Upload
Login
Signup
Share
Enamel
Embed
Like
Save
1 of 30
Share
Recommended
syokpmikotabalikpapan1,277 views
0
0
0
0
Uploaded on Dec 01, 2013
0 Comments
4 Likes
Statistics
Notes
4,837views
Post
Transcript
kematiannya sama tetapi degranulasi sel mast atau basofil terjadi tanpa
keterlibatan atau mediasi dari IgE. 3 Di Amerika Serikat, kematian akibat reaksi
anafilaksis sistemik kira-kira 1500-2000 kematian per tahun. Kasus nonfatal
lebih sering muncul, yakni sekitar 0,2 % dari populasi setiap tahunnya.
Prevalensi kunjungan ke bagian 1
berasal dari kata ana yang berarti balik dan phylaxis yang berarti perlindungan.
Dalam hal ini respons imun yang seharusnya melindungi (prophylaxis) justru
merusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari pada melindungi (antiphylaxis atau anaphylaxis).2 Syok anafilaktik adalah suatu respons
hipersensitivitas yang diperantarai oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe
I) yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat.
Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera
setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktik
merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan syok
distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi
mendadak pada pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang
dapat menyebabkan terjadinya kematian.2 II.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Reaksi anafilaksis terjadi ketika sistem imun tubuh berekasi dengan antigen yang
dianggap sebagai penyerang atau benda asing oleh tubuh. Sel darah putih
kemudian memproduksi antibodi dalm hal ini adalah IgE yang bersirkulasi pada
peredaran darah dan bereaksi dengan benda asing yang masuk. Perlekatan
antigen-antobodi ini merangsang pelepasan mediator-mediator seperti histamin
dan menyebabkan berbagai reaksi dan gejala pada berbagai organ dan jaringan. 4
Beberapa golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah
makanan, obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang, kepiting, 3
4. kerang, ikan kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan susu
adalah makanan yang biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis. Obatobatan yang bisa menyebabkan anafilaksis seperti antibiotik khususnya penisilin,
obat anestesi intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam
folat, dan lainlain. Media kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan
cuaca dingin juga bisa menyebabkan anafilaksis. 2 Table 1 : Penyebab reaksi
anafilaksis dan anafilaktoid 6 Sedangkan faktor-faktor yang diduga dapat
meningkatkan risiko anafilaksis antara lain: 3 Atopi Pada studi berbasis populasi
di Olmsted County, 53% dari pasien anafilaksis memiliki riwayat penyakit atopi.
Penelitian lain menunjukkan bahwa atopi merupakan faktor risiko untukreaksi
anfilaksis terhadap makanan, reaksi anafilaksis yang diinduksi olehlatihan fisik,
anafilaksis idiopatik, reaksi terhadap radiokontras, dan reaksi terhadap latex.
Sementara, hal ini tidak didapati pada reaksi terhadap penisilin dan gigitan
serangga. 4
Merupakan faktor risiko yang fatal berakibat fatal. Lebih dari 90% kematian
karena anafilaksis makanan terjadi pada pasien asma. Penundaan pemberian
epinefrin juga merupakan faktor risiko yang berakibat fatal. II.3 Patofisiologi
Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas
tipe I (Immediate type reaction). Reaksi hipersensitivitas tipe I diklasifikasikan
menjadi reaksi atopi dan non-atopi. Kelainan atopi biasanya menyerang kulit
atau traktus respiratorius contohnya pada rhinitis alergi, dermatitis atopi, dan
asma alergi. Kelainan hipersensitivitas non-atopi contohnya urtikaria,
angioedema, dan anafilaksis. Ketika reaksi yang terjadi ringan, maka hanya akan
menyerang kulit (urtikaria) atau jaringan subkutan (angioedema), namun ketika
reaksi yang terjadi berat maka akan berakibat menyeluruh (generalisata) dan
bersifat life-threatening medical emergency (anafilaksis).6 Mekanisme
anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan aktivasi. Fase sensitisasi
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya
oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. 5
dengan antigen yang sama sampai timbulnya gejala.2,3,5 Alergen yang masuk
lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan ditangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana
ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B
berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E
spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor permukaan sel
Mast (Mastosit) dan basofil.2,5 Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang
berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan
lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan
diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan
mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa
bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed
mediators.2,5 Gambar 1 : Patofisiologi Reaksi Anafilaksis 6
sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi
beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase
Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada
organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi,
meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi
mucus, dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF)
berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan
aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.
Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.2,5
Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya
fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan
penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti
dengan penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi
yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada
keaadan syok yang membahayakan penderita. Hipotensi dan syok dapat terjadi
sebagai akibat dari kehilangan volume intravaskular, vasodilatasi, dan disfungsi
miokard. Peningkatan permeabilitas vaskuler dapat menyebabkan pergeseran 50
% volume vaskuler ke ruang extravaskuler dalam 10 menit. 3 7
Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3 tipe dari
reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam
setelah terpapar dengan alergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam
setelah terpapar dengan alergen; serta reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam
setelah terpapar dengan alergen.7 Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal
baru menjadi berat, tetapi kadang-kadang langsung berat. Berdasarkan derajat
keluhan, anafilaksis juga dibagi dalam derajat ringan, sedang, dan berat. Derajat
ringan sering dengan keluhan kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak di
mulut dan tenggorok. Dapat juga terjadi kongesti hidung, pembengkakan
periorbital, pruritus, bersinbersin, dan mata berair. Awitan gejala-gejala dimulai
dalam 2 jam pertama setelah 8
ditambah bronkospasme dan edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk
dan mengi. Wajah kemerahan, hangat, ansietas, dan gatal-gatal juga sering
terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan. Derajat berat
mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala
yang sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat
kearah bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan sianosis. Bisa diiringi
gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan kejang-kejang. Henti
jantung dan koma jarang terjadi. Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas,
aritmia ventrikel atau renjatan yang irreversible.7,8 Gejala dapat terjadi segera
setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi pada satu atau lebih organ
target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, kulit, mata, susunan
saraf pusat dan sistem saluran kencing, dan sistem yang lain. Keluhan yang
sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam mulut, gatal
pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak, mual,
pusing, lemas dan sakit perut.2,5 Tabel 2 : Manifestasi Klinik Reaksi Anafilaksis
Organ Systems Signs and Symptoms Cardiovascular Hypotension, tachycardia,
arrhytmias Pulmonary Bronchospasm, cough, dyspnea, pulmonary edema,
laryngeal edema, hypoxia Dermatogical Urticaria, facial edema, pruritus 9
10. Pada mata terdapat hiperemi konjungtiva, edema, sekret mata yang
berlebihan. Pada rhinitis alergi dapat dijumpai allergic shiners, yaitu daerah di
bawah palpebra inferior yang menjadi gelap dan bengkak. Pada kulit terdapat
eritema, edema, gatal, urtikaria, kulit terasa hangat atau dingin, lembab/basah,
dan diaphoresis.5 Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru
menurun, penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal
nafas, dan penurunan volume tidal. Obstruksi saluran napas yang komplit adalah
penyebab kematian paling sering pada anafilaksis. Bunyi napas mengi terjadi
apabila saluran napas bawah terganggu karena bronkospasme atau edema
mukosa. 5 Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran
sampai terjadi koma merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada sistem
kardiovaskular terjadi hipotensi, takikardia, pucat, keringat dingin, tanda-tanda
iskemia otot jantung (angina), kebocoran endotel yang menyebabkan terjadinya
edema, disertai pula dengan aritmia. Sementara pada ginjal, terjadi hipoperfusi
ginjal yang mengakibatkan penurunan pengeluaran urine (oligouri atau anuri)
akibat penurunan GFR, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal
ginjal akut. 5,7 Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya
nekrosis sel sentral, peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang
timbul pada sistem gastrointestinal merupakan akibat dari edema intestinal akut
dan spasme otot polos, berupa nyeri abdomen, mual-muntah atau diare. 5,6,7 10
gangguan fungsi trombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi.
Sementara gangguan pada system neuroendokrin dan metabolik, terjadi supresi
kelenjar adrenal, resistensi insulin, disfungsi tiroid, dan perubahan status mental.
Pada keadaan syok terjadi perubahan metabolisme dari aerob menjadi anaerob
sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan piruvat. Secara histologis terjadi
keretakan antar sel, sel membengkak, disfungsi mitokondria, serta kebocoran
12. gula darah, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, feses lengkap,
menit hingga beberapa jam), yaitu keterlibatan jaringan mukosa kulit (misalnya
bintikbintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan
bibirlidah-uvula); Respiratory compromise (misalnya sesak nafas,
bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan PEF, hipoksemia); penurunan
tekanan darah atau gejala yang berkaitan (misalnya hipotonia, sinkop,
inkontinensia); dan gejala gastrointestinal yang persisten (misalnya nyeri
abdominal, kram, muntah).7 12
13. Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada
alergen yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik).
Pada bayi dan anak-anak, tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur)
atau penurunan darah sistolik lebih dari 30%. Sementara pada orang dewasa,
tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan darah sistolik lebih
dari 30% dari tekanan darah awal.7 Gambar 3 : Mekanisme Penegakan
Diagnosis 13
14. Sedangkan kriteria dari Syok Anafilaksis sebagai berikut 9: 1. Secara tiba-
tiba onsetnya dan progresfi yang cepat dari gejala - Pasien terlihat baik atau tidak
baik - Kebanyakan reaksi terjadi dalam beberapa menit, jarang reaksi terjadi
lebih lambat dari onset - Onset reaksi anfilaksis tergantung tipe trigger. Trigger
intravena akan lebih cepat onsetnya daripada sengatan, dan cenderung
disebabkan lebih cepat onsetnya dari trigger ingesti oral. - Pasien biasanya cemas
dan dapat mengalami sense of impending 2. Life-threatening Airway and/or
Breathing and/or Circulation Problems Pasien dapat mengalami masalah A atau
B atau C atau kombinasinya. Airway Problem : - Pembengkakan jalan nafas
seperti tenggorokan dan lidah membengkak (faring/laring edem). Pasien sulit
bernafas dan menelan dan merasa tenggorokan tertutup. - Suara Hoarse - Stridor,
tingginya suara inspirasi karena saluran nafas atas yang mengalami obstruksi.
Breathing Problems : - Nafas pendek, pengingkatan frekuensi nafas - Wheezing Pasien menjadi lelah - Kebingungan karena hipoksia 14
15. - Sianosis (muncul biru), ini biasanya pada late sign - Respiratory arrest
16. - Angioedema mungkin seperti urtikaria tetapi termasuk pada jaringan lebih
dalam sering pada kelopak mata dan bibir, kadang pada mulut dan tenggorokan.
II. 7 Diagnosis Banding Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik.
Gambaran klinis yang tidak spesifik dari anafilaksis mengakibatkan reaksi
tersebut sulit dibedakan dengan penyakit lainnya yang memiliki gejala yang
sama. Hal ini terjadi karena anafilaksis mempengaruhi seluruh system organ
pada tubuh manusia sebagai akibat pelepasan berbagai macam mediator dari sel
mast dan basofil, dimana masing-masing mediator tersebut memiliki afinitas
yang berbeda pada setiap reseptor pada sistem organ. Beberapa kondisi yang
menyerupai reaksi anafilaksis dan syok anafilaktik adalah reaksi vasovagal,
infark miokard akut, reaksi hipoglikemik, reaksi histeris, Carsinoid syndrome,
Chinese restaurant syndrome, asma bronkiale, dan rhinitis alergika.2,3 Reaksi
vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak
sebab lain. Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar.
Tekanan darah kadang-kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda
obstruksi saluran napas. Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi
saluran napas. Sedangkan pada reaksi histeris, tidak dijumpai adanya tanda-tanda
gagal napas, hipotensi, atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun
hanya sementara. Sedangkan tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi
anafilaksis.2,3 Carsinoid syndrome, dijumpai gejala-gejala seperti muka
kemerahan, nyeri kepala, diare, serangan sesak napas seperti asma. Chinese
restaurant syndrome, dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan
muntah pada beberapa menit setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1gr, bila
penggunaan lebih dari 5 gr bisa menyebabkan asma. Namun tekanan darah,
kecepatan denyut nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata dengan mereka yang
diberi makanan tanpa MSG.2,3 Asma bronkiale, gejala-gejalanya dapat berupa
sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas mengi (wheezing). Dan biasanya
timbul karena faktor pencetus seperti debu, aktivitas fisik, dan makanan, dan
lebih sering terjadi pada pagi hari. Rhinitis alergika, penyakit ini menyebabkan
gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung yang hilang-timbul, mata
berair yang disebabkan karena faktor pencetus seperti debu, terutama di udara
dingin.2,3 17
kemasukan alergen baik peroral maupun parenteral, maka tindakan pertama yang
paling penting dilakukan adalah mengidentifikasi dan menghentikan kontak
dengan alergen yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis. Segera baringkan
penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk
meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung
dan menaikkan tekanan darah.2,5,10 Tindakan selanjutnya adalah penilaian
airway, breathing, dan circulation dari tahapan resusitasi jantung paru untuk
memberikan kebutuhan bantuan hidup dasar. o Airway / penilaian jalan napas.
Jalan napas harus dijaga tetap bebas agar tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk
penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh
ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan triple airway
manuver yaitu ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih
aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi. o Breathing
support segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda
bernapas spontan, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok
anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi
jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas
parsial, selain ditolong 18
19. dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen 5-10
liter/menit. o Circulation support yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.2,5,10 Obatobatan Sampai sekarang adrenalin masih merupakan obat pilihan pertama untuk
mengobati syok anafilaksis. Obat ini berpengaruh untuk meningkatkan tekanan
darah, menyempitkan pembuluh darah, melebarkan bronkus, dan meningkatkan
aktivitas otot jantung. Adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamin
dan mediator lain yang poten. Mekanisme kerja adrenalin adalah meningkatkan
cAMP dalam sel mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya degranulasi
serta pelepasan histamine dan mediator lainnya. Adrenalin selalu akan dapat
menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan
kontraksi jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan
berakhir dalam waktu pendek.5,9,10 Pemberian adrenalin secara intramuskuler
pada lengan atas, paha, ataupun sekitar lesi pada sengatan serangga merupakan
pilihan pertama pada penatalaksanaan syok anafilaktik. Adrenalin memiliki
onset yang cepat setelah pemberian intramuskuler. Pada pasien dalam keadaan
syok, absorbsi intramuskuler lebih cepat dan lebih baik dari pada pemberian
subkutan. Berikan 0,5 ml larutan 1:1000 (0,3-0,5 mg) untuk orang dewasa dan
0,01 ml/kg BB untuk anak. Dosis diatas dapat diulang beberapa kali tiap 5-15
menit, sampai tekanan darah dan nadi menunjukkan perbaikan.5,9,10 19
20. Adrenalin sebaiknya tidak diberikan secara intravena kecuali pada keadaan
tertentu saja misalnya pada saat syok (mengancam nyawa) ataupun selama
anestesia. Pada saat pasien tampak sangat kesakitan serta kemampuan sirkulasi
dan absorbsi injeksi intramuskuler yang benar-benar diragukan, adrenalin
mungkin diberikan dalam injeksi intravena lambat dengan dosis 500 mcg (5ml
dari pengenceran injeksi adrenalin 1:10000) diberikan dengan kecepatan 100
mcg/menit dan dihentikan jika respon dapat dipertahankan. Pada anak-anak
dapat diberi dosis 10 mcg/kg BB(0,1 ml/kg BB dari pengenceran injeksi
adrenalin 1:10000) dengan injeksi intravena lambat selama beberapa menit.
Individu yang mempunyai resiko tinggi untuk mengalami syok anafilaksis perlu
membawa adrenalin setiap waktu dan selanjutnya perlu diajarkan cara
penyuntikkan yang benar. Pada kemasan perlu diberi label, pada kasus kolaps
yang cepat orang lain dapat memberikan adrenalin tersebut.9,10 Pengobatan
tambahan dapat diberikan pada penderita anafilaksis, obatobat yang sering
21. terapi teofilin pemakaian simetidin harus dihindari sebagai gantinya dipakai
23. seoptimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi
penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam
posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung. Kalau syok sudah teratasi,
penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diobservasi dulu selama
selama 24 jam, 6 jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik.
Hal-hal yang perlu diobservasi adalah keluhan, klinis (keadaan umum,
kesadaran, vital sign, dan produksi urine), analisa gas darah, elektrokardiografi,
dan komplikasi karena edema laring, gagal nafas, syok dan cardiac arrest.
Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan cardiovaskuler. Urtikaria
dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan, infark miokard, aborsi, dan
gagal ginjal juga pernah dilaporkan. Penderita yang telah mendapat adrenalin
lebih dari 2-3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit.10 23
dan observasi selama pemberian. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi
yang kuat dan tepat. Hindari obat-obat yang sering menyebabkan syok
anafilaktik. Catat obat penderita pada status yang menyebabkan alergi. Jelaskan
kepada penderita supaya menghindari makanan atau obat yang menyebabkan
alergi. Hal yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk
mengantisipasi reaksi anfilaksis serta adanya alat-alat bantu resusitasi
kegawatan. Desensitisasi alergen spesifik adalah pencegahan untuk kebutuhan
jangka panjang.10 25
26. II. 9 Prognosis Penanganan yang cepat, tepat, dan sesuai dengan prinsip
28. penderita bila perlu berikan terapi cairan secara intravena, observasi keadaan
Anaphylaxis dalam ABC of Allergies; 1998. BMJ. Vol 316. Hal 1442-1445. 6.
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Perioperative and Critical Care
Medicine. In: Belval B, Lebowitz H. Morgan & Mikhails Clinical
Anesthesiology. 5th edition. United States: McGraw-Hill; 2013. p. 1217-22. 7.
Sampson HA, et al. Clinical Immunology and Allergy. Margaret and Fremantle
Hospitals, Western Australia; 2006. 8. Brown SGA. Clinical Feature and
Severity Grading of Anaphylaxis. Allergy Clinical Immunology. Hobart,
Australia; 2004. p.371-376. 9. Simons FER, Camargo Jr CA. Anaphylaxis:
Rapid recognition and Treatment. In: Bochner BS. August 8, 2013. Available at:
http://www.uptodate.com/contents/anaphylaxis-rapid-recognitionand-treatment .
Accessed on October 19, 2013. 29
30. 10. Mullins RJ, Gold MS, Brown SGA. Anaphylaxis: Diagnosis and
English
Franais
Espaol
Portugus (Brasil)
Deutsch
About
Careers
Press
Blog
Terms
Privacy
Copyright
Support
Contact
Linkedin Twitter Google Plus Facebook RSS Feeds LinkedIn Corporation 2014