Anda di halaman 1dari 35

Explore

Upload

Login

Signup

Share

Enamel

Embed

Like

Save

1 of 30

Share

Recommended

Penanganan umum syokpraktikumti15,385 views

ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)Muhamad


Adam1,393 views

Makalah anafilaktifOperator Warnet Vast Raha1,183 views

Syok hipovolemikgustians14,144 views

Penatalaksaan Terkini Syok Pada Bayi Baru


Lahirmsholehkosim15,048 views

PANDUAN PRAKTIK KLINIS BAGI DOKTER DI


FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PRIMERTenri
Ashari6,842 views

HipersensitivitasLilik Sholeha2,774 views

Autoimun dan HipersensitivitasEva Apriliyana Rizki1,964 views

Imunologi; hipersensitifitasLisa Andina5,964 views

Gigitan seranggaCiluth Grunge870 views

syokpmikotabalikpapan1,277 views

Obat emergencyconesti08com14,977 views

Resusitasi jantung paruKhaka Rangga10,875 views

Dian anafilaksis AKPER PEMKAB MUNAOperator Warnet


Vast Raha693 views

Rte syokHarry Christama533 views

Overview syokFadel Muhammad Garishah242 views

Obat anastesi lokal dan umumTitis Utami5,795 views

Makalah macam2 pemberian oksigenconesti08com10,165 views

Konsep keperawatan gawat daruratBita Fadillah5,894 views

Resusitasi jantung paru pada dewasa dan anakArnas


Pamungkas20,348 views

Anatomi Fisiologi Sistem KardiovaskulerPrastuti


Waraharini42,711 views

Anafilaksi tedavisindeki yenilikler(fazlas iin


www.tipfakultesi.org)www.tipfakultesi. org880 views

Askep multipel frakturf' yagami1,552 views

Gggggggggg AKPER PEMKAB MUNAOperator Warnet Vast


Raha633 views

RingkasanDalton tabeo'Lawadang503 views

Summary Kegawatdaruratan PerinatologiSiska Fauziah1,899 views

Patofisiologi asmaAGILAN NADARAJAN454 views

Case report aspirasi corpus alienumMeilisa Italin


Hutasoit3,024 views

Asuhan keperawatan pada sistem imunitasOperator Warnet Vast


Raha421 views

Syok septik purePurwaningsih Rahayu1,306 views

Askep gawat darurat pada gigitan ularOperator Warnet Vast


Raha3,214 views

Model lasswell fixNasria Ika379 views

Ppt cs in sepsis pediatric intensive careMahesa


Suryanagara1,074 views

Askep bencana banjir 2Adi Adriansyah1,423 views

Obat kardiovaskulerJonathan London5,269 views

AntiinflamasiD'One Black20,584 views

Kedaruratan medis + snake biteKharistya Amaru556 views

RabiesDR Irene2,385 views

Acute coronary syndromeDolly Jazmi3,652 views

Miokard infarkMarito Simanungkalit4,896 views

Referat Syok Anafilaktik

Syavina Haidar Alatas


Follow

0
0
0
0
Uploaded on Dec 01, 2013

More in: Health & Medicine

0 Comments

4 Likes

Statistics

Notes

4,837views

Post

Be the first to comment

Transcript

1. BAB I PENDAHULUAN Anaphylaxis berasal dari bahasa Yunani yang


berarti Ana adalah jauh dari dan phylaxis adalah perlindungan. Jadi menurut
bahasa, Anaphylaxis berarti menghilangkan perlindungan. Definisi dari
anafilaksis sendiri adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem
organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang
merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang
sebelumnya sudah tersensitisasi. 1 Tahun 2641 SM Raja Menes, seorang Pharao
meninggal mendadak tidak lama setelah disengat tawon. Tahun 1902, Richet dan
Portier menemukan fenomena yang sama, mereka menginjeksi anjing dengan
ekstrak anemon laut, setelah beberapa lama diinjeksi ulang dengan ekstrak yangs
ama anjing itu mendadak mati. Fenomena ini mereka sebut aldquo yang berarti
anaphylaxis. Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi
kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas yang
merupakan suatu reaksi anafilaksis yang dapat berujung pada syok anafikaktik. 2
Reaksi anafilaksis merupakan reaksi alergi akut sistemik dan termasuk reaksi
Hipersensivitas Tipe I pada manusia dan mamalia pada umumnya yang
berpotensial fatal dan menimbulkan reaksi pada multiorgan yang disebabkan
oleh dilepasnya mediator-mediator inflamasi dari mast cells dan basofil. Reaksi
ini harus dibedakan dengan reaksi anafilaktoid. Gejala, terapi, dan risiko

kematiannya sama tetapi degranulasi sel mast atau basofil terjadi tanpa
keterlibatan atau mediasi dari IgE. 3 Di Amerika Serikat, kematian akibat reaksi
anafilaksis sistemik kira-kira 1500-2000 kematian per tahun. Kasus nonfatal
lebih sering muncul, yakni sekitar 0,2 % dari populasi setiap tahunnya.
Prevalensi kunjungan ke bagian 1

2. kegawatdaruratan kira-kira 2 per 10.000 penduduk sampai 5 per 10.000

penduduk. Neugut et al memperkirakan bahwa 1-15 % dari populasi Amerika


Serikat berada dalam risiko mendapatkan reaksi anafilaktik atau reaksi
anafilaktoid. Lebih lanjut, mereka memperkirakan rata-rata reaksi anafilaksis
akibat makanan adalah 0,0004%, 0,7-10% untuk penisilin, 0,22-1% untuk media
radiokontras, dan 0,55% untuk gigitan serangga. 3 2

3. BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Secara harafiah, anafilaksis

berasal dari kata ana yang berarti balik dan phylaxis yang berarti perlindungan.
Dalam hal ini respons imun yang seharusnya melindungi (prophylaxis) justru
merusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari pada melindungi (antiphylaxis atau anaphylaxis).2 Syok anafilaktik adalah suatu respons
hipersensitivitas yang diperantarai oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe
I) yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat.
Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-antibodi yang timbul segera
setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok anafilaktik
merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan syok
distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi
mendadak pada pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang
dapat menyebabkan terjadinya kematian.2 II.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Reaksi anafilaksis terjadi ketika sistem imun tubuh berekasi dengan antigen yang
dianggap sebagai penyerang atau benda asing oleh tubuh. Sel darah putih

kemudian memproduksi antibodi dalm hal ini adalah IgE yang bersirkulasi pada
peredaran darah dan bereaksi dengan benda asing yang masuk. Perlekatan
antigen-antobodi ini merangsang pelepasan mediator-mediator seperti histamin
dan menyebabkan berbagai reaksi dan gejala pada berbagai organ dan jaringan. 4
Beberapa golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah
makanan, obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang, kepiting, 3

4. kerang, ikan kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan susu

adalah makanan yang biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis. Obatobatan yang bisa menyebabkan anafilaksis seperti antibiotik khususnya penisilin,
obat anestesi intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam
folat, dan lainlain. Media kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan
cuaca dingin juga bisa menyebabkan anafilaksis. 2 Table 1 : Penyebab reaksi
anafilaksis dan anafilaktoid 6 Sedangkan faktor-faktor yang diduga dapat
meningkatkan risiko anafilaksis antara lain: 3 Atopi Pada studi berbasis populasi
di Olmsted County, 53% dari pasien anafilaksis memiliki riwayat penyakit atopi.
Penelitian lain menunjukkan bahwa atopi merupakan faktor risiko untukreaksi
anfilaksis terhadap makanan, reaksi anafilaksis yang diinduksi olehlatihan fisik,
anafilaksis idiopatik, reaksi terhadap radiokontras, dan reaksi terhadap latex.
Sementara, hal ini tidak didapati pada reaksi terhadap penisilin dan gigitan
serangga. 4

5. Cara dan waktu pemberian Berpengaruh terhadap terjadinya reaksi

anafilaksis. Pemberian secara oral lebih sedikit kemungkinannya menimbulkan


reaksi dan kalaupun ada biasanya tidak berat, meskipun reaksi fatal dapat terjadi
pada seseorang yang memang alergi setelahmenelan makanan. Selain itu,
semakin lama interval pajanan pertama dan kedua, semakin kecil kemungkinan
reaksi anafilaksis akan muncul kembali. Hal ini berhubungan dengan
katabolisme dan penurunan sintesis dari IgE spesifik seiring waktu. Asma

Merupakan faktor risiko yang fatal berakibat fatal. Lebih dari 90% kematian
karena anafilaksis makanan terjadi pada pasien asma. Penundaan pemberian
epinefrin juga merupakan faktor risiko yang berakibat fatal. II.3 Patofisiologi
Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas
tipe I (Immediate type reaction). Reaksi hipersensitivitas tipe I diklasifikasikan
menjadi reaksi atopi dan non-atopi. Kelainan atopi biasanya menyerang kulit
atau traktus respiratorius contohnya pada rhinitis alergi, dermatitis atopi, dan
asma alergi. Kelainan hipersensitivitas non-atopi contohnya urtikaria,
angioedema, dan anafilaksis. Ketika reaksi yang terjadi ringan, maka hanya akan
menyerang kulit (urtikaria) atau jaringan subkutan (angioedema), namun ketika
reaksi yang terjadi berat maka akan berakibat menyeluruh (generalisata) dan
bersifat life-threatening medical emergency (anafilaksis).6 Mekanisme
anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan aktivasi. Fase sensitisasi
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya
oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. 5

6. Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan ulang

dengan antigen yang sama sampai timbulnya gejala.2,3,5 Alergen yang masuk
lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan ditangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana
ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B
berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E
spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor permukaan sel
Mast (Mastosit) dan basofil.2,5 Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang
berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan
lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan
diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan
mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa

bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed
mediators.2,5 Gambar 1 : Patofisiologi Reaksi Anafilaksis 6

7. Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran

sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi
beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase
Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada
organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi,
meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi
mucus, dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF)
berefek bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan
aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.
Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.2,5
Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya
fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan
penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti
dengan penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi
yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada
keaadan syok yang membahayakan penderita. Hipotensi dan syok dapat terjadi
sebagai akibat dari kehilangan volume intravaskular, vasodilatasi, dan disfungsi
miokard. Peningkatan permeabilitas vaskuler dapat menyebabkan pergeseran 50
% volume vaskuler ke ruang extravaskuler dalam 10 menit. 3 7

8. Gambar 2 : Patofisiologi Reaksi Anafilaksis II.4 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3 tipe dari
reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam
setelah terpapar dengan alergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam

setelah terpapar dengan alergen; serta reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam
setelah terpapar dengan alergen.7 Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal
baru menjadi berat, tetapi kadang-kadang langsung berat. Berdasarkan derajat
keluhan, anafilaksis juga dibagi dalam derajat ringan, sedang, dan berat. Derajat
ringan sering dengan keluhan kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak di
mulut dan tenggorok. Dapat juga terjadi kongesti hidung, pembengkakan
periorbital, pruritus, bersinbersin, dan mata berair. Awitan gejala-gejala dimulai
dalam 2 jam pertama setelah 8

9. pemajanan. Derajat sedang dapat mencakup semua gejala-gejala ringan

ditambah bronkospasme dan edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk
dan mengi. Wajah kemerahan, hangat, ansietas, dan gatal-gatal juga sering
terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan. Derajat berat
mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala
yang sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat
kearah bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan sianosis. Bisa diiringi
gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan kejang-kejang. Henti
jantung dan koma jarang terjadi. Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas,
aritmia ventrikel atau renjatan yang irreversible.7,8 Gejala dapat terjadi segera
setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi pada satu atau lebih organ
target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, kulit, mata, susunan
saraf pusat dan sistem saluran kencing, dan sistem yang lain. Keluhan yang
sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam mulut, gatal
pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak, mual,
pusing, lemas dan sakit perut.2,5 Tabel 2 : Manifestasi Klinik Reaksi Anafilaksis
Organ Systems Signs and Symptoms Cardiovascular Hypotension, tachycardia,
arrhytmias Pulmonary Bronchospasm, cough, dyspnea, pulmonary edema,
laryngeal edema, hypoxia Dermatogical Urticaria, facial edema, pruritus 9

10. Pada mata terdapat hiperemi konjungtiva, edema, sekret mata yang

berlebihan. Pada rhinitis alergi dapat dijumpai allergic shiners, yaitu daerah di
bawah palpebra inferior yang menjadi gelap dan bengkak. Pada kulit terdapat
eritema, edema, gatal, urtikaria, kulit terasa hangat atau dingin, lembab/basah,
dan diaphoresis.5 Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru
menurun, penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal
nafas, dan penurunan volume tidal. Obstruksi saluran napas yang komplit adalah
penyebab kematian paling sering pada anafilaksis. Bunyi napas mengi terjadi
apabila saluran napas bawah terganggu karena bronkospasme atau edema
mukosa. 5 Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran
sampai terjadi koma merupakan gangguan pada susunan saraf pusat. Pada sistem
kardiovaskular terjadi hipotensi, takikardia, pucat, keringat dingin, tanda-tanda
iskemia otot jantung (angina), kebocoran endotel yang menyebabkan terjadinya
edema, disertai pula dengan aritmia. Sementara pada ginjal, terjadi hipoperfusi
ginjal yang mengakibatkan penurunan pengeluaran urine (oligouri atau anuri)
akibat penurunan GFR, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya gagal
ginjal akut. 5,7 Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya
nekrosis sel sentral, peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang
timbul pada sistem gastrointestinal merupakan akibat dari edema intestinal akut
dan spasme otot polos, berupa nyeri abdomen, mual-muntah atau diare. 5,6,7 10

11. Depresi sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya koagulopati,

gangguan fungsi trombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi.
Sementara gangguan pada system neuroendokrin dan metabolik, terjadi supresi
kelenjar adrenal, resistensi insulin, disfungsi tiroid, dan perubahan status mental.
Pada keadaan syok terjadi perubahan metabolisme dari aerob menjadi anaerob
sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan piruvat. Secara histologis terjadi
keretakan antar sel, sel membengkak, disfungsi mitokondria, serta kebocoran

sel.5,7 II.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium jarang diperlukan


untuk membantu menentukan diagnosis pada reaksi anafilaktik karena reaksi
anafilaksis umumnya didiagnosis secara klinis, namun jika diperlukan penegasan
diagnosis terutama pada sindrom yang berulang atau untuk mengeliminasi
kelainan lainnya, maka pemeriksaan penunjang ini menjadi salah satu indikasi.
Hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya
dengan IgE total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan lain yang
lebih bermakna yaitu IgE spesifik dengan RAST (radioimmunosorbent test) atau
ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay test ), namun memerlukan biaya
yang mahal.2,3,5 Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari
alergen penyebab yaitu denganuji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan
uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point titration/
SET). Pemeriksaan lainnya antara lain analisa gas darah, elektrolit, dan 11

12. gula darah, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, feses lengkap,

elektrokardiografi, rontgen thorak, dan lain-lain.2,5 II.6 Diagnosis Pada pasien


dengan reaksi anafilaksis biasanya dijumpai keluhan 2 organ atau lebih setelah
terpapar dengan alergen tertentu. Untuk membantu menegakkan diagnosis maka
American Academy of Allergy, Asthma and Immunology telah membuat suatu
kriteria.7 Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit (beberapa menit
hingga beberapajam) dengan terlibatnya kulit, jaringan mukosa atau keduaduanya (misalnya bintik-bintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus,
kemerahan, pembengkakan bibir, lidah, uvula), dan salah satu dari respiratory
compromise (misalnya sesak nafas, bronkospasme, stridor, wheezing ,
penurunan PEF, hipoksemia) dan penurunan tekanan darah atau gejala yang
berkaitan dengan disfungsi organ sasaran (misalnya hipotonia, sinkop,
inkontinensia).7 Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara
mendadak setelah terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut (beberapa

menit hingga beberapa jam), yaitu keterlibatan jaringan mukosa kulit (misalnya
bintikbintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan
bibirlidah-uvula); Respiratory compromise (misalnya sesak nafas,
bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan PEF, hipoksemia); penurunan
tekanan darah atau gejala yang berkaitan (misalnya hipotonia, sinkop,
inkontinensia); dan gejala gastrointestinal yang persisten (misalnya nyeri
abdominal, kram, muntah).7 12

13. Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada

alergen yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik).
Pada bayi dan anak-anak, tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur)
atau penurunan darah sistolik lebih dari 30%. Sementara pada orang dewasa,
tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan darah sistolik lebih
dari 30% dari tekanan darah awal.7 Gambar 3 : Mekanisme Penegakan
Diagnosis 13

14. Sedangkan kriteria dari Syok Anafilaksis sebagai berikut 9: 1. Secara tiba-

tiba onsetnya dan progresfi yang cepat dari gejala - Pasien terlihat baik atau tidak
baik - Kebanyakan reaksi terjadi dalam beberapa menit, jarang reaksi terjadi
lebih lambat dari onset - Onset reaksi anfilaksis tergantung tipe trigger. Trigger
intravena akan lebih cepat onsetnya daripada sengatan, dan cenderung
disebabkan lebih cepat onsetnya dari trigger ingesti oral. - Pasien biasanya cemas
dan dapat mengalami sense of impending 2. Life-threatening Airway and/or
Breathing and/or Circulation Problems Pasien dapat mengalami masalah A atau
B atau C atau kombinasinya. Airway Problem : - Pembengkakan jalan nafas
seperti tenggorokan dan lidah membengkak (faring/laring edem). Pasien sulit
bernafas dan menelan dan merasa tenggorokan tertutup. - Suara Hoarse - Stridor,
tingginya suara inspirasi karena saluran nafas atas yang mengalami obstruksi.

Breathing Problems : - Nafas pendek, pengingkatan frekuensi nafas - Wheezing Pasien menjadi lelah - Kebingungan karena hipoksia 14

15. - Sianosis (muncul biru), ini biasanya pada late sign - Respiratory arrest

Circulation Problems: - Tanda syok, pucat, berkeringat. - Peningkatan frekuensi


nadi (takikardi) - Tekanan darah rendah (hipotensi), merasa ingin jatuh
(dizziness), kolaps. - Penurunan tingkat kesadaran atau kehilangan kesadaran Anafilaksi dapat menyebabkan iskemik myokardial dan ECG berubah walaupun
individu dengan normal arteri kononer. - Cardiac arrest 3. Perubahan Kulit
dan/atau Mukosa Sering muncul gambaran pertama dan muncul lebih dari 80%
dari reaksi anafilaksis. - Dapat berlangsung halus atau secara dramatis. Mungkin hanya perubahan kulit, hanya perubahan mukosa, atau keduanya Mungkin eritema setengahnya atau secara general, rash merah. - Mungkin
urtikaria yang muncul dimana saja pada tubuh, berwarna pucar, merah muda,
atau merah dan mungkin menunjukan seperti sengatan. 15

16. - Angioedema mungkin seperti urtikaria tetapi termasuk pada jaringan lebih

dalam sering pada kelopak mata dan bibir, kadang pada mulut dan tenggorokan.
II. 7 Diagnosis Banding Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik.
Gambaran klinis yang tidak spesifik dari anafilaksis mengakibatkan reaksi
tersebut sulit dibedakan dengan penyakit lainnya yang memiliki gejala yang
sama. Hal ini terjadi karena anafilaksis mempengaruhi seluruh system organ
pada tubuh manusia sebagai akibat pelepasan berbagai macam mediator dari sel
mast dan basofil, dimana masing-masing mediator tersebut memiliki afinitas
yang berbeda pada setiap reseptor pada sistem organ. Beberapa kondisi yang
menyerupai reaksi anafilaksis dan syok anafilaktik adalah reaksi vasovagal,
infark miokard akut, reaksi hipoglikemik, reaksi histeris, Carsinoid syndrome,
Chinese restaurant syndrome, asma bronkiale, dan rhinitis alergika.2,3 Reaksi
vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak

pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik,


pada reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun
tekanan darahnya turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak terlalu
rendah seperti anafilaktik. Sementara infark miokard akut, gejala yang menonjol
adalah nyeri dada, dengan atau tanpa penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti
rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan
pada anafilaktik tidak ada nyeri dada.2,3 16

17. Reaksi hipoglikemik, disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau

sebab lain. Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar.
Tekanan darah kadang-kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda
obstruksi saluran napas. Sedangkan pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi
saluran napas. Sedangkan pada reaksi histeris, tidak dijumpai adanya tanda-tanda
gagal napas, hipotensi, atau sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun
hanya sementara. Sedangkan tanda-tanda diatas dijumpai pada reaksi
anafilaksis.2,3 Carsinoid syndrome, dijumpai gejala-gejala seperti muka
kemerahan, nyeri kepala, diare, serangan sesak napas seperti asma. Chinese
restaurant syndrome, dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan
muntah pada beberapa menit setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1gr, bila
penggunaan lebih dari 5 gr bisa menyebabkan asma. Namun tekanan darah,
kecepatan denyut nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata dengan mereka yang
diberi makanan tanpa MSG.2,3 Asma bronkiale, gejala-gejalanya dapat berupa
sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas mengi (wheezing). Dan biasanya
timbul karena faktor pencetus seperti debu, aktivitas fisik, dan makanan, dan
lebih sering terjadi pada pagi hari. Rhinitis alergika, penyakit ini menyebabkan
gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung yang hilang-timbul, mata
berair yang disebabkan karena faktor pencetus seperti debu, terutama di udara
dingin.2,3 17

18. II. 8 Penatalaksanaan Jika terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah

kemasukan alergen baik peroral maupun parenteral, maka tindakan pertama yang
paling penting dilakukan adalah mengidentifikasi dan menghentikan kontak
dengan alergen yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis. Segera baringkan
penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk
meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung
dan menaikkan tekanan darah.2,5,10 Tindakan selanjutnya adalah penilaian
airway, breathing, dan circulation dari tahapan resusitasi jantung paru untuk
memberikan kebutuhan bantuan hidup dasar. o Airway / penilaian jalan napas.
Jalan napas harus dijaga tetap bebas agar tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk
penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh
ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan triple airway
manuver yaitu ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih
aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi. o Breathing
support segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda
bernapas spontan, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok
anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi
jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas
parsial, selain ditolong 18

19. dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen 5-10

liter/menit. o Circulation support yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.2,5,10 Obatobatan Sampai sekarang adrenalin masih merupakan obat pilihan pertama untuk
mengobati syok anafilaksis. Obat ini berpengaruh untuk meningkatkan tekanan
darah, menyempitkan pembuluh darah, melebarkan bronkus, dan meningkatkan
aktivitas otot jantung. Adrenalin bekerja sebagai penghambat pelepasan histamin

dan mediator lain yang poten. Mekanisme kerja adrenalin adalah meningkatkan
cAMP dalam sel mast dan basofil sehingga menghambat terjadinya degranulasi
serta pelepasan histamine dan mediator lainnya. Adrenalin selalu akan dapat
menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan memicu denyut dan
kontraksi jantung sehingga menimbulkan tekanan darah naik seketika dan
berakhir dalam waktu pendek.5,9,10 Pemberian adrenalin secara intramuskuler
pada lengan atas, paha, ataupun sekitar lesi pada sengatan serangga merupakan
pilihan pertama pada penatalaksanaan syok anafilaktik. Adrenalin memiliki
onset yang cepat setelah pemberian intramuskuler. Pada pasien dalam keadaan
syok, absorbsi intramuskuler lebih cepat dan lebih baik dari pada pemberian
subkutan. Berikan 0,5 ml larutan 1:1000 (0,3-0,5 mg) untuk orang dewasa dan
0,01 ml/kg BB untuk anak. Dosis diatas dapat diulang beberapa kali tiap 5-15
menit, sampai tekanan darah dan nadi menunjukkan perbaikan.5,9,10 19

20. Adrenalin sebaiknya tidak diberikan secara intravena kecuali pada keadaan

tertentu saja misalnya pada saat syok (mengancam nyawa) ataupun selama
anestesia. Pada saat pasien tampak sangat kesakitan serta kemampuan sirkulasi
dan absorbsi injeksi intramuskuler yang benar-benar diragukan, adrenalin
mungkin diberikan dalam injeksi intravena lambat dengan dosis 500 mcg (5ml
dari pengenceran injeksi adrenalin 1:10000) diberikan dengan kecepatan 100
mcg/menit dan dihentikan jika respon dapat dipertahankan. Pada anak-anak
dapat diberi dosis 10 mcg/kg BB(0,1 ml/kg BB dari pengenceran injeksi
adrenalin 1:10000) dengan injeksi intravena lambat selama beberapa menit.
Individu yang mempunyai resiko tinggi untuk mengalami syok anafilaksis perlu
membawa adrenalin setiap waktu dan selanjutnya perlu diajarkan cara
penyuntikkan yang benar. Pada kemasan perlu diberi label, pada kasus kolaps
yang cepat orang lain dapat memberikan adrenalin tersebut.9,10 Pengobatan
tambahan dapat diberikan pada penderita anafilaksis, obatobat yang sering

dimanfaatkan adalah antihistamin, kortikosteroid, dan bronkodilator. Pemberian


antihistamin berguna untuk menghambat proses vasodilatasi dan peningkatan
peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan oleh pelepasan mediator
dengan cara menghambat pada tempat reseptor-mediator tetapi bukan bukan
merupakan obat pengganti adrenalin. Tergantung beratnya penyakit, antihistamin
dapat diberikan oral atau parenteral. Pada keadaan anafilaksis berat antihistamin
dapat diberikan intravena. Untuk AH2 seperti simetidin (300 mg) atau ranitidin
(150mg) harus diencerkan dengan 20 ml NaCl 0,9% dan diberikan dalam waktu
5 menit. Bila penderita mendapatkan 20

21. terapi teofilin pemakaian simetidin harus dihindari sebagai gantinya dipakai

ranitidin. Antihistamin yang juga dapat diberikan adalah dipenhidramin


intravena 50 mg secara pelan-pelan (5-10 menit), diulang tiap 6 jam selama 48
jam.9,10 Kortikosteroid digunakan untuk menurunkan respon keradangan,
kortikosteroid tidak banyak membantu pada tata laksana akut anafilaksis dan
hanya digunakan pada reaksi sedang hingga berat untuk memperpendek episode
anafilaksis atau mencegah anafilaksis berulang. Glukokortikoid intravena baru
diharapkan menjadi efektif setelah 4-6 jam pemberian. Metilprednisolon 125 mg
intravena dpt diberikan tiap 4-6 jam sampai kondisi pasien stabil (yang biasanya
tercapai setelah 12 jam), atau hidrokortison intravena 7-10 mg/Kg BB,
dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB setiap 6 jam, atau deksametason 2-6 mg/kg
BB.9,10 Apabila terjadi bronkospasme yang menetap diberikan aminofilin
intravena 4-7 mg/KgBB selama 10-20 menit, dapat diikuti dengan infus 0,6
mg/Kg BB/jam, atau aminofilin 5-6mg/Kg BB yang diencerkan dalam 20 cc
dextrosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan perlahan-lahan sekitar 15 menit.
Pilihan yang lain adalah bronkodilator aerosol (terbutalin, salbutamol). Larutan
salbutamol atau agonis 2 yang lain sebanyak 0,25 cc-0,5 cc dalam 2-4 ml NaCl
0,99% diberikan melalui nebulisasi.9,10 Apabila tekanan darah tidak naik

dengan pemberian cairan, dapat diberikan vasopresor melalui cairan infus


intravena. Larutan 1 ml epineprin 1:1000 dalam 250 ml dextrose (konsentrasi 4
mg/ml) diberikan dengan infus 1-4 mg/menit atau 15-60 mikrodrip/menit
(dengan infus mikrodrip), bila diperlukan dosis dapat dinaikan sampai dosis
maksimum 10 mg/ml, atau aramin 2-5 mg 21

22. bolus IV pelan-pelan, atau levarterenol bitartrat 4-8 mg/liter dengan

dekstrosa 5% dengan kecepatan 2ml/menit, atau Dopamin 0,3-1,2 mg/Kg


BB/jam secara infus dengan dextrose 5%. 9,10 Terapi Cairan. Bila tekanan darah
tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi hipovolemia
akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam
mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah
dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara
larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan mengingat terjadinya peningkatan
permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan
kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari perkiraan kekurangan volume
plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan
cairan 20-40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid,
dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume
plasma.10 Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan
pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume
intravaskuler, volume nterstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti
plasma berguna untuk meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler. 10
Observasi Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok
anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan.
Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian harus
22

23. seoptimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi

penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam
posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung. Kalau syok sudah teratasi,
penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diobservasi dulu selama
selama 24 jam, 6 jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik.
Hal-hal yang perlu diobservasi adalah keluhan, klinis (keadaan umum,
kesadaran, vital sign, dan produksi urine), analisa gas darah, elektrokardiografi,
dan komplikasi karena edema laring, gagal nafas, syok dan cardiac arrest.
Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan cardiovaskuler. Urtikaria
dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan, infark miokard, aborsi, dan
gagal ginjal juga pernah dilaporkan. Penderita yang telah mendapat adrenalin
lebih dari 2-3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit.10 23

24. Gambar 4 : Algoritme Resusitasi Syok Anafilaksis 24

25. Pencegahan Pencegahan merupakan langkah terpenting dalam

penetalaksanaan syok anafilaktik terutama yang disebabkan oleh obat-obatan.


Melakukan anamnesis riwayat alergi penderita dengan cermat akan sangat
membantu menentukan etiologi dan faktor risiko anafilaksis. Individu yang
mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi
terhadap banyak obat, mempunyai resiko lebih tinggi terhadap kemungkinan
terjadinya syok anafilaktik.10 Melakukan skin test bila perlu juga penting,
namun perlu diperhatian bahwa tes kulit negatif pada umumnya penderita dapat
mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita
tidak akan mengalami reaksi anafilaksis. Orang dengan tes kulit negatif dan
mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1-3%
dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit
positif.10 Dalam pemberian obat juga harus berhati-hati, encerkan obat bila
pemberian dengan jalur subkutan, intradermal, intramuskular, ataupun intravena

dan observasi selama pemberian. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi
yang kuat dan tepat. Hindari obat-obat yang sering menyebabkan syok
anafilaktik. Catat obat penderita pada status yang menyebabkan alergi. Jelaskan
kepada penderita supaya menghindari makanan atau obat yang menyebabkan
alergi. Hal yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk
mengantisipasi reaksi anfilaksis serta adanya alat-alat bantu resusitasi
kegawatan. Desensitisasi alergen spesifik adalah pencegahan untuk kebutuhan
jangka panjang.10 25

26. II. 9 Prognosis Penanganan yang cepat, tepat, dan sesuai dengan prinsip

kegawatdaruratan, reaksi anafilaksis jarang menyebabkan kematian. Namun


reaksi anafilaksis tersebut dapat kambuh kembali akibat paparan antigen spesifik
yang sama. Maka dari itu perlu dilakukan observasi setelah terjadinya serangan
anafilaksis untuk mengantisipasi kerusakan sistem organ yang lebih luas lagi.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis dari reaksi anafilaksis
yang akan menentukan tingkat keparahan dari reaksi tersebut, yaitu umur, tipe
alergen, atopi, penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronis, asma,
keseimbangan asam basa dan elektrolit, obat-obatan yang dikonsumsi seperti blocker dan ACE Inhibitor, serta interval waktu dari mulai terpajan oleh alergen
sampai penanganan reaksi anafilaksis dengan injeksi adrenalin. 26

27. BAB III KESIMPULAN Syok anafilaktik adalah suatu respons

hipersensitivitas yang diperantarai oleh Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe


I) yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat.
Syok anafilaktik memang jarang dijumpai, tetapi mempunyai angka mortalitas
yang sangat tinggi. Beberapa golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi
anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, dan bisa atau racun serangga. Faktor
yang diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya anafilaksis, yaitu sifat alergen,
jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan alergen.

Anafilaksis dikelompokkan dalam reaksi hipersensitivitas tipe I, terdiri dari fase


sensitisasi dan aktivasi yang berujung pada vasodilatasi pembuluh darah yang
mendadak, keaadaan ini disebut syok anafilaktik. Manifestasi klinis anafilaksis
sangat bervariasi. Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal kemudian
menjadi berat, tetapi kadang-kadang langsung berat yang dapat terjadi pada satu
atau lebih organ target. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang yang baik
akan membantu seorang dokter dalam mendiagnosis suatu syok anafilaktik.
Penatalaksanaan syok anfilaktik harus cepat dan tepat mulai dari hentikan
allergen yang menyebabkan reaksi anafilaksis; baringkan penderita dengan kaki
diangkat lebih tinggi dari kepala; penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi
jantung paru; pemberian adrenalin dan obat-obat yang lain sesuai dosis;
monitoring keadaan hemodinamik 27

28. penderita bila perlu berikan terapi cairan secara intravena, observasi keadaan

penderita bila perlu rujuk ke rumah sakit. Pencegahan merupakan langkah


terpenting dalam penetalaksanaan syok anafilaktik terutama yang disebabkan
oleh obat-obatan. Apabila ditangani secara cepat dan tepat sesuai dengan kaedah
kegawatdaruratan, reaksi anafilaksis jarang menyebabkan kematian. 28

29. DAFTAR PUSTAKA 1. Anonym. Anafilaksis (Reaksi Alergi Akut). 2009.

Available at: http://medicastore.com/penyakit/150/Anafilaksis_reaksi_alergi_ak


ut.html . Accessed on October 18, 2013. 2. Longecker, DE. Anaphylactic
Reaction and Anesthesia dalam Anesthesiology. 2008; Chapter 88, hal 19481963. 3. Mustafa, SS. Anaphylaxis. April 8, 2013. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/135065-overview . Accessed on October
18, 2013. 4. Balentine, JR. Severe Allergic Reaction (Anaphylactic Shock).
2008. Available at:
http://www.emedicinehealth.com/severe_allergic_reaction_anaphy
lactic_shock/page2_em.htm . Accessed on October 18, 2013. 5. Ewan, PW.

Anaphylaxis dalam ABC of Allergies; 1998. BMJ. Vol 316. Hal 1442-1445. 6.
Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Perioperative and Critical Care
Medicine. In: Belval B, Lebowitz H. Morgan & Mikhails Clinical
Anesthesiology. 5th edition. United States: McGraw-Hill; 2013. p. 1217-22. 7.
Sampson HA, et al. Clinical Immunology and Allergy. Margaret and Fremantle
Hospitals, Western Australia; 2006. 8. Brown SGA. Clinical Feature and
Severity Grading of Anaphylaxis. Allergy Clinical Immunology. Hobart,
Australia; 2004. p.371-376. 9. Simons FER, Camargo Jr CA. Anaphylaxis:
Rapid recognition and Treatment. In: Bochner BS. August 8, 2013. Available at:
http://www.uptodate.com/contents/anaphylaxis-rapid-recognitionand-treatment .
Accessed on October 19, 2013. 29

30. 10. Mullins RJ, Gold MS, Brown SGA. Anaphylaxis: Diagnosis and

Management. 2006. Available at: https://www.mja.com.au/journal/2006/185/5/2anaphylaxisdiagnosis-and-management . Accessed on October 19, 2013. 30

English

Franais

Espaol

Portugus (Brasil)

Deutsch

About

Careers

Developers & API

Press

Blog

Terms

Privacy

Copyright

Support

Contact

Linkedin Twitter Google Plus Facebook RSS Feeds LinkedIn Corporation 2014

Anda mungkin juga menyukai