Disusun Oleh :
Kelompok B1
JURUSAN FARMASI
YOGYAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Dapat melakukan uji aktivitas antimikrobia dengan menggunakan metode difusi cara cakram kertas
(disk method).
Resistensi terhadap antibiotika adalah fenomena yang alami. Bila suatu antibiotika digunakan,
bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotika tersebut memiliki kesempatan yang lebih
besar untuk dapat terus hidup daripada bakteri lain yang lebih rentan. Bakteri yang rentan akan
dapat dibasmi atau dihambat pertumbuhannya oleh suatu antibiotika, menghasilkan suatu tekanan
selektif terhadap bakteri lain yang masih bertahan hidup untuk menciptakan turunan yang resisten
terhadap antibiotika. Namun demikian, bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotika
dalam jumlah yang sangat tinggi sekarang ini disebabkan karena adanya penyalahgunaan dan
penggunaan antibiotika secara berlebihan. Di beberapa negara dan melalui internet, antibiotik dapat
dibeli tanpa adanya resep dokter. Pasien kadang-kadang minum antibiotik meskipun ia tidak
membutuhkannya, untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti selesma(1).
Bahaya resistensi antibiotika merupakan salah satu masalah yang dapat mengancam kesehatan
masyarakat. Hampir semua jenis bakteri saat ini menjadi lebih kuat dan kurang responsif terhadap
pengobatan antibiotika. Bakteri yang telah mengalami resistensi terhadap antibiotika ini dapat
menyebar ke anggota keluarga, teman ataupun tetangga lain sehingga mengancam masyarakat akan
hadirnya jenis penyakit infeksi baru yang lebih sulit untuk diobati dan lebih mahal juga biaya
pengobatannya(2).
Antibiotika atau dikenal juga sebagai obat anti bakteri adalah obat yang digunakan untuk mengobati
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Alexander Fleming pada tahun 1927 menemukan
antibiotika yang pertama yaitu penisilin. Setelah mulai digunakan secara umum pada tahun 1940,
maka antibiotika bisa dibilang merubah dunia pengobatan serta mengurangi angka kesakitan &
kematian yang disebabkan oleh penyakit infeksi secara dramatis(1).
Resistensi antibiotik adalah kemampuan dari bakteri atau mikroorganisme lain untuk menahan efek
antibiotic. Resistensi antibiotic terjadi ketika bakteri dapat merubah diri sedemikian rupa hingga
dapat mengurangi efektifitas dari suatu obat, bahan kimia ataupun zat lain yang sebelumnya
dimaksudkan untuk menyembuhkan atau mencegah penyakit infeksi. Akibatnya bakteri tersebut
dapat bertahan hidup dan bereproduksi sehingga makin membahayakan. Bakteri tersebut dapat
membentuk ketahanan khusus terhadap suatu jenis antibiotika tertentu, sehingga membahayakan
orang yang terkena penyakit tersebut. Kesalahpahaman yang sering terjadi di masyarakat adanya
anggapan bahwa yang resisiten terhadap obat tertentu adalah tubuh orang, padahal sebenasrnya
bakteri yanag ada di dalam tubuh tersebutlah yang menjadi resisten terhadap pengobatan, bukan
tubuhnya(2).
Antibiotik menghentikan atau mengganggu sejumlah proses seluler sehari-hari yang mengandalkan
bakteri untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup, seperti:
melumpuhkan produksi dinding sel bakteri yang melindungi sel dari lingkungan eksternal
mengganggu sintesis protein dengan mengikat mesin yang membangun protein, asam amino dengan
asam amino
mendatangkan malapetaka dengan proses metabolisme, seperti sintesis asam folat, sebuah vitamin
B yang dibutuhkan bakteri untuk berkembang
memblokir sintesis DNA dan RNA (1)
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai indikator pengujian. Dalam hal ini
mikroorganisme digunakan sebagai penentu konsentrasi komponen tertentu pada campuran
kompleks kimia, untuk mendiaknosis penyakit tertentu tertentu, serta untuk menguji bahan kimia
guna menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan. Macam-macam uji yang dapat
dilakukan adalah uji antibiotik/antimikroba, bioautografi, uji vitamin dan asam amino, uji ames, dan
penggunaan mikroorganisme sebagai model metabolisme obat mamalia (4).
Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efesien.
Terdapat bermacam-macam metode uji antimikroba seperti yang dijelaskan berikut ini:
Metode difusi
Metode disc diffusion (tes Kirby dan Bauer) untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan
yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang
akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan
pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba permukaan media agar. (lihat gambar)
E-test
Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory concentration) atau KHM
(kadar hambat minimum), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat
menghabat pertumbuhan mikroorganisme.
Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah
hingga tertinggi dan diletakkan permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme.
Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen
antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar.(lihat gambar)
Ditch-plate technique
Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan
cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba
uji ( maksimum 6 macam ) digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba.
Cup-plate technique
metode ini serupa dengan mitode disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah
ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.
Gradient-plate technique
Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara teoretis bervariasi dari 0
hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dihitung
diatasnya.
Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan
media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi
tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme
maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan.
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media mg/mL atau /mL,
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat dari lingkungan padat dan cair
faktor difusi agen antimikroba dapat mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat(4).
BAB II
METODE PERCOBAAN
2.1.
Alat :
Tabung reaksi
Cawan petri
Mikro pipet
Erlenmeyer
Beaker glass
Autoclave
Lampu spiritus
Bahan :
Nutrient agar
Sulfametoksazon
2.2.
CARA KERJA
Disiapkan mikroba uji yang akan digunakan (mikroba uji dari hasil persiapan pada praktikum
sebelumnya)
Media nutrient agar, yellow & blue tip, serta cawan petri di sterilisasi dengan autoclave selama 15
menit dengan suhu 1210C
Setelah agak dingin ditambahkan 200l mikrobia uji dalam LAF, dihomogenkan
Pada petri pertama, dipasang paper disk yang mengandung antibiotik Sulfametoksazol dan ampicillin
serta blanko sebagai control negatif
Pada petri kedua, dipasang paper disk yang mengandung antibiotik Amoxicillin dan Gentamicin serta
blanko sebagai control negatif
BAB III
: Feces / 200 l
(Terlampir)
3.2 PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan uji resistensi bakteri terhadap antibiotika menggunakan
metode difusi yang bertujuan agar dapat melakukan uji aktivitas mikrobia dengan menggunakan
metode difusi cara sumuran dan cakram kertas (disk method), dapat melakukan uji aktivitas
antimikrobia dengan menggunakan metode dilusi cair maupun dilisi padat.
Siapkan mikroba uji yang akan digunakan yang berasal dari paktikum sebelumnya, kemudian dibuat
media nutrient agar sebanyak 50 ml yang akan di bagi ke dalam 2 erlenmeyer, lalu disterilisasi di
dalam autoklaf. Setelah disterilisasi media yang masih mencair ditambahkan dengan 200 l mikroba
uji, dihomogenkan. Lalu dituangkan kedalam petri steril. Penuangan dilakukan di dalam LAF yang
sudah disterilisasi sebelumnya. Ditunggu sampai beku. Setelah beku pada petri pertama dipasang
paper disk yang mengandung antibiotic sulfametoksazol dan ampisilin, juga paper disk blanko. Pada
petri kedua dipasang paper disk yang mengandung antibiotic amoksisilin dan gentamisin, juga paper
disk blanko. Kemudian kedua petri dimasukkan dalam incubator selama 18-24 jam pada suhu 27o C.
Metode ini dinamakan metode Kirby-Bauer. Pada saat pemasangan paper disk sedikit ditekan agar
tidak jatuh saat dimasukkan kedalam incubator secara terbalik.
Ada beberapa macam metode untuk uji resistensi bakteri, antara lain :
Metode dilusi. Prinsipnya yaitu antibiotic diencerkan hingga diperoleh beberapa konsentrasi.
Dilusi cair. Masing-masing konsentrasi obat ditambahkan suspensi kuman atau bakteri didalam
media.
Dilusi padat. Masing-masing konsentrasi obat ditambahkan media agar, lalu ditanami bakteri.
Metode difusi
Kirby-Bauer. Menggunakan kertas disk yang sudah mengandung antibiotic dan diketahui
konsentrasinya.
Sumuran. Pada media agar ditambahkan suspensi bakteri, kemudian dibuat lubang ditengah dan
ditetesi antibiotic.
Pour plate. Suspensi bakteri diambil menggunakan ose lalu dimasukkan dalam media agar, setelah
beku digunakan disk antibiotik diatasnya.
E-test. Menggunakan plastic strip yang mengandung antibiotic yang sudah diketahui konsentrasinya.
Gradient test. Seperti cara sumuran hanya saja lubang yang dibuat menyerupai garis tengah,
sehingga media pada petri terbelah dua.
Hari berikutnya dilakukan pengukuran diameter hambat dari masing-masing antibiotic menggunakan
jangka sorong dan diperoleh data : zona hambat sulfametoksazol 14,3 mm ; amipisilin 0 mm ;
amoksisilin 0,1 mm ; gentamisin 4,1 mm. Dan juga dilakukan pengukuran zona hambat dengan
menggunakan electric counter dan diperoleh data : zona hambat sulfametoksazol 21,5 mm ;
amipisilin 0 mm ; blanko 1 8,5 mm ; amoksisilin 10,0 mm ; gentamisin 19,3 mm ; blanko 2 8,5 mm.
Pada data terdapat antibiotik yang tidak bisa menghambat pertumbuhan bakteri dikarenakan
antibiotik yang digunakan tidak spesifik terhadap bakteri yang ditanam didalam media, ataupun
terjadi resistensi bakteri terhadap antibiotik tersebut dengan berbagai mekanisme.
Menghambat sintesis dinding sel bakteri sehingga menghambat perkembang biakan dan
menimbulkan lisis. Contoh : penisilin dan sefalosforin.
Mengganggu keutuhan membrane sel, mempengaruhi permeabilitas sehingga menimbulkan
kebocoran dan kehilangan cairan intraseluler. Contoh : nistatin.
Menghambat sintesis protein sel bakteri. Contoh : tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin.
Menghambat metabolisme sel bakteri. Contoh : sulfonamide.
Menghambat sintesis asam nukleat. Contoh : rifampisin dan golongan kuinolon. (5)
Sifat antibiotik sebaiknya menghambat atau membunuh mikroorganisme patogen tanpa merusak
inang, bersifat bakterisid, tidak menyebabkan resistensi pada kuman, tidak bersifat alergenik atau
tidak menimbulkan efek samping bila digunakan dalam jangka waktu lama, larut dalam air, serta
stabil (6).
BAB IV
KESIMPULAN
zona hambat sulfametoksazol 14,3 mm ; amipisilin 0 mm ; amoksisilin 0,1 mm ; gentamisin 4,1 mm.
Dan juga dilakukan pengukuran zona hambat dengan menggunakan electric counter dan diperoleh
data : zona hambat sulfametoksazol 21,5 mm ; amipisilin 0 mm ; blanko 1 8,5 mm ; amoksisilin 10,0
mm ; gentamisin 19,3 mm ; blanko 2 8,5 mm.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Vorber, auf die eingeschr, Hpber- prfg, Staatl, zugel, Fernlehrgang, 2010, Bahaya Resisitensi
Antibiotika, www.Impulse-Schule.de. Diakses pada tanggal 25 oktober 2011.
Syamsuni, H., Drs., 2005, Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, Penerbit EGC, Jakarta.
Betina, V., 1983, The chemistry and Biology of Antibiotics, Scientific Publishing Company, New York.
Rostinawati, Tina, 2009, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Bunga Rosella Terhadap E. Coli, S.Aureus
Dengan Metode Difusi Agar, UNPAD, Bandung.
Syahrurrahman, A.,dkk.,1994, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
https://id.scribd.com/doc/134473593/Uji-Kepekaan-bakteri-Terhadap-antibiotika
Tabel Pengamatan Uji Kepekaan Bakteri terhadap AntibiotikaDengan Cara Difusi Agar Nama
Antibiotika :KloramfenikolBakteri uji:
Escherichia coli
GambarDosis Antibiotika (g/mL)R MTR (10 g/mL)M ( 50 g/mL)T (100 g/mL)DDH = 0 cm= 0
mmDDH = 0,9 cm= 9 mmDDH = 1,3 cm= 13 mmBerdasarkan hasil percobaan diatas, maka bakteri uji
Escherichia coli
bersifat
setengahpeka
terhadap antibiotika
Kloramfenikol
Nama Antibiotika :Tetrasiklin HClBakteri uji:
Staphylococus aureus
GambarDosis Antibiotika (g/mL)R MTR (20 g/mL)M ( 50 g/mL)T (60 g/mL)DDH = 0,2333 cm=
2,33 mmDDH = 0,5353 cm= 5,35 mmDDH = 0,6333 cm=6,33 mmBerdasarkan hasil percobaan diatas,
maka bakteri uji
Staphylococus aureus
bersifat
peka
terhadap antibiotika
Tertrasiklin HCl4.2Pembahasan
Resistensi merupakan zona hambat antibiotik yang terjadi terhadap bakteri, sedangkansensitifitas
merupakan zona hambat yang tidak terjadi pada antibiotik terhadap bakteri.Sesuai hasil
pengamatan, dengan menggunakan cara dilusi (pengenceran kaldu pepton), terlihat bahwa
Escherichia coli
bersifat peka terhadap antibiotikakloramfenikol. Hal ini disebabkan dari hasil konsentrasi hambat
minimum (KHM)menunjukkan kategori peka yaitu 5-15 g/mL. Hal ini berbeda dengan yang terlihat
pada bakteri
Staphylococus aureus
besifat sangat peka terhadap antibiotika tetrasiklinHCl. Hal ini disebabkan konsentrasi hambat
minimum (KHM) yang diperoleh < 1 gsehingga dikategorikan sangat peka. Pada pengamatan,
bakteri
Staphylococus aureus
tidak menunjukkan keresistensian terhadap antibiotik tetrasiklin HCl.
Bakteri memilikikemampuasn menjadi resisten karena pertama, suatu faktor yang memang sudah
ada pada mikroorganisme tersebut sebelumnya. Kedua, organisme impermaebel terhadapantibiotik.
Dan Ketiga organisme mempunyai struktur yang menghambat masuknyaantibiotik. Sebagai contoh,
resisten terhadap penicillin pada suatu organisme dapatdisebabkan oleh produksi penicillin yaitu
suatu enzim yang menginaktifkan penicillin.Jika bakteri tidak resisten disebabkan oleh karena tidak
mempunyai gen yang berfungsi melindungi bakteri tersebut dari pengaruh bakterisida suatu obat
/antibiotik.Dari hasil pengamatan uji kepekaan bakteri terhadap antibiotika dengan cara difusi
Daftar Pustaka
E. Indra Pradhika, 2011.Feng, Peter, S. D. Weagant, and M. A. Grant. 2002. Enumeration of
Escherichia coli andthe Coliform Bacteria. BAM (Bacteriological Analytical Manual), Chapter 4. FDA
(Foodand Drug Administration).http://id.wikipedia.orghttp://www.scribd.comTim Penyusun
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila. 2012.Penuntun Praktikum
Mikrobiologi. Jakarta: FFUP.
Antibiotik merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Penisilin dihasilkan oleh jamur
Penicillium notatum. Penisilin merupakan antibiotik pertama yang ditemukan oleh Alexander Fleming tahun 1928, d
kemudian dikembangkan oleh Harold Florey pada tahun 1938. Penisilin telah diproduksi dan dipasarkan pada tahun
Antibiotik sepalosporin C dihasilkan oleh jamur Cephalosporium. Sepalosporin C merupakan antibiotik mengunt
yang dapat membunuh bakteri yang tahan terhadap penisilin. Antibiotik Streptomisin dihasilkan oleh jamur Strept
griseus yang dapat membunuh bakteri patogen yang tahan terhadap penisilin atau sepalosporin. Streptomisi
digunakan untuk mengobati penyakit tuberkulosis.
Antibiotik tidak secara langsung dikode oleh gen, tetapi dibuat di dalam sel dengan reaksi katalis enzim. Enzim
berdasarkan instruksi gen spesifik. Dengan teknologi fusi sel akan terjadi kombinasi gen dan sintesis enzim-enzim
sehingga mikroba dapat menghasilkan antibiotik baru. Saat ini telah banyak dihasilkan bermacam-macam antibioti
kemoterapi kanker, anti bakteri, anti amuba, pengawet makanan, dan anti fungi seperti yang tercantum dalam tabel
ini.
Tabel 3.1. Beberapa Antibiotik yang Penting Secara Ekonomi.
Antibiotik
Mikroorganisme Penghasil
Fungsi
Aklasinomisin A
Streptomyces antibioticus
Anti Tumor
Aktinomisin D
Streptomyces antibioticus
Anti Tumor
Basitrasin
Bacillus sp
Anti Bakteri
Bleomisin
Streptomyces verticillium
Anti Kanker
Daurubisin
Streptomyces peucetius
Anti Protozoa
Fumagilin
Aspergillus sp
Pembunuh Amuba
Grisovulvin
Penicillium sp
Anti Fungi
Kloramfenikol
Cephalosporium sp
Anti Bakteri
Mitomisin C
Streptomyces lavendulae
Anti Tumor
Mitramisin
Streptomyces argillaceus
Anti Tumor
Nata
Streptomyces
Pengawet Makanan
Nisin
Streptomyces
Pengawet Makanan
Penisilin G
Penicillium sp
Anti Bakteri
Rifomisin
Nocordia sp
Anti TBC
Sepalosporium
Acremonium sp
Anti Bakteri
Streptomisin
Streptomyces sp
Anti Bakteri
Tetrasiklin
Streptomyces sp
Anti Bakteri
https://sites.google.com/site/emodulbiologi/materi/bab-iii---bioteknologi-dalam-bidangkedokteran-dan-farmasi/3-2-produksi-antibiotik-oleh-mikroorganisme
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
a. Mengetahui cara menguji tingkat resistensi suatu bakteri terhadap antibiotik tertentu.
b. Mengetahui efektivitas suatu antibiotik terhadap bakteri uji.
1.4 Manfaat
Manfaat dari praktikum uji resistensi ini adalah :
a. Dapat memberikan pengetahuan cara menguji resistensi suatu bakteri.
b. Dapat memberikan pengetahuan mengenai sifat antibiotik yang memiliki efektivitas berbedabeda terhadap suatu jenis bakteri.
c. Dapat memberikan pengetahuan bahwa konsentrasi antibiotik mempengaruhi besar kecilnya
zona hambat yang dihasilkan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
beberapa jenis antibiotika merupakan senyawa sintetis (tidak dihasilkan dari mikororganisme) tetapi
juga dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Secara teknis, zat yang dapat
membunuh bakteri baik berupa senyawa sintetis atau alami disebut dengan zat antimikroba, akan
tetapi banyak orang yang menyebutnya dengan antibiotika. Antibiotika mempunyai manfaat yang
sangat banyak, penggunaan antibiotika secara berlebihan juga dapat memicu terjadinya resistensi
antibiotika (Wasitaningrum, 2009).
Resistensi antibiotika ialah kemampuan dari bakteri atau mikroorganisme lain untuk menahan efek
antibiotika. Resistensi antibiotika terjadi ketika bakteri dapat merubah diri sedemikian rupa hingga
dapat mengurangi efektifitas dari suatu obat, bahan kimia ataupun zat lain yang sebelumnya
dimaksudkan untuk menyembuhkan atau mencegah penyakit infeksi sehingga mengakibatkan bakeri
tersebut tetap dapat bertahan hidup. Bakteri dapat membentuk ketahanan khusus terhadap suatu
jenis antibiotika tertentu, sehingga membahayakan orang yang terkena penyakit tersebut.
Kesalahpahaman yang sering terjadi di masyarakat yaitu adanya anggapan bahwa yang resisten
terhadap obat tertentu ialah tubuh seseorang, padahal sebenarnya bakteri yang ada di dalam tubuh
itulah yang menjadi resisten terhadap pengobatan, bukan tubuhnya (Stainier, et al., 1986).
Cara pengujian resistensi mikroba terhadap suatu jenis antibiotik dapat dilakukan dengan uji
resistensi. Teknik ini menggunakan zat kimia untuk mengurangi dan membunuh mikroorganisme,
terutama mikroba yang patogen. Metode yang biasa dipakai adalah metode Metode Kirby-Bauer
yang merupakan cara untuk menentukan sensitifitas antibiotik untuk bakteri. Sensitifitas suatu
bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona hambat terbentuk. Semakin besar
diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada metode Kirby-Bauer adalah:
a. Ketebalan media agar
Dapat mempengaruhi penyebaran dan difusi antibiotik yang digunakan.
b. Umur bakteri
Bakteri yang berumur tua (fase stationer) tidak efektif untuk diuji karena mendekati kematian dan
tidak terjadi pertumbuhan lagi sehingga yang dipakai bekteri berumur sedang (fase eksponential)
karena aktivitas metabolitnya tinggi, pertumbuhan cepat sehingga lebih peka terhadapa daya kerja
obat dan hasilnya lebih akurat.
c. Waktu inkubasi
Waktu yang cukup supaya bakteri dapat berkembang biak dengan optimal dan cepat. Waktunya
minimal 16 jam.
d. pH, temperature
Bakteri memiliki pH dan temperature optimal untuk tumbuh yang berbeda-beda sehingga sebaiknya
dilakukan saat pH dan temperature yang optimal.
e. Konsentrasi antibiotik
Jenis antibiotik
setiap bakteri memiliki respon yang berbeda-beda terhadap antibiotiknya, tergantung sifat
antibiotik tersebut (berspektrum luas/berspektrum sempit).
Bakteri dapat membentuk ketahanan khusus terhadap suatu jenis antibiotika tertentu, sehingga
membahayakan orang yang terkena penyakit tersebut. Kesalahpahaman yang sering terjadi di
masyarakat yaitu adanya anggapan bahwa yang resisten terhadap obat tertentu ialah tubuh
seseorang, padahal sebenarnya bakteri yang ada di dalam tubuh itulah yang menjadi resisten
terhadap pengobatan, bukan tubuhnya (Sinaga, 2005).
Setiap bakteri memiliki respon yang berbeda-beda terhadap antibiotiknya, tergantung sifat antibiotik
tersebut (berspektrum luas/berspektrum sempit). Ampicillin merupakan salah satu antibiotik yang
termasuk golongan penisilin semi-sintetik yang berasal dari inti penisilin yaitu asam 6-amino
penisilat (6-APA) dan merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat bakterisid. Secara klinis,
ampicillin efektif terhadap bakteri gram-positif seperti S. pneumonia, enterokokus dan stafilokokus
yang tidak menghasilkan penisilinase, sedangkan pada bakteri gram-negatif, diantaranya gonokokus,
H. influenza, beberapa jenis E.coli, Shigella, Salmonella dan P. mirabilis. Seperti golongan penicillin
lainnya, ampicillin bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel yaitu dengan menyerang
peptidoglikan dan mampu melakukan penetrasi pada bakteri gram positif dan gram negatif.
Keberadaan gugus amino pada Ampicillin membuatnya mampu menembus membran terluar (outer
membran) pada bakteri (Brander, et al., 1991).
Ampisilin termasuk antibiotik yang bersifat bakterisidal dan memiliki mekanisme kerja yang secara
umum menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri. Mekanisme kerja ampicilin antara lain:
1. Penghambatan sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat transpeptidasi sintesis
peptidoglikan pada aksi enzim transpeptidase bakteri. Transpeptidase merupakan enzim yang
bekerja dalam proses cross-linking dari rantai peptida dalam membentuk senyawa peptidoglikan
yang terjadi pada tahap akhir pembentukan dinding sel (Essack, 2001; Chamber, 2004). Proses Cross
linking tersebut digunakan dalam integritas struktur dinding sel bakteri.
2. Perlekatan obat pada protein spesifik pengikat penisilin atau Penicillin-Binding Protein (PBP)
yang berlaku sebagai reseptor obat pada bakteri.
3. Aktivasi enzim autolitik pada dinding sel akibat perlekatan obat pada PBP. Aktivasi tersebut
menyebabkan lisis dinding sel bakteri (Jawetz, 1997; Dzen et. al., 2003).
BAB III
METODE PENELITIAN
Alat
B.
Bahan
Bakteri uji 2 ml
Dilakukan peremajaan/ sub culture bakteri uji yang akan digunakan pada media taoge cair.
b.
c.
Diambil 1 ml kultur bakteri, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri steril (dilakukan
secara duplo).
d.
e.
Membuat paper disc dari kertas hisap berbentuk lingkaran dengan diameter kurang dari 1 cm,
kemudian direndam dalam antibiotik dengan konsentrasi 50 mg/ml, 25 mg/ml, dan 5 mg/ml (tiap
konsentrasi 3-4 paper disc).
f.
Kertas hisap yang telah direndam diletakkan pada media Taoge Agar yang telah ditanami
bakteri uji (langkah no.4), diberi tanda pada bagian luar cawan supaya tidak tertukar.
g.
h.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1. Pengamatan Uji Resistensi Pada Cawan Petri
Identifikasi
Uji Resistensi Cawan A
Uji Resistensi Cawan B
Gambar
25
mg/ml
50
mg/ml
5 mg/ml
25
mg/ml
50
mg/ml
5 mg/ml
Mikroorganisme
Bakteri
(sampel air selokan depan gedung C3- FMIPA)
Bakteri
(sampel air selokan depan gedung C3- FMIPA)
Morfologi
Karakteristik optik: Opaque
Bentuk: punctiform
Elevasi: raised
Bentuk tepian: entire
Karakteristik optik: Opaque
Bentuk: punctiform
Elevasi: raised
Bentuk tepian: entire
Bentuk sel
Coccus (bulat)
Coccus (bulat)
Susunan sel
Monococcus
Monococcus
Gram positif (+) atau negatif (-)
Negatif (-)
Negatif (-)
Diameter zona hambat
Hasil yang kami dapatkan dari uji resistensi berupa reaksi dari bakteri terhadap antibiotik, sensitif
atau resisten, dapat dilihat dari zona inhibitor yang terbentuk. Terdapat perbedaan besar zona
hambat/ zona bening yang terbentuk sebagai respon terhadap perbedaan pengenceran antibiotik.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa besarnya pengenceran berbanding lurus dengan besarnya zona
hambat/zona yang terbentuk. Semakin besar pengenceran (50 mg/ml) maka semakin besar diameter
zona hambat/ zona bening yang terbentuk.
4.2 Pembahasan
Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan uji sensitifitas mikroba terhadap
antibiotik dengan metode Kirby-Bauer dan menentukan mikroba uji termasuk sensitif atau resisten
terhadap antibiotik yang diujikan.
Pada percobaan ini kadar antibiotik ditentukan dengan metode Kirby-Bauer, yaitu pengukuran
sensitifitas antibiotik dengan metode paper disk yang berisi agen antimikroba pada media yang telah
ditanami mikroba dan akan berdifusi pada media agar. Daerah jernih disekitar paper disk merupakan
hambatan mikroba oleh antibiotik pada permukaan agar. Metode Kirby-Bauer merupakan cara
untuk menentukan sensitifitas antibiotik untuk bakteri. Sensitifitas suatu bakteri terhadap antibiotik
ditentukan oleh diameter zona hambat terbentuk. Semakin besar diameternya maka semakin
terhambat pertumbuhannya.
Dalam percobaan uji resistensi ini, antibiotik yang digunakan adalah ampicillin 500 gram yang
didapatkan zona hambat/zona bening. Hal tersebut menunjukan bahwa bakteri sensitif terhadap
antibiotik ampicilin 500 gram, dapat dilihat dengan adanya zona jernih/zona hambat yang
mengindikasikan bahwa bakteri sensitif terhadap antibiotik ampicilin. Ampicillin bekerja dengan
menghambat sintesis dinding sel yaitu dengan menyerang peptidoglikan dan mampu melakukan
penetrasi pada bakteri gram positif dan gram negatif. Hal ini disebabkan keberadaan gugus amino
pada Ampicillin, sehingga membuatnya mampu menembus membran terluar (outer membran) pada
bakteri. Percobaan yang dilakukan telah sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi dari antibiotika maka akan semakin besar zona jernih yang terbentuk
(Dwidjoseputro., 2003).
Ampisilin termasuk antibiotik yang bersifat bakterisidal dan memiliki mekanisme kerja yang secara
umum menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri. Mekanisme kerja antibiotik tersebut antara lain:
1. Penghambatan sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat transpeptidasi sintesis
peptidoglikan pada aksi enzim transpeptidase bakteri. Transpeptidase merupakan enzim yang
bekerja dalam proses cross-linking dari rantai peptida dalam membentuk senyawa peptidoglikan
yang terjadi pada tahap akhir pembentukan dinding sel (Essack, 2001; Chamber, 2004). Proses Cross
linking tersebut digunakan dalam integritas struktur dinding sel bakteri.
2. Perlekatan obat pada protein spesifik pengikat penisilin atau Penicillin-Binding Protein (PBP)
yang berlaku sebagai reseptor obat pada bakteri.
3. Aktivasi enzim autolitik pada dinding sel akibat perlekatan obat pada PBP. Aktivasi tersebut
menyebabkan lisis dinding sel bakteri (Jawetz, 1997; Dzen et. al., 2003).
Perbedaan luas/lebar diameter zona hambat pada cawan A dengan cawan B disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain kurang halusnya dalam proses penggerusan antibiotik, konsentrasi
antibiotik yang diserap oleh paper disk pada cawan A berbeda dengan paper disk pada cawan B
karena larutan antibiotik pada tiap konsentrasi kurang homogen, volume spet yang disediakan tidak
sesuai dengan volume yang dibutuhkan serta adanya media Taoge Agar (TA) yang menggumpal
ketika di tuangkan pada cawan petri.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Bakteri memiliki tingkat resistensi yang berbeda-beda terhadap antibiotik yang diberikan tergantung
dari sifat/karakteristik bakteri uji serta jenis dan konsentrasi antibiotik. Bakteri bersifat sensitif
apabila menghasilkan zona hambat/zona bening ketika diuji dengan antibiotik. Antibiotik semakin
efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri apabila semakin luas/lebar zona hambat yang
terbentuk yang terjadi akibat semakin tinggi konsentrasi antibiotik yang digunakan.
5.2.
Saran
Agar zona hambat yang dihasilkan membentuk struktur yang bulat sempurna (diameter tiap sisinya
sama atau hampir sama) supaya mudah diamati praktikan harus berhati-hati ketika meletakkan
paper disc (yang telah dicelupkan ke larutan antibiotik) dalam suspensi bakteri pada cawan petri.
Pemilihan kertas yang digunakan sebagai disc harus dipilih jenis kertas yang dapat menyerap
sempurna larutan antibiotik, misalnya kertas saring.
DAFTAR PUSTAKA
Brander, G.C., Pugh, D.M., Bywater, R.J. and Jenkins, W.L. 1991. Veterinary Applied Pharmacology
and Therapeutics, 5th ed. The English Language Book Society, Bailliere Tindal, London.
Chaidir J, Munaf S. 1994. Obat antimikroba. In : Munaf S, eds. Farmakologi Unsri. Jakarta : EGC.
Chambers, H. F. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. 8th ed. Jakarta: Salemba Medika.
Evolution of-
Fleming, Alexander (1980). On the antibacterial action of cultures of a penicillium, with special
reference to their use in the isolation of B. influenza.. Clin Infect Dis 2 (1):129-39.
Jawet E. 1998. Prinsip kerja obat antimikroba. In : Katzung B, eds. Farmakologi dasar dan klinik.
Jakarta : EGC.
Wasitaningrum, I. D. A., 2009. Uji Resistensi Bakteri Staphylococcus Aureus dan Escherichia Coli Dari
Isolat Susu Sapi Segar Terhadap Beberapa Antibiotik. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.