, diperkirakan 5-10% infeksi saluran nafas atas akan menimbulkan rinosinusitis
dan sebanyak 13% memiliki komplikasi menjadi rinosinusitis bakterial akut. 1-5 Rinosinusitis
virus akut biasanya sembuh dalam 7-10 hari tanpa terapi spesifik. Rinosinusitis bakteri akut
diindikasikan dengan gejala lebih dari 10 hari dengan karakteristik perburukan kondisi dan
perkembangan sekret yang makin purulen.
Tiga kriteria diagnosis rinosinusitis akut yang diduga berasal dari bakteri berdasarkan
panduan dari American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery adalah gejala
lebih dari 10 hari sampai 28 hari, sekret hidung atau postnasal drip yang purulen selama 3
atau 4 hari yang disertai demam tinggi dan gejala memburuk dalam 10 hari pertama.6
Penatalaksanaan rinosinusitis akut berupa medikamentosa dan operatif bila
medikamentosa gagal atau terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial. Komplikasi
rinosinusitis akut jarang dijumpai, tetapi pada anak-anak ini merupakan masalah serius
karena tulang di sekitar sinus tipis dan karakteristik pertumbuhan sinus yang berakhir pada
usia 12 tahun.7,8
Komplikasi orbita merupakan komplikasi terbanyak pada rinosinusitis akut pada
anak.1,7,8 Klasifikasi Chandler menerangkan 5 kelompok komplikasi orbita yaitu selulitis
periorbita (selulitis preseptal), selulitis orbita, abses subperiosteal (abses periorbita), abses
orbita dan trombosis sinus kavernosus.
Komplikasi rinosinusitis ke orbita melalui dua jalan. Pertama, langsung yaitu melalui
defek kelainan bawaan, foramen atau garis sutura yang terbuka, atau tulang yang mengalami
erosi, terutama pada 1amina papirasea. Kedua, tromboflebitis retrogad yaitu melalui
pembuluh darah vena yang tak berkatup pada wajah, kavum nasi, sinus dan mata.9
Diagnosis selulitis periorbita dibuat berdasarkan perjalanan penyakit, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan tomografi komputer pada sinus dan orbita. Tujuan laporan kasus ini
adalah

untuk mempresentasikan

gambaran

klinik, diagnosis

dan penatalaksanaan

rhinosinusitis akut dengan komplikasi selulitis periorbita pada anak sehingga komplikasi
lanjut yang lebih serius dapat dicegah.

KASUS
DATA DASAR
I.

Identifikasi
Seorang bayi perempuan, usia 29 hari, berat badan 3,4 kg, tinggi badan 52 cm, tempat
tinggal di Kabupaten Muba, dirawat di bagian IKA RSMH sejak tanggal 10 Juli 2012
pukul 22.07 WIB.

II.

Anamnesis
Keluhan utama

: bengkak di pangkal hidung

Keluhan tambahan: keluar cairan dari kedua hidung


Riwayat perjalanan penyakit :
Sejak 9 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita batuk dan pilek, tidak
tampak sesak, tidak disertai demam, penderita belum dibawa berobat. 6 hari sebelum
masuk rumah sakit, penderita demam tinggi dan timbul bengkak di pangkal hidung,
seukuran biji kacang hjiau, nyeri dan berwarna kemerahan. Trauma pada hidung (-),
digigit serangga (-), kemasukan benda asing (-). Penderita kemudian dibawa berobat ke
bidan dan diberikan obat parasetamol, dikatakan menderita bisul. 2 hari kemudian
kedua hidung tampak mengeluarkan ingus kental berwarna putih. Penderita belum
dibawa berobat lagi.
3 hari sebelum masuk rumah sakit, bengkak di pangkal hidung semakin
bertambah besar, meluas ke kedua pipi serta berwarna kemerahan, bagian bawah mata
juga mulai tampak kemerahan, sekret mata (+). Langit-langit mulut tampak bengkak,
berwarna kemerahan dan keluar lendir kental berwarna kekuningan. Demam tinggi (+),
batuk (-), pilek(+), sesak (-), kejang (-), muntah (-), BAB dan BAK normal. Riwayat
trauma (-). Anak mulai tampak malas minum dan bernapas melalui mulut. Penderita
kemudian dibawa ke RSMH dan dirawat.
Riwayat penyakit dahulu:
Penderita tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat trauma pada hidung (-)
Riwayat penyakit kulit sebelumnya (-)
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada riwayat alergi pada keluarga
2

Riwayat kelahiran:
Lahir spontan, cukup bulan, ditolong bidan dari ibu G5P4A0, hamil aterm, langsung
menangis, BBL 3000 gr., PB (?) ibu lupa
R/ ibu demam (-), R/ KPSW (-), R/ ketuban kental (-), hijau (-), bau busuk (-).
Riwayat imunisasi:
Anak belum pernah diimunisasi
Kesan: imunisasi dasar belum lengkap
Riwayat makan:
Penderita minum ASI dari lahir sampai sekarang, frekuensi sesuai keinginan bayi,
sehabis minum ASI bayi tertidur.
Kesan: kualitas dan kuantitas ASI cukup
Riwayat sosial ekonomi:
Sosial ekonomi keluarga kurang.
III. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum:
Kesadaran: compos mentis
Nadi: 140x/menit (isi dan tegangan cukup)
Pernafasan:60x/menit
Suhu aksila: 39,1oC.
Berat badan:3,4 kg
Panjang Badan: 52 cm
Status Gizi:
Z score: +2 SD median (WHO 2005)
BBL 3000 gr, BB sekarang 3400 gr
Kesan: gizi baik

Keadaan spesifik:
-

Kepala: normosefali, UUB rata


Mata: edema palpebra +/+, hiperemis +/+, krusta +/+ pupil bulat isokor, 3 mm,
reflek cahaya +/+ normal, injeksi konjungtiva +/+
Telinga:
Sekret (-)
Nyeri tekan tragus (-)
3

Hidung:
Cavum nasal dextra-sinistra tampak sekret kental(+), corpus alineum (-)
Edema os nasal(+), hiperemis(+), kalor(+), nyeri tekan(+)
Regio maxilla sinistra tampak edema(+), hiperemis(+), kalor(+), nyeri tekan(+)
Tenggorok:
Palatum durum edema, hiperemis dan terdorong kebawah, pus (+)
Faring hiperemis (-)
Tonsil tidak hiperemis (T1-T1)
-

Leher:
Kelenjar getah bening tidak teraba pembesaran.

Thoraks:
Simetris, retraksi tidak ada.
Jantung : HR: 140 x/menit, batas jantung normal, bunyi jantung I dan II
normal, bunyi jantung tambahan (-), bising (-)
Paru

: vesikuler normal, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen: cembung, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak teraba
Genitalia: dalam batas normal
-

Ekstremitas: akral dingin (-), akral pucat (+) sianosis (-)

RINGKASAN DATA DASAR


Bayi perempuan, usia 29 hari dengan status gizi baik, bertempat tinggal di luar kota,
dirawat tanggal 10 Juli 2012, datang dengan keluhan utama bengkak di pangkal hidung dan
keluhan tambahan keluar cairan dari kedua hidung. Sejak 9 hari sebelum masuk rumah sakit,
penderita batuk dan pilek, tidak tampak sesak, tidak disertai demam, penderita belum dibawa
berobat. 6 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita demam tinggi dan timbul bengkak di
pangkal hidung, seukuran biji kacang hjiau, nyeri dan berwarna kemerahan. Riwayat
terbentur (-), kemasukan benda asing(-), digigit serangga (-). Penderita kemudian dibawa
berobat ke bidan dan diberikan obat parasetamol, dikatakan menderita bisul. 2 hari kemudian
kedua hidung tampak mengeluarkan ingus kental berwarna putih. Penderita belum dibawa
berobat lagi.
3 hari sebelum masuk rumah sakit, bengkak di pangkal hidung semakin bertambah
besar, meluas ke kedua pipi serta berwarna kemerahan, bagian bawah mata juga mulai
tampak kemerahan, sekret mata (+). Langit-langit mulut tampak bengkak, berwarna
kemerahan dan keluar lendir kental berwarna kekuningan. Demam tinggi (+), batuk (-),
4

pilek(+), sesak (-), kejang (-), muntah (-), BAB dan BAK normal. Riwayat trauma (-). Anak
mulai tampak malas minum dan bernapas melalui mulut. Penderita kemudian dibawa ke
RSMH dan dirawat.
ANALISIS AWAL
Dari data dasar didapat seorang anak perempuan usia 29 hari datang dengan keluhan
utama bengkak pada pangkal hidung dan keluar cairan dari kedua hidung. Dari anamnesa
diketahui bengkak disertai dengan keluhan batuk dan demam tinggi, dimana keluhan batuk
dan pilek sudah ada sejak 9 hari sebelum masuk rumah sakit.
Bengkak pada pangkal hidung dapat disebabkan oleh trauma lokal, gigitan serangga,
reaksi alergi, atau peradangan pada jaringan ikat (selulitis). Keluarnya cairan dari kedua
hidung dapat disebabkan oleh reaksi alergi, adanya infeksi saluran pernapasan (influenza,
sinusitis, common cold) dan dapat juga oleh suatu obstruksi mekanik (polip, benda asing,
deviasi septum).
Dari anamnesa ditemukan tidak ada riwayat trauma dan gigitan serangga sebelumnya.
Kemungkinan reaksi alergi dapat disingkirkan dengan tidak adanya riwayat sakit yang sama
sebelumnya (batuk-pilek berulang), tidak ada riwayat keluarga dengan sakit yang sama, tidak
ditemukan tanda-tanda alergi di tempat lain (dermatitis atopik, urtikaria). Diperlukan
kerjasama dengan bagian THT untuk menilai adakah benda asing atau kelainan yang dapat
menyebabkan obstruksi.
Demam, batuk dan pilek merupakan kumpulan gejala klinis yang menunjukkan
adanya infeksi saluran pernapasan. Gejala batuk dan pilek timbul 9 hari sebelum masuk
rumah sakit sehingga dapat dikategorikan sebagai infeksi saluran pernapasan akut (<14 hari).
Sebagian besar infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) biasanya terbatas pada ISPA atas yaitu
rinitis, faringitis, tonsilitis, rinosinusitis, dan otitis media.
Diagnosis faringitis dan tonsilitis dapat disingkirkan dari pemeriksaan fisik dimana
ditemukan faring dalam keadaan normal (tidak tampak kemerahan) dan tonsil yang tidak
membesar. Pada pemeriksaan telinga, tidak ditemukan adanya sekret dan nyeri pada
penekanan tragus sehingga diagnosis otitis media akut dapat disingkirkan.
Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis, sehingga sinusitis sering
juga disebut dengan rinosinusitis. Adanya demam, cairan yang keluar dari kedua lubang
hidung (rinore) disertai bengkak pada kedua pipi dan lendir yang keluar dari langit-langit
(post nasal drip) menunjukkan gejala rinosinusitis akut. Diperlukan pemeriksaan penunjang
berupa foto radiologi sinus paranasal polos untuk membantu dalam penegakan diagnosis.
5

Timbulnya bengkak pada pangkal hidung disertai kemerahan dan nyeri tekan dapat
terjadi sebagai komplikasi dari rinosinusitis akut. Komplikasi yang paling sering terjadi
berupa kelainan orbita karena letak sinus paranasal yang sangat berdekatan dengan mata
(orbita). Untuk membantu menegakkan diagnosis komplikasi pada penderita ini dilakukan
konsul ke bagian mata anak.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan anak bernapas melalui mulut dan tampak palatum
membesar dan berwarna kemerahan serta mengeluarkan cairan berwarna kekuningan dengan
konsistensi kental. Kemungkinan adalah suatu abses palatum yang mungkin terjadi sebagai
salah satu komplikasi rinosinusitis akut. Dilakukan konsul ke bagian THT untuk
penatalaksanaan lebih lanjut.
MASALAH AWAL
M1

: Umum

M2

: Rinosinusitis akut

M3

: Abses palatum

M4

: Selulitis periorbita

RENCANA AWAL
M1

: Umum

R/d

: Laboratorium rutin (darah, urine, dan feses)

R/th

: Tidak ada

M2

: Rinosinusitis akut

R/d

: Ro sinus paranasal

R/th

: IVFD D5 NS gtt 6 mikro


Ampisilin 3x115mg
Gentamisin 2x10mg
ASI on demand

R/p

: Menjelaskan kepada orang tua tentang kemungkinan penyakit anaknya, dan


beberapa pemeriksaan yang akan dilakukan agar penatalaksanaan penyakit menjadi
terarah.

M3

: Abses palatum

R/d

: Ro sinus paranasal
6

R/t

: IVFD D5 NS gtt 6 mikro


Ampisilin 2x115mg
Gentamisin 2x10mg
ASI on demand
Konsul THT

M4

: Selulitis periorbita ODS

R/d

: konsul mata

R/t

: IVFD D5 NS gtt 6 mikro


Ampisilin 2x115mg
Gentamisin 2x10mg
ASI on demand

R/p

: Menjelaskan kepada orang tua tentang kemungkinan penyakit anaknya, dan


beberapa pemeriksaan yang akan dilakukan agar penatalaksanaan penyakit menjadi
terarah.

Jawaban konsul bagian THT:


Kesan: rinosinusitis akut dengan komplikasi, abses palatum tidak terbukti
Saran:
o
o
o
o

Ro sinus paranasal
CT scan sinus paranasal
NaCl 0,9% 3x2 tetes
Antibiotik sesuai bagian anak

Jawaban konsul bagian mata:


Kesan: Selulitis periorbita ODS
Saran:
CT scan orbita
Antibiotik sistemik sesuai bagian anak
Polyvynil pyrolidon ED 6x1 tetes ODS

FOLLOW UP
Tanggal
11 Juli 2012

M
M1

Catatan Kemajuan
Umum
S
O

A
M2

Laboratorium:
Darah rutin : Hb 10,6 g/dl, Eritrosit:3.230.000/mm3, HT 32 vol%, LED
(darah kurang), WBC 21.600/mm3, trombosit 124.000/mm3, DC
0/1/1/40/39/20 CRP kualitatif(+), kuantitatif 145 mg/L
Urine rutin: warna kuning jernih, RBC(-), WBC 0-1/LPB, sel epitel 12/LPB, silinder (-), kristal (-), protein (-), glukosa(-).
Faeces rutin: makroskopis warna hijau, konsistensi lunak, telur cacing (-),
bakteri (+), darah samar (-)
Hb 10,6 (N: 15-24), trombosit 124.000(N:150.000-500.000)anemia
dengan trombositopenia (M4)
Rinosinusitis akut

S
O

Demam (+), hidung dan pipi bengkak (+), ingus kental(+)berwarna putih
kekuningan
KU:
Sensorium: kompos mentis, N 132x/m(i/t cukup), RR 55x/m, T38,3oC.
KS:
Mata
: palpebra edema +/+, krusta +/+, refleks cahaya +/+ N, pupil
bulat isokor, injeksi konjungtiva +/+
Hidung : oedem (+), hiperemis(+)
Kavum nasi dekstra-sinistra(KNDS): cavum nasi lapang, sekret(+), konka
inferior: eutrofi, merah muda, septum deviasi(-)
Regio maksila: oedem(+), hiperemis(+), nyeri tekan(+)
Tenggorok: palatum durum oedem(+), hiperemis(+), pus(+)
Thoraks :simetris, retraksi (-)
Paru
: vesikuler normal, wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
: HR 132 x/m, reguler, S1 &S2 normal, bising (-)
Abdomen : datar, lemas, hati dan limpa tidak teraba, BU (+) normal
Ektremitas : akral pucat (+)

A
P

M3
S
O
A

Adanya demam, hidung dan pipi yang bengkak, sekret kental dari kedua
hidung serta nyeri tekan pada muka merupakan gejala dari rinosinusitis
akut severe
IVFD D5 NS gtt 6 mikro
Ampisilin 3x115mg
Gentamisin 2x10mg
NaCl 0,9% 3x2 tetes
Parasetamol drop 3x40 mg
ASI on demand
R/ kultur pus
R/rontgen sinus paranasal
Selulitis periorbita ODS
Bengkak dan kemerahan pada kedua kelopak mata (+)
KU + KS = M2
Selulitis periorbita merupakan suatu reaksi inflamasi akibat adanya infeksi
pada kelopak mata dan bagian anterior dari septum orbita. Selulitis

Tanggal

Catatan Kemajuan
periorbita ditandai dengan pembengkakan dan kemerahan pada daerah
anterior dari septum orbita. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
menilai apakah telah terjadi komplikasi lanjut ke orbita.
P
IVFD D5 NS gtt 6 mikro
Ampisilin 3x115mg
Gentamisin 2x10mg

Polyvynil pyrolidon ED 6x1 tetes ODS


M4
S
O
A
P
12 Juli 2012

M2
S
O

M3
S

R/CT scan orbita


Anemia dengan trombositopenia
Tanda-tanda perdarahan (-), gangguan oksigenasi (-)
KU+KS=M2
Proses inflamasi akan merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang
menyebabkan gangguan pada produksi dari eritropoetin sehingga
menyebabkan anemia dan trombositopenia
Pemeriksaan darah perifer lengkap, TIBC dan serum iron
Transfusi PRC dilakukan apabila ditemukan tanda-tanda gangguan
oksigenasi
Rinosinusitis akut
Demam (+), bengkak pada pipi dan hidung berkurang
KU:
Sensorium: kompos mentis, N 130x/m(i/t cukup), RR 48x/m, T38,5oC.
KS:
Mata
: palpebra edema +/+, krusta -/-, refleks cahaya +/+ N, pupil
bulat isokor, injeksi konjungtiva (-)
Hidung : oedem (+), hiperemis(+)
KNDS: cavum nasi lapang, sekret(+) berkurang, KI eutrofi, merah muda,
SD(-)
Regio maksila: edema(+), hiperemis(+), NT(+) berkurang
Tenggorok: palatum durum edema(+) berkurang, hiperemis(+), pus
berkurang
Thoraks :simetris, retraksi (-)
Paru
: vesikuler normal, wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
: HR 130 x/m, reguler, S1 &S2 normal, bising (-)
Abdomen : datar, lemas, hati dan limpa tidak teraba, BU (+) normal
Ektremitas : akral pucat (+)
Hasil Ro sinus paranasal : sinus paranasal belum berkembang sempurna
Dari hasil rontgen sinus paranasal ditemukan sinus paranasal yang belum
berkembang sempurna, diperlukan pemeriksaan penunjang lain yang lebih
sensitif untuk menilai perkembangan sinus paranasal pada anak dibawah
usia 6 tahun.
IVFD D5 NS gtt 6 mikro
Ampisilin 3x115mg
Gentamisin 2x10mg
NaCl 0,9% 3x2 tetes
Parasetamol drop 3x40 mg
ASI on demand
Menunggu hasil kultur pus
R/CT scan sinus paranasal
Selulitis periorbita ODS
Bengkak pada kelopak mata(+)

Tanggal

Catatan Kemajuan
O
KU + KS = M2
A
Tetap
P
IVFD D5 NS gtt 6 mikro
Ampisilin 3x115mg
Gentamisin 2x10mg

Polyvynil pyrolidon ED 6x1 tetes ODS


R/CT scan orbita menunggu jadwal
Anemia dengan trombositopenia

M4

17 Juli 2012

Pucat(+), perdarahan(-), gangguan oksigenasi(-)

KU+KS=M2

Tetap

Menunggu hasil pemeriksaan darah perifer lengkap

M2

Rinosinusitis akut
S
O

A
P

M3

Demam (-), bengkak pada pipi dan hidung (-), tampak pucat(+), sesak(+)
KU:
Sensorium: kompos mentis, N 140x/m(i/t cukup), RR 68x/m, T37oC.
KS:
Mata
: palpebra edema -/- , krusta -/-, refleks cahaya +/+ N, pupil
bulat isokor, injeksi konjungtiva (-)
Hidung : oedem (-), hiperemis(-)
KNDS: cavum nasi lapang, sekret(-), KI eutrofi, merah muda, SD(-)
Regio maksila: edema(-), hiperemis(-), NT(-)
Tenggorok: palatum durum edema(-), hiperemis(-)
Thoraks :simetris, retraksi (-)
Paru
: vesikuler normal, wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
: HR 140 x/m, reguler, S1 &S2 normal, bising (-)
Abdomen : datar, lemas, hati dan limpa tidak teraba, BU (+) normal
Ektremitas : akral pucat (+)
Laboratorium:
Darah rutin : Hb 6,6 g/dl, Eritrosit:2.120.000/mm3, HT 18 vol%,
MCH/MCV/MCHC: 31/88/35LED 10, WBC 20.700/mm3,
Trombosit 25.000/mm3,Retikulosit:1,1 DC 0/0/1/63/30/6
TIBC: 252, Fe: 235
Gambaran darah tepi: anemia normositik normokrom disertai leukositosis
dan trombositopenia
Hasil kultur darah: steril
Hasil kultur pus: Staphylococcus aureus; sensitif: ceftriaxone, amikasin,
gentamisin, eritromisin, klindamisin, vancomisin, imipenem
Rinosinusitisrinosinusitis bakterial akut (sesuai dengan hasil kultur pus)
IVFD D5 NS gtt 6 mikro
Ampisilin 3x115mg
Gentamisin 2x10mg
NaCl 0,9 3x 2 tetes
ASI on demand
Menunggu jadwal CT scan sinus paranasal (20/7/2012)
Selulitis periorbita ODS

10

Tanggal

Catatan Kemajuan
S
Bengkak pada kedua kelopak mata(-)
O
KU + KS = M2
A
Perbaikan
Kriteria kesembuhan adalah tanda-tanda radang akut telah hilang
(tatalaksana di bagian mata telah selesaiM3 selesai)

M4
S
O
A
P
18 Juli 2012

M2

Anemia dengan trombositopenia


Pucat(+), perdarahan(-), sesak(+)
KU+KS=M2
Anemia normositik normokrom dengan trombositopenia
Konsult divisi hematologi
Rinosinusitis bakterial akut

S
O

Demam (-),pucat(+), sesak(+)


KU:
Sensorium: kompos mentis, N 138x/m(i/t cukup), RR 65x/m, T37oC.
KS:
Mata
: palpebra edema -/- , krusta -/-, refleks cahaya +/+ N, pupil
bulat isokor, injeksi konjungtiva (-)
Hidung : oedem (-), hiperemis(-)
KNDS: cavum nasi lapang, sekret(-), KI eutrofi, merah muda, SD(-)
Regio maksila: edema(-), hiperemis(-), NT(-)
Tenggorok: palatum durum edema(-), hiperemis(-)
Thoraks :simetris, retraksi (-)
Paru
: vesikuler normal, wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
: HR 138 x/m, reguler, S1 &S2 normal, bising (-)
Abdomen : datar, lemas, hati dan limpa tidak teraba, BU (+) normal
Ektremitas : akral pucat (+)

Tetap

IVFD D5 NS gtt 6 mikro


Ampisilin 3x115mg
Gentamisin 2x10mg
NaCl 0,9% 3x2 tetes
ASI on demand
Menunggu jadwal CT scan sinus paranasal (20/7/2012)

M4
S
O

KU+KS=M2
Konsul divisi hematologi: atasi infeksi, cek ulang DPL, SI, TIBC, feritin
ulang, apabila masih bisitopenia direncanakan BMP

Terdapat gangguan oksigenasi, direncanakan transfusi PRC 2x40 cc dan


trombosit 2x50cc
R/transfusi PRC 2x40 cc
R/transfusi trombosit 2x50 cc

P
20 Juli 2012

M2

Anemia normositik normokrom dengan trombositopenia


Pucat(+), sesak(+)

Rinosinusitis bakterial akut

11

Tanggal

Catatan Kemajuan
S
Demam (-) pucat(-)
O
KU:
Sensorium: kompos mentis, N 120x/m(i/t cukup), RR 42x/m, T37oC.
KS:
Mata
: palpebra edema -/- , krusta -/-, refleks cahaya +/+ N, pupil
bulat isokor, injeksi konjungtiva (-)

A
P

M4
S
O
A
P
21 Juli 2012

M2
S
O

Hidung : oedem (-), hiperemis(-)


KNDS: cavum nasi lapang, sekret(-), KI eutrofi, merah muda, SD(-)
Regio maksila: edema(-), hiperemis(-), NT(-)
Tenggorok: palatum durum edema(-), hiperemis(-)
Thoraks :simetris, retraksi (-)
Paru
: vesikuler normal, wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
: HR 110 x/m, reguler, S1 &S2 normal, bising (-)
Abdomen : datar, lemas, hati dan limpa tidak teraba, BU (+) normal
Ektremitas : akral pucat (-)
Hasil CT scan sinus paranasal: tampak perselubungan di sinus maksilaris
kanan dan kiri, etmoidalis kiri, osteomeatal kompleks kanan
tersumbat. Dekstruksi tulang maksila kiri meluas ke orbita
kiri. Rongga hidung tampak perselubungan di cavum nasi
kiri, septum nasal di tengah, concha hidung kanan-kiri
menebal, coana bersih.
Kesan: suspek malignanc di sinus maksilaris kanan-kiri, etmoidalis kiri,
cavum nasi kiri meluas ke orbita kiri.
Konfirmasi ulang hasil radiologis,kesan suatu sinusitis maksilaris kanankiri dan etmoidalis kiri.
Perbaikan
IVFD D5 NS gtt 6 mikro
Ampisilin 3x115mg
Gentamisin 2x10mg
NaCl 0,9% 3x2 tetes
ASI on demand
Anemia normositik normokrom dengan trombositopenia
Pucat(-)
KU+KS=M2
Perbaikan
Selesai transfusi PRC 2x40 cc dan TC 2x50cc
R/cek ulang darah rutin post transfusi
Rinosinusitis bakterial akut
(-)
KU:
Sensorium: kompos mentis, N 110x/m(i/t cukup), RR 40x/m, T37oC.
KS:
Mata
: palpebra edema -/- , krusta -/-, refleks cahaya +/+ N, pupil
bulat isokor, injeksi konjungtiva (-)
Hidung : oedem (-), hiperemis(-)
KNDS: cavum nasi lapang, sekret(-), KI eutrofi, merah muda, SD(-)
Regio maksila: edema(-), hiperemis(-), NT(-)
Tenggorok: palatum durum edema(-), hiperemis(-)
Thoraks :simetris, retraksi (-)

12

Tanggal

Catatan Kemajuan
Paru
: vesikuler normal, wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
: HR 110 x/m, reguler, S1 &S2 normal, bising (-)
Abdomen : datar, lemas, hati dan limpa tidak teraba, BU (+) normal
Ektremitas : akral pucat (-)
Darah rutin : Hb 15,6 g/dl, Eritrosit:4.980.000/mm3, HT 44 vol%, WBC
15.100/mm3, trombosit 579.000/mm3, DC 0/0/2/51/33/14
A
P

Hasil darah dalam batas normal


M4 selesai
IVFD D5 NS gtt 6 mikro
Ampisilin 3x115mg
Gentamisin 2x10mg
ASI on demand
R/pulang kontrol poli THT 1 minggu kemudian

TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Ada delapan (empat pasang) sinus paranasal pada manusia, terletak pada masingmasing sisi hidung, yang terdiri dari sinus frontal kanan dan kiri, sinus etmoid kanan dan kiri
(anterior dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrum Highmore), dan sinus sfenoid
kanan dan kiri. Seluruh rongga sinus dilapisi mukosa yang merupakan lanjutan dari mukosa
hidung, berisi udara dan bermuara ke rongga hidung melalui ostium masing-masing. Pada
masa anak dan remaja, lapisan mukosa ini sering mengalami infeksi dan inflamasi, sehingga
meningkatkan angka kesakitan.1,2
13

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung
dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus
frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal
berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang dari 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara
15-18 tahun. Sinus paranasal berfungsi untuk resonansi suara, pengatur kondisi udara
(humidifikasi), statik (keseimbangan kepala), mekanik (melindungi dari trauma), pengatur
suhu dan membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung.1-5
Istilah rinitis dan sinusitis sering digunakan secara terpisah berdasarkan gejala yang
ditunjukkan oleh pasien. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi pada sinus paranasal.
Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut sebagai rinosinusitis.
Penyebab paling sering adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atas (common cold)
yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.1,2
INSIDEN
Rinosinusitis pada anak lebih banyak ditemukan karena anak-anak mengalami infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) atas 68 kali per tahun dibandingkan dewasa yang hanya 2-3
kali dalam setahun. Diperkirakan 0,5-13% ISPA atas akan menimbulkan komplikasi
rinosinusitis bakterial akut.2,3 Penelitian Marantz memperkirakan sebanyak 6-13% anak
sampai usia 3 tahun pernah menderita rinosinusitis dan 7% pada usia 2-15 tahun.4,5

ETIOLOGI
Faktor predisposisi yang menyebabkan sumbatan pada ostium dapat dibagi menjadi
faktor yang menyebabkan pembengkakan mukosa dan obstruksi mekanik. Pembengkakan
mukosa paling sering disebabkan oleh ISPA atas, tetapi dapat juga disebabkan oleh penyakit
sistemik seperti fibrosis kistik, alergi, defisiensi imun, dan diskinesia silier. Faktor lokal
seperti polusi, trauma wajah, barotrauma, dapat menyebabkan gangguan pada drainase dan
ventilasi ostium.6,7
Faktor mekanik yang paling sering terjadi pada anak yang lebih kecil, yaitu atresia
koana, hiperplasia adenoid, kelainan anatomi septum dan dinding lateral hidung. Pada anak
14

yang lebih tua lebih sering disebabkan karena benda asing, tumor (juvenile angiofibroma)
atau pseudotumor (polip, meningoencephalocele).6,7
KLASIFIKASI
The Consensus Panel for Pediatric Rhinosinusitis membuat klasifikasi berdasarkan
lamanya gejala, yaitu:9
1. Rinosinusitis akut, yaitu infeksi sinus dengan resolusi gejala yang komplit dalam
waktu 12 minggu. Rinosinusitis akut dapat dikategorikan menjadi severe atau nonsevere berdasarkan gejala klinis yang timbul. American Academy of Pediatrics (AAP
2001) membagi kelompok ini menjadi akut dan sub-akut. Akut apabila gejala kurang
dari 30 hari dan sub-akut bila gejala antara 30-90 hari (12 minggu).
2. Rinosinusitis kronik, yaitu infeksi sinus dengan gejala ringan-sedang yang menetap
lebih dari 12 minggu.
3. Rinosinusitis akut berulang, yaitu beberapa episode akut dengan diselingi masa
sembuh di antara 2 episode. Sebaliknya jika di antara 2 episode pasien ini tidak
pernah sembuh benar maka dikategorikan sebagai rinosinusitis kronik eksaserbasi
akut.
Berdasarkan etiologi mikroba patogen dan awitan penyakit, rinosinusitis dibedakan
menjadi patogen akut, subakut, dan kronis.9,10
1. Patogen akut dan subakut, yaitu Streptococcus pneumoniae (20-30%), Haemophilus
influenzae (15-20%), Moraxella catharalis (15-20%), dan Streptococcus pyogenes
(beta-hemolitik) 5%.
2. Patogen kronis
Rinosinusitis kronis umumnya disebabkan oleh infeksi berbagai mikroba. Hasil kultur
bakteri yang paling sering dijumpai adalah Streptococcus pneumoniae (28,2%),
Staphylococcus aureus (21,5%), Staphylococcus koagulase negatif (19,7%),
Haemophilus influenzae (18,3%), Streptococcus -haemolyticus (15,5%), lain-lain
(37,6%).
PATOFISOLOGI
Patofisiologi rinosinusitis pada anak berbeda dengan orang dewasa. Rinosinusitis
pada anak biasanya merupakan komplikasi ISPA. Insiden ISPA lebih tinggi pada anak-anak
15

akibat sistem imun yang menurun yang menimbulkan infeksi virus pada saluran nafas atas
dan juga karena seringnya terpapar dengan lingkungan seperti sekolah, di mana sering kontak
dengan anak-anak yang lain sebagai transfer infeksi. Infeksi saluran nafas atas menyebabkan
edem mukosa sehingga menyebabkan obstruksi aliran sinus sehingga menimbulkan infeksi.
Pada anak-anak, dengan anatomi perkembangan sinus yang berukuran kecil dan pendeknya
jarak antara permukaan mukosa dari ostio memainkan peranan pada perkembangan
rinosinusitis.
Perubahan sekresi kelenjar pada kistik fibrosis menghasilkan mukus yang kental
sehingga menyulitkan pembersihan sekret serta gangguan gerakan silia seperti pada silia
imotil sindroma. Kedua hal ini menimbulkan stase mukus yang selanjutnya akan terjadi
kolonisasi kuman dan timbul infeksi.
Peranan alergi pada rinosinusitis adalah akibat reaksi anti gen anti bodi yang
menimbulkan pembengkakan mukosa sehingga menimbulkan obstruksi pada ostium sinus
dan menghambat aliran mukus. Selanjutnya terjadi vakum di rongga sinus sehingga terjadi
transudasi cairan ke rongga sinus. Menumpuknya cairan di rongga sinus merupakan media
pertumbuhan bakteri sebagai hasil obstruksi ostium sinus yang lama. Faktor kelainan anatomi
seperti septum deviasi, hipertropi atau paradoksal konka media dan konka bulosa juga dapat
mempengaruhi aliran ostium sinus.
Apabila dua lapisan mukosa yang berdekatan saling kontak karena edema akan terjadi
gangguan fungsi silia di tempat tersebut sehingga terjadi retensi sekret. Kontak mukosa pada
kompleks ostio meatal terjadi pada celah antara prosesus unsinatus dengan konkha media,
antara bula etmoid dan konkha media serta di atas dan belakang bula etmoid. Pada keadaan
ini pertukaran udara atau ventilasi terganggu, perubahan pH sinus akan menurun, oksigen
akan di serap dan mukosa akan mengalami hipoksia dan kematian sel mukosa sinus yang
memudahkan terjadinya infeksi.
GEJALA KLINIK
Gejala dan tanda rinosinusitis pada anak adalah rinorea (71-80%), obstruksi hidung
(70-100%), batuk (50-80%), sakit kepala dan nyeri wajah (29-33%), demam (50-60%), napas
melalui mulut (70-100%), komplikasi pada telinga berupa rekuren otitis media purulenta atau
otitis media efusi (40-68%). Gejala rinosinusitis pada anak bervariasi sesuai umur karena
pada anak yang kecil, sulit untuk menceritakan keluhannya dengan jelas, sedangkan pada

16

anak yang lebih besar dapat memberikan keluhan yang jelas sehingga akan lebih tepat seperti
keluhan pada rinosinusitis dewasa.9,10
Gejala yang berat dan komplikasi sering terjadi pada rinosinusitis akut, dengan
manifestasi klinis yang dibagi menjadi dua, yaitu
1. Rinosinusitis akut non-severe, terdapat gejala rinorea, kongesti hidung, batuk,
sakit kepala, nyeri pada wajah, tidak terdapat demam atau sub-febris;
2. Rinosinusitis akut severe, dengan gejala klinis rinore purulen (kental dan keruh),
kongesti hidung, nyeri pada wajah atau sakit kepala, edema periorbita, serta
demam tinggi (>39C)
DIAGNOSIS
Diagnosis rinosinusitis akut pada anak ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik pada hidung anak
seringkali sulit untuk dilakukan dan terbatas pada rinoskopi. Metode lain dapat dengan
penggunaan otoskop. Kelainan yang tampak dapat berupa eritema pada mukosa faring dan
hidung, dengan rinorea yang kental, purulen berwarna kuning kehijauan. Dapat ditemukan
pembesaran tonsil dan adenoid. Kelenjar getah bening servikal dapat teraba membesar.12,13
Pemeriksaan naso-endoskopi dapat memberikan diagnosis yang lebih tepat dan dapat
melihat kelainan lain seperti polip, benda asing, tumor dan deviasi septum. Tanda khas adalah
adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksilaris, etmoid anterior dan frontal) atau di
meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid). Pada anak yang lebih kecil,
diperlukan anestesi umum untuk melakukan naso-endoskopi.16
Pada pemeriksaan menggunakan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram
atau gelap. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 60% dan spesifitas 90% dalam mendiagnosa
sinusitis maksilaris dan frontalis, tetapi tidak dapat membedakan infeksi bakteri atau virus.17
Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sangat terbatas penggunaannya.
Penggunaan USG sebagai alat diagnostik rinosinusitis akut pada anak masih
kontroversial. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kronemer dkk menunjukkan angka
spesifitas 49-98% dan angka sensitivitas 13-56%. USG kurang mampu untuk melihat adanya
pembengkakan mukosa, tetapi USG dapat berguna pada pemantauan sekresi terutama pada
anak diatas usia 7 tahun yang mengalami sinusitis episodik berulang.20
CT scan sinus paranasal merupakan gold standar dalam diagnosis sinusitis pada anak
karena dapat menilai keadaan tulang dan jaringan lunak serta kompleks osteomeatal. Namun
karena mahal, CT scan saat ini hanya digunakan sebagai penunjang diagnostik pada
17

rinosinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan dan pra-operasi sebagai panduan
saat melakukan operasi sinus.
Foto polos sinus paranasal umumnya untuk melihat kondisi sinus-sinus besar seperti
sinus maksila dan frontal. Kelainan yang terlihat berupa perselubungan, air-fluid level dan
penebalan mukosa. Pada anak pemeriksaan foto polos sinus paranasal kurang sensitif karena
perkembangan dari sinus paranasal yang belum berkembang sempurna sehingga sulit untuk
menilai adanya suatu sinusitis.24
Pemeriksaan mikrobiologik tidak perlu dilakukan pada rinosinusitis akut tanpa
komplikasi atau rinosinusitis kronik. Indikasi pemeriksaan mikrobiologik adalah pada
keadaan toksik atau sakit berat; keadaan akut yang tidak membaik dengan pemberian terapi
selama 48-72 jam; keadaan imunokompromise; dan komplikasi pada orbita atau
intrakranial.21 Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil
sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna. Lebih baik
lagi apabila diambil dari sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui
meatus inferior, dan dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila untuk
selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Pemeriksaan ini jarang dilakukan
karena prosedur memerlukan waktu lama, teknik yang sulit, rasa tidak nyaman dan pada anak
memerlukan pembiusan umum.20

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan rinosinusitis pada anak terdiri dari dua jenis yaitu : konservatif dan
operatif. Terapi konservatif merupakan terapi utama pada rinosinusitis anak dan terapi
operatif dilakukan bila dengan konservatif gagal atau terjadi komplikasi ke orbita atau intra
kranial.
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk perbaikan ventilasi, drainase dan
pembersihan mukosa silia pada komplek sinonasal.
Antibiotika
Tidak semua anak dengan rinosinusitis akut memerlukan antibiotik. Indikasi
pemberian antibiotik berdasarkan konsensus panel adalah anak dengan keadaan toksik atau
sakit berat; rinosinusitis akut severe; rinosinusitis akut tanpa komplikasi (amoxicilin oral
dengan dosis 40 mg/kg BB/hari di bagi 3 dosis). Bila dengan terapi ini dalam 48 72 jam
18

tidak ada perbaikan, antibiotika harus di ganti dengan golongan anti beta laktam karena
beberapa kuman seperti Moraxela kataralis dan Hemofilus influenza telah resisten terhadap
amoxicilin.
Rinosinusitis akut tanpa komplikasi akan memperlihatkan perbaikan setelah
pengobatan dengan amoksisilin. Pengobatan ini merupakan lini pertama terapi rinosinusitis
akut pada anak, karena secara umum amoksisilin efektif, aman, dapat ditoleransi, murah, dan
berspektrum sempit. Anak yang alergi dengan penisilin diberikan sefalosporin generasi kedua
atau ketiga.
Pada penderita rinosinusitis akut perlu dirawat bila gejalanya berat dengan efek
sistemik. Indikasi lain anak tidak dapat minum obat secara oral atau telah terjadi komplikasi
yang memerlukan pemberian antibiotika intravena.
Antibiotika untuk rinosinusitis akut biasanya diberikan 10-14 hari bila terjadi
perbaikan klinis tapi bila belum sembuh sempurna maka dapat dilanjutkan antibiotika sampai
7 hari bebas gejala. Antibiotika jangka panjang ini diharapkan dapat mengeradikasi koloni
kuman di mukosa sinus. Pengobatan antibiotika untuk rinosinusitis yang terbaik dan paling
utama adalah berdasarkan kultur dan uji sensitivitas.
Dekongestan
Dekongestan dapat diberikan pada rinosinusitis akut baik secara lokal atau sistemik
dengan tujuan untuk membuka ostium sinus. Pemberian dekongestan topikal seperti -2
agonis (xylo- dan oksimetazolin) akan menguntungkan jika diberikan pada awal tata laksana
sinusitis dan pada dosis yang sesuai tergantung umur anak. Aktifitasnya akan mengurangi
edem atau inflamasi yang mengakibatkan obstruksi ostium, meningkatkan drainase sekret dan
memperbaiki ventilasi sinus. Pemberian dekongestan lokal dibatasi sampai 3-5 hari untuk
mencegah ketergantungan dan rebound nasal decongestan. Pemberian dekongestan sistemik,
seperti penilpropanolamin, pseudoefedrin dapat menormalkan ventilasi sinus dan
mengembalikan fungsi pembersih mukosilia. Dekongestan sistemik dapat diberikan sampai
10-14 hari.21
Anti histamin
Anti histamin diberikan pada rinosinusitis anak dengan riwayat alergi. Anti histamin
dapat diberikan bersama kortiko steroid karena keduanya mempunyai efek yang nyata
terhadap edema mukosa sehingga dapat memperbaiki drainase. Sebaliknya pada rinosinusitis
anak tanpa riwayat alergi, tidak boleh diberikan karena efek dari anti histamin dapat
mengentalkan sekret sehingga dapat menyumbat ostium sinus.16,17

19

Pada sinusitis dengan riwayat alergi atau rinitis alergi harus dilakukan tes alergi
untuk menemukan alergen penyebab dan selanjutnya alergen tersebut harus di hindari.
Pengelolaan yang tepat terhadap rinitis alergi pada anak dapat mencegah terjadinya
rinosinusitis pada anak.
Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal seperti beklometason dipropionat dalam bentuk spray dapat di
berikan pada mukosa hidung dan sinus paranasal untuk mengurangi edem mukosa sehingga
gejala rinosinusitis dapat mereda. Kortikosteroid topikal ini digunakan pada rinosinusitis
anak alergi maupun non alergi pada anak umur lebih dari 6 tahun. 16 Pada rinosinusitis dengan
alergi dapat diberikan kromolin sodium intra nasal.
Saline nasal drops
Pemberian saline nasal drop sebagai nasal toilet sering digunakan pada anak. Hal ini
dapat membantu mengeliminasi sekret hidung dan mengurangi kongesti dari mukosa hidung.
Operatif
Menurut Manning, terapi operatif pada anak di bagi dalam 2 jenis yaitu :
1. Operasi sinus tidak langsung
Yaitu operasi yang ditujukan untuk memperbaiki fungsi hidung dan sinus seperti :
septoplasti, pengangkatan benda asing, polipektomi, tonsiloadenoidektomi dan irigasi
sinus.
2. Operasi sinus langsung
Yaitu operasi yang ditujukan langsung pada sinus tersebut seperti : etmoidektomi, operasi
Luc dan bedah sinus endoskopik fungsional atau FESS.
KOMPLIKASI
Komplikasi

sinusitis

pada

anak

jarang

terjadi

sejak

ditemukannya

anti

biotika.18Komplikasi lebih sering mengenai orbita atau intra kranial. Komplikasi orbita lebih
sering terjadi pada anak yang lebih muda dengan bakteri penyebab terbanyak adalah H.
influenzae, Streptococcus dan Staphylococcus. Klasifikasi keterlibatan orbita berdasarkan
Chandler yaitu18
1. Selulitis periorbita; ditandai dengan edema palpebra, eritema, fungsi penglihatan
normal, dan pergerakan bola mata normal;
2. Selulitis orbita; ditandai dengan edema difus pada jaringan lemak peri-okuler
sehingga menyebabkan protopsis dan kemosis;

20

3. Abses periorbita; proptosis dengan pergeseran bola mata ke arah inverolateral dan
pergerakan otot ekstraokuler berkurang, fungsi penglihatan menurun;
4. Abses orbita; proptosis berat, gangguan penglihatan menetap (optic neuropathy),
anak tampak sangat toksik;
5. Trombosis sinus kavernosus; gejala terjadi bilateral.
Komplikasi intra kranial pada sinusitis lebih sering terjadi anak yang lebih besar
mencakup meningitis, abses epidural dan abses otak. Penurunan fungsi penglihatan pada
rinosinusitis merupakan suatu tanda kegawatan. Tatalaksana komplikasi orbita bergantung
pada tahap klasifikasi. Pemeriksaan fisik hanya dapat mendeteksi 50% pada tahap mana
komplikasi berlangsung, pemeriksaan CT scan sinus dengan detail orbita dapat meningkatkan
keakuratan hingga 80%. Pada selulitis orbita diperlukan pemberian antibiotik spektrum luas
secara empiris untuk bakteri aerob dan anaerob, sebelum ada hasil kultur dan sensitivitas.
Pada abses orbita, abses periosteal, dan trombosis sinus kavernosus harus dilakukan operasi
FESS dan dekompresi orbita.
PROGNOSIS
Prognosis rinosinusitis akut umumnya baik dengan tatalalaksana optimal kondisi
terkait dan tatalaksana medis secara menyeluruh. Tindakan operasi pada anak sangat jarang
dilakukan. Tingkat kekambuhan pada anak bergantung pada etiologi dan faktor predisposisi
penyebab rinosinusitis. Eliminasi faktor predisposisi sangat membantu dalam pencegahan
terhadap rinosinusitis kronik.

ANALISA KASUS
Telah dilaporkan suatu kasus rinosinusitis bakterial akut pada bayi dengan komplikasi
selulitis periorbita pada seorang bayi perempuan, usia 29 hari yang dirawat di bagian IKA
RSMH. Penderita masuk rumah sakit dengan keluhan bengkak pada pangkal hidung dan
keluar cairan dari kedua hidung. Penderita sebelumnya menderita batuk dan pilek (kurang
lebih 9 hari sebelum masuk rumah sakit).
Adanya keluhan bengkak pada pangkal hidung disertai dengan keluarnya cairan dari
kedua hidung dapat merupakan manifestasi klinis dari reaksi alergi, adanya infeksi saluran
pernapasan akut, komplikasi dari sinusitis akut, sumbatan benda asing atau tumor, adanya
deviasi pada septum, dan hiperplasia adenoid.1,2 Dari anamnesa tidak ditemukan adanya
21

riwayat alergi pada keluarga, tidak ada riwayat trauma pada hidung. Pemeriksaan fisik tidak
ditemukan deviasi septum maupun benda asing dalam lubang hidung.
Demam, batuk dan pilek merupakan kumpulan gejala yang menunjukkan adanya
infeksi saluran pernapasan. Infeksi saluran pernapasan berdasarkan letaknya dibagi menjadi 2
yaitu infeksi saluran pernapasan atas (meliputi rinitis, faringitis, tonsilitis, rinosinusitis dan
otitis

media)

dan

infeksi

saluran

pernapasan

bawah

(meliputi

epiglotitis,

laringotrakeobronkitis, bronkitis, bronkiolitis dan pneumonia). Berdasarkan waktu terjadinya


dibagi menjadi akut, yang berlangsung hingga 14 hari dan kronik, yang berlangsung lebih
dari 14 hari. Sebagian besar kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) terbatas pada ISPA
atas, hanya sekitar 5% yang melibatkan saluran pernapasan bawah (level of evidence III).2
Rinosinusitis akut sering terjadi pada anak yaitu sekitar 80-90% dari infeksi saluran
pernafasan atas karena sistem imun pada anak masih belum sempurna dan gambaran anatomi
hidung dan sinus paranasal yang lebih sempit dibanding orang dewasa. 1,2 Faktor predisposisi
pada pasien ini adalah adanya infeksi ISPA atas disertai dengan sistem imun yang belum
sempurna.
Pada anak yang lebih muda, sinus etmoid dan sinus maksila lebih sering terlibat
karena kedua sinus ini telah terbentuk sempurna sejak lahir, sedangkan sinus sfenoid dan
frontal baru terbentuk sempurna pada usia 5 dan 7 tahun. Berdasarkan lokasi infeksi,
rinosinusitis akut dapat menyebabkan komplikasi serius pada rongga orbita maupun
intrakranial. Infeksi orbita dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu septikemia bakteri,
luka tembus atau sekunder dari infeksi kulit. Rinosinusitis merupakan penyebab terbanyak
dari infeksi akut orbita. Keterlibatan orbita disebabkan oleh penyebaran infeksi langsung dari
tulang yang tipis, tromboflebitis atau tromboemboli pada sistem vena tanpa katup.5,6
Diagnosis rinosinusitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesa, gejala rinosinusitis ditandai dengan rinore
(71-80%), batuk (50-80%), demam (50-60%; akut), nyeri (29-33%; akut), obstruksi hidung
(70-100%; kronik), napas melalui mulut (70-100%; kronik), keluhan pada telinga (otitis
media rekuren atau otitis media efusi; 40-68%; kronik).4,6 Pada pasien terdapat gejala rinore
yang kental, sumbatan pada hidung (bayi terlihat bernapas melalui mulut), demam tinggi
(39,1) serta oedem periorbita sehingga dapat dikategorikan sebagai rinosinusitis akut severe,
yang memerlukan penanganan segera.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembengkakan pada kedua kelopak mata,
hiperemis, pergerakan bola mata yang masih normal serta injeksi konjungtiva. Keadaan ini
22

menunjukkan telah terjadi suatu selulitis periorbita. Hal ini sesuai dengan penelitian Sultesz
dkk yang menemukan komplikasi rinosinusitis akut pada orbita yang paling sering terjadi
adalah selulitis periorbita.9 Selulitis periorbita dapat berkembang menjadi komplikasi orbita
apabila ditemukan satu dari beberapa gejala klinik berikut pergerakan mata yang terbatas,
proptosis, penurunan visus, refleks pupil yang abnormal, kemosis konjungtiva atau
ditemukan keterlibatan orbita melalui pemeriksaan radiologi. Pada anak sulit dilakukan
pemeriksaan ini sehingga dibutuhkan pemeriksaan penunjang untuk menilai adakah
keterlibatan orbita sebagai komplikasi lanjut dari rinosinusitis.
Hasil pemeriksaan darah menunjukkan adanya anemia dengan trombositopenia (Hb
6,6; trombosit 25.000). Hal ini dapat merupakan komplikasi dari adanya proses infeksi akut
yang sedang berlangsung. Proses infeksi akan menginduksi pengeluaran sitokin, interleukin1, TNF- dan interferon- yang akan mempengaruhi proses diferensiasi dan proliferasi dari
progenitor eritroid. Hal ini menyebabkan penurunan waktu hidup sel darah merah, gangguan
pada proses eritropoesis, menurunkan respon sumsum tulang pada pembentukan eritropoetin
serta gangguan pada proses metabolisme besi.28
Hasil pembacaan foto polos sinus paranasal ditemukan gambaran sinus paranasal
yang belum berkembang sempurna. Hal ini sesuai dengan teori perkembangan sinus yaitu
sinus akan mulai berkembang perlahan pada usia 6 tahun pertama dan terbentuk sempurna
pada masa remaja, sehingga pemeriksaan foto polos sinus paranasal tidak dianjurkan pada
anak usia dibawah 6 tahun. Pemeriksaan CT-scan paranasal dan MRI dapat menilai mukosa
sinus maksilaris, sel-sel etmoidalis serta kompleks osteomeatal. Pemeriksaan ini tidak hanya
dianjurkan sebagai alat untuk menegakkan diagnosa rinosinusitis. Indikasi lain terutama pada
keadaan kecurigaan terhadap adanya komplikasi, rinosinusitis dengan indikasi operasi, dan
adanya rekurensi atau rinosinusitis kronik.
Rinosinusitis bakterial harus dibedakan dengan infeksi saluran pernapasan atas yang
disebabkan oleh virus. Infeksi bakteri memerlukan terapi dengan antimikroba pada keadaan
yang severe atau pada keadaan yang menimbulkan komplikasi. Baku emas untuk
menegakkan rinosinusitis bakterial adalah dengan ditemukan bakteri (104 CFU/ml) dari
cavum sinus paranasal yang diambil melalui punksi pada cavum sinus. Berdasarkan the
Consensus Meeting (1996), indikasi untuk melakukan punksi sinus adalah adanya kondisi
toksik pada anak, keadaan akut yang tidak membaik dengan terapi medis selama 48-72 jam,
keadaan imunokompromise serta adanya komplikasi peradangan. Prosedur ini tidak
direkomendasikan pada anak karena teknik yang sulit sehingga diperlukan general

23

anaesthesia. Modalitas diagnostik untuk menegakkan rinosinusitis bakterial akut pada anak
berdasarkan gejala klinis, pencitraan dan kultur yang berasal dari swab nasal atau nasofaring.
Penatalaksanaan rinosinusitis pada anak terdiri dari dua jenis, yaitu konservatif dan
operatif. Terapi konservatif merupakan terapi utama pada anak dengan rinosinusitis dan terapi
operatif dilakukan bila dengan konservatif gagal atau telah terjadi komplikasi ke orbita atau
intra kranial. Terapi konservatif bertujuan eradikasi penyebab, perbaikan ventilasi, drainase
dan pembersihan mukosa silia pada komplek sinonasal.
Penggunaan antibiotik direkomendasikan sejak awal pada kasus rinosinusitis akut
bakterial yang severe untuk mengobati penyebab dan mencegah komplikasi yang lebih berat
(intrakranial). Pemberian antibiotik disesuaikan dengan bakteri penyebab untuk mencegah
resistensi. Pada rinosinusitis akut severe tanpa komplikasi dapat diterapi secara oral dengan
amoksisilin-asam klavulanat (80-90mg/kg/hari), apabila tidak ada perbaikan klinis dalam 2448 jam, terapi diganti menjadi terapi intravena. Pada rinosinusitis akut yang ringan (nonsevere) penggunaan antibiotik direkomendasikan selama 10-14 hari, sedangkan pada keadaan
severe penggunaan antibiotik diberikan selama 14-21 hari. Penggunaan antibiotik profilaksis
tidak dianjurkan.
Pemberian antibiotik ampisilin dan gentamisin mempertimbangkan suatu keadaan
severe yang terjadi disertai dengan adanya komplikasi selulitis periorbita. Pemberian
antibiotik berdasarkan empiris diberikan sementara menunggu hasil kultur swab nasal.
Regimen antibiotik yang dipilih yaitu antibiotik dengan spektrum luas yang mencakup
bakteri aerob dan anaerob. Pada penelitian Sultesz dkk oksasiklin merupakan antibiotik
pilihan pertama pada selulitis periorbita (71,9%). Akan tetapi karena tingginya angka
resistensi terhadap golongan penisilin dan oksasiklin, digunakan kombinasi penisilin dan
aminoglikosid (28,1%).
Hasil kultur pus yang diambil melalui swab nasal ditemukan kuman Staphylococcus
aureus. Hal ini sesuai dengan penelitian Sultesz dkk dimana ditemukan mikroorganisme
terbanyak penyebab selulitis periorbita pada anak adalah Streptococcus pneumoniae (28,2%)
dan Staphylococcus aureus (21,5%).
Prognosis pada pasien ini adalah bonam. Pada rinosinusitis akut bakterial yang
mengalami perbaikan klinis dalam 24-48 jam dengan pengobatan adekuat memiliki angka
kekambuhan yang rendah (level evidence III). Pasien ini dianjurkan untuk kontrol secara
berkala (1-2 minggu post pengobatan, 1 bulan, 3 bulan) agar dapat dinilai keberhasilan terapi
dan tanda-tanda kekambuhan. Dianjurkan pemberian imunisasi dasar bertahap untuk
meningkatkan imunitas pasien.
24

PENUTUP
Terima kasih saya ucapkan kepada Kepala Bagian IKA FK Unsri, Ketua Program Studi IKA
FK Unsri yang telah memberi kesempatan untuk mengajukan kasus ini. Terima kasih saya
sampaikan kepada pembimbing DR. dr Yulia Iriani, SpA, dr. Puspa Juleika, SpTHT-KL
M.Kes, dr. Riani Erna, SpM dan dr. M. Faisal, SpRad yang telah banyak membimbing dan
memberikan masukan kepada saya untuk mengajukan laporan kasus ini.

25

DAFTAR PUSTAKA
1) Clinical practice guideline: management of sinusitis (2001) Pediatrics 108(3): 798
808.
2) Wald ER, Guerra N & Byers C (1991) Upper respiratory tract infections in young
children:duration of and frequency of complications. Pediatrics 87(2): 129133.
3) Reisman HA (1931) Sinusitis in children. Arch Pediatr 48: 283292.
4) Marantz BC (1931) The importance of diagnosis and treating sinusitis in infants and
children. Arch Pediatr 48: 365374.
5) Ueda D & Yoto Y (1996) The ten-day mark as a practical diagnostic approach for
acute paranasal sinusitis in children. Pediatr Infect Dis J 15(7): 576579.
6) Liston SL. Acute and chronis sinusitis. Holt GR, Mattox DE, Gates GA. (ED).
Decision making in otolaryngology. Philadelphia : BC Decker, 1984. 78-9.
26

7) Rabuzzi DD, Hengerer AS. Complications of nasal and sinus infections. Bluestone
CD, Stool SE, Scheetz MD (ED). Pediatric otolaryngology, 2nd, vol. 1. Philadelphia :
Saunders, 1990. h. 745-51.
8) Soepardi E, Buku Ajar Ilmu Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
: 1990. 78-80.
9) Sultesz M, Csakanyi Z, Majoros T, Farkas Z, Katona G. Acute bacterial rhinosinusitis
and its complications in our pediatric otolaryngological department between 1997 and
2006. International journal of Pediatric Otorhinolaryngology 2009;73:1507-12.
10) Hadley JA, Pfaller MA. Oral lactams in the treatment of acute bacterial
rhinosinusitis.Diagnostic Microbiology and infectious Diseases 2007;57:478-548.
11) Anil G & Corey PJ. Pediatric Sinusitis in Rhinologi Diagnosis and Treatment.
Thomas V.Mr.Caffrey. New York : Thieme, 1997. 382-402.
12) Wald ER. Rhinitis Acute & Chronic Sinusitis. Dalam : Bluestone C.D. Stool SE,
Scheetz MD (ED). Pediatric Otolaryngology. 2nd Ed. Volume 1. Philadelphia: WB
Saunders Company, 1990.729-43. http://www.Utmb.edu/otoref/Grnds/Pedisinus.htm.
13) Rabuzzi DD, Hengerer AS. Complications of nasal and sinus infections. Dalam :
Bluestone CD, Stool SE, Scheetz MD (ED). Pediatric otolaryngology, edisi ke-2, vol.
1. Philadelphia : Saunders, 1990. h. 745-51.
14) Itzhak Brook. Medical Management of Acute Bacterial Sinusitis. Dalam : Annals
Suplement, Otology, Rhinology & Laryngology, Volume 109 : 2000. Missouri, 1999,
p. 2-17.
15) Peter J. Casano. Sinusitis in Children http://www.sinuscarecenter.com/ped.aao.html.
16) Handler SD, Myer CM. The nose and paranasal sinuses. Dalam : Rudolph Am,
Hoffman JIE, Rudolph CD (ED). Rudolphs pediatrics, edisi ke-20. Philadelphia:
Prentice-Hall, 1996. 953-6.
17) Manning SC, MD. Surgical Management of sinusitis Disease Dalam: Ann otol Rhinol
Laryngol, 1992. 101: 42-5.
18) Jin KS. Diagnosis and Medical Treatment of Rhinosinusitis. Dalam : MalaysiaSingapore Allergy and Rhinosinusitis Workshop 2002.
19) Ioannidis JP & Lau J (2001) Technical report: evidence for the diagnosis and
treatment of acute uncomplicated sinusitis in children: a systematic overview.
Pediatrics 108(3): E57.
20) Wald ER (1988) Acute sinusitis in children. Adv Otolaryngol Head Neck Surgery 2.
Year Book Medical Publishers Inc. 165188.
27

21) Fireman P (1992) Diagnosis of sinusitis in children: emphasis on the history and
physical examination. J Allergy Clin Immunol 90(3 Pt 2): 433436.
22) McAlister WH & Kronemer K (1999) Imaging of sinusitis in children. Pediatr Infect
Dis J18(11): 10191020.
DIAGRAM
TUMBUH
M, PR,29
23) Jannert M,
Andreasson
L, Helin KEMBANG
I & PetterssonBY.
H (1982)
Acutehari
sinusitis in children-RINOSINUSITIS BAKTERIAL AKUT

symptoms, clinical findings and bacteriology related to initial radiologic appearance.


Int J Pediatr Otorhinolaryngol 4(2): 139148.
LINGKUNGAN
24) Axelsson A & Jensen C (1974)
The roentgenologic demonstration of sinusitis. Am J

Roentgenol RadiumMini:
Ther Nucl Med 122(3):
621627.
Meso:
Mikro:
Makro:
=
Bidan
=
Ibu :
= Ayah : SMA
Jamsoskes
25)SMA
131. Kovatch AL, =
Wald ER,
Ledesma-Medina
& Bedingfield B
1 km J, Chiponis DM (+)
Kerja
:
(-)
Tani radiographs in= children with nonrespiratory complaints.
(1984)KBMaxillary
sinus
Puskesmas 2 km
=ASI 0=
Anak ke 5
=
RSUD
sekarang
Pediatrics 73(3):306308.
1 jam
=
Imunisasi
26)tidak
Haapaniemi
J (1997) Comparison of ultrasound and X-ray maxillary sinus findings in
lengkap
school-aged children. Ear Nose Throat J 76(2): 102106.133.
27) Dowel1 SF, Schwartz B,KEBUTUHAN
Phillips WR. Appropriate
use of antibiotics for URIS in
DASAR
children: part I. Otitis media and acute sinusitis. The Pediatric URI Consensus Team.
ASIH
Am FamASUH
Physician 1998;58: 1113-8,
1123.
Cukup

Cukup

ASAH
Cukup

28) R.T. Means Jr. Advance in the anemia chronic disease. International Journal of
Hematology. Vol 70. 1999: 7-12.

TUMBUH KEMBANG
Neonatus cukup
bulan

Bayi sehat

Tatalaksana adekuat:
- Pemberian antibiotik
- Pencegahan
komplikasi
-Follow up berkala
- Pemberian imunisasi
dasar

Bayi dengan
rinosinusitis bakterial
akut

BAB berdarah
Anemia def Besi
Kongenital ???

Tumbuh Kembang
Optimal

28

- Infeksi virus
- Imunitas
belum
sempurna
Genetik - Heredokonstitusional Baik - Faktor sosial

Anda mungkin juga menyukai