Anda di halaman 1dari 18

KAJIAN HUBUNGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT

DENGAN PEMERINTAH DAERAH


(Tinjauan Dari Sudut Pandang Manajemen Pemerintahan)

DR. H. Zaidan Nawawi

A. Pendahuluan
Krisis multidimensional yang melanda Indonesia (1997 skrg)
lebih disebabkan oleh salah urus (mismanagement) pada semua
tingkatan dan semua sektor (Ross H. McLeod, 1998)

Maju mundurnya negara ditentukan oleh kualitas


manajemennya (Peter F. Drucker, 1995)
Sudut pandang manajemen dalam konteks Hubungan
Pemerintah Pusat Daerah :
Pola pembagian kewenangan
Rentang kendali
Pertanggungjawaban, pembinaan & pengawasan

Kondisi faktual dalam hub. Pusat Daerah :


Posisi Pemerintah Pusat lemah :
Segi Politik

- Tidak adanya mayoritas pemenang Pemilu


- Krisis kenegarawanan elit politik
- Bentuk pemerintahan quasi Presidensil

Segi Ekonomi

- Hutang pemerintah & swasta yang sangat besar


- Masalah perimbangan keuangan Pusat - Daerah

Segi Hankam

- Institusi militer & polisi yang rawan perpecahan

Pemerintah Daerah

- Ketidakpuasan kebijakan politik & Hukum Pem. Pusat


seiring berlakunya UU 22/1999 & 25/1999
3

B. Prinsip Umum Hubungan Antarsatuan Pemerintahan


Dalam Sistem Negara Kesatuan
1. Dilihat dari Pola Pembagian Kewenangannya
Delegasi kewenangan (delegation of authority) mutlak
Dilakukan baik dalam rangka Desentraliasi maupun
Dekonsentrasi (Khsusnya Indonesia yg sangat luas)

Pembagian kewenangan antara Pem. Pusat Subnasional (Daerah)


Tergantung pada karakteristik masing2 negara :
Menurut Smith (Dlm Hague, Harrop & Breslin, 1993 :277),
membagi kewenangan menurut 2 sistem :
1). Sistem Ganda (dual System)
Pemda dijalankan secara terpisah dari Pem. Pusat/
dari eksekutifnya di daerah
2). Sistem Gabungan (Fused System)
Pem. Pusat dan Pemda dilaksankaan bersama2 dlm 1 unit,
dgn seorg pejabat pemerintah yg ditunjuk utk mengawasi
jalannya pemerintahan setempat
4

Campo & Sundaram (2001 : 130) membedakan pembagian


kewenangan menurut 2 prinsip :
1. Prinsip Ultra Vires ultra vires (beyond the power) principles
Entitas subnasional menjalankan kekuasaan termasuk membuat
keputusan yang didelegasikan secara spesifik oleh Pem. Pusat
2. Prinsip Kompetensi Umum (General Competence principle)
Entitas subnasional dapat menyelenggarakan semua kekuasaan
yang tidak dicadangkan untuk Pem. Pusat
Sejarah hubungan Pusat Daerah, karena pengaruh Belanda diwarnai
dengan 3 (tiga) ajaran rumah tangga formil, materiil dan riil.
Ajaran rumah tangga formil :
Bahwa suatu daerah secara formil telah diberikan kekuasaan
untuk berotonomi (namun batas2nya tidak jelas)
Ajaran rumah tangga materiil :
Kekuasaan yang ditransfer diatur scr rinci dalam undang-undang
(terkesan seragam dan kaku)
Ajaran rumah tangga riil :
Kewenangan pangkal yang diberikan sesuai kemampuan daerah
(dapat ditambah atau berkurang)
5

UU
UU
UU
UU
UU

1/1945
22/1948
18/1965
5/1974
22/1999

ajaran rumah tangga riil


ajaran rumah tangga materiil
ajaran rumah tangga riil

UU 22/1999

Ajaran rumah tangga riil


(penjelasan Umum UU 22/1999)
Prinsip kompetensi umum (General Competence Principle)
(Pasal 7 ayat (1) UU 22/1999)

Beberapa masalah Pembagian Kewenangan Pusat Daerah :


1. Kewenangan bidang lain mnrt Pasal 7 (1) UU 2/1999 tidak cukup
diatur secara rinci dalam PP 25/2000
menimbulkan tafsiran ganda
2. Kewenangan wajib mnrt Pasal 11 (2) UU 22/1999 tidak disertai
penjelasan yang memadai.
Kewenangan wajib tsb yg dijalankan scr sektoral masih diatur
oleh berbagai per-uu-an yg tidak scr otomatis batal karena
kehadiran UU 22/1999.
UU kewenangan sektoral tsb harus dicabut, diperbaiki atau
diganti dengan UU sejenis.

3. Pengakuan Kewenangan Daerah K/K (Kepmendari 130-67/2002)


tidak cukup kuat karena keberadaan TAP MPR III/MPR/2000.
Kepmendagri tsb tidak dapat dijadikan dasar hukum dlm
penetapan Perda ttg Kewenangan Daerah K/K.

4. Fungsi Pembinaan & Pengawasan Pem. Pusat belum dilaksanakan


dengan baik dan merata
5. Penyerahan kewenangan pemerintahan yg sangat luas kepada
Daerah K/K blm diikuti dgn sumber pembiayaan yg memadai.
7

2. Dilihat dari Pola Pertanggungjawabannya

UU
UU
UU
UU
UU

5/1974 Pola Pertanggungjawaban ke atas


22/1948
1/1957
Pola Pertanggungjawaban
18/1965
ke samping
22/1999

Asumsi dasar Pola Pertanggungjawaban ke samping :


1. Kesadaran politik masyarakat sudah cukup tinggi
2. Partai Politik yang idealis
3. Adanya kepatuhan terhadap produk perundang-undangan

Orbitasi

MPR

PEMERINTAH
PUSAT

Pembinaan

Pembinaan

Pengawsan

PEMERINTAH
PROPINSI

pengawasan

DPRD

DPRD

tanggung jawab

tanggung jawab

Ket. :

Pembinaan

Pemerintah
Kecamatan

PEMERINTAH
KAB./KOTA

PEMERINTAH
DESA

Rakyat

BPD

tanggung jawab

Garis komando
Garis Penugasan

3. Dilihat dari Rentang Kendali


Penyerahan/pelimpahan kewenangan
perlu diikuti dengan pembinaan dan pengawasan yang setara.
Rentang kendali (span of control) berkaitan dengan pola
pertanggungjawaban
UU 22/1999 rentang kendalinya tidak beraturan

krn tidak ada hubungan hirarkhi


Propinsi K/K (Psl 4 (2) UU22/1999))
Berakibat :
Rentang kendali langsung Pusat Propinsi
Rentang kendali langsung Pusat K/K

Banyaknya Perda bermasalah


Tidak efektif & efisien >< Desentralisasi

10

Penjelasan Psl 4 ayat (2) UU/1999


PP 20/2001
PP 39/2001

Membuka peluang adanya pola rentang kendali


Secara berjenjang

Namun dalam praktek pemerintahan yg ada :


Pemerintah Pusat lebih banyak melakukan
Hubungan langsung dengan Daerah K/K Tanpa
melalui Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat
Sebaliknya, Daerah K/K melaporkan & meminta
petunjuk langsung ke Pemerintah Pusat tanpa
Melalui Gubernur sebagai wakil Pem. Pusat
di Daerah (berpengaruh thd posisi Gubernur)

11

4. Dilihat dari Pembinaan & Pengawasan Terhadap


Norma dan Standar
Secara umum, kewenangan pemerintahan dikelompokkan dlm
4 (empat) macam :
1). Kewenangan pengaturan
2). Kewenangan pengurusan
3). Kewenangan pembinaan
4). Kewenangan pengawasan
PP 25/2000 :
Kewenangan Pemerintah Pusat
lebih banyak pada pengaturan, pembinaan dan pengawasan
berkisar pada pembuatan kebijakan, penetapan norma,
standarisasi dan pembinaan & pengawasan.
- belum dilaksanakan scr optimal
Kewenangan pengurusan
bersifat operasional dlm bentuk pemberian pelayanan
langsung kpd masyarakat dgn jumlah & jenis yang relatif
terbatas
12

Bab VI
Pemerintahan Daerah
Pasal 18

Pembagian darah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan


bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang
dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan
dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal usul dalam daerahdaerah yang bersifat istimewa.
Perubahan kedua tahun 2000 Pasal 18 diubah dan Bab VI ditambah
dua pasal menjadi :
(1)

(2)
(3)

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi


dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
Provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah,
yang diatur dengan undang-undang;
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menuru asas otonomi dan tugas
Pembantuan;
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih
Melalui Pemilihan Umum;
13

(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala


Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara
demokratis.
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,
Kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
Sebagai urusan peemrintah pusat.
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan;
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah
diatur dalam undang-undang.

Pasal 18A

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah


provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan
kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan
dan Keragaman daerah;
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya
alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan Undang-undang.
14

Pasal 18B

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan


daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang;
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
Sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

15

Penyelenggaraan Kewenangan
Dalam Rangka Dekonsentrasi
Presiden

Gubernur
(1)
Dinas Propinsi
Yang Relevan

Menteri/
Pimpinan LPND
(2)
Perangkat
Daerah Propinsi

(3)
Unit Pelaksana
Khusus

Keterangan:

1.

2.

3.

Priode pelaksanaan Dekonsentrasi adalah Dinas Propinsi yang relevan dengan bidang yang
dilimpahkan
Perhubungan : Dinas Perhubungan
Pendidikan
: Dinas Pendidikan, dsb
Apabila Belum ada Dinas Propinsi yang relevan, Gubernur dapat menugaskan perangkat Daerah
lainnya;
Apabila Alternatif (1) dan (2) tidak tersedia, Gubernur
16
+ Direktorat ?

Tata Cara Pelimpahan Wewenang


Dalam Rangka Dekonsentrasi
a. Inisiatif dari Presiden
Presiden

Dengan Keppres
Gubernur
Usul kpd
Presiden
3

b. Inisiatif dari Menteri/Pimpinan LPND


Presiden
Keppres
4

Menteri/
Pimpinan LPND
2

IV

Gubernur

Konsultasi
Kewenangan yg
ada

Keterangan:
: Garis konsultasi
: Garis Koordinasi
: Garis Komando

17

PEMERINTAH PUSAT
MENTERI
/ PLND

MENTERI
/ PLND

KBL

5KU
IV

GUBERNUR

KDH PROPINSI

Pasal 129
UU 22/1999 Jo
Psl 5 PP 39/2001
IV

PEJABAT

DINAS
DAERAH KOP

KDH K/K

PEJABAT

DINAS
DAERAH K/K

IV ?

CAMAT

Gambar : Instansi Pemerintah di Daerah ; IV = Instansi Vertikal; PLND = Pimpinan Lembaga


18
Nondepartemen; KBU = Kewenangan Bidang Utama; KBL = Kewenangan Bidang Lain

Anda mungkin juga menyukai